Implantasi Gigi Dan Permasalahannya.

(1)

IMPLANTASI GIGI

DAN PERMASALAHANNYA

MAKALAH

Oleh

TIS KARASUTISNA NIP. 19500502197903102

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

BANDUNG 2007


(2)

ABSTRAK

IMPLANTASI GIGI DAN PERMASALAHANNYA

Penggunaan implan gigi sebagai pengganti gigi yang hlang memiliki angka keberhasilan yang tinggi. Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan kegagalan pemasangan implan pada pasien, seperti keadaan tulang penerima implan (tingkat resorbsi yang berlebihan), kurangnya jumlah implan yang dipasang, penempatan implan yang terlalu dekat, serta panas yang berlebihan pada saat pemasangan implan. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya komplikasi, baik pada saat pemasangan ataupun setelah pemasangan. Komplikasi intra operatif adalah berupa perdarahan, kerusakan syaraf, perforasi pada antrum atau rongga hidung, emfisema pada daerah wajah dan leher, serta kegagalan sistem implan. Sedangkan komplikasi pasca operatif adalah edema, perdarahan dan hematoma pasca operatif, implan yang longgar, infeksi dini, serta kerusakan syaraf. Selain itu terdapat pula komplikasi yang muncul beberapa tahun stelah pemasangan implan, seperti resesi gingiva, implan yang longgar, serta infeksi peri implan.

Dengan mengetahui permasalahan pada implantasi gigi, diharapkan dokter gigi dapat menghindari faktor-faktor penyebab terjadinya kegagalan sehingga meningkatkan angka keberhasilan proses implantasi.


(3)

ABSTRACT

DENTAL IMPLANT AND THE COMPLICATIONS

The use of dental implant as a replacement for a missing teeth has a high level of success. Neverthless, there are some factors that can lead to a failure of the dental implant application in patients, such as : the condition of the bone (an excessive level of resorption), the lack of number of implanted dental implant, the closeness of the implanted dental implant, and an excessive amount of heat during implantation. These factors can lead to a complication, weather it is during or after implantation. The intra operative complications consists of : bleeding, neurologic disorder, anthrum or nasal perforation, emphysema of the face and neck, and the failure of the implant system. While the post operative omplications are : edema, bleeding and haematoma post surgery, loose implant, early infection, and neurologic disorder. Aside to this, there are several complications that can arise a few years later, such as : gingival recesion, loose implant, and peri implant infection.

It is hoped that by being able to recognise the problems in dental implantation, clinicians can avoid these problems and increase the level of success in dental implantation.


(4)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan berkatnya makalah “ Penanaman Implan Gigi dan Permasalahannya” ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan bagian dari bahan ajar yang penulis pergunakan dalam proses belajar mengajar di FKG Unpad. Makalah ini penulis susun dengan harapan akan menjadi langkah lebih lanjut untuk penyusunan bahan ajar yang lain sehingga kebutuhan akan bahan ajar dibidang bedah mulut khususnya untuk mahasiswa akan lebih lengkap.

Akhir-akhir ini para Sejawat Dokter Gigi sudah mulai banyak yang tertarik dengan implan gigi, tetapi masih banyak pula yang belum memahami permasalahan yang mungkin terjadi didalam pemasangan implan gigi. Untuk itu penulis mencoba menyampaikan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman penulis selama ini didalam pemasangan implan gigi.

Dalam kesempatan ini kami menghaturkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Sejawat di Bagian Bedah Mulut FKG Unpad yang telah ikut mendukung penyusunan makalah ini.

Penulis harapkan bahan ajar ini akan menjadi bahan bacaan tambahan bagi siapa saja yang berminat dibidang “dental implan”, terutama mahasiswa dan bagi peminat pemula dibidang “dental implan”. Tentu saja kritik dan saran kami harapkan untuk lebih memperbaiki kwalitas dari bahan ajar ini.

Bandung, Nopember 2007 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……… i

ABSTRAK……… ii

KATA PENGATAR………. iii

DAFTAR ISI………. iv

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang………. ………….. 1

1.2 Topik Bahasan………. 2

1.3 Tujuan Penulisan………. 3

BAB II PERTIMBANGAN DALAM IMPLANTASI.……… 2

2.1 Faktor Pasien………. 2

2.1.1.1. Indikasi Implantasi……….. 4

2.1.1.2. Kontra Indikasi……… 4

2.2 Faktor Teknik Implantasi………. 7

2.2.1. Jumlah Implan Yang Akan Dipasang……… 7

2.2.2. Penempatan Implan………. 8

2.2.3. Teknih Pemasangan Implan……… 8

2.3 BIaya……….. 9

BAB III KOMPLIKASI YANG DAPAT TERJADI.……….. 9

3.1 Komplikasi Intra Operatif.………. 9

3.1.2. Perdarahan……….. 10

3.1.3. Kerusakan Saraf……….. 10

3.1.4. Perforasi Pada Antrum Atau Rongga Hidung……… 10

3.1.5. Gangguan Benda Asing……….. 12

3.1.6. Emfisema Pada Daerah Wajah dan Leher………. 12

3.1.7. Kegagalan Sistem Implan……… 12

3.2 Komplikasi Pasca Operatif……….……… 13

3.2.1. Edema……….. 13

3.2.2. Perdarahan Dan Hematoma Pasca Operatif……… 14

3.2.3. Implan Yang Longgar………. 14

3.2.4. Infeksi Dini……….. 15

3.2.5. Kerusakan Saraf……….. 15

3.2.6. Komplikasi Yang Lambat Terjadi……….. 16

3.2.6.1. Resesi Gigiva……… 16

3.2.6.2. Implan Yang Longgar……… 16

3.2.6.3. Infeksi Peri-Implan……… 17

3.2.6.4. Implan Yang Patah………. 19


(6)

BAB IV KESIMPULAN dan SARAN……….. 19

4.1 Kesimpulan………. 19

4.2 Saran………... 20

DAFTAR PUSTAKA………. 20


(7)

1

I.ENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penggunaan implan dental sebagai pengganti gigi yang telah hilang telah digunakan secara luas dengan angka keberhasilan yang cukup tinggi. Namun setelah proses penyembuhan, implan menerima beban kunyah yang cukup berat sehingga terdapat kemungkinan gagalnya penggunaan implan dental. (Buser and Maeglin, 1996)

Sampai saat ini pemakaian dental belum dapat dirasakan menyeluruh untuk pasien pasien dengan inidikasi pemakaian implan dental karena masih banyaknya problematika seputar pemasangan implan dental.

Kriteria keberhasilan penggunaan implan adalah bila secara klinis tidak terlihat adanya kegoyangan, dapat tahan menanggung beban kunyah, tidak terdapat gejala patologis, tidak ada kerusakan jaringan di dekatnya, tidak ada gambaran radiolusen yang progresif pada jaringan tulang sekitar implan dan hilangnya ketinggian tulang krista alveolar yang minimal. (Worthington, 1993)

Komplikasi dapat timbul akibat faktor biologis, iatrogenik dan mekanis. Faktor biologis seperti kualitas tulang yang buruk, volume tulang yang tidak adekuat, kebiasaan merokok, iradiasi dan imunosupresi. Untuk menghindari terjadinya kegagalan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain seleksi pasien yang baik yaitu memiliki struktur anatomis yang baik, tidak ada kelainan tulang dan tidak memiliki harapan yang terlalu tinggi terhadap implan yang akan digunakannya. Perencanaan yang matang, protokol bedah yang baik serta prostetik yang baik juga merupakan kunci keberhasilan serta mengurangi kegagalan faktor iatrogenik. Peranan faktor mekanik antara lain beban kunyah yang terlalu berlebih akibat kebiasaan parafungsi seperti bruxism memainkan peranan penting sebagai salah satu penyebab kegagalan. (Worthington, 1993)

Komplikasi tersering yang terjadi dalam implan dental adalah kegagalan dari sistem implan dental yang dini. (Shulman and Shepherd, 1999). Implan merupakan benda asing yang dipasangkan ke dalam jaringan yang hidup. Jaringan


(8)

2

haruslah diperlakukan sehalus mungkin selama pembedahan untuk mengurangi komplikasi intraoperatif dan pasca operatif. (Buser and Maeglin, 1996).

Seorang professional di bidang kedokteran gigi yang mampu memasang implan dental harus menguasai mengenai problematika seputar pemasang implan dental agar didapat pemasangan implan dental yang dapat memenuhi kebutuhan fungsi dan estetika. Pengetahuan tentang macam-macam komplikasi yang mungkin timbul, penyebab dan cara-cara pencegahan terjadinya komplikasi merupakan hal penting yang harus diketahui sebelum merencanakan pemasangan implan. Pasien juga harus diberitahui tentang kemungkinan terjadinya kegagalan dalam implan dental yang digunakannya, serta menjaga kebersihan rongga mulutnya dengan baik untuk menjaga keberhasilan penggunaan implan dental dalam kurun waktu yang cukup lama. Selain itu untuk dapat menerima pemasangan implan dental seorang pasien membutuhkan informasi yang akurat agar dicapai hasil yang optimal. (Buser and Maeglin, 1996)

Problema pada pasien yang dapat merupakan kontribusi kegagalan implan dapat berasal dari pasien antara lain (Shulman and Shepherd, 1999): Pasien dengan kompromi medis: diabetes, pasien dengan tcrapi steroid yang lama, pasien yang kcmoterapi alau radiasi, Pasien dengan penyakit periodontal, Pasien dengan gangguan emosi, Pasien dengan ekspektasi yang tidak realislik

1.2. Topik bahasan

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai hal-hal praktis yang perlu dipertimbangkan dalam mempersiapkan dan melakukan implantasi gigi. Hal ini perlu diperhatikan bahwa banyak hal-hal yang sering terlupakan didalam perencanaan dan pelaksanaan implantasi. Tentu saja pengetahuan yang luas dan pengalaman yang banyak akan lebih meningkatkan keberhasilan dalam implantasi.

Demikian pula para operator harus lebih mewaspadai adanya kemungkinan masalah-masalah yang bisa terjadi baik pada waktu implantasi maupun setelahnya.


(9)

3

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah :

1.3.1. Untuk bahan pertimbangan dalam persiapan dan pelaksanaan implantasi gigi

1.3.2. Sebagai bahan bacaan, bagi bagi mahasiswa maupun dokter gigi yang berminat dalam bidang implan gigi.

II. PERTIMBANGAN DALAM IMPLANTASI

Dalam perencanaan implanasi yang akan dilaksanakan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang ada kemungkinan dapat menimbulkan kegagalam im[plantasi. Menurut Smalll (2004) beberapa faktor yang harus diperhatikan adalah :

2.1. Faktor Pasien.

Penyakit penyakit mikrovaskular akan menghambat oksigenasi jaringan yang menyebabkan kelambatan penyembuhan dan mencegah integrasi dari implan terhadap jaringan disekitarnya. Penurunan oksigenasi pada penyakit seperti diabetes mellitus, scleroderma, sistemik lupus erimatous, rematoid arthritis, hepatitis aktif dan kasus kelainan kekebalan. Terapi sinar untuk neoplasma, hemodialisa dan penggunaan terapi steroid jangka waktu lama juga memberikan vaskularisasi yang buruk. Osteoporosis, penyakit Paget, kelainan hormone dan tumor ginjal juga berbahaya untuk osteointegrasi dari implat. Penyakit dan kelainan ini merupakan kontraindikasi pemasangan implan

Selain kelainan penyakit yang diderita pasien faktor-faktor lain pada pasien yang harus diperhatikan adalah segi kemampuan beradaptasi, motivasi, pemeliharaan, keinginan berperan serta dalam perawatan, obsesi dan kompulsi serta stabilitas emosi. (Zinner 2004).


(10)

4

2.1.1. Indikasi dan Kontra Indikasi 2.1.1.1. Indikasi Implantasi

a. Indikasi umum :

Pemasangan implan harus dilakukan pada pasien yang mempunyai motivasi, kooperatif dan oral higiene yang baik. Tidak ada batasan usia untuk pemasangan implan, akan tetapi lebih baik diatas usia 16 tahun. Pemasangan implan pada usia tua lebih baik dari pada pasien dengan usia muda.

b. Indikasi lokal

Faktor-faktor yang merupakan indikasi dalam pemasangan implan antara lain : (Fonseca RJ & Walker, R.V, 1991),

1). Kehilangn gigi 2). Agenesis suatu gigi

3). Sebagai penyangga distal pada kehilangan gigi berujung bebas

4 ). Atrofi tulang alveolar yang agak banyak, baik pada maksila maupun mandibula

2.1.1.2. Kontra Indikasi

a. Kontra Indikasi Umum Yang Absolut (mutlak)

Faktor-faktor yang merupakan kontra indikasi umum yang absolut ialah : 1). Usia dibawah 16 tahun

2).Gangguan hematopoesis, pembekuan darah dan sistem endokrin 3).Terapi penyakit cardiovaskuler yang resisten


(11)

5

5). Gangguan yang permanent pada sistem immune (HIV) 6). Gangguan mental / kepribadian yang psychopathy

b. Kontra Indikasi Umum Yang Relatif

Beberapa keadaan yang dikelompokkan kedalam kontra indikasi relatif, yaitu :

1). Alergi

2). Rheumatoid ringan

3). Focal infeksi yang menyeluruh 4). Penyakit - penyakit yang akut 5). Kehamilan

6). Adiksi terhadap obat, alkohol dll. 7). Adanya stress fisik

c. Kontra Indikasi Lokal Yang Absolut 1). Adanya penyakit di daerah rahang 2). Myoarthropathy

3). Pasien-pasien dengan kebiasaan buruk 4). Osteomelitis akut atau kronis

5). Bone deficits

6). Kondisi anatomi & topografi unfavorable dan unatferable 7). Kurangnya motivasi untuk menjaga kebersihan mulut yang baik


(12)

6

d. Kontra Indikasi Lokal Yang Relatif

1). Temporary bone deficite (misalnya setelah ekstraksi gigi atau

ekstirpasi kista 2). Maxillary deficit

3). Secara topografi dan anatomi kondisinya tidak memungkinkan

2.1.2 Tulang Penerima Implan

Setelah kehilangan gigi asli, maka segera terjadi perubahan pada tulang rahang. Akibat tidak terdapat respon tekanan pada daerah tersebut baik dari gigi maupun ligamen periodontal, maka terjadi proses resorbsi. Pola resorbsi ini berhenti setelah periode tertentu sedangkan pada kasus khusus proses ini berjalan terus hingga sampai tulang basal. Pemakaian gigi tiruan lepasan memberikan dampak resorbsi yang besar pada mandibula dibanding dengan maksila . Masing masing rahang memberikan gambaran yang berbeda (Mc Glumphy, 2003). Resorbsi tulang diklasifikasikan oleh Caswood berdasarkan tinggi tulang alveolar (gambar 2 dan 3) Implan merupakan salah satu alternatif geligi pengganti yang ideal namun membutuhkan landasan yang ideal agar dicapai hasil yang optimal. Kelainan dari alveolar ridge dapat disebabkan karena kelainan saat pertumbuhan (misalnya; celah langit-langit dan tidak tumbuhnya gigi tertentu), trauma maxillofacial (seperti kehilangan gigi serta penyanggahnya karena trauma), atropi, serta kelainan periodontal. Banyak upaya bedah yang dilakukan untuk mengatasi kelainan-kelainan ini seperti graft onlay, alloplastic augmentation, guided tissue regeneration, alveolar distraksi dan graft sinus untuk menambah bentuk, ketinggian serta kekuatan mekanik alveolar. (Imola, 2004. Samchukov, 2001)


(13)

7

Gambar 2 : Klasifikasi resobsi tulang maksila (Caswood, 1999)

Gambar 3 : Klasifikasi resobsi tulang maksila (Caswood, 1999)

2.2. Faktor Teknik Implantasi

2.2.1.Jumlah implan yang akan dipasang

Implan yang dipasang berfungsi menahan kekuatan dan stress dari oklusi. Jumlah yang kurang memadai yang dapat menyebabkan patahnya komponen implan.


(14)

8

Dalam pelaksanaannya harus mempertimbangkan kondisi lokal tempat implantasi dan pertimbangan finasial juga akan turut menetukan jumlah implan yang akan dipasang tanpa menyampingkan keperluan yang diperlukan. M Sebagai bahan pertimbangan untuk kehilangan 1 gigi, implan yang dipasang 1 bua, kehilangan 2 gigi implan yang dipasang 2 buah, kehilangan 3 gigi, implan yang dipasang bisa 2 atau 3 buah. Beberapa ahli menganjurkan untuk kasus edontolous rahang atas dipasang minimal 6 buah dan edontolous rahang bawah dapat dipasang 4 – 5 buah implan.

2.2.2. Penempatan implan

Penempatan implan yang terlalu dekat akan menghambat terjadinya integrasi yang baik. Penempatan yang baik harus ada jarak 2-3 milimeter antar implan (gambar 1). Keluhan sakit pada pasien ini akan mungkin terjadi akibat terlalu dekat dengan gigi normal, sehingga pada akhirnya implan harus dilepas.

A. B. C.

Gambar 1 Jarak aman terhadap struktur penting diskitar implan (McGlumpy, 2003): A. Implan terhadap bagian superior dari syaraf alveolar inferior;

B. Implan terhadap bagian anterior dari syaraf alveolar inferior, C. Implan terhadap sinur maksilaris

2.2.3. Tehnik pemasangan implan

Panas berlebihan selama tindakan osteotomi untuk pemasangan implan dapat menyebabkan nekrosis. Untuk ini suhu yang dapat ditolelir dibawah 47o C. Untuk itu digunakan rotary instrument dengan kecepatan 850 samapi 1200


(15)

9

putaran per menit dengan pemakaian pendinginan diluar serta bur yang tajam. Arah bor eksentrik harus dihindari

2.3. Biaya

Banyak kasus dengan indikasi pemasangan implan terbentur dari masalah ini karena dibutuhkannya pemeriksaan, perencanaan serta pemilihan bahan dan disain serta perawatan berkala dari implan. Untuk mendapatkan perawatan yang ideal untuk pemeriksaan harus meliputi klinis dan radiologis. Disain implan sangat bergantung dari ketersediaan tulang pada daerah resipien implan untuk itu diperlukan tindakan tambahan seperti operasi penambahan tulang gigi yang tidak murah. Jenis implan dan ketersediaan disain dan kelengkapannya (implan body dan mata bur) bila ada kerusakan dikemudian hari. Persiapan untuk mendapatkan oklusi yang baik agar didapat pemakaian implan jangka panjang.

Semua persiapan tersebut diatas memerlukan biaya yang cukup besar, malahan untuk ukuran kelas menengah kebawah dipandang sangat mahal. Belum masalah jumlah implan yang akan dipasang, tentu saja akan mengakibatkan biaya keseluruhan untuk kasus kegilangan gigi lebih dari satu akan memakan biaya yang lebig besar lagi.

III. KOMPLIKASI YANG DAPAT TERJADI

Setelah persiapan dilakukan dengan seksama, maka implantasi siap dilaksanakan. Namun demikian harus diingat bahwa kejadian-kejadian yang tidak diharapkan bisa terjadi baik pada waktu pemasangan maupun setelah pemasangan.

3.1. Komplikasi intra operatif 3.1.2. Perdarahan

Bila tehnik operasi dan garis insisi telah direncanakan dengan tepat, terjadinya perdarahan dapat dihindari. Perdarahan dapat terjadi pada tulang spongiosa pada waktu melakukan pengurangan terhadap tepi krista alveolar yang tajam. Perdarahan dalam hal ini dapat berhenti secara spontan. Perdarahan yang sedang dapat terjadi pada saat preparasi endosseous yang akan dipasang implan dan akan


(16)

10

berhenti pada saat implan diinsersikan. Perdarahan cukup berat dapat terjadi pada regio posterior mandibula bila kanalis mandibularis terlibat dan terjadi kerusakan pada pembuluh darahnya. (Buser and Maeglin, 1996)

3.1.3. Kerusakan Saraf

Kerusakan saraf intraoperatif dapat terjadi pada mandibula bila melibatkan nervus alveolaris inferior, nervus mentalis dan nervus lingualis. Untuk menghindari kerusakan nervus alveolaris inferior, alur anatomis kanalis mandibularis dan dimensi vertikal pada tulang yang tersedia harus diukur dan diperkirakan secara tepat sebelum dilakukan pembedahan. Untuk mencegah terjadinya merusakan nervus mentalis, pada saat operasi regio foramen mentalis harus dapat terlihat dengan jelas. Dan untuk menghindari kerusakan nervus lingualis, dapat digunakan periosteal elevator yang tipis antara permukaan lingual tulang dengan flap mukoperiosteal untuk melindungi jaringan saraf pada saat preparasi tulang. (Buser and Maeglin, 1996)

Kerusakan nervus mandibula dapat menyebabkan anestesia, parastesia atau disestesia pada satu sisi ataupun kedua sisi. Keadaan ini dapat bersifat sementara atau permanen. Implan yang dipakai sebaiknya berada paling sedikit 3 mm di atas foramen. Pengeboran dilakukan dengan hati-hati dan perlahan. Bila terasa terjadi perforasi kanalis mandibularis oleh pengeboran, hentikan pengeboran untuk menghindari trauma jaringan saraf secara langsung. (Shulman and Shepherd, 1999) Perforasi pada kanalis ditandai dengan rasa sakit tajam dan terjadinya perdarahan secara tiba-tiba. (McGlumphy and Larsen, 2003)

Ukuran panjang implan yang digunakan pada regio posterior biasanya adalah ukuran pendek yaitu (7,8,10 atau 11 mm). Implan yang digunakan sebaiknya satu untuk setiap giginya karena pendeknya ukuran implan sehingga bila digunakan lebih dari satu gigi dapat terjadi kemungkinan kegagalan karena beban yang ditanggung terlalu berlebih. (Shulman and Shepherd, 1999)


(17)

11

Dalam rencana perawatan, jarak ketinggian antara implan dan sinus maksilaris serta rongga hidung harus diperhitungkan secara radiografis. Apabila selama pengeboran tulang diperkirakan akan terjadi perforasi ke antrum atau rongga hidung, ketinggian vertikal tulang yang tersisa harus diperkirakan setepat mungkin dan dapat dibuat rontgent foto dengan pengukur ketinggian yang dimasukkan ke dalam tulang yang telah dipreparasi. Implan jenis hollow cylinder atau hollow screw tidak direkomenasikan penggunaannya karena bila implan ini berkontak langsung dengan antrum atau rongga hidung yang telah perforasi akan dapat mengakibatkan terjadinya infeksi retrograde. Dalam hal ini sebaiknya dipergunakan implan screw yang solid. Screw dipasangkan dalam posisi vertikal untuk mencegah masuknya screw ke dalam antrum atau rongga hidung. (Buser and Maeglin, 1996) Namun bila perforasi implan pada sinus hanya sedikit dan lubang apikal implan masih berada pada tulang, mungkin tidak akan menimbulkan masalah nantinya. (McGlumphy and Larsen, 2003) Gambar 4.

Gambar 4.

Implan dengan diameter kecil pada premolar pertama dan implan premolar kedua dengan panjang 6 mm pada dasar sinus maksilaris


(18)

12

3.1.5.Gangguan Benda Asing

Terdapatnya benda-benda asing disekitar implan akan dapat menyebabkan terjadinya kegagalan dalam pemasangan implan. Benda-benda asing seperti patahan akar gigi, bahan pengisi saluran akar, instrumen endodontik yang patah dst harus diangkat tanpa terkecuali sebelum pemasangan implan. Pengambilan benda-benda asing tersebut harus pula dipertimbangkan apakah akan diambil sebelum pembedahan implan atau pada saat pemasangan implan tanpa mengganggu tempat dimana implan akan dipasang. Bila pengangkatan benda-benda asing tersebut menghasilkan defek yang luas pada tulang, defek harus segera diisi dengan bahan material seperti Pentaphar AG, Ch-4051 Basel dan menunggu sampai terjadi penyembuhan. Sebagai alternatif penggunaan Gore-Tex membrane merupakan pilihan. (Buser and Maeglin, 1996)

3.1.6. Emfisema pada Daerah Wajah dan Leher

Emfisema dapat terjadi bila digunakan handpiece dengan udara. Selain itu dapat pula disebabkan oleh bersin, meniup melalui hidung atau kumur dengan hidrogen peroksida. Emfisema ditandai dengan pembengkakan tiba-tiba pada satu sisi wajah dengan krepitasi. Emfisema pada wajah dan leher dapat diatasi dengan kompres dingin dan kemudian diberikan antibiotik profilaksis. (Buser and Maeglin, 1996)

3.1.7. Kegagalan Sistem Implan

Komponen-komponen pada sistem implan seperti bor, post, superstructure dapat mengalami masalah kimiawi dan mekanis seperti longgar, korosi, terpisahnya komponen dan patah. (Shulman and Shepherd, 1999) Patahnya implan atau instrumen dalam proses pemasangan implan adalah sesuatu yang tidak diharapkan terjadi. Hal ini dapat terjadi akibat manipulasi alat yang tidak tepat, terlalu banyak proses sterilisasi, pemanasan yang terlalu tinggi dan juga defek material. Fragmen atau patahan implan yang masih tertanam di dalam


(19)

13

tulang harus diangkat dengan mengorbankan tulang seminimal mungkin. (Buser and Maeglin, 1996)

Banyak dari sistem implan menggunakan bor yang diirigasi secara internal untuk mendinginkan tulang pada saat dilakukan preparasi. Bur-bur berbentuk hollow lebih rapuh dibandingkan dengan bur-bur biasa pada umumnya, sehingga dalam penggunaannya untuk mengebor tulang kortikal yang padat atau tulang dari hydroksilapatite sebelumnya sebaiknya dilakukan dengan hati-hati. (Shulman and Shepherd, 1999)

Stabilitas primer implan yang baik dapat tercapai dengan penggunaan drill dan bor yang sesuai dengan standar penggunaan. Kegagalan dalam mempertahankan stabilitas implan dapat terjadi pada saat manipulasi preparasi tulang yang kurang baik. Bila implan terlihat goyang pada saat diinsersikan disarankan untuk diangkat segera karena implan tidak akan berintegrasi dengan tulang dan kemungkinan besar akan mengalami kegagalan. (Buser and Maeglin, 1996)

3.2. Komplikasi pasca operatif 3.2.1. Edema

Edema pada jaringan lunak dapat terjadi pada semua prosedur pembedahan pada rahang. Pembengkakan yang terjadi bergantung pada durasi operasi dan trauma jaringan lunak yang terjadi pada waktu pembedahan. Bila pembedahan dilakukan dengan cepat dan dengan hati-hati, pembengkakan yang terjadi hanya sedikit. Edema yang terjadi segera pada luka bedah dapat menimbulkan terjadinya dehisensi pada jaringan lunak, sehingga diperlukan penjahitan kembali tepi luka. Penyembuhan dehisensi dengan penyembuhan sekunder dapat terjadi dengan pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi yang dapat dipercepat dengan pemberian Solcoseryl Dental Adhesive Paste.

Nekrotik pada luka biasanya disebabkan penjahitan yang terlalu ketat. Bila terdapat tanda-tanda infeksi pada jaringan yang nekrotik, luka diulas secara hati-hati dengan hidrogen peroksida 1%. (Buser and Maeglin, 1996)


(20)

14

3.2.2.Perdarahan dan hematoma pasca operatif

Bila perdarahan paska operatif tidak dapat dihentikan dengan cara penekanan yang ringan, luka paska bedah harus tanggulangi dengan cara konvensional di bawah anestesi lokal. Resiko terjadinya infeksi pada hematoma akan meningkat. Hematoma di antara permukaan tulang dan flap mukoperiosteal harus dibuka dan dievakuasi dengan suction.

Hemostasis yang baik pada saat pembedahan dan kompres dingin pasca operatif dapat mengurangi terjadinya hematoma. Selain itu penggunaan kream heparin merupakan indikasi bila terlihat hematoma pada jaringan lunak yang ditandai dengan adanya perubahan warna pada kulit dan mukosa. (Buser and Maeglin, 1996)

3.2.3.Implan yang longgar

Ahli bedah harus memperhatikan banyak faktor dalam menempatkan implan pada tulang. Temperatur, posisi relatif implan terhadap gigi tetangga atau implan lainnya, densitas tulang, posisi gigi lawan, inklinasi implan, struktur vital, tehnik preparasi yang konsentris, ketepatan dan tidak bergeraknya impan merupakan faktor-faktor penentu dalam keberhasilan implan. (Shulman and Shepherd, 1999)

Setelah pencabutan gigi sebaiknya implanasi dilakukan setelah tulang alveolar mengalami penyembuhan yaitu kurang lebih 9 sampai 12 bulan tergantung pada besarnya tulang alveolar dan usia pasien. Pemeriksaan radiografis mutlak dilakukan sebelum pemasangan implan untuk mengevaluasi proses penyembuhan tulang. Alternatif lain untuk mempercepat penyembuhan tulang adalah dengan menggunakan guided bone regeneration dengan Gore-Tex membrane. Penyembuhan akan terjadi lebih cepat yaitu dalam 2 sampai 3 bulan dan prosedur implanasi dapat dilakukan dengan segera. (Buser and Maeglin, 1996)


(21)

15

Kegagalan pemasangan juga dapat diakibatkan oleh penggunaan handpiece yang tidak tepat. Penggunaan dengan kecepatan tinggi yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya friksi dan menyebabkan panas yang berlebihan pada tulang. Panas yang direkomendasikan pada tepi pemotongan harus dibawah 47oC. Bur dengan kecepatan sangat rendah dengan irigasi internal direkomendasikan dalam pemasangan implan. Bila digunakan irigasi eksternal, bur dilakukan dengan cara memompa ke atas kebawah agar tulang dapat teririgasi dengan baik. Kontaminasi pada permukaan implan oleh minyak, debu, benang atau protein dapat mengganggu proses osseointegrasi. (Shulman and Shepherd, 1999)

3.2.4.Infeksi dini

Infeksi akibat prosedur implan dapat terjadi walaupun jarang. Manifestasinya berupa sakit setempat, pembengkakan, terlepasnya jahitan dan eksudasi purulent dari luka. Hal ini dapat diterapi dengan melepaskan satu atau dua jahitan dan kumur dengan chlor-hexidine-gluconate (0,12% tiga kali sehari) dan pemberian antibiotik selama 5 hari. Adanya infeksi yang dini dapat pula menyebabkan longgarnya implan akibat infeksi sekunder pada jaringan tulang peri-implan. (Buser and Maeglin, 1996)

3.2.5.Kerusakan saraf

Pada kasus-kasus yang jarang, edema dan hematoma yang berat pada region nervus mentalis dapat menyebabkan gangguan sensori. Rasa sakit pada pamakaian implan juga merupakan indikasi kontak langsung implan dengan saraf di bawahnya. Untuk mencegah hal ini pemeriksaan radiografis mutlak diperlukan untuk menentukan adanya kerusakan saraf akibat pemasangan implan atau terdapatnya kontak antara implan dengan jaringan saraf. (Buser and Maeglin, 1996) Gambar 6


(22)

16

Gambar 6.

Implan traumatik yang terletak pada nervus

mentalis dan alveolaris inferior (Shulman and Shepherd, 1999)

3.2.6. Komplikasi yang lambat terjadi

3.2.6.1. Resesi gigiva Resesi pada mukosa peri-implan dapat mengakibatkan resorpsi dinding tulang

bukal, tarikan pada frenulum bukal atau labial dan kesulitan dalam membersihkan implan. (Buser and Maeglin, 1996)

3.2.6.2. Implan yang longgar

Longgarnya implan setelah lebih dari 10 tahun biasanya disebabkan oleh inflamasi peri-implan. Penyebab lainnya kemungkinan disebabkan oleh faktor oklusal. Hal yang harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya hal ini adalah memperhitungkan beban yang optimum pada sentrik oklusi dan pada pergerakan mandibula. (Buser and Maeglin, 1996) Gambar 7.


(23)

17

Gambar 7.

Longgarnya implan hollow silinder pada region kaninus atas kanan ditandai dengan resorpsi tulang disekitar implan.

(Buser and Maeglin, 1996) 3.2.6.3.Infeksi peri-implan

Infeksi peri-implan akan menyebabkan lepasnya implan. Infeksi akut harus diterapi segera dengan antibiotik. Antibiotik yang digunakan dalam terapi infeksi supuratif akut periimplan adalah kombinasi amoxicillin dan metronidazol karena adanya keterlibatan bakteri anaerob. Antibiotik diberikan selama 10 hari dan dikombinasi dengan irigasi poket jaringan lunak dengan chlorhexidine digluconate0.12-0.2% tiga kali sehari selama 3 minggu untuk desinfeksi lokal. Setelah itu pasien diinstruksikan secara rutin untuk membersihkan sendiri dengan syringe irigasi dan kontrol yang ketat. Tindakan bedah diindikasikan setelah pemberian antibiotik namun infeksi terjadi kembali dengan resorpsi tulang yang terlihat secara radiografis. Pembersihan dilakukan pada permukaan titanium dan jaringan lunak yang terinfeksi. Setelah dilakukan flap, jaringan granulasi dibersihkan, jaringan tulang di sekitar implan diratakan untuk mendapatkan permukaan implan. Permukaan titanium implan dibersihkan dengan larutan iritasi, kemudian diberikan chlorhexidine gel selama 5 menit untuk topikal desinfeksi. Setelah itu flap mukoperiosteal dikembalikan dan dijahit dengan jahitan terputus dan ditutup dengan periodontal dressing. Gambar 8


(24)

18

Penggunaan membran untuk memperbaiki defek periimplan yang disebabkan oleh infeksi telah banyak dilakukan. Selain untuk menghentikan infeksi, membran digunakan untuk mendapatkan regenerasi tulang disekitar defek. Bila infeksi tidak dapat ditanggulangi, pelepasan implan merupakan indikasi. Pengeboran dengan bur diamond dilakukan disekitar implan dengan hati-hati dengan putaran 800 rpm dan irigasi pendingin. Setelah implan longgar, implan diambil dengan tang ekstraksi dengan gerakan rotasi. Jaringan granulasi dibersihkan dan defek diisi dengan kolagen untuk stabilisasi gumpalan darah. Flap dikembalikan dan dijahitkan dengan jahitan terputus. (Buser and Maeglin, 1996)

A. B.

C. D.


(25)

19

Gambar 8.

Infeksi periimplan (Buser and Maeglin, 1996) A. Gambaran klinis infeksi jaringan lunak

B. Pada intraoperatif terlihat defek berbentuk kawah yang ekstensif

C. Pengurangan defek dinding tulang dan pembersihan permukaan implan

D. Pemberian chlorhexidine gel selama 5 menit E. Flap dikembalikan dan dijahit kembali F. Pemberian periodontal dressing

3.2.6.4.Implan yang patah

Patahnya implan merupakan komplikasi yang jarang dilaporkan. Hal ini dapat terjadi akibat beban yang berlebih dikenakan pada implan. Jenis implan dengan hollow cylinder dan hollow screw lebih beresiko patah dibandingkan dengan tipe solid. Implan yang patah bila akan digantikan dengan yang baru harus diangkat, namun bila tidak dapat dibiarkan saja. (Buser and Maeglin, 1996)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Kunci keberhasilan dalam pemasangan implan adalah dengan diperhatikannya tiga faktor yaitu pertama faktor implan, kedua faktor pasien dan ketiga faktor pasien. Komplikasi dan kegagalan dari penggunaan implan dental merupakan hal yang harus diketahui dan dapat diantisipasi. Selain itu komplikasi dapat pula dibagi atas komplikasi yang ringan dan komplikasi berat yang dapat memungkinkan timbulnya kematian. Perencanaan yang matang, seleksi pasien yang ketat, prosedur bedah yang baik, prostesa yang baik, serta oral hygiene yang baik merupakan kunci keberhasilan Implantasi.


(26)

20

4.2. Saran

4.2.1. Disarankan semua operator yang berminat dalam pengembangan implan gigi sebaiknya terus-menerus melakukan perbaikan didalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan implantasi

4.2.2. Sebaiknya semua pasien yang dilakukan implantasi dibuat catatan medik yang baik, sehingga dapat dengan mudah diketahui kekurangan dan kelebihan apa yang telah dilakukan selama perencanaan dan hasil dari implantasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buser, D. and Maeglin,' B. 1996. Complication with ITI Implants in Schroeder A, et al.

2. Caswood J.I., 1999, Reconstructive preprosthetic surgery and implantology, Atlas of Craniomaxillofacial Osteosyntesis..Stuttgart. Thieme

3. Fonseca R.J and Walker R.V. 1991. Oral and Maxillofacial Trauma. vol.2. Philadel phia-London-Toronto--Montreal-Sydney-Tokyo. : W.B. Saunders Co.

4. Imola M. J., 2004, Craniofacial Distraksi osteogenesis, J eMedicine ,Januari; 16 eMedicine.com, Inc.

5. McGlumphy, E.A and Larsen, P.E. 2003. Contemporary Implant Dentistry. In Peterson, L,J. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4"' ed. St.Louis: C.V Mosby Shulman, L.B.and Shepherd, J 1990.

6. Schoeder, A., Cs. 1996. Oral Implantology. Basics, ITI Hollow Cylinder System. New York : Thieme

7. Samchukov. M. L et all, 2001, Craniofacial Distraction Osteogenesis, St Louis, Mosby,


(27)

21

8. Small. S.A, 2004, Troubleshooting and managing surgical problem in, Zinner et all, Implant dentistru; from failure to success. Quintessence book, Chicago.

9. Worthington, Ph.1993. Complications and failures in Naert, et al. Osseointegration in Oral Rehabilitation. London: Quintessence Publishing Co.

10.Zinner, et al, 2004,Implant Dentistry: From Failure to Success, 1st edition, Carol Stream, Quintessence Publishing Co,Inc.


(1)

16

Gambar 6.

Implan traumatik yang terletak pada nervus

mentalis dan alveolaris inferior (Shulman and Shepherd, 1999)

3.2.6. Komplikasi yang lambat terjadi

3.2.6.1. Resesi gigiva Resesi pada mukosa peri-implan dapat mengakibatkan resorpsi dinding tulang

bukal, tarikan pada frenulum bukal atau labial dan kesulitan dalam membersihkan implan. (Buser and Maeglin, 1996)

3.2.6.2. Implan yang longgar

Longgarnya implan setelah lebih dari 10 tahun biasanya disebabkan oleh inflamasi peri-implan. Penyebab lainnya kemungkinan disebabkan oleh faktor oklusal. Hal yang harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya hal ini adalah memperhitungkan beban yang optimum pada sentrik oklusi dan pada pergerakan mandibula. (Buser and Maeglin, 1996) Gambar 7.


(2)

17

Gambar 7.

Longgarnya implan hollow silinder pada region kaninus atas kanan ditandai dengan resorpsi tulang disekitar implan.

(Buser and Maeglin, 1996)

3.2.6.3.Infeksi peri-implan

Infeksi peri-implan akan menyebabkan lepasnya implan. Infeksi akut harus diterapi segera dengan antibiotik. Antibiotik yang digunakan dalam terapi infeksi supuratif akut periimplan adalah kombinasi amoxicillin dan metronidazol karena adanya keterlibatan bakteri anaerob. Antibiotik diberikan selama 10 hari dan dikombinasi dengan irigasi poket jaringan lunak dengan chlorhexidine digluconate0.12-0.2% tiga kali sehari selama 3 minggu untuk desinfeksi lokal. Setelah itu pasien diinstruksikan secara rutin untuk membersihkan sendiri dengan syringe irigasi dan kontrol yang ketat. Tindakan bedah diindikasikan setelah pemberian antibiotik namun infeksi terjadi kembali dengan resorpsi tulang yang terlihat secara radiografis. Pembersihan dilakukan pada permukaan titanium dan jaringan lunak yang terinfeksi. Setelah dilakukan flap, jaringan granulasi dibersihkan, jaringan tulang di sekitar implan diratakan untuk mendapatkan permukaan implan. Permukaan titanium implan dibersihkan dengan larutan iritasi, kemudian diberikan chlorhexidine gel selama 5 menit untuk topikal desinfeksi. Setelah itu flap mukoperiosteal dikembalikan dan dijahit dengan jahitan terputus dan ditutup dengan periodontal dressing. Gambar 8


(3)

18

Penggunaan membran untuk memperbaiki defek periimplan yang disebabkan oleh infeksi telah banyak dilakukan. Selain untuk menghentikan infeksi, membran digunakan untuk mendapatkan regenerasi tulang disekitar defek. Bila infeksi tidak dapat ditanggulangi, pelepasan implan merupakan indikasi. Pengeboran dengan bur diamond dilakukan disekitar implan dengan hati-hati dengan putaran 800 rpm dan irigasi pendingin. Setelah implan longgar, implan diambil dengan tang ekstraksi dengan gerakan rotasi. Jaringan granulasi dibersihkan dan defek diisi dengan kolagen untuk stabilisasi gumpalan darah. Flap dikembalikan dan dijahitkan dengan jahitan terputus. (Buser and Maeglin, 1996)

A. B.

C. D.


(4)

19

Gambar 8.

Infeksi periimplan (Buser and Maeglin, 1996)

A. Gambaran klinis infeksi jaringan lunak

B. Pada intraoperatif terlihat defek berbentuk kawah yang ekstensif

C. Pengurangan defek dinding tulang dan pembersihan permukaan implan

D. Pemberian chlorhexidine gel selama 5 menit E. Flap dikembalikan dan dijahit kembali F. Pemberian periodontal dressing

3.2.6.4.Implan yang patah

Patahnya implan merupakan komplikasi yang jarang dilaporkan. Hal ini dapat terjadi akibat beban yang berlebih dikenakan pada implan. Jenis implan dengan hollow cylinder dan hollow screw lebih beresiko patah dibandingkan dengan tipe solid. Implan yang patah bila akan digantikan dengan yang baru harus diangkat, namun bila tidak dapat dibiarkan saja. (Buser and Maeglin, 1996)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Kunci keberhasilan dalam pemasangan implan adalah dengan diperhatikannya tiga faktor yaitu pertama faktor implan, kedua faktor pasien dan ketiga faktor pasien. Komplikasi dan kegagalan dari penggunaan implan dental merupakan hal yang harus diketahui dan dapat diantisipasi. Selain itu komplikasi dapat pula dibagi atas komplikasi yang ringan dan komplikasi berat yang dapat memungkinkan timbulnya kematian. Perencanaan yang matang, seleksi pasien yang ketat, prosedur bedah yang baik, prostesa yang baik, serta oral hygiene yang baik merupakan kunci keberhasilan Implantasi.


(5)

20

4.2. Saran

4.2.1. Disarankan semua operator yang berminat dalam pengembangan implan gigi sebaiknya terus-menerus melakukan perbaikan didalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan implantasi

4.2.2. Sebaiknya semua pasien yang dilakukan implantasi dibuat catatan medik yang baik, sehingga dapat dengan mudah diketahui kekurangan dan kelebihan apa yang telah dilakukan selama perencanaan dan hasil dari implantasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buser, D. and Maeglin,' B. 1996. Complication with ITI Implants in Schroeder A, et al.

2. Caswood J.I., 1999, Reconstructive preprosthetic surgery and implantology, Atlas of Craniomaxillofacial Osteosyntesis..Stuttgart. Thieme

3. Fonseca R.J and Walker R.V. 1991. Oral and Maxillofacial Trauma. vol.2. Philadel phia-London-Toronto--Montreal-Sydney-Tokyo. : W.B. Saunders Co.

4. Imola M. J., 2004, Craniofacial Distraksi osteogenesis, J eMedicine ,Januari; 16 eMedicine.com, Inc.

5. McGlumphy, E.A and Larsen, P.E. 2003. Contemporary Implant Dentistry. In Peterson, L,J. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4"' ed. St.Louis: C.V Mosby Shulman, L.B.and Shepherd, J 1990.

6. Schoeder, A., Cs. 1996. Oral Implantology. Basics, ITI Hollow Cylinder System. New York : Thieme

7. Samchukov. M. L et all, 2001, Craniofacial Distraction Osteogenesis, St Louis, Mosby,


(6)

21

8. Small. S.A, 2004, Troubleshooting and managing surgical problem in, Zinner et all, Implant dentistru; from failure to success. Quintessence book, Chicago.

9. Worthington, Ph.1993. Complications and failures in Naert, et al. Osseointegration in Oral Rehabilitation. London: Quintessence Publishing Co.

10. Zinner, et al, 2004,Implant Dentistry: From Failure to Success, 1st edition, Carol Stream, Quintessence Publishing Co,Inc.