1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia pada saat ini telah, sedang dan akan memasuki era perdagangan bebas. Era perdagangan bebas untuk kawasan Asia Tenggara atau AFTA Asean
Free Trade Area tahun 2003, era persaingan tenaga kerja secara bebas untuk kawasan Asia Tenggara atau AFLA Asean Free Labour Area tahun 2010, dan
era kerja sama ekonomi kawasan asia pasifik atau APEC Asia Pasific Economic Cooperation tahun 2020.
Era perdagangan bebas merubah kurikulum SMK yang semula menggunakan pendekatan berbasis mata pelajaran subjek matter, mulai
disesuaikan menjadi kurikulum yang berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Dalam perkembangannya kurikulum berbasis kompetensi dievaluasi
dan direvisi menjadi kurikulum SMK tahun 2004, yang kemudian pada tahun 2006 diimplementasikan melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP
yang digunakan sampai sekarang. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan sekolah. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, standar kompetensi lulusan, struktur dan muatan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus Implementasi KTSP SMK, 2008:37. Kurikulum ini pada dasarnya kurikulum
berbasis kompetensi yang bersifat otonom dimana pemerintah pusat hanya
memberikan rambu-rambu berupa kompetensi, kompetensi dasar, dan kriteria kinerja, sedangkan selebihnya diserahkan kepada guru dan sekolah sesuai dengan
tingkat dan jenjang pendidikan di daerahnya masing-masing. Kurikulum ini merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang mengorientasikan siswa kepada
pencapaian standar kompetensi yang sudah ditetapkan. Melalui implementasi kurikulum ini diharapkan akan memperkecil bahkan meniadakan kesenjangan
antara tuntutan kompetensi di industri dengan penguasaan kompetensi yang dimiliki siswa. Pencapaian standar kompetensi siswa diharapkan berbanding lurus
dengan kemampuan pekerja di industri. Pencapaian kompetensi siswa melalui proses pembelajaran praktikum
dipengaruhi banyak faktor diantaranya sarana praktikum workshop, guru guru, waktu praktikum, metode pengajaran, kemandirian siswa dan yang lainnya.
Faktor-faktor tersebut terkadang menjadi hambatan untuk siswa dalam mencapai kompetensi yang diinginkannya. Selain sarana praktikum yang harus sesuai
standar sarana prasarana PP192005, pemilihan model pembelajaran oleh guru juga menentukan dalam pencapaian kompetensi siswa. Model pembelajaran apa
yang seharusnya digunakan untuk pencapaian pengetahuan yang bersifat deklaratif dan model pembelajaran apa yang digunakan untuk pencapain
pengetahuan yang bersifat prosedural procedural knowledge. Ketidaktepatan dalam memilih model pembelajaran bisa menyebabkan waktu pencapaian
kompetensi menjadi lebih lama, bahkan tidak tercapainya kompetensi yang diinginkan karena terbatas oleh kalender pendidikan sekolah. Hambatan seperti ini
yang biasanya muncul dalam pembelajaran praktikum di SMK-SMK.
Hasil penelitian pendahuluan di SMK-SMK dengan Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan di Kota Bandung menunjukan bahwa siswa kelas XI pada
Mata Pelajaran Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Bubut masih terdapat beberapa siswa 46 yang belum mencapai standar kompetensi minimal yaitu
7,0 dari skala 10,0. Berikut data hasil penelitian pendahuluan Tabel 1.1 Data Hasil Pencapaian Kompetensi Siswa pada Mata Pelajaran
Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Bubut
No SMK
Hasil Pencapaian Kompetensi 7,0
7,0
1 A
44 56
2 B
48 52
3 C
46 54
Guru Mata Pelajaran Teknik Pemesinan Lanjut, 2010 Hasil observasi awal dan wawancara dengan para guru dari SMK di Kota
Bandung Lampiran G, didapatkan fakta bahwa siswa yang belum mencapai standar kompetensi minimal tersebut disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:
penguasaan pengetahuan deklaratif yang kurang, pengetahuan prosedural procedural knowledge yang kurang, prosedur kerja yang tidak ditaati afektif,
motivasi kurang, tidak percaya diri dan faktor lainnya Sebagian besar permasalahan siswa dikarenakan kurang mengetahui
pengetahuan akan prosedur kerja procedural knowledge dan tidak mengikuti prosedur kerja di mesin bubut. Contohnya untuk melakukan pekerjaan membubut
alur seharusnya membubut rata terlebih dahulu bukan sebaliknya, sehingga pahat bubut tidak rusak. Contoh lainnya adalah pada saat sebelum membubut rata, pahat
bubut rata harus disesuaikan ketinggiannya dengan senter sehingga hasil membubut sesuai standar. Adanya kegagalan-kegagalan tersebut, mengharuskan
siswa mengulang-ulang proses praktikum sehingga tidak semua kompetensi dapat tercapai dengan baik dikarenakan waktu pembelajaran yang habis dipakai
mengulang-ulang proses praktikum. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri yang perlu untuk diselesaikan.
Procedural knowledge menurut Alexander et al. de Jong, 1996:1 adalah “...compilation of declarative knowledge into functional units that incorporate
domain specific strategies.”. Procedural Knowledge diartikan sebagai kompilasi pengetahuan deklaratif menjadi unit-unit fungsional yang menggabungkan
domain strategi yang spesifik. Procedural knowledge menurut Anderson et al. 2001: 52 adalah “...is the knowledge of how to do something, methods of inquiry
and criteria for using skills, algorithms, techiques and methods.”. Lebih jauh Basjes 2002:14 mengemukakan bahwa “Procedural Knowledge is used as
knowledge about how, when and why to do something”. Dari definisi Anderson dan Basjes didapatkan bahwa procedural knowledge adalah pengetahuan yang
memanifestasikan dirinya dalam melakukan sesuatu dan pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Atau juga sebagai pengetahuan tentang
bagaimana, kapan dan mengapa untuk melakukan sesuatu. Model pembelajaran praktikum yang tepat, yang bisa menanamkan
procedural knowledge dengan waktu pembelajaran yang efektif sangat dibutuhkan sehingga bisa meningkatkan hasil belajar sangat diperlukan untuk mengatasi
permasalahan yang ada. Diantara banyak model pembelajaran, terdapat salah satu model pembelajaran yang menekankan pada praktik yang prosedural untuk
mencapai hasil belajar, model tersebut adalah Direct Instruction.
Model pembelajaran Direct Instruction merupakan salah satu model pembelajaran
kelompok sistem
prilaku behavior.
Direct instruction
dikembangkan oleh Tom Good, Jere Grophy, Carl Bereiter, Ziggy Engleman dan Wes Becker. Beberapa keunggulan terpenting dari Direct Instruction menurut
Joyce Bruce 2009:421, adalah: “adanya fokus akademik, arahan dan kontrol guru, harapan yang tinggi terhadap perkembangan siswa, sistem manajemen waktu,
dan atmosfer akademik yang cukup netral.” Model Direct Instruction dirancang khusus untuk menunjang proses belajar
siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang
bertahap, selangkah demi selangkah. Dengan lima tahap aktivitas; yakni orientasi, presentasi, praktek yang terstruktur, praktik di bawah bimbingan dan praktik
mandiri. Penelitian-penelitian mengenai model direct instruction yang telah
dilakukan peneliti lain menunjukan bahwa model ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa melalui pembelajaran step by step learning. Sementara penelitian-
penelitian mengenai procedural knowledge menunjukan bahwa procedural knowledge merupakan pengetahuan yang membantu siswa pada saat melakukan
kegiatan praktikum psikomotorik. Hasil penelusuran pustaka mengenai penelitian-penelitian terdahulu, belum
ditemukan adanya penelitian yang meneliti mengenai penerapan direct instruction untuk peningkatan procedural knowledge secara spesifik. Ada juga penerapan
direct instruction langsung untuk peningkatan hasil belajar, dan penelitian
bagaimana procedural knowledge pada suatu kompetensi. Padahal salah satu prinsip dari direct instruction yaitu step by step learning mendekati dari sifat
procedural knowledge yang berisi mengenai pengetahuan “bagaimana cara melakukan?” yang isinya mengenai step by step procces. Berikut penelitian-
penelitian mengenai direct instruction dan procedural knowledge. Tabel 1.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu tentang Direct Instruction
dan Procedural Knowledge.
No Nama Peneliti
Judul Thn
1 Nanih Rachanah
Pengembangan Model Pengembangan Berorientasi Konstruktivistik untuk Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran Akutansi di SMA 2010
2 Ledil Izzah
Penerapan Startegi Direct Instruction dalam Pembelajaran Fiqh
2009 3
Kong Sow Lai The Effect Of Constructivist-Strategies And Direct
Instruction Using Multimedia On Achievment Among Learners With Different Psychological Profiles
2006 4
Syamsuddin Hiro Studi Perbandingan Hasil Belajar Siswa yang Diajar
dengan Model Pembelajaran Langsung dan Model Pembelajaran Konvensional
2006 5
Sven Havemann dan Dieter Fellner
Managing Procedural Knowledge 2005
6 Ton de Jong dan
Monica G.
M. Ferguson – Hessler
Types and Qualities of Knowledge 1996
Bertolak dari permasalahan yang ada dan dari penelitian-penelitian terdahulu, maka peneliti bermaksud untuk meneliti apakah model direct
instruction dapat meningkatkan procedural knowledge dan hasil belajar siswa, dibandingkan dengan model pembelajaran yang selama ini dilakukan
konvensional. Penelitian ini dirasa perlu dilakukan karena selain belum ada penelitian sejenis terutama untuk mata pelajaran praktikum, penelitian ini juga
akan bermanfaat bagi guru di SMK dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelasnya.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah