Sistem Hidroorologi Hutan Lindung Daerah Aliran Sungai Riam Kanan Kalimantan Selatan
I.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya air merupakan salah satu komponen ekosistem
dunia yang sangat dibutuhkan kehadirannya sepanjang waktu.
Hampir seluruh kegiatan hidup di
muka
bumi ini tidak dapat
dipisahkan dari sumberdaya air.
Alam tidak menyediakan sumberdaya air begitu saja kepada manusia.
Usaha ke arah pencapaian kebutuhan air di sega-
la bidang telah dilakukan manusia, yaitu melalui manipulasi
proses hidrologi dengan memperhatikan semua segi yang mempengaruhi daur air dan interaksinya dalam suatu kejadian.
Selama PELITA I dan PELITA I1 pemerintah telah melakukan usaha yang berhubungan dengan manipulasi proses hidrologi yang
menitik beratkan pada pemanfaatan keluaran berupa
sumberdaya air yang tersedia,
bagai usaha
Keadaan ini tampak dari ber-
pembangunan infrastuktur, seperti pembangunan
waduk-waduk dan sarana irigasi, yang sering kurang diimbangi
dengan
upaya
untuk
melestarikan
dimana sumberdaya air diproduksi.
kondisi
optimum
wilayah,
Banjir yang sering terja-
di, fluktuasi musiman yang
tinggi dari debit air sungai,
tingginya
dan
kandungan
lumpur
pendangkalan
waduk-waduk,
seperti Daerah Aliran Sungai (DAS) Way
Seputih di Lampung
dan
petunjuk
Brantas
di
Jawa
Timur
merupakan
ketidak-
seimbangan tersebut (Erwidodo, 1983; PUSDI-PSL IPB, 1983).
DAS Riam Kanan merupakan salah satu dari
dikelompokkan dalam PELITA IV
sebagai DAS
22 DAS yang
super
prioritas
penanganannya di Indonesia
fungsinya, DAS Riam Kanan
saat ini.
Ditinjau dari segi
mempunyai peranan yang penting
Hal ini dise-
bagi pembangunan daerah Kalimantan Selatan.
babkan di DAS tersebut
Muhammad (PM) Noor
teraan penduduk,
telah dibangun
yang
yaitu
Waduk PLTA Pangeran
sangat vital artinya bagi kesejahberupa
sumber pembangkit
tenaga
listrik, daerah perikanan, pertanian (irigasi teknis dan masih
dalam tahap pembuatan) dan wilayah pengembangan wisata.
Berdasarkan
Surat
Keputusan
101/Kpts/Um/1/1975, kawasan
Menteri
Pertanian
No.
DAS Riam Kanan yang merupakan
daerah tampung (catchment area) Waduk PLTA PM Noor ditetapkan sebagai
hutan lindung.
upaya mernperbaiki
agar fungsi
rencana
kegiatan
kondisi
umur
tersebut merupakan
DAS Riam Kanan,
hidroorologi
Waduk
PLTA
PM Noor
sesuai dengan
semula.
Sejak
program
dan
Penetapan
1973/1974
tahun
Penyelamatan
Reboisasi
Hutan,
dan
pemerintah
Tanah
dan
Penghijauan,
telah
Air
yang
mencanangkan
(PHTA) dengan
bertujuan
untuk
merehabilitasi lahan kritis yang terdapat dalam kawasan hutan lindung DAS Riam Kanan.
belum
memuaskan,
Namun hasil kegiatan tersebut
karena sering
terjadinya gangguan berupa
kebakaran hutan tanaman reboisasi.
Kawasan
hutan
Danau Riam Kanan
kegiatan
masih
perladangan
sering mengalami
an dan
lindung
yang
daerah
tampung
mengalami gangguan, seperti adanya
berpindah,
kebakaran karena
pengembalaan
merupakan
daerah
slang-alang
yang
untuk keperluan pernburu-
ternak, pendulangan
intan
dan
daerah
pemukiman.
Pada
Noor menurun
akhir tahun 1982 tinggi air Waduk PLTA PM
secara drastis, dimana tinggi minimum 51,49 m
dan tinggi maksimum 51,97 m (Pujiharta, 1985).
waduk tersebut berada di
52 m.
bawah
tinggi air
Tinggi air
kritis, yaitu
Di samping itu debit "inflow1' Waduk PLTA PM Noor pe-
riode tahun 1984
nurun.
-
1988 sangat bervariasi dan cenderung me-
Data sedimentasi pada tahun 1987-1988 untuk beberapa
sungai yang bermuara ke Waduk PLTA PM Noor, seperti Sungai
Riam Kanan 1,134 mm/th, Sungai Hanaru 4,471 mm/th dan Sungai
Tabatan
2,212 mm/th
sangat
tinggi, dimana melebihi batas
kritis sedimen yang diperkenankan menurut perencanaan waduk
1,ll mm/th (PLN Wilayah VI, 1988).
Kritisnya kondisi hidroorologi DAS Riam Kanan itu, di
duga ada hubungannya masalah kawasan hutan lindung yang berfungsi kurang efektif
sebagai subsistem perlindungan, kare-
na adanya gangguan terhadap kawasan hutan lindung, seperti
yang dijelaskan terdahulu.
Investasi yang telah ditanamkan untuk membangun Waduk
PLTA PM Noor DAS Riam Kanan, harus diamankan dengan jalan
menjaga
fungsi dan umur waduk
itu
sesuai rencana semula.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai sasaran itu, adalah mengelola
hutan lindung
DAS Riam Kanan, khususnya mengenai kawasan
yang
merupakan
daerah tampung
Waduk PLTA
PM Noor Riam Kanan.
Dengan
tersebut,
adanya
penulis
masalah-masalah
ingin
yang telah dikemukakan
melaksanakan
penelitian
tentang
sistem
hidroorologi hutan
pendekatan
B.
lindung
DAS Riam
Kanan dengan
teknik analisis sistem.
Kerangka Pemikiran
Secara umum berdasarkan peranannya sumberdaya di dalam
ekosistem DAS, dapat dikelompokkan dua macam, yakni sumberdaya manusia membentuk subsistem sosial, dan sumberdaya alam
membentuk subsistem biofisik.
Khususnya
di DAS Riam Kanan,
subsistem sosial dengan perilaku manusia
lahan untuk usaha tani tidak dapat
putusan Menteri
yang
menggunakan
dikembangkan, karena ke-
Pertanian No.l0l/Kpts/Um/1/1975
menetapkan
daerah tampung Danau Riam Kanan dijadikan hutan lindung.
Mengingat adanya ketetapan tersebut, maka obyek penelitian
ini
hanya
terutama yang
Riam
menyangkut
berhubungan
kelompok
dengan
subsistem
aspek
biofisik,
hidroorologi
DAS
Kanan.
Dalam rangka penyelamatan hutan, tanah dan air di DAS
Riam Kanan, maka perlu dilakukan penilaian subsistem biofisik DAS Riam Kanan.
Penilaian dapat berupa evaluasi dari
hubungan antar komponen biofisik DAS yang erat hubungannya
dengan fungsi hidrologi, yaitu : vegetasi, tanah, sungai dan
iklim.
Hubungan yang
sifatnya saling
mempengaruhi
antar
komponen biofisik DAS tersebut, akan menentukan kondisi hidroorologi DAS
Riam
Kanan,
fluktuasi musiman debit air.
seperti
erosi,
sedimentasi
dan
Secara skematis hubungan antar
komponen-komponen subsistem biofisik DAS tersebut, disajikan
pada Gambar 1.
(
-
1
Subsistem
I .
h
Iklim
Vegetasi
Tanah
L
1
Air/Sungai
I
\L
Tataguna Lahan
untuk Hutan Lindung
v
Adanya Kawasan Hutan
Lindung yang Kritis
- *
Jf
.1
Siklus
Hidrologi
: Sedimentasi
I
C
I
i
J
I
PLTA P.M. Noor
A
J
J. \L
Kelakuan Sistem Hidroorologi
Hutan Lindung DAS Riam Kanan
Gambar 1.
Skeaa Hubungan antar Korponen Biofisik
dalam Kaitannyr dengan Kelakuan Sister
Hidroorologi Hutan Lindung DAS Riam Kanan.
Dari Gambar 1 itu, menunjukkan bahwa subsistem biofisik
DAS merupakan suatu sistem ekologi yang kompleks, yang terdiri dari berbagai macam faktor dan komponen,
Begitu banyak
faktor dan komponen yang terlibat didalamnya, sehingga dalam
pengelolaannya
akan menyangkut
keterpaduan
berbagai
macam
kegiatan yang melibatkan instansi serta lembaga baik horizontal maupun vertikal dan kelompok-kelompok sosial masyarakat.
Nasoetion
(1986)
mengemukakan, berdasarkan
wilayah, DAS merupakan suatu wilayah perencanaan.
tipologi
Selanjut-
nya dijelaskan pula, dalam rnembuat model pengelolaannya harus memperhatikan aspek keterpaduan antara DAS bagian hulu
sebagai
produsen
sumberdaya
air
dengan
DAS
bagian
hilir
sebagai konsumen sumberdaya air dan sumberdaya alam lainnya.
Mengingat
begitu
kompleksnya permasalahan
pengelolaan
DAS Riam Kanan, khusus sistem hidroorologi hutafi lindung DAS
Riam Kanan, maka dalam melakukan pengkajiannya
menggunakan
pendekatan sistem. Tumpuan berpikir dalam pendekatan sistem
makna 4 K (KI = komponen,
pada dasarnya mengandung
tergantungan KI , K3
= keterkaitan Ki
,
K4
K2
= ke-
= keteraturan, Kz
atau K3 untuk mencapai tujuan). Di dalam kerangka pendekatan sistem dengan teknik sinulasi, akan dicoba untuk memperbaiki kondisi
subsistem
orologi hutan lindung
biofisik, khususnya sistem hidro-
DAS
Riam
Kanan.
Baiknya kondisi
subsistem biofisik tersebut, dicerminkan oleh : 1 ) fluktuasi
musiman debit air (IOWR = index of watershed
kecil
dan
2 ) erosi
berada dalam batas
serta
yang
sedimentasi yang
regime) yang
terjadi
masih
ditoleransikan,
Dalam rangka mencapai
kedua sasaran tersebut, upaya
kegiatan reboisasi di lahan kritis
kawasan hutan lindung
tetap dilaksanakan, agar didapatkan luasan penutupan vegetasi hutan lindung yang mampu berfungsi sebagai subsistem perlindungan dalam sistem DAS Riam Kanan,
Nampaknya dari uraian-uraian di atas, sistem hidroorologi hutan lindung merupakan kunci yang penting diperhatikan
dalam pengelolaan DAS Riam Kanan, dan tumpuan berpikir dalam
pengkajiannya berdasarkan sistem.
C.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan model hutan
lindung, yang mampu memperbaiki kondisi hidroorologi (hasil
air dan erosi) DAS Riam Kanan.
sebagai berikut
hutan
lindung
: ( 1 ) Mengkaji
yang
ada
tersebut, maka dilakukan
Secara rinci tujuan tersebut
kondisi
sekarang,
sistem hdroorologi
( 2 ) Berdasarkan
kondisi
pengkajian berbagai skenario luas
penutupan vegetasi kawasan hutan lindung dengan kondisi curah hujan tertentu terhadap sistem hidroorologi hutan lindung DAS Riam Kanan dan ( 3 ) Mengajukan skenario luas penutupan kawasan
hutan lindung yang terpilih, sehingga diper-
oleh suatu kondisi
sistem hidroorologi hutan
lindung yang
diinginkan, yang mampu menjamin kelestarian hasil air, lahan
dan fungsi waduk PLTA PM Noor DAS Riam Kanan.
Kegunaan hasil penelitian ini, diharapkan
sebagai ba-
han informasi bagi para perencana dan pembuat kebijaksanaan
dalam
pengelolaan
DAS,
khususnya
yang
berhubungan
dengan
subsistem biofisik DAS yang kondisinya relatif sama dengan
DAS Riam Kanan.
11.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Daerah Aliran Sungai (DAS)
1.
DAS sebagai Ekosistem Sumberdaya
Dalam konteks hidrologi, DAS ditakripkan sebagai eebuah
kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi
(dapat berupa
punggung gunung/bukit), yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama
yang bermuara di danau atau lautan (Manan, 1978).
Suatu DAS dapat merupakan sebagai sebuah ekosistem sumberdaya.
Soerianegara (1977) mengemukakan, bahwa ekosistem
sumberdaya
alam
adalah
kumpulan
ekosistem-ekosistem
yang
dikelola manusia, yang hasilnya baik langsung maupun tidak
langsung bermanfaat bagi manusia,
Dengan demikian, menurut
peranannya ada dua kornponen di dalam ekosistem sumberdaya,
yakni sumberdaya manusia sebagai pengelola membentuk subsistem sosial dan sumberdaya alam membentuk subsistem biofisik.
Menurut
Budhiyono
(1982), subsistem
biofisik
terdiri
atas hewan, nabati, jasad renik, lahan, air dan iklim ; sedangkan
subsistern sosial hanya
terdiri dari
manusia
yang
mempunyai perilaku tersendiri dalam rangka mencapai tujuan
hidupnya,
Perilaku manusia ini sangat beragam karena dipe-
ngaruhi oleh sikap politik, pertimbangan ekonomis, perilaku
sosial dan pandangan budaya,
Pada umumnya, perilaku manusia
dalam mengelola sumberdaya alam akan memberikan citra bagi
ekosistem DAS, baik citra buruk, artinya penurunan kualitas
dan kuantitas
sumberdaya misalnya banjir, kekeringan, erosi
dan polusi
; ataupun citra baik, artinya sistem dalam ke-
adaan optimum dan lestari.
Secara skematis model ekosistem sumberdaya suatu Daerah
Aliran Sungai, dapat dilihat pada Gambar 2.
Soerjono (1978) mengemukakan, bahwa DAS merupakan suatu
ekosistem yang terdiri dari berbagai komponen dan unsur, dimana unsur-unsur
manusia
utamanya
dengan
segala
adalah
upaya
vegetasi, tanah, air dan
yang
dilakukan
di
dalamnya,
Selanjutnya dikatakan oleh Budhiyono dan Murdiyarso (1980),
bahwa DAS merupakan ekosistem yang di dalamnya terjadi proses interaksi
antara faktor biotik
(vegetasi) dan faktor-
faktor fisik (tanah, air dan iklim).
Interaksi ini dinyata-
kan dalam
yang
bentuk
mencirikan
keseimbangan antara masukan dan keluaran,
keadaan hidroorologis
dari
DAS tersebut.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan DAS adalah
suatu
ekosistem
yang dibatasi oleh
pemisah
topografis
(topographic divide) yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang
jatuh di atasnya ke sungai utama yang
bermuara ke danau; dimana unsur-unsur utamanya terdiri atas
sumberdaya
alam
(tanah, vegetasi
dan
air) yang
merupakan
obyek saling berinteraksi dengan sumberdaya manusia sebagai
subyek
dalam
pendayagunaan
dan
pembinaan
sumberdaya
alam
yang ada di dalamnya,
2.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Menurut Manan
(1978) pengelolaan daerah aliran sungai
diartikan sebagai manajemen sumberdaya alam yang dapat pulih
EKOSISTEM SUMBERDAYA
1
DI DAlAM DAERAH ALIRAN1 SUNGAI 1
I
I
I
4t
SUMBERDAYA ALAM
*
\I
SUMBERDAYA FISIK
SUMBERDAYA HAYATI
T
E
R
E
S
T
R
I
r
I
w
*
I
N O R M A
-
+
A
E
W
N
A
B
A
A
N
T
I
H
c!
I
K
L
I
M
U
A
T
I
I
K
.
POLA
t
PENURUNAN
KUALITAS DAN
KUANTITAS SUMBERDAYA :
-Kekeringan
-Banjir
-Erosi
-Polusi
-Sengsara
d
Gambar 2.
SISTEM NILAI DASAR
1
*
9
1
I
4.
T
P
E S
R 0
I S
L I
A A
K L
U
P
E
R
I
L
A
K
U
'L
E
K
7
P
A
0
N
N
D
A
N
G
A
N
0
M
I
S
4
,
7
B
U
A
N
D
D
A
Y
A
A
N
G
-
A
P
0
L
I
T
I
S
.N
TATA GUNA LAHAN
*
m
PROSES SISTEM SUMBERDAYA
Neraca air, Aliran sungai, Erosi dan SediAkibat
mentasi, Kehidupan
Baik
manusia
-Setimbang dinamik
-Optimal
-Lestari
-Sejahtera
1
-
Bagan Ekosistem Sumberdaya di dalam suatu Daerah Aliran Sungai
seperti vegetasi, tanah dan air dalam sebuah DAS dengan tujuan untuk
dapat menghasilkan produk air guna kepentingan
pertanian, kehutanan,
peternakan,
dan masyarakat, yaitu untuk
industri
air minum dan
Sheng (1968) mengemukakan
tenaga listrik
irigasi.
ada tiga unsur pokok dalam
pengelolaan DAS, yaitu air, lahan dan manipulasi atau pengelolaan.
Unsur lahan meliputi semua komponen dari
satu unit
geografi dan atmosfir tertentu, air dan batuan, vegetasi dan
hewan, manusia dan perkembangannya.
lolaan
DAS didefinisikan
sebagai
Oleh
karena itu penge-
pengelolaan
lahan untuk
produksi air dengan kualitas yang optimum dan pengaturan hasil air serta stabilitas tanah yang maksimum.
Pengelolaan DAS harus diorientasikan kepada segi-segi
konservasi
peningkatan
tanah
dan
air
kesejahteraan
dengan
menitik
masyarakat,
beratkan
baik
dari
kepada
kalangan
petani, industri dan lain-lain.
Mangundikoro
(1985) mengemukakan
bahwa
tujuan akhir
dari Pengelolaan DAS adalah terwujudnya kondisi yang optimal
dari sumberdaya vegetasi, tanah dan air sehingga mampu memberikan manfaat secara maksimal serta berkesinambungan bagi
kesejahteraan manusia.
Dikaitkan dengan tujuan ini, diha-
rapkan terbinanya kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk
menggunakan dan memelihara sumberdaya alam tersebut secsra
bijaksana.
Meskipun ha1 yang
terakhir ini bukan merupakan
sasaran langsung, namun menjadi suatu prakondisi untuk mencapai tujuan akhir tersebut.
Upaya pokok yang dilakukan dalam kegiatan Pengelolaan
DAS, agar tercapainya
tujuan
disi yang optimal dari
akhir, yaitu
terujudnya kon-
sumberdaya vegetasi, tanah dan air
adalah : a) pengelolaan lahan melalui usaha konservasi dalam
arti yang
luas, b) pengelolaan
air
melalui pengembangan
sumber air, c ) pengelolaan vegetasi, khususnya pengelolaan
hutan
dan
yang
memiliki
air dan
fungsi
perlindungan
d ) pembinaan kesadaran
dalam penggunaan sumberdaya alam
terhadap
tanah
dan kemampuan manusia
secara bijaksana melalui
usaha penerangan dan penyuluhan.
Menurut Nasoetion dan Anwar (1981), tujuan Pengelolaan
DAS
pada
dasarnya
yang optimal
untuk
memberikan
bagi masyarakat
tingkat
kesejahteraan
setempat maupun di luar DAS
secara lestari dalam keseimbangan alami yang serasi.
Pe-
ningkatan kesejahteraan masyarakat ini, tergantung pada ketepatan bentuk
di
dalam
DAS
pengelolaan
tersebut.
Dalam
sumberdaya alam yang terdapat
rangka mencapai
tujuan pe-
ngelolaam DAS di atas, rutlak diperlukan adanya peran serta
yang aktif dari petani dan masyarakat.
B.
Erosi
1.
Pengertian Erosi
Menurut Hardjowigeno ( 1 9 8 4 ) , erosi adalah suatu proses
dimana tanah dihancurkan (detached) dan kemudian dipindahkan
ke
tempat lain oleh kekuatan air, angin atau gravitasi.
Di
Indonesia yang merupakan daerah beriklim tropik basah, erosi
yang terpenting adalah erosi oleh air hujan.
Arsyad
( 1 9 8 9 ) mengemukakan bahwa p r o s e s e r o s i a i r m e -
rupakan kombinasi d a r i dua p r o s e s ,
yaitu
: a ) penghancuran
s t r u k t u r t a n a h m e n j a d i b u t i r - b u t i r p r i m e r o l e h e n e r g i tumbuk
b u t i r c u r a h h u j a n yang
air
oleh
primer
yang
tergenang
tanah tersebut
tanah.
jatuh
dan
b)
pengangkutan
butir-butir
o l e h a i r yang m e n g a l i r d i permukaan
Proses terjadinya
e r o s i o l e h kekuatan a i r d i s u a t u
dengan s u a t u d i a g r a m s e p e r t i yang
lereng, dapat dilukiskan
tertera
menimpa t a n a h d a n perendaman
p a d a Gambar 3 ,
[Tanah
d a r i l e r e n g atas
I
1
tanah oleh
c u r a h hu-ian
I dalam
II
perjalanan
&. 4
I
1
-L__rJ
T o t a l t a n a h yang
dihancurkan
lt~andingkan
ITotal
tanah
Total tanah
k
Gambar 3.
dihancurkan
dihancurkan
I
daya angkut
< T o t a l daya angkutj
> T o t a l daya angkut
Tanah yang d i a n g k u t
ke l e r e n g bawah
Diagram P r o s e s T e r j e d i n y a E r o s i o l e h A i r
(Meyer d a n W i s c h m e i e r , 1 9 6 9 ) .
Gambar 3 t e r s e b u t
menunjukkan bahwa p a d a s u a t u b a g i a n
l e r e n g t e r d a p a t i n p u t bahan-bahan yang d a p a t d i e r o s i k a n yang
b e r a s a l d a r i l e r e n g a t a s s e r t a p e n g h a n c u r a n t a n a h d i tempat
i t u o l e h e n e r g i tumbuk b u t i r - b u t i r c u r a h h u j a n d a n p e n g i k i s a n o l e h l i m p a s a n permukaan ( r u n o f f ) . D i samping i t u t e r d a p a t k e l u a r a n a k i b a t pengangkutan t a n a h o l e h c u r a h hujan dan
B i l a t o t a l daya angkut d a r i a i r t e r s e b u t
run o f f .
+
hujan
runoff) lebih besar
d a r i t o t a l t a n a h yang t e r s e d i a
untuk diangkut ( t o t a l tanah
dari
yang
d i h a n c u r k a n ) , maka a k a n
S e b a l i k n y a b i l a t o t a l d a y a a n g k u t l e b i h ke-
terjadi erosi.
cil
(curah
t o t a l t a n a h yang d i h a n c u r k a n , a k a n t e r j a d i peng-
Dalam penelitian
endapan d i b a g i a n l e r e n g t e r s e b u t .
ini,
p e n g e r t i a n e r o s i a d a l a h s u a t u d a e r a h dimana t a n a h d a n p a r t i kel
tanah dilepaskan,
d i h a n c u r k a n d a n kemudian d i p i n d a h k a n
k e tempat l a i n o l e h k e k u a t a n h u j a n .
t a n a h menjadi k r i t i s , b a i k k r i t i s
E r o s i d a p a t menyebabkan
f i s i k , k i m i a maupun eko-
nomis.
D i samping i t u
j u g a e r o s i menyebabkan p e n d a n g k a l a n
sungai,
s a l u r a n i r i g a s i d a n d r a i n a s e , b a n j i r p a d a musim hu-
j a n d a n k e k e r i n g a n p a d a musim kemarau.
Berbagai upaya
dilakukan untuk
teknik
konservasi
memperkecil
pembangunan bendungan-bendungan
dekatan
ring,
erosi
t a n a h dan a i r
yang t e r j a d i ,
bercocok
d a e r a h pegunungan
tanam
seperti
d a n " c h e c k dam" s e b a g a i pen-
jangka pendek, dan r e b o i s a s i , penghijauan,
teknik
telah
terase-
s e r t a pemukiman penduduk
di
yang k e m i r i n g a n l a p a n g a n n y a t i n g g i , s e b a -
g a i pendekatan jangka panjang.
A r s y a d ( 1 9 8 9 ) mengemukakan u n t u k menduga b e s a r n y a e r o s i
dapat
digunakan
suatu
model
parametrik
yang
dikembangkan
oleh Wischmeier dan Smith (1978) yang disebut "the Universal
S.oil Loss
menduga
qua ti on" (USLE).
kehilangan
tanah
Persamaan
ini bertujuan
untuk
rataan dari kemiringan lapangan
tertentu, pola penggunaan lahan yang khusus dan keadaan manajemen yang tertentu.
Bentuk persamaan model USLE tersebut
adalah sebagai berikut :
dimana ,
A = besar erosi
R = indeks erosivitas hujan (faktor hujan)
K = faktor erodibilitas tanah
LS = faktor lereng, C = faktor tanaman
P = faktor tindakan pengawetan tanah.
2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi
Faktor-faktor
dengan
yang
faktor-faktor
mempengaruhi
yang
erosi adalah
mempengaruhi
Soedarma (1968) mengklasifikasikan
daerah
identik
limpasan.
faktor-faktor yang mem-
pengaruhi daerah pengaliran menjadi dua macam, yakni faktor
yang ada di luar daya manusia
topografi, ukuran serta
dipengaruhi oleh daya
seperti iklim, tubuh tanah,
bentuk pengaliran dan faktor dapat
manusia seperti vegetasi dan pemakai-
Baver (1961) dan Wiersum (1979) membuat rurnus faktorfaktor yang mempengaruhi erosi
dalam
suatu
sebagai berikut :
dimana,
E
C
V
H
= erosi yang terjadi, f = fungsi
= iklim , T = topografi , V = vegetasi
= vegetasi, S = tanah,
= aktivitas manusia.
bentuk
fungsi
a.
Iklim
F a k t o r i k l i m yang s a n g a t mempengaruhi t e r j a d i n y a e r o s i
adalah
hu j a n
intensitas
.
Sifat-sifat
hujan
dan
hujan
distribusi
seperti
hujan
jumlah
hujan,
merupakan
faktor
p e n e n t u k e k u a t a n merusak b u t i r a n t a n a h , Jumlah d a n k e c e p a t a n
limpasan
serta
permukaan
kerusakan
tanah
yang
terjadi
(Kohnke d a n B e r t r a n d , 1 9 5 9 ) .
Dari sifat-sifat
h u j a n t e r s e b u t , yang t e r p e n t i n g dalam
mempengaruhi b e s a r n y a e r o s i a d a l a h i n t e n s i t a s h u j a n maksimum
a t a u Ex30
selama 30 m e n i t
Menurut
Barus
dan
(Wischmeier dan Smith,
Suwardjo
(1977)
EIso
nilai
1978).
mempunyai
k o r e l a s i yang b e s a r dengan e r o s i yang t e r j a d i p a d a b e b e r a p a
J u m l a h h u j a n r a t a - r a t a t a h u n a n yang t i n g g i
tempat d i J a w a .
t i d a k a k a n menyebabkan e r o s i yang b e s a r ,
terjadi
merata,
s e d i k i t demi
Sebaliknya h u j a n rata-rata
babkan
b.
apabila hujan i t u
s e d i k i t dan
sepanjang
tahun.
t a h u n a n yang r e n d a h , a k a n menye-
e r o s i yang b e s a r , a p a b i l a
hujan jatuh sangat berat.
Topografi
Menurut Wiersum
( 1 9 7 9 ) , kemiringan dan panjang
lereng
merupakan d u a u n s u r t o p o g r a f i yang s a n g a t b e s a r p e n g a r u h n y a
t e r h a d a p e r o s i d a n l i m p a s a n permukaan.
Dari
kedua
unsur
itu
yang
paling
berperanan
adalah
k e m i r i n g a n l e r e n g . H a l i n i d i s e b a b k a n k a r e n a s e l a i n memperbesar
jumlah
mempengaruhi
memperbesar
limpasan
kecepatan
pula
permukaan, k e m i r i n g a n
limpasan
kapasitas
permukaan
perusak
dari
lereng
juga
sehingga
akan
a i r (Kohnke d a n
Bertrand,
1959).
Makin
kecepatan
limpasan
curam
permukaan
lereng,
semakin
maka
jualah
dan
b e s a r dan s e k a l i g u s
akan memperbesar d a y a a n g k u t s e r t a t e n a g a p e n g u r a s , s e h i n g g a
t a n a h yang t e r e r o s i a k a n meningkat ( A r s y a d , 1 9 8 9 ) .
Sehubungan dengan k e m i r i n g a n
membuat
percobaan
yang
meneliti
lapangan S t a l l i n g
pengaruh
dari
(1959)
kemiringan
l a p a n g a n t e r h a d a p e r o s i pada t a n a h t e r b u k a d a n pada t a n a h
tertutup
oleh
rumput-rumputan,
dimana
hasil
percobaannya
d a p a t d i l i h a t pada T a b e l 1.
T a b e l 1,
Pengaruh d e r a j a t k e m i r i n g a n l a p a n g a n dan veg e t a s i t e r h a d a p e r o s i d a n l i m p a s a n permukaan
Kemiringan l a p a n g a n
D e s k r i p t i f
100
1. Limpasan permukaan
( X d a r i air hujan) :
a . Lapangan t e r b u k a
b. Berumput
2. E r o s i ( t o n / h a )
a . Lapangan t e r b u k a
b. Berumput
.
2 00
300
2,02
1,89
4,60
0,45
D a r i Tabel 1 d i atas, t e r n y a t a n i l a i e r o s i dan limpasan
permukaan pada k e m i r i n g a n l a p a n g a n 100
c.
< 200 < 30°.
Vegetasi
Menurut Hardjowigeno ( 1 9 8 4 ) , pengaruh v e g e t a s i t e r h a d a p
e r o s i d a p a t dikelompokkan a t a s t i g a b a g i a n , y a i t u :
1 ) Menghalangi
air
hujan a g a r t i d a k j a t u h langsung d i per-
mukaan t a n a h , s e h i n g g a k e k u a t a n u n t u k menghancurkan t a n a h
sangat dikurangi.
H a l i n i tergantung
d a r i k e r a p a t a n dan
tingginya vegetasi.
Makin rapat vegetasi yang ada, makin
efektif mencegah terjadinya erosi.
2 ) Menghambat limpasan permukaan dan memperbanyak air infiltrasi.
Adanya lapisan-lapisan serasah di atas lantai hu-
tan akan mengurangi
laju
limpasan
permukaan
dan
serta
aktivitas populasi mikrobia dan cacing tanah akan makin
meningkat, Peningkatan dari aktivitas populasi mikrobia
dan
cacing tanah
bih
sarang, sehingga
menjadi lebih
tersebut menyebabkan tanah menjadi lekapasitas infiltrasi
dari
tanah
besar.
3 ) Adanya transpirasi
oleh vegetasi
menyebabkan
kandungan
air tanah berkurang, sehingga penyerapan air hujan ke dalam tanah menjadi lebih besar.
Berbagai penelitian tentang pengaruh penutupan vegetasi
terhadap limpasan permukaan dan erosi telah dilakukan oleh
beberapa peneliti.
DAS Sa'dan
tupan
Paembonan (1982) dalam
penelitiannya di
Sulawesi Selatan, mendapatkan apabila luas penu-
hutan 40 % dari luas DAS, make erosi yang terjadi ha-
nya 11,7 ton/ha/thn (penurunannya sebesar 45 % ) dan limpasan
permukaan juga menurun sebesar 24 X .
Gintings (1981) dalam
dapatkan
hubungan
antara
penelitiannya di Lampung, menberbagai
vegetasi
dengan
runoff
danerosi yang terjadi, seperti pada Tabel 2.
Dari Tabel 2
pada
hutan
slam
tersebut, terlihat bahwa erosi yang terjadi
lebih
kecil
dari pada
erosi yang
jadi pada tanah-tanah yang tertutup tanaman kopi.
ter-
Tabel 2.
.
Runoff dan Erosi yang Terjadi pada
Berbagai Macam Vegetasi
( ton/ha)
1.94
1'. 57
1.27
0.31
237.94
453.98
837.51
101.42
Kopi umur 1 tahun
Kopi umur 3 tahun
Kopi umur 16 tahun
Hutan alam
d.
Erosi
Runoff
(m3 /ha)
Macam
Vegetasi
Tanah
Menurut Arsyad (1989) dan Ward (1974), sifat-sifat ta-
nah yang mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi adalah :
tekstur tanah, bentuk dan kemantapan struktur tanah, daya
infiltrasi, permeabilitas tanah,
kandungan bahan organik,
kapasitas lapang, tebal horison dan kadar air. Tanah yang
banyak mengandung bahan organik
akan memperbesar nilai in-
filtrasi. Kittregde (1948) mengemukakan, bahwa tanah dengan
tekstur
remah, struktur
pang tinggi, maka
kasar, perkolasi dan kapasitas la-
erosi yang terjadi akan kecil.
Selanjut-
nya Baver (1961) menjelaskan besarnya erosi berbanding lurus
dengan kadar air tanah, makin tinggi
kecil daya infiltrasinya,
kadar air
tanah makin
sehingga runoff makin besar pula,
Hardjowigeno (1984) mengemukakan, tanah dengan tekstur
kasar seperti pasir tahan terhadap erosi, karena butir-butir
yang
kasar tersebut memerlukan
mengangkut.
Demikian
pula
lebih banyak
tansh
dengan
tenaga untuk
tekstur
halus
seperti liat, sehingga gumpalan-gumpalannya sukar dihancurkan. Tekstur tanah
yang paling peka terhadap erosi adalah
debu
dan pasir sangat halus.
dalam
tanah, maka
Menurut
nah
kandungan
debu
tanah menjadi makin peka terhadap erosi.
Sinukaban (1984), apabila daya infiltrasi ta-
besar, berarti
hingga
Makin tinggi
limpasan
air mudah
meresap ke dalam tanah, se-
permukaan dan erosi
yang
terjadi
kecil.
Selanjutnya dikatakan pula, bahwa daya infiltrasi tanah
pengaruhi
oleh
porositas
dan
kemantapan
di-
struktur tanah.
Go (1963) menjelaskan sifat-sifat jenis tanah
ditinjau
dari segi hidroorologis adalah sebagai berikut :
a) Tanah
Aluvial mempunyai sifat cukup baik, tidak dikhawa-
tirkan terjadinya erosi yang besar.
b) Regosol
Kelabu
sampai Coklat
Kekuningan memiliki sifat
peka terhadap erosi, peranan tata airnya jelek, pada
ba-
gian atas selalu kekurangan air.
c ) Andosol Kelabu dan Coklat Kekuningan berasal dari abu tuf
vulkanis,
sifatnya
peka
terhadap erosi, tetapi
fungsi
tata airnya baik.
d ) Latosol Merah berasal dari abu dan tuf vulkanis, bersifat
agak peka terhadap erosi.
e) Mediteran
dengan
erosi, tetapi
f) Grumusol
warna werah,
peranannya
sifatnya
peka
terhadap
terhadap hidrologi cukup baik.
bersifat peka terhadap erosi,
tetapi
terhadap
tata air cukup baik.
e.
Manuaia
Soerjono (1978) mengemukakan bahwa peranan faktor manu-
sia terhadap erosi
dan
limpasan permukaan dalam
daerah aliran mempunyai dua alternatif, yaitu :
suatu
a ) Bersifat
destruktif, maksudnya melakukan
mengakibatkan
menyebabkan
makin
cepatnya
memburuknya
proses
tindakan
erosi
keadaan tata air
yang
sehingga
suatu
daerah
aliran sungai.
b) Bersifat
bertujuan
konstruktif, maksudnya melakukan tindakan
yang
menjaga keseimbangan faktor-faktor yang
mem-
pengaruhi daerah aliran sungai.
Kepekaan tanah terhadap erosi dapat diubah oleh manusia
menjadi
pada
lebih baik atau lebih buruk.
tanah
yang
manusia, karena
berlereng
dapat
curam
Pembuatan teras-teras
merupakan
mengurangi
erosi.
pengaruh
baik
Sebaliknya pem-
bukaan hutan dan pembakaran hutan oleh manusia yang tidak
bertanggung jawab akan
mengakibatkan erosi yang besar,
Ba-
haya ini terutama terjadi pada lereng yang curam yang dahulunya ditutupi hutan kemudian ditebang, dibakar dan
kan ladang.
kerusakan
C.
dijadi-
Cara berladang yang salah, selain mengakibatkan
tanah juga mengakibatkan
penduduk menderita.
S i k l u s Hidrologik
Siklus hidrologik adalah suatu rangkaian peristiwa yang
terjadi dengan air, mulai dari saat air jatuh ke bumi hingga
diuapkan
kembali
ke
udara,
kemudian lagi
jatuh ke
bumi.
Menurut Ward (1974), siklus hidrologik merupakan suatu
sistem yang
masukan
dinamik serta tertutup, yang berarti
(input) dengan
keluaran
(output) seimbang
antara
dengan
adanya masukan energi yang mengatur pergerakan air dari satu
tempat
ke
tempat
lain (laut ke atmosfer, dari atmosfer ke
darat, dari darat ke laut dan seterusnya).
jelasnya tentang siklus hidrologik
hat
bagan
alir
seperti
tersebut,
Untuk lebih
dapat
dili-
pada Gambar 4.
4
( 7 ) ATMOSFER
evapotranspirasi
A
.L
transpirasi
hu jan
L
intersepsi
-
( 1 ) VEGETASI
aliran
batang
(5)
S
44
L
u
W ,
limpasan permukaan
(2) PERMUKAAN
TANAH
N
A '
I
G
banjir
I
- - - - - - - - - - - . I . - - -
A
d\
I
infiltrasi
(3) KELEMBABAN
limpasan antara
1
( 4 ) AIR
BUM1
evaporasi
I\
evaporasi
J
i
( 5 ) DANAU/LAUT
b
Gambar 4 .
limpasan dasar
*
I
Skema Siklus Hidrologik Sebagai Suatu Sistem
(Ward, 1974).
Neraca air dari suatu DAS dapat dinyatakan dengan rumus
sebagai berikut (Manan, 1978;
dimana ,
Pg
Ic
If
ES~
Q
=
=
=
W=
D1S
L
=
=
=
Hewlett and Nutter, 1979):
curah hujan, T = transpirasi
intersepsi tajuk
intersepsi lantai hutan
evaporasi dari tanah dan air
limpasan sungai (debit air)
perubahan persediaan air tanah
kebdcoran keluar, U = limpasan bawah,
Apabila kebocoran dan
limpasan
bawah
dianggap
tidak
ada, maka persamaan tersebut berubah menjadi :
dimana,
Et
=
total evaporasi dan transpirasi.
Dari Gambar 3 yang telah diuraikan terdahulu, terdapat
beberapa proses hidrologi, antara lain
sepsi curah hujan, aliran
batang, infiltrasi, transpirasi,
evaporasi, evapotranspirasi dan
1.
presipitasi, inter-
runoff.
Presipitasi
Presipitasi
adalah air dalarn bentuk
cair
atau padat
yang aengendap ke bumi dan didahului oleh proses kondensasi,
sublimasi
atau
kombinasi
keduanya
(Chritchfield,
1960).
Bentuk-bentuk presipitasi dapat berupa hujan (rain), hujan
rintik-rintik (drizzle), sal ju (snow) dan hujan es (hail),
Bentuk presipitasi yang umum di daerah tropika adalah hujan
dan hujan rintik-rintik.
Curah hujan daerah
harus diperkirakan dari beberapa
stasiun pengamatan curah hujan.
WMO (1974) dan Sosrodarsono
serta Takeda (1978) mengemukakan analisis curah hujan daerah
dari pengamatan
curah hujan pada beberapa
stasiun adalah
sebagai berikut :
a.
Metode rats-rata aritmatik
Metode ini merupakan cara yang sederhana, obyektif dan
konsisten
dengan
syarat
cukup
curah hujan dan tersebar merata.
banyak
stasiun
pengamatan
Persamaan yang digunakan
untuk menduga curah hujan rataan daerah adalah :
n
R
. . . . . . . . . . .
= C (Ri/n)
i=l
dimana,
R = curah hujan rataan daerah ( m m )
Ri = curah hujan pada stasiun ke .i (i = 1, 2
n = jumlah stasiun penekar.
b.
(2-5
. . . . . n)
Metode polygon Thiessen
Dalam metode
daerah dilakukan
ini cara perhitungan curah hujan rataan
dengan
memberikan bobot bagi tiap stasiun
terhadap luas daerah yang terwakili.
kan untuk
menduga
besar
n
n
i=l
i=l
Persamaan yang diguna-
curah hujan daerah adalah sebagai
berikut :
R
= ( C ( A I R ~ ) / ( Z A1 ~)
...........
(2-6)
dimana,
R = curah hujan rataan daerah (mm)
Ri = curah hujan stasiun ke i (mm)
Ai = luas polygon ke i (ha)
n = jumlah stasiun.
c.
Metode Isohyet
Dalam metode ini memperhitungkan faktor topografi dan
arah datangnya hujan.
Persamaan yang
digunakan untuk meng-
hitung curah hujan rataan daerah adalah :
dimana,
R = curah hujan rataan daerah (mm)
R i + i = curah hujan pada isohyet ke it1 (mm)
Ri = curah hujan pada isoheyt ke i ( m m )
Ai = luas daerah ke i yang terletak antara isohyet
ke i dan ke it1
n = jumlah daerah yang dipisahkan oleh isohyet.
2.
Intersepsi
Hewlett
dan
Nutter
(1969)
serta
Manokaran
(1979)
mengemukakan intersepsi adalah bagian dari curah hujan yang
ditahan
oleh
permukaan
permukaan
tanah
dan
vegetasi
selanjutnya
Delfs (1967) menerangkan,
keadaan
musim,
sehingga
jumlah
air
tidak
diuapkan
ke
jatuh
ke
atmosfer.
intersepsi dipengaruhi oleh
yang
ditahan
oleh
tajuk,
intensitas curah hujan, jenis dan umur tegakan dan kualitas
tempat tumbuh.
(1979) apabila
Wiersum, Budirijanto 6 Rhomdoni
Menurut
curah
hujan
sangat
kecil
atau
intensitas
curah hujan rendah, sebagian besar dari air hujan akan ditahan oleh tajuk dan langsung diuapkan, yang
kan persentase
intersepsi besar.
akan menyebab-
Sebaliknya, kalau curah
hujan besar dengan intensitas yang tinggi, akan lebih banyak
air
hujan
yang
jatuh
dari
tajuk
ke
lantai
hutan,
yang
menyebabkan persentase intersepsi akan menjadi kecil.
Ruslan (1983) dalam penelitiannya di DAS Riam Kanan,
mendapatkan intersepsi
canescens (15,07 X ) ,
yang terjadi pada tegakan Peronema
lebih
kecil dari pada pinus merkusii,
(23,06 X ) dan Hutan alam (21,23 X).
Selanjutnya dikemukakan
perbedaan t e r s e b u t , d i d u g a disebabkan o l e h keadaan penutupan
t a j u k Pinus merkusii dan
dibandingkan
dengan
hutan
keadaan
c a n e s c e n s yang r e l a t i f
a l a m agak t e b a l dan r a p a t
penutupan
jarang.
tajuk
Keadaan
Peronema
i n i menunjukkan,
bahwa b e r b a g a i j e n i s v e g e t a s i mempengaruhi i n t e r s e p s i .
Beberapa
intersepsi
Kittredge
peneliti
curah
telah
mencoba
menaksir
besarnya
h u j a n d e n g a n menggunakan rumus m a t e m a t i k .
(1948) dan
Leonard
( 1 9 6 7 ) menghitung
intersepsi
rumus s e b a g a i b e r i k u t :
d e n g a n menggunakan
dimana,
I = jumlah i n t e r s e p s i ( i n c h e )
S = j u m l a h a i r yang d i t a h a n o l e h v e g e t a s i p a d a s e l u r u h
bidang proyeksi t a j u k ( i n c h e )
R = p e r b a n d i n g a n l u a s permukaan p e n g u a p a n t e r h a d a p ,
l u a s proyeksi t a j u k
E = t i n g k a t penguapan p e r j a m selama h u j a n
T = lamanya h u j a n ( j a m ) .
( 1 9 7 9 ) d a n Wiersum &
Manokaran
besarnya
intersepsi
curah
hujan
d. ( 1 9 7 9 )
pada
tegakan
menghitung
hutan
dengan
.........................
(2-9)
rnenggunakan rumus b e r i k u t :
I
=PO
-
(Pt
+
S)
dimana,
I = i n t e r s e p s i , PO = c u r a h h u j a n d i t e m p a t t e r b u k a
Pt = a i r 1010s , S = a l i r a n b a t a n g .
S i r a n g ( 1 9 8 7 ) memodifikasi persamaan
masukkan
persentase
penutupan
t e r s e b u t berubah menjadi
I
= (Po
-
(Pt
+
tajuk,
(2-9)
sehingga
d e n g a n mepersamaan
:
S))(C/100)
.................
dimana,
I , P O , P t , S d a p a t d i l i h a t pada persamaan ( 2 - 9 )
C
= P e r s e n t a s e penutupan t a j u k ( X ) .
(2-10)
studi
Dalam
batang
merupakan
Voight
(1960)
hidrologi
salah
dan
satu
mengatakan
kelembaban
peubah
bahwa
yang
tanah
di
tanah,
sangat
aliran
penting.
sekitar
pangkal
pohon a k a n menerima a i r h u j a n l e b i h b a n y a k d a r i p a d a t a n a h
d i bawah t a j u k l a i n n y a a t a u p u n t a n a h t e r b u k a .
A i r 1010s a d a l a h m e r u p a k a n b a g i a n d a r i c u r a h h u j a n yang
j a t u h k e t a n a h merembes m e l a l u i t a j u k v e g e t a s i (Manan, 1 9 7 8
dan Manokaran, 1 9 7 9 ) .
tembus
Air
jenis-jenis
dipengaruhi
tebalnya
lapisan
tajuk,
pohon y a n g membentuk t e g a k a n , s u h u d a n k e c e p a t a n
H a s i l penelitan
angin.
oleh
Wiersum &
&.. ( 1 9 7 9 ) d i d a e r a h hu-
t a n J a t i l u h u r m e n u n j u k k a n a i r 1010s yang t e r j a d i p a d a t e g a k a n Acacia a u r i c u l i f o r m i s 7 7 , 5 X b e r b e d a d e n g a n a i r 1010s pada tegakan jeungjing
(Albizia
( A n t h o c e p h a l u s c h i n e n s i s ) 8 0 %.
pada
masing-masing
dimana,
Tfh
n
a,b
=
1010s
t e r s e b u t , b e r a r t i j e n i s pohon
yang
di-
m e n g h i t u n g a i r 1010s a d a l a h s e b a g a i b e r i k u t :
a Pgh
+
b n
.......................
(2-12)
= curah hujan
k e j a d i a n h u j a n t i a p k u r u n waktu t e r t e n t u
= tetapan regresi.
= a i r l o l o s , Pgh
= jumlah
A i r hujan
dari
air
( 1 9 6 4 ) mengemukakan p e r s a m a a n m a t e m a t i k
gunakan u n t u k
Tfh
D a r i perbedaan
dan jabon
%
a i r 1010s y a n g t e r j a d i p a d a s u a t u t e g a k a n .
mempengaruhi
Lull
tegakan
82
falcataria)
yang mencapai t a n a h
a i r 1010s d a n
sebagian
besar berasal
sebagian k e c i l d a r i air a l i r a n batang.
A i r 1010s memegang p e r a n a n p e n t i n g
dalam
peredaran
mineral d i dalam ekosistem d a r a t a n (Soerianegara, 1970).
hara
4.
Biomassa
Laju penumpukan biomassa pada vegetasi digunakan untuk
menduga
jumlah
air yang ada pada komponen vegetasi, berda-
sarkan proses fotosintesis,
rupakan pembentukan
dan
air
Pada dasarnya, fotosintesis me-
karbohidrat
(H20) oleh
khlorofil
dari
karbondioksida
dengan
menggunakan
(CO2)
energi
cahaya (Wilson dan Loomis, 1966).
Besarnya air dalam vegetasi akan setara dengan jumlah
air yang diperlukan untuk fotosintesis. Baker (1950) merumuskan produktivitas primer netto hutan per acre per tahun
dalam persamaan fotosintesis sebagai berikut :
12 ton COz
+
4 ton Hz0
7 ton kayu
+
9 ton
+
29 juta kilo kal
>
-,
.........
02
Dari persamaan (2-13), dapat disimpulkan
(2-13)
bahwa 7 ton kayu
per acre per tahun memerlukan 4 ton air atau 1 ton kayu per
hektar memerlukan 1,41198 ton air.
Weck
(1971)
yang
dikutip
oleh
Windhorst
(1976)
menghitung produktivitas primer rataan jenis Pinus merkusii,
A ~ a t h i sloranthifolia dan Altinaia excelsa di Jawa Barat sebesar 11,7 ton bahan kering/ha/tahun.
4.
Infiltrasi
Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam
tanah
yang biasanya melalui permukaan tanah dan vertikal ke bawah
(Lull, 1964; Arsyad, 1989).
per
Besarnya infiltrasi yang masuk
satuan waktu disebut laju infiltrasi.
maksimum
yang
terjadi
pada
Laju
infiltrasi
suatu tanah dalam keadaan
tertentu disebut kapasitas infiltrasi.
Menurut
Lee
(1975)
infiltrasi adalah bagian curah hujan yang diserap oleh tanah
mineral; harga maksimum
curah
hujan
tidak
terganggu
atau potensialnya sama dengan nilai
efektif. Dikemukakan pula,
infiltrasi
pada hutan
yang
sama dengan nilai curah hujan
efektif (karena limpasan permukaan
dapat diabaikan).
Meer (1973) yang dikutip oleh Widhyatmoko (1983) mengemukakan, bahwa tingkat infiltrasi identik dengan kecepatan
peresapan
air menurut pertambahan waktu.
infiltrasi dapat dikelampokkan
1) Infiltrasi
meresap
kumulatif,
melalui
Dikemukakan pula,
atas lima tingkatan, yaitu :
adalah
volume
permukaan tanah
total
dengan
air
luas
yang
tertentu
selama periode waktu tertentu.
2) Tingkat infiltrasi sesaat, adalah volume air yang meresap
melalui
permukaan
tanah dari waktu yang
tidak
tetap,
periode waktunya pendek dan tidak menentu.
3) Tingkat infiltrasi rata-rata, adalah infiltrasi kumulatif
dibagi dengan waktu sejak mulai percobaan infiltrasi.
4) Tingkat
infiltrasi dasar, adalah suatu
dari air yang meresap sesudah 3
-
tetapan
relatif
4 jam.
5 ) Kapasitas infiltrasi, adalah kecepatan maksimum dari
yang
meresap
ke dalam tanah sesuai dengan
kondisi
air
air
yang dapat diserap tanah.
Menurut Soedardjo (1980) jumlah air yang
tanah
dan
disimpan
untuk
sementara
sebelum
diserap oleh
mengalir ke
sungai atau ke zone air tanah disebut kapasitas penyimpanan,
sedangkan jumlah air yang disimpan untuk jangka waktu lama
dan
berguna
untuk
tanaman
disebut
keteguhan
kapasitas
penyimpanan.
Infiltrasi merupakan salah satu ha1 yang penting diperhatikan
dalam
pengelolaan
DAS, karena
tanah
lahan yang
mempunyai laju infiltrasi yang tinggi, akan dapat mengurangi
jumlah runoff
yang menyebabkan
banjir dan erosi.
Lull (1964) mengemukakan, faktor-faktor yang mempengaruhi laju
infiltrasi adalah tekstur dan
kandungan
air
dalam
kekompakan
tanah.
berstruktur
remah
tanah,
Tanah
akan
vegetasi
dengan
struktur tanah,
penutup
porositas
memperbesar
laju
tanah
tinggi
dan
dan
infiltrasi
dan
tanah dengan tekstur berpasir infiltrasinya akan lebih cepat
dari pada tanah bertekstur liat (Arsyad, 1989).
kering
laju
Pada tanah
infiltrasi lebih besar dari pada tanah basah.
Peranan vegetasi terhadap infiltrasi lebih banyak ditunjukkan oleh
dalam
da
tumbuhan
tanah (Lull, 1964).
turnbuhan yang
rapat
penutup tanah
Infiltrasi
dari
pada
dan
bahan organik
akan lebih besar patumbuhan
yang
jarang
dapat ditentukan dengan
meng-
(Kittredge, 1948).
Perhitungan filtrasi
gunakan persamaan
yang
komponen
dan sungai.
neraca air dari suatu sistem
ekosistemnya
Persamaan
terdiri
dari
neraca air tersebut
berikut (Direktorat Jenderal
Pengairan
hidrologi,
tumbuhan, tanah
adalah
sebagai
Departemen
Peker-
. ......................
(2-14)
jaam Umum, 1993):
Pt = T
+
E
+
Yl
+ F
.
dimana,
Pt = curah hujan total (di tumbuhan dan tanah)
T = transpirasi, E = evaporasi
Yi = limpasan permukaan , F = infiltrasi.
Arsyad (1989) mengemukakan pada saat
terjadi dalam waktu
hujan lebat yang
pendek maka kondensasi, adsorpsi, per-
kolasi, evaporasi dan transpirasi terjadi dalam jumlah yang
kecil, sedangkan
tersimpan
dapat
curah
sampai
hujan, limpasan permukaan dan air
beberapa
puluh milimeter per jam.
Dikemukakan pula untuk menduga jumlah air yang tersimpan dan
jumlah limpasan
jadi, maka
permukaan
dari suatu hujan lebat yang ter-
kelima komponen itu dapat diabaikan. Wisnubroto
(1983) mengemukakan air yang diuapkan melalui proses evaporasi dan transpirasi dianggap sama dengan no1 , karena pada
saat hujan udara dalam keadaan jenuh uap air, yang berarti
jumlah uap air yang dikandung oleh udara sudah maksimum.
Menurut Linsley, Kohler dan Paulus (1982) untuk mengukur jumlah air yang meresap
sung tidak
ke dalam
memungkinkan, maka
tanah
infiltrasi
secara lang-
dihitung dengan
menganggapnya sama dengan selisih antara jumlah hujan dengan
jumlah aliran permukaan.
Berdasarkan
ketiga alasan di
atas, pada saat hujan besarnya evaporasi (E) dan transpirasi
(T) dapat diimbangi oleh curah hujan, sehingga
nilai
eva-
porasi dan transpirasi diabaikan, dan persamaan (2-14) berubah menjadi : .Pt = Yi
atau F
= Pt
-
Y1
+ F
....................
(2-15)
....................
(2-16)
dimana ,
Pt = curah hujan total
F = infiltrasi, Y1 = limpasan permukaan.
5.
Evapotranspirasi
Ward (1974) dan Linsley &c
evapotranspirasi
adalah
aJ,
jumlah
(1982) menyatakan bahwa,
penguapan
dari
komponen-
komponen transpirasi, intersepsi dari evaporasi dari permukaan tanah dan air.
Pada
waktu
kelengasan
tanah
cukup
evapotranspirasi
dipengaruhi oleh faktor meteorologis, dan apabila kelengasan
tanah berkurang evapotranspirasi dipengaruhi pula oleh faktor tanaman dan lengas tanahnya (Ward, 1974).
Dikemukakan
pula, ha1 tersebut yang menyebabkan adanya evapotranspirasi
potensial
(ETP) dan evapotranspirasi aktual (ETA), dimana
ETA akan berkurang dengan berkurangnya kelengasan tanah.
Manan
(1978) mengemukakan ETP adalah laju penguapan
yang terjadi apabila seluruh proses tergantung dari faktor
meteorologis dan variabel iklim lainnya dengan persediaan
air tidak terbatas; dan ETA adalah laju penguapan yang tergantung dari faktor-faktor
persediaan air terbatas.
beberapa metode.
tanah, vegetasi, iklim dengan
Besarnya ETP dapat dihitung dengan
Menurut Jensen (1973) secara garis besar
perhitungan ETP dapat dikelompokkan menjadi empat macam,
yaitu
berdasarkan temperatur, temperatur serta radiasi,
kombinasi antara radiasi serta transfer energi dan panci
penguapan.
a.
Metode Thornthwaite
Metode
berdasarkan
ini
merupakan
kepada
suatu
temperatur.
metode
Ward
perhitungan
ETP
(1974) mengemukakan
perhitungan ETP dengan metode Thornthwaite yang mendasarkan
pada indeks panas dan temperatur rataan
bulanan, persamaan-
nya adalah sebagai berikut :
dimana,
EP = evapotranspirasi potensial (mm/bln)
t = suhu udara rataan bulanan (oC)
I = Indeks efisiensi suhu Thornthwaite.
Evapotranspirasi
potensial
(bulan) dan letak lintang
ini
disesuaikan
dengan
musim
tempat yang bersangkutan, dengan
menggunakan rumus berikut :
EPr = EP x f
.*
b . b b b . b . b . b
(2-20)
dimana ,
EPr = evapotranspirasi potensial terkoreksi (mm/bln)
f
= faktor koreksi, dari koreksi letak lintang.
b.
Metode Jensen Haise
Metode ini merupakan metode perhitungan ETP yang ber-
dasarkan
pada
persamaan
temperatur
dan
metode Jensen Haise
radiasi
tersebut
Kijne (1973) dan Mudjiono (1984) adalah
adapun :
CT
CH
TX
El
E2
RS
matahari.
yang
Bentuk
dikutip oleh
sebagai berikut :
= 1/(C1 + C2 x CH)
; Cl = 38 - (2xEL/305)
= 50 mb/(El - E2) ; C2 = 7,6OC
= -2,5 - (0,14 x (El - E2) - EL/550)
= 1,3329 x EXP(21,07 - 5336/(TM + 273,l))
= 1,3329 x EXP(21,07 - 5336/(TN + 273,l))
= H(too,eh)x(a + b.s); LD = 595,9 - 0,51 x TMX
dimana,
EP = evapotranspirasi potensial (mm/bln)
TMH = temperatur maksimum harian (oC)
TNH
TM
TN
TMX
RS
El,
EL
S
a,b
= temperatur minimum harian (OC)
= temperatur maksimum bulan terpanas dalam setahun
= temperatur minimum bulan terpanas dalam setahun
= temperatur maksimum rataan dalam setahun (oC)
= jumlah radiasi matahari (kalori/cm2/hari)
E2 = tekanan uap jenuh pada TM dan TN
= elevasi, LD = panas laten
= persentase lama penyinaran matahari
= tetapan empiris untuk konservasi radiasi matahari
pada gelombang pendek, yaitu a = 0,29, b = 0,59,
Norero, Keller and Ashcroft
(1973) menyebutkan bahwa
ETA dan ETP dihubungkan oleh faktor
dengan satu pada waktu lengas tanah
bila
run
lengas
tanah
berkurang.
p
yang harganya sama
melimpah dan menurun
Apabila lengas tanah menu-
sampai di bawah jumlah lengas tanah maksimum yang ter-
sedia bagi tanaman, ETA menurun karena adanya resistensi
tanaman
terhadap
kekurangan
lengas
tanah (Kramer dan
Kozlowski, 1979), sehingga nilai p rnenurun.
Oleh karena itu
harga ETA suatu tanaman dapat dihitung berdasarkan harga ETP
dan perubahan lengas tanah (Norero g&
a.,
1972).
Pada suatu lahan evaporasi tanah sangat tergantung pada
kelembaban permukaan tanah.
Apabila permukaan tanah kering,
evaporasi sangat cepat menurun dan selanjutnya tergantung
pada sifat difusi dan konduksi uap air di dalam tanah (Gray,
McKay dan Wigham, 1973).
Akibat keadaan tersebut evaporasi
sangat kecil pada tanah yang semakin kering.
Demikian pula
transpirasi menurun apabila lengas tanah menurun.
Untuk mengetahui pangaruh adanya hujan sebagai masukan
lengas tanah, maka ETA dapat dipisah menjadi evaporasi ( E )
dan transpirasi (T) dan nilai koefisien evapotranspirasi (p)
sebagai penghubung ETA dengan ETP dipisah menjadi
koefisien
transpirasi (KC) dan koefisien evaporasi (KS), dan KS
+
KC =
1,O (Sirang, 1987).
Suprodjo (1983) menerangkan hubungan ETA dan ETP yang
dipengaruhi oleh perubahan lengas tanah adalah :
.................
..............................
. . . . . . . . . . . . .....
...
= TP, bila (MD/ZZ) L 0,5
T = (TP/O,~)(MD/ZZ), bila (MD/ZZ) < 0,5
TP=KCxETP
E = EP/(Nt-1)
T
dimana,
T
EP
MD
ZZ
N
t
(2-22)
(2-23)
(2-24)
(2-25)
= transpirasi aktual, E = evaporasi aktual,
= evaporasi potensial, TP = transpirasi potensial,
= lengas tanah yang ada,
= lengas tanah yang tersedia bagi tanaman,
= laju pengeringan lengas tanah,
= waktu setelah terjadi hujan.
6. Runoff (Limpasan permukaan)
Runoff adalah limpasan
air yang
terjadi di
permukaan
dan di dalam tanah sebagai akibat adanya hujan dan mengalir
karena
adanya pengaruh
paling
rendah
1959).
Hewlett dan Nutter (1969) mengemukakan limpasan per-
mukaan
yang
seperti
gaya
berat, menuju
saluran, danau dan
ke tempat yang
laut
(Frevert,
mengalir di atas permukaan tanah disebut "sur-
face runoff", sedangkan
yang
mengalir di
tanah disebut "sub surface runoff".
bawah
permukaan
Proses terjadinya run-
off apabila air hujan yang jatuh ke permukaan tanah cukup
banyak, sehingga dapat memenuhi intersepsi, infiltrasi, penyimpanan penahan saluran dan kapasitas lapang dari tanah.
Chow
(1964)
mengkategorikan
runoff
ke
dalam ' t i g a
macam, yaitu :
a) Surface runoff : limpasan air di atas permukaan tanah,
b) Sub surface
runoff : limpasan
air di bawah lapisan
permukaan tanah,
c) Ground water runoff : limpasan air di dalam tanah.
Pengertian runoff yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah limpasan air di atas
permukaan
tanah.
Limpasan permukaan merupakan bentuk yang paling penting
dalam hubungannya dengan masalah erosi.
Hal ini disebabkan
limpasan permukaan merupakan media pengangkut butir-butir
primer tanah
yang terdispersi dari suatu daerah, Kemampuan
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya air merupakan salah satu komponen ekosistem
dunia yang sangat dibutuhkan kehadirannya sepanjang waktu.
Hampir seluruh kegiatan hidup di
muka
bumi ini tidak dapat
dipisahkan dari sumberdaya air.
Alam tidak menyediakan sumberdaya air begitu saja kepada manusia.
Usaha ke arah pencapaian kebutuhan air di sega-
la bidang telah dilakukan manusia, yaitu melalui manipulasi
proses hidrologi dengan memperhatikan semua segi yang mempengaruhi daur air dan interaksinya dalam suatu kejadian.
Selama PELITA I dan PELITA I1 pemerintah telah melakukan usaha yang berhubungan dengan manipulasi proses hidrologi yang
menitik beratkan pada pemanfaatan keluaran berupa
sumberdaya air yang tersedia,
bagai usaha
Keadaan ini tampak dari ber-
pembangunan infrastuktur, seperti pembangunan
waduk-waduk dan sarana irigasi, yang sering kurang diimbangi
dengan
upaya
untuk
melestarikan
dimana sumberdaya air diproduksi.
kondisi
optimum
wilayah,
Banjir yang sering terja-
di, fluktuasi musiman yang
tinggi dari debit air sungai,
tingginya
dan
kandungan
lumpur
pendangkalan
waduk-waduk,
seperti Daerah Aliran Sungai (DAS) Way
Seputih di Lampung
dan
petunjuk
Brantas
di
Jawa
Timur
merupakan
ketidak-
seimbangan tersebut (Erwidodo, 1983; PUSDI-PSL IPB, 1983).
DAS Riam Kanan merupakan salah satu dari
dikelompokkan dalam PELITA IV
sebagai DAS
22 DAS yang
super
prioritas
penanganannya di Indonesia
fungsinya, DAS Riam Kanan
saat ini.
Ditinjau dari segi
mempunyai peranan yang penting
Hal ini dise-
bagi pembangunan daerah Kalimantan Selatan.
babkan di DAS tersebut
Muhammad (PM) Noor
teraan penduduk,
telah dibangun
yang
yaitu
Waduk PLTA Pangeran
sangat vital artinya bagi kesejahberupa
sumber pembangkit
tenaga
listrik, daerah perikanan, pertanian (irigasi teknis dan masih
dalam tahap pembuatan) dan wilayah pengembangan wisata.
Berdasarkan
Surat
Keputusan
101/Kpts/Um/1/1975, kawasan
Menteri
Pertanian
No.
DAS Riam Kanan yang merupakan
daerah tampung (catchment area) Waduk PLTA PM Noor ditetapkan sebagai
hutan lindung.
upaya mernperbaiki
agar fungsi
rencana
kegiatan
kondisi
umur
tersebut merupakan
DAS Riam Kanan,
hidroorologi
Waduk
PLTA
PM Noor
sesuai dengan
semula.
Sejak
program
dan
Penetapan
1973/1974
tahun
Penyelamatan
Reboisasi
Hutan,
dan
pemerintah
Tanah
dan
Penghijauan,
telah
Air
yang
mencanangkan
(PHTA) dengan
bertujuan
untuk
merehabilitasi lahan kritis yang terdapat dalam kawasan hutan lindung DAS Riam Kanan.
belum
memuaskan,
Namun hasil kegiatan tersebut
karena sering
terjadinya gangguan berupa
kebakaran hutan tanaman reboisasi.
Kawasan
hutan
Danau Riam Kanan
kegiatan
masih
perladangan
sering mengalami
an dan
lindung
yang
daerah
tampung
mengalami gangguan, seperti adanya
berpindah,
kebakaran karena
pengembalaan
merupakan
daerah
slang-alang
yang
untuk keperluan pernburu-
ternak, pendulangan
intan
dan
daerah
pemukiman.
Pada
Noor menurun
akhir tahun 1982 tinggi air Waduk PLTA PM
secara drastis, dimana tinggi minimum 51,49 m
dan tinggi maksimum 51,97 m (Pujiharta, 1985).
waduk tersebut berada di
52 m.
bawah
tinggi air
Tinggi air
kritis, yaitu
Di samping itu debit "inflow1' Waduk PLTA PM Noor pe-
riode tahun 1984
nurun.
-
1988 sangat bervariasi dan cenderung me-
Data sedimentasi pada tahun 1987-1988 untuk beberapa
sungai yang bermuara ke Waduk PLTA PM Noor, seperti Sungai
Riam Kanan 1,134 mm/th, Sungai Hanaru 4,471 mm/th dan Sungai
Tabatan
2,212 mm/th
sangat
tinggi, dimana melebihi batas
kritis sedimen yang diperkenankan menurut perencanaan waduk
1,ll mm/th (PLN Wilayah VI, 1988).
Kritisnya kondisi hidroorologi DAS Riam Kanan itu, di
duga ada hubungannya masalah kawasan hutan lindung yang berfungsi kurang efektif
sebagai subsistem perlindungan, kare-
na adanya gangguan terhadap kawasan hutan lindung, seperti
yang dijelaskan terdahulu.
Investasi yang telah ditanamkan untuk membangun Waduk
PLTA PM Noor DAS Riam Kanan, harus diamankan dengan jalan
menjaga
fungsi dan umur waduk
itu
sesuai rencana semula.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai sasaran itu, adalah mengelola
hutan lindung
DAS Riam Kanan, khususnya mengenai kawasan
yang
merupakan
daerah tampung
Waduk PLTA
PM Noor Riam Kanan.
Dengan
tersebut,
adanya
penulis
masalah-masalah
ingin
yang telah dikemukakan
melaksanakan
penelitian
tentang
sistem
hidroorologi hutan
pendekatan
B.
lindung
DAS Riam
Kanan dengan
teknik analisis sistem.
Kerangka Pemikiran
Secara umum berdasarkan peranannya sumberdaya di dalam
ekosistem DAS, dapat dikelompokkan dua macam, yakni sumberdaya manusia membentuk subsistem sosial, dan sumberdaya alam
membentuk subsistem biofisik.
Khususnya
di DAS Riam Kanan,
subsistem sosial dengan perilaku manusia
lahan untuk usaha tani tidak dapat
putusan Menteri
yang
menggunakan
dikembangkan, karena ke-
Pertanian No.l0l/Kpts/Um/1/1975
menetapkan
daerah tampung Danau Riam Kanan dijadikan hutan lindung.
Mengingat adanya ketetapan tersebut, maka obyek penelitian
ini
hanya
terutama yang
Riam
menyangkut
berhubungan
kelompok
dengan
subsistem
aspek
biofisik,
hidroorologi
DAS
Kanan.
Dalam rangka penyelamatan hutan, tanah dan air di DAS
Riam Kanan, maka perlu dilakukan penilaian subsistem biofisik DAS Riam Kanan.
Penilaian dapat berupa evaluasi dari
hubungan antar komponen biofisik DAS yang erat hubungannya
dengan fungsi hidrologi, yaitu : vegetasi, tanah, sungai dan
iklim.
Hubungan yang
sifatnya saling
mempengaruhi
antar
komponen biofisik DAS tersebut, akan menentukan kondisi hidroorologi DAS
Riam
Kanan,
fluktuasi musiman debit air.
seperti
erosi,
sedimentasi
dan
Secara skematis hubungan antar
komponen-komponen subsistem biofisik DAS tersebut, disajikan
pada Gambar 1.
(
-
1
Subsistem
I .
h
Iklim
Vegetasi
Tanah
L
1
Air/Sungai
I
\L
Tataguna Lahan
untuk Hutan Lindung
v
Adanya Kawasan Hutan
Lindung yang Kritis
- *
Jf
.1
Siklus
Hidrologi
: Sedimentasi
I
C
I
i
J
I
PLTA P.M. Noor
A
J
J. \L
Kelakuan Sistem Hidroorologi
Hutan Lindung DAS Riam Kanan
Gambar 1.
Skeaa Hubungan antar Korponen Biofisik
dalam Kaitannyr dengan Kelakuan Sister
Hidroorologi Hutan Lindung DAS Riam Kanan.
Dari Gambar 1 itu, menunjukkan bahwa subsistem biofisik
DAS merupakan suatu sistem ekologi yang kompleks, yang terdiri dari berbagai macam faktor dan komponen,
Begitu banyak
faktor dan komponen yang terlibat didalamnya, sehingga dalam
pengelolaannya
akan menyangkut
keterpaduan
berbagai
macam
kegiatan yang melibatkan instansi serta lembaga baik horizontal maupun vertikal dan kelompok-kelompok sosial masyarakat.
Nasoetion
(1986)
mengemukakan, berdasarkan
wilayah, DAS merupakan suatu wilayah perencanaan.
tipologi
Selanjut-
nya dijelaskan pula, dalam rnembuat model pengelolaannya harus memperhatikan aspek keterpaduan antara DAS bagian hulu
sebagai
produsen
sumberdaya
air
dengan
DAS
bagian
hilir
sebagai konsumen sumberdaya air dan sumberdaya alam lainnya.
Mengingat
begitu
kompleksnya permasalahan
pengelolaan
DAS Riam Kanan, khusus sistem hidroorologi hutafi lindung DAS
Riam Kanan, maka dalam melakukan pengkajiannya
menggunakan
pendekatan sistem. Tumpuan berpikir dalam pendekatan sistem
makna 4 K (KI = komponen,
pada dasarnya mengandung
tergantungan KI , K3
= keterkaitan Ki
,
K4
K2
= ke-
= keteraturan, Kz
atau K3 untuk mencapai tujuan). Di dalam kerangka pendekatan sistem dengan teknik sinulasi, akan dicoba untuk memperbaiki kondisi
subsistem
orologi hutan lindung
biofisik, khususnya sistem hidro-
DAS
Riam
Kanan.
Baiknya kondisi
subsistem biofisik tersebut, dicerminkan oleh : 1 ) fluktuasi
musiman debit air (IOWR = index of watershed
kecil
dan
2 ) erosi
berada dalam batas
serta
yang
sedimentasi yang
regime) yang
terjadi
masih
ditoleransikan,
Dalam rangka mencapai
kedua sasaran tersebut, upaya
kegiatan reboisasi di lahan kritis
kawasan hutan lindung
tetap dilaksanakan, agar didapatkan luasan penutupan vegetasi hutan lindung yang mampu berfungsi sebagai subsistem perlindungan dalam sistem DAS Riam Kanan,
Nampaknya dari uraian-uraian di atas, sistem hidroorologi hutan lindung merupakan kunci yang penting diperhatikan
dalam pengelolaan DAS Riam Kanan, dan tumpuan berpikir dalam
pengkajiannya berdasarkan sistem.
C.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan model hutan
lindung, yang mampu memperbaiki kondisi hidroorologi (hasil
air dan erosi) DAS Riam Kanan.
sebagai berikut
hutan
lindung
: ( 1 ) Mengkaji
yang
ada
tersebut, maka dilakukan
Secara rinci tujuan tersebut
kondisi
sekarang,
sistem hdroorologi
( 2 ) Berdasarkan
kondisi
pengkajian berbagai skenario luas
penutupan vegetasi kawasan hutan lindung dengan kondisi curah hujan tertentu terhadap sistem hidroorologi hutan lindung DAS Riam Kanan dan ( 3 ) Mengajukan skenario luas penutupan kawasan
hutan lindung yang terpilih, sehingga diper-
oleh suatu kondisi
sistem hidroorologi hutan
lindung yang
diinginkan, yang mampu menjamin kelestarian hasil air, lahan
dan fungsi waduk PLTA PM Noor DAS Riam Kanan.
Kegunaan hasil penelitian ini, diharapkan
sebagai ba-
han informasi bagi para perencana dan pembuat kebijaksanaan
dalam
pengelolaan
DAS,
khususnya
yang
berhubungan
dengan
subsistem biofisik DAS yang kondisinya relatif sama dengan
DAS Riam Kanan.
11.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Daerah Aliran Sungai (DAS)
1.
DAS sebagai Ekosistem Sumberdaya
Dalam konteks hidrologi, DAS ditakripkan sebagai eebuah
kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi
(dapat berupa
punggung gunung/bukit), yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama
yang bermuara di danau atau lautan (Manan, 1978).
Suatu DAS dapat merupakan sebagai sebuah ekosistem sumberdaya.
Soerianegara (1977) mengemukakan, bahwa ekosistem
sumberdaya
alam
adalah
kumpulan
ekosistem-ekosistem
yang
dikelola manusia, yang hasilnya baik langsung maupun tidak
langsung bermanfaat bagi manusia,
Dengan demikian, menurut
peranannya ada dua kornponen di dalam ekosistem sumberdaya,
yakni sumberdaya manusia sebagai pengelola membentuk subsistem sosial dan sumberdaya alam membentuk subsistem biofisik.
Menurut
Budhiyono
(1982), subsistem
biofisik
terdiri
atas hewan, nabati, jasad renik, lahan, air dan iklim ; sedangkan
subsistern sosial hanya
terdiri dari
manusia
yang
mempunyai perilaku tersendiri dalam rangka mencapai tujuan
hidupnya,
Perilaku manusia ini sangat beragam karena dipe-
ngaruhi oleh sikap politik, pertimbangan ekonomis, perilaku
sosial dan pandangan budaya,
Pada umumnya, perilaku manusia
dalam mengelola sumberdaya alam akan memberikan citra bagi
ekosistem DAS, baik citra buruk, artinya penurunan kualitas
dan kuantitas
sumberdaya misalnya banjir, kekeringan, erosi
dan polusi
; ataupun citra baik, artinya sistem dalam ke-
adaan optimum dan lestari.
Secara skematis model ekosistem sumberdaya suatu Daerah
Aliran Sungai, dapat dilihat pada Gambar 2.
Soerjono (1978) mengemukakan, bahwa DAS merupakan suatu
ekosistem yang terdiri dari berbagai komponen dan unsur, dimana unsur-unsur
manusia
utamanya
dengan
segala
adalah
upaya
vegetasi, tanah, air dan
yang
dilakukan
di
dalamnya,
Selanjutnya dikatakan oleh Budhiyono dan Murdiyarso (1980),
bahwa DAS merupakan ekosistem yang di dalamnya terjadi proses interaksi
antara faktor biotik
(vegetasi) dan faktor-
faktor fisik (tanah, air dan iklim).
Interaksi ini dinyata-
kan dalam
yang
bentuk
mencirikan
keseimbangan antara masukan dan keluaran,
keadaan hidroorologis
dari
DAS tersebut.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan DAS adalah
suatu
ekosistem
yang dibatasi oleh
pemisah
topografis
(topographic divide) yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang
jatuh di atasnya ke sungai utama yang
bermuara ke danau; dimana unsur-unsur utamanya terdiri atas
sumberdaya
alam
(tanah, vegetasi
dan
air) yang
merupakan
obyek saling berinteraksi dengan sumberdaya manusia sebagai
subyek
dalam
pendayagunaan
dan
pembinaan
sumberdaya
alam
yang ada di dalamnya,
2.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Menurut Manan
(1978) pengelolaan daerah aliran sungai
diartikan sebagai manajemen sumberdaya alam yang dapat pulih
EKOSISTEM SUMBERDAYA
1
DI DAlAM DAERAH ALIRAN1 SUNGAI 1
I
I
I
4t
SUMBERDAYA ALAM
*
\I
SUMBERDAYA FISIK
SUMBERDAYA HAYATI
T
E
R
E
S
T
R
I
r
I
w
*
I
N O R M A
-
+
A
E
W
N
A
B
A
A
N
T
I
H
c!
I
K
L
I
M
U
A
T
I
I
K
.
POLA
t
PENURUNAN
KUALITAS DAN
KUANTITAS SUMBERDAYA :
-Kekeringan
-Banjir
-Erosi
-Polusi
-Sengsara
d
Gambar 2.
SISTEM NILAI DASAR
1
*
9
1
I
4.
T
P
E S
R 0
I S
L I
A A
K L
U
P
E
R
I
L
A
K
U
'L
E
K
7
P
A
0
N
N
D
A
N
G
A
N
0
M
I
S
4
,
7
B
U
A
N
D
D
A
Y
A
A
N
G
-
A
P
0
L
I
T
I
S
.N
TATA GUNA LAHAN
*
m
PROSES SISTEM SUMBERDAYA
Neraca air, Aliran sungai, Erosi dan SediAkibat
mentasi, Kehidupan
Baik
manusia
-Setimbang dinamik
-Optimal
-Lestari
-Sejahtera
1
-
Bagan Ekosistem Sumberdaya di dalam suatu Daerah Aliran Sungai
seperti vegetasi, tanah dan air dalam sebuah DAS dengan tujuan untuk
dapat menghasilkan produk air guna kepentingan
pertanian, kehutanan,
peternakan,
dan masyarakat, yaitu untuk
industri
air minum dan
Sheng (1968) mengemukakan
tenaga listrik
irigasi.
ada tiga unsur pokok dalam
pengelolaan DAS, yaitu air, lahan dan manipulasi atau pengelolaan.
Unsur lahan meliputi semua komponen dari
satu unit
geografi dan atmosfir tertentu, air dan batuan, vegetasi dan
hewan, manusia dan perkembangannya.
lolaan
DAS didefinisikan
sebagai
Oleh
karena itu penge-
pengelolaan
lahan untuk
produksi air dengan kualitas yang optimum dan pengaturan hasil air serta stabilitas tanah yang maksimum.
Pengelolaan DAS harus diorientasikan kepada segi-segi
konservasi
peningkatan
tanah
dan
air
kesejahteraan
dengan
menitik
masyarakat,
beratkan
baik
dari
kepada
kalangan
petani, industri dan lain-lain.
Mangundikoro
(1985) mengemukakan
bahwa
tujuan akhir
dari Pengelolaan DAS adalah terwujudnya kondisi yang optimal
dari sumberdaya vegetasi, tanah dan air sehingga mampu memberikan manfaat secara maksimal serta berkesinambungan bagi
kesejahteraan manusia.
Dikaitkan dengan tujuan ini, diha-
rapkan terbinanya kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk
menggunakan dan memelihara sumberdaya alam tersebut secsra
bijaksana.
Meskipun ha1 yang
terakhir ini bukan merupakan
sasaran langsung, namun menjadi suatu prakondisi untuk mencapai tujuan akhir tersebut.
Upaya pokok yang dilakukan dalam kegiatan Pengelolaan
DAS, agar tercapainya
tujuan
disi yang optimal dari
akhir, yaitu
terujudnya kon-
sumberdaya vegetasi, tanah dan air
adalah : a) pengelolaan lahan melalui usaha konservasi dalam
arti yang
luas, b) pengelolaan
air
melalui pengembangan
sumber air, c ) pengelolaan vegetasi, khususnya pengelolaan
hutan
dan
yang
memiliki
air dan
fungsi
perlindungan
d ) pembinaan kesadaran
dalam penggunaan sumberdaya alam
terhadap
tanah
dan kemampuan manusia
secara bijaksana melalui
usaha penerangan dan penyuluhan.
Menurut Nasoetion dan Anwar (1981), tujuan Pengelolaan
DAS
pada
dasarnya
yang optimal
untuk
memberikan
bagi masyarakat
tingkat
kesejahteraan
setempat maupun di luar DAS
secara lestari dalam keseimbangan alami yang serasi.
Pe-
ningkatan kesejahteraan masyarakat ini, tergantung pada ketepatan bentuk
di
dalam
DAS
pengelolaan
tersebut.
Dalam
sumberdaya alam yang terdapat
rangka mencapai
tujuan pe-
ngelolaam DAS di atas, rutlak diperlukan adanya peran serta
yang aktif dari petani dan masyarakat.
B.
Erosi
1.
Pengertian Erosi
Menurut Hardjowigeno ( 1 9 8 4 ) , erosi adalah suatu proses
dimana tanah dihancurkan (detached) dan kemudian dipindahkan
ke
tempat lain oleh kekuatan air, angin atau gravitasi.
Di
Indonesia yang merupakan daerah beriklim tropik basah, erosi
yang terpenting adalah erosi oleh air hujan.
Arsyad
( 1 9 8 9 ) mengemukakan bahwa p r o s e s e r o s i a i r m e -
rupakan kombinasi d a r i dua p r o s e s ,
yaitu
: a ) penghancuran
s t r u k t u r t a n a h m e n j a d i b u t i r - b u t i r p r i m e r o l e h e n e r g i tumbuk
b u t i r c u r a h h u j a n yang
air
oleh
primer
yang
tergenang
tanah tersebut
tanah.
jatuh
dan
b)
pengangkutan
butir-butir
o l e h a i r yang m e n g a l i r d i permukaan
Proses terjadinya
e r o s i o l e h kekuatan a i r d i s u a t u
dengan s u a t u d i a g r a m s e p e r t i yang
lereng, dapat dilukiskan
tertera
menimpa t a n a h d a n perendaman
p a d a Gambar 3 ,
[Tanah
d a r i l e r e n g atas
I
1
tanah oleh
c u r a h hu-ian
I dalam
II
perjalanan
&. 4
I
1
-L__rJ
T o t a l t a n a h yang
dihancurkan
lt~andingkan
ITotal
tanah
Total tanah
k
Gambar 3.
dihancurkan
dihancurkan
I
daya angkut
< T o t a l daya angkutj
> T o t a l daya angkut
Tanah yang d i a n g k u t
ke l e r e n g bawah
Diagram P r o s e s T e r j e d i n y a E r o s i o l e h A i r
(Meyer d a n W i s c h m e i e r , 1 9 6 9 ) .
Gambar 3 t e r s e b u t
menunjukkan bahwa p a d a s u a t u b a g i a n
l e r e n g t e r d a p a t i n p u t bahan-bahan yang d a p a t d i e r o s i k a n yang
b e r a s a l d a r i l e r e n g a t a s s e r t a p e n g h a n c u r a n t a n a h d i tempat
i t u o l e h e n e r g i tumbuk b u t i r - b u t i r c u r a h h u j a n d a n p e n g i k i s a n o l e h l i m p a s a n permukaan ( r u n o f f ) . D i samping i t u t e r d a p a t k e l u a r a n a k i b a t pengangkutan t a n a h o l e h c u r a h hujan dan
B i l a t o t a l daya angkut d a r i a i r t e r s e b u t
run o f f .
+
hujan
runoff) lebih besar
d a r i t o t a l t a n a h yang t e r s e d i a
untuk diangkut ( t o t a l tanah
dari
yang
d i h a n c u r k a n ) , maka a k a n
S e b a l i k n y a b i l a t o t a l d a y a a n g k u t l e b i h ke-
terjadi erosi.
cil
(curah
t o t a l t a n a h yang d i h a n c u r k a n , a k a n t e r j a d i peng-
Dalam penelitian
endapan d i b a g i a n l e r e n g t e r s e b u t .
ini,
p e n g e r t i a n e r o s i a d a l a h s u a t u d a e r a h dimana t a n a h d a n p a r t i kel
tanah dilepaskan,
d i h a n c u r k a n d a n kemudian d i p i n d a h k a n
k e tempat l a i n o l e h k e k u a t a n h u j a n .
t a n a h menjadi k r i t i s , b a i k k r i t i s
E r o s i d a p a t menyebabkan
f i s i k , k i m i a maupun eko-
nomis.
D i samping i t u
j u g a e r o s i menyebabkan p e n d a n g k a l a n
sungai,
s a l u r a n i r i g a s i d a n d r a i n a s e , b a n j i r p a d a musim hu-
j a n d a n k e k e r i n g a n p a d a musim kemarau.
Berbagai upaya
dilakukan untuk
teknik
konservasi
memperkecil
pembangunan bendungan-bendungan
dekatan
ring,
erosi
t a n a h dan a i r
yang t e r j a d i ,
bercocok
d a e r a h pegunungan
tanam
seperti
d a n " c h e c k dam" s e b a g a i pen-
jangka pendek, dan r e b o i s a s i , penghijauan,
teknik
telah
terase-
s e r t a pemukiman penduduk
di
yang k e m i r i n g a n l a p a n g a n n y a t i n g g i , s e b a -
g a i pendekatan jangka panjang.
A r s y a d ( 1 9 8 9 ) mengemukakan u n t u k menduga b e s a r n y a e r o s i
dapat
digunakan
suatu
model
parametrik
yang
dikembangkan
oleh Wischmeier dan Smith (1978) yang disebut "the Universal
S.oil Loss
menduga
qua ti on" (USLE).
kehilangan
tanah
Persamaan
ini bertujuan
untuk
rataan dari kemiringan lapangan
tertentu, pola penggunaan lahan yang khusus dan keadaan manajemen yang tertentu.
Bentuk persamaan model USLE tersebut
adalah sebagai berikut :
dimana ,
A = besar erosi
R = indeks erosivitas hujan (faktor hujan)
K = faktor erodibilitas tanah
LS = faktor lereng, C = faktor tanaman
P = faktor tindakan pengawetan tanah.
2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi
Faktor-faktor
dengan
yang
faktor-faktor
mempengaruhi
yang
erosi adalah
mempengaruhi
Soedarma (1968) mengklasifikasikan
daerah
identik
limpasan.
faktor-faktor yang mem-
pengaruhi daerah pengaliran menjadi dua macam, yakni faktor
yang ada di luar daya manusia
topografi, ukuran serta
dipengaruhi oleh daya
seperti iklim, tubuh tanah,
bentuk pengaliran dan faktor dapat
manusia seperti vegetasi dan pemakai-
Baver (1961) dan Wiersum (1979) membuat rurnus faktorfaktor yang mempengaruhi erosi
dalam
suatu
sebagai berikut :
dimana,
E
C
V
H
= erosi yang terjadi, f = fungsi
= iklim , T = topografi , V = vegetasi
= vegetasi, S = tanah,
= aktivitas manusia.
bentuk
fungsi
a.
Iklim
F a k t o r i k l i m yang s a n g a t mempengaruhi t e r j a d i n y a e r o s i
adalah
hu j a n
intensitas
.
Sifat-sifat
hujan
dan
hujan
distribusi
seperti
hujan
jumlah
hujan,
merupakan
faktor
p e n e n t u k e k u a t a n merusak b u t i r a n t a n a h , Jumlah d a n k e c e p a t a n
limpasan
serta
permukaan
kerusakan
tanah
yang
terjadi
(Kohnke d a n B e r t r a n d , 1 9 5 9 ) .
Dari sifat-sifat
h u j a n t e r s e b u t , yang t e r p e n t i n g dalam
mempengaruhi b e s a r n y a e r o s i a d a l a h i n t e n s i t a s h u j a n maksimum
a t a u Ex30
selama 30 m e n i t
Menurut
Barus
dan
(Wischmeier dan Smith,
Suwardjo
(1977)
EIso
nilai
1978).
mempunyai
k o r e l a s i yang b e s a r dengan e r o s i yang t e r j a d i p a d a b e b e r a p a
J u m l a h h u j a n r a t a - r a t a t a h u n a n yang t i n g g i
tempat d i J a w a .
t i d a k a k a n menyebabkan e r o s i yang b e s a r ,
terjadi
merata,
s e d i k i t demi
Sebaliknya h u j a n rata-rata
babkan
b.
apabila hujan i t u
s e d i k i t dan
sepanjang
tahun.
t a h u n a n yang r e n d a h , a k a n menye-
e r o s i yang b e s a r , a p a b i l a
hujan jatuh sangat berat.
Topografi
Menurut Wiersum
( 1 9 7 9 ) , kemiringan dan panjang
lereng
merupakan d u a u n s u r t o p o g r a f i yang s a n g a t b e s a r p e n g a r u h n y a
t e r h a d a p e r o s i d a n l i m p a s a n permukaan.
Dari
kedua
unsur
itu
yang
paling
berperanan
adalah
k e m i r i n g a n l e r e n g . H a l i n i d i s e b a b k a n k a r e n a s e l a i n memperbesar
jumlah
mempengaruhi
memperbesar
limpasan
kecepatan
pula
permukaan, k e m i r i n g a n
limpasan
kapasitas
permukaan
perusak
dari
lereng
juga
sehingga
akan
a i r (Kohnke d a n
Bertrand,
1959).
Makin
kecepatan
limpasan
curam
permukaan
lereng,
semakin
maka
jualah
dan
b e s a r dan s e k a l i g u s
akan memperbesar d a y a a n g k u t s e r t a t e n a g a p e n g u r a s , s e h i n g g a
t a n a h yang t e r e r o s i a k a n meningkat ( A r s y a d , 1 9 8 9 ) .
Sehubungan dengan k e m i r i n g a n
membuat
percobaan
yang
meneliti
lapangan S t a l l i n g
pengaruh
dari
(1959)
kemiringan
l a p a n g a n t e r h a d a p e r o s i pada t a n a h t e r b u k a d a n pada t a n a h
tertutup
oleh
rumput-rumputan,
dimana
hasil
percobaannya
d a p a t d i l i h a t pada T a b e l 1.
T a b e l 1,
Pengaruh d e r a j a t k e m i r i n g a n l a p a n g a n dan veg e t a s i t e r h a d a p e r o s i d a n l i m p a s a n permukaan
Kemiringan l a p a n g a n
D e s k r i p t i f
100
1. Limpasan permukaan
( X d a r i air hujan) :
a . Lapangan t e r b u k a
b. Berumput
2. E r o s i ( t o n / h a )
a . Lapangan t e r b u k a
b. Berumput
.
2 00
300
2,02
1,89
4,60
0,45
D a r i Tabel 1 d i atas, t e r n y a t a n i l a i e r o s i dan limpasan
permukaan pada k e m i r i n g a n l a p a n g a n 100
c.
< 200 < 30°.
Vegetasi
Menurut Hardjowigeno ( 1 9 8 4 ) , pengaruh v e g e t a s i t e r h a d a p
e r o s i d a p a t dikelompokkan a t a s t i g a b a g i a n , y a i t u :
1 ) Menghalangi
air
hujan a g a r t i d a k j a t u h langsung d i per-
mukaan t a n a h , s e h i n g g a k e k u a t a n u n t u k menghancurkan t a n a h
sangat dikurangi.
H a l i n i tergantung
d a r i k e r a p a t a n dan
tingginya vegetasi.
Makin rapat vegetasi yang ada, makin
efektif mencegah terjadinya erosi.
2 ) Menghambat limpasan permukaan dan memperbanyak air infiltrasi.
Adanya lapisan-lapisan serasah di atas lantai hu-
tan akan mengurangi
laju
limpasan
permukaan
dan
serta
aktivitas populasi mikrobia dan cacing tanah akan makin
meningkat, Peningkatan dari aktivitas populasi mikrobia
dan
cacing tanah
bih
sarang, sehingga
menjadi lebih
tersebut menyebabkan tanah menjadi lekapasitas infiltrasi
dari
tanah
besar.
3 ) Adanya transpirasi
oleh vegetasi
menyebabkan
kandungan
air tanah berkurang, sehingga penyerapan air hujan ke dalam tanah menjadi lebih besar.
Berbagai penelitian tentang pengaruh penutupan vegetasi
terhadap limpasan permukaan dan erosi telah dilakukan oleh
beberapa peneliti.
DAS Sa'dan
tupan
Paembonan (1982) dalam
penelitiannya di
Sulawesi Selatan, mendapatkan apabila luas penu-
hutan 40 % dari luas DAS, make erosi yang terjadi ha-
nya 11,7 ton/ha/thn (penurunannya sebesar 45 % ) dan limpasan
permukaan juga menurun sebesar 24 X .
Gintings (1981) dalam
dapatkan
hubungan
antara
penelitiannya di Lampung, menberbagai
vegetasi
dengan
runoff
danerosi yang terjadi, seperti pada Tabel 2.
Dari Tabel 2
pada
hutan
slam
tersebut, terlihat bahwa erosi yang terjadi
lebih
kecil
dari pada
erosi yang
jadi pada tanah-tanah yang tertutup tanaman kopi.
ter-
Tabel 2.
.
Runoff dan Erosi yang Terjadi pada
Berbagai Macam Vegetasi
( ton/ha)
1.94
1'. 57
1.27
0.31
237.94
453.98
837.51
101.42
Kopi umur 1 tahun
Kopi umur 3 tahun
Kopi umur 16 tahun
Hutan alam
d.
Erosi
Runoff
(m3 /ha)
Macam
Vegetasi
Tanah
Menurut Arsyad (1989) dan Ward (1974), sifat-sifat ta-
nah yang mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi adalah :
tekstur tanah, bentuk dan kemantapan struktur tanah, daya
infiltrasi, permeabilitas tanah,
kandungan bahan organik,
kapasitas lapang, tebal horison dan kadar air. Tanah yang
banyak mengandung bahan organik
akan memperbesar nilai in-
filtrasi. Kittregde (1948) mengemukakan, bahwa tanah dengan
tekstur
remah, struktur
pang tinggi, maka
kasar, perkolasi dan kapasitas la-
erosi yang terjadi akan kecil.
Selanjut-
nya Baver (1961) menjelaskan besarnya erosi berbanding lurus
dengan kadar air tanah, makin tinggi
kecil daya infiltrasinya,
kadar air
tanah makin
sehingga runoff makin besar pula,
Hardjowigeno (1984) mengemukakan, tanah dengan tekstur
kasar seperti pasir tahan terhadap erosi, karena butir-butir
yang
kasar tersebut memerlukan
mengangkut.
Demikian
pula
lebih banyak
tansh
dengan
tenaga untuk
tekstur
halus
seperti liat, sehingga gumpalan-gumpalannya sukar dihancurkan. Tekstur tanah
yang paling peka terhadap erosi adalah
debu
dan pasir sangat halus.
dalam
tanah, maka
Menurut
nah
kandungan
debu
tanah menjadi makin peka terhadap erosi.
Sinukaban (1984), apabila daya infiltrasi ta-
besar, berarti
hingga
Makin tinggi
limpasan
air mudah
meresap ke dalam tanah, se-
permukaan dan erosi
yang
terjadi
kecil.
Selanjutnya dikatakan pula, bahwa daya infiltrasi tanah
pengaruhi
oleh
porositas
dan
kemantapan
di-
struktur tanah.
Go (1963) menjelaskan sifat-sifat jenis tanah
ditinjau
dari segi hidroorologis adalah sebagai berikut :
a) Tanah
Aluvial mempunyai sifat cukup baik, tidak dikhawa-
tirkan terjadinya erosi yang besar.
b) Regosol
Kelabu
sampai Coklat
Kekuningan memiliki sifat
peka terhadap erosi, peranan tata airnya jelek, pada
ba-
gian atas selalu kekurangan air.
c ) Andosol Kelabu dan Coklat Kekuningan berasal dari abu tuf
vulkanis,
sifatnya
peka
terhadap erosi, tetapi
fungsi
tata airnya baik.
d ) Latosol Merah berasal dari abu dan tuf vulkanis, bersifat
agak peka terhadap erosi.
e) Mediteran
dengan
erosi, tetapi
f) Grumusol
warna werah,
peranannya
sifatnya
peka
terhadap
terhadap hidrologi cukup baik.
bersifat peka terhadap erosi,
tetapi
terhadap
tata air cukup baik.
e.
Manuaia
Soerjono (1978) mengemukakan bahwa peranan faktor manu-
sia terhadap erosi
dan
limpasan permukaan dalam
daerah aliran mempunyai dua alternatif, yaitu :
suatu
a ) Bersifat
destruktif, maksudnya melakukan
mengakibatkan
menyebabkan
makin
cepatnya
memburuknya
proses
tindakan
erosi
keadaan tata air
yang
sehingga
suatu
daerah
aliran sungai.
b) Bersifat
bertujuan
konstruktif, maksudnya melakukan tindakan
yang
menjaga keseimbangan faktor-faktor yang
mem-
pengaruhi daerah aliran sungai.
Kepekaan tanah terhadap erosi dapat diubah oleh manusia
menjadi
pada
lebih baik atau lebih buruk.
tanah
yang
manusia, karena
berlereng
dapat
curam
Pembuatan teras-teras
merupakan
mengurangi
erosi.
pengaruh
baik
Sebaliknya pem-
bukaan hutan dan pembakaran hutan oleh manusia yang tidak
bertanggung jawab akan
mengakibatkan erosi yang besar,
Ba-
haya ini terutama terjadi pada lereng yang curam yang dahulunya ditutupi hutan kemudian ditebang, dibakar dan
kan ladang.
kerusakan
C.
dijadi-
Cara berladang yang salah, selain mengakibatkan
tanah juga mengakibatkan
penduduk menderita.
S i k l u s Hidrologik
Siklus hidrologik adalah suatu rangkaian peristiwa yang
terjadi dengan air, mulai dari saat air jatuh ke bumi hingga
diuapkan
kembali
ke
udara,
kemudian lagi
jatuh ke
bumi.
Menurut Ward (1974), siklus hidrologik merupakan suatu
sistem yang
masukan
dinamik serta tertutup, yang berarti
(input) dengan
keluaran
(output) seimbang
antara
dengan
adanya masukan energi yang mengatur pergerakan air dari satu
tempat
ke
tempat
lain (laut ke atmosfer, dari atmosfer ke
darat, dari darat ke laut dan seterusnya).
jelasnya tentang siklus hidrologik
hat
bagan
alir
seperti
tersebut,
Untuk lebih
dapat
dili-
pada Gambar 4.
4
( 7 ) ATMOSFER
evapotranspirasi
A
.L
transpirasi
hu jan
L
intersepsi
-
( 1 ) VEGETASI
aliran
batang
(5)
S
44
L
u
W ,
limpasan permukaan
(2) PERMUKAAN
TANAH
N
A '
I
G
banjir
I
- - - - - - - - - - - . I . - - -
A
d\
I
infiltrasi
(3) KELEMBABAN
limpasan antara
1
( 4 ) AIR
BUM1
evaporasi
I\
evaporasi
J
i
( 5 ) DANAU/LAUT
b
Gambar 4 .
limpasan dasar
*
I
Skema Siklus Hidrologik Sebagai Suatu Sistem
(Ward, 1974).
Neraca air dari suatu DAS dapat dinyatakan dengan rumus
sebagai berikut (Manan, 1978;
dimana ,
Pg
Ic
If
ES~
Q
=
=
=
W=
D1S
L
=
=
=
Hewlett and Nutter, 1979):
curah hujan, T = transpirasi
intersepsi tajuk
intersepsi lantai hutan
evaporasi dari tanah dan air
limpasan sungai (debit air)
perubahan persediaan air tanah
kebdcoran keluar, U = limpasan bawah,
Apabila kebocoran dan
limpasan
bawah
dianggap
tidak
ada, maka persamaan tersebut berubah menjadi :
dimana,
Et
=
total evaporasi dan transpirasi.
Dari Gambar 3 yang telah diuraikan terdahulu, terdapat
beberapa proses hidrologi, antara lain
sepsi curah hujan, aliran
batang, infiltrasi, transpirasi,
evaporasi, evapotranspirasi dan
1.
presipitasi, inter-
runoff.
Presipitasi
Presipitasi
adalah air dalarn bentuk
cair
atau padat
yang aengendap ke bumi dan didahului oleh proses kondensasi,
sublimasi
atau
kombinasi
keduanya
(Chritchfield,
1960).
Bentuk-bentuk presipitasi dapat berupa hujan (rain), hujan
rintik-rintik (drizzle), sal ju (snow) dan hujan es (hail),
Bentuk presipitasi yang umum di daerah tropika adalah hujan
dan hujan rintik-rintik.
Curah hujan daerah
harus diperkirakan dari beberapa
stasiun pengamatan curah hujan.
WMO (1974) dan Sosrodarsono
serta Takeda (1978) mengemukakan analisis curah hujan daerah
dari pengamatan
curah hujan pada beberapa
stasiun adalah
sebagai berikut :
a.
Metode rats-rata aritmatik
Metode ini merupakan cara yang sederhana, obyektif dan
konsisten
dengan
syarat
cukup
curah hujan dan tersebar merata.
banyak
stasiun
pengamatan
Persamaan yang digunakan
untuk menduga curah hujan rataan daerah adalah :
n
R
. . . . . . . . . . .
= C (Ri/n)
i=l
dimana,
R = curah hujan rataan daerah ( m m )
Ri = curah hujan pada stasiun ke .i (i = 1, 2
n = jumlah stasiun penekar.
b.
(2-5
. . . . . n)
Metode polygon Thiessen
Dalam metode
daerah dilakukan
ini cara perhitungan curah hujan rataan
dengan
memberikan bobot bagi tiap stasiun
terhadap luas daerah yang terwakili.
kan untuk
menduga
besar
n
n
i=l
i=l
Persamaan yang diguna-
curah hujan daerah adalah sebagai
berikut :
R
= ( C ( A I R ~ ) / ( Z A1 ~)
...........
(2-6)
dimana,
R = curah hujan rataan daerah (mm)
Ri = curah hujan stasiun ke i (mm)
Ai = luas polygon ke i (ha)
n = jumlah stasiun.
c.
Metode Isohyet
Dalam metode ini memperhitungkan faktor topografi dan
arah datangnya hujan.
Persamaan yang
digunakan untuk meng-
hitung curah hujan rataan daerah adalah :
dimana,
R = curah hujan rataan daerah (mm)
R i + i = curah hujan pada isohyet ke it1 (mm)
Ri = curah hujan pada isoheyt ke i ( m m )
Ai = luas daerah ke i yang terletak antara isohyet
ke i dan ke it1
n = jumlah daerah yang dipisahkan oleh isohyet.
2.
Intersepsi
Hewlett
dan
Nutter
(1969)
serta
Manokaran
(1979)
mengemukakan intersepsi adalah bagian dari curah hujan yang
ditahan
oleh
permukaan
permukaan
tanah
dan
vegetasi
selanjutnya
Delfs (1967) menerangkan,
keadaan
musim,
sehingga
jumlah
air
tidak
diuapkan
ke
jatuh
ke
atmosfer.
intersepsi dipengaruhi oleh
yang
ditahan
oleh
tajuk,
intensitas curah hujan, jenis dan umur tegakan dan kualitas
tempat tumbuh.
(1979) apabila
Wiersum, Budirijanto 6 Rhomdoni
Menurut
curah
hujan
sangat
kecil
atau
intensitas
curah hujan rendah, sebagian besar dari air hujan akan ditahan oleh tajuk dan langsung diuapkan, yang
kan persentase
intersepsi besar.
akan menyebab-
Sebaliknya, kalau curah
hujan besar dengan intensitas yang tinggi, akan lebih banyak
air
hujan
yang
jatuh
dari
tajuk
ke
lantai
hutan,
yang
menyebabkan persentase intersepsi akan menjadi kecil.
Ruslan (1983) dalam penelitiannya di DAS Riam Kanan,
mendapatkan intersepsi
canescens (15,07 X ) ,
yang terjadi pada tegakan Peronema
lebih
kecil dari pada pinus merkusii,
(23,06 X ) dan Hutan alam (21,23 X).
Selanjutnya dikemukakan
perbedaan t e r s e b u t , d i d u g a disebabkan o l e h keadaan penutupan
t a j u k Pinus merkusii dan
dibandingkan
dengan
hutan
keadaan
c a n e s c e n s yang r e l a t i f
a l a m agak t e b a l dan r a p a t
penutupan
jarang.
tajuk
Keadaan
Peronema
i n i menunjukkan,
bahwa b e r b a g a i j e n i s v e g e t a s i mempengaruhi i n t e r s e p s i .
Beberapa
intersepsi
Kittredge
peneliti
curah
telah
mencoba
menaksir
besarnya
h u j a n d e n g a n menggunakan rumus m a t e m a t i k .
(1948) dan
Leonard
( 1 9 6 7 ) menghitung
intersepsi
rumus s e b a g a i b e r i k u t :
d e n g a n menggunakan
dimana,
I = jumlah i n t e r s e p s i ( i n c h e )
S = j u m l a h a i r yang d i t a h a n o l e h v e g e t a s i p a d a s e l u r u h
bidang proyeksi t a j u k ( i n c h e )
R = p e r b a n d i n g a n l u a s permukaan p e n g u a p a n t e r h a d a p ,
l u a s proyeksi t a j u k
E = t i n g k a t penguapan p e r j a m selama h u j a n
T = lamanya h u j a n ( j a m ) .
( 1 9 7 9 ) d a n Wiersum &
Manokaran
besarnya
intersepsi
curah
hujan
d. ( 1 9 7 9 )
pada
tegakan
menghitung
hutan
dengan
.........................
(2-9)
rnenggunakan rumus b e r i k u t :
I
=PO
-
(Pt
+
S)
dimana,
I = i n t e r s e p s i , PO = c u r a h h u j a n d i t e m p a t t e r b u k a
Pt = a i r 1010s , S = a l i r a n b a t a n g .
S i r a n g ( 1 9 8 7 ) memodifikasi persamaan
masukkan
persentase
penutupan
t e r s e b u t berubah menjadi
I
= (Po
-
(Pt
+
tajuk,
(2-9)
sehingga
d e n g a n mepersamaan
:
S))(C/100)
.................
dimana,
I , P O , P t , S d a p a t d i l i h a t pada persamaan ( 2 - 9 )
C
= P e r s e n t a s e penutupan t a j u k ( X ) .
(2-10)
studi
Dalam
batang
merupakan
Voight
(1960)
hidrologi
salah
dan
satu
mengatakan
kelembaban
peubah
bahwa
yang
tanah
di
tanah,
sangat
aliran
penting.
sekitar
pangkal
pohon a k a n menerima a i r h u j a n l e b i h b a n y a k d a r i p a d a t a n a h
d i bawah t a j u k l a i n n y a a t a u p u n t a n a h t e r b u k a .
A i r 1010s a d a l a h m e r u p a k a n b a g i a n d a r i c u r a h h u j a n yang
j a t u h k e t a n a h merembes m e l a l u i t a j u k v e g e t a s i (Manan, 1 9 7 8
dan Manokaran, 1 9 7 9 ) .
tembus
Air
jenis-jenis
dipengaruhi
tebalnya
lapisan
tajuk,
pohon y a n g membentuk t e g a k a n , s u h u d a n k e c e p a t a n
H a s i l penelitan
angin.
oleh
Wiersum &
&.. ( 1 9 7 9 ) d i d a e r a h hu-
t a n J a t i l u h u r m e n u n j u k k a n a i r 1010s yang t e r j a d i p a d a t e g a k a n Acacia a u r i c u l i f o r m i s 7 7 , 5 X b e r b e d a d e n g a n a i r 1010s pada tegakan jeungjing
(Albizia
( A n t h o c e p h a l u s c h i n e n s i s ) 8 0 %.
pada
masing-masing
dimana,
Tfh
n
a,b
=
1010s
t e r s e b u t , b e r a r t i j e n i s pohon
yang
di-
m e n g h i t u n g a i r 1010s a d a l a h s e b a g a i b e r i k u t :
a Pgh
+
b n
.......................
(2-12)
= curah hujan
k e j a d i a n h u j a n t i a p k u r u n waktu t e r t e n t u
= tetapan regresi.
= a i r l o l o s , Pgh
= jumlah
A i r hujan
dari
air
( 1 9 6 4 ) mengemukakan p e r s a m a a n m a t e m a t i k
gunakan u n t u k
Tfh
D a r i perbedaan
dan jabon
%
a i r 1010s y a n g t e r j a d i p a d a s u a t u t e g a k a n .
mempengaruhi
Lull
tegakan
82
falcataria)
yang mencapai t a n a h
a i r 1010s d a n
sebagian
besar berasal
sebagian k e c i l d a r i air a l i r a n batang.
A i r 1010s memegang p e r a n a n p e n t i n g
dalam
peredaran
mineral d i dalam ekosistem d a r a t a n (Soerianegara, 1970).
hara
4.
Biomassa
Laju penumpukan biomassa pada vegetasi digunakan untuk
menduga
jumlah
air yang ada pada komponen vegetasi, berda-
sarkan proses fotosintesis,
rupakan pembentukan
dan
air
Pada dasarnya, fotosintesis me-
karbohidrat
(H20) oleh
khlorofil
dari
karbondioksida
dengan
menggunakan
(CO2)
energi
cahaya (Wilson dan Loomis, 1966).
Besarnya air dalam vegetasi akan setara dengan jumlah
air yang diperlukan untuk fotosintesis. Baker (1950) merumuskan produktivitas primer netto hutan per acre per tahun
dalam persamaan fotosintesis sebagai berikut :
12 ton COz
+
4 ton Hz0
7 ton kayu
+
9 ton
+
29 juta kilo kal
>
-,
.........
02
Dari persamaan (2-13), dapat disimpulkan
(2-13)
bahwa 7 ton kayu
per acre per tahun memerlukan 4 ton air atau 1 ton kayu per
hektar memerlukan 1,41198 ton air.
Weck
(1971)
yang
dikutip
oleh
Windhorst
(1976)
menghitung produktivitas primer rataan jenis Pinus merkusii,
A ~ a t h i sloranthifolia dan Altinaia excelsa di Jawa Barat sebesar 11,7 ton bahan kering/ha/tahun.
4.
Infiltrasi
Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam
tanah
yang biasanya melalui permukaan tanah dan vertikal ke bawah
(Lull, 1964; Arsyad, 1989).
per
Besarnya infiltrasi yang masuk
satuan waktu disebut laju infiltrasi.
maksimum
yang
terjadi
pada
Laju
infiltrasi
suatu tanah dalam keadaan
tertentu disebut kapasitas infiltrasi.
Menurut
Lee
(1975)
infiltrasi adalah bagian curah hujan yang diserap oleh tanah
mineral; harga maksimum
curah
hujan
tidak
terganggu
atau potensialnya sama dengan nilai
efektif. Dikemukakan pula,
infiltrasi
pada hutan
yang
sama dengan nilai curah hujan
efektif (karena limpasan permukaan
dapat diabaikan).
Meer (1973) yang dikutip oleh Widhyatmoko (1983) mengemukakan, bahwa tingkat infiltrasi identik dengan kecepatan
peresapan
air menurut pertambahan waktu.
infiltrasi dapat dikelampokkan
1) Infiltrasi
meresap
kumulatif,
melalui
Dikemukakan pula,
atas lima tingkatan, yaitu :
adalah
volume
permukaan tanah
total
dengan
air
luas
yang
tertentu
selama periode waktu tertentu.
2) Tingkat infiltrasi sesaat, adalah volume air yang meresap
melalui
permukaan
tanah dari waktu yang
tidak
tetap,
periode waktunya pendek dan tidak menentu.
3) Tingkat infiltrasi rata-rata, adalah infiltrasi kumulatif
dibagi dengan waktu sejak mulai percobaan infiltrasi.
4) Tingkat
infiltrasi dasar, adalah suatu
dari air yang meresap sesudah 3
-
tetapan
relatif
4 jam.
5 ) Kapasitas infiltrasi, adalah kecepatan maksimum dari
yang
meresap
ke dalam tanah sesuai dengan
kondisi
air
air
yang dapat diserap tanah.
Menurut Soedardjo (1980) jumlah air yang
tanah
dan
disimpan
untuk
sementara
sebelum
diserap oleh
mengalir ke
sungai atau ke zone air tanah disebut kapasitas penyimpanan,
sedangkan jumlah air yang disimpan untuk jangka waktu lama
dan
berguna
untuk
tanaman
disebut
keteguhan
kapasitas
penyimpanan.
Infiltrasi merupakan salah satu ha1 yang penting diperhatikan
dalam
pengelolaan
DAS, karena
tanah
lahan yang
mempunyai laju infiltrasi yang tinggi, akan dapat mengurangi
jumlah runoff
yang menyebabkan
banjir dan erosi.
Lull (1964) mengemukakan, faktor-faktor yang mempengaruhi laju
infiltrasi adalah tekstur dan
kandungan
air
dalam
kekompakan
tanah.
berstruktur
remah
tanah,
Tanah
akan
vegetasi
dengan
struktur tanah,
penutup
porositas
memperbesar
laju
tanah
tinggi
dan
dan
infiltrasi
dan
tanah dengan tekstur berpasir infiltrasinya akan lebih cepat
dari pada tanah bertekstur liat (Arsyad, 1989).
kering
laju
Pada tanah
infiltrasi lebih besar dari pada tanah basah.
Peranan vegetasi terhadap infiltrasi lebih banyak ditunjukkan oleh
dalam
da
tumbuhan
tanah (Lull, 1964).
turnbuhan yang
rapat
penutup tanah
Infiltrasi
dari
pada
dan
bahan organik
akan lebih besar patumbuhan
yang
jarang
dapat ditentukan dengan
meng-
(Kittredge, 1948).
Perhitungan filtrasi
gunakan persamaan
yang
komponen
dan sungai.
neraca air dari suatu sistem
ekosistemnya
Persamaan
terdiri
dari
neraca air tersebut
berikut (Direktorat Jenderal
Pengairan
hidrologi,
tumbuhan, tanah
adalah
sebagai
Departemen
Peker-
. ......................
(2-14)
jaam Umum, 1993):
Pt = T
+
E
+
Yl
+ F
.
dimana,
Pt = curah hujan total (di tumbuhan dan tanah)
T = transpirasi, E = evaporasi
Yi = limpasan permukaan , F = infiltrasi.
Arsyad (1989) mengemukakan pada saat
terjadi dalam waktu
hujan lebat yang
pendek maka kondensasi, adsorpsi, per-
kolasi, evaporasi dan transpirasi terjadi dalam jumlah yang
kecil, sedangkan
tersimpan
dapat
curah
sampai
hujan, limpasan permukaan dan air
beberapa
puluh milimeter per jam.
Dikemukakan pula untuk menduga jumlah air yang tersimpan dan
jumlah limpasan
jadi, maka
permukaan
dari suatu hujan lebat yang ter-
kelima komponen itu dapat diabaikan. Wisnubroto
(1983) mengemukakan air yang diuapkan melalui proses evaporasi dan transpirasi dianggap sama dengan no1 , karena pada
saat hujan udara dalam keadaan jenuh uap air, yang berarti
jumlah uap air yang dikandung oleh udara sudah maksimum.
Menurut Linsley, Kohler dan Paulus (1982) untuk mengukur jumlah air yang meresap
sung tidak
ke dalam
memungkinkan, maka
tanah
infiltrasi
secara lang-
dihitung dengan
menganggapnya sama dengan selisih antara jumlah hujan dengan
jumlah aliran permukaan.
Berdasarkan
ketiga alasan di
atas, pada saat hujan besarnya evaporasi (E) dan transpirasi
(T) dapat diimbangi oleh curah hujan, sehingga
nilai
eva-
porasi dan transpirasi diabaikan, dan persamaan (2-14) berubah menjadi : .Pt = Yi
atau F
= Pt
-
Y1
+ F
....................
(2-15)
....................
(2-16)
dimana ,
Pt = curah hujan total
F = infiltrasi, Y1 = limpasan permukaan.
5.
Evapotranspirasi
Ward (1974) dan Linsley &c
evapotranspirasi
adalah
aJ,
jumlah
(1982) menyatakan bahwa,
penguapan
dari
komponen-
komponen transpirasi, intersepsi dari evaporasi dari permukaan tanah dan air.
Pada
waktu
kelengasan
tanah
cukup
evapotranspirasi
dipengaruhi oleh faktor meteorologis, dan apabila kelengasan
tanah berkurang evapotranspirasi dipengaruhi pula oleh faktor tanaman dan lengas tanahnya (Ward, 1974).
Dikemukakan
pula, ha1 tersebut yang menyebabkan adanya evapotranspirasi
potensial
(ETP) dan evapotranspirasi aktual (ETA), dimana
ETA akan berkurang dengan berkurangnya kelengasan tanah.
Manan
(1978) mengemukakan ETP adalah laju penguapan
yang terjadi apabila seluruh proses tergantung dari faktor
meteorologis dan variabel iklim lainnya dengan persediaan
air tidak terbatas; dan ETA adalah laju penguapan yang tergantung dari faktor-faktor
persediaan air terbatas.
beberapa metode.
tanah, vegetasi, iklim dengan
Besarnya ETP dapat dihitung dengan
Menurut Jensen (1973) secara garis besar
perhitungan ETP dapat dikelompokkan menjadi empat macam,
yaitu
berdasarkan temperatur, temperatur serta radiasi,
kombinasi antara radiasi serta transfer energi dan panci
penguapan.
a.
Metode Thornthwaite
Metode
berdasarkan
ini
merupakan
kepada
suatu
temperatur.
metode
Ward
perhitungan
ETP
(1974) mengemukakan
perhitungan ETP dengan metode Thornthwaite yang mendasarkan
pada indeks panas dan temperatur rataan
bulanan, persamaan-
nya adalah sebagai berikut :
dimana,
EP = evapotranspirasi potensial (mm/bln)
t = suhu udara rataan bulanan (oC)
I = Indeks efisiensi suhu Thornthwaite.
Evapotranspirasi
potensial
(bulan) dan letak lintang
ini
disesuaikan
dengan
musim
tempat yang bersangkutan, dengan
menggunakan rumus berikut :
EPr = EP x f
.*
b . b b b . b . b . b
(2-20)
dimana ,
EPr = evapotranspirasi potensial terkoreksi (mm/bln)
f
= faktor koreksi, dari koreksi letak lintang.
b.
Metode Jensen Haise
Metode ini merupakan metode perhitungan ETP yang ber-
dasarkan
pada
persamaan
temperatur
dan
metode Jensen Haise
radiasi
tersebut
Kijne (1973) dan Mudjiono (1984) adalah
adapun :
CT
CH
TX
El
E2
RS
matahari.
yang
Bentuk
dikutip oleh
sebagai berikut :
= 1/(C1 + C2 x CH)
; Cl = 38 - (2xEL/305)
= 50 mb/(El - E2) ; C2 = 7,6OC
= -2,5 - (0,14 x (El - E2) - EL/550)
= 1,3329 x EXP(21,07 - 5336/(TM + 273,l))
= 1,3329 x EXP(21,07 - 5336/(TN + 273,l))
= H(too,eh)x(a + b.s); LD = 595,9 - 0,51 x TMX
dimana,
EP = evapotranspirasi potensial (mm/bln)
TMH = temperatur maksimum harian (oC)
TNH
TM
TN
TMX
RS
El,
EL
S
a,b
= temperatur minimum harian (OC)
= temperatur maksimum bulan terpanas dalam setahun
= temperatur minimum bulan terpanas dalam setahun
= temperatur maksimum rataan dalam setahun (oC)
= jumlah radiasi matahari (kalori/cm2/hari)
E2 = tekanan uap jenuh pada TM dan TN
= elevasi, LD = panas laten
= persentase lama penyinaran matahari
= tetapan empiris untuk konservasi radiasi matahari
pada gelombang pendek, yaitu a = 0,29, b = 0,59,
Norero, Keller and Ashcroft
(1973) menyebutkan bahwa
ETA dan ETP dihubungkan oleh faktor
dengan satu pada waktu lengas tanah
bila
run
lengas
tanah
berkurang.
p
yang harganya sama
melimpah dan menurun
Apabila lengas tanah menu-
sampai di bawah jumlah lengas tanah maksimum yang ter-
sedia bagi tanaman, ETA menurun karena adanya resistensi
tanaman
terhadap
kekurangan
lengas
tanah (Kramer dan
Kozlowski, 1979), sehingga nilai p rnenurun.
Oleh karena itu
harga ETA suatu tanaman dapat dihitung berdasarkan harga ETP
dan perubahan lengas tanah (Norero g&
a.,
1972).
Pada suatu lahan evaporasi tanah sangat tergantung pada
kelembaban permukaan tanah.
Apabila permukaan tanah kering,
evaporasi sangat cepat menurun dan selanjutnya tergantung
pada sifat difusi dan konduksi uap air di dalam tanah (Gray,
McKay dan Wigham, 1973).
Akibat keadaan tersebut evaporasi
sangat kecil pada tanah yang semakin kering.
Demikian pula
transpirasi menurun apabila lengas tanah menurun.
Untuk mengetahui pangaruh adanya hujan sebagai masukan
lengas tanah, maka ETA dapat dipisah menjadi evaporasi ( E )
dan transpirasi (T) dan nilai koefisien evapotranspirasi (p)
sebagai penghubung ETA dengan ETP dipisah menjadi
koefisien
transpirasi (KC) dan koefisien evaporasi (KS), dan KS
+
KC =
1,O (Sirang, 1987).
Suprodjo (1983) menerangkan hubungan ETA dan ETP yang
dipengaruhi oleh perubahan lengas tanah adalah :
.................
..............................
. . . . . . . . . . . . .....
...
= TP, bila (MD/ZZ) L 0,5
T = (TP/O,~)(MD/ZZ), bila (MD/ZZ) < 0,5
TP=KCxETP
E = EP/(Nt-1)
T
dimana,
T
EP
MD
ZZ
N
t
(2-22)
(2-23)
(2-24)
(2-25)
= transpirasi aktual, E = evaporasi aktual,
= evaporasi potensial, TP = transpirasi potensial,
= lengas tanah yang ada,
= lengas tanah yang tersedia bagi tanaman,
= laju pengeringan lengas tanah,
= waktu setelah terjadi hujan.
6. Runoff (Limpasan permukaan)
Runoff adalah limpasan
air yang
terjadi di
permukaan
dan di dalam tanah sebagai akibat adanya hujan dan mengalir
karena
adanya pengaruh
paling
rendah
1959).
Hewlett dan Nutter (1969) mengemukakan limpasan per-
mukaan
yang
seperti
gaya
berat, menuju
saluran, danau dan
ke tempat yang
laut
(Frevert,
mengalir di atas permukaan tanah disebut "sur-
face runoff", sedangkan
yang
mengalir di
tanah disebut "sub surface runoff".
bawah
permukaan
Proses terjadinya run-
off apabila air hujan yang jatuh ke permukaan tanah cukup
banyak, sehingga dapat memenuhi intersepsi, infiltrasi, penyimpanan penahan saluran dan kapasitas lapang dari tanah.
Chow
(1964)
mengkategorikan
runoff
ke
dalam ' t i g a
macam, yaitu :
a) Surface runoff : limpasan air di atas permukaan tanah,
b) Sub surface
runoff : limpasan
air di bawah lapisan
permukaan tanah,
c) Ground water runoff : limpasan air di dalam tanah.
Pengertian runoff yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah limpasan air di atas
permukaan
tanah.
Limpasan permukaan merupakan bentuk yang paling penting
dalam hubungannya dengan masalah erosi.
Hal ini disebabkan
limpasan permukaan merupakan media pengangkut butir-butir
primer tanah
yang terdispersi dari suatu daerah, Kemampuan