Dasar pertimbangan Kasus Posisi

47 c. Bahwa pada saat pesta pernikahan, Termohon secara mendadak jatuh pingsan, kemudian Termohon di bawa ke bidan untuk diperiksakan, dan ternyata hasil dari pemeriksaan tersebut Termohon dinyatakan dalam keadaan hamil 2 bulan; d. Bawa sejak peristiwa tersebut antara Pemohon dan Termohon pisah rumah, Termohon tinggal di rumah orang tuanya di Gunungkidul; e. Bahwa saksi tidak sanggup untuk mendamaikan kembali. Menimbang, bahwa terhadap keterangan ketiga orang saksi tersebut di atas, Pemohon menyatakan tidak keberatan dan dapat menerima, Kemudian Pemohon menyatakan tidak lagi mengajukan sesuatu tanggapan apapun dan mohon putusan; Menimbang, bahwa Pemohon telah menghadirkan tiga orang saksi di depan persidangan dan ternyata keterangan ketiga orang saksi tersebut di atas, secara materiil saling bersesuaian antara yang satu dengan yang lain, serta mendukung dalil Permohonan Pemohon, sehingga telah memenuhi syarat formil dan materiil sebagai saksi, oleh karena itu Majelis Hakim menilai kesaksian tersebut dapat diterima dan dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah serta menguatkan dalil Permohonan Pemohon; Menimbang, Majelis Hakim telah berusaha dengan sungguh- sungguh mendamaikan dengan menasehati Pemohon di setiap 48 persidangan agar mengurungkan niatnya untuk membatalkan pernikahannya sebagaimana diamanatkan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 82 UU Nomor 7 Tahun 1989, akan tetapi usaha tersebut tidak berhasil sampai putusan ini dijatuhkan; Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.2 ternyata antara Pemohon dan Termohon telah melangsungkan penikahan sebagaimana tercatat di Kantor Urusan Agama Kecamatan Karangmojo sebagaimana kutipan Akta Nikah Nomor : - tanggal 07032007; Menimbang, bahwa terhadap Permohonan Pemohon tersebut di atas, ternyata Termohon tidak pernah hadir, dan tidak pula menyuruh orang lain untuk menghadap di persidangan sebagai wakil atau kuasanya yang sah, serta ketidakhadirannya tersebut bukan disebabkan oleh suatu halangan yang sah, meskipun telah dipanggil dengan resmi dan patut, oleh karena itu Termohon harus dinyatakan tidak pernah hadir di muka persidangan dan Permohonan Pemohon diputus dengan verstek sesuai dengan ketentuan Pasal 125 HIR; Menimbang, bahwa oleh karena Termohon tidak hadir dipersidangan serta tidak mengajukan bantahan, maka hal tersebut dianggap sebagai telah membenarkan dalil-dalil Permohonan Pemohon, namun demikian Majelis Hakim masih perlu memeriksa 49 bukti-bukti lain untuk mendapatkan kebenaran yang lebih meyakinkan; Menimbang, bahwa berdasarkan semua hal yang telah dipertimbangkan tersebut di atas, Majelis Hakim dapat menemukan dan menyimpulkan fakta di persidangan yang pada intinya sebagai berikut: a. Bahwa Pemohon dan Termohon telah melangsungkan pernikahan pada tanggal 7 Maret 2007 di Karangmojo sebagai mana Kutipan Akta Nikah Nomor : - Tanggal 07032007; b. Bahwa sejak kenal Termohon sampai dengan saat ini setelah nikah,Pemohon belum pernah melakukan hubungan sex dengan Termohon; c. Bahwa pada saat pernikahan ternyata Termohon sudah dalam keadaan hamil 2 bulan dan hal tersebut berusaha ditutupi oleh Termohon agar Pemohon tidak mengetahui keadaan Termohon sebenarnya; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka majelis berpendapat telah terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa Termohon telah dengan sengaja menutupi keadaan diri Termohon yang sedang hamil pada saat pernikahan, sehingga pernikahan tersebut mengandung unsur penipuan terhadap keadaan diri Termohon; 50 Menimbang, bahwa berdasarkan apa yang telah terbukti sebagaimana tersebut di atas, ternyata Pemohon merasa tertipu dan tidak dapat melanjutkan rumah tangganya dengan Termohon, karena hal tersebut sangat mengganggu batin Pemohon,oleh karena itu majelis menilai jika rumah tangga Pemohon dan Termohon tetap diteruskan maka kemudharatan yang akan menimpa keduanya, oleh karena itu menyelamatkan mereka dari keadaan tersebut melalui pembatalan pernikahan merupakan tindakan yang lebih baik dan maslahat bagi keduanya daripada tetap mempertahankan perkawinan mereka;

4. Putusan

Berdasarkan pemeriksaan di persidangan terhadap Pemohon, Termohon serta saksi-saksi, maka Pengadilan Agama Wonosari memutuskan: a. Menyatakan Termohon yang telah dipanggil secara patut untuk menghadap di persidangan, tidak hadir; b. Mengabulkan permohonan Pemohon dengan verstek; c. Menetapkan membatalkan pernikahan Pemohon dengan Termohon yang dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 7 Maret 2007 tercatat di Kantor Urusan Agama Kecamatan Karangmojo dengan Akta Nikah Nomor : - Tanggal 07032007; d. Memerintahkan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Karangmojo untuk mencoret Akta Nikah tersebut; 51 e. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar seluruh biaya perkara ini Rp.336.000 ,- Tiga ratus tiga puluh enam ribu rupiah. Demikian putusan ini dijatuhkan dalam permusyawaratan Majelis Hakim pada hari Senin tanggal 18 Juni 2007 M bertepatan dengan tanggal 3 Jumadil Akhir 1428 H.

B. Dasar Pertimbangan

Hakim Dalam Mengabulkan Perkara Pembatalan Perkawinan di Pengadilan Agama Wonosari Berdasarkan hasil penelitian terhadap kasus Putusan Pengadilan Agama Wonosari sebagaimana telah diuraikan di atas, berikut disajikan dasar pertimbangan hakim dalam menerima dan memutus perkara pembatalan perkawinan sebagai berikut: Adapun menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan bahwa Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragam Islam mengenai perkara-perkara sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang ini. Perkara-perkara yang disebutkan dalam Pasal 2 diatur dalam Pasal 49 ayat 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, yaitu bidang Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Infaq, Shaddaqqah, dan Ekonomi Syari‟ah. Artinya bahwa kompetensi Peradilan Agama adalah kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili dan memutus, serta menyelesaikan 52 perkara-perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam untuk menegakkan hukum dan keadilan. Yang dimaksud dengan kekuasaan negara adalah kekuasaan kehakiman. Kekuasaan pengadilan pada masing-masing lingkungan terdiri dari: 1. Kompetensi absolut absolute competentie adalah wewenang badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan dalam lingkungan pengadilan lain. 15 Dengan kata lain yang dimaksud dengan kompetensi absolut adalah kekuasaan pengadilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan, misalnya: Pengadilan Agama berkuasa atas perkara perkawinan bagi mereka yang beragama Islam, bagi yang beragama selain Islam menjadi kekuasaan Peradilan Umum. 2. Kompetensi relatif relative competentie adalah berhubungan dengan daerah hukum suatu pengadilan, baik pengadilan tingkat pertama maupun pengadilan tingkat banding. Artinya, cakupan dan batasan kompetensi relatif pengadilan ialah meliputi daerah hukumnya berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. 16 Dengan kata lain kompetensi relatif diartikan sebagai kekuasaan pengadilan yang sama jenis dan sama tingkatan, misalnya: antara Pengadilan Agama Bandung dengan Pengadilan Agama Cimahi, kompetesni relatif ini dasarnya berkaitan dengan wilayah hukum suatu pengadilan. 15 Soedikno Mertokusumo, 2008, Kompetensi Peradilan Agama relatif dan Absolut Dalam Kapita Selekta Hukum Perdata Agama, Bogor, Pusdiklat Teknis Bailtbang Diklat Kumdil MARI, hlm. 127. 16 Cik Hasan Bisri, 2000, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm. 218. 53 Salah satu kewenangan atau kompetensi absolute yang dimiliki Pengadilan Agama adalah mengenai masalah perkawinan dan pembatalan perkawinan merupakan perkara yang masuk dalam lingkup perkawinan. Dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UUP menyebutkan bahwa batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan. Artinya, perkawinan yang tidak memenuhi syarat perkawinan tidak dengan sendirinya menjadi batal melainkan harus diputuskan oleh Pengadilan. Agar supaya perkawinan tidak dinyatakan batal demi hukum atau dapat dibatalkan, maka sebuah perkawinan harus memenuhi segala syarat dan rukun perkawinan. Salah satunya yang tidak kalah penting dalam perkawinan ialah menyelesaikan urusan administrasi. Memberikan informasi yang sebenar-benarnya mengenai identitas, keadaan diri, atau status calon suami atau istri merupakan syarat yang termasuk dalam urusan administrasi perkawinan. Perkawinan dapat dibatalkan apabila dalam pelaksanaannya terdapat unsur penipuan atau salah sangka mengenai identitas, keadaan diri, atau status sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 ayat 2 UUP dan Pasal 72 ayat 2 KHI. Perkawinan dengan penipuan atau salah sangka terhadap identitas, keadaan diri atau status dapat merugikan salah satu pihak baik suami atau istri karena akan menimbulkan perasaan bahwa dirinya telah tertipu atau ditipu, ini akan mengakibatkan terjadinya perselisihan, pertengkaran, dan perpecahan dalam rumah tangga yang menimbulkan hubungan suami istri 54 menjadi tidak harmonis. Perkawinan dengan penipuan atau salah sangka terhadap identitas, keadaan diri, atau status jelas akan membawa kemudharatan dan merugikan para pihak terkait. Dalam Pasal 27 UUP menentukan bahwa seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila: a. Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum; b. Pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri. Namun, hak untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan menjadi gugur apabila ancaman telah berhenti atau yang bersalah sangka itu telah menyadari keadaannya dalam jangka waktu 6 enam bulan setelah itu mereka masih tetap hidup sebagai suami istri dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan. Tidak semua orang dapat mengajukan pembatalan perkawinan, para pihak yang berwenang mengajukan pembatalan perkawinan diatur dalam Pasal 23 UUP dan Pasal 73 KHI. Dalam proses persidangan para pihak yang mengajukan pembatalan perkawinan diwajibkan melakukan pembuktian. Pembuktian adalah upaya yang dilakukan para pihak dalam berperkara untuk menguatkan dan membuktikan dalil-dalil yang diajukan