Potential SRTM Data for Peak Flow Analysis, Case Study at Lipat Kain Watershed, Kampar Watershed – Riau Province

POTENSI PEMANFAATAN DATA RADAR SRTM UNTUK
ANALISA DEBIT PUNCAK
Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar - Riau

ISWANDI

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Potensi Pemanfaatan Data Radar
SRTM untuk Analisa Debit Puncak (Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar –
Riau) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.


Bogor, September 2006

Iswandi
NIM A252020031

ABSTRAK

ISWANDI, Potensi Pemanfaatan Data Radar SRTM untuk Analisa Debit Puncak,
Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar – Riau. Di bawah bimbingan SURIA
DARMA TARIGAN dan MAHMUD A. RAIMADOYA.
Data radar SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) merupakan data yang
menggambarkan model tiga dimensi (Digital Elevation Model – DEM)
permukaan bumi dengan resolusi spasial dan akurasi yang lebih baik
dibandingkan dengan DEM yang diturunkan dari digitasi peta kontur. Pada
penelitian ini SRTM dengan resolusi spasial 90x90 meter di DAS Lipat Kain
digunakan untuk penurunan jaringan drainase dan batas DAS dengan
menggunakan program TOPAZ yang terdapat di dalam program WMS. Hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa DEM yang berasal dari data SRTM
menghasilkan pola drainase dan batas DAS yang lebih baik dibandingkan dengan
hasil dari peta kontur skala 1 : 250.000. Pada penelitian ini juga menunjukan

bahwa perubahan penggunaan lahan di DAS Lipat Kain telah menyebabkan
peningkatan debit puncak, akan tetapi debit puncak yang dihasilkan dari model
relatif lebih tinggi daripada kondisi aktual di lapangan. Sebagai tindak lanjut dari
penelitian ini disarankan untuk mengkombinasikan data SRTM resolusi tinggi,
data radar hujan (TRMN) dan radar altimetri sehingga diharapkan dapat diperoleh
hasil yang lebih baik.
Kata Kunci : SRTM, Program WMS, debit puncak

ABSTRACT

ISWANDI, Potential SRTM Data for Peak Flow Analysis, Case Study at Lipat
Kain Watershed, Kampar Watershed – Riau Province. Under supervision of
SURIA DARMA TARIGAN and MAHMUD A. RAIMADOYA
Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) delivered a digital terrain model of
better spatial resolution and accuracy than traditional DEM derived from
digitalized topographic contour. In this study, SRTM with resolution 90x90 meter
at Lipat Kain Watershed was used to generate drainage networks and catchments
boundaries with TOPAZ in WMS Program and was compared with digitalized
contour map scale 1 : 250.000 . The results of this study showed that DEM from
SRTM had better accuracy than DEM from contour map scale 1 : 250.000. Land

use change had caused on to increase in peak flow in Lipat Kain watershed but
predicted peak flow from model was over estimated. It is proposed to combine
SRTM data with high resolution, TRNM Microwave Imager and Altimetry Radar,
which can avoid overestimation in hydrological analysis.
Key Words: SRTM, WMS program, peak flow

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,
baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

POTENSI PEMANFAATAN DATA RADAR SRTM UNTUK
ANALISA DEBIT PUNCAK
Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar - Riau

ISWANDI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

i

PRAKATA

Segala Puji kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “ Potensi Pemanfaatan
Data Radar SRTM untuk Analisa Debit Puncak (Studi Kasus DAS Lipat Kain,
Kampar – Riau).”
Penelitian ini disusun berdasarkan studi kasus di DAS Lipat Kain yang
termasuk dalam DAS Kampar – Riau. Penelitian ini menekankan pada aplikasi
program WMS dan konsep penginderaan jauh khususnya data radar SRTM dalam
menganalisa fungsi hidrologi suatu DAS.

Pada kesempatan yang baik ini saya mengucapkan terima kasih atas
bantuan berbagai pihak, terutama saya tujukan kepada Komisi Pembimbing Bapak
Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc dan Bapak Ir. Mahmud A. Raimadoya, M.Sc
serta Bapak Dr. Ir. M. Ardiansyah sebagai Penguji Luar Komisi yang telah
berkenan memberikan arahan dan masukan untuk perbaikan tulisan ini.
Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Naik
Sinukaban, M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Pengeloaan DAS yang
memberikan dukungan dalam penyelesaian studi saya di IPB. Pada kesempatan
ini juga saya ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi
Ilmu Pengeloaan DAS IPB dan semua pihak yang membantu penyelesaian
penelitian ini.
Penghargaan dan terimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada
isteriku Uci Sulandari atas segala pengertian, perhatian, dorongan, pengorbanan
dan doa yang telah diberikan.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, September 2006

Iswandi


ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gumawang tanggal 4 Juli 1977, sebagai anak ke
tujuh dari tujuh bersaudara dari Ayah H. Syamsuddin (Alm) dan Ibu Hj. Darmani.
Menamatkan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah
Menengah Atas di Belitang, Kabupaten Ogan Komering Ulu - Sumatera Selatan
pada tahun 1988, 1991 dan 1994.

Pada tahun 1994, penulis mendapatkan

kesempatan menempuh pendidikan S-1 melalui program USMI di Jurusan Tanah,
Institut Pertanian Bogor dan mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Tahun
1999.
Pada tahun 2002 penulis mengikuti pendidikan Pasca Sarjana di IPB,
program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Sejak Tahun 2005


penulis menikah dengan Uci Sulandari dan bergabung di Rajawali Corporation Jakarta pada Divisi Agribisnis.

iii

DAFTAR ISI

PRAKATA..............................................................................................
RIWAYAT HIDUP.................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................
DAFTAR TABEL...................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................

Halaman
i
ii
iii
iv
iv
v


PENDAHULUAN ..................................................................................
Latar Belakang...............................................................................
Tujuan Penelitian...........................................................................
Pertimbangan Pemilihan Lokasi....................................................

1
1
4
5

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
Daerah Aliran Sungai ....................................................................
Siklus Hidrologi.............................................................................
Sistem dan Model Hidrologi..........................................................
Hidrograf Satuan Sintetik Model Soil Conservation Service (SCS)
Synthetic Aperture Radar (SAR)...................................................
Penggunaan Lahan.........................................................................

6

6
9
10
14
15
18

METODE PENELITIAN........................................................................
Lokasi Penelitian ...........................................................................
Ketersediaan Data..........................................................................
Analisis Data..................................................................................
Analisa Tutupan Lahan ........................................................
Analisa Frekwensi Hujan .....................................................
Pengolahan Data dengan WMS ...........................................

20
20
21
22
22

26
28

HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................
Masukan Model .............................................................................
Analisis Tutupan Lahan .......................................................
Analisis Hujan......................................................................
Digital Elevation Model (DEM) ..........................................
Perbandingan DEM Radar dan DEM Peta Kontur
Skala 1 : 250.000..................................................................
Bilangan Kurva (Curve Number) .........................................
Aliran Permukaan dan Debit Puncak DAS Lipat Kain .................
Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dan
Pengelolaan DAS...........................................................................

30
30
30
34
37


KESIMPULAN .......................................................................................
Kesimpulan....................................................................................
Saran ..............................................................................................

54
54
54

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

56

39
45
47
51

iv

DAFTAR TABEL

Tabel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Teks

Halaman

Pengaruh Beberapa Penggunaan Lahan dan Pengolahan Lahan
terhadap Aliran Permukaan Langsung ..........................................
Hasil Interpretasi Citra Landsat ETM+
path/raw 127/60 Tahun 2003.........................................................
Perubahan Tutupan Lahan/Penggunaan Lahan DAS Lipat Kain ..
Hujan Harian Maksimum Stasiun Lipat Kain Tahun 1984 - 2003
Peluang Tinggi Hujan Maksimum DAS Lipat Kain .....................
Curah Hujan 30 menitan DAS Lipat Kain
Periode 8 – 9 Januari 2005 ............................................................
Data Penggunaan Lahan dan Tabel Bilangan Kurva pada Kondisi
Hidrologi Tanah A, B, C dan D.....................................................
Rata-rata Bilangan Kurva DAS Lipat Kain Tahun 1992
dan 2003 ........................................................................................
Debit Puncak, Waktu Mencapai Debit Puncak 3 Sub DAS
Lipat Kain dengan Model SCS Periode Tahun 1992 - 2003 .........
Luas DAS, Panjang Sungai Utama dan Kemiringan DAS
pada 3 Sub DAS di DAS Lipat Kain .............................................
Debit Puncak, Waktu Mencapai Debit Puncak di DAS Lipat
Kain dengan dengan Model SCS Periode Ulang 25, 50,
dan 100 Tahunan ...........................................................................

19
31
32
34
36
37
45
46
48
49

51

DAFTAR GAMBAR

Gambar
1
2
3
4
5
6
7
8a
8b

Teks

Lokasi Studi...................................................................................
Alur Kerja Penelitian .....................................................................
Perubahan Tutupan Lahan DAS Lipat Kain 1992 – 2003.............
Konversi Hutan Lindung menjadi Ladang/Kebun.........................
Plotting Position dengan Menggunakan Model Log Normal
untuk Data Hujan Harian Maksimum di DAS Lipat Kain ............
Distribusi Hujan 24 Jam DAS Lipat Kain Periode
8 – 9 Januari 2005..........................................................................
Proses Penghilangan Sinks dari Data Radar SRTM ......................
Penurunan Luasan Akumulasi Aliran 75 Ha
di Sungai Kampar Kiri...................................................................
Penurunan Luasan Akumulasi Aliran 1 Ha
di Sungai Kampar Kiri...................................................................

Halaman
20
23
33
33
35
37
41
42
42

POTENSI PEMANFAATAN DATA RADAR SRTM UNTUK
ANALISA DEBIT PUNCAK
Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar - Riau

ISWANDI

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Potensi Pemanfaatan Data Radar
SRTM untuk Analisa Debit Puncak (Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar –
Riau) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Bogor, September 2006

Iswandi
NIM A252020031

ABSTRAK

ISWANDI, Potensi Pemanfaatan Data Radar SRTM untuk Analisa Debit Puncak,
Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar – Riau. Di bawah bimbingan SURIA
DARMA TARIGAN dan MAHMUD A. RAIMADOYA.
Data radar SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) merupakan data yang
menggambarkan model tiga dimensi (Digital Elevation Model – DEM)
permukaan bumi dengan resolusi spasial dan akurasi yang lebih baik
dibandingkan dengan DEM yang diturunkan dari digitasi peta kontur. Pada
penelitian ini SRTM dengan resolusi spasial 90x90 meter di DAS Lipat Kain
digunakan untuk penurunan jaringan drainase dan batas DAS dengan
menggunakan program TOPAZ yang terdapat di dalam program WMS. Hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa DEM yang berasal dari data SRTM
menghasilkan pola drainase dan batas DAS yang lebih baik dibandingkan dengan
hasil dari peta kontur skala 1 : 250.000. Pada penelitian ini juga menunjukan
bahwa perubahan penggunaan lahan di DAS Lipat Kain telah menyebabkan
peningkatan debit puncak, akan tetapi debit puncak yang dihasilkan dari model
relatif lebih tinggi daripada kondisi aktual di lapangan. Sebagai tindak lanjut dari
penelitian ini disarankan untuk mengkombinasikan data SRTM resolusi tinggi,
data radar hujan (TRMN) dan radar altimetri sehingga diharapkan dapat diperoleh
hasil yang lebih baik.
Kata Kunci : SRTM, Program WMS, debit puncak

ABSTRACT

ISWANDI, Potential SRTM Data for Peak Flow Analysis, Case Study at Lipat
Kain Watershed, Kampar Watershed – Riau Province. Under supervision of
SURIA DARMA TARIGAN and MAHMUD A. RAIMADOYA
Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) delivered a digital terrain model of
better spatial resolution and accuracy than traditional DEM derived from
digitalized topographic contour. In this study, SRTM with resolution 90x90 meter
at Lipat Kain Watershed was used to generate drainage networks and catchments
boundaries with TOPAZ in WMS Program and was compared with digitalized
contour map scale 1 : 250.000 . The results of this study showed that DEM from
SRTM had better accuracy than DEM from contour map scale 1 : 250.000. Land
use change had caused on to increase in peak flow in Lipat Kain watershed but
predicted peak flow from model was over estimated. It is proposed to combine
SRTM data with high resolution, TRNM Microwave Imager and Altimetry Radar,
which can avoid overestimation in hydrological analysis.
Key Words: SRTM, WMS program, peak flow

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,
baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

POTENSI PEMANFAATAN DATA RADAR SRTM UNTUK
ANALISA DEBIT PUNCAK
Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar - Riau

ISWANDI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

i

PRAKATA

Segala Puji kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “ Potensi Pemanfaatan
Data Radar SRTM untuk Analisa Debit Puncak (Studi Kasus DAS Lipat Kain,
Kampar – Riau).”
Penelitian ini disusun berdasarkan studi kasus di DAS Lipat Kain yang
termasuk dalam DAS Kampar – Riau. Penelitian ini menekankan pada aplikasi
program WMS dan konsep penginderaan jauh khususnya data radar SRTM dalam
menganalisa fungsi hidrologi suatu DAS.
Pada kesempatan yang baik ini saya mengucapkan terima kasih atas
bantuan berbagai pihak, terutama saya tujukan kepada Komisi Pembimbing Bapak
Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc dan Bapak Ir. Mahmud A. Raimadoya, M.Sc
serta Bapak Dr. Ir. M. Ardiansyah sebagai Penguji Luar Komisi yang telah
berkenan memberikan arahan dan masukan untuk perbaikan tulisan ini.
Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Naik
Sinukaban, M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Pengeloaan DAS yang
memberikan dukungan dalam penyelesaian studi saya di IPB. Pada kesempatan
ini juga saya ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi
Ilmu Pengeloaan DAS IPB dan semua pihak yang membantu penyelesaian
penelitian ini.
Penghargaan dan terimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada
isteriku Uci Sulandari atas segala pengertian, perhatian, dorongan, pengorbanan
dan doa yang telah diberikan.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, September 2006

Iswandi

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gumawang tanggal 4 Juli 1977, sebagai anak ke
tujuh dari tujuh bersaudara dari Ayah H. Syamsuddin (Alm) dan Ibu Hj. Darmani.
Menamatkan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah
Menengah Atas di Belitang, Kabupaten Ogan Komering Ulu - Sumatera Selatan
pada tahun 1988, 1991 dan 1994.

Pada tahun 1994, penulis mendapatkan

kesempatan menempuh pendidikan S-1 melalui program USMI di Jurusan Tanah,
Institut Pertanian Bogor dan mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Tahun
1999.
Pada tahun 2002 penulis mengikuti pendidikan Pasca Sarjana di IPB,
program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Sejak Tahun 2005

penulis menikah dengan Uci Sulandari dan bergabung di Rajawali Corporation Jakarta pada Divisi Agribisnis.

iii

DAFTAR ISI

PRAKATA..............................................................................................
RIWAYAT HIDUP.................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................
DAFTAR TABEL...................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................

Halaman
i
ii
iii
iv
iv
v

PENDAHULUAN ..................................................................................
Latar Belakang...............................................................................
Tujuan Penelitian...........................................................................
Pertimbangan Pemilihan Lokasi....................................................

1
1
4
5

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
Daerah Aliran Sungai ....................................................................
Siklus Hidrologi.............................................................................
Sistem dan Model Hidrologi..........................................................
Hidrograf Satuan Sintetik Model Soil Conservation Service (SCS)
Synthetic Aperture Radar (SAR)...................................................
Penggunaan Lahan.........................................................................

6
6
9
10
14
15
18

METODE PENELITIAN........................................................................
Lokasi Penelitian ...........................................................................
Ketersediaan Data..........................................................................
Analisis Data..................................................................................
Analisa Tutupan Lahan ........................................................
Analisa Frekwensi Hujan .....................................................
Pengolahan Data dengan WMS ...........................................

20
20
21
22
22
26
28

HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................
Masukan Model .............................................................................
Analisis Tutupan Lahan .......................................................
Analisis Hujan......................................................................
Digital Elevation Model (DEM) ..........................................
Perbandingan DEM Radar dan DEM Peta Kontur
Skala 1 : 250.000..................................................................
Bilangan Kurva (Curve Number) .........................................
Aliran Permukaan dan Debit Puncak DAS Lipat Kain .................
Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dan
Pengelolaan DAS...........................................................................

30
30
30
34
37

KESIMPULAN .......................................................................................
Kesimpulan....................................................................................
Saran ..............................................................................................

54
54
54

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

56

39
45
47
51

iv

DAFTAR TABEL

Tabel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Teks

Halaman

Pengaruh Beberapa Penggunaan Lahan dan Pengolahan Lahan
terhadap Aliran Permukaan Langsung ..........................................
Hasil Interpretasi Citra Landsat ETM+
path/raw 127/60 Tahun 2003.........................................................
Perubahan Tutupan Lahan/Penggunaan Lahan DAS Lipat Kain ..
Hujan Harian Maksimum Stasiun Lipat Kain Tahun 1984 - 2003
Peluang Tinggi Hujan Maksimum DAS Lipat Kain .....................
Curah Hujan 30 menitan DAS Lipat Kain
Periode 8 – 9 Januari 2005 ............................................................
Data Penggunaan Lahan dan Tabel Bilangan Kurva pada Kondisi
Hidrologi Tanah A, B, C dan D.....................................................
Rata-rata Bilangan Kurva DAS Lipat Kain Tahun 1992
dan 2003 ........................................................................................
Debit Puncak, Waktu Mencapai Debit Puncak 3 Sub DAS
Lipat Kain dengan Model SCS Periode Tahun 1992 - 2003 .........
Luas DAS, Panjang Sungai Utama dan Kemiringan DAS
pada 3 Sub DAS di DAS Lipat Kain .............................................
Debit Puncak, Waktu Mencapai Debit Puncak di DAS Lipat
Kain dengan dengan Model SCS Periode Ulang 25, 50,
dan 100 Tahunan ...........................................................................

19
31
32
34
36
37
45
46
48
49

51

DAFTAR GAMBAR

Gambar
1
2
3
4
5
6
7
8a
8b

Teks

Lokasi Studi...................................................................................
Alur Kerja Penelitian .....................................................................
Perubahan Tutupan Lahan DAS Lipat Kain 1992 – 2003.............
Konversi Hutan Lindung menjadi Ladang/Kebun.........................
Plotting Position dengan Menggunakan Model Log Normal
untuk Data Hujan Harian Maksimum di DAS Lipat Kain ............
Distribusi Hujan 24 Jam DAS Lipat Kain Periode
8 – 9 Januari 2005..........................................................................
Proses Penghilangan Sinks dari Data Radar SRTM ......................
Penurunan Luasan Akumulasi Aliran 75 Ha
di Sungai Kampar Kiri...................................................................
Penurunan Luasan Akumulasi Aliran 1 Ha
di Sungai Kampar Kiri...................................................................

Halaman
20
23
33
33
35
37
41
42
42

v

9
10
11
12

Perbandingan Jaringan Sungai SRTM dengan Jaringan Sungai
di DAS Kampar .............................................................................
Tumpang Tindih Jaringan Sungai yang berasal dari Data Jaringan Sungai PU, SRTM dan Peta Kontour Skala 1 : 250.000 ..........
Unit Hidrograf pada 3 Sub DAS di DAS Lipat Kain ....................
Perbandingan Debit Puncak Tahun 2003 dan 1992 DAS Lipat
Kain ..............................................................................................

43
44
48
52

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1
2
3

Teks

Regression Anaysis : Model - Pengukuran ....................................
Analisis Frekwensi Hujan dengan Sebaran Log Normal...............
Analisis HEC 1 dengan Menggunakan WMS
Periode Januari 2005 .....................................................................

Halaman
59
59
61

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Air sebagai salah satu kebutuhan pokok hidup makhluk di bumi ini
memiliki peranan penting dalam menunjang kelangsungan hidup makhluk itu
sendiri. Ilmu hidrologi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku air di bumi akan
menjelaskan secara lebih baik kejadian yang berhubungan dengan siklus air di
bumi. Berbagai aspek studi telah banyak dilakukan dalam kaitannya dengan ilmu
hidrologi tersebut. Pemetaan untuk menduga potensi banjir merupakan salah satu
hal penting dalam aplikasi penelitian bidang hidrologi dan lingkungan. Banyak
kejadian banjir telah merugikan dan menghambat berbagai aktifitas manusia
dengan segala implikasinya. Kejadian banjir yang umum terjadi sering terlambat
diantisipasi karena kurang tersedianya data dalam usaha pengawasannya.
Penerapan dan peramalan dalam ilmu hidrologi sangat tergantung pada
ketersediaan data dan monitoring secara terus-menerus terhadap hal yang akan
dilakukan.
Aplikasi ilmu hidrologi sering dibatasi oleh kurangnya ketersediaan data
untuk dijadikan langkah awal dalam analisis yang lebih baik.

Lokasi yang

terpencil (remote areas) dengan segala keterbatasannya, sering menjadi kendala
dalam suatu analisis dan penghambat dalam suatu usaha perolehan data dibidang
hidrologi. Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu yang potensial untuk dapat
mengobservasi keberagaman pada area yang luas secara konsisten dan terus
menerus.

2

Banyak alasan mengapa penginderaan jauh sangat bermanfaat, antara lain
(1) sangat membantu dalam pengumpulan data dan informasi dari daerah yang
sukar atau tidak mungkin dikunjungi; (2) memungkinkan untuk meneliti daerah
yang relatif luas, sehingga hubungan antara satu wilayah dengan lainnya dapat di
analisis (synoptic view); (3) memungkinkan melakukan ulangan pengamatan
dengan cermat dan hal ini sangat bermanfaat dalam mendeteksi perubahan
(monitoring); (4) memenuhi persyaratan skala khusus (special scale) atau jarak
tertentu untuk melihat sesuatu, selain itu pada teknik penginderaan jauh,
memperkecil maupun memperbesar data dapat dilakukan dengan mudah dan
valid; (5) dapat memberikan stop actions pada kejadian yang diamati; dan (6)
kemampuan melihat yang lebih baik dibandingkan dengan mata. Masalah utama
dalam penginderaan jauh dalam kaitannya dengan pengamatan obyek di bumi
adalah pengamatan bentukan lahan yang akurat dibutuhkan suatu data
penginderaan jauh yang memiliki resolusi yang tinggi. Selain itu juga pengaruh
vegetasi dan lereng akan mengurangi akurasi data yang diperoleh (De Ruyver,
2004).
Salah satu alternatif data radar yang sudah dapat diakses oleh seluruh
kalangan di dunia adalah Shuttle Radar Topography Mission (SRTM). SRTM
dengan metode Interferometri Synthetic Aperture Radar (IFSAR) saat ini telah
memetakan hampir ± 80 % bentukan permukaan bumi antara 600 LU – 560 LS
dengan resolusi spasial 90 x 90 meter.
Aspek pengelolaan DAS yang terkait dengan parameter hidrologi, antara
lain karakteristik aliran sungai. Secara umum aliran sungai ini dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu karakteristik hujan dan karakteristik DAS.

3

Karakteristik hujan yang mempengaruhi aliran sungai adalah jumlah, intensitas,
lama dan distribusi hujan yang jatuh dalam DAS tersebut; sedangkan pengaruh
karakteristik DAS ditentukan oleh ukuran, bentuk, orientasi, topografi, geologi
dan penggunaan lahan. Salah satu aspek parameter hidrologi dapat dilihat dalam
penelitian ini adalah karakteristik bentukan permukaan bumi dari data radar
SRTM yang secara langsung dapat mencerminkan arah pergerakan air di
permukaan tanah dan debit puncak dengan menggunakan permodelan hidrologi.
Banyak teknik yang telah dikembangkan dalam melihat potensi
pergerakan air di permukaan bumi dari yang manual sampai dengan terkomputasi.
Sejauh ini perkembangan penginderaan jauh belum memiliki peran yang utama
dalam penelitian-penelitian hidrologi. Alasan yang sering diungkapkan adalah
keterbatasan penginderaan jauh dalam hal perekaman data, misalnya tutupan
awan, kabut ataupun debu pada suatu lokasi tertentu. Penginderaan jauh hanya
dimanfaatkan terbatas pada penyedia data dalam aplikasi keilmuan hidrologi.
Banyak permasalahan bidang hidrologi terkait dengan keterbatasan
penyediaan data yang continue. Salah satu contoh yang dapat ditunjukan adalah
peramalan aliran didasarkan pada data stasiun pengukuran aliran sungai. Begitu
juga dengan hujan dan kelembaban tanah, secara umum diduga berdasarkan
informasi dari suatu titik atau satu/beberapa stasiun pengukuran tertentu. Untuk
memperoleh informasi secara spasial, teknik yang sering dilakukan adalah
interpolasi. Hal ini dirasa kurang efektif, konsisten dan efisien. Kurangnya
perkembangan penginderaan jauh dalam keilmuan hidrologi dan pengelolaan
DAS adalah pengembangan metode yang lebih baik dan perolehan data yang
akurat dalam menunjang penelitian-penelitian hidrologi.

4

Pada penelitian ini akan dilakukan pendekatan informasi dasar bentukan
lahan dari data radar SRTM sebagai masukan awal model hidrologi khususnya
penurunan jaringan drainase dalam kaitannya dengan perubahan debit puncak dan
volume aliran permukaan akibat perubahan tata guna lahan.

Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan
tata guna lahan terhadap debit puncak dan aliran permukaan dengan menggunakan
model hidrologi dan data radar SRTM di DAS Kampar khususnya daerah Lipat
Kain, Riau. Secara spesifik, tujuan penelitian ini adalah :
Simulasi model hidrologi dengan menggunakan software Watershed
Modeling System (model dasar HEC 1) dalam kaitannya dengan
perubahan tata guna lahan.
Melihat akurasi data SRTM sebagai salah satu input model hidrologi
khususnya dalam membangkitkan jaringan drainase DAS.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini diharapkan sebagai
bahan masukan bagi pemerintah setempat dalam mengelola lahan yang baik
sehingga permasalahan banjir di DAS Kampar dapat diatasi.

Selain itu,

diharapkan penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya
dalam aplikasi data radar sebagai salah satu pendekatan dibidang hidrologi dan
pengelolaan DAS.

5

Pertimbangan Pemilihan Lokasi Studi
Pertimbangan yang diambil dalam pemilihan daerah studi ini secara
umum adalah :
Penelitian awal dalam hubungannya dengan data radar pada daerah ini
sudah dilakukan yaitu penelitian biomassa, kerjasama IPB dengan
European Space Agency (ESA) dan PT. Riau Andalan Pulp & Paper
(PT. RAPP), sehingga keberlanjutan penelitian dan keberagaman
aspek lain dapat dilakukan.
Tersedianya data time series yang baik di Lipat Kain untuk melakukan
permodelan hidrologi.
DAS Kampar merupakan salah satu DAS di Indonesia yang sering
terjadi banjir sehingga dapat dijadikan pembandingan pada kejadian
aktual yang ada.

6

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai
Daerah aliran sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah atau
kawasan yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan ke satu outlet
tertentu, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah permukaan dan aliran
air bawah tanah. Wilayah ini dipisahkan dengan wilayah lainnya oleh pemisah
topografi yaitu punggung bukit dan keadaan geologi terutama batuan (Linsley,
Kooler dan Paulous, 1980). Secara operasional DAS dapat didefinisikan sebagai
wilayah yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh batas-batas
topografi mengalirkan air yang jatuh di atasnya ke dalam sungai yang sama pada
wilayah tersebut.
Daerah aliran sungai dapat dibedakan berdasarkan bentuk atau pola DAS
yang akan menentukan pola hidrologinya. Pola aliran sungai dalam DAS tersebut
dipengaruhi oleh faktor geomorfologi, topografi dan bentuk wilayah DAS.
Sosrodarsono dan Takeda (1980) mengklasifikasikan bentuk DAS sebagai
berikut:
DAS Bulu Burung. DAS ini memiliki anak sungai yang langsung
mengalir ke sungai utama. DAS atau Sub-DAS ini mempunyai debit
banjir yang relatif kecil karena waktu tiba yang berbeda.
DAS Radial. DAS ini memiliki anak sungai yang memusat di satu
titik secara radial sehingga menyerupai bentuk kipas atau lingkaran.
DAS atau sub-DAS radial memiliki banjir yang relatif besar tetapi
relatif tidak lama.

7

Das Paralel. DAS ini mempunyai dua jalur sub-DAS yang bersatu.
Mangundikoro (1985) mengemukakan DAS merupakan suatu wilayah
yang terbentuk secara alamiah, air hujan meresap atau mengalir melalui sungai
sampai outlet tertentu. Manusia dengan aktivitasnya dan sumberdaya tanah, air,
flora serta fauna merupakan komponen sistem di Sub-DAS yang saling
berinteraksi dan berinterdependensi.
Pengertian lain mengenai DAS adalah DAS merupakan satu kesatuan
geomorfologi yang utuh, baik dilihat dari segi kelengkapan faktor-faktor
pembentuknya, proses-proses pembentukannya, keterpaduan antar unsurnya yang
masing-masing merupakan sumber daya tersendiri, kejelasan batas dan daerah
lingkupnya maupun morfologinya, termasuk parameter-parameter struktur
internalnya. Suatu DAS memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini
ditentukan oleh banyak faktor antara lain: bentuk dan ukuran DAS, pola drainase
serta profil melintang dan gradien memanjang sungai, yang sangat mempengaruhi
debit dan sedimen yang terjadi pada DAS tersebut (Sarodarsono dan Takeda,
1980).
Gangguan terhadap suatu ekosistem DAS umumnya disebabkan oleh
manusia, yang menyebabkan gangguan sistem hidroorologis DAS. Resapan dan
penyimpanan air hujan yang jatuh pada suatu DAS yang telah rusak akan
berkurang, kejadian tersebut akan menyebabkan melimpahnya air pada musim
hujan dan kekurangan air pada musim kemarau. Hal ini membuat tingginya
fluktuasi debit sungai antara musim kemarau dan musim hujan yang berarti bahwa
fungsi DAS tidak bekerja dengan baik.

8

Pengelolaan DAS tidak dapat dikelola secara sektoral tetapi harus terpadu
(Martopo, 1985).
terpadu.

Ada banyak alasan mengapa DAS harus dikelola secara

Alasan tersebut antara lain adalah: (1) adanya keterkaitan antara

berbagai kegiatan dalarn pengelolaan sumberdaya alam dan pembinaan aktivitas
manusia dalam penggunaannya; (2) dari segi jenis ilmu yang mendasarinya
pengelolaan DAS bercirikan multidisiplin dan (3) penyelenggaraan pengelolaan
DAS bersifat lintas sektoral sehingga diharapkan tidak ada instansi yang
mempunyai kewenangan secara bulat.

Batasan pengertian pengelolaan DAS

terpadu adalah upaya terpadu dalam pengelolaan sumberdaya alam melalui
tindakan pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian,
pemulihan dan pengembangan DAS berazaskan pelestarian kemampuan
lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang
berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia (Martopo, 1985).
Menurut Sinukaban (1995) terdapat 7 hal yang harus dilakukan dalam
pengelolaan DAS, yaitu : (1) Mengkaji kemampuan lahan di wilayah DAS
melalui studi klasifikasi kemampuan lahan, (2) Menggunakan tanah sesuai dengan
kemampuannya dan melindungi tanah dari kerusakan yang diakibatkan oleh
aktivitas yang merusak, (3) Mengurangi bahaya banjir dan sedimentasi,
(4) Meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah, (5) Meningkatkan
produktivitas tanah, (6) Memperbaiki dan mempertahankan fungsi hidrologis
DAS dan (7) Meningkatkan kesejahteraan manusia di dalam DAS.
Mengacu pada hal tersebut di atas maka pengelolaan DAS pada
hakekatnya merupakan pengelolaan seluruh komponen penyusunnya.

9

Usaha-usaha konservasi tanah dan air serta pola penggunaan lahan yang tepat
dapat mewujudkan keberlanjutan sumber daya yang di dalam DAS tersebut yang
pada akhirnya dapat memberikan manfaat yang tinggi bagi kehidupan masyarakat.

Siklus Hidrologi
Air yang ada di alam terdapat di atmosfir dan dikenal dengan hydrosfir.
Keberadaan air ini diperkirakan mencapai 15 km dari muka laut dan ke dalam
bumi (litosfir) mencapai 1 km. Air mempunyai sirkulasi yang berkesinambungan
dan kompleks yang dikenal dengan siklus hidrologis (hydrological cycle).
Banyak dijumpai proses yang kompleks yang menyangkut perpindahan air
sesuai dengan aliran massa dalam proses sirkulasi air di dalam atmosfir dan bumi.
Kebutuhan manusia akan air dalam upaya kelangsungan hidupnya banyak
berpengaruh kepada siklus air yang ada di bumi.
Siklus air pada prinsipnya tidak mempunyai awal dan akhir walaupun
dalam mempermudah penjelasan dan pemahaman umumnya dimulai dari
evaporasi yaitu perpindahan air dari bentuk cair di permukaan tanah dan lautan
menjadi bentuk uap air di atmosfir.
Uap air di atmosfir akan berubah menjadi bentuk cair dan akan jatuh ke
bumi sebagai presipitasi lewat suatu proses yang disebut kondensasi. Di laut, air
yang jatuh dalam bentuk presipitasi akan langsung kembali ditranspirasikan, akan
tetapi yang jatuh ke daratan akan mengalami beberapa proses di dalam siklus air.
Air yang jatuh tersebut dapat diintersepsi oleh tanaman dan langsung
dievaporasikan ke atmosfir. Air yang jatuh ke tanah dapat mengalami proses
infiltrasi ke dalam tanah atau membentuk aliran di permukaan tanah.

10

Secara sederhana, konsep siklus air membantu menjelaskan perjalanan
sebuah sistem yang kompleks, yang menggambarkan perjalanan air baik
perpindahan dari tanah ke laut maupun ke atmosfir. Siklus ini pada dasarnya
dicirikan dengan suatu model perpindahan yang tetap dengan proses yang
berbeda, seperti proses kondensasi, evaporasi dan presipitasi. Dalam berbagai
proses ini, total volume dari air dalam siklus global adalah konstan tetapi
distribusi dan perpindahannya (movement) sangat tergantung kepada waktu dan
ruang.
Jumlah dan kecepatan perpindahan air menggambarkan kuantitas air.
Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif sangat besar akan tetapi
bukan berarti seluruhnya tersedia bagi kebutuhan manusia. Air yang ada di laut
mencapai ± 96,5% dari seluruh air yang ada di bumi (Chow, 1964), sedangkan air
di daratan dan atmosfir hanya ± 3,5%. Angka ± 3,5% ini belum berarti air ini
tersedia bagi manusia sebab yang berupa air tawar hanya ± 2,5% dengan kualitas
yang beragam baik fisik, biologis dan kimia. Air tawar yang tersedia dan dapat
dimanfaatkan oleh manusia sebagai air minum relatif kecil, yakni ± 0,003% dari
total air yang ada di bumi. Dengan mengetahui pergerakan dan ketersediaan air di
permukaan bumi ini maka akan semakin mudah dalam merepresentasikan model
yang akan diterapkan dalam aspek pengelolaan DAS.

Sistem dan Model Hidrologi
Menurut Chow, et al. (1988) sistem hidrologi diartikan sebagai suatu
struktur atau volume yang berada di dalam ruang dikelilingi oleh suatu batas
tertentu yang menerima air atau masukan lain dan terjadi proses di dalamnya

11

sehingga menghasilkan keluaran.

Sasaran analisis sistem hidrologi adalah

mempelajari masukan DAS dan proses yang terjadi di dalamnya untuk
memprediksi keluarannya.
Pendekatan sistem dalam analisis hidrologi pada awalnya lebih dipandang
sebagai interes dari aspek teoritis dalam perkembangan hidrologi sebagai ilmu.
Pendekatan ini sesungguhnya merupakan teknik penyederhanaan dari system
prototype ke dalam suatu system model sehingga perilaku system yang kompleks
dapat ditelusuri secara kuantitatif. Hal ini menyangkut skematik system dengan
mengidentifikasikan adanya aliran massa/energi/informasi berupa masukan dan
keluaran serta sistem simpanan (Pawitan, 1995).
Tujuan penggunaan model dalam hidrologi diantaranya adalah :
Peramalan

(forecasting),

termasuk

didalamnya

untuk

sistem

peringatan dan manajemen.
Perkiraan (prediction), atau besaran kejadian dan waktu hipotetik.
Sebagai alat deteksi dalam masalah pengendalian, dengan sistem yang
sudah pasti dan keluaran diketahui maka masukan dapat dikontrol dan
diatur.
Sebagai alat pengenal dalam masalah perencanaan, misalnya untuk
melihat

pengaruh

urbanisasi,

pengelolan

tanah,

dengan

membandingkan masukan dan keluaran dalam sistem tertentu.
Model-model yang dihasilkan saat ini berupa model dengan parameter
gabungan dengan representasi spasial, dari sistem hidrologi DAS, dimana
prototipenya didasarkan pada siklus hidrologi. Sebagai masukan dan keluaran
model adalah parameter-parameter DAS.

12

Untuk mengoptimalkan suatu pengelolaan DAS, maka dibuatlah suatu
teknik pemodelan hidrologi suatu DAS, yang telah berkembang dengan
menggunakan teknik komputasi numerik maupun teknologi komputer itu sendiri.
Dalam pengertian umum, model hidrologi adalah sebuah kajian sederhana dari
sebuah sistem yang kompleks. Model merupakan representasi tentang sistem,
obyek dan kejadian. Representasi ini dinyatakan dalam bentuk yang sederhana
sehingga dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan penelitian (Manetsch dan
Park, 1973). Keluaran dari penerapan model ini pada suatu DAS antara lain
adalah suatu hidrograf aliran.
Ada dua besaran (magnitude) penting yang harus dikomputasi secara
akurat dalam analisis unit hidrograf, yaitu : debit puncak dan waktu menuju debit
puncak. Debit puncak berkaitan erat dengan tingkat bahaya/resiko banjir yang
akan terjadi, sedangkan waktu menuju debit puncak sangat menentukan lamanya
waktu untuk evakuasi korban. Berdasarkan ilustrasi tentang analisis banjir dan
besaran pencirinya, maka kemampuan analisis sistem hidrologi dalam pemodelan
debit puncak dan waktu menuju debit puncak menentukan akurasi dan presisi
dalam penanggulangan banjir. Kedua besaran tersebut secara faktual merupakan
respon hidrologis wadah (sistem) DAS untuk setiap perubahan masukan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghasilkan metode dan teknik
analisis yang representative, transferable dan operational dalam komputasi debit
puncak dan waktu menuju debit puncak. Perkembangan terakhir menunjukkan
bahwa ada dua aliran yang berkembang sangat pesat dalam pemodelan unit
hidrograf (debit puncak dan waktu menuju debit puncak), yaitu :

13

1) model stokastik (stochastic model) yang ditetapkan berdasarkan hubungan
input dan output secara lokal dan 2) model deterministik (deterministic model)
yang dirancang berdasarkan kaidah dan hukum-hukum fisika yang sifatnya
permanen dan transferable.

Model stokastik berkembang mulai dari model

statistik klasik sampai model jaringan syaraf tiruan yang sangat komplek dan
rumit yang secara deterministik sangat sulit untuk dikuantifikasikan dan
diterapkan di DAS lain. Untuk model deterministik berkembang dari model yang
sederhana, seperti model Nash (1957), model ANSWERS (Beasley, 1977),
AGNPS (Young et al., 1987) sampai model analisis fraktal (Mandelbrot, 1977).
Perkembangan permodelan hidrologi saat ini terus berkembang dan
mengarah pada bentuk model yang semakin akurat dan terintegrasi dari beberapa
model yang telah dikembangkan sebelumnya. Salah satu model yang berkembang
saat ini adalah model Watershed Modeling System (WMS) yang mengintegrasikan
beberapa model relevan untuk analisis sistem hidrologi.
Paket program WMS merupakan salah satu sarana permodelan yang relatif
lengkap, yang didalamnya terintegrasi berbagai model yang telah berkembang
sebelumnya. Model ini dikembangkan oleh Environmental Modeling Research
Laboratory, Universitas Brigham Young-Utah. Salah satu paket program yang
terdapat di dalamnya adalah program HEC-1 yang pada awalnya dikembangkan
oleh Leo R. Beard dkk pada tahun 1967.
HEC-1 pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat luas pada tahun
1968 dan telah mengalami beberapa penyempurnaan.

HEC-1 disusun dalam

bahasa FOTRAN dan dirancang untuk mensimulasi aliran sungai selama kejadian
banjir sebagai respon dari hujan tunggal di suatu DAS.

14

Menurut US Army Corps of Engineers (1981), hidrograf aliran yang dihasilkan
oleh HEC-1 dihitung berdasarkan data curah hujan, laju kehilangan hujan (loss
rate), hidrograf satuan sintetik (synthetic unit hydrograph) atau gelombang
kinematik (kinematic wave).
Beberapa asumsi dalam penggunaan model HEC-1 adalah karakteristik
biofisik DAS homogen, curah hujan yang terjadi merata diseluruh DAS, curah
hujan untuk analisis merupakan curah hujan tunggal dan interval waktu untuk
perhitungan hidrograf sintetik adalah konstan. Chow (1988), menyatakan bahwa
hidrograf satuan dibangun dari data hujan dan data aliran sungai yang
penggunaannya hanya untuk DAS yang bersangkutan.
HEC-1 menyediakan tiga model perhitungan hidrograf satuan sintetik,
yaitu model Snyder, Clark dan Soil Conservation Service (SCS).

Menurut

Bedient dan Huber (1988), pendekatan SCS sudah diterapkan dengan baik di
beberapa negara karena metode ini mempertimbangkan bentuk penggunaan lahan
dan sifat hidrologi tanah. Selain itu juga model perhitungan hidrograf satuan
sintetik SCS ini juga dapat secara cepat diaplikasikan tanpa harus memiliki alat
ukur tinggi muka air otomatis (Automatic Water Level Recording- AWLR)
dan dapat secara mudah diperbaharui dengan adanya perubahan penggunaan lahan
dan data penunjang lainnya (Tsheko, 2006).

Hidrograf Satuan Sintetik
Model Soil Conservation Service ( SCS)
Prinsip dasar perhitungan hidrograf satuan sintetik dengan model ini
adalah perhitungan Curve Number (CN) dan hujan dengan asumsi jatuh di DAS
menyebar merata.

15

Hujan lebih dihitung berdasarkan informasi bilangan kurva (CN) dan kapasitas
timbunan lengas tanah awal (IA).

Penurunan hidrograf sintetik dengan

menggunakan metode SCS dihitung berdasarkan persamaan
2
(
P − 0.2 S )
Pe =

P + 0.8S

S=

254(100 − CN )
CN

dimana Pe : jumlah hujan lebih (mm)
P : jumlah curah hujan (mm)
S : retensi air potensial maksimum dari hujan dan aliran permukaan
mulai dari awal hujan (mm)
CN : bilangan kurva. 0 ≤ CN ≤ 100
Debit puncak dapat dihitung berdasarkan persamaan

qp = qum Am Q
dimana qum : debit puncak (m3/s/km2/mm) dari run off
A : luas DAS (km2)
Q : kedalaman run off (mm)

Bilangan kurva ini menyatakan pengaruh hidrologi bersama antara tanah,
penggunaan lahan, perlakuan terhadap lahan, keadaan hidrologi dan kandungan
air tanah sebelumnya (Arsyad, 1989).

Synthetic Aperture Radar (SAR)
Synthetic Aperture Radar (SAR) adalah metode pencitraan aktif koheren
yang mengutilisasi gerakan radar yang terpasang pada wahana (pesawat atau
satelit), guna mensintesa kebutuhan aperture yang besar.

16

Pengembangan system Synthetic Aperture Radar (SAR) dilakukan untuk
mengurangi keterbatasan sistem Real Aperature Radar (RAR) dalam merekam
data sehingga diperoleh peningkatan kualitas data yang terekam oleh radar dengan
penggunaan panjang gelombang yang lebih besar.
Menurut Howard (1996), SAR menghasilkan resolusi azimut yang
seragam, meskipun jarak jangkauan (range distance) berubah, sedangkan pada
RAR memiliki resolusi azimuth menjadi semakin kasar dengan bertambahnya
jarak jangkauan. Keuntungan lainnya adalah data SAR dapat mempertahankan
julat dinamik dan secara permanen direkam secara digital, sedangkan pada sistem
perekaman fotografik, sinyal yang digunakan terbatas pada julat skala keabuan
dalam warna hitam-putih dengan sekitar 50-100 tingkat keabuan.
Akurasi yang tinggi menjadi sesuatu yang penting dalam perkembangan
penginderaan jauh saat ini. SAR interferometri (InSAR) merupakan salah satu
teknik dengan menggunakan dua citra, dimana keduanya merekam data pada satu
lokasi dalam waktu yang berbeda dan sumber perekaman yang berbeda juga
(Madsen dan Zebker, 1998).
Teknik InSAR merupakan salah satu aplikasi geometri yang sangat maju
yang diaplikasikan dengan menggunakan data radar. Sumber ketelitian geometri
InSAR adalah berada dalam ukuran panjang gelombang radar, tergantung pada
nilai rasio sinyal dan derau serta jumlah look yang digunakan. Selain keunggulan
tersebut ada beberapa kekurangan yang ada pada teknik InSAR, antara lain :
Pengurangan untuk menghilangkan efek sifat fisik target hanya efisien
bila sifat-sifat target tidak berubah dan jarak waktu pengamatan cukup
dekat.

17

Pengukuran hanya dapat dilakukan secara relatif karena informasi fasa
yang berhubungan dengan jarak, harus dipisahkan dari informasi yang
berkaitan dengan sifat-sifat fisik target dan geometri objek.
Penurunan akurasi hasil InSAR dipengaruhi oleh perbedaan waktu
akusisi, dekorelasi geometri (baseline), karakteristik objek serta
kondisi atmosfer dan topografi.
Beda fasa relatif meragukan, karena beda jarak terukur hanya
merupakan sisa dari nilai modulus panjang gelombang sinyal yang
dipancarkan.
Pada awal perkembangan radar, citra SAR tunggal hanya memberikan
informasi jarak cakupan dari satu lokasi tertentu di bumi tetapi tidak dapat
menjelaskan secara baik lokasi lainnya dengan posisi ketinggian yang berbeda
(tidak dapat menjelaskan ambiguity). Seiring dengan perkembangannya banyak
publikasi mengenai InSAR antara lain dalam hal pengekstrakan informasi
mengenai bentukan permukaan bumi (Digital Terrain Model – DTM), longsoran,
bahaya aliran lahar gunung berapi, yang pada bagian ini juga akan diulas secara
terpisah.
Digital Elevation Model (DEM) merupakan salah satu input data dasar
dalam analisis hidrologi.

DEM dapat digunakan untuk melihat informasi

morfologi dari permukaan bumi dengan menggunakan algoritma pada pemrosesan
data raster (US Geological Survey, 1987). Pada saat ini data DEM berkembang
luas, antara lain bersumber dari data digitasi peta kontur sampai penurunan data
satelit (SRTM) dengan teknik interferometri.

18

Pada Februari 2000, NASA dan National Geospatial-Inteligence Agency (NGA),
meluncurkan satelit radar yang diberi nama Shuttle Radar Topography Mission
(SRTM). Kegiatan ini mencakup wilayah di seluruh belahan bumi dari 600 LU –
560 LS dengan resolusi spasial 90 x 90 meter. Metode InSAR dari berbagai
penelitian yang telah dilakukan memiliki akurasi yang lebih baik dalam
memberikan DEM daripada metode penginderaan jauh lainnya.

Pada saat ini

data SRTM tersebut dapat diakses secara gratis oleh masyarakat