Hydroclimate zonation for optimized agricultural landuse using SWAT model case of Barito Hulu watershed in Central Kalimantan

PEWILAYAHAN HIDROKLIMAT UNTUK OPTIMASI
PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENGGUNAKAN
MODEL SWAT: KASUS DAS BARITO HULU
KALIMANTAN TENGAH

MOCH. ANWAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan saya
dalam disertasi yang berjudul:

PEWILAYAHAN HIDROKLIMAT UNTUK OPTIMASI PENGGUNAAN
LAHAN PERTANIAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT: KASUS DAS
BARITO HULU – KALIMANTAN TENGAH
Merupakan gagasan atau hasil karya disertasi saya sendiri, dengan arahan dari

para komisi pembimbing. Sumber informasi atau kutipan karya ilmiah dari penulis
lain baik yang dipublikasi maupun tidak dipublikasi telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka sebagai rujukan yang dapat
dipertanggung jawabkan. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk syarat
memperoleh gelar akademik pada program studi sejenis di perguruan tinggi
manapun.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2012

Moch. Anwar
Nrp. G 261040021

ABSTRACT
MOCH. ANWAR. Hydroclimate Zonation for Optimized Agricultural LandUse
Using SWAT Model: Case of Barito Hulu watershed in Central Kalimantan. Under
supervision of HIDAYAT PAWITAN, KUKUH MURTILAKSONO, I NENGAH
SURATI JAYA.
Landcover changes, particularly due to deforestation, may affect the hydrological

response of watershed. Deforestation of natural forest represents a major part of
forest land degradation that affected the watershed functions, such as loss of
land productivity due to increase soil erosion, runoff, evapotranspiration, and
decrease of water storage capacity. The main objective of this study was to
determine landuse zones for agricultural uses based on water resource aspects.
The specific objectives of this study were: (1) to determine water yield and
evapotranspiration for landcover conditions of 1990 and 2003; (2) to determine
the rate of erosion for 1990 and 2003 conditions; and (3) to optimize land use
zonation for agricultural uses for Barito Hulu watershed. The hydrological
response for each landcover was computed using SWAT model. The result of the
study showed that decreasing 8% of forest area from 1990 condition would
increase water yield, evapotranspiration, and erosion ofabout 9%, 6%, and 13
ton/Ha/year, respectively, while water storage decrease of about 15%. The
response for 1990 landcover condition with input rainfall of 3.117 mm/year
generated water yield of approximately 44%, evapotranspiration 37%, water
storage 19%, and erosion rate 20,5 ton/ha/year, while for the 2003 landcover
condition with rainfall 2.613 mm/year generated water yield 53%,
evapotranspiration 43%, water storage of 4%, and erosion of about 33.2
ton/Ha/year. The study found that the landuse zones composition are as follows:
forest cover of 76%, mixed garden 0,5%, community rubber area 1%, settlement

area of 10%, dry-land agriculture of 12%, and oil palm garden of 0,4%. Those
landuse and landcover compositions provide water yield of approximately 56%,
evapotranspiration of 40%, water storage of 4%, and erosion of about 27,5
ton/ha/year, less than the tolerable soil loss.
Keywords : Barito Hulu watershed, landcover change, water yield, erosion, and
evapotranspiration.

RINGKASAN
MOCH. ANWAR. Pewilayahan Hidroklimat Untuk Optimasi Penggunaan Lahan
Pertanian Menggunakan Model SWAT: Kasus DAS Barito Hulu - Kalimantan
Tengah. Dibawah bimbingan HIDAYAT PAWITAN, KUKUH MURTILAKSONO, I
NENGAH SURATI JAYA.
Perubahan tutupan lahan khususnya deforestasi dapat mempengaruhi
respons hidrologi suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Deforestasi adalah salah
satu faktor yang menyebabkan degradasi lahan DAS, di mana secara nyata
menurunkan produktivitas lahan akibat adanya peningkatan erosi tanah,
limpasan permukaan, dan menurunnya simpanan air. Tujuan utama dari
penelitian ini adalah untuk menentukan zona tutupan dan penggunaan lahan
dalam rangka pengembangan pertanian berdasarkan pasokan sumber daya air
DAS Barito Hulu. Penelitian ini juga mempunyai beberapa tujuan khusus, yaitu:

(1) menentukan hasil air dan evapotranspirasi pada tutupan lahan tahun 1990
dan 2003; (2) menentukan besarnya erosi pada tutupan lahan tahun 1990 dan
2003; (3) optimasi penggunaan lahan pertanian untuk menentukan zonasi
penggunaan lahan DAS Barito Hulu.
Analisis respons hidrologi terhadap masing-masing tutupan lahan dilakukan
menggunakan model SWAT. Pengembangan model optimasi dilakukan dengan
solver (Microsoft office Excel). Optimasi komposisi tutupan dan penggunaan
lahan dilakukan dalam rangka menghitung hasil air (water yield) maksimum,
aliran permukaan (runoff), evapotranspirasi, dan erosi tanah yang minimum.
Validasi dilakukan menggunakan koefisien determinasi (R2) dan Nash-Sutcliffe
Index (NSI).
Proses aplikasi
SWAT dilakukan dalam empat tahapan, yaitu: (1)
membuat batas DAS menggunakan data DEM ( SRTM 90 m x 90 m); (2)
membangun HRU (Create Hydrogical Response Unit) dilakukan dengan overley
peta tutupan lahan dengan peta satuan tanah; (3) analisis respons hidrologi
untuk memperoleh total hasil air, limpasan permukaan, evapotranspirasi, dan
erosi tanah, dilakukan dengan simulasi model SWAT; (4) interpretasi hasil
simulasi model SWAT dalam format notepad yang tersimpan dalam file output.
Berdasarkan hasil deliniasi luas DAS Barito Hulu adalah 2.703.806 ha, dari

analisis citra landsat TM dan klasifikasi tutupan lahan tahun 1990 menunjukkan
bahwa DAS Barito Hulu didominasi oleh tutupan hutan seluas 86%, pertanian
tanaman pangan seluas 9%, kebun campuran seluas 2%, semak belukar seluas
1%, badan air seluas 1%, tanah terbuka seluas 0,6%, kebun karet rakyat seluas
0,4%, dan lahan terbangun seluas 0,04%. Hutan paling luas ditemukan di sub
DAS 4 seluas 31% dan paling kecil ditemukan di sub DAS 9 seluas 0,1%.
Pertanian tanaman pangan paling luas ditemukan di sub DAS Laung
seluas 25% dan paling kecil ditemukan di sub DAS 3 seluas 0,1%. Kebun
campuran paling luas ditemukan di sub DAS Lahai sub DAS seluas 17% dan
paling kecil ditemukan di sub DAS 1 seluas 0,1%. Semak belukar paling luas
ditemukan di sub DAS 1 seluas 16%, dan paling kecil ditemukan di sub DAS 9
seluas 0,1%. Badan air palang luas di sub DAS 4 seluas 28%, terkecil di sub
DAS 6 seluas 0,6%.
Tanah terbuka paling luas ditemukan di sub DAS13 dan sub DAS Laung
masing-masing seluas 17% dan 12%, sedangkan paling kecil ditemukan di sub
DAS 3 seluas 0,2%. Kebun karet rakyat paling luas di sub DAS Laung seluas

23%, paling kecil di sub DAS 14 seluas 0,004%. Lahan terbangun paling luas
ditemukan di sub DAS 8 dan sub DAS Lahai masing-masing seluas 15%) dan
14%, sedangkan paling kecil ditemukan di sub DAS Tuhup seluas 0,02%.

Tahun 2003 DAS Barito Hulu juga didominasi oleh tutupan hutan seluas
78%, kebun campuran seluas 10%, pertanian tanaman pangan seluas 8%, tanah
terbuka seluas 1%, badan air seluas 1%, semak belukar seluas 1%, kebun karet
rakyat seluas 0,3%, dan lahan terbangun seluas 0,1%.
Hutan paling luas ditemukan di sub DAS 4 seluas 33% dan paling kecil
ditemukan di sub DAS 9 seluas 0,08%. Kebun campuran paling luas ditemukan
di sub DAS Laung seluas 19% dan paling kecil ditemukan di sub DAS 9 seluas
0,3%. Pertanian tanaman pangan paling luas ditemukan di sub DAS Laung
seluas 21% dan paling kecil ditemukan di sub DAS 3 seluas 1%. Tanah terbuka
paling luas ditemukan di sub DAS Lahai dan sub DAS Laung masing-masing
seluas 14% dan 13%, paling kecil ditemukan di sub DAS 3 seluas 0,3%. Badan
air paling luas di sub DAS 4 seluas 28%, paling kecil di sub DAS 14 seluas 0,5%.
Semak belukar paling luas ditemukan di sub DAS 1 seluas 19%, dan paling kecil
ditemukan di sub DAS 9 seluas 0,08%. Kebun karet rakyat paling luas di sub
DAS Laung seluas 26%, paling kecil di sub DAS 16 seluas 0,03%. Lahan
terbangun paling luas ditemukan di sub DAS 8 seluas 35% dan paling kecil
ditemukan di sub DAS 12 seluas 0,03%.
Berdasarkan hasil analisis respons hidrologi dengan aplikasi model SWAT
bahwa tutupan lahan tahun 1990 keberadaan hutan 86%, dengan curah hujan
tahunan sebesar 3.117 mm menghasilkan hasil air sebesar 44%,

evapotranspirasi sebesar 37%, simpanan air sebesar 19%, dan erosi yang terjadi
sebesar 20,52 ton/ha/tahun. Tahun 2003 tutupan hutan sebesar 78%, dengan
curah hujan tahunan sebesar 2.613 mm menghasilkan hasil air sebesar 53%,
evapotranspirasi sebesar 43%, simpanan air sebesar 4%, dan erosi yang terjadi
sebesar 3315 ton/ha/tahun. Kondisi aktual tahun 2003 telah terjadi pengurangan
luas hutan sebesar 8% dari kondisi semula telah terjadi peningkatan hasil air,
evapotranspirasi, dan erosi berturut-turut sebesar 9%, 6%, dan 13 ton/ha/tahun,
sedangkan simpanan air menurun sebesar 15%.
Berdasarkan hasil analisis spasial Zona penggunaan lahan DAS Barito
Hulu yang optimal adalah: hutan 76%), kebun campuran 0,5%, kebun karet
rakyat 1%, lahan terbangun 10%, pertanian lahan kering 12%), kebun kelapa
sawit 0,4%. Komposisi tutupan dan penggunaan lahan tersebut dengan curuh
hujan tahunan sebesar 2.613 mm menghasikan hasil air sebesar 56%,
evapotranspirasi sebesar 40%, dan simpanan air sebesar 4%, sedangkan erosi
yang terjadi sebesar 27,5 ton/ha/tahun dalam kondisi dapat ditoleransi.

v

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari IPB.

PEWILAYAHAN HIDROKLIMAT UNTUK OPTIMASI
PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENGGUNAKAN
MODEL SWAT: KASUS BARITO HULU
KALIMANTAN TENGAH

Moch. Anwar
G 261040021

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program Studi Agroklimatologi


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Impron, M.Sc
2. Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr
Penguji pada Ujian terbuka : 1. Prof(Riset). Dr. Ir. Irsal Las, MS
2. Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng

Judul Penelitian

:

Pewilayahan Hidroklimat Untuk Optimasi Penggunaan
Lahan Pertanian Menggunakan Model SWAT: Kasus
DAS Barito Hulu Kalimantan Tengah

Nama Mahasiswa


:

Moch. Anwar

Nomor Pokok

:

G 261040021

Program Studi

:

Agroklimatologi

Disetujui :
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan, M.Sc

Ketua

Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS
Anggota

Ketua Program Studi Agroklimatologi,

Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc

Tanggal Ujian : 28 Januari 2012

Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr
Anggota

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Alloh SWT, karena hanya berkat
rahmat,

taufik

dan

hidayah-Nya

semata

penulisan

Disertasi

ini

dapat

terselesaikan dengan baik.
Disertasi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program Studi Agroklimatologi (AGK), Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor (IPB). Penelitian disertasi ini dilakukan di DAS Barito Hulu,
Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah dengan judul: “Pewilayahan
Hidroklimat Untuk Optimasi Penggunaan Lahan Pertanian Menggunakan Model
SWAT: Kasus DAS Barito Hulu - Kalimantan Tengah”.
Pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada
yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan, MSc selaku ketua komisi pembimbing,
atas teladan, bimbingan, arahan dan perhatian yang telah dicurahkan mulai
menjalankan pendidikan di program studi AGK, mendisain penelitian,
melaksanakan penelitian hingga penulisan disertasi selesai.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MSc dan Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati
Jaya, M.Agr selaku anggota komisi pembimbing, yang telah dengan sabar
menyediakan waktu dan mencurahkan pemikirannya untuk memberikan
bimbingan dan arahan sejak mendisain penelitian, pelaksanaan penelitian,
hingga penulisan disertasi selesai.
3. Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, MAgr dan Dr. Ir. Impron, MSc, selaku penguji luar
komosi pada ujian tertutup yang telah menyediakan waktu untuk menguji dan
memberikan kontribusi dalam perbaikan penulisan disertasi.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Irsal Las, MS dan Dr. Ir. Yuli Suharnoto, MEng, selaku
penguji luar komosi pada ujian terbuka yang telah menyediakan waktu untuk
menguji dan memberikan kontribusi dalam perbaikan penulisan disertasi.
5. Rektor IPB dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, yang telah memberikan
kesempatan untuk mengikuti pendidikan doktor di Sekolah Pascasarjana IPB
Bogor.
6. Rektor

Universitas

Palangka

Raya

dan

Dekan

Fakultas

Pertanian,

Universitas Palangka Raya yang telah memberikan ijin dan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti program pendidikan doktor (S-3) di Sekolah
Pascasarjana IPB Bogor.

7. Ketua Program Studi Agroklimatologi (AGK) beserta seluruh staf yang telah
memberikan berbagai arahan dan pelayanan administrasi kepada penulis
selama mengikuti program pendidikan doktor (S-3) di Sekolah Pascasarjana
IPB Bogor.
8. Pengelola Beasiswa Pendidikan Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat
Pendidikan Tinggi, DEPDIKNAS atas bantuan beasiswa yang telah diberikan
kepada penulis selama mengikuti program pendidikan doktor (S 3) di Sekolah
Pascasarjana IPB Bogor.
9. Ayahanda (Pawiro Giso, Alm) dan ibunda (Pu’atin) beserta keluarga besar
kami dalam hal ini diwakili oleh kakak Machalli, SAg di mana telah dengan
sabar, penuh perhatian dan kasih sayang, memberikan teladan kebersamaan
dan kedamaian, serta senantiasa mengajarkan untuk terus belajar dan
bekerja keras dalam berbagai kondisi dan keterbatasan. Selalu berdo’a untuk
keberhasilan anak-anaknya dan mengingatkan hanya kepada Allah SWT
tempat bersandar dalam segala kesulitan dengan prinsip (Man of proposes
but God disposes).
10. Isteri tercinta (Dra. Khalimah Anwar), anak-anak dan menantu tersayang
(Abdul Lathif Thoyyib MA., ST beserta isteri, Khoirul Rofi’ Ja’far Makarim,
S.Kom beserta isteri, Fuad Muhajirin Farid, SPd, Zea Noor Ida Afifahtun
Nisa’, Kamal Thoriq Yazid Asshidiqi, Faishal Hafidz Fahri Aziz, dan Hisyam
Farouq Maftuh Syifa’) yang senantiasa penuh kesabaran dan kesetiaan untuk
selalu memberikan motivasi dan inspirasi, walaupun sangat kurang perhatian
yang saya berikan selama mengikuti program pendidikan doktor (S-3) di
Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.
11. Segenap teman sejawat terutama kepada saudara Dr. Ir. Zulkifli, MP, Ir.
Giyanto, MP, Dr. Ir. M. Lutful Hakim, MSi, Ir. Basuki, MSi, Dr. Ir. Mofit
Saptono, MP, Mariono, SH.I, Dr. Ir. Saputera, MSi, Iqbal, SPT, MSi, M. Fadli
Irsyad, SPT, MSi, Edwine Setia Purnama, S.Hut, dan Uus Saeful Mukarom
yang banyak memberikan suport moril maupun materiil dan membantu dalam
analisa Laboratorium.
12. Kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang
terlibat langsung maupun tidak langsung dalam rangka penulisan disertasi ini,
semoga atas jerih payah semua dibalas yang lebih baik oleh Tuhan Yang
Maha Kuasa, Amien.

xi

Penulis sangat menyadari atas keterbatsan dan kekurangan pengetahuan
oleh karena itu, sangat mengharapkan kritik, saran, dan arahan untuk perbaikan
dan penyempurnaan dimasa mendatang.

Bogor, Februari 2012
Penulis

xii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jombang, Jawa Timur pada tanggal 13 Juni 1962
sebagai anak ke enam dari pasangan ayah bernama Pawiro Giso (Alm) dan ibu
bernama Pu’atin. Pendidikan dasar ditempuh di SDN Ngogri, Jombang lulus
tahun 1975/1976. SLTP di MTsN Kauman Utara - Jombang, lulus tahun
1978/1979. SLTA di SMA A. Wahid Hasyim Tebuireng - Jombang, lulus tahun
1982. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Islam Malang, lulus pada tahun 1992/1993. Pada tahun
2000, penulis diterima sebagai mahasiswa S-2 di Program Studi Agroklimatologi,
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan memperoleh gelar
Magister Sains (MSi) pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke
program doktor pada Program Studi Agroklimatologi, Sekolah Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2004. Beasiswa pendidikan
pascasarjana (BPPS) diperoleh dari Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Pengalaman kerja sebagai Tenaga Kerja Sukarela (TKS-BUTSI) tahun
1982 – 1985. Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya (UNPAR) sejak tahun
1993 sampai sekarang. Selama mengikuti program S-3, penulis menjadi anggota
Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI) dan aktif mengikuti
seminar baik internal IPB maupun tingkat Nasional berkaitan dengan masalah
hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS).

xiv

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xviii
I.

PENDAHULUAN .......................................................................................
1.1 Latar Belakang .................................................................................
1.2 Rumusan Masalah dan Lingkup Penelitian ......................................
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................

1
1
5
6
7

II.

TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
2.1 Pengertian Pewilayahan Hidroklimat dan Daerah Aliran Sungai .....
2.2 Penerapan Sistem Informasi Geografi (GIS) dan Remote
Sensing (RS) dalam Pewilayahan Hidroklimat .................................
2.3 Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan dan Respons Hidrologi
DAS ..................................................................................................
2.4 Model Analisis Hidrologi ...................................................................
2.5 Analisis Kebutuhan Air Tanaman .....................................................

9
9
12
13
16
18

III. BAHAN DAN METODE .............................................................................
3.1 Waktu dan Tempat ...........................................................................
3.2 Data, Alat, Software, dan hardware yang Dipergunakan .................
3.3 Metode .............................................................................................

20
20
20
24

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH ....................................................................
4.1 Biofisik Kawasan ..............................................................................
4.2 Sosial Ekonomi ................................................................................
4.3 Arah Pengembangan Kabupaten Murung Raya ..............................

40
40
44
45

V. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................
5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ..............................................................
5.2 Hasil validasi model SWAT terhadap model SCS ............................
5.3 Produksi air DAS Barito Hulu berdasarkan tutupan dan
penggunaan lahan ...........................................................................
5.4 Pengaruh perubahan tutupan dan penggunaan lahan terhadap
produksi air DAS Barito Hulu ...........................................................
5.5 Zonasi hidroklimat untuk optimasi pengembangan lahan
pertanian DAS Barito Hulu ...............................................................

49
49
56

67

VI. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
5.1 Kesimpulan ......................................................................................
5.2 Saran ................................................................................................

78
78
79

58
60

xv

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

80

LAMPIRAN .......................................................................................................

88

xvi

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Deskripsi file input dan fungsinya dalam analisis hidrologi .....................

17

2

Rata-rata curah hujan bulanan DAS Barito Hulu tahun 1990-2003 ........

43

3

Luas masing-masing kelas tutupan lahan menurut Sub DAS tahun
1990 ........................................................................................................

50

Luas masing-masing kelas tutupan lahan menurut Sub DAS tahun
2003 ........................................................................................................

53

5

Luas perubahan tutupan lahan dari tahun 1990 hingga tahun 2003 .......

55

6

Hasil perhitungan debit model SWAT dan model SCS ...........................

57

7

Hasil air dan persentase terhadap curah hujan pada kondisi tutupan
lahan tahun 1990 ....................................................................................

58

8

Komponen neraca air DAS Barito Hulu tutupan lahan tahun 1990 .........

60

9

Hasil air DAS Barito Hulu dan persentase terhadap curah hujan pada
kondisi tutupan lahan tahun 2003 ...........................................................

61

10

Komponen neraca air DAS Barito Hulu tutupan lahan tahun 2003 .........

62

11

Nilai CN DAS Barito Hulu dan hasil prediksi erosi tahun 1990 dan
2003 ........................................................................................................

67

12

Produksi air DAS Barito Hulu berdasarkan optimasi tutupan lahan ........

68

13

Komponen neraca air DAS Barito Hulu optimasi tutupan lahan .............

71

14

Luas penggunaan lahan DAS Barito Hulu hasil deliniasi gabungan
peta optimasi dengan peta RTRW ..........................................................

74

Produksi air DAS Barito Hulu Berdasarkan penggunaan lahan sesuai
RTRW .....................................................................................................

75

Komponen neraca air DAS Barito Hulu Berdasarkan penggunaan
lahan sesuai RTRW ................................................................................

76

4

15
16

xvii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................................. 8

2

Skema Siklus Hidrologi DAS (Neitsch et al., 2001) .................................... 10

3.

Data citra Landsat TM+ rekaman tahun 1990............................................ 21

4.

Data citra Landsat TM+ rekaman tahun 2003............................................ 22

5.

Lokasi Penelitian ........................................................................................ 23

6

Tahapan Kegiatan Penelitian ..................................................................... 27

7

Peta satuan tanah DAS Barito Hulu ........................................................... 42

8

Peta tutupan dan penggunaan lahan DAS Barito Hulu tahun 1990 ........... 51

9

Peta tutupan dan penggunaan lahan DAS Barito Hulu tahun 2003 ........... 54

10

Grafik regresi antara curah hujan bulanan dengan hasil air DAS
Barito Hulu tutupan tahun 1990 ................................................................. 59

11

Grafik regresi antara curah hujan bulanan dengan limpasan
permukaan DAS Barito Hulu tutupan tahun 1990 ...................................... 60

12

Grafik regresi antara curah hujan bulanan dengan hasil air DAS
Barito Hulu tutupan tahun 2003 ................................................................. 63

13

Grafik regresi antara curah hujan bulanan dengan limpasan .................... 63

14

Grafik hubungan tutupan dan penggunaan lahan terhadap hasil air
DAS Barito Hulu ......................................................................................... 64

15

Grafik hubungan tutupan dan penggunaan lahan terhadap limpasan
permukaan DAS Barito Hulu ...................................................................... 64

16

Grafik hubungan tutupan dan penggunaan lahan terhadap erosi DAS
Barito Hulu ................................................................................................. 65

17

Grafik regresi antara curah hujan bulanan dengan hasil air DAS
Barito Hulu optimasi tutupan lahan ............................................................ 69

18

Grafik regresi antara curah hujan bulanan dengan limpasan
permukaan DAS Barito Hulu optimasi tutupan lahan ................................. 69

19

Peta tutupan dan penggunaan lahan DAS Barito Hulu hasil optimasi ....... 70

20

Peta penggunaan lahan berdasarkan RTRW DAS Barito Hulu ................. 73

21

Zona penggunaan lahan berdasrkan pewilayahan hidroklimat DAS
Barito Hulu ................................................................................................. 77

xviii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Matriks perubahan tutupan lahan tahun 1990 - 2003 .............................

89

2

Prediksi hasil Air (water yield) Masing-Masing Sub DAS pada Tutupan
Lahan 1990 .............................................................................................

90

Prediksi hasil Air (water yield) Masing-Masing Sub DAS pada Tutupan
Lahan 2003 .............................................................................................

91

4

Parameter Tanah ....................................................................................

92

5

Variabel dan rumus yang dipergunakan untuk pembangkitan data
iklim DAS Barito hulu ..............................................................................

98

3

1

I.
1.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri

dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota
lainnya. Hutan sebagai salah satu komponen DAS, memiliki fungsi hidrologis
yang berperan mengatur tata air, melindungi tanah dari erosi dan bencana
longsor serta menciptakan iklim mikro yang nyaman dan sesuai bagi manusia
serta bagi biota lain. Hutan juga sebagai tempat berlangsungnya proses-proses
interaksi biofisik secara sinergis.
Proses-proses biofisik hidrologi DAS merupakan proses alami dari suatu
daur hidrologi, sedangkan kegiatan sosial ekonomi merupakan bentuk intervensi
manusia terhadap perilaku sistem DAS tersebut. Perubahan lahan hutan menjadi
permukiman, lahan pertanian, dan sarana kegiatan ekonomi lain merupakan
konsekuensi kebijakan pembangunan akibat dari desakan perekonomian dan
pertambahan penduduk dari waktu ke waktu. Agar terhindar dari bahaya
kerusakan fungsi DAS, maka perlu dicari solusi yang berkaitan dengan langkahlangkah konservasi sumberdaya alam.
Seiring dengan dinamika pembangunan yang berlangsung, telah terjadi
transformasi struktur ekonomi dan demografi termasuk peningkatan jumlah
penduduk yang memerlukan sarana prasarana serta lahan yang cukup. hal
tersebut dapat memacu terjadinya perubahan penggunaan lahan lebih pesat.
Perubahan hutan dan lahan pertanian juga sering terjadi di daerah hulu DAS
yang seharusnya dijaga sebagai upaya konservasi. Perubahan tutupan di suatu
DAS mejadi areal permukiman, kawasan industri, dan pusat kegiatan
perekonomian dapat berdampak pada penurunan kualitas lahan, seperti terjadi
bencana banjir, kekeringan, erosi yang berlebihan dan pada akhirnya
menurunkan produktivitas lahan yang berujung pada menurunnya kesejahteraan
masyarakat.
Berdasarkan data di lapangan pengurangan hutan yang terjadi di DAS
Barito Hulu khususnya di kabupaten Murung Raya sangat sulit dikendalikan
karena berbagai kepentingan. Umumnya masyarakat petani melakukan kegiatan
usahatani dengan system ladang berpindah, areal perladangan tersebut
dipersiapkan dengan menebang hutan kemudian membakar dan menanami padi
dengan sistem tugal. Sejak tahun 2003 sektor pertambangan dan pengalihan

2

komoditas perkebunan sawit juga menambah lajunya pengurangan areal hutan.
Kebijakan pemerintah untuk program penempatan transmigrasi pada sisi lain
juga menggunakan kawasan hutan yang cukup luas sebagai lahan transmigran.
Kabupaten Murung Raya adalah salah satu kabupaten di Provinsi
Kalimantan Tengah yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito Hulu
dengan luas wilayah 27.700 km2, berpenduduk sekitar 98.834 jiwa, memiliki laju
pertumbuhan ekonomi sangat rendah. Laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan
PDRB atas dasar harga konstan adalah -0,46% dan atas dasar harga berlaku
adalah 4,49%. Angka tersebut lebih rendah dibanding laju pertumbuhan ekonomi
provinsi Kalimantan Tengah yang mencapai 4,86% atas dasar harga konstan
dan14,61% atas dasar harga berlaku (BPS Kalimantan Tengah, 2003).
Rendahnya laju pertumbuhan ekonomi daerah tersebut mengindikasikan
rendahnya kesejahteraan masyarakat (tingginya angka kemiskinan). hal ini dapat
berpotensi terhadap terjadinya kegiatan eksploitasi hasil hutan yang tidak
terkendali, terutama penebangan kayu secara liar (illegal logging). Kegiatan
merambah atau merusak hutan oleh masyarakat akan berdampak pada
perubahan karakteristik DAS yang bersangkutan sehingga mengganggu fungsi
hidrologis hutan.
Semakin pesat peningkatan jumlah penduduk dan bertambah tingginya
angka

kemiskinan di suatu daerah, tentu akan diikuti dengan meningkatnya

kebutuhan dan konsumsi masyarakat. Meningkatnya kebutuhan dan konsumsi
masyarakat, maka akan semakin intensif pula kebutuhan dan penggunaan
sumberdaya alam sekitarnya. Kebutuhan dan penggunaan sumberdaya alam
tersebut

bertujuan

untuk

meningkatkan

kesejahteraan

manusia,

namun

sebaliknya jika terjadi kesalahan pengelolaan maka akan berdampak pada
kerusakan

lingkungan.

Mengingat

pentingnya

kelestarian

dan

kualitas

lingkungan, maka untuk mengelola sumberdaya alam, maka pemerintah perlu
melibatkan partisipasi langsung masyarakat, sehingga masyarakat paham akan
pentingnya usaha konservasi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi pada sisi yang
lain juga mendorong meningkatnya kebutuhan dan penggunaan sumberdaya
alam untuk memenuhi konsumsi masyarakat dunia. Meningkatnya kebutuhan
bahan baku industri dan pangan dunia yang semakin meningkat, maka
berdampak terhadap pengurangan luas hutan (deforestasi) secara besarbesaran. Laju deforestasi di Indonesia tahun 2001 mencapai 1.018,2 hektar (Ha),

3

tahun 2002 mencapai 926,3 ha, tahun 2003 mencapai 1.906,1 ha, tahun 2004
mencapai 634,7 ha, dan tahun 2005 mencapai 962,5 ha disebabkan oleh
kegiatan illegal logging, hak Penguasaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri
(HTI), perkebunan besar, transmigrasi, dan pertanian skala kecil (ITTO-CITES
PROJECT, 2009). Kondisi tersebut dapat memicu terjadinya kerusakan lahan
dengan sangat cepat. Tahun 1984 kerusakan lahan di Indonesia mencapai 9,69
juta ha meliputi 22 DAS. Kemudian tahun 1994 kerusakan lahan mencapai 12,52
juta ha meliputi 39 DAS. Tahun 2000 kerusakan lahan mencapai 23,71 juta ha
meliputi 42 DAS, sedangkan tahun 2004 kerusakan lahan sudah mencapai 45,43
juta ha tersebar di 65 DAS seluruh Indonesia (DIRJEN RRL, 1999; DIRJEN PLA,
2004).
Pengelolaan DAS merupakan salah satu aspek objek pembangunan yang
harus dilakukan secara terpadu dan mengarah pada azas kelestarian lingkungan
khususnya konservasi terhadap potensi sumberdaya tanah dan air. Perencanaan
pembangunan dan pengembangan wilayah yang meliputi areal permukiman,
pengembangan perkotaan, lahan pertanian, dan sarana usaha lain harus
mengarah pada ketentuan tata ruang yang berlaku, sehingga
yang

berkelanjutan

(Sustainable

Development)

dapat

pembangunan
tercapai

bagi

kesejahteraan manusia. Konversi lahan hutan menjadi permukiman, lahan
pertanian, dan sarana kegiatan ekonomi lain merupakan konsekuensi kebijakan
pembangunan akibat dari desakan perekonomian dan pertambahan penduduk
dari waktu ke waktu. Kondisi tersebut bila berlangsung secara terus-menerus
tanpa kendali, maka dapat berakibat pada kerusakan lingkungan dan terjadinya
bencana tanah longsor, banjir pada musim hujan atau sebaliknya kekeringan
pada musim kemarau.
Pada sisi lain perubahan tutupan lahan yang tidak terkendali dapat
mengakibatkan perubahan fungsi hidrologis DAS dan seringkali mengarah pada
kondisi peningkatan aliran permukaan, erosi dan sedimentasi. Kartiwa et al.
(1997), menyatakan di sub DAS Cisadane Hulu yang mengalami pengurangan
hutan sebesar 20% dari keadaan semula meningkatkan aliran sungai tahunan
dari 2.586 mm.th-1 menjadi 2.678 mm.th-1, sedangkan perluasan hutan sebesar
20% dari luasan semula dapat menurunkan aliran sungai tahunan dari 2.586
mm.th-1 menjadi 2.426 mm.th-1. Gerold et al. (2005), menyatakan terjadi variasi
aliran permukaan (run off) dan erosi tanah dari tutupan lahan yang berbeda di
sekitar Taman Nasional Lore Lindu sebagai berikut: di areal tanaman coklat umur

4

7 – 8 tahun aliran permukaan (run off) 424,2 m3.ha-1 (8,5%), tanaman coklat
berumur lebih 15 tahun 201,2 m3.ha-1 (4%), kemudian di hutan alam 7,4%, di
tanah bera 77%, dan di rumput alang-alang 4,2% dari besarnya hujan.
Sebagai salah satu upaya untuk mengetahui resiko kegiatan perubahan
lahan hutan menjadi areal penggunaan lain. Perlu dilakukan analisis dengan
pendekatan holistik bersifat spasio-temporal dengan mempertimbangkan kondisi
biofisik, praktik budidaya, sosial-ekonomi, dan aksesibilitas. hal ini dimaksudkan
untuk memperoleh informasi sekaligus mengenali sejauh mana perubahan
karakteristik DAS dan penurunan respons hidrologis yang terjadi akibat dari
perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama ini. Setelah dapat dikenali
karakteristik dan respons hidrologis DAS Barito Hulu kemudian perlu dilakukan
simulasi antara pasokan (supply) dan kebutuhan (demand) air bagi masingmasing jenis tanaman dan vegetasi hutan. Pendekatan ini dimaksudkan untuk
efisiensi sumber daya air bagi kelangsungan kehidupan dan sekaligus upaya
konservasi air dan tanah di DAS yang bersangkutan.
Strategi konservasi yang dapat diterapkan di DAS bagian hulu meliputi
beberapa aspek yaitu; keterlibatan/partisipasi masyarakat, regulasi dan kebijakan
pemerintah, penegakan hukum, membangun zonasi tutupan dan penggunaan
lahan yang proporsional. Penelitian ini difokuskan pada aspek teknis yaitu
membangun

zonasi

tutupan

dan

penggunaan

lahan,

dengan

demikian

diharapkan menjadikan solusi dan alternatif konservasi sumberdaya air dan
tanah.
Kombinasi

teknologi

RS-GIS

dan

model

analisis

hidrologi

yang

dikembangkan oleh USDA yaitu Soil Water Assesment Tool (SWAT) merupakan
pilihan metode yang tepat untuk diterapkan pada penelitian ini. Menurut Fohrer
dan Frede (2002; Girolamo et al. 2003), integrasi GIS dan SWAT dapat
memberikan gambaran respons hidrologi DAS akibat perubahan tutupan lahan
dan sangat sesuai untuk mengevaluasi karakteristik hidrologi sebagai dasar
perencanaan pengelolaan suatu DAS. Penelitian ini lebih khusus difokuskan
mengkaji respons hidrologi akibat perubahan penggunaan lahan kemudian
disimulasikan terhadap kebutuhan air tanaman sebagai dasar penetapan zonasi
penggunaan lahan pertanian.

5

1.2

Rumusan Masalah dan Lingkup Penelitian
Hutan merupakan salah satu komponen DAS yang berfungsi untuk

menjaga tata air di wilayah tersebut. Kawasan hutan memiliki laju infiltrasi lebih
tinggi dibandingkan dengan areal penggunaan lain. Keberadaan serasah organik
dapat melindungi pori-pori tanah dari penyumbatan, oleh karena itu tanah hutan
memiliki kemampuan menyimpan air yang tinggi. Menurut Purwanto dan Ruijter
(2004), bahwa hutan memiliki daya tampung dan daya infiltrasi air yang tinggi,
oleh karena itu aliran permukaan yang terjadi pada lahan berhutan sangat kecil.
Tingginya kemampuan infiltrasi tanah hutan dan rendahnya aliran permukaan
akan menyebabkan air mudah mencapai sistem air tanah (akuifer) sehingga
jumlah air yang tertampung di dalam reservoir air tanah menjadi tinggi. Air
tersebut kemudian dilepaskan kembali secara bertahap sebagai aliran dasar
(baseflow) ke sungai-sungai. Konservasi sumberdaya air dapat dilakukan dengan
menyimpan air di dalam tanah melalui peningkatan kapasitas infiltrasi tanah.
Peningkatan kapasitas infiltrasi tersebut dapat diupayakan melalui konservasi
hutan secara proporsional. Upaya konservasi tersebut diharapkan dapat
mengembalikan fungsi hutan sebagai pengatur tata air.
Sebagai konsekuensi meningkatnya jumlah penduduk dan kebijakan
pembangunan daerah kabupaten Murung Raya, maka akan terjadi pemanfaatan
dan alih fungsi lahan hutan menjadi areal penggunaan lain. Jika pembangunan
berlansung hanya berorientasi kepada pertambahan nilai ekonomis dan tidak
mempertimbangkan dampak perubahan penggunaan lahan serta mengabaikan
aspek konservasi, maka dapat berakibat menurunkan produktivitas lahan dan
ketersediaan sumber daya air. Kerusakan tanah akibat perubahan penggunaan
lahan

dapat

menyebakan

terjadinya

penurunan

kapasitas

infiltrasi

dan

peningkatan aliran permukaan, sehingga berdampak pada meningkatnya debit
pada musim hujan (banjir) dan sebaliknya menurunkan debit pada musim
kemarau (kekeringan).
Kebijakan

dan

langkah

pembangunan

Kabupaten

Murung

Raya

seharusnya mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Untuk menentukan
sejauh mana konversi lahan hutan menjadi areal penggunaan lain boleh
dilakukan memerlukan kajian yang cermat. Pengembangan penggunaan lahan
pertanian harus sesuai dengan prinsip-prinsip konservasi sumber daya tanah dan
air. Pengelolaan lahan pertanian yang dilakukan secara proporsional menurut
ruang berdasarkan pasokan dan kebutuhan sumber daya air, diharapkan dapat

6

menjawab permasalahan dan sekaligus sebagai usaha konservasi tanah dan air
di DAS Barito Hulu.
Mengingat

permasalahan

dalam

pengelolaan

DAS

adalah

sangat

kompleks, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada aspek perubahan
respons hidrologi DAS Barito Hulu akibat terjadinya perubahan tutupan lahan.
Selanjutnya

dilakukan

simulasi

terhadap

optimasi

tutupan

lahan

untuk

memperoleh zonasi model pengelolaan yang optimal.
Prediksi respons hidrologi DAS Barito Hulu dan analisis kebutuhan air
tanaman pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model SWAT.
Simulasi antara pasokan dan kebutuhan air bagi masing-masing jenis tanaman
juga dilakukan sebagai upaya meningkatkan efisiensi penggunaan air secara
spasial dan temporal. hasil simulasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar
penetapan zonasi penggunaan lahan berdasarkan pasokan sumber daya air.
Untuk menyederhanakan dan memudahkan pemahaman, kerangka pemikiran
pada penelitian ini disajikan pada diagram alir Gambar 1.
Berdasarkan uraian di tersebut dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai
berikut:
1.

Berapa besar perubahan penggunaan lahan yang terjadi di DAS Barito Hulu
selama kurun waktu 14 tahun terakhir.

2.

Seberapa efektif perubahan penggunaan lahan sebagai faktor pengendali
respons hidrologi DAS Barito Hulu.

3.

Bagaimana

produktivitas

DAS

Barito

Hulu

akibat

dari

perubahan

penggunaan lahan.
4.

Solusi apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan potensi
dan pola distribusi sumber daya air antar musim sebagai dampak dari
perubahan penggunaan lahan, sehingga sumber daya air dan tanah yang
tersedia dapat optimal.

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menentukan Zona

penggunaan lahan dalam rangka pengembangan pertanian berdasarkan
pasokan sumber daya air DAS Barito Hulu. Penelitian ini juga mempunyai
beberapa tujuan khusus.
Adapun tujuan khusus dari penelitian adalah sebagai berikut:

7

1.

Menentukan hasil air dan evapotranspirasi pada tutupan lahan tahun 1990
dan 2003.

2.

Menentukan besarnya erosi pada tutupan lahan tahun 1990 dan 2003.

3.

Optimasi penggunaan lahan pertanian dalam rangka untuk menentukan
zonasi penggunaan lahan DAS Barito Hulu.

1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1.

Memberikan informasi bagi pihak yang berkepentingan mengenai zonasi
penggunaan lahan optimal DAS Barito Hulu dalam rangka konservasi lahan
dan air secara alami, melalui teknologi budidaya.

2.

Sebagai informasi dan data dasar penelitian yang berkenaan dengan
konservasi lahan dan air serta dasar kebijakan bagi pemerintah kabupaten
Murung Raya untuk pengelolaan DAS Barito Hulu berbasis pertanian
berwawasan lingkungan. 

8

DAS

Tutupan dan
Penggunaan
Lahan

Aktivitas Manusia

Deforestasi

Degradasi lahan DAS
(berdampak pada limpasan
permukaan, aliran dasar,
hasil air, dan erosi)

Kegiatan konservasi

Kebijakan Alokasi
Penggunaan Lahan:
(Zonasi penggunaan lahan
berdasarkan ketersediaan
sumberdaya air)

Partisipasi
masyarakat

Simulasi model
SWAT

Penegakan
hukum

Optimasi tutupan dan
penggunaan lahan

Fungsi DAS Sehat
(Respons hidrologi terjadi
lebih baik)

Gambar 1

Kerangka Pemikiran Penelitian

Regulasi dan
kebijakan
pemerintah

9

II.
2.1

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Pewilayahan Hidroklimat dan Daerah Aliran Sungai
Wilayah adalah bagian daerah tertentu di permukaan bumi yang

mempunyai sifat khas sebagai akibat dari adanya hubungan khusus antara
kompleks lahan, air udara, flora,fauna, dan manusia.
Hidroklimat adalah salah satu cabang ilmu lintas disiplin yang mempelajari
tentang proses-proses hidrologi di atmosfer, kemudian dikembangkan dengan
penerapan teknologi sebagai pemanfatan sumberdaya air di hidrosfer maupun di
litosfer.
Pewilayahan hidroklimat adalah usaha/pendekatan untuk pemetaan
pembagian secara proporsional proses-proses siklus hidrologi secara spasial dan
bereferensi permukaan bumi.
Siklus hidrologi dapat digambarkan sebagai proses sirkulasi air dari lahan,
tanaman, sungai, danau, laut serta badan air lainnya yang ada di permukaan
bumi menuju atmosfer akibat penguapan serta turunnya kembali air tersebut baik
dalam bentuk hujan, salju dan lainnya yang terus berulang (Waston dan Burnett,
1995). Sebagai ilustrasi untuk memahami siklus hidrologi di alam disajikan pada
Gambar 2.
Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air hujan ke dalam tanah secara
vertikal (Baver et al., 1972; Arsyad, 2006). Menurut Crawford dan Linsley (1966)
infiltrasi dibedakan menjadi infiltrasi langsung dan infiltrasi tertunda. Infiltrasi
langsung adalah bagian curah hujan yang diasumsikan akan masuk dan mengisi
daerah simpanan bawah permukaan dan simpanan air bawah tanah, sedangkan
infiltrasi tertunda adalah bagian lain curah hujan yang akan mengisi simpanan
permukaan dan terdistribusi sebagai aliran permukaan, setelah air memenuhi
kapasitas infiltrasi, maka penambahan air berikutnya dipergunakan untuk mengisi
depresi di permukaan tanah (depression storage), sebelum air tersebut mengalir
di atas permukaan tanah.
Limpasan permukaan (overland flow) adalah bagian dari curah hujan yang
mengalir di atas permukaan tanah sebelum mencapai saluran atau sungai
(Linsley et al., 1982; Chow et al., 1988). Limpasan permukaan tersebut
memberikan kontribusi yang besar terhadap produksi air dibandingkan dengan
aliran bawah permukaan (sub surface flow) dan aliran dasar (ground water flow)
(Chow, 1964).

10

SIK L U S H ID R O L O G I PA D A S U A T U
D A ER A H A L IR A N S U N G A I
A w an
e v a p o tr a n s p ir a s i

H uja n

e v a p o ra s i
In f iltra s i

Ali ra n Pe r m uk aan

In fil tra si
P e r k o la s i

P er m uk aa n Air
Tana h

Pe rk ola s i

B a s e flo w
Aliran Baw ah Pe rm uk aan

Gambar 2 Skema Siklus Hidrologi DAS (Neitsch et al., 2001)

Aliran bawah permukaan adalah air yang masuk ke dalam tanah tetapi
tidak dapat masuk cukup dalam karena adanya lapisan kedap air. Air tersebut
mengalir di bawah tanah kemudian keluar pada suatu tempat di bagian yang
lebih rendah atau masuk ke sungai dan umumnya air tersebut jernih (Arsyad,
2006).
Aliran bawah permukaan tersebut disuplai melalui infiltrasi yang tertunda di
daerah aliran bawah permukaan karena pengaruh sifat-sifat tanah. Bagian air
yang masuk ke dalam tanah melalui infiltrasi langsung dan infiltrasi tertunda akan
mengisi simpanan daerah bawah permukaan atau simpanan air bawah tanah
melalui perkolasi.
Aliran air bawah tanah adalah air yang masuk dan terperkolasi jauh ke
dalam tanah menjadi air bawah tanah (Arsyad, 2006). Air tersebut mengalir di
dalam tanah dengan sangat lambat masuk ke sungai. Umumnya air tersebut
dapat mencapai saluran setelah beberapa hari, bahkan sampai beberapa bulan
(Ward, 1975).
Aliran sungai adalah total volume air yang tertampung dan mengalir dalam
saluran atau sungai-sungai. hasil akhir dari respons DAS terhadap masukan
curah hujan dan unsur cuaca untuk suatu jangka waktu tertentu dapat
ditunjukkan oleh hidrograf aliran sungainya, dalam kajian hidrologi dinilai sangat

11

penting sebagai penyedia informasi mengenai berbagai proses aliran (Wilson,
1970; Boughton dan Freebairn, 1985). Komponen hidrograf meliputi; 1). Aliran
langsung, 2). Aliran bawah permukaan, 3). Aliran air bawah tanah, dan 4). Curah
hujan yang langsung jatuh di atas sungai (Chow, 1964). Komponen curah hujan
yang jatuh di atas sungai, pada umumnya relatif kecil sehingga dapat diabaikan.
Evapotranspirasi merupakan gabungan dari dua istilah yaitu evaporasi dan
transpirasi. Evaporasi diartikan sebagai peristiwa berubahnya air menjadi uap
dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan badan air ke udara,
sedangkan transpirasi diartikan sebagai peristiwa penguapan yang berasal dari
tanaman

(Schwab

et

al.,

1981).

Thornthwaite

(1948),

membedakan

evapotranspirasi menjadi evapotranspirasi aktual dan evapotranspirasi potensial.
Evapotranspirasi aktual yang terjadi dalam keadaan kandungan air tanah
terbatas, sedangkan evapotranspirasi potensial adalah jumlah air yang diuapkan
dalam jangka waktu tertentu oleh tumbuhan yang tumbuh aktif dan menutup
secara sempurna permukaan tanah dalam keadaan persediaan air cukup,
ditambah dengan air yang menguap langsung dari permukaan tanah di
bawahnya. Ketika kandungan air tanah cukup dan pertumbuhan tanaman tidak
tertekan, evaporasi akan mencapai maksimum, keadaan tersebut merupakan
tingkat potensial dari penguapan untuk nilai unsur-unsur iklim pada waktu
tersebut.
Daerah aliran sungai (DAS) diartikan sebagai hamparan lahan yang
dibatasi oleh pemisah topografi dan yang menampung serta mengalirkan curah
hujan yang jatuh di atasnya ke sungai-sungai utama (Tim IPB, 1978). Menurut
Soerjono (1978) daerah aliran sungai merupakan suatu sistem yang terdiri dari
berbagai komponen unsur, di mana unsur-unsur utamanya adalah vegetasi,
tanah, air, dan manusia dengan segala upaya yang dilakukannya. Menurut
Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1977 tentang DAS, bahwa daerah aliran
sungai adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian
rupa sehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya
yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang
berasal dari curah hujan dan sumber lainnya.
Pengertian tersebut dapat disederhanakan bahwa DAS adalah suatu
hamparan lahan yang dibatasi oleh topografi secara alami yang berfungsi untuk
menerima dan menampung air hujan, serta mengalirkannya yang disertai oleh
sedimen dan unsur hara hingga keluar melalui suatu titik (out let).

12

Lahan adalah suatu wilayah permukaan bumi mencakup semua komponen
biosfir yang dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah
wilayah tersebut, termasuk atmosfir, tanah, batuan induk, relief, hidrologi,
tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas
manusia di masa yang lalu dan sekarang, yang kesemuanya itu berpengaruh
terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan masa yang
akan datang. Kegiatan atau usaha manusia memanfaatkan lahan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya baik material dan spiritual atau keduanya secara
tetap dan berkala disebut penggunaan lahan (FAO, 1976).
Lahan merupakan ekosistem karena mencerminkan adanya hubungan
interaksi

antara

unsur-unsur

pembentuknya

yang

menghasilkan

suatu

keseimbangan ekologis tertentu. Sumberdaya lahan mencakup komponen biosfir
seperti; tanah, air, udara, vegetasi, satwa dan mungkin bangunan yang terdapat
di atasnya akibat dari campur tangan manusia.
2.2

Penerapan Sistem Informasi Geografi (GIS) dan Remote Sensing (RS)
dalam Pewilayahan Hidroklimat
Chakraborty et al. (2003) telah menggunakan teknologi remote sensing dan

GIS untuk karakterisasi dan evaluasi perubahan penggunaan/tutupan lahan,
serta mempelajari prilaku respon hidrologi DAS Birantiya Kalan, India antara
tahun 1988 hingga 1996. Pengurangan vegetasi penutup tanah yang dominan
sebesar 43% menjadi 34% dari keseluruhan areal DAS. Meningkatnya luas tanah
terbuka tanpa vegetasi (bera) dari 9% menjadi 20%. Vegetasi (tumbuhan perdu)
meningkat dari 34% menjadi 68% dan Semak belukar menurun dari 62% menjadi
27%. Kondisi tersebut dapat meningkatkan limpasan permukaan langsung yang
terjadi antara 15% hingga 20% (50 mm hingga 70 mm) dari curah hujan yang
lebih dari 100 mm.
Melesse and Graham (2003) mengembangkan model distribusi spasial
berbasis GIS untuk mempelajari respons hujan-limpasan permukaan di sub DAS
Etonia Creeks, sungai St Johns, Florida. Meningkatnya pengembangan wilayah
perkotaan pada tahun 1995, menunjukkan aliran puncak naik sebesar 6,5% dan
waktu untuk mencapai puncak menurun sebesar 10%. Pada tahun 2000
perluasan pembangunan wilayah perkotaan meningkatkan aliran puncak sebesar
16% dan menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai aliran puncak
sebesar 18%.

13

Pada tahun 2000 telah dikembangkan model SWAT yang diintegrasikan ke
dalam format GIS untuk mempelajari respons hidrologi DAS dalam skala yang
luas (Luzio et al., 2003). Santhy et al. (2005) menerapkan model SWAT untuk
optimasi pengelolaan irigasi pertanian. hasil simulasi model menunjukkan bahwa
rata-rata evapotranspirasi tanaman dan kebutuhan air irigasi masing-masing
adalah 1280 mm dan 780 mm (tanaman