Distribusi Spasiotemporal Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009-2013 142 halaman, 17 tabel, 8 peta, 5 grafik, 2bagan, 2 gambar, 12 lampiran

DISTRIBUSI SPASIOTEMPORAL PENYAKIT DEMAM BERDARAH
DENGUE (DBD) DI KOTA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA
SELATAN TAHUN 2009-2013

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

ZATA ISMAH
NIM. 1110101000044

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H / 2014M

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

EPIDEMIOLOGI
Skripsi, Juni 2014
Zata Ismah, NIM : 1110101000044
Distribusi Spasiotemporal Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota
Palembang Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009-2013
142 halaman, 17 tabel, 8 peta, 5 grafik, 2bagan, 2 gambar, 12 lampiran
ABSTRAK
Analisis Epidemiologi deskriptif dengan pendekatan spasial memegang
peran penting dalam menggambarkan besar masalah kesehatan antar wilayah.
Penelitian dengan metode ini masih sangat jarang dilakukan di Kota Palembang
Provinsi Sumatera Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi Spasiotemporal penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di kota
Palembang Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009-2013. Studi epidemiologi ini
menggunakan desain studi ekologi. Data dikumpulkan dari data laporan mingguan
Demam Berdarah Dinas Kesehatan Kota Palembang dan Laporan Survei
Kekumuhan perumahan dari PU Cipta Karya dan perumahan kota Palembang.
Secara spasial, distribusi kejadian DBD di Kota Palembang selama 5 tahun
banyak terjadi di wilayah Pusat dan Utara Kota. Dari hasil Survei didapatkan
daerah Utara Kota mayoritas penduduknya memiliki banyak tandon dan
penampungan air. Pola sebaran kejadian DBD yang tinggi (>50 per 100.000 pddk)

menunjukkan angka bebas jentiknya rendah (150jiwa/ha), persentase rumah sehat yang tinggi (>80%), wilayah yang
tidak kumuh, dan persentasependudukmiskin yang rendah ( 50 per 100,000 population) shows at rate of
larva-free is low (150 person/hectares), high
percentage of healthy house (>80%), non-a slums areas, and the proportion of
poor people is low (