Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan Daerah Aliran Sungai Bilah Di Kabupaten Labuhan Batu

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam
menunjang pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena bermanfaat
sebesar–besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Manfaat itu
dibedakan menjadi dua yaitu (1) langsung dan (2) tidak langsung. Manfaat
langsung, adalah manfaat yang dapat dirasakan/dinikmati secara langsung oleh
masyarakat sebagai pengguna huta yaitu masyarakat yang dapat menggunakan
dan memanfaatkan hasil hutan. Manfaat tidak langsung, adalah manfaat yang
tidak langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi yang dapat dirasakan adalah
keberadaan hutan itu sendiri. Adapun manfaat hutan yang secara tidak langsung
antara lain ; mengatur tata air, mencegah terjadinya erosi, penyedia oksigen, dan
beraneka manfaat lainnya (Salim, 2004).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan SK 44/Menhut-II/2005
bahwasanya

provinsi


Sumatera

Utara

memiliki

wilayah

hutan seluas

± 3.742.120 Ha. Dimana dengan rincian pembagian kawasan hutan dan luas
sebagai berikut: Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam dengan luas
± 477.070 Ha, Hutan Lindung dengan luas ± 1.297.330, Hutan Produksi Terbatas
dengan luas ± 879.270 Ha, Hutan Produksi Tetap dengan luas ± 1.035.690 Ha,
dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi dengan luas ± 52.760 Ha. Maraknya
alih fungsi kawasan menyebabkan lahan kritis di Sumatera Utara kian luas.
Hingga kini lahan kritis diperkirakan mencapai 2,4 juta hektar dan seluas 1,3 juta

Universitas Sumatera Utara


hektar di antaranya harus segera direhabilitasi karena rawan memicu berbagai
bencana (Dephut, 2005).

Berdasarkan kondisi kerusakan yang demikian luas, maka dibutuhkan
suatu penentuan sebaran dan tingkat kekritisan lahan, yang dalam hal ini
dilakukan di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Bilah, Kabupaten Labuhan
Batu. Mengingat kawasan DAS merupakan salah satu kawasan lindung kawasan
yang memiliki beragam fungsi antara lain:penyedia air bagi makhluk hidup,
pengatur siklus hidrologi, dan lain-lain.

Penentuan sebaran lahan kritis dan tingkat kekrtitisan lahan ini akan
dilakukan dengan pemetaan. Pemetaan yang dilakukan disini mengunakan Sistem
Informasi Geografis (SIG), karena menyediakan informasi dan data yang lebih
akurat untuk dianalisa yang dapat digunakan untuk pengamBilahn keputusan dan
pengelolaan sumber daya hutan dan lingkungan.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi luasan lahan
kritis dan tingkat kekritisan lahan kawasan DAS Bilahh, Kabupaten Labuhan
Batu, Provinsi Sumatera Utara.


Manfaat Penelitian
Tersedianya data lahan kritis dan peta tingkat kekritisan lahan yang terkini
guna mempermudah pihak pemeritah dan pengambil keputusan dalam
penyusunan perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan

Universitas Sumatera Utara

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI BILAH
DI KABUPATEN LABUHAN BATU

SKRIPSI

Oleh:
JANNATUL LAILA DALIMUNTHE
041202001/BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2008

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Degradasi hutan di Indonesia menjadikan lahan kritis semakin meluas. Hal ini
disebabkan oleh pengelolaan yang tidak tepat, penebangan liar, dan perambahan.
Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah salah satu upaya untuk mengatasi
masalah tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi luasan dan tingkat kekritisan lahan
Daerah Airan Sungai Bilah yang berada di Kabupaten Labuhan Batu dengan
menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian ini dilakukan pada
bulan Agustus hingga Oktober 2008, dimana pengelolaan data dan analisis data
spasial dilakukan di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Asahan –
Barumun Pematangsiantar.
Dari hasil penelitian diketahui bahwasanya untuk kawasan Daerah Aliran Sungai
Bilah di Kabupaten Labuhan Batu didominasi pada tingkat kekritisan potensial
kritis yakni 12.315,225 Ha (65,4%). Sementara itu luas lahan kritis yakni
2.564,585 Ha (13,63%) dan luas lahan sangat kritis yakni 2.390,269 Ha (12,7%).


Kata Kunci : Lahan Kritis, DAS, Analisis Spasial, GIS

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Indonesiaan forest decrease to be degraded land spaciously. It was effected by
mamanagement, illegal logging,and shifting cultivation. The activated of Forest
and Land Rehabilitation is one f mways for exceedthis problem. Besides of that
identification of destroy land veri important indication to know rehabilitation
activated.
The purpose of research for identification the width the critis level of wathershed
in Labuhan Batu with using The Geografik Information System technologi. The
research is taken in Agustus until October, which the out-put data done and
special analytic data in Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BAPDAS)
Asahan – Barumun Pematangsiantar.
The result of research we know for watershed Bilah In Kabupen Labuhan Batu
that dominatition by critids level of potential critis is that about 12.315,225 Ha
(65,64 %). Beside that total f critis area of critis that area about 2.564,585 Ha
(13,63%) and veri critis that area about 2.390,269 Ha (12,7%).

Keywords :Critical Land, Watershed, Special Analytic, GIS.

Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
Nama
NIM
Program Studi
Departemen

: Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan Daerah Aliran Sungai
Bilah Di Kabupaten Labuhan Batu
: Jannatul Laila Dalimunthe
: 041202001
: Budidaya Hutan
: Kehutanan

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

Ketua

(Dr.Delvian,S.P,M.P)
NIP. 132 299 348

Anggota

(Ir.Rosihan Noor,Dipl.F)
NIP. 710 018 572

Mengetahui ,

Ketua Departemen Kehutanan

(Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS)
NIP.132 287 853

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmad dan hidayah-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Penentuan Tingkat Keritisan Lahan Daerah Aliran Sungai Bilah Kabupaten
Labuhan Batu”.
Selesainya skripsi ini penulis tidak lupa mengucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis berharap kiranya skripsi ini bermanfaat bagi pembaca
sekalian.

Medan, Desember 2008

Penulis

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………….……………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………ii
DAFTAR DAFTAR TABEL……………………………………….…..iv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………v
PENDAHULUAN
Latar Belakang ……………………………………………………....1
Tujuan Penelitian………………………………………………..…...2
Manfaat Penelitian……………………………………………..…….2
TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi Lahan Kritis…………………………………………….….3
Defenisi Daerah Aliran Sungai………………………………….…..3
Komponen Ekosistem Daerah Aliran Sungai……………………..…4
Faktor Penyebab Kerusakan Lahan…………………………….…....4
Penetapan Lahan Kritis……………………………………….….…..5
Rehabilitasi Hutan Dan Lahan…………………………….………....8
Sistem Informasi Geografis………………………………….….…...9
Memperoleh Data Sistem Informasi Geografis……….……….…….10
Mengolah Data Sistem Informasi Geografis……………….……….10
METODE PENELITIAN
Lokasi Dan Waktu Penelitian………………………………………..11

Bahan dan Alat ……………………………………………………...11
Prosedur Penelitian…………………………………………………..12
Pengumpulan Data Primer……………………………………..12
Pengolahan Citra……………………………………………….13
Pengumpulan Data Sekunder…………………………………..12
Input Data Spasial (Parameter Dalam Analisis Lahan Kritis)…12
Data Spasial Vegetasi Permanen……………………………….13
Data Spasial Kemiringan Lahan………………………………..14
Data Spasial Tingkat Erosi……………………………………..15
Data Spasial Kriteria Manajemen………………………………16
KONDISI UMUM
Letak dan Luas……………………………………………………….23
Topografi……………………………………………………………..23
Iklim………………………………………………………………….23
Kependudukan………………………………………………………..24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan Peta Dasar……………………………………………….28
Data Base Vegetasi Permanen………………………………….29

Universitas Sumatera Utara


Input Data Spasial……………………………………………………..28
Data Spasial Vegetasi Permanen………………………………..29
Data Spasial Kemiringan Lereng………………………………..32
Data Spasial Tingkat Erosi……………………………………...35
Kriteria Manajemen……………………………………………..38
Tingkat Kekritisan Lahan……………………………….…………….38
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan…………………………………………………………..44
Saran………………………………………………………………….44
DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Klasifikasi Vegetasi Permanen dan Skoringnya Untuk
Penentuan Lahan Kritis Dengan Bobot50 % .....................................15
2. Klasifikasi Lereng dan Skoringnya Untuk
Penentuan Lahan Kritis Dengan Persen Bobot 10 %........................16
3. Klasifikasi Tingkat Erosi dan Skoringnya Untuk
Penetuan Lahan Kritis Dengan Persen Bobot 10 %..........................17
4. Klasifikasi Manajemen dan skoringnya Untuk
Penentuan lahan Kritis Dengan Bobot Skor 30 %..............................18
5. Tingkat Keritisan Lahan pada Kawasan
Lindung Diluar Kawasan Hutan.........................................................21
6. Jenis Vegetasi Permanen di DAS Bila………………………………29
7. Pengkelasan Nilai Cp dalam Penggunaan Lahan……………………30
8. Klasifikasi Vegetasi Pemanen………….. …….…………………….27
9. Klasifikasi Kemiringan Lereng……………………………………...34
10. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi……………………………………37
11. Klasifikasi Kekritisan Lahan untuk Kawasan DAS
Bila Kabupaten Labuhan Batu............................................................41

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Dialog untuk Memilih Teknik Overlay.....................................................19
2. Kriteria dan Prosedur Penetapan Lahan Kritis
Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan...............................................20
3. Bagan Alur Proses Penetapan Lahan Kritis Di Kawasan
DAS Kualuh, Kabupaten Labuhan Batu....................................................22
4. Peta Sebaran DAS dan Sub DAS
Kawasan Provinsi Sumatera Utara ..........................................................25
5. Peta Lokasi Penelitian.................................................................................26
6. Peta Kawasan Hutan Kabupaten Labuhan Batu.........................................29

6. Peta Kawasan DAS Bila Kabupaten Labuhan Batu………......................26
7. Peta Vegetasi Permanen
Kawasan DAS Bila Kabupaten Labuhan Batu……………………….…..30
8. Peta Klasifikasi Vegatasi Permanen
Kawasan DAS Bila Kabupaten Labuhan Batu……………………….…..31
9. Peta Kelas Kelerengan
Kawasan DAS Bila Kabupaten Labuhan Batu………………………..….33
10. Peta Tingkat Bahaya Erosi
Kawasan DAS Bila Kabupaten Labuhan Batu……………………….….36
11. Peta Tingkat Kekritisan Lahan
Kawasan DAS Bila Kabupaten Labuhan Batu………………………..…40

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Degradasi hutan di Indonesia menjadikan lahan kritis semakin meluas. Hal ini
disebabkan oleh pengelolaan yang tidak tepat, penebangan liar, dan perambahan.
Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah salah satu upaya untuk mengatasi
masalah tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi luasan dan tingkat kekritisan lahan
Daerah Airan Sungai Bilah yang berada di Kabupaten Labuhan Batu dengan
menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian ini dilakukan pada
bulan Agustus hingga Oktober 2008, dimana pengelolaan data dan analisis data
spasial dilakukan di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Asahan –
Barumun Pematangsiantar.
Dari hasil penelitian diketahui bahwasanya untuk kawasan Daerah Aliran Sungai
Bilah di Kabupaten Labuhan Batu didominasi pada tingkat kekritisan potensial
kritis yakni 12.315,225 Ha (65,4%). Sementara itu luas lahan kritis yakni
2.564,585 Ha (13,63%) dan luas lahan sangat kritis yakni 2.390,269 Ha (12,7%).

Kata Kunci : Lahan Kritis, DAS, Analisis Spasial, GIS

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Indonesiaan forest decrease to be degraded land spaciously. It was effected by
mamanagement, illegal logging,and shifting cultivation. The activated of Forest
and Land Rehabilitation is one f mways for exceedthis problem. Besides of that
identification of destroy land veri important indication to know rehabilitation
activated.
The purpose of research for identification the width the critis level of wathershed
in Labuhan Batu with using The Geografik Information System technologi. The
research is taken in Agustus until October, which the out-put data done and
special analytic data in Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BAPDAS)
Asahan – Barumun Pematangsiantar.
The result of research we know for watershed Bilah In Kabupen Labuhan Batu
that dominatition by critids level of potential critis is that about 12.315,225 Ha
(65,64 %). Beside that total f critis area of critis that area about 2.564,585 Ha
(13,63%) and veri critis that area about 2.390,269 Ha (12,7%).
Keywords :Critical Land, Watershed, Special Analytic, GIS.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Defenisi Lahan Kritis

Defenisi lahan kritis atau tanah kritis , adalah :
a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian,
sebagai media pengatur tata air, maupun sebagai pelindung alam
lingkungan,
b. Lahan yang tidak sesuai antara kemampuan tanah dan penggunaannya,
akibat kerusakan secara fisik, kimia, dan biologis sehingga membahayakan
fungsi hidrologis, sosial–ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi
pemukiman. Hal ini dapat menimbulkan erosi dan longsor di daerah hulu
serta terjadi sedimentasi dan banjir di daerah hilir
( Zain, 1998).

Defenisi Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS), adalah wilayah sungai yang dipisahkan dari
wilayah lain karena keadaan topografi yang berupa punggung bukit, di mana air
hujan yang jatuh dalam wilayah tersebut mengalir dan meresap menuju ke suatu
sungai dan bermuara dilaut. Disamping itu, sub DAS merupakan bagian dari DAS
di mana air hujan yang jatuh dalam wilayah tersebut mengalir meresap menuju ke
suatu anak sungai dan bermuara di sungai utama (Zain, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Komponen Ekosistem Daerah Aliran Sungai
Komponen ekosistem DAS bagian hulu umumnya dapat dipandang
sebagai suatu eksistem pedesaan. Ekosistem ini terdiri atas empat komponen
utama yaitu desa, sawah/ladang, sungai dan hutan. Komponen yang menyusun
DAS berbeda tergantung pada keadaan daerah setempat. Misalnya adanya
komponen lain seperti perkebunan, sementara di daerah pantai dijumpai adanya
komponen lingkungan hutan bakau (Asdak, 1995).

Faktor Penyebab Karusakan Lahan
Pada mulanya lahan-lahan di tanah air umumnya merupakan hutan tropika
yang subur dan lebat. Hutan yang subur itu dapat kita jumpai di mana – mana
mulai dari daerah pesisir hingga areal pegunungan. Selain sebagai sumber
diperolehnya hasil hutan yang beraneka ragam jenisnya, hutan merupakan habitat
kehidupan baik tumbuhan maupun binatang yang beranekaragam. Bertambahnya
jumlah penduduk menyebabkan bertambahnya pula kebutuhan mereka akan
barang pangan, sandang, dan papan (Rahim, 2003).

Faktor utama penyebab kerusakan lahan adalah kesalahan pengelolaan
lahan khususnya lahan pertanian di daerah hulu. Kesalahan pengelolaan lahan
umumnyan tidak mengindahkan kaidah konservasi lahan. Hal ini disebabkan
karena masyarakat belum mengetahui bahaya mengelola daerah berlereng terjal
dan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap konservasi tanah dan air.
Disamping

itu

terjadinya

lahan

kritis

karena

makin

meningkatnya

Universitas Sumatera Utara

tekanan/kebutuhan penduduk terhadap lahan, akibat pertambahan penduduk yang
cepat. Faktor penyebab lahan kritis :

- Perambahan hutan
- Penebangan liar (illegal logging)
- Kebakaran hutan
- Pemanfaatan sumberdaya hutan yang tidak berazaskan kelestarian
- Penataan zonasi kawasan belum berjalan
- Pola pengelolaan lahan tidak konservatif
- Pengalihan status lahan (berbagai kepentingan)
- Dll.

Dengan demikian, akibat yang dari lahan kritis antara lain:

- Daya resap tanah terhadap air menurun sehingga kandungan air tanah berkurang
yang mengakibatkan kekeringan pada waktu musim kemarau
- Terjadinya arus permukaan tanah pada waktu musim hujan yang mengakibatkan
bahaya banjir dan longsor
- Menurunnya kesuburan tanah, dan daya dukung lahan serta keanekaragaman
hayati (Basamalah, 2005).

Penetapan Lahan Kritis

Penetapan lahan kritis mengacu pada definisi lahan kritis yang ditetapkan
sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik sehingga kehilangan
atau berkurang fungsinya sampai pada batas toleransi. Sasaran lahan kritis adalah
lahan-lahan dengan fungsi lahan yang ada kaitannya dengan kegiatan reboisasi

Universitas Sumatera Utara

dan penghijauan, yaitu fungsi kawasan hutan lindung, fungsi kawasan lindung di
luar kawasan hutan dan fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian.

Penilaian kekritisan lahan tergantung pada fungsi lahan yaitu sebagai berikut:

a. Fungsi Kawasan Hutan Lindung

Kawasan Hutan Lindung merupakan kawasan hutan yang memiliki sifat
khas yang mampu memberikan perlindungan pada kawasan disekitarnya maupun
bawahannya sebagai pengatur tata air,pencegahan banjir dan erosi serta
pemelihara kesuburan tanah. Pada fungsi kawasan lindung, kekritisan lahan dinilai
berdasarkan keadaan penutupan lahan/penutupan tajuk pohon

(bobot 50%),

kelerengan lahan (bobot 20%), tingkat erosi (bobot 20%) dan manajemen/usaha
pengamanan lahan (bobot 10%).

b. Fungsi Kawasan Budidaya Untuk Usaha Pertanian

Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kodisi potensi, sumberdaya alam dan sumberdaya
manusia. Pada fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian, kekritisan lahan
dinilai berdasarkan produktvitas lahan yaitu rasio terhadap produksi komoditi
umum optimal pada pengelolaan tradisional (bobot 30%), kelerengan lahan (bobot
20%), Tingkat Erosi yang diukur berdasarkan tingkat hilangnya lapisan tanah,
baik untuk tanah dalam maupun untuk tanah dangkal (bobot 15%), batu-batuan
(bobot 5%) dan manajemen yaitu usaha penerapan teknologi konservasi tanah
pada setiap unit lahan

(bobot 30%).

Universitas Sumatera Utara

c. Fungsi Kawasan Lindung Di luar Kawasan Hutan

Kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumberdaya buatan. Kawasan lindung di luar kawasan hutan merupakan kawasan
yang memiliki fungsi sebagai zona pelindung daerah sekitarnya yang lebih
khusus. Seperti sempadan sungai berfungsi untuk melindungi kawasan sepanjang
kiri kanan sungai untuk mempertahankan fungsi sungai Pada fungsi kawasan
lindung di luar kawasan hutan, kekritisan lahan dinilai berdasarkan vegetasi
permanen yaitu prosentase penutupan tajuk pohon (bobot 50%), kelerengan Lahan
(bobot 10%), tingkat Erosi (bobot 10%) dan manajemen (bobot 30%) ( Dephut,
2002).

Rumus fungsi untuk penentuan kekritisan lahan kritis di kawasan lindung di luar
kawasan hutan :

LK

: [ a (50) + b (10) + c (10)+d (30) ]

Dimana ;

a = Faktor penutupan lahan / vegetasi
b = Faktor kemiriringan lahan
c = Faktor bahaya erosi
d = Faktor manajemen
50, 10, 10, 30 = merupakan konstanta dari nilai skoring.

Universitas Sumatera Utara

Rehabilitasi Hutan Dan Lahan

Pada tanggal 31 Januari 2001 dikeluarkan SK Menhut No. 20/KptsII/2001, tanggal 31 Januari 2001 tentang standar dan kriteria rehabilitasi hutan dan
lahan yang merupakan acuan dari seluruh pihak untuk melaksanakan kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan secara terpadu dan berkelanjutan. Tujuan rehabilitasi
hutan dan lahan seperti tesebut pada SK Menhut adalah terpilihnya sumberdaya
hutan dan lahan yang rusak sehingga berfungsi optimal yang dapat memberikan
manfaat bagi seluruh pihak, menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air DAS
dan mendukung kelangsungan pembangunan kehutanan (Dephut, 2001).

Usaha rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dititikberatkan pada usaha
yang dapat merangsang partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kemampuan
mengolah tanah beserta upaya pelestarian tanah yang digarap atau dimilikinya.
Reboisasi atau rehabilitasi hutan lindung bertujuan untuk menghutankan kembali
kawasan hutan lindung kritis di wilayah daerah aliran sungai (DAS) yang
dilaksanakan bersama masyarakat secara partisipatif. Kepastian ini merupakan
prioritas karena sesuai dengan fungsinya. Kegiatan utamanya adalah penanaman
kawasan hutan lindung dengan tanaman hutan dan tanaman kehidupan yang
bermanfaat yang dilaksanakan secara partisipatif oleh masyarakat setempat.
Penanaman ini bertujuan untuk meningkatkan tingkat penutupan lahan yang
optimal sekaligus memberikan manfaat bagi masyarakat setempat, sehingga
tercipta keharmonisan antara fungsi hutan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Konservasi tanah adalah upaya mempertahankan atau memperbaiki daya guna
lahan termasuk kesuburan tanah. Tujuan konservasi tanah yakni meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

fungsi lahan secara optimal dalam unit DAS sebagai satuan hidrologis, yang
mempunyai fungsi perlindungan untuk tata air serta media produksi, dan
pemeliharaan lingkungan hidup. Peranannya sangat penting dalam rangka
memelihara kesuburan tanah dan tata air (Zain, 1998).

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG), merupakan suatu sistem (berbasis
komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi–
informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan
menganalisis objek–objek dan fenomena–fenomena dimana lokasi geografis
merupakan karekteristik yang penting atau kritis untuk dianalisa. Dengan
demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan
berikut dalam menangani data yang bereferensi geografis : (a) masukan,
(b) keluaran, (c) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data),
(d) analisis dan manipulasi data (Aronoff,1989).

Data SIG dibagi menjadi dua macam, yakni data grafis dan data atribut
atau tabular. Data grafis adalah data yang menggambarkan bentuk atau
kenampakan objek di permukaan bumi. Sedangkan data tabular adalah data
deskriptif yang menyatakan nilai data grafis tersebut (Wayan, 2005).

Secara teknis SIG mengorganisasikan dan memanfaatkan data dari peta
digital yang tersimpan dalam basis data. Dalam SIG, dunia nyata dijabarkan
dalam peta digital yang mengambarkan posisi dari ruang (Space) dan klasifikasi,
atribut data dan hubungan antar item data. Kerincian data SIG ditentukan oleh

Universitas Sumatera Utara

besarnya

satuan pemetaan terkecil yang

terhimpun dalam

basis data

(Budiyanto, 2002).

Memperoleh Data Sistem Informasi Geografis

Sumber data digital dapat berupa citra satelit atau data foto udara yang
terdigitasi (scanning). Data lain dapat berupa peta besar terdigitasi. Citra satelit
yang berasal dari satelit Landsat TM merupakan contoh data citra digital dengan
format raster. Foto udara digital dan citra satelit digunakan secara saling
melengkapi. Masing – masing sumber data tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan, terutama kerician dan luasan data yang diperoleh. Dengan demikian ,
pemanfaatan kedua jenis data tersebut secara saling melengkapi sangatlah
menguntungan (Budiyanto, 2002).

Mengolah Data Sistem Informasi Geografis

Prinsip mengolah data dalam SIG secara sederhana dapat digambarkan
dengan sebuah cara overlay beberapa peta berwarna yang tergambar pada kertas
transparansi di atas sebuah overhead projektor (OHP). Dalam mengolah digital
SIG, masing–masing satuan pemetaan memiliki bobot tertentu. Pembobotan ini
dilakukan dengan skoring.

Pada penelitian ini data didapat dari pihak BPDAS Asahan Barumun
dalam bentuk bentuk raster dan projection. Data projection yang dalam bentuk
geografis kemudian di ubah kedalam bentuk UTM untuk diproses selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bilah,
Kabupaten Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya proses
pengolahan data hasil penelitian dilakukan di Balai Pengololahan Daerah Aliran
Sungai (BPDAS) Asahan Barumun, Pematang Siantar, Provinsi Sumatera Utara
dan yang dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2008.

Bahan dan Alat

Bahan
Adapun bahan yang dipergunakan antara lain :
1. Peta digital penunjukan kawasan hutan yang sudah ditetapkan dengan
SK Menteri Kehutanan No. 44 / Menhut – II / 2005, tentang penunjukan
Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sumatera Utara
2. Citra satelit (Landsat TM) Kabupaten Labuhan Batu, tahun 2007
3. Peta digital DAS Sumatera Utara
4. Peta digital administrasi Kabupaten Labuhan Batu
5. Peta digital kemiringan lahan Kabupaten Labuhan Batu
6. Peta digital bahaya erosi
7. Peta Vegetasi Permanen
8. Data Curah Hujan

Universitas Sumatera Utara

Alat
Alat yang akan dipergunakan antara lain Perangkat Komputer bersama
dengan perangkat lunaknya (software) ArcView , dan Printer untuk mencetak
peta. Alat lainya yang digunakan dilapangan antara lain GPS (Global Posisition
System) , kamera digital, kalkulator dan alat tulis.

Prosedur Penelitian

Pengumpulan Data Primer
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan jenis data spasial
digital berupa data yang berbentuk peta digital. Data spasial lahan kritis diperoleh
dari hasil analisis terhadap beberapa data spasial yang merupakan parameter
penentu kekritisan lahan.
Selain data mengenai kondisi penutupan lahan ini, dalam kegiatan ground
check/peninjauan lapangan ini juga didapatkan informasi lain mengnenai
bagaimana tingkat bahaya erosi di lapangan, seperti ada tidaknya kenampakan
erosi aktual seperti erosi lembar (sheet erosion), erosi parit (rill erosion), erosi
lembah (gully erosion), rayapan tanah (soil creep), bahkan tanah longsor (land
slide). Disamping itu

juga untuk mengetahui tingkat manajemen/usaha

pengolahan lahan dan teknologi konservasi tanahnya.

Universitas Sumatera Utara

Pengolahan Citra
Citra landsat yang meliputi sebagian wilayah Kabupaten Labuhan Batu
yang dipergunakan adalah citra Landsat true colour,yaitu hasil kombinasi dari
band 542 yaitu band merah (red), hijau (green), dan biru (blue). Selanjutnya Citra
Landsat yang berupa raster, diinterpretasi untuk mengetahui prosentase penutupan
lahan pada lokasi penelitian. Dalam intepretasi dilakukan secara on screen yaitu
penampakan langsung dari layar komputer dan dilakukan pemilihan terhadap
unsur interpretasi yaitu; rona,warna,tekstur dan pola.

Pengumpulan Data Sekunder
Proses pengumpulan data sekunder parameter lahan kritis ini dilakukan
dengan cara studi pustaka yaitu mencari berbagai informasi dari literatur,
peraturan-peraturan pemerintah, dan lain-lain. Kajian literatur ini perlu dilakukan
karena kenyataannya keberadaan lahan kritis tidak hanya terkait dengan aspek
biofisik, namun juga berkaitan dengan aspek legal, seperti status kawasan hutan,
dan lain-lain. Studi pustaka ini juga penting dilakukan agar kegiatan penyusunan
lahan kritis ini tetap mengikuti kaidah-kaidah ilmiah dari disiplin ilmu yang
relevan dengan kajian lahan kritis ini seperti ilmu tanah, geomorfologi, geologi,
dan lain-lain. Dalam pengumpulan data sekunder ini, juga dikumpulkan peta
topografi dan peta-pata tematik yang merupakan masukan dalam analisis
keruangan lahan kritis.

Universitas Sumatera Utara

Input Data Spasial ( Parameter Dalam Analisis Lahan Kritis )
Parameter penentu kekritisan lahan berdasarkan SK Dirjen Reboisasi Dan
Rehabilitasi Lahan (RRL) No. 041 / Kpts / V / 1998 meliputi :








Kondisi vegetasi permanen
Kemiringn lereng
Tingkat bahaya erosi , dan
Kondisi pengelolaan (manajemen).
Penyusunan data spasial ini dapat dilakukan Bilah ke empat unsur diatas

telah lengkap dan disusun terlebih dahulu. Data spasial untuk masing – masing
parameter harus di buat dengan standar tertentu guna mempermudah dalam proses
analisis spasial untuk menentukan lahan kritis. Standar data spasial untuk
masing –masing parameter meliputi kesamaan dalam sistem proyeksi dan sistem
koordinat yang digunakan serta kesamaan atributnya.

Data Spasial Vegetasi Permanen
Informasi mengenai vegetasi permanen diperoleh dari hasil interpretasi
citra satelit yang meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS) Bilah. Dalam penentuan
tingkat kekritisan lahan, parameter liputan lahan mempunyai bobot

50 %,

sehingga nilai skor untuk parameter ini merupakan perkalian dengan bobot
(skor x 50).
Menurut SK Dirjen RRL No. 041/ KPTS / 1998, pengkelasan untuk
menentukan kelas liputan lahan ditentukan berdasarkan nilai Indeks penutupan
Vegetasi (C) dan Indeks pengolahan lahan atau tindakan konservasi tanah (P)
dapat digabung menjadi faktor Crops Practice (Cp) masing–masing penggunaan

Universitas Sumatera Utara

lahan. Akan tetapi klasifikasi vegetasi permanen dan skor untuk masing–masing
kelas dilakukan dengan membuat range/jarak untuk nilai Cp tertinggi sampai
terendah yang terdapat di areal penelitian, pengkelasan tersebut ditunjukkan pada
tabel berikut.
Tabel 1. Klasifikasi Vegetasi Permanen dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan
Kritis Dengan Persen Bobot 50 %
Kelas
Sangat Baik
Baik
Sedang
Buruk
Sangat Buruk

Kriteria CP
0,01-0028
0,028-0,046
0,046-0,064
0,064-0,082
0,082-0,1

Skor
5
4
3
2
1

Skor X Bobot
250
200
150
100
50

Sumber : SK Dirjen RRL No. 041 / Kpts V / 1998

Data Spasial Kemiringan Lahan

Kemiringan lereng merupakan perbandingan antara perbedaan tinggi
(jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Data spasial kemiringan
lereng dapat disusun dari hasil pengolahan data ketinggian (garis kontur) dengan
bersumber pada peta topografi atau peta rupa bumi. Pengolahan data kontur untuk
menghasilkan informasi kemiringan lereng dapat dilakukan dengan manual
maupun dengan bantuan komputer.
Tabel 2. Klasifikasi Lereng dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis
Dengan Persen Bobot 10 %.

Kelas
Kriteria Kemiringan Lereng (%)
Datar
40

Skor
5
4
3
2
1

Skor X Bobot
50
40
30
20
10

Sumber : SK Dirjen RRL No. 041 / Kpts V / 1998

Universitas Sumatera Utara

Data Spasial Tingkat Erosi
Data spasial tingkat erosi diperoleh dari data spasial sistem lahan (land
system). Berdasarkan SK Dirjen RRL No 041/Kpts/V/1998 Klasifikasi Tingkat
Erosi dan skor untuk masing-masing kelas tingkat erosi ditunjukkan pada tabel
berikut.
Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Erosi dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis
Dengan Persen Bobot 10 %.
Kelas

Kriteria Tingkat Erosi

Skor

Tanah dalam :
25% lapisan tanah atas hilang dan/erosi alur pada jarak 20-50 m
Tanah dangkal :
< 25% lapisan tanah atas hilang dan/erosi alur
pada jarak >50 m
Sedang
Tanah dalam :
25-75% lapisan tanah atas hilang dan/erosi alur
pada jarak kurang dari 20 m
Tanah dangkal :
25-75% lapisan tanah atas hilang dan/erosi lur pada jarak 20-50 m
Berat Tanah dalam :
Lebih dari 75% lapisan tanah atas hilang dan/erosi
parit pada jarak 20-50 m
Tanah dangkal :
50-75% lapisan tanah atas hilang .
Sangat Tanah dalam :
Berat
Semua lapisan tanah atas hilang >25% lapisan bawah
dan/atau erosi parit dengan
kedalaman sedang pada jarak kurang dari 20 m
Tanah dangkal :
>75% lapisan tanah atas telah hilang, sebagian
lapisan tanah bawah telah tererosi.
Sumber : SK Dirjen RRL No. 041 / Kpts V / 1998

Skor X Bobot

Ringan

5

50

4

40

3

30

2

20

Data Spasial Kriteria Manajemen
Manajemen merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk
menilai kekritisan lahan di kawasan lindung, yang dinilai berdasarkan
kelengkapan aspek pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan
hutan,pengamanan dan pengawasan serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan.

Universitas Sumatera Utara

Data tersebut diperoleh melalui checking lapangan dengan sistem sampling. Data
hasil survey tersebut diolah untuk dijadikan sebagai updating data yang sudah ada.
Sesuai dengan karakternya, data tersebut juga merupakan data atribut. Seperti
halnya dengan kriteria produktivitas, manajemen pada prinsipnya merupakan data
atribut yang berisi informasi mangenai aspek manajemen.
Untuk kondisi manajemen diluar kawasan hutan lindung, penilaian
dilakukan secara kualitatif selama cek lapangan. Dari hasil pengamatan
dilapangan, secara umum praktek konservasi tanah sesuai dengan petunjuk
pelaksanaan konservasi tanah.
Tabel 4. Klasifikasi Manejemen dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis
Dengan Bobot Skor 30 %
Kelas
Baik
Sedang
Buruk

Kriteria
Lengkap *)
Tidak Lengkap
Tidak Ada

Sumber : SK Dirjen RRL No. 041 / Kpts V / 1998

Skor
5
3
1

Skor X Bobot
150
90
30

*) : Tata batas kawasan ada
Pengamanan pengawasan ada
Penyuluhan dilaksanakan

Analisis Spasial
Secara teknis, proses analisis spasial untuk penentuan lahan kritis dengan
bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) sofware GIS dapat
dilakukan dengan bantuan ekstensi Geoprocessing . Uraian secara tahapan
tersebut adalah sebagai berikut : Tumpang susun (overlay) data Spasial. Dengan
menggunakan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) sofware
GIS dapat dilakukan overlay. Sofwarare tambahan (extension ) Geoprocessing
yang terintegrasi dalam sofwarare GIS sangat berperan dalam proses ini. Didalam

Universitas Sumatera Utara

extension terdapat beberapa asilitas overlay dan fasilitas lainya seperti :
unin,dissolve,merger,intersect,clip,assign.
Keempat data spasial dilakukan dengan cara oveylay (tumpang susun)
dengan bantuan Sofware SIG (Sistem Informasi Geografis). Berikut gambaran
teknik memilih untuk teknik overlay (tumpang susun) yang terdapat dalam
exteinsion software SIG.

Gambar 1. Kotak Dialog untuk Memilih Teknik Overlay
Proses overlay ini dilakukan dengan secara bertahap dengan urutan mulai
dari overlay theme vegetasi dengan kelas kemiringan lereng kemudian hasil
overlay tersebut di overlay kan lagi dengan theme erosi. Proses ini dilakukan
untuk theme–theme berikutnya dengan cara yang sama.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Kriteria dan prosedur penetapan Lahan Kritis Kawasan
Lindung di Luar Kawasan Hutan
Setelah dilakukan proses overlay dilakukan terhadap variabel peubah yang
mempengaruhi tingkat kekritisan lahan, maka dapat dirumuskan fungsi untuk
penentuan kekritisan lahan adalah sebagai berikut :
Rumus fungsi untuk penentuan kekritisan lahan kritis dikawasan Lindung Diluar
Kawasan Hutan :
LK = [ a (50) + b (10) + c (10) + d (30) ]
Dimana ;
a = Faktor penutupan lahan / vegetasi
b = Faktor kemiringan lahan

Universitas Sumatera Utara

c = Faktor bahaya erosi
d = Faktor Manajemen
50, 10, 10, 30 = merupakan konstanta dari nilai skorsing
Dari hasil perhitungan maka akan didapat tingkat kekritisan lahan dan
disesuaikan tingkatannya berdasarkan tabel berikut.

Tabel 5. Tingkat Keritisan Lahan Pada Kawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan
Tingkat Kekritisan Lahan
Sangat Kritis
Kritis
Agak Kritis
Potensial Kritis
Tidak Kritis

Total Skor
110 – 200
201 – 275
276 – 350
351 – 425
426 – 500

Sumber : SK Dirjen RRL No. 041 / Kpts V / 1998

Hasil akhirnya akan didapatkan luasan lahan kritis dan tingkat kekritisan
lahan, yang kemudiaan akan analisa kembali tingkat kekritisan lahan tersebut
untuk menentukan kegiatan rehabilitasi atau restorasi yang sesuai untuk areal
tersebut .

Universitas Sumatera Utara

Pengumpulan Data
Primer

Intrepetasi Citra

Pengumpulan Data
Sekunder

Data Spasial
Vegetasi
Permanen

Data Spasial
Kemiringan
Lahan

Data Spasial
Tingkat Erosi

Data Spasial
Kriteria Manajemen

Peta
Vegetasi
Permanen

Peta Kemiringan
Lahan

Peta
Tingkat Erosi

Peta
Kriteria Manajemen

Overlay

Kelompok
sebaran Lahan
Kritis di kawasan
DAS Kualuh

Analisis
Data luas lahan kritis
kawasan DAS

Peta lahan krtitis kawasan
DAS

Ground Check

Data luas lahan
Kritis Kawasan
DAS

Peta lahan Kritis
Kawasan DAS

Gambar 3. Bagan Alur Proses Penentuan Lahan Kritis di Kawasan
DAS Bilah, Kabupaten Labuhan Batu

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGELOLAAN PETA DASAR
Dalam penelitian ini data-data dasar yang dipergunakan adalah berupa data
digital yang dipergunakan oleh Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BPDAS) Asahan Barumun, Pematang Siantar. Dengan demikian dukungan data
yang diberikan membantu dalam proses analisis guna mendapatkan informasi
yang lebih akurat.
Peta dasar yang dipakai merupakan hasil dari turunan dari beberapa peta
dasar antara lain; pata dasar kawasan Administrasi Kabupaten Labuhan Batu,peta
DAS Bila, kondisi tutupan lahan atau vegetasi, peta kelerengan dan peta tingkat
bahaya erosi dan peta kondisi pengelolaan kawasan (manajemen). Peta-peta dasar
ini yang kemudian dipotong sesuai dengan wilayah kerja yang akan dianalisis,
gunanya untuk lebih memprioritaskan wilayah kerja dan mempermudah
penganalisaan.
Peta dasar yang terkumpul dari dari BPDAS Asahan Barumun, Pematang
Siantar masih dalam satuan DAS, dimana DAS Bilah melintasi empat Kabupaten
yakni, Tapanuli Selatan, Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Labuhan Batu.
Sebagai langkah awal memisah kawasan DAS Bilah yang melintasi Kabupaten
Labuhan Batu dengan cara penumpangtindihan (overlay) peta DAS Bilah dengan
peta administrasi Kabupaten Labuhan Batu . Selanjutnya untuk mendapatkan peta
tingkat kekritisan lahan menumpangtindihkan kembali peta DAS Bilah yang
sudah didapat dengan seluruh parameter penentu lahan kritis.

Universitas Sumatera Utara

Data Base Vegetasi Permanen
Dari data base vegetasi pemanen yang diperoleh dari hasil interpretasi
secara visual. Analisis visual merupakan kegiatan untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi fenomena permukaan bumi berupa penutupan lahan yang
tampak pada citra. Pemilihan metode dalam interpretasi ini selain sederhana juga
membantu interpreter juga mengatasi keterbatasan bahan yang akan diolah.
Citra yang digunakan adalah Citra landsat TM 2007 dengan menggunakan
kombinasi band 452 (false color), hal ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
tentang penutupan lahan/liputan lahan. Peta penggunaan lahan hasil interpretasi di
DAS Bila dapat dilihat pada gambar berikut.
Daerah Aliran Sungai Bila melintasi dua Kecamatan yang ada di
Kabupaten Labuhan Batu yakni Kecamatan Aek Natas dengan luas kawasan dan
Kecamatan NA IX-X dengan luas DAS 18.806,587 Ha. Dengan demikian luas
keseluruhan DAS Bila yang melintasi Kabupaten Labuhan Batu adalah
± 18.806,587 Ha.
Kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui SK
No.44/Menhut-II/2005 tentang penunjukan fungsi kawasan hutan Provinsi
Sumatera Utara bahwasanya kawasan DAS Bilah di Kabupaten Labuhan Batu
masuk dalam fungsi kawasan Hutan Lindung (HL) dan Hutan Produksi Terbatas
(HPT). Berdasarkan peta penunukan fungsi kawasan hutan didapat bahwasanya
luas untuk fungsi kawasan Hutan Lindung ± 11.272,052 Ha dan fungsi kawasan
Hutan Produksi Terbatas ± 7.534,535 Ha.

Universitas Sumatera Utara

INPUT DATA SPASIAL (PARAMETER LAHAN KRITIS)

Data Spasial Vegetasi Permanen
Kondisi penutupan lahan dinilai berdasarkan prosentase penutupan tajuk
pohon dan diklasifikasikan menjadi lima kelas. Masing-masing kelas penutupan
lahan selanjutnya diberi skor untuk penentuan lahan kritis yakni dengan
berdasarka SK Dirjen RRL No.041/Kpts/V/1998. Dalam penentuan nilai
penutupan lahan, pengklasifikasian berdasarkan dengan nilai Indeks penutupan
vegetasi (C) dan Indeks pengolahan lahan atau tindakan konservasi (P), dan
kemudian yang lebih dikenal dengan faktor Crops Practice (Cp) setelah dilakukan
pengabungan. Pengkelasan nilai Cp dari masing-masing jenis penggunaan lahan
akan digunaka sebagi salah satu parameter penentu tingkat kekritisan lahan.

Kondisi vegetasi permanen pada DAS Bila menunjukkan ada tiga jenis
vegetasi yakni Hutan Lahan Kering Sekunder, Belukar dan Pertanian Lahan
Kering Campur Semak . Hutan Lahan Kering Sekunder mendominasi penutupan
lahan pada DAS Bila dengan total luasan ± 13.840,530 Ha.
Tabel 6. Jenis Vegetasi Permanen

JenisPenggunaan Lahan
Belukar
Hutan Lahan Kering Sekunder
Pertanian Lahan Kering Campur Semak

Luas (Ha)
HL
HPT
826,941 1.612,472
7.918,476 5.922,054
2.522,865 -

Luas (%)
HL
HPT
7,34 21,40
70,27 78,60
22,42 -

Sumber ; Hasil Tabulasi

Vegetasi permanen merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam
analisa spasial lahan kritis, ditunjukkan dari bobot 50 %. Dalam analisa, vegetasi

Universitas Sumatera Utara

permanen dalam fungsi kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas
untuk masing – masing kelas ditunjukkan pada tabel berikut;
Tabel 7. Pengkelasan Nila CP

Kelas
Hutan Lahan Kering Sekunder
Pertanian Lahan Kering Campur Semak
Belukar

Nilai Cp
0,0060
0,0795
0,1

Kelas
Sangat Baik
Buruk
Sangat Buruk

Sumber ; SK Dirjen RRL No. 041 / Kpts V / 1998

Tabel 8 . Klasifikasi Vegetasi Permanen

JenisPenggunaan Lahan
Sangat Baik
Buruk
Sangat Buruk

Luas (Ha)
HL
HPT
7.918,476 5.922,054
2.522,865 826,941 1.612,472

Skor
5
2
1

Luas (%)
HL
HPT
70,27 78,60
22,42 21,40
7,34

Sumber ; Hasil Tabulasi

Data Spasial Kemiringan Lereng
Kemiringan dan panjang lereng merupakan dua unsur yang sangat penting
dalam penentuan tingkat kekritisan lahan karena akan berpengaruh pada laju
limpasan permukaan (run off) dan tingkat bahaya erosi. Kemiringan lereng adalah
perbandingan tinggi (jarak vertikal) dengan jarak mendatarnya. Kemiringan lereng
dinyatakan dalam % (persen) dan

O

(derajat). Data spasial kemiringan lereng

merupakan hasil dari penyusunan data ketinggian garis kontur dengan bersumber
dari peta rupabumi atau topografi. Pengolahan untuk menghasilkan informasi
kelerengan yang berasal dari data kontur dapat dilakukan secara manual atau
dengan bantuan komputer apabila sudah dalam format digital. Berdasarkan hasil
pengolahan data kontur yang dilakukan oleh BPDAS Asahan Barumun, Pematang
Siantar, pengklasifikasian kemiringan lereng DAS Bilah dapat dilihat pada tabel
berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 9. Klasifikasi Kemiringan Lereng

Klasifikasi
0-8 %
8-15%
15-25%
25-40%
>40%

Luas (Ha)
HL
HPT
6,028
1.988,633
920,943
903,234
490,081
3.089,916
2.738,407
5.257,082
3.394,481

Luas (%)
HL
HPT
0,05
17,67
12,20
8,02
6,49
27,53
36,29
46,73
45,02

Sumber ; Hasil Tabulasi

Berdasarkan gambar klasifikasi kemiringan lerengan yang ditampilkan
dalam maka didapat sebaran lahan dan luasan berdasarkan kelas kelerengan.
Pengklasifikasian lahan berdasarkan kelerengan bertujuan untuk penentuan arah
fungsi lahan.
Faktor kelerengan mempunyai peran yang penting dalam penentuan
tingkat kekritisan lahan. Keterkaitannya akan berdampak pada tingkat bahaya
erosi. Semakin curam lereng maka akan memperbesar laju run off, selain itu
dengan semakin miringnya lereng akan memberikan potensi yang besar untuk
terkikis

butiran tanah terpercik

dikarenakan energi kinetik hujan. Dengan

demikian lereng permukaan tanah makin curam maka kemungkinan erosi akan
lebih persatuan luas.
Dari hasil yang didapat bahwasanya kawasan DAS Bilah di dominasi
dengan kelerengan sangat curam (>40%) dengan total luas kawasan 6.701,968 Ha
(88,95%). Ini menjadikan sangat potensial untuk terjadi erosi, disamping kawasan
DAS Bila vegetasi permanen hanya ada dua jenis vegetasi yakni hutan lahan
kering sekunder dan belukar. Menjadi potensi besar untuk terjadi erosi dan dan
kekritisan lahan.

Universitas Sumatera Utara

Data Spasial Tingkat Erosi

Erosi dapat juga disebut pengikisan tanah atau kelongsoran bagian-bagian
tanah dai suatu tempat ketempat lain yang diangkut oleh air maupun angin yang
berlangsung baik secara alami maupun maupun karena tindakan/perbuatan
manusia. Erosi menebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk
perumbuhan tanaman serta kurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan
menahan air. Secara umum, terjadinya erosi ditentukan oleh faktor –faktor
iklim(terutama intensitas curah hujan), topografi, karakterstik tanah, vegetasi
penutup tanah, tata guna lahan.
Data spasial tingkat erosi diperoleh dari pengolahan data spasial system
lahan (Land system). Setiap poligon (unit pemetaan) land system mempunyai data
atribut yang salah satunya berisikan tentang informasi bahaya erosi. Tingkat erosi
suatu lahan dalam penentuan lahan kritis di bedakan menjadi 4 kelas yaitu, ringan,
sedang, berat dan sangat berat.
Data spasial tingkat erosi diperoleh dari pengolahan data spasial sistem
lahan. Namun jika tidak didapati informasi tentang bahaya erosi pada data spasial
sistem lahan maka dilakukan overlay (tumpang susun) data teksrtur tanah (pada
peta sistem lahan), kelas lereng, curah hujan, dan tutupan lahan.
Dari hasil pengolahan peta maka didapat luasan tingkat bahaya erosi pada
kawasan DAS Bilah. Berikut tabel tabulasi tingkat tingkat bahaya erosi serta
luasan.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 10 .Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi
Luas (Ha)
Tingkat Bahaya Erosi
HL
HPT
Sangat Ringan
Ringan
3.182,457
2.119,750
Sedang
3.472,782
Berat
5.739,466
713,811
Sangat Berat
2.331,97
1.237,569

Luas (%)
HL
28,27
50,99
20,74

HPT
28,09
46,03
9,46
16,42

Sumber ; Hasil Tabulasi

Berdasarkan hasil tabulasi yang tingkat bahaya erosi pada kawasan DAS
Bilah dalam fungsi kawasan Hutan Lindung didominasi tingkat bahaya erosi berat
dengan luasan 5.739,466 Ha dan untuk fungsi kawasan Hutan Produksi Terbatas
tingkat bahaya erosi diominasi pada tingkatan sedang dengan luasan 3.472,782
Ha. Seperti yang sebelumnya bahwasanya faktor topografi atau kemiringan lereng
merupakan salah satu penyebab terjadinya erosi.

Kriteria Manajemen
Perolehan data kriteria manajemen dilakukan dengan pengecekan lapangan
yang digunakan sebagai updating data yang sudah ada. Sesuai dengan
karakternya , data yang dihasilkan berupa data atribut. Manajemen pada
prinsipnya merupakan data atribut yang berisi mengenai informasi mengenai
aspek manajemen.
Berdasarkan informasi yang didapat mengenai manajemen kawasan DAS
Bila dari BPDAS Asahan Barumun, Pematang Siantar yang dalam hal ini lembaga
pengelola DAS Bila, bahwasanya pengelolaan DAS Bila tergolong sedang atau
dalam besarannya tidak lengkap. Ditandai degan tidak lengkapnya kegiatan
praktek konservasi tanah yang sesuai dengan petunjuk pelaksanaan konservasi

Universitas Sumatera Utara

tanah. Skor yang diberikan adalah 3 karena dalam kategori sedang dan kemudian
dikalikan dengan skor kriteria manajemen yakni 30.

TINGKAT KEKRITISAN LAHAN

Lahan kritis menurut Direktorat Rehabilitasi dan Reboisasi lahan Kritis
(1997) merupakan lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan
atau kekurangan fungsinya sampai pada batas yang ditentukan/ diharapkan. Lahan
kritis dapat dinilai dari segi fungsi lahannya atau produktvitasnya. Namun secara
umum penilaian lahan kritis dapat dilihat dari keadaan gundul, terkesan
gersang,dan bahkan munculnya batuan dipermukaan tanah,topograpi lahan pada
umumnya berbukit dan berlereng curam (Mahfuzd,2001). Pada lahan kritis yang
menjadi permasalahan utama adalah lahan yang mudah tererosi,tanah bereaksi
masam dan miskin unsur hara.
Berdasarkan

data

peta

prosentase

penutupan

lahan

(vegatasi

permanen),tingkat bahaya erosi, faktor kelerengan serta manajemen dimana
keempat faktor ini ditupangtindihkan (overlay).Peta dibuat tidak hanya didalam
kawasan hutan, tetapi juga diluar kawasan hutan termasuk kawasan budidaya
kehutanan dan budidaya pertanian.
Tabel 11 .Klasifikasi Kekritisan Lahan untuk Kawasan DAS Kabupaten Labuhan
Batu
Luas (Ha)
Luas (%)
Tingkat Kekritisan Lahan
HL
HPT
HL
HPT
Sangat Kritis
777,799
1612,470
6,91
21,37
Kritis
2.564,585 22,78
Agak Kritis
Potensial Kritis
6.927,267 5.387,958
61,55
71,42
Tidak Kritis
984,262
543,484
8,76
7,21
Sumber ; Hasil Tabulasi

Universitas Sumatera Utara

Grafik Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan DAS Bilah
Kabupaten Labuhan Batu
7000
6000
5000
4000
Luas (Ha)
3000
2000
1000
0

HL
HPT
Sangat Kritis
Kritis

Agak Potensial Tidak
Kritis Kritis Kritis

Tingkat Kekritisan Lahan

Gambar 4. Grafik Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan DAS Bilah Kabupaten
Labuhan Batu

Berdasarkan hasil dari tabulasi parameter-parameter penentuan tingkat
kekritisan lahan didapat bahwasanya pada kawasan DAS Bilah dalam fungsi
kawasan Hutan Lindung tingkat kekritisan lahannya yang dominan berada pada
kelas potensial kritis dengan luasan 6.927,627 Ha dan dalam fungsi kawasan
Hutan Produksi Terbatas dominan pada kelas potensial kritis juga, dengan luas
kawasan 5.387,958 Ha.
Lahan potensial kritis merupakan lahan yang tidak termasuk dalam
kategori kritis. Lahan ini masih dapat dipergunakan untuk lahan pertanian ditandai
dengan masih adanya lapisan tanah yang produktif, walaupun sudah terjadi erosi
dengan tingkat yang rendah. Lahan ini akan menjadi kritis salah satu faktor
penyebab kekritisan lahan meningkat kearah yang lebih buruk.
Faktor utama terjadinya kerusakan lahan adalah adalah kesalahan dalam
pengolahan lahan. Kesalahan umumnya terjadi karena tidak mengindahkan kaidah

Universitas Sumatera Utara

konservasi tanah dalam pengolahannya. Hal ini umumnya karena masyarakat
belum mengetahui baha