Kontrol Hormonal Pada Implantasi
Gエ|ャセ@
: oran g tuaku, E;uru - guruku. saudarasaudara· terc:Lnta, serta all1l3.materku
.. ...
'
i"1 ric HI /
KONTROL HORMONAL PADA IMPLANTASI
SKRIPSI
oleh
EDI WIRYANA AHMAD
B 17.1432
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1 9 S
5
°'fs
RINGKASAN
Edi
VI.
Ahmad.
Kontrol Hormonal Pada Implantasi ( Di-
bawah bimbingan R. Kurnia Achjadi ).
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari peristiwa hormonal yang terjadi dalam proses implantasi, selain i tu, juga mempelajari peristiwa fertilisasi,
perkembangan embrio sebelum mencapai bentukan fetus dan
jalannya implantasi.
Terjaninya implantasi diinduksi oleh kerja dari hormon progesteron, estrogen dan kemungkinan besar juga
min dan prostaglandin.
ィゥウセ@
Sekresi progesteron dan estrogen
adalah hasil rangsangan LH (Luteinizing Hormon ) dan LTH
( Luteotropik Hormon ) atau prolaktin, jadi LH dan LTH
libat tidak langsung dalam peristiwa implantasi.
エ・セ@
Sebelum
terjadinya implantasi estrogen menginduksi uterus untuk
ー・セ@
siapan penerimaan blostosis pada implantasi, dalam proses
induksi tersebut dibantu pula oleh progesteron.
Progesteron merangsang sistim kelenjar endometrium
rus, dan menghambat kontraksi miometrium, sehingga
オエセ@
ォ・エョ。セ@
an miometrium menjamin pemukiman blastosis dalam uterus.
Dalam proses induksi uterus untuk implantasi estrogen me rangsang sistem RNA uterus untuk mensintesa protein, metabolisme lipid, karbohidrat dan perturnbuhan endometrial.
Estrogen merangsang kontraksi untuk pergese,ran atau pembagian tempat bagi embrio di dalam uterus.
selain itu estrQ
gen juga mengsensitifkan terhadap rangsangan progesteron.
Pada proses induksi preimplantasi dan implantasi in-
teraksi kerja progesterQn dan estrogen lehih penting dari
pada kerja hormon tersebut SBcara sendiri-sendiri.
Beberapa peneliti telah membuktikan pentingnya kontrol
hormon tersebut di atas dalam persiapan inplantasi maupun
dalam implantasi.
Ketidak hadiran hormon-hormon i tu terbu.!.£
ti menunda terjadinya impl-antasi.
Mengenai keterlibatan
histamin, prostaglandin dan CO
embrio atau ion hikarbonat
2
dalam implantasi, masih merupakan bahan perdebatan dianta-
ra beberapa peneli ti.
Sampai saat ini, belum di temukan informasi yang melaporkan adanya gangguan hormonal pada hewan normal, yang m§.
ngakibatkan tertundanya implantasi, kecuali paaa hewan-hewan percobaan yang diperlUkan untuk mengetahui fungsi hormon-hormon tersebut pada kejadian implantasi.
KONTROL HORMONAL PADA IMPLANTASI
SKRIPSI
OLEH
EDI WIRYANA AHMAD
B.17.1432
Skripsi yang dajukan sebagai salah satu syarat
uutuk memperoleh gelar Dokter Hewan
pada Fakultas Kedokteran Hewan
Insti tu t Pertanian Bogor
Fakul tas Kedokteran Hewan
Insti tut Pertanian Bogor
1 9 8 5
KONTROL HORMONAL PADA IMPLANTASI
SKRIPSI
OLER
EDI WIRYANA AHMAD
B.17.1432
Telah dᄆウ・エオェセ@
Oleh :
dan Diper1ksa.
( Drh. R. Kurnia Achja·di., MS )
Dasen Ilmu Rep=duksi dan
KeMdanan.
Faku.l tas Kedakteran Rewan
Institut Pertanian Bagar.
Tanggal
RIWAYA T HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanggerang ( Jawa Barat ) pada
tanggal 18 Agustus 1960, dari ayah Ahmad Sakiman dan ibu
Esti, sebagai anak pertama dari tujuh bersauctara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD
negri Mamajang Ujung Pandang tahun 1972, SMP negri I Ujung
Pandang tahun 1975.
Pada tahun 1979 penulis rnenama tkan
pendidikan pada SMA negri II Jakar ta.
Hemasuki Insti tut Pertanian Bogor pada bula:l Agustus
1980 dan pada tahun 1981 terdaftar di Fakultas Kedokteran
Hewan IPB.
Selanjutnya pada bulan November tahun 1984 pe-
nulis dinyatakan lulus setagai Sarjana Kedokteran Hewan.
leA TA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis ucapkan, atas segala petunjuk
dan rahmatNya dalam peny.elesaian skripsi ini, karena dengan
keberkahannya jualah penulis dapa t mengatasi segala rintan.E;
an selama penulisan ini berlangsung.
Penulisan skripsi ini disusun berdasarkan hasil studi
litei'atur, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Dokter Hewan Pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempa tan ini, penulis sampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua dosen yang pernah mendidik penulis, terutama kepada :
Drh R. Kurnia Achjadi, MS atas segala bimbingan, saran dan
keritiknya, yang penuh perhatian serta kesungguhan dalam
mengarahkan penulis selama penulisan skripsi ini.
Penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang mea
dalam untuk kedua orangtua dan adik-adik, yang senantiasa
berdo' a dan berkorban untuk keberhasilan ini.
Ucapan yang sama juga penulis sampaikan kepada staf
Perpustakaan FKH, Perpustakaan Pusat Institut Pertanian Bo
gor, BPT Ciawi dan LBN atas bantuannya selama penulis mencari li tel'atur sebagai bahan penulisan.
Akhir kata, betapa penulis sadari, bahwa tulisan ini
masih jauh dari harapan sempurna, namun demikian penulis
berharap semoga akan berman faa t bagi penulis sendiri ser·ta
bagi mereka yang haus akan pengetahuan.
Amien.
Penulis
DAFTAR lSI
Ha1aman
.
........................ .
iii
DAFTARGAMBAR •••.•••..•••.•••••.•..•..•••••••..••.•
iv
PEND.IlHULUAN •••.••••.........•.•.•...•••.••••••••.••
1
TINJA UAN PU STAKA ••••••••••••••••••••••••••••••.••••
3
1.
Ferti1isasi •••••••..••.•..••..•.•••••••••••
3
2 •
C1ea vage •••••••••.•••..•.••.•.•••.•••..••••
13
3•
Imp1an tasi ••••••...•••••....•••••••••••••••
16
4.
Horman-harmon Yang Pen ting Un t.uk
DAFTAR TABEL
.. . .. .. . . .. . .. . .. . .. . . .. . . ..
..
.. . .
.. ..
Implantasi •••••••••••..•...•••••••••..•. •.• •
27
PE!1BAHASAN
..................................................................................
39
KESIMPULAN
. .. . .. .. . .
. .. . ........................................................... .
43
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
46
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Nomor
Teks
1.
Rata-rata Umur Sperma Di dalam Saluran Kelamin, dan Umur Ovum Sesudah Ovulasi .............6
2.
Draja t Perkembangan Embrio .••••..•...•.••.•••••
16
3.
Perbandingan '.'iaktu. Pengenalan Induk Terhadap Kebuntingan dan Perlekatan Embrio Dengan Jaringan Uterus Pada Dornba, Sapi, Babi
dan Kuda .••••••....... " . . . . . .. . . . . . . . . . . . .. . .• •
27
Efek Variasi Dosis Estradiol 17-betha Dalam
Penginduksian Implantasi Pada Tikus Yang Diovariektomi Pada Awal Kebuntingan dan PerlakUan Dengan Progesteron ••...............•.•.•..
33
4.
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halamallll
Teks
1.
2.
3.
4.
5.
Hubungan Antara Waktu Insiminasi dan Fer·tilisasi Pada Sapi, Domba dan Bab.i •..........••••
7
Reaksi Akrosom Sperma dan Penembusan Lapisan Luar Ovum •.•••••••..••.....•.•...•••.•.....
9
Diagram Yang Menggambarkan Proses-proses
Yang Ter jadi Selama Pembuahan Pada Tikus •••••••
12
dセ。ァイュ@
Elastosis Mulai Menyentuh Endometrlum ••••...••.••••.•••....••.•.••.....•••••••.•
23
Pengaruh Progesteron dan Estrog·en Dalam merangsang Decidualisasi dan Implantasi Pada
Ti.kus ..... "' ... "' ............. "'..................................................
41
PENDAHULUAN
Pengetahuan mengenai proses terjadinya kelahiran adalah penting, karena dengan mengetahui kejadian dari proses
tersebut dapat diketahui penanganan yang terbaik hila induk mengalami kesulitan dalam proses kelahiran, sehingga
fetus dapat dilahirkan secara normal dan indukpun selamat.
Tetapi tidak kalah pentingnya juga mengetahui tahap dari
kejadian sebelum terjadi kelahiran, yaitu peristiwa fertilisasi sampai implantasi, karena proses dalam tahap i tulah
maka terjadi embrio sampai terjadi fetus.
Terjadinya fertilisasi sampai implantasi dan kontrol
hormon dalam proses implantasi, merupakan salah satu diantara keajaihan-keajaiban
セャ。ュ@
ilmu biologi yang hendak
、セ@
ll1.nglr.apkan.
KejaUian implantasi penting untuk diketahui, karena
pengetahuan mengenai kapan akan terjadi implantasi b.erguna
untuk kepentingan Embrio Transfer.
セオウ。ャョケ@
dalam proses
panen embrio untuk kepentingan Emhrio Transfer harus diketahui saat terjadinya implantasi, sebab hila telah terjaUi
implantasi embrio sudah tak dapat dipanen.
Harus diketa-
hui pula bahwa uterus hewan penerima harus sesuai dengan
kondisi embrio, agar ter jadi implan tasi, sehingga emb-rio
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Menurut Sukra (1982), implantasi adalah hersarangnya
blastosis di dalam uterus, sampai terjadi hubungan antara
selaput ekstra embrionik dan selaput lendir uterus.
tasi terdiri dari tiga macam antara lain :
iューャ。セ@
2
a.
Implantasi superfisial, dimana hlastosis ada diruang
lumen uterus, misalnya. pada ungula ta, kelinci,
ォ。イョゥセ@
vora dan primata rendah.
b.
Implantasi eksentrik, blastosis terletak di dalam
ォイゥセ@
ta atau lipatan selaput lendir, misalnya pada rodensia.
c.
Implantasi interstitial atau profundal, blastosis menembus lapisa epitel uterus dan berkembang di dalam
endometrium, misalnya pada manusia dan marmut.
Hormon adalah senyawa organik yang diproduksi oleh
sel-sel tertentu yang normal dan seha t di dalam tubuh, dalam jumlah sediki t dan langsung dialirkan kedalam pembulu
darah menuju tempat lain untuk mempengaruhi aktivitas
ォッセ@
dinasi dan iILtegrasi bagian-bagian diseluruh tubuh individu.
Hormon-hormon yang terpen ting dalam implan tasi, yai tu
LE, LTH, progesteron dan .estrogen.
Sedangkan hi.stamin,
prostaglandtn dan produksi CO 2 embrio atau ion bikarbonat,
diduga juga terliba t dalam perangsangan proses implantasi.
Tanpa kontrol hormon-hormon tersebut implantasi tidak akan
terjadi.
Tetapi mengenai histamin, prostaglandiIL dan pro-
duksi CO2 embrio a tau ion bikarbona t, beberapa peneli ti
セ@
sih meragukan keterlibatannya dalam implantasi.
Penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk
merrgetahui lebih jelas mengenai implantasi atau peranan
ヲ。セ@
tor hormonal dalam kejadian tersebu t, karena sampai saa t
ini belum banyak informasi yang menjelaskan peranan
ィッイュセ@
hormon tersebut secara terperinci dalam kejadian implantasi.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Fertilisasi
F.ertilisasi adalah penyatuan dari dua sel gamet jan-
tan dan betina untUK membentuk sa tu sel zigote.
Dalam fe;;:
tilisasi terdapa t proses ganda, yai tu dalam aspek embriologik fertilisasi meliputi pengaktifan ovum oleh sperma,
tanpa rangsangan fertilisasi ovum tidak akan melalui cleava.ge dan tidakp.erkembangan embriologik.
Dalam aspek
ァN・ョセ@
tik, fertilisasi mel:!:.puti pemasukan faktor-faktor hereditas pejantan ke dalam ovum ( Me. Larendalam Hafez, 1968 ).
MenUl:'ut Austin (1975), penyatuan ovum dan sperma dalam
proses fertilisasi memerlukan pendeka tan membran kedua sel
ganet tersebut sehingga membentuk satu sel tunggal.
Umur sperma dan ovum relatif singkat, maka waktu bagi
ke dua sel tersebu t ama t penting.
Ke tepa tan meneapai tem-
pat fertilisasi menyebabkan semua proses perjalanan, pendewasaan dan pertemuan harus diatur sedemikian rupa.
Pro-
ses ini dia·tur ol.eh alam seeara otoma tik ( Partodihar So,
19.80 ).
Pengangkutan sperma di dalam lumen uterus disebahkan
oleh kontraksi kuat dinding uwrus yang dirangsang ol.eh
ーセ@
lepasan oksitosin pada waktu kopulasi atau insemiaasi bUatan ( Van Demas dan Hays yang diku tip Nalbandov, 1958 ).
Haf.ez (1968) menambahkan pula, walaupun sperma diletakkan
ke dalam seluruh kelamin betina dalam jumlah berjuta-juta
tetapi yang mencapai ampula tuba ヲ。ャセゥ@
1000.
tidak me1ebihi
Beberapa sperma meneapai tempa t fer tilisasi dalam
4
waktu yang lebih singka tkira-kira 15
Ire
ni t sesudah perka-
winan.
Andeson dalam Cole dan Cupps (1968) serta PartodihardJo (1980) menyatakan bahwa pada saat sperrna akan memasuki
tuba fallopii maka terjadi rintangan bagi aperrna yai tu berupa cincin mukosa yang menandai ba tas an tara ue trus dan
tuba dan dikenal dengan narna uterotubal junction ( UTJ ).
UTJ ini juga berperan menyeleksi sperma ( Partodihardjo,
1980).
Seleksi berikutnya sepanjang tuba fallopii
セ・イェ。ᆳ
di di isthmus terutama batas antara isthmus dan ampula,
ウセ@
lain seleksi kwalitatif juga terjadi reaksi biokimiawi
( termasuk reaksi kapasitasi ) untuk menamb?-h kemampuan
ri
セウー・イョ。@
untuk menembus sel-sel corona radiata yang
セ@
ュ・ョセ@
lilingi sel ovum.
Pada kelinci dan tikus, kemungkinan besar pada sapi
ser'ta mungkin pula jenis hewan lainnya, sperrna harus menjalani perubahan-perubahan fisilog.tk yang disebut kapasitasi ( Me. Laran dalam Hafez, 1968 dan Anderson dalam Cole
dan Cupps, 1:968 ).
Selanjutnya Austin (1951) ,dan Change
(1951) yang dikutip Austin (1975), menemukanbukti adanya
proseskapastasi pada tikus dan kelinci dengF'ln menginj.eksi
kan suspensi sperrna ke dalamkapsula ovarium pada tikus
atau ke dalam oviduk pada kelinci dan pe·ngamatan menujukkan bahwa sper-ma membu tuhkan waktu yang agF'lk lama untuk
pat menjadi penembu8 selubung ovum.
セ@
Perln juga diketahui
bahwa kapasitasi yang terjadijuga berguna untuk mempertin,g
gi day;;, fertilisasi ( Adam dan William?, 1967; Bedfoerd,
1970 dalam Toelihere, 1981 ).
Salysburry dan Van Denmark (1961) serta Partodihardjo
(1980) menerangkan bahwa saluran reproduksi betina yang
dilalui ovum adalan
ィ。イセウ@
セオ「。@
fallopii, kornUa uterus dan
tujuan terakhir yai·tu kornU3. u teru3 a tau korpus uterus.
Tuba fal10pii seeara
dapat dibagi menjadi
ィセエッM。ョュゥォ@
fimbriae, infundibulum, ampula dan isthmus.
takan pula bahwa kegiatan silia
Mereka menya-
sepanjang tuba fallopii
dan kontraksi dari otot tuba fallopii sebagai faktor penting dalam pengangkutan ovum.
Menurut Me. Laren dalam Ha-
fez (1968) dan Partodihardjo (1980), keadaan ini juga diatur oleh kesinambungan kerja hormon yang bersal dari ovarium, menjelang ovulasi estrogen merupakan hormon yang dominan.
Estrogen dibantu olsh oksitosin menyebabkan terjadinya gerak peristaltik yang aktif.
Pada saat terjadi ovu-.
lasi dan terlepasnya ovum, gerakan tersebu t kua t
-:ian llle-
nyebabkan fimbriae secara aktif menurunkan ovum.
Setelah
ovum digerkkan menuju infundibulum dan kemudian masuk ke
ampula.
Per jalanan ovum dalam ampula termasuk cepa t seba b
pengaruh estrogen masih kua t.
Pada ba tas an tara ampula-
i::;;thmu8 ovum geraknya di perlahan sekali.
Pada ba tas ini
terdapa t konsen trasi ,j-.inE,gi dari phosphat yang diduga berfun gsi menc:drkan a tau melunakkan hubungan sel-sel corona
6
radiata yang menghubungkan ovum hingga penembusan sperma
untuk
ュ・ョセ。ーゥ@
Ovum tiba
ovum lebih mudah ( Partodihardjo, 1980 ).
、ゥセューオャ。@
dalam waktu yang cukup lama sesu-
dah tibanya sperma untuk menjamin terlaksananya kapasitasi.
Umur OVum umumnya kurang dari 24 jam demikian pula
umur sperma, hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Jenis hewan
Rata -ra ta Umur Sp.erma Di Dalam Sil.luran
Kelamin dan U.mur Ovum Sesudah Ovulasi.
Umur sperma
( jam)
Umur ovum
(jam)
Menei t
10 - 12
Kelinci
30
Domba
30 - 48
16 - 24
Sapi
30 - 48
8 - 12
Kuda
72 - 120
6 - 8
Babi
24 - 48
8 - 10
Manusia
28 - 48
6 - 24
6 - 15
-3"6
6 - 8
Sumber : Toelihere, 1981
oleh karena i tu waktu terbaik un tuk inseminasi harus bena£.
benar diperhatikan agar fertilisasi berhasil.
セqウ。ャョケ@
da sapi, yang secara normal berovulasi kira-kira 14 jam
ーセ@
ウセ@
aUdah akhir estrus, angka konsepsi dari inseminasi yang di
lakukan pada waktu ov.ulasi sanga t rendah, dan waktu terbaik untuk inseminasi adalah dari 6 sampai 24 jam ovulasi
( gambar 1 ).
7
100
セ@
-l
\\'iLk .. L Nセョゥャ。エ@
Jumua
ualJl
/
!":.
=
セ@
c
セ@
I : \
/
セ@
'"
/:\
/
-"
0
/
40
/
\
/
20
I
,.\
(
60
I
"-
/
80
1
,j.
Al
:''''\>I
[
I
\
I
I
I
セ@
\
,
\ I
\
\
,,
\
\
\
0
48
24
_
t
24
0
-+-- Jam. sesudah セ@
akhlr estrus
Jam, sebelum セ@
akhlr estrus
Waktu inseminasi
-GambaI' 1.
48
,-'"
Hubungan Antara l'/·aktu I.nseminasidan
F.lirti11 tas :pada
セG。ーゥL@
,Domba dan Babi.
Diku tip dari : Toel1here, 1981.
KeterallJgan Gambar : - Sap1
- Bab1
- Domba
Pada hampir semua mamalia, fert11isasi dimulai sesudah badan kutub pBrtama disingkirkan, sehingga sperma
ュセM
nembus dan masuk ke dalam ovum sewaktu pemhelahan reduksi
kedua sedanr. berlangsung.
Akan tetapi, pada kuda, sperma
masuk ke dalam ovum sebelum pemhelahan reduksi kedua dimu-
8
lai
(Mc. Laren dalam Hafez, 1968 ).
Tempat fertilisasi
pada hampir semua ternak adalah bagian bawah ampula tuba
fallopii ( Salysbury Van Denmark, 1961).
Sewaktu masuk
ke dalam ampula, selubung ovum, zona pelusida masih dikeli
lingi olsh sel-sel granulosa yang masih disebut sel-sel c!!.
mulus.
Pada ternak-ternak mamalia kecuali babi, sel-sel
cumulus menghilang dari Ova dalam beherapa jam sesudah ov!!.
lasi.
Secara normal hanya sa tu sperma yang membuahi ovum.
Oleh karena i tu ovum mengadakan reaksi zona dan hambatan
vitelin untuk mencegah sperma yang lain masuk ke dalam ovum.
Reaksi zona untuk merubah
sperma lain menembus zona pelu-
sida, sedang reaksi hambatan vitelin mencegah sperma meneE
hus membran vi telin.
Untuk masuk ke dalam ovum, sperma pertama harus
bus
ュ・ョセ@
Ca) massa cumulus oo.phorus, bila masih ada, (b) zo-
na pelusida dan (c) membran vitelin.
Sperma menerobos
sa cumulus oophorus dengan pergerakannya sendiri sambil
ュ。セ@
lD9-
larutkan selubung asam Hyaluronik pada massa tersebut dengan enzim Hyaluronidase yang dihasilkan sperma ( Balinsky, 1970; Hafez, 1974 ).
Menurut Toelihere (1981), sebelum sel sperma dapat
ュセ@
nembus zona pelusida terjadi pelepasan selubung luar akrosom yang didahului oleh pelepasan membran plasma, dan selubumg dalam akrosom yang bertanggung jawab. untuk penetrasi
melalui zona pelusida ( gambar 2 ).
9
GambaI' 2.
Reakst Akrosorn $.perzna nan Penembusan
r.ap;
,>-,),
1uM' 0vum.
i8
Ie)
Dikutip dari
Cole dan Cupps, 1968
Keterangan GambaI' :
A•
Sperma yang sudah men,ga1ami kapasi tasi ( kiri j,
ketika sperma mengalami kapasitasi ( kanan ).
B.
Reaksi akrosom sperm a ( kiri ), ketika sperma
menembus corona radta ta ( kanan ).
C.
Sperma yang mengalami reaksi akrosom ( kirt ),
ke tika sperma menembus zona pe1u-sida ( kan.an ).
Dilaporkan bahwa enzim pe1ebur zona ( zonalysin ),
yang terdapa t pacta perfora tium a tau se1ubung akrosom me-
10
mungkinkan sel sperma melebur dan membuat suatu celah mel;a
lui zona kedalam ruang peri vi telin ovum ( S tambrugh dan
Buckley, 1968 dalam Hafez, 1968 ).
Balinsky (1970) dan Hafez (1974), menyatakan bahwa
ovum mengeluarkan sua tu Za t ( fertilisin ) yang bereaksi
dengan sperma dan terjadilah aglutinasi.
Proses aglutina-
si tidak menghentikan pergerakan sperrr.a, karena sperma terus berenang melalui zona pelusida dan lIlenimbulkan aluran
kecil.
Pada saa t ini akrosom yan.g merenggang sewaktu kapg
si tasi akhirnya menghilartg dan menimbulkan perfora torium.
Mungkin aktivitas suatu enzim tertentu berhubung dengan
perforatorium yang memungkinkan perterobosanzona pelusida.
Fase terakhir penembusan ovum melipu ti pertautan kepala sperma
vitelin.
ォセ・イュオ。ョ@
Priode ini sangat pen-
ting karena pada saat itulah terjadi aktivasi ovum.
Te-
rangsang oleh pendeka tan sperma, ovum terbangki t dari keadaan diamnya dan ter jadilah perkembangan.
juga ekor sperma memasuki ovum.
Kepala sperma
Suatu proyeksi pacta per-
mUkaan vitelin menandakan jalan masuk sperma.
Membran pla§.
rna sperma dan ovum pecah, dan kemudian bersatu memben.tuk
selubung bersama.
Sebagai akibatnya, sperma memasuki vi te
lin, meninggalkan selubungnya bertaut pada membran vi telin
( Toalihere, 1981 ).
Pada alternatif lain, membran plasma
sperma pecah ( Piko dan Tayler, 1964 dalam Toelihere, 1981 )
pada kedua kejadian tersebu t kepa la sperma secara terbulill
mernasuki ovum.
11
Nenuru t Shumaway dan Adarnstone (1942), pada ovum yang
baru dibuahi maka akan terjadi ; pemagkatan aktivitas metabolisme, peUingkatan viskositas sitop1asrna dan peningkatan permeabi1itas membran.
Segera setelah sperma masuk vitelin kepala sperma membengkak dan kehi1angan
nampak lagi.
「・ョセオォL@
membran sekelilingnya tak
Selama proses ini, material im menghilang
dari akrosom, kemudian segera terbentuk nUkleus-nukleus dimana pertama-tama sebagai ti tik-ti tik keeil.
Nukleus-nuk-
leus yang terbeIlJtuk bersa tu dan memhentuk membran disekelilingnya, maka terbentuklah pronukleus jaatan.
Pembentukan
pronukleus betina mengikuti pola yang sama dengan pembentukan pronukleus betina ( Salysbury dan Van Denmark, 1961 ).
Nenurut Hafez (1974), pembentukan pronukleus betina segera
setelah badan kutub kedua dikeluarkan dari ovum.
Ukuran nUkleus bervariasi pada setiap indi vidu -dan
spesies.
Pronukleus juga ukurannya bervariasi, pronukleus
jantan pada tikus, menei t dan kueing besar, pada beberapa
spesies dUa pronuldeus samahesarnya.
Salysbury dan Van Denmark
セQYVャIL@
menerangkan hahwa
penggabung;an. pronukleus jantan dan betina merupakan tahap
akhir dari proses fertilisasi yang disebut singami.
ka pronuJdeus
perlahan.
Kef;i-
dibentuk keduanya salins mendekat secara
Pada puneak perkembangannya mereka mengadakan
penggabungan.
Setelah beberapa saat keduanya berkerut dan
bersamaan dengan itu mereka melebur diri, nukleus dan mem-
12
Gambar 3.
Dia.gram Yang Menggamharkan Proses-Proses
Yang Ter jadi. S-elama Pembuahan ?ada TikI! s.
i
2nCl
セ@
,---,,'
\
p「セzNG@
a
Keterangan Gambar :
a.
Sperma berkontak dengan zona pelusida (Z.P) badan
kutub p-ertama (Pb.l) telah disingkirkan ; inti
sel telur sedang mengalami pembelahan miotik yang
kedua (2nd M).
·b.
Sperma telah menem1:Jus zona pelusida, dan kini ber.
taut pada vi telin (vi t). Hal ini merangsang イb。セ@
sizona, yang ditandai oleh pembayangan yang rnenyelusur sekeliling zona pelusida.
c.
Kepala sperrna masuk ke dalarn vitelin, dan terletak di bawah perrnukaan yang telah terungki t di
atasnya.
d.
Sperma hampir kini seluru}1nya herada di dalam vitelin. Kepala sperma membengkak. Vitelin berkurang v.olumenya, dan hadan ku tub kedua sUdah disingkirkan.
e.
Pronukleus jan tan dan betina mUlai berkernbang.
Mitochonria (Mit) berkumpul disekitar pronukleus.
f.
Pronukleus b.erkernbang sempurna dan mengandung hanyak nukleus. Pronukleus jantan lebih besar dari
pada betina.
g.
Fertilisasi telah sempurna. Pronukleus telah meu£
hi lang dan diganti oleh kelornpok-kelompok krornosorn yang telah bersatu di dalarn prophase pada pemhagian cleavage yang pertama.
( Sumber :
Austin dan Bishop, 1957 dalarn
Hafez, 1968 ).
13
bran inti hilang.
Kelompok kromosom mengganti inti yang
hilang, dan dua kelompok kromosom menjadi satu.
lni di-
ikuti oleh penyusun kromosam dalam tahap metaphase, gelendong pembelahan pertama segera nampak.
Perkiraan.interval
dari pembentukan pronukleus sampai pembentukan gelendong
pembelehan pertama bervariasi, tetapi umumnya diperlukan
12 sampai 20 jam untuk perubahan ini.
2.
Cleavage
Sesudah singami selesai, untuk beberapa hari lamanya
zi.got.e atau embriohidup bebas di dalam tuba fallopii atau
uterus induk.
Di dalam uterus, makanan enbrio diperoleh
dari sekresi kelenjar-kelenjar uterus. sesudah implantasi
embrio memper.oleh makanannya dari saluran darah induk.
Pada awal priode hidup aebasnya ovum merupakan satu
sel tunggal, dengan volume yang rela tif besar dibandingkaa.
dBngan sel-sel tubuh lainnya.
Sehingga perbandingan si to-
plasma dengan nukleus sangat besar.
Bahan-bahan makanan
persediaan disimpan di dalam si toplasma dalam bentuk kumng telur ( deutoplasma ).
Sel tunggal ini lalu mengalami cleavage y,ai tu membagi.
diri beberapa kali tanpa tamhahan volume si toplasma dan
pertumbuhan.
Proses im berlangsung terus sampai implan-
tasi dimana ukuran sel telah sama dengan ukuran sel tubuh
(
mセN@
Laren dalam Hafez, 1968 ).
Menurut Balinsky (1970), cleavage dapat ditandai se-
panjang priode perkembangan yang meliputi :
14
Fertilisasi satu sel telur ditransformasikan oleh hagian-hagian mi tosis yang tera tur ke dalam kompleks multi
celluar.
Tidak ter jadi pertumbuhan.
Bentuk umum dari embrio tidak men.galami perubahan, ke cuali untuk pembentukan rongga dibagian dalam blastosul.
Selain dari pada itu transpormasi bahan-bahan sitoplasma ke dalam bahan-bahan inti dan perubahan-perubahan
kwalitatif di dalam komposisi kimia dari telur di bata-
si.
Bagian-bagian dari si.toplasma telur tidak diganti lemh
lanjut .dan bertahan dalam posisi yang sama seperti pada
permulaan cleavage.
P.erbandingan inti terbadap si toplasma rendah pada perm),!
laan cleava-ge kemudian pada akhir cleavage merucapai ba'"
tas tertiruggi seperti yang terdapa t dalam sel soma tik.
Cleavage pada telur yang dibuahi diawali oleh pembelahan inti yal1g diiku ti oleh pembelahan si toplasma, sehilligga
dihasilkan dua sel anak.
Dua b,lastomere yang p.ertama mem-
bagi diri lagi sehingga menghasilkan
an 8, 16 dan seterusnya.
Lf
blastomere, kemudi-
Semua pembelahan sel tersebut
bersifat mitosis sehingga setiap sel embrio mengandung khromosom diploid {2n) { Balinsky, 1970; Anderson dalam Cole
dan Cupps, 1977 ).
Anderson dalam Cole dan Cupps (1977) menerangkan bahwa pada kebanyakan spesies, morula dikatakan telah terhen-
15
tuk bila jumlah sel blastomere dalam zona pelusida telah
mencapai 16-32 bUah.
Beberapa spesies seperti kelinci di-
mana pembelaharmya kontinyu sehingga morula dapat mengandung 100 sel.
Sedangkan ukuran dari sel hlastomere dari
morula berkurang oleh mitosis yang kontinyu sampai sel
blastomere mencapai bentuk sel normal seperti sel tubuh
dewasa.
Perubahan dalam perbandiagan si toplasma inti di-
anggap penting dalam pengaturan ( regulasi ) kegiatan atau
sifat genetlk di dalam embrio.
Tidak hanya ukuran embrio,
mamalia gagal untuk bertambah selama proses pemhelahaa, t.§.
tapi bukti pada menci t menunjukkan terjadi juga pengurangan jumlah sel selama beherapa hari pertama dari proses pel:
kembangannya.
Menurut Partodihardjo (1980) bila terbentuk morula,
cairan mUlai terlihat berkumpul diantara beb.erapa sel dalam tubuh morula.
Ruangan ini disebut blastosul, sedang
embrio kini 1iisebu t blastosis.
Jika blastosis telah ter-
hentuk ·maka tuhuh embrio seolah-olah terbagi dua, karena
ada bagian sel yang tumbuh membentuk sel-sel tipis dibagian permukaan yang menyelubungi hampir seluruh tubuh ;11astosul.
Bagian yang menyeluhungi ini disebut trofoblas, s.§.
dang bagian yang diseluhungi disebut massa sel bagiab dalam
( inner cell mass ).
TrofDblas mempunyai fungsi menyerap
cairan yang mengandung nu trisi bagi embrio.
Waktu yang diperlukan untuk cleavage dan pertumbuhan
embrio pada berbagai ternak mamalia tercantum pada tabel 2.
16
Tabel 2.
Spesiea-
Derajat Perkembangan Embrio.
2 Sel
Hari Sesudah ovulasi
Masuk ke uterus
8 Sel
Elastosis
Sapi
1
3
3 - 3"2-
7 - 8
Domba
1
2*
3
6 - 7
Kambing
H
3
3"2-
5 - 6
Babi
t
2
1 - 2
5 - 6
Kuda
1
3
4 - 5
6
Sumber
Toelihere, 1981.
Dalam pertumbuhan selanjutnya trof'oblas akan tumbuh
menjadi plasenta, sedangkan massa sel hagian dalam ( inner
cell mass ) tUmbuh menjadi makhluk yang baru lahir·.
Zona
pelusida pada beberapa mamalia akan pecah setelah hlastosis menyentuh endometrium untuk proses implantasi.
Tetapi
pada beb;erapa mamalia lain misalnya pada marmut,zona pelu
sida terkelupas oleh a.danya juluran-juluran protein yang
b-erasal dari trcfoblas menjelang implantasi.
3. Implantasi.
Implantasi dapa t ter jadi bila embrio dan uterus telah
sama-sama siap untuk menjalani proses terseuut.
Untuk itu
embrio harus mengalami beberapa perubahan sampai mencapai
tahap hentuk terten tu yang siap diimplantasikan, demikian
pula uterus
mengalami beberapa perubahan sampai mencapai
"siap" embrio yang diimplantasikan.
Jadi antara embrio
dan uterus barus ada koordinasi agar implantasi dapat ber-
17
langsung dengan baik, sehingga perkembangan embri-o selanju tnya ter jamin.
a.
Pengertian Implal!ltasi
Implan tasi didefinisikan sebagai sua tu proses perleka-
tan embrio mamalia dengan dindin-g uterus, dengan penembusan epitelium dan dikukuhkan oleh suatu hubungan dari sistim sirku1asi induk.
Implantasi perlu sua tu koordinasi
interaksi antara embrio dan kondisi uterus yang seharusnya
\ Weitlauf, 1978 ).
Menurut Hafez (1968) dan Partodihardjo (1980) istilah
implantasi 1ebih sesuai un-:tuk-_,hewan- yang embrionya tertanam dalam dinding uterus.
sebagai contah pada hewan
ー・ョァセ@
ra t ( raden tia ) blastosis tertanam dalam kripta endometri
um dan se1uru·h tro.foblas berhubungan sanga t eEa t dengan
dinding ke1enjar endometrium.
Sedang pada ternak mamalia
sebaliknya embrio tetap di da1am lumen uterus dan pertautan yang dibentuk dengan dinding uterus sebelum pembentukan plasenta adalah sangat labil.
Pergerakan blastosis di
dalam uterus semakin terbatas dengan perkembangannya.
Peristiwa terjadinya per1ekatan embrio, penembusan
epitelium, pembentukan plasenta dan keadaan uterus berbeda
paria setiap spesies mama1ia.
Pada beberapa spesies, irnpla!!.
tasi terjadi dalam waktu beberapa hari setelah fertilisasi
se-dang pada hewan lain biasanya tertunda sampai sperma· seminggu atau sebulan dan yang lain mungkinterjadi tanpa penundaan ( Weitlauf, 1978 ).
Diperkirakan implantasi
エ・イェセ@
18
di antara ke 10 dan ke 22 se telah koi tus pada domba dan an
tara hari ke 10 sampai hari ke 40 pada sapi ( Nalbandov,
1958; Toelihere, 1981 ).
b.
Faktor Embrio.
Pembentukan blastosis diikuti oleh gatrulasi yang me-
rupakan pendahulu dari pembentukan organ tubuh.
Gastrula-
si terdiri dari gerakan-gerakan sel atau sekelompok sel
sedemikian rupa untuk
merubah
・ュセイゥッ@
dari struktur dua
pis menjadi tiga lapis dan membawa daerah-daerah bakat
ャセ@
ー・セ@
bentuk organ kepasisi yang defini tif di dalam embrio.
Pada mamalia, gastrulasi hanya meliputi sel-sel pacta
discus embrional.
Dari sini berdefrensiasilah tiga macam
jaringan endoderm, mesoderm, ektoderm.
Dari jaringan-jar;!.
ngan ini terbentuk semua jaringan feotalis dan selubungselubung embrional yang menghubungkan embrio dan fetus keinduk.
Sel-sel berimigrasi atau melepaskan diri dari mas-
sa sel dibagian dalam discus embrional un tuk membentuk selapis endoderm yang menyebar ke_sekeliling bagian dalam bla§.
tosis, membentuk omphalopleura bilaminar.
Pada waktu yang
sarna notochord dan mesoderm terbentuk oleh invaginasi selsel didaerah garis primi tif pacta discus embriona1 ( Hafez,
1968 ).
Se1ama gastrulasi discus enbrional menebal.
Baris
primitif yang terbentuk menentukan sumbu crania-caudal embrio.
Sewaktu mesoderm menyebar keluar dari garis primi-
tif antara endoderm dan ektoderm, ia terbagi menjadi dua
19
lapis, dipisahkan oleh coelum.
Notochord berkembang dari
ujung anterior garis primitif.
Disebelah dorsal notochord ektoderm menebal membentuk
dataran neural.
Sesudah heberapa hari lipa tan-lipa tan ne-
ural bertumbuh dan bersa tu membentuk sua tu pipa neural,
yaitu bakat otak sumsum tulang belakang.
Sementara itu
somit, kondensasi berganda mesoderm dorsal telah kelihatan pada masing-masing sisi notochord.
Sewaktu embriome-
manjang, pasangan somi t-somit tambahan terus berkemhang,
sehingga jumlah somi t dapat dipakai seb.agai indeks umur
embrio muda.
Pada tingka tan somi t-7, somi t anterior berdefrensiasi
menjadi 3 bagian, diperun.:tukan bagi pembenctukan urat-urat,
aaging, tulang,
dan tenunan pengika t.
ォ・イ。ョセ@
Se gera se-
slidah ini baka t-baka t telinga dan ma ta jelas terliha t pada
kepala embrio dan jantuu,g mulai berkembang sedang saluran
pencernaanterbentuk dari kantong-kantong di dalam endoderm
dan mesoderm ( Hafez, 1"968 ).
Pada jenis hewan polytocous, blastosis didistribusikan menurut panjang kornua uteri sebagai akibat pergerakan dindill;g uterus.
Mekanisme yang pasti dalam pembagian
ruangan secara sempurna b.agi embrio selama implantasi belum diketahui.
Tidak terdapa t bukti l:Iahwa suatu blastosis
yang sudah berimplantasi akan menghan.ba t implantasi blast,Q.
sis yang lain dideka tnya.
Cook dan Hunter (1982), berdasarkan adanya aktivitas
20
steraidogenik yang di tunjukan oleh pertumbuhan embrio kel:i.!!l
ci menduga bahwa embrio mungkin mempunyai kemampuan untuk
mensintesa
dan hormon-hormon protein.
ウエイ・セゥ、@
Akhir-akhir ini telah di temukan hahwa preimp1antasi
pada baIod. menjadi kegia tan yang penting di dalam proses bi
osintesa estrogen ( Perry dkk dalam Cook dan Hun.ter, 1982).
Estrogen diproduksi oleh jaringan trofoblas pada
ke
ーセイゥ@
12, produksi ini dimaksudkan terlibat dalam pemberian tanda untuk peme1iharaan luteal.
Bukti steroidogenesis oleh
blastosis sapi dan domba tidak sejelas seperti pada babi.
Tetapi Aya10n dkk yang dikut1p Cook dan Hunter (1982) telah mengamati adanya produksi streroid oleh blastosis sapi,
.clan mendukung pendapa t adanya kegia tan steroido.genik pada
blastosis.Godsby dkk (1976) dalam Cook dan Hunter (1982)
menyatakan ·bahwa steraido.genesis ti·mbu.L sebelum dan sesud9.h
perlekatan.
Produksi-produksi utama pada spesies i tu ada-
lah steroid-steroid netral, produksi estrogen oleh hlastosis ren-dah a tau sarna sekali tidak ada.
Menurut Nartenz dkk (1976) yang dikutiP Cook dan Hunter (1982), steroid-steroid yang dihasilkan dapa t berfungsi sebagai pengisyarat pada induk akan adanya embri:o
rus,
tersebut bertindak sebagai pre-hormon.
ウエ・イッゥ、Mセ@
2elain itu
、ゥオエセ@
ウエ・イセゥ、@
tersebut juga mengisyaratkan otak untuk
menghasilkan estrogen-estrogen yang akan menga tur produksi
LH ( Naftalin dkk, 1975 dalam Cook dan Hunter, 1982 ).
21
c.
Faktor uterus.
Pada waktu embrio mengalami cleavage dan pembentukan
blastosis uterus juga men.galami perubahan-perubahan melJJyediakan diri untuk implantasi.
Pada proses preimplantasi di dalam uterus
terjadi
ーセ@
nambahan vaskularisasi pada endometrium dan peningka tan
peFtumbuhan serta kegiatan dari kelenjar uterus ( Eckstein
dan Kelly dalam Cole dan Cupps, 1968 ).
Weitlauf (1978), menyatakan bahwa untuk suatu implantasi pada mamalia biasanya uterus membentuk suatu reaksi
decidua sebagai respon.
Di dalam kejadian ini stroma end£
metrium, sel fibroblastik ditransformasikan ke dalam bentuk sel decidua khusus.
Sel ini ditandai dengan penolJJjol-
an epithelloid, kehadiran imti poliploid, akumulasi glikQgen dan lipid di dalam sitoplasma, pembentukan banyak lisosom dan terjadi kontak antara sel dengan suatu hubungan
yang kompleks.
stroma endometrium ini akan
ュ・ョェ。、ゥッセ@
tus sebab terjadi vasodilatasi dan penambahan permiabilitas pembulu kapiler, peningkatan mitosis dan kegiatan metabolisme.
Cairan uterus mempunyai
ー・イ。ョセ@
sangat penting dalam
menunjang kehidupan embrio menjelang implantasi.
Peneliti
an mengenai hal ini telah dilakukan pada kelinci.
Dalam
cairan tl.terus kelinci menjelang implantasi didapatkan konsen trasi asam amino
yang tinggi lebih tinggi dari pada
asam animo yang terdapat dalam serum darah kelinci.
22
gliein, alanin, taurin dan glutamin eukup tinggi kadarnya
dan asam-asam animo ini merupakan substra t yang baik ba.gi
tumbuhnya .embrio sebelum terbentuknya plasenta ( Partodihardjo, . 1980 ).
Psyehoyos (1973), menerangkan bahwa adanya
ウゥョォイッセ@
si dari hubungan telur dan uterus menjaminembriosampai
mencapai posisinya yang eukup untuk diimplantasikan dan
ェセ@
ringan induk dilindungi dari penyerbuan yang tidak terkontro1 jaringan trofoblas dari b1astosis.
Sedang endometri-
um biasanya te1ah siap menerima pada saat emhrio telah meg
,capai tahap blastosis atau b1astulasis masih ber1angsung.
d.
Ja1annya Implantasi.
Menurut Partodihardjo (1980), implantasi berlangsung
secara bertahap.
Tahap-tahap ini adalah tahap persentuhan
embrio d.engan endometrium, ter1.epasnya zona pelusida, pergeseran a tau pembagian tempa t dan yang terakhir ada1ah per.
tautan antara trofoblas dengan epitel endometrium.
Tahap pelepasan zona pelusida adalah penting karena
·zona pe1usida merupalr..an sua tu penghalang un tuk imp1antasi.
Terlepasnya zona pelusida ada1ah sebagai aktivitas dari el;!;
zim pro teo1i tik dari eairan uterus ( Wei t1auf, 1978 ).
Menurut Sukra (1981) pelepasan zona pelusida terjadi sebelum trofoblas melekat pada endometrium. Me •. Laren (1969)
dan Mintz (1971) dalam We.itlauf (1978) men
: oran g tuaku, E;uru - guruku. saudarasaudara· terc:Lnta, serta all1l3.materku
.. ...
'
i"1 ric HI /
KONTROL HORMONAL PADA IMPLANTASI
SKRIPSI
oleh
EDI WIRYANA AHMAD
B 17.1432
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1 9 S
5
°'fs
RINGKASAN
Edi
VI.
Ahmad.
Kontrol Hormonal Pada Implantasi ( Di-
bawah bimbingan R. Kurnia Achjadi ).
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari peristiwa hormonal yang terjadi dalam proses implantasi, selain i tu, juga mempelajari peristiwa fertilisasi,
perkembangan embrio sebelum mencapai bentukan fetus dan
jalannya implantasi.
Terjaninya implantasi diinduksi oleh kerja dari hormon progesteron, estrogen dan kemungkinan besar juga
min dan prostaglandin.
ィゥウセ@
Sekresi progesteron dan estrogen
adalah hasil rangsangan LH (Luteinizing Hormon ) dan LTH
( Luteotropik Hormon ) atau prolaktin, jadi LH dan LTH
libat tidak langsung dalam peristiwa implantasi.
エ・セ@
Sebelum
terjadinya implantasi estrogen menginduksi uterus untuk
ー・セ@
siapan penerimaan blostosis pada implantasi, dalam proses
induksi tersebut dibantu pula oleh progesteron.
Progesteron merangsang sistim kelenjar endometrium
rus, dan menghambat kontraksi miometrium, sehingga
オエセ@
ォ・エョ。セ@
an miometrium menjamin pemukiman blastosis dalam uterus.
Dalam proses induksi uterus untuk implantasi estrogen me rangsang sistem RNA uterus untuk mensintesa protein, metabolisme lipid, karbohidrat dan perturnbuhan endometrial.
Estrogen merangsang kontraksi untuk pergese,ran atau pembagian tempat bagi embrio di dalam uterus.
selain itu estrQ
gen juga mengsensitifkan terhadap rangsangan progesteron.
Pada proses induksi preimplantasi dan implantasi in-
teraksi kerja progesterQn dan estrogen lehih penting dari
pada kerja hormon tersebut SBcara sendiri-sendiri.
Beberapa peneliti telah membuktikan pentingnya kontrol
hormon tersebut di atas dalam persiapan inplantasi maupun
dalam implantasi.
Ketidak hadiran hormon-hormon i tu terbu.!.£
ti menunda terjadinya impl-antasi.
Mengenai keterlibatan
histamin, prostaglandin dan CO
embrio atau ion hikarbonat
2
dalam implantasi, masih merupakan bahan perdebatan dianta-
ra beberapa peneli ti.
Sampai saat ini, belum di temukan informasi yang melaporkan adanya gangguan hormonal pada hewan normal, yang m§.
ngakibatkan tertundanya implantasi, kecuali paaa hewan-hewan percobaan yang diperlUkan untuk mengetahui fungsi hormon-hormon tersebut pada kejadian implantasi.
KONTROL HORMONAL PADA IMPLANTASI
SKRIPSI
OLEH
EDI WIRYANA AHMAD
B.17.1432
Skripsi yang dajukan sebagai salah satu syarat
uutuk memperoleh gelar Dokter Hewan
pada Fakultas Kedokteran Hewan
Insti tu t Pertanian Bogor
Fakul tas Kedokteran Hewan
Insti tut Pertanian Bogor
1 9 8 5
KONTROL HORMONAL PADA IMPLANTASI
SKRIPSI
OLER
EDI WIRYANA AHMAD
B.17.1432
Telah dᄆウ・エオェセ@
Oleh :
dan Diper1ksa.
( Drh. R. Kurnia Achja·di., MS )
Dasen Ilmu Rep=duksi dan
KeMdanan.
Faku.l tas Kedakteran Rewan
Institut Pertanian Bagar.
Tanggal
RIWAYA T HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanggerang ( Jawa Barat ) pada
tanggal 18 Agustus 1960, dari ayah Ahmad Sakiman dan ibu
Esti, sebagai anak pertama dari tujuh bersauctara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD
negri Mamajang Ujung Pandang tahun 1972, SMP negri I Ujung
Pandang tahun 1975.
Pada tahun 1979 penulis rnenama tkan
pendidikan pada SMA negri II Jakar ta.
Hemasuki Insti tut Pertanian Bogor pada bula:l Agustus
1980 dan pada tahun 1981 terdaftar di Fakultas Kedokteran
Hewan IPB.
Selanjutnya pada bulan November tahun 1984 pe-
nulis dinyatakan lulus setagai Sarjana Kedokteran Hewan.
leA TA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis ucapkan, atas segala petunjuk
dan rahmatNya dalam peny.elesaian skripsi ini, karena dengan
keberkahannya jualah penulis dapa t mengatasi segala rintan.E;
an selama penulisan ini berlangsung.
Penulisan skripsi ini disusun berdasarkan hasil studi
litei'atur, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Dokter Hewan Pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempa tan ini, penulis sampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua dosen yang pernah mendidik penulis, terutama kepada :
Drh R. Kurnia Achjadi, MS atas segala bimbingan, saran dan
keritiknya, yang penuh perhatian serta kesungguhan dalam
mengarahkan penulis selama penulisan skripsi ini.
Penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang mea
dalam untuk kedua orangtua dan adik-adik, yang senantiasa
berdo' a dan berkorban untuk keberhasilan ini.
Ucapan yang sama juga penulis sampaikan kepada staf
Perpustakaan FKH, Perpustakaan Pusat Institut Pertanian Bo
gor, BPT Ciawi dan LBN atas bantuannya selama penulis mencari li tel'atur sebagai bahan penulisan.
Akhir kata, betapa penulis sadari, bahwa tulisan ini
masih jauh dari harapan sempurna, namun demikian penulis
berharap semoga akan berman faa t bagi penulis sendiri ser·ta
bagi mereka yang haus akan pengetahuan.
Amien.
Penulis
DAFTAR lSI
Ha1aman
.
........................ .
iii
DAFTARGAMBAR •••.•••..•••.•••••.•..•..•••••••..••.•
iv
PEND.IlHULUAN •••.••••.........•.•.•...•••.••••••••.••
1
TINJA UAN PU STAKA ••••••••••••••••••••••••••••••.••••
3
1.
Ferti1isasi •••••••..••.•..••..•.•••••••••••
3
2 •
C1ea vage •••••••••.•••..•.••.•.•••.•••..••••
13
3•
Imp1an tasi ••••••...•••••....•••••••••••••••
16
4.
Horman-harmon Yang Pen ting Un t.uk
DAFTAR TABEL
.. . .. .. . . .. . .. . .. . .. . . .. . . ..
..
.. . .
.. ..
Implantasi •••••••••••..•...•••••••••..•. •.• •
27
PE!1BAHASAN
..................................................................................
39
KESIMPULAN
. .. . .. .. . .
. .. . ........................................................... .
43
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
46
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Nomor
Teks
1.
Rata-rata Umur Sperma Di dalam Saluran Kelamin, dan Umur Ovum Sesudah Ovulasi .............6
2.
Draja t Perkembangan Embrio .••••..•...•.••.•••••
16
3.
Perbandingan '.'iaktu. Pengenalan Induk Terhadap Kebuntingan dan Perlekatan Embrio Dengan Jaringan Uterus Pada Dornba, Sapi, Babi
dan Kuda .••••••....... " . . . . . .. . . . . . . . . . . . .. . .• •
27
Efek Variasi Dosis Estradiol 17-betha Dalam
Penginduksian Implantasi Pada Tikus Yang Diovariektomi Pada Awal Kebuntingan dan PerlakUan Dengan Progesteron ••...............•.•.•..
33
4.
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halamallll
Teks
1.
2.
3.
4.
5.
Hubungan Antara Waktu Insiminasi dan Fer·tilisasi Pada Sapi, Domba dan Bab.i •..........••••
7
Reaksi Akrosom Sperma dan Penembusan Lapisan Luar Ovum •.•••••••..••.....•.•...•••.•.....
9
Diagram Yang Menggambarkan Proses-proses
Yang Ter jadi Selama Pembuahan Pada Tikus •••••••
12
dセ。ァイュ@
Elastosis Mulai Menyentuh Endometrlum ••••...••.••••.•••....••.•.••.....•••••••.•
23
Pengaruh Progesteron dan Estrog·en Dalam merangsang Decidualisasi dan Implantasi Pada
Ti.kus ..... "' ... "' ............. "'..................................................
41
PENDAHULUAN
Pengetahuan mengenai proses terjadinya kelahiran adalah penting, karena dengan mengetahui kejadian dari proses
tersebut dapat diketahui penanganan yang terbaik hila induk mengalami kesulitan dalam proses kelahiran, sehingga
fetus dapat dilahirkan secara normal dan indukpun selamat.
Tetapi tidak kalah pentingnya juga mengetahui tahap dari
kejadian sebelum terjadi kelahiran, yaitu peristiwa fertilisasi sampai implantasi, karena proses dalam tahap i tulah
maka terjadi embrio sampai terjadi fetus.
Terjadinya fertilisasi sampai implantasi dan kontrol
hormon dalam proses implantasi, merupakan salah satu diantara keajaihan-keajaiban
セャ。ュ@
ilmu biologi yang hendak
、セ@
ll1.nglr.apkan.
KejaUian implantasi penting untuk diketahui, karena
pengetahuan mengenai kapan akan terjadi implantasi b.erguna
untuk kepentingan Embrio Transfer.
セオウ。ャョケ@
dalam proses
panen embrio untuk kepentingan Emhrio Transfer harus diketahui saat terjadinya implantasi, sebab hila telah terjaUi
implantasi embrio sudah tak dapat dipanen.
Harus diketa-
hui pula bahwa uterus hewan penerima harus sesuai dengan
kondisi embrio, agar ter jadi implan tasi, sehingga emb-rio
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Menurut Sukra (1982), implantasi adalah hersarangnya
blastosis di dalam uterus, sampai terjadi hubungan antara
selaput ekstra embrionik dan selaput lendir uterus.
tasi terdiri dari tiga macam antara lain :
iューャ。セ@
2
a.
Implantasi superfisial, dimana hlastosis ada diruang
lumen uterus, misalnya. pada ungula ta, kelinci,
ォ。イョゥセ@
vora dan primata rendah.
b.
Implantasi eksentrik, blastosis terletak di dalam
ォイゥセ@
ta atau lipatan selaput lendir, misalnya pada rodensia.
c.
Implantasi interstitial atau profundal, blastosis menembus lapisa epitel uterus dan berkembang di dalam
endometrium, misalnya pada manusia dan marmut.
Hormon adalah senyawa organik yang diproduksi oleh
sel-sel tertentu yang normal dan seha t di dalam tubuh, dalam jumlah sediki t dan langsung dialirkan kedalam pembulu
darah menuju tempat lain untuk mempengaruhi aktivitas
ォッセ@
dinasi dan iILtegrasi bagian-bagian diseluruh tubuh individu.
Hormon-hormon yang terpen ting dalam implan tasi, yai tu
LE, LTH, progesteron dan .estrogen.
Sedangkan hi.stamin,
prostaglandtn dan produksi CO 2 embrio atau ion bikarbonat,
diduga juga terliba t dalam perangsangan proses implantasi.
Tanpa kontrol hormon-hormon tersebut implantasi tidak akan
terjadi.
Tetapi mengenai histamin, prostaglandiIL dan pro-
duksi CO2 embrio a tau ion bikarbona t, beberapa peneli ti
セ@
sih meragukan keterlibatannya dalam implantasi.
Penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk
merrgetahui lebih jelas mengenai implantasi atau peranan
ヲ。セ@
tor hormonal dalam kejadian tersebu t, karena sampai saa t
ini belum banyak informasi yang menjelaskan peranan
ィッイュセ@
hormon tersebut secara terperinci dalam kejadian implantasi.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Fertilisasi
F.ertilisasi adalah penyatuan dari dua sel gamet jan-
tan dan betina untUK membentuk sa tu sel zigote.
Dalam fe;;:
tilisasi terdapa t proses ganda, yai tu dalam aspek embriologik fertilisasi meliputi pengaktifan ovum oleh sperma,
tanpa rangsangan fertilisasi ovum tidak akan melalui cleava.ge dan tidakp.erkembangan embriologik.
Dalam aspek
ァN・ョセ@
tik, fertilisasi mel:!:.puti pemasukan faktor-faktor hereditas pejantan ke dalam ovum ( Me. Larendalam Hafez, 1968 ).
MenUl:'ut Austin (1975), penyatuan ovum dan sperma dalam
proses fertilisasi memerlukan pendeka tan membran kedua sel
ganet tersebut sehingga membentuk satu sel tunggal.
Umur sperma dan ovum relatif singkat, maka waktu bagi
ke dua sel tersebu t ama t penting.
Ke tepa tan meneapai tem-
pat fertilisasi menyebabkan semua proses perjalanan, pendewasaan dan pertemuan harus diatur sedemikian rupa.
Pro-
ses ini dia·tur ol.eh alam seeara otoma tik ( Partodihar So,
19.80 ).
Pengangkutan sperma di dalam lumen uterus disebahkan
oleh kontraksi kuat dinding uwrus yang dirangsang ol.eh
ーセ@
lepasan oksitosin pada waktu kopulasi atau insemiaasi bUatan ( Van Demas dan Hays yang diku tip Nalbandov, 1958 ).
Haf.ez (1968) menambahkan pula, walaupun sperma diletakkan
ke dalam seluruh kelamin betina dalam jumlah berjuta-juta
tetapi yang mencapai ampula tuba ヲ。ャセゥ@
1000.
tidak me1ebihi
Beberapa sperma meneapai tempa t fer tilisasi dalam
4
waktu yang lebih singka tkira-kira 15
Ire
ni t sesudah perka-
winan.
Andeson dalam Cole dan Cupps (1968) serta PartodihardJo (1980) menyatakan bahwa pada saat sperrna akan memasuki
tuba fallopii maka terjadi rintangan bagi aperrna yai tu berupa cincin mukosa yang menandai ba tas an tara ue trus dan
tuba dan dikenal dengan narna uterotubal junction ( UTJ ).
UTJ ini juga berperan menyeleksi sperma ( Partodihardjo,
1980).
Seleksi berikutnya sepanjang tuba fallopii
セ・イェ。ᆳ
di di isthmus terutama batas antara isthmus dan ampula,
ウセ@
lain seleksi kwalitatif juga terjadi reaksi biokimiawi
( termasuk reaksi kapasitasi ) untuk menamb?-h kemampuan
ri
セウー・イョ。@
untuk menembus sel-sel corona radiata yang
セ@
ュ・ョセ@
lilingi sel ovum.
Pada kelinci dan tikus, kemungkinan besar pada sapi
ser'ta mungkin pula jenis hewan lainnya, sperrna harus menjalani perubahan-perubahan fisilog.tk yang disebut kapasitasi ( Me. Laran dalam Hafez, 1968 dan Anderson dalam Cole
dan Cupps, 1:968 ).
Selanjutnya Austin (1951) ,dan Change
(1951) yang dikutip Austin (1975), menemukanbukti adanya
proseskapastasi pada tikus dan kelinci dengF'ln menginj.eksi
kan suspensi sperrna ke dalamkapsula ovarium pada tikus
atau ke dalam oviduk pada kelinci dan pe·ngamatan menujukkan bahwa sper-ma membu tuhkan waktu yang agF'lk lama untuk
pat menjadi penembu8 selubung ovum.
セ@
Perln juga diketahui
bahwa kapasitasi yang terjadijuga berguna untuk mempertin,g
gi day;;, fertilisasi ( Adam dan William?, 1967; Bedfoerd,
1970 dalam Toelihere, 1981 ).
Salysburry dan Van Denmark (1961) serta Partodihardjo
(1980) menerangkan bahwa saluran reproduksi betina yang
dilalui ovum adalan
ィ。イセウ@
セオ「。@
fallopii, kornUa uterus dan
tujuan terakhir yai·tu kornU3. u teru3 a tau korpus uterus.
Tuba fal10pii seeara
dapat dibagi menjadi
ィセエッM。ョュゥォ@
fimbriae, infundibulum, ampula dan isthmus.
takan pula bahwa kegiatan silia
Mereka menya-
sepanjang tuba fallopii
dan kontraksi dari otot tuba fallopii sebagai faktor penting dalam pengangkutan ovum.
Menurut Me. Laren dalam Ha-
fez (1968) dan Partodihardjo (1980), keadaan ini juga diatur oleh kesinambungan kerja hormon yang bersal dari ovarium, menjelang ovulasi estrogen merupakan hormon yang dominan.
Estrogen dibantu olsh oksitosin menyebabkan terjadinya gerak peristaltik yang aktif.
Pada saat terjadi ovu-.
lasi dan terlepasnya ovum, gerakan tersebu t kua t
-:ian llle-
nyebabkan fimbriae secara aktif menurunkan ovum.
Setelah
ovum digerkkan menuju infundibulum dan kemudian masuk ke
ampula.
Per jalanan ovum dalam ampula termasuk cepa t seba b
pengaruh estrogen masih kua t.
Pada ba tas an tara ampula-
i::;;thmu8 ovum geraknya di perlahan sekali.
Pada ba tas ini
terdapa t konsen trasi ,j-.inE,gi dari phosphat yang diduga berfun gsi menc:drkan a tau melunakkan hubungan sel-sel corona
6
radiata yang menghubungkan ovum hingga penembusan sperma
untuk
ュ・ョセ。ーゥ@
Ovum tiba
ovum lebih mudah ( Partodihardjo, 1980 ).
、ゥセューオャ。@
dalam waktu yang cukup lama sesu-
dah tibanya sperma untuk menjamin terlaksananya kapasitasi.
Umur OVum umumnya kurang dari 24 jam demikian pula
umur sperma, hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Jenis hewan
Rata -ra ta Umur Sp.erma Di Dalam Sil.luran
Kelamin dan U.mur Ovum Sesudah Ovulasi.
Umur sperma
( jam)
Umur ovum
(jam)
Menei t
10 - 12
Kelinci
30
Domba
30 - 48
16 - 24
Sapi
30 - 48
8 - 12
Kuda
72 - 120
6 - 8
Babi
24 - 48
8 - 10
Manusia
28 - 48
6 - 24
6 - 15
-3"6
6 - 8
Sumber : Toelihere, 1981
oleh karena i tu waktu terbaik un tuk inseminasi harus bena£.
benar diperhatikan agar fertilisasi berhasil.
セqウ。ャョケ@
da sapi, yang secara normal berovulasi kira-kira 14 jam
ーセ@
ウセ@
aUdah akhir estrus, angka konsepsi dari inseminasi yang di
lakukan pada waktu ov.ulasi sanga t rendah, dan waktu terbaik untuk inseminasi adalah dari 6 sampai 24 jam ovulasi
( gambar 1 ).
7
100
セ@
-l
\\'iLk .. L Nセョゥャ。エ@
Jumua
ualJl
/
!":.
=
セ@
c
セ@
I : \
/
セ@
'"
/:\
/
-"
0
/
40
/
\
/
20
I
,.\
(
60
I
"-
/
80
1
,j.
Al
:''''\>I
[
I
\
I
I
I
セ@
\
,
\ I
\
\
,,
\
\
\
0
48
24
_
t
24
0
-+-- Jam. sesudah セ@
akhlr estrus
Jam, sebelum セ@
akhlr estrus
Waktu inseminasi
-GambaI' 1.
48
,-'"
Hubungan Antara l'/·aktu I.nseminasidan
F.lirti11 tas :pada
セG。ーゥL@
,Domba dan Babi.
Diku tip dari : Toel1here, 1981.
KeterallJgan Gambar : - Sap1
- Bab1
- Domba
Pada hampir semua mamalia, fert11isasi dimulai sesudah badan kutub pBrtama disingkirkan, sehingga sperma
ュセM
nembus dan masuk ke dalam ovum sewaktu pemhelahan reduksi
kedua sedanr. berlangsung.
Akan tetapi, pada kuda, sperma
masuk ke dalam ovum sebelum pemhelahan reduksi kedua dimu-
8
lai
(Mc. Laren dalam Hafez, 1968 ).
Tempat fertilisasi
pada hampir semua ternak adalah bagian bawah ampula tuba
fallopii ( Salysbury Van Denmark, 1961).
Sewaktu masuk
ke dalam ampula, selubung ovum, zona pelusida masih dikeli
lingi olsh sel-sel granulosa yang masih disebut sel-sel c!!.
mulus.
Pada ternak-ternak mamalia kecuali babi, sel-sel
cumulus menghilang dari Ova dalam beherapa jam sesudah ov!!.
lasi.
Secara normal hanya sa tu sperma yang membuahi ovum.
Oleh karena i tu ovum mengadakan reaksi zona dan hambatan
vitelin untuk mencegah sperma yang lain masuk ke dalam ovum.
Reaksi zona untuk merubah
sperma lain menembus zona pelu-
sida, sedang reaksi hambatan vitelin mencegah sperma meneE
hus membran vi telin.
Untuk masuk ke dalam ovum, sperma pertama harus
bus
ュ・ョセ@
Ca) massa cumulus oo.phorus, bila masih ada, (b) zo-
na pelusida dan (c) membran vitelin.
Sperma menerobos
sa cumulus oophorus dengan pergerakannya sendiri sambil
ュ。セ@
lD9-
larutkan selubung asam Hyaluronik pada massa tersebut dengan enzim Hyaluronidase yang dihasilkan sperma ( Balinsky, 1970; Hafez, 1974 ).
Menurut Toelihere (1981), sebelum sel sperma dapat
ュセ@
nembus zona pelusida terjadi pelepasan selubung luar akrosom yang didahului oleh pelepasan membran plasma, dan selubumg dalam akrosom yang bertanggung jawab. untuk penetrasi
melalui zona pelusida ( gambar 2 ).
9
GambaI' 2.
Reakst Akrosorn $.perzna nan Penembusan
r.ap;
,>-,),
1uM' 0vum.
i8
Ie)
Dikutip dari
Cole dan Cupps, 1968
Keterangan GambaI' :
A•
Sperma yang sudah men,ga1ami kapasi tasi ( kiri j,
ketika sperma mengalami kapasitasi ( kanan ).
B.
Reaksi akrosom sperm a ( kiri ), ketika sperma
menembus corona radta ta ( kanan ).
C.
Sperma yang mengalami reaksi akrosom ( kirt ),
ke tika sperma menembus zona pe1u-sida ( kan.an ).
Dilaporkan bahwa enzim pe1ebur zona ( zonalysin ),
yang terdapa t pacta perfora tium a tau se1ubung akrosom me-
10
mungkinkan sel sperma melebur dan membuat suatu celah mel;a
lui zona kedalam ruang peri vi telin ovum ( S tambrugh dan
Buckley, 1968 dalam Hafez, 1968 ).
Balinsky (1970) dan Hafez (1974), menyatakan bahwa
ovum mengeluarkan sua tu Za t ( fertilisin ) yang bereaksi
dengan sperma dan terjadilah aglutinasi.
Proses aglutina-
si tidak menghentikan pergerakan sperrr.a, karena sperma terus berenang melalui zona pelusida dan lIlenimbulkan aluran
kecil.
Pada saa t ini akrosom yan.g merenggang sewaktu kapg
si tasi akhirnya menghilartg dan menimbulkan perfora torium.
Mungkin aktivitas suatu enzim tertentu berhubung dengan
perforatorium yang memungkinkan perterobosanzona pelusida.
Fase terakhir penembusan ovum melipu ti pertautan kepala sperma
vitelin.
ォセ・イュオ。ョ@
Priode ini sangat pen-
ting karena pada saat itulah terjadi aktivasi ovum.
Te-
rangsang oleh pendeka tan sperma, ovum terbangki t dari keadaan diamnya dan ter jadilah perkembangan.
juga ekor sperma memasuki ovum.
Kepala sperma
Suatu proyeksi pacta per-
mUkaan vitelin menandakan jalan masuk sperma.
Membran pla§.
rna sperma dan ovum pecah, dan kemudian bersatu memben.tuk
selubung bersama.
Sebagai akibatnya, sperma memasuki vi te
lin, meninggalkan selubungnya bertaut pada membran vi telin
( Toalihere, 1981 ).
Pada alternatif lain, membran plasma
sperma pecah ( Piko dan Tayler, 1964 dalam Toelihere, 1981 )
pada kedua kejadian tersebu t kepa la sperma secara terbulill
mernasuki ovum.
11
Nenuru t Shumaway dan Adarnstone (1942), pada ovum yang
baru dibuahi maka akan terjadi ; pemagkatan aktivitas metabolisme, peUingkatan viskositas sitop1asrna dan peningkatan permeabi1itas membran.
Segera setelah sperma masuk vitelin kepala sperma membengkak dan kehi1angan
nampak lagi.
「・ョセオォL@
membran sekelilingnya tak
Selama proses ini, material im menghilang
dari akrosom, kemudian segera terbentuk nUkleus-nukleus dimana pertama-tama sebagai ti tik-ti tik keeil.
Nukleus-nuk-
leus yang terbeIlJtuk bersa tu dan memhentuk membran disekelilingnya, maka terbentuklah pronukleus jaatan.
Pembentukan
pronukleus betina mengikuti pola yang sama dengan pembentukan pronukleus betina ( Salysbury dan Van Denmark, 1961 ).
Nenurut Hafez (1974), pembentukan pronukleus betina segera
setelah badan kutub kedua dikeluarkan dari ovum.
Ukuran nUkleus bervariasi pada setiap indi vidu -dan
spesies.
Pronukleus juga ukurannya bervariasi, pronukleus
jantan pada tikus, menei t dan kueing besar, pada beberapa
spesies dUa pronuldeus samahesarnya.
Salysbury dan Van Denmark
セQYVャIL@
menerangkan hahwa
penggabung;an. pronukleus jantan dan betina merupakan tahap
akhir dari proses fertilisasi yang disebut singami.
ka pronuJdeus
perlahan.
Kef;i-
dibentuk keduanya salins mendekat secara
Pada puneak perkembangannya mereka mengadakan
penggabungan.
Setelah beberapa saat keduanya berkerut dan
bersamaan dengan itu mereka melebur diri, nukleus dan mem-
12
Gambar 3.
Dia.gram Yang Menggamharkan Proses-Proses
Yang Ter jadi. S-elama Pembuahan ?ada TikI! s.
i
2nCl
セ@
,---,,'
\
p「セzNG@
a
Keterangan Gambar :
a.
Sperma berkontak dengan zona pelusida (Z.P) badan
kutub p-ertama (Pb.l) telah disingkirkan ; inti
sel telur sedang mengalami pembelahan miotik yang
kedua (2nd M).
·b.
Sperma telah menem1:Jus zona pelusida, dan kini ber.
taut pada vi telin (vi t). Hal ini merangsang イb。セ@
sizona, yang ditandai oleh pembayangan yang rnenyelusur sekeliling zona pelusida.
c.
Kepala sperrna masuk ke dalarn vitelin, dan terletak di bawah perrnukaan yang telah terungki t di
atasnya.
d.
Sperma hampir kini seluru}1nya herada di dalam vitelin. Kepala sperma membengkak. Vitelin berkurang v.olumenya, dan hadan ku tub kedua sUdah disingkirkan.
e.
Pronukleus jan tan dan betina mUlai berkernbang.
Mitochonria (Mit) berkumpul disekitar pronukleus.
f.
Pronukleus b.erkernbang sempurna dan mengandung hanyak nukleus. Pronukleus jantan lebih besar dari
pada betina.
g.
Fertilisasi telah sempurna. Pronukleus telah meu£
hi lang dan diganti oleh kelornpok-kelompok krornosorn yang telah bersatu di dalarn prophase pada pemhagian cleavage yang pertama.
( Sumber :
Austin dan Bishop, 1957 dalarn
Hafez, 1968 ).
13
bran inti hilang.
Kelompok kromosom mengganti inti yang
hilang, dan dua kelompok kromosom menjadi satu.
lni di-
ikuti oleh penyusun kromosam dalam tahap metaphase, gelendong pembelahan pertama segera nampak.
Perkiraan.interval
dari pembentukan pronukleus sampai pembentukan gelendong
pembelehan pertama bervariasi, tetapi umumnya diperlukan
12 sampai 20 jam untuk perubahan ini.
2.
Cleavage
Sesudah singami selesai, untuk beberapa hari lamanya
zi.got.e atau embriohidup bebas di dalam tuba fallopii atau
uterus induk.
Di dalam uterus, makanan enbrio diperoleh
dari sekresi kelenjar-kelenjar uterus. sesudah implantasi
embrio memper.oleh makanannya dari saluran darah induk.
Pada awal priode hidup aebasnya ovum merupakan satu
sel tunggal, dengan volume yang rela tif besar dibandingkaa.
dBngan sel-sel tubuh lainnya.
Sehingga perbandingan si to-
plasma dengan nukleus sangat besar.
Bahan-bahan makanan
persediaan disimpan di dalam si toplasma dalam bentuk kumng telur ( deutoplasma ).
Sel tunggal ini lalu mengalami cleavage y,ai tu membagi.
diri beberapa kali tanpa tamhahan volume si toplasma dan
pertumbuhan.
Proses im berlangsung terus sampai implan-
tasi dimana ukuran sel telah sama dengan ukuran sel tubuh
(
mセN@
Laren dalam Hafez, 1968 ).
Menurut Balinsky (1970), cleavage dapat ditandai se-
panjang priode perkembangan yang meliputi :
14
Fertilisasi satu sel telur ditransformasikan oleh hagian-hagian mi tosis yang tera tur ke dalam kompleks multi
celluar.
Tidak ter jadi pertumbuhan.
Bentuk umum dari embrio tidak men.galami perubahan, ke cuali untuk pembentukan rongga dibagian dalam blastosul.
Selain dari pada itu transpormasi bahan-bahan sitoplasma ke dalam bahan-bahan inti dan perubahan-perubahan
kwalitatif di dalam komposisi kimia dari telur di bata-
si.
Bagian-bagian dari si.toplasma telur tidak diganti lemh
lanjut .dan bertahan dalam posisi yang sama seperti pada
permulaan cleavage.
P.erbandingan inti terbadap si toplasma rendah pada perm),!
laan cleava-ge kemudian pada akhir cleavage merucapai ba'"
tas tertiruggi seperti yang terdapa t dalam sel soma tik.
Cleavage pada telur yang dibuahi diawali oleh pembelahan inti yal1g diiku ti oleh pembelahan si toplasma, sehilligga
dihasilkan dua sel anak.
Dua b,lastomere yang p.ertama mem-
bagi diri lagi sehingga menghasilkan
an 8, 16 dan seterusnya.
Lf
blastomere, kemudi-
Semua pembelahan sel tersebut
bersifat mitosis sehingga setiap sel embrio mengandung khromosom diploid {2n) { Balinsky, 1970; Anderson dalam Cole
dan Cupps, 1977 ).
Anderson dalam Cole dan Cupps (1977) menerangkan bahwa pada kebanyakan spesies, morula dikatakan telah terhen-
15
tuk bila jumlah sel blastomere dalam zona pelusida telah
mencapai 16-32 bUah.
Beberapa spesies seperti kelinci di-
mana pembelaharmya kontinyu sehingga morula dapat mengandung 100 sel.
Sedangkan ukuran dari sel hlastomere dari
morula berkurang oleh mitosis yang kontinyu sampai sel
blastomere mencapai bentuk sel normal seperti sel tubuh
dewasa.
Perubahan dalam perbandiagan si toplasma inti di-
anggap penting dalam pengaturan ( regulasi ) kegiatan atau
sifat genetlk di dalam embrio.
Tidak hanya ukuran embrio,
mamalia gagal untuk bertambah selama proses pemhelahaa, t.§.
tapi bukti pada menci t menunjukkan terjadi juga pengurangan jumlah sel selama beherapa hari pertama dari proses pel:
kembangannya.
Menurut Partodihardjo (1980) bila terbentuk morula,
cairan mUlai terlihat berkumpul diantara beb.erapa sel dalam tubuh morula.
Ruangan ini disebut blastosul, sedang
embrio kini 1iisebu t blastosis.
Jika blastosis telah ter-
hentuk ·maka tuhuh embrio seolah-olah terbagi dua, karena
ada bagian sel yang tumbuh membentuk sel-sel tipis dibagian permukaan yang menyelubungi hampir seluruh tubuh ;11astosul.
Bagian yang menyeluhungi ini disebut trofoblas, s.§.
dang bagian yang diseluhungi disebut massa sel bagiab dalam
( inner cell mass ).
TrofDblas mempunyai fungsi menyerap
cairan yang mengandung nu trisi bagi embrio.
Waktu yang diperlukan untuk cleavage dan pertumbuhan
embrio pada berbagai ternak mamalia tercantum pada tabel 2.
16
Tabel 2.
Spesiea-
Derajat Perkembangan Embrio.
2 Sel
Hari Sesudah ovulasi
Masuk ke uterus
8 Sel
Elastosis
Sapi
1
3
3 - 3"2-
7 - 8
Domba
1
2*
3
6 - 7
Kambing
H
3
3"2-
5 - 6
Babi
t
2
1 - 2
5 - 6
Kuda
1
3
4 - 5
6
Sumber
Toelihere, 1981.
Dalam pertumbuhan selanjutnya trof'oblas akan tumbuh
menjadi plasenta, sedangkan massa sel hagian dalam ( inner
cell mass ) tUmbuh menjadi makhluk yang baru lahir·.
Zona
pelusida pada beberapa mamalia akan pecah setelah hlastosis menyentuh endometrium untuk proses implantasi.
Tetapi
pada beb;erapa mamalia lain misalnya pada marmut,zona pelu
sida terkelupas oleh a.danya juluran-juluran protein yang
b-erasal dari trcfoblas menjelang implantasi.
3. Implantasi.
Implantasi dapa t ter jadi bila embrio dan uterus telah
sama-sama siap untuk menjalani proses terseuut.
Untuk itu
embrio harus mengalami beberapa perubahan sampai mencapai
tahap hentuk terten tu yang siap diimplantasikan, demikian
pula uterus
mengalami beberapa perubahan sampai mencapai
"siap" embrio yang diimplantasikan.
Jadi antara embrio
dan uterus barus ada koordinasi agar implantasi dapat ber-
17
langsung dengan baik, sehingga perkembangan embri-o selanju tnya ter jamin.
a.
Pengertian Implal!ltasi
Implan tasi didefinisikan sebagai sua tu proses perleka-
tan embrio mamalia dengan dindin-g uterus, dengan penembusan epitelium dan dikukuhkan oleh suatu hubungan dari sistim sirku1asi induk.
Implantasi perlu sua tu koordinasi
interaksi antara embrio dan kondisi uterus yang seharusnya
\ Weitlauf, 1978 ).
Menurut Hafez (1968) dan Partodihardjo (1980) istilah
implantasi 1ebih sesuai un-:tuk-_,hewan- yang embrionya tertanam dalam dinding uterus.
sebagai contah pada hewan
ー・ョァセ@
ra t ( raden tia ) blastosis tertanam dalam kripta endometri
um dan se1uru·h tro.foblas berhubungan sanga t eEa t dengan
dinding ke1enjar endometrium.
Sedang pada ternak mamalia
sebaliknya embrio tetap di da1am lumen uterus dan pertautan yang dibentuk dengan dinding uterus sebelum pembentukan plasenta adalah sangat labil.
Pergerakan blastosis di
dalam uterus semakin terbatas dengan perkembangannya.
Peristiwa terjadinya per1ekatan embrio, penembusan
epitelium, pembentukan plasenta dan keadaan uterus berbeda
paria setiap spesies mama1ia.
Pada beberapa spesies, irnpla!!.
tasi terjadi dalam waktu beberapa hari setelah fertilisasi
se-dang pada hewan lain biasanya tertunda sampai sperma· seminggu atau sebulan dan yang lain mungkinterjadi tanpa penundaan ( Weitlauf, 1978 ).
Diperkirakan implantasi
エ・イェセ@
18
di antara ke 10 dan ke 22 se telah koi tus pada domba dan an
tara hari ke 10 sampai hari ke 40 pada sapi ( Nalbandov,
1958; Toelihere, 1981 ).
b.
Faktor Embrio.
Pembentukan blastosis diikuti oleh gatrulasi yang me-
rupakan pendahulu dari pembentukan organ tubuh.
Gastrula-
si terdiri dari gerakan-gerakan sel atau sekelompok sel
sedemikian rupa untuk
merubah
・ュセイゥッ@
dari struktur dua
pis menjadi tiga lapis dan membawa daerah-daerah bakat
ャセ@
ー・セ@
bentuk organ kepasisi yang defini tif di dalam embrio.
Pada mamalia, gastrulasi hanya meliputi sel-sel pacta
discus embrional.
Dari sini berdefrensiasilah tiga macam
jaringan endoderm, mesoderm, ektoderm.
Dari jaringan-jar;!.
ngan ini terbentuk semua jaringan feotalis dan selubungselubung embrional yang menghubungkan embrio dan fetus keinduk.
Sel-sel berimigrasi atau melepaskan diri dari mas-
sa sel dibagian dalam discus embrional un tuk membentuk selapis endoderm yang menyebar ke_sekeliling bagian dalam bla§.
tosis, membentuk omphalopleura bilaminar.
Pada waktu yang
sarna notochord dan mesoderm terbentuk oleh invaginasi selsel didaerah garis primi tif pacta discus embriona1 ( Hafez,
1968 ).
Se1ama gastrulasi discus enbrional menebal.
Baris
primitif yang terbentuk menentukan sumbu crania-caudal embrio.
Sewaktu mesoderm menyebar keluar dari garis primi-
tif antara endoderm dan ektoderm, ia terbagi menjadi dua
19
lapis, dipisahkan oleh coelum.
Notochord berkembang dari
ujung anterior garis primitif.
Disebelah dorsal notochord ektoderm menebal membentuk
dataran neural.
Sesudah heberapa hari lipa tan-lipa tan ne-
ural bertumbuh dan bersa tu membentuk sua tu pipa neural,
yaitu bakat otak sumsum tulang belakang.
Sementara itu
somit, kondensasi berganda mesoderm dorsal telah kelihatan pada masing-masing sisi notochord.
Sewaktu embriome-
manjang, pasangan somi t-somit tambahan terus berkemhang,
sehingga jumlah somi t dapat dipakai seb.agai indeks umur
embrio muda.
Pada tingka tan somi t-7, somi t anterior berdefrensiasi
menjadi 3 bagian, diperun.:tukan bagi pembenctukan urat-urat,
aaging, tulang,
dan tenunan pengika t.
ォ・イ。ョセ@
Se gera se-
slidah ini baka t-baka t telinga dan ma ta jelas terliha t pada
kepala embrio dan jantuu,g mulai berkembang sedang saluran
pencernaanterbentuk dari kantong-kantong di dalam endoderm
dan mesoderm ( Hafez, 1"968 ).
Pada jenis hewan polytocous, blastosis didistribusikan menurut panjang kornua uteri sebagai akibat pergerakan dindill;g uterus.
Mekanisme yang pasti dalam pembagian
ruangan secara sempurna b.agi embrio selama implantasi belum diketahui.
Tidak terdapa t bukti l:Iahwa suatu blastosis
yang sudah berimplantasi akan menghan.ba t implantasi blast,Q.
sis yang lain dideka tnya.
Cook dan Hunter (1982), berdasarkan adanya aktivitas
20
steraidogenik yang di tunjukan oleh pertumbuhan embrio kel:i.!!l
ci menduga bahwa embrio mungkin mempunyai kemampuan untuk
mensintesa
dan hormon-hormon protein.
ウエイ・セゥ、@
Akhir-akhir ini telah di temukan hahwa preimp1antasi
pada baIod. menjadi kegia tan yang penting di dalam proses bi
osintesa estrogen ( Perry dkk dalam Cook dan Hun.ter, 1982).
Estrogen diproduksi oleh jaringan trofoblas pada
ke
ーセイゥ@
12, produksi ini dimaksudkan terlibat dalam pemberian tanda untuk peme1iharaan luteal.
Bukti steroidogenesis oleh
blastosis sapi dan domba tidak sejelas seperti pada babi.
Tetapi Aya10n dkk yang dikut1p Cook dan Hunter (1982) telah mengamati adanya produksi streroid oleh blastosis sapi,
.clan mendukung pendapa t adanya kegia tan steroido.genik pada
blastosis.Godsby dkk (1976) dalam Cook dan Hunter (1982)
menyatakan ·bahwa steraido.genesis ti·mbu.L sebelum dan sesud9.h
perlekatan.
Produksi-produksi utama pada spesies i tu ada-
lah steroid-steroid netral, produksi estrogen oleh hlastosis ren-dah a tau sarna sekali tidak ada.
Menurut Nartenz dkk (1976) yang dikutiP Cook dan Hunter (1982), steroid-steroid yang dihasilkan dapa t berfungsi sebagai pengisyarat pada induk akan adanya embri:o
rus,
tersebut bertindak sebagai pre-hormon.
ウエ・イッゥ、Mセ@
2elain itu
、ゥオエセ@
ウエ・イセゥ、@
tersebut juga mengisyaratkan otak untuk
menghasilkan estrogen-estrogen yang akan menga tur produksi
LH ( Naftalin dkk, 1975 dalam Cook dan Hunter, 1982 ).
21
c.
Faktor uterus.
Pada waktu embrio mengalami cleavage dan pembentukan
blastosis uterus juga men.galami perubahan-perubahan melJJyediakan diri untuk implantasi.
Pada proses preimplantasi di dalam uterus
terjadi
ーセ@
nambahan vaskularisasi pada endometrium dan peningka tan
peFtumbuhan serta kegiatan dari kelenjar uterus ( Eckstein
dan Kelly dalam Cole dan Cupps, 1968 ).
Weitlauf (1978), menyatakan bahwa untuk suatu implantasi pada mamalia biasanya uterus membentuk suatu reaksi
decidua sebagai respon.
Di dalam kejadian ini stroma end£
metrium, sel fibroblastik ditransformasikan ke dalam bentuk sel decidua khusus.
Sel ini ditandai dengan penolJJjol-
an epithelloid, kehadiran imti poliploid, akumulasi glikQgen dan lipid di dalam sitoplasma, pembentukan banyak lisosom dan terjadi kontak antara sel dengan suatu hubungan
yang kompleks.
stroma endometrium ini akan
ュ・ョェ。、ゥッセ@
tus sebab terjadi vasodilatasi dan penambahan permiabilitas pembulu kapiler, peningkatan mitosis dan kegiatan metabolisme.
Cairan uterus mempunyai
ー・イ。ョセ@
sangat penting dalam
menunjang kehidupan embrio menjelang implantasi.
Peneliti
an mengenai hal ini telah dilakukan pada kelinci.
Dalam
cairan tl.terus kelinci menjelang implantasi didapatkan konsen trasi asam amino
yang tinggi lebih tinggi dari pada
asam animo yang terdapat dalam serum darah kelinci.
22
gliein, alanin, taurin dan glutamin eukup tinggi kadarnya
dan asam-asam animo ini merupakan substra t yang baik ba.gi
tumbuhnya .embrio sebelum terbentuknya plasenta ( Partodihardjo, . 1980 ).
Psyehoyos (1973), menerangkan bahwa adanya
ウゥョォイッセ@
si dari hubungan telur dan uterus menjaminembriosampai
mencapai posisinya yang eukup untuk diimplantasikan dan
ェセ@
ringan induk dilindungi dari penyerbuan yang tidak terkontro1 jaringan trofoblas dari b1astosis.
Sedang endometri-
um biasanya te1ah siap menerima pada saat emhrio telah meg
,capai tahap blastosis atau b1astulasis masih ber1angsung.
d.
Ja1annya Implantasi.
Menurut Partodihardjo (1980), implantasi berlangsung
secara bertahap.
Tahap-tahap ini adalah tahap persentuhan
embrio d.engan endometrium, ter1.epasnya zona pelusida, pergeseran a tau pembagian tempa t dan yang terakhir ada1ah per.
tautan antara trofoblas dengan epitel endometrium.
Tahap pelepasan zona pelusida adalah penting karena
·zona pe1usida merupalr..an sua tu penghalang un tuk imp1antasi.
Terlepasnya zona pelusida ada1ah sebagai aktivitas dari el;!;
zim pro teo1i tik dari eairan uterus ( Wei t1auf, 1978 ).
Menurut Sukra (1981) pelepasan zona pelusida terjadi sebelum trofoblas melekat pada endometrium. Me •. Laren (1969)
dan Mintz (1971) dalam We.itlauf (1978) men