Goldeneye 007 [Rare Ltd., 1997] berhasil menunjukkan kepada gamer bahwa AI dapat meningkatkan pengalaman bermain yang ditawarkan dalam sebuah game.
Goldeneye 007 menambahkan sebuah sistem simulasi yang disebut sense simulation system, yang memungkinkan karakter untuk merespon terhadap karakter-karakter lain
di sekitarnya. Creatures [Cyberlife Technology Ltd., 1997] menerapkan AI yang sangat kompleks di dalam game-nya, yaitu menggunakan neural network untuk setiap
karakternya. Saat ini telah terdapat beraneka ragam jenis AI yang diterapkan dalam game.
Jenis AI yang diterapkan dalam suatu game berbeda-beda tergantung pada genre game itu sendiri. Misalnya dalam game balapan, AI yang diterapkan mampu
memperhitungkan jalur tersingkat yang mungkin dilalui dalam arena balap. Bahkan saat ini masih terdapat banyak genre game yang masih menggunakan AI yang
sederhana seperti yang digunakan dalam Pac-Man karena memang itulah AI yang paling sesuai untuk game tersebut.
AI dalam kebanyakan game saat ini dialamatkan pada tiga kebutuhan dasar sebagai berikut:
i. kemampuan untuk menggerakan karakter.
ii. kemampuan untuk membuat keputusan, seperti langkah mana yang akan
diambil. iii.
kemampuan untuk berpikir secara taktis dan strategis. Millington Funge, 2009.
2.7. Penelitian Terdahulu
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menyelesaikan berbagai jenis game puzzle dengan menggunakan berbagai jenis algoritma. Korf Felner 2007
mengembangkan beberapa algoritma pencarian yang bersifat heuristik untuk mengatasi masalah dalam permainan four-peg Towers of Hanoi. Beberapa algoritma
tersebut antara lain frontier search, disk-based search, parallel processing, pattern database heuristic dan breadth-first heuristic search. Dengan mengkombinasikan
algoritma-algoritma tersebut, Korf dan Felner berhasil menemukan solusi yang optimal untuk four-peg Towers of Hanoi dengan jumlah cakram hingga 30 buah.
Universitas Sumatera Utara
Jing et al. 2009 melakukan penelitian terhadap metode yang dapat diterapkan dalam permainan Japanese puzzle atau dikenal juga sebagai nonogram. Untuk
menyelesaikan Japanese puzzle secara manual, tahap pertama dapat dilakukan secara logika dengan menentukan cell yang akan diwarnai. Kemudian, sisanya dapat
diselesaikan melalui tebakan atau dengan menguji satu-persatu cell mana saja yang perlu diwarnai. Metode yang dapat diterapkan dalam Japanese puzzle tersebut terdiri
dari dua tahap. Pada tahap pertama, beberapa aturan logika akan dijalankan untuk menentukan cell-cell yang akan diwarnai. Pada tahap kedua, algoritma depth-first
search akan dijalankan untuk menyelesaikan cell-cell yang tersisa. Penelitian terhadap Japanese puzzle juga pernah dilakukan oleh Stefani et al. 2012 dengan
menggunakan metode rule-based dan algoritma best-first search. Dari hasil penelitian tersebut, semakin besar ukuran puzzle yang digunakan, maka semakin lama pula
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan puzzle tersebut. Panov Koceski 2014 menggunakan pendekatan heuristik yang diterapkan
dalam permainan Kakuro. Algoritma yang digunakan dalam penelitian ini adalah Self- Adapting Harmony Search SAHS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa SAHS
mampu menemukan bilangan-bilangan yang dapat ditempatkan pada posisi yang benar pada puzzle Kakuro dengan penggunaan waktu yang efisien. Algoritma SAHS
dapat ditingkatkan apabila dilakukan tahap perhitungan terlebih dahulu untuk menentukan kombinasi penjumlahan bilangan yang dapat menghasilkan bilangan yang
diinginkan. Abdel-Raouf et al. 2014 menggunakan algoritma chaotic harmony search
untuk mengembangkan algoritma flower pollination yang diterapkan dalam permainan Sudoku. Dalam penelitian ini, algoritma tersebut diuji dengan sekumpulan soal Sudoku
dengan tingkat yang sulit. Dari hasil pengujian tersebut, algoritma yang digunakan mampu menemukan jalan yang lebih baik untuk menemukan solusi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang