Model Allometrik Biomassa dan Massa Karbon Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun

(1)

MODEL ALLOMETRIK BIOMASSA DAN MASSA KARBON

BAMBU BELANGKE (

Gigantochloa pruriens

Widjaja.) DI

HUTAN RAKYAT DESA SIRPANG SIGODANG,

KECAMATAN PANEI, KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

Oleh :

YONRI SITUMORANG 111201009

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

ABSTRAK

YONRI SITUMORANG : Model Allometrik Biomassa dan Massa Karbon Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun. Dibimbing oleh MUHDI

dan IRAWATI AZHAR.

Bambu memiliki daya serap karbon dioksida yang tinggi, tetapi secara kuantitas tidak dapat diketahui berapa besar serapan karbon dioksida bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.). Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui perbedaan kandungan karbon pada setiap bagian tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.); (2) mendapatkan model allometrik pendugaan biomassa dan massa karbon pada tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.); (3) mendapatkan potensi kandungan biomassa dan massa karbon bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.). Penelitian lapangan dilakukan di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap kegiatan, yaitu tahap pertama pengambilan data di lapangan dan tahap kedua menganalisa biomassa dan massa karbon bagian-bagian tanaman dilakukan di laboratorium. Peubah yang diukur di lapangan adalah diameter, tinggi total, dan berat basah, sedangkan di laboratorium yang diukur adalah kadar air, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon. Potensi biomassa dan massa karbon tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) masing-masing sebesar 8,67 ton/ha dan 4,05 ton C/ha. Model allometrik terpilih untuk menduga biomassa dan massa karbon bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) adalah W = 38,258-10,683D+0,854D2 dan C = 14,994-4,139D+0,339D2.


(3)

ABSTRACT

YONRI SITUMORANG : Model Allometric Of Biomass and Carbon Of Bamboo Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) In Forest Community Sirpang Sigodang Village, Panei Sub District, Simalungun District. Monitored by MUHDIand IRAWATI AZHAR.

Bamboo has a high carbondioxide absorption, but quantitively this ability of bamboo belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) has not much known. This study aimed to: (1) was know the difference in carbon stock in each part of the plant bamboo belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja); (2) obtain a model allometric estimation of biomass and carbon of bamboo belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja); (3)obtain the potential biomass and carbon contained of bamboo belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.). This research was conducted in the area of forest community Sirpang Sigodang village, Panei Sub District, Simalungun District. The research was carried out in two stages, namely the first stage were to data in the field and the second stage was analyze of biomass and carbon plant in the laboratory. Parameters measured in the field was wet weight, whereas in the laboratory is measured moisture content, volatile matter content, ash content and carbon content. The potential of biomass and carbon contained in bamboo belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) were 8,67 ton/ha and 4,05 ton C/ha. The results showed that the best model of allometric equations for estimating biomass and carbon of bamboo belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) was W = 38,258-10,683D+0,854D2 and C = 14,994-4,139D+0,339D2.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sidamanik, pada tanggal 3 Februari 1994 dari Ayahanda St. Japet Situmorang dan Ibunda Daria Sitanggang. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara.

Penulis telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negri 095182 Tigarejo pada tahun 2005, lulus dari Sekolah Menengah Pertama SLTP Negeri 1 Sidamanik pada tahun 2008 dan lulus dari Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 1 Sidamanik pada tahun 2011. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri tahun 2011 melalui jalur Undangan di Program Studi Kehutanan, Minat Manajemen Hutan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Selama mengenyam pendidikan, penulis aktif dalam beberapa organisasi di kampus. Organisasi yang pernah diikuti oleh penulis adalah HIMAS (Himpunan Mahasiswa Sylva), UKM KMK UP FP USU (Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Unit Pelayanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara). Penulis juga aktif sebagai asisten Laboratorium Dendrologi tahun 2014, asisten Hasil Hutan Non Kayu tahun 2013 dan 2014, asisten Pemanenan Hasil Hutan tahun 2014. Penulis juga pernah mendapatkan Hibah PKM-GT (Program Kreativitas Mahasiswa-Gagasan Tertulis) dari DIKTI dengan judul “Angsana Payung Kota Medan” pada tahun 2013.

Penulis melaksanakan kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Tahura Bukit Barisan, Kabupaten Karo tahun 2013. Pada tahun 2015, penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT. Sari Bumi Kusuma, Camp Tontang, Kalimantan Barat.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Model Allometrik Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) di Desa Hutan Rakyat Sirpang Sigodang, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara” sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan masa studi dan memperoleh gelar Sarjana Kehutanan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Muhdi, S. Hut., M.Si dan Ibu Irawati Azhar, S.Hut., M.Si. selaku pembimbing skripsi penulis yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulisan skripsi ini hingga selesai. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua penulis dan seluruh teman-teman penulis, khususnya Sehat, Indah, Ika, Suryanti, Johana (The Pongs), Sihol, Samuel, Johanna Siagian, Bang Nicho yang telah mendukung proses penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata, semoga penelitian ini bermanfaat dan menjadi sumber informasi bagi berbagai pihak yang membutuhkan.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Rakyat ... 4

Tinjauan Bambu ... 5

Karakterisitik Bambu Belangke ... 6

Siklus Karbon ... 7

Hutan Bambu Sebagai Penyerap CO2 ... 9

Stok Karbon dan Serapan Karbon Bambu ... 9

Biomassa Bambu ... 12

Pengukuran dan Pendugaan Biomassa dan Massa Karbon Bambu .. 13

Model Allometrik Biomassa dan Massa Karbon ... 15

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

Alat dan Bahan Penelitian ... 19

Metode Penelitian ... 19

Penentuan Petak Ukur ... 20

Pengumpulan Data ... 20

Penyusunan Persamaan Allometrik Biomassa dan Massa Karbon .. 21

Prosedur Penelitian Di Laboratorium... 22

Pengolahan Data ... 24

Analisis Data ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 27

Karakteristik Tegakan Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens) .. 28


(7)

Kadar Karbon Tanaman Contoh ... 31

Uji Beda Rata-Rata Berdasarkan Uji One Way Anova ... 33

Biomassa Tanaman Contoh ... 33

Kandungan Massa Karbon Tanaman Contoh ... 34

Model Allometrik Biomassa Tanaman Contoh ... 36

Model Allometrik Massa Karbon Tanaman Contoh ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(8)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Rata-Rata Biomassa dan Cadangan Karbon Rata-Rata Setiap Individu Tanaman Bambu Pada Berbagai Tinggi Tanaman ... 14 2. Potensi Serapan CO2 Tegakan Bambu Parring pada Hutan Rakyat

di Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros ... 15 3. Model Pendugaan Allometrik Volume, Biomassa, Karbon

Bambu Petung (Dendrocalamus asper) Menurut Diameter ... 18 4. Karakteristik Tegakan Bambu

Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) ... 27 5. Hasil Inventarisasi Bambu

Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) ... 29 6. Variasi Rata-Rata Kadar Air Sampel Tebang Pada Berbagai

Tegakan Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) ... 30 7. Variasi Rata-Rata Kadar Karbon Pada Berbagai

Tegakan Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) ... 32 8. Hasil Uji Beda Rata-Rata Kadar Karbon Pada Setiap Bagian

Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.)

Berdasarkan Uji One Way Anova (Tukey HSD) ... 33 9. Variasi Rata-Rata Biomassa Pada Berbagai Tegakan

Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) ... 34 10. Variasi Rata-Rata Massa Karbon Pada Berbagai Tegakan

Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) ... 35 11. Model Allometrik Biomassa Bambu Belangke

(Gigantochloa pruriens Widjaja.) ... 36 12. Model Allometrik Massa Karbon Bambu

Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja)... 37

13. Potensi Biomassa dan Massa Karbon Bambu

Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja) di Hutan Rakyat


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) ... 6 2. Siklus Karbon ... 8 3. Pola Serapan Karbon Bersih Tahunan Dengan Pola Panen Teratur .... 11 4. Peta Administrasi Desa Sirpang Sigodang Kecamatan Panei ... 27


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Dokumentsi Penelitian di Lapangan ... 43 2. Dokumentasi analisis Sampel Laboratorium ... 44 3. Data Dimensi Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) ... 45 4. Data Analisis Laboratorium Bagian Batang

Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) ... 45 5. Data Analisis Laboratorium Bagian Ranting dan Daun

Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) ... 46 6. Data Perhitungan Potensi Biomassa Tegakan Tanaman

Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) ... 47 7. Data Perhitungan Potensi Massa Karbon Tegakan Tanaman


(11)

ABSTRAK

YONRI SITUMORANG : Model Allometrik Biomassa dan Massa Karbon Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun. Dibimbing oleh MUHDI

dan IRAWATI AZHAR.

Bambu memiliki daya serap karbon dioksida yang tinggi, tetapi secara kuantitas tidak dapat diketahui berapa besar serapan karbon dioksida bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.). Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui perbedaan kandungan karbon pada setiap bagian tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.); (2) mendapatkan model allometrik pendugaan biomassa dan massa karbon pada tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.); (3) mendapatkan potensi kandungan biomassa dan massa karbon bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.). Penelitian lapangan dilakukan di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap kegiatan, yaitu tahap pertama pengambilan data di lapangan dan tahap kedua menganalisa biomassa dan massa karbon bagian-bagian tanaman dilakukan di laboratorium. Peubah yang diukur di lapangan adalah diameter, tinggi total, dan berat basah, sedangkan di laboratorium yang diukur adalah kadar air, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon. Potensi biomassa dan massa karbon tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) masing-masing sebesar 8,67 ton/ha dan 4,05 ton C/ha. Model allometrik terpilih untuk menduga biomassa dan massa karbon bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) adalah W = 38,258-10,683D+0,854D2 dan C = 14,994-4,139D+0,339D2.


(12)

ABSTRACT

YONRI SITUMORANG : Model Allometric Of Biomass and Carbon Of Bamboo Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) In Forest Community Sirpang Sigodang Village, Panei Sub District, Simalungun District. Monitored by MUHDIand IRAWATI AZHAR.

Bamboo has a high carbondioxide absorption, but quantitively this ability of bamboo belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) has not much known. This study aimed to: (1) was know the difference in carbon stock in each part of the plant bamboo belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja); (2) obtain a model allometric estimation of biomass and carbon of bamboo belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja); (3)obtain the potential biomass and carbon contained of bamboo belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.). This research was conducted in the area of forest community Sirpang Sigodang village, Panei Sub District, Simalungun District. The research was carried out in two stages, namely the first stage were to data in the field and the second stage was analyze of biomass and carbon plant in the laboratory. Parameters measured in the field was wet weight, whereas in the laboratory is measured moisture content, volatile matter content, ash content and carbon content. The potential of biomass and carbon contained in bamboo belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) were 8,67 ton/ha and 4,05 ton C/ha. The results showed that the best model of allometric equations for estimating biomass and carbon of bamboo belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) was W = 38,258-10,683D+0,854D2 and C = 14,994-4,139D+0,339D2.


(13)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Isu perubahan iklim saat ini merupakan suatu fenomena global yang menjadi perhatian berbagai pihak baik ditingkat lokal, nasional, maupun internasional. Dampak yang ditimbulkan oleh fenomena ini mendorong berbagai komunitas internasional untuk mengatasi penyebab yang ditimbulkan dan mengantisipasi akibatnya. Penyebab perubahan iklim yaitu meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK), terutama adanya gas karbon dioksida (CO2) yang ditimbulkan karena terjadinya alih guna fungsi lahan maupun pembakaran bakar fosil.

Selama 10 tahun terakhir ini telah banyak konversi hutan menjadi areal pertanian, perkebunan, pemukiman, dan industri. Dengan demikian, lahan hutan yang masih tersisa akan terancam keberadaannya untuk dikonversi menjadi lahan yang menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi. Beberapa tahun terakhir ini persaingan memperoleh konsesi lahan untuk pengusahaan hutan banyak terjadi dengan sektor perkebunan. Luas areal perkebunan di Indonesia, baik perkebunan besar maupun perkebunan rakyat cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dari seluruh komoditas utama perkebunan, komoditas kelapa sawit, dan komoditas karet adalah areal perkebunan yang terluas.

Beberapa penelitian tentang pendugaan cadangan karbon hutan, tanaman kelapa sawit, tanaman karet telah ditemukan, namun pendugaan cadangan karbon pada pola penggunaan lahan lainnya belum banyak didapati. Kondisi ini menyebabkan tidak didapatkannya informasi yang cukup banyak bagi pengambil keputusan untuk memilih pola alih fungsi lahan yang layak secara ekonomi


(14)

namun juga ramah lingkungan, sehingga kegiatan alih fungsi lahan tidak hanya didasarkan atas alasan ekonomi semata.

Choirudin (2009) menyatakan bahwa hutan rakyat mempunyai peran yang sangat besar dalam mengendalikan pemanasan global melalui fungsinya sebagai penyerap karbon. Jenis bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) adalah salah satu tumbuhan yang banyak dijumpai di hutan rakyat, khususnya di Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun. Jenis tersebut ditanam oleh masyarakat karena memiliki banyak manfaat terhadap lingkungan, industri, maupun sosial ekonomi, namun manfaat bambu sebagai penyerap karbon belum banyak dibicarakan. Padahal menurut Sutiyono (2009) bambu memiliki daya serap karbon dioksida (CO2) yang besar.

Mengingat beberapa penelitian tentang pendugaan biomassa dan massa karbon hutan, tanaman kelapa sawit, tanaman karet telah ditemukan, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengukur seberapa besar cadangan karbon yang mampu disimpan oleh bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.). Dari pernyataan diatas maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Model Allometrik Biomassa dan Massa Karbon Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun.”

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui perbedaan kandungan karbon pada setiap bagian tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja).


(15)

tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.).

3. Mendapatkan potensi kandungan biomassa dan massa karbon pada tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.).

Hipotesis

Terdapat perbedaan kandungan biomassa dan massa karbon pada batang, dan ranting dengan daun pada bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) di hutan rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalugun.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberi informasi bagi akademika, peneliti, masyarakat umum, dan pihak-pihak yang membutuhkan terkait dengan kandungan biomassa dan massa karbon pada bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) di hutan rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Rakyat

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/MENHUT-V/2004, pengertian hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 %. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dengan hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dengan demikian hutan hak dapat disebut sebagai hutan rakyat/tanaman rakyat (Departemen Kehutanan, 1989).

Hutan rakyat bambu tanamannya hidup merumpun, kadang-kadang ditemui berbaris membentuk suatu garis pembatas dari suatu wilayah desa yang identik dengan batas desa di Jawa. Penduduk desa sering menanam bambu di sekitar rumahnya untuk berbagai keperluan. Seperti halnya tebu, bambu mempunyai ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini pula tumbuh akar-akar sehingga pada bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya (Widjaja, 1985).

Hutan rakyat memberikan manfaat baik secara ekologis maupun ekonomis bagi masyarakat. Manfaat secara ekologis antara lain perbaikan tata air DAS, perbaikan kualitas udara, konservasi tanah dan sekaligus memperbaiki mutu lingkungan. Adapun manfaat secara ekonomis dari keberadaan hutan rakyat adalah adanya meghasilkan komoditi yang bernilai ekonomi, dapat meningkatkan


(17)

pendapatan masyarakat dan pemenuhan kebutuhan akan hasil hutan baik kayu maupun HHBK (Awang dkk, 2001).

Tinjauan Bambu

1. Kondisi Tempat Tumbuh Topografi

Tanaman bambu dijumpai tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi 100 – 2200 m di atas permukaan laut. Secara umum di lokasi pengembangan bambu bentuk topografi mulai dari berombak sampai bergunung. Satuan topografi mulai dari berombak sampai bergunung. Satuan topografi berombak mempunyai kemiringan 3 – 8%, bergelombang 9 – 15% dan bergunung > 30% (Nur dan Rahayu, 1995).

Iklim

Lingkungan yang sesuai untuk tanaman bambu adalah bersuhu 8,8 - 36°C. Tipe iklim mulai dari A, B, C, D sampai E (mulai dari iklim basah sampai kering), semakin basah tipe iklim makin banyak jenis bambu yang dapat tumbuh. Ini disebabkan tanaman bambu termasuk tanaman yang banyak membutuhkan air yaitu curah hujan minimal 1020 mm/tahun dan kelembaban minimum 76%

(Nur dan Rahayu, 1995).

Tanah

Jenis tanah di lokasi praktek mulai dari tanah berat sampai ringan dan mulai dari tanah subur sampai kurang subur. Sifat fisik tanah pada lokasi praktek dengan pH 5,11 dan memiliki kandungan unsur hara makro (N dan K) dalam kondisi rata-rata rendah sedangkan P yang tersedia dalam keadaan cukup sedangkan kandungan bahan organik tanah juga sangat rendah yang rata-rata


(18)

1,81 %. Rata-rata suhu pada siang hari waktu musim penghujan adalah 21°C dengan kelembaban mencapai 75,1 % sedangkan pada musim kemarau rata-rata suhu pada siang hari dapat mencapai 25,83°C dan kelembaban udara rata 61 % (Nur dan Rahayu, 1995).

2. Karakteristik Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.)

Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga

Hiant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 4-5 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas berongga kadang-kadang masif, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang. Akar bambu terdiri dari rimpang (rhizon) berbuku dan beruas, pada buku akan ditumbuhi oleh serabut dan tunas yang dapat tumbuh menjadi batang (Widjaja, 1985).

Gambar 1. Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.)

Bambu belangke (Gigantochloa pruriens) memiliki jumlah batang dalam satu rumpun sebanyak 55 batang. Rebung bambunya berwarna hijau keabu-abuan dengan bulu (miang) berwarna hitam. Buluh berkembang dari rebung, tumbuh sangat cepat dan mencapai tinggi maksimum 12 m dalam waktu 9 - 10 minggu.


(19)

Buluh muda berumur 2 minggu dengan tinggi rata-rata 110 – 120 cm hingga yang tua berumur lebih dari 10 minggu dengan tinggi rata 12,5 m. Diameter batang/ buluh muda dan tua 4,67 – 5,10 cm (rata-rata 4,89 cm). Panjang buku 12 – 15 cm (rata-rata 13,5 cm) untuk yang berumur 2 minggu dengan tinggi 110 – 120 cm (rata-rata 115 cm) dan panjang buku 26 – 34 cm (rata-rata 25 cm) untuk yang berumur lebih dari 2 minggu. Cabang bambu yang tumbuh pada batang utama berkembang ketika buluh mencapai tinggi 12 m setelah minggu ke 10 (Suprihatno, 2012).

Siklus Karbon

Karbon dapat dijumpai di atmosfer sebagai karbon dioksida, di dalam jaringan tubuh makhluk hidup, dan tebesar dijumpai dalam batuan endapan serta bahan bakar fosil yang terdapat di dalam perut bumi. Karbon masuk ke dalam tubuh organisme melalui rantai makanan. Karbon dioksida diserap oleh tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis dan disimpan sebagai biomassa pada berbagai organ, diantaranya daun. Karbon organik dalam dedaunan hijau kemudian masuk ke tubuh organisme melalui proses pencernaan dan kembali ke udara melalui proses respirasi. Rangkaian proses ini menghasilkan siklus yang lengkap dan disebut sebagai siklus karbon (Gambar 2. Siklus karbon). Meskipun demikian, tidak semua karbon pada tubuh organisme kembali ke atmosfer, sebagian ada yang terikat membentuk biomassa tubuh. Ketika oksigen tersedia, respirasi aerobik terjadi, yang melepaskan karbon dioksida ke udara atau air di sekitarnya, menurut reaksi berikut:


(20)

Adanya kehidupan di dunia menyebabkan perubahan CO2 di atmosfer dan CO2 di lautan ke dalam bentuk organik maupun anorganik di daratan dan lautan. Perkembangan berbagai ekosistem selama jutaan tahun menghasilkan pola aliran C tertentu dalam ekosistem tingkat global. Namun, dengan adanya aktivitas manusia (penggunaan bahan bakar fosil dan alih guna lahan hutan) menyebabkan perubahan pertukaran antara C di atmosfer, daratan, dan ekosistem lautan. Akibat kegiatan tersebut, terjadi peningkatan konsentrasi CO2 ke atmosfer sebanyak 28% dari konsentrasi CO2 yang terjadi 150 tahun yang lalu (IPCC, 2007).

Gambar 2. Siklus Karbon Sumber: Wirakusumah, 2003

Jumlah karbon di atmosfer dipengaruhi oleh besarnya hasil proses fotosintesis, respirasi tegakan, respirasi serasah, dan respirasi tanah. Jumlah karbon dalam bentuk karbon bebas juga sangat dipengaruhi oleh tambahan dari luar sistem seperti kebakaran hutan, letusan gunung dan sebagainya


(21)

Dalam siklus karbon global sumber/stok terbesar karbon berasal dari lautan yang mengandung 39 Tt (1 Tera ton = 1012 ton). Sumber terbesar lainnya terdapat di dalam fosil sebesar 6 Tt. Lahan hutan yang terdiri dari biomassa pohon, tumbuhan bawah, nekromasa (bahan organik) dan tanah hanya sekitar 2,5 Tt atau sekitar 5% dari jumlah total C di alam. Jumlah C yang tersimpan dalam tanah secara global 4 kali lebih banyak dari pada yang disimpan dalam biomassa vegetasi. Pertukaran C di daratan dikendalikan oleh fotosintesis dan respirasi tanaman dengan serapan CO2 rata-rata per tahun 0,7 Gt. Atmosfer menampung C terendah hanya sekitar 0,8 Tt atau 2% dari total C di alam, serapan CO2 per tahun 3,3 Gt (ICRAF, 2001).

Hutan Bambu Sebagai Penyerap CO2

Ekosistem bambu adalah bagian penting dari ekosistem hutan karena sebagai sumber karbon, menyimpan karbon (sink) di bumi, dan bambu tumbuh sangat cepat dan membentuk tegakan. Bambu meliliki potensi yang sangat besar untuk memproduksi biomassa dan penyerapan karbon terutama pada bagian batang. Jika jumlah fiksasi karbon bambu lebih besar dibanding dengan penguraian, maka bambu menyimpan karbon (carbon sink)

(BuildDirect.com Learning Center, 2012).

Bambu efisien dalam penggunaan lahan, dan menghasilkan biomassa per satuan luas lebih banyak di banding dengan pohon. Beberapa studi telah membuktikan bahwa bambu dapat menyerap karbon empat kali lebih banyak dari pohon dan pada saat yang sama melepaskan oksigen 35% lebih dari pohon, (Lai


(22)

nilainya untuk perbaikan lingkungan, dengan menyerap karbon sampai 12 ton/ ha/tahun (Lai et al., 2006 dalam Baharuddin, 2013).

Stok Karbon dan Serapan Karbon Bambu

Stok karbon adalah karbon yang tersimpan di satu tempat pada waktu tertentu. Stok karbon hutan termasuk pohon hidup berdiri dan vegetasi mati, puing-puing kayu dan sampah, bahan organik di dalam tanah, dan stok karbon yang dipanen seperti kayu untuk produk kayu dan bahan bakar (Casper, 2010).

Proses pengembalian karbon (C) dari atmosfer dan disimpan dalam bagian pohon disebut serapan karbon (carbon sequestration) atau penimbunan karbon dalam tubuh tanaman hidup, (Hairiah dkk., 2011). Istilah serapan karbon didefinisikan sebagai proses pengambilan substansi yang mengandung karbon, khususnya CO2 ke dalam penyimpanan dalam jangka waktu lama (IPCC, 2007).

Cadangan karbon daratan terdiri atas cadangan karbon di atas permukaan tanah, cadangan karbon di bawah permukaan tanah dan cadangan karbon lainnya. Cadangan karbon di atas permukaan tanah terdiri atas tanaman hidup (batang, cabang, daun, tanaman menjalar, tanaman epifit dan tumbuhan bawah) dan tanaman mati (pohon mati tumbang, pohon mati berdiri, daun, cabang, ranting, bunga, buah yang gugur, arang sisa pembakaran). Cadangan karbon di bawah permukaan tanah meliputi akar tanaman hidup maupun mati, organisme tanah dan bahan organik tanah. Pemanenan hasil kayu (kayu bangunan, pulp, arang atau kayu bakar), resin, buah-buahan, daun untuk makanan ternak menyebabkan berkurangnya cadangan karbon dalam skala plot, tetapi belum tentu demikian jika diperhitungkan dalam skala global. Demikian juga halnya dengan hilangnya bahan organik tanah melalui erosi (Rahayu et al., 1995).


(23)

Berdasarkan penelitian Muhdi (2013) di areal hutan alam tropika IUPHHK-HA PT Inhutani II, Malinau, Kalimantan Timur, yang menyatakan bahwa kadar karbon berdasarkan kelas diameter memiliki kadar karbon bervariasi yakni kadar karbon terbesar terdapat pada bagian batang sebesar 45,75% dengan kisaran kadar karbon rata-rata 40,29%-53,12%. Kadar karbon terkecil yakni pada daun sebesar 19,61% dengan kisaran kadar karbon antara 15,31%-22,58% dikarenakan daun memiliki kadar zat terbang dan kadar abu yang tinggi. Besarnya kadar karbon tergantung pada kadar abu dan zat terbang dimana semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu maka kadar karbon juga semakin rendah.

Yiping, et al., (2010), memberikan perbandingan potensi penyerapan CO2 antara jenis bambu Moso dengan jenis Chinese Fir dengan dua kali rotasi tebang 30 tahun seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pola Serapan Karbon Bersih Tahunan Dengan Pola Panen Teratur Dalam Siklus 60 Tahun

Sumber: Yiping, et al., 2010.

Berdasarkan Gambar 3 bahwa serapan karbon tahunan jenis bambu Moso mencapai puncaknya pada umur 5 tahun sama dengan jenis Chinese Fir pada umur 13 tahun yaitu 5,5 ton C/tahun. Pada bambu setelah umur 10 tahun dengan


(24)

memanen batang yang masak tebang atau 1/3 jumlah batang yang bertumbuh setiap tahun akan menjadi 3,8 ton C/tahun. Sedangkan Chinese Fir pada umur 13 tahun pertumbuhan menurun sehingga jumlah serapan karbon menurun hingga umur panen 30 tahun daur pertama. Akumulasi serapan karbor 217 ton C/ha bambu jenis Moso sedangkan jenis Chinese Fir hanya 176 ton C/ha selama 60 tahun (Yiping, et al., 2010).

Biomassa Bambu

Biomassa merupakan jumlah total materi organik tanaman yang hidup di atas tanah yang diekspresikan sebagai berat kering tanaman per unit areal. Menurut Whitten et al., (1984) dalam Hadi (2007) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering semua bagian tumbuhan hidup, baik seluruh atau hanya sebagian tubuh organisme, populasi, atau komunitas yang dinyatakan dalam berat kering per oven per unit area.

Biomassa bambu terdiri atas daun, cabang, batang atau culm, rimpang (Coarse roots atau rhizomes) dan akar serabut atau Fine roots. Biomassa bambu dapat dibagi atas biomassa di atas permukaan meliputi batang, cabang, daun dan di bawah permukaan termasuk akar dan rimpang. Ketersediaan air penting dalam produksi biomassa bambu. Produksi biomassa meningkat jika air tersedia dan akan berkurang produktivitasnya jika air terbatas

(BuildDirect.com Learning Center, 2012).

Bambu dengan ketersediaan air mencukupi dihasilkan batang lebih tinggi tetapi jumlah batang lebih sedikit, ukuran lebih besar dan biomassa total yang lebih tinggi, biomassa terutama dialokasikan untuk pertumbuhan di atas permukaan tanah. Dalam iklim mikro dengan ketersediaan air yang rendah,


(25)

bambu mengalokasikan biomassa lebih ke organ bawah tanah, dengan rimpang akar yang lebih panjang dan produksi meningkat, sehingga membantu untuk menyerap hara yang penting untuk pertumbuhan (Bowyer., dkk. 2005).

Pengukuran dan Pendugaan Biomassa dan Massa Karbon Bambu

Alasan perlunya mengukur biomassa yaitu: semua tumbuhan termasuk pohon menghasilkan biomassa melalui fotosintesa, jika ilmuwan ingin mengetahui dengan baik bagaimana pohon bertumbuh, perlu mengetahui berapa banyak biomassa yang dihasilkan oleh pohon, berkaitan dengan pemanasan global, menarik dalam jumlah karbon yang diserap oleh biomassa hutan, hasil dari mengambil gas rumah kaca CO2, keberadaan hutan tanaman sebagai sumber kayu energi yang tumbuh 3-5 tahun dijual berdasarkan berat bukan volume termasuk kayu bakar dan kayu untuk kertas (Whitmore, 1985).

Metode yang digunakan untuk menduga volume pohon dan biomassa senantiasa berkembang untuk menduga yang sedekat mungkin dengan realitas. Model penduga volume dan biomassa telah mengalami perubahan dan berbeda pada ekologi yang berbeda (Parresol, 1999).

Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa, yaitu (i) sampling dengan pemanenan (destructive sampling) secara in situ; (ii) sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ; (iii) pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masingmasing metode di atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standard yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies,


(26)

penggunaan persamaan standard ini dapat mengakibatkan galat (error) yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Heiskanen, 2006).

Berdasarkan penelitian Suprihatno (2012) tentang analisis kandungan biomassa dan cadangan karbon bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) di areal tanaman bambu Kebun Kayangan, PT. Salim Ivomas Pratama, Rokan Hilir didapat bahwa rata-rata biomassa bambu belangke (Gigantochloa pruriens

Widjaja.) bambu/batang sebesar 872,22 g/batang.

Tabel 1. Rata-rata Biomassa dan Cadangan Karbon Rata-rata Setiap Individu Tanaman Bambu Pada Berbagai Tinggi Tanaman

Tinggi Tanaman (m)

Rata-rata Biomassa (gram/batang)

Rata-rata Cadangan Karbon (gram/batang) 1

3 5 7 9 11 12

145,07 461,33 834,79 999,24 781,14 958,31 1.925,67

78,07 248,04 448,64 541,68 425,72 519,67 1.029,79

Rata-rata 872,22 470,23

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata biomassa 145,07-1.925,67 g/batang (rata-rata 872,22 g/batang) dan rata-rata cadangan karbon 78,07-1.029,79 g/batang (rata-rata 470,23 g/batang). Rata-rata biomassa dan rata-rata cadangan karbon semakin meningkat dengan bertambahnya tinggi tanaman dan umur tanaman. Rata-rata biomassa dan rata-rata cadangan karbon tertinggi setelah tanaman mencapai tinggi diatas 11 m atau berumur lebih dari 10 minggu.

Dari hasil penelitian Baharuddin (2013) yang dilakukan terhadap analisis kandungan biomasa dan cadangan karbon pada bambu parring di Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros bahwa biomassa setiap batang bambu 14,34 kg maka cadangan karbon setiap batang bambu jika didasarkan pada kadar karbon berdasarkan analisis komponen kimia diperoleh cadangan karbon 7,05 kg per


(27)

batang. Berdasarkan dengan biomassa setiap batang bambu 14.34 kg maka serapan CO2/batang adalah 14.34 kg x 1.467 = 21.04 kg per batang per tahun. Total cadangan karbon hutan bambu tergantung pada jenis, umur, kerapatan, dan faktor lingkungan.

Tabel 2. Potensi Serapan CO2 Tegakan Bambu Parring pada Hutan Rakyat di Kecamatan

Tanralili, Kabupaten Maros. No Plot Biomassa

(Kg)

Serapan Karbon (Kg)

Umur Bambu (Tahun) 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10

6170,34 5306,77 3872,13 7075,69 7939,26 8593,90 6616,05 6100,69 7437,83 4958,55

9051,88 7785,03 5680,41 10380,04 11646,89 12607,25 9705,74 8949,72 10911,30

7274,20

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Total 64071,21 93992,46

Rata-rata 6407,12 9399,25

Berdasarkan hasil pendugaan potensi serapan CO2 untuk jenis tanaman bambu parring diperoleh total serapan CO2 sebesar 93992,46 kg ( 93,99 ton) CO2 per ha dengan serapan tahunan sebesar 31330,82 (31,33 ton) CO2 per ha selama satu tahun.

Model Allometrik Biomassa dan Massa Karbon

Metode allometrik merupakan metode pengukuran pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam bentuk hubungan-hubungan eksponensial atau logaritma antar organ tanaman yang terjadi secara harmonis dan perubahan secara proporsional (Parresol, 1999).

Oohata (1991) menyatakan persamaan allometrik dibentuk dengan cara menebang pohon per pohon terlebih dahulu, selanjutnya persamaan yang diperoleh diterapkan pada tegakan pohon yang masih berdiri. Berdasarkan


(28)

pengalaman, dikatakan bahwa persamaan allometrik hasilnya akan akurat apabila variabel bebasnya dinyatakan dalam formulasi volume pohon yang direpresentasikan dalam bentuk D2H. Martin et al. (1998) juga menyatakan bahwa persamaan allometrik dapat digunakan untuk menghubungkan antara diameter batang pohon dengan variabel yang lain seperti volume kayu, biomassa pohon, dan kandungan karbon pada tegakan hutan yang masih berdiri (standing stock).

Sebelum pembuatan model diperlukan parameter-parameter yang mendukung keberadaan model tersebut, yang menjadi kriteria adalah adanya korelasi yang tinggi antara parameter-parameter penciri. Dalam pembuatan model penduga biomassa digunakan satu atau dua peubah bebas (diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang, tinggi total dan tinggi tajuk) dalam bentuk linear dan non linear. Metode estimasi dilakukan dengan menggunakan asumsi-asumsi yang lazim digunakan untuk menaksir kandungan karbon vegetasi hutan. Menurut Brown et al. (1984) bahwa kandungan karbon vegetasi pohon adalah 50% dari biomassa. Berdasarkan cara memperleh data, Brown (1997) mengemukakan ada dua pendekatan yang digunakan untuk menduga biomassa dari pohon, yakni pertama berdasarkan penggunaan dugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi kerapatan biomassa (ton/ha). Sedangkan pendekatan kedua secara langsung dengan menggunakan persamaan regresi biomassa.

Onrizal (2004) menyatakan bahwa pemodelan merupakan pengembangan analisis ilmiah yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang berarti dalam memodelkan suatu ekosistem akan lebih mudah dibandingkan dengan ekosistem


(29)

sebenarnya. Fungsi dan model biomassa dipresentasikan melalui persamaan diameter dan tinggi total pohon.

Kittredge (1994) merumuskan metode allometrik dalam bentuk persamaan formulasi kuadrat sebagai berikut:

Y = aXb Keterangan:

Y = Variabel bergantung (biomassa)

X = Variabel bebas (diameter dan tinggi total pohon) a, b = Konstanta

Model yang digunakan untuk membangun model allometrik regresi linear berganda digunakan persamaan sebagai berikut:

Y = a + bX1 + cX2 + dX3 Keterangan:

Y = Biomassa

X1, X2, X3 = Parameter yang diukur a, b, c = nilai estimasi

Proses menganalisis hubungan nilai dan biomassa dilakukan dengan menggunakan program software SPSS. Pemilihan model terbaik menggunakan kriteria koefisien determinasi yang disesuaikan (R-square) dan Standard Error

paling rendah. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi yang terkoreksi

(R-square), maka semakin besar peranan nilai peubah tersebut dalam menjelaskan nilai biomassa dan massa karbon. Semakin rendah nilai Standard Error maka semakin akurat hasil penaksiran yang diperoleh.


(30)

Penggunaan persamaan allometrik standar yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan jenis, penggunaan persaman standar ini dapat mengakibatkan galat (error) yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Heiskanen, 2006).

Biomassa bambu bervariasi tergantung jenis, tempat tumbuh dan pengelolaannya. Sehingga secara spesifik setiap jenis bambu yang tumbuh di tempat tumbuh yang berbeda dan pengelolaan yang berbeda akan menghasilkan biomassa yang berbeda. Ada beberapa persamaan allometrik pada bambu untuk dapat menentukan biomassa seperti M = 0,131 D2,28 (Yiping, et al., 2010), W = -3225,8 + 1730,4 DBH (Sutaryo, 2009).

Hasil penelitian Wicaksono, dkk (2012) model pendugaan allometrik pada volume, biomassa, dan karbon bambu petung (Dendrocalamus asper) pada lahan pekarangan masyarakat Dusun Ngandong dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Model Pendugaan allometrik volume, biomassa, karbon bambu petung (Dendrocalamus asper) menurut diameter

No Persamaan R2

1 2 3

Vol.Real = 238,203 (Dbh) 2,065 Bt = 0,124 (Dbh) 2,160

Ct = 0,062 (Dbh) 2,160

0,96 0,907 0,907 Keterangan : Vol.Real : Volume

Bt : Biomassa Ct : Karbon

Koefisien determinasi volume real, Biomassa dan Karbon total bambu petung menunjukan bahwa 96%, 90%, dan 90,7% variasi dari 3 variabel bebas dapat dijelaskan oleh variable diameter. Model regresi terbaik secara statistik dilihat dari nilai (R2) dan reabilitas model (uji T dan uji F). Dari uji yang telah dilakukan secara statistik maka persamaan allometrik untuk menaksir 3 variabel bebas tersebut layak untuk digunakan (Wicaksono dkk, 2012).


(31)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di areal Hutan Rakyat Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap kegiatan, yaitu tahap pertama pengambilan data di lapangan dan tahap kedua menganalisa karbon dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2015 sampai Mei 2015.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: pita diameter, tali berskala, Aluminium foil, timbangan (neraca Ohaus), parang, kamera digital, alat tulis, tally sheet, tali rafia, kantong plastik, label nama, kalkulator, Microsof excel 2007, dan SPSS 20. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan bambu.

Metode Penelitian

Pada penelitian ini, pengukuran biomassa tegakan bambu, dilakukan dengan metode destructive. Menurut Hairiah (2011) metode destructive ini dilakukan oleh peneliti untuk tujuan pengembangan rumus allometrik, terutama pada jenis-jenis tegakan yang mempunyai pola percabangan spesifik yang belum diketahui persamaan allometriknya secara umum. Pengembangan allometrik dilakukan dengan menebang pohon dan mengukur diameter, tinggi total dan berat basah. Metode juga dilakukan pada tumbuhan bawah, tanaman semusim dan perdu.


(32)

Sampel yang ditebang adalah bambu dewasa. Bambu dewasa dicirikan oleh kondisi batang yang telah lepas seludangnya (tidak ada seludang) dan telah mengalami pertumbuhan cabang pada masing-masing ruasnya.

Penentuan Petak Ukur

Pengukuran parameter tegakan yang penting dilakukan pada setiap petak contoh penelitian (PCP) dengan metode jalur berpetak. Setiap PCP dibuat dengan ukuran 20mx20m dengan jarak antar petak contoh 10mx10m (Kiyoshi, 2002). Adapun petak ukur yang dibuat sebanyak 1 baris, sehingga banyaknya petak contoh penelitian (PCP) adalah 3 petak. Penempatan lokasi petak ukur dilakukan dengan cara Random Sampling.

Adapun parameter yang diukur adalah sebagai berikut :

1. Diameter merupakan garis lurus yang menghubungkan dua titik di tepi batang dan melalui sumbu batang. Diameter yang diukur adalah Dbh (Diameter Setinggi Dada) atau diukur 1,3 m dari permukaan tanah.

2. Tinggi total, yaitu jarak terpendek dari titik puncak tegakan dengan titik proyeksinya pada bidang datar.

3. Berat basah tegakan, yaitu hasil penjumlahan semua berat basah dari bagian tegakan.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan hasil pengukuran di lapangan diameter (dbh), tinggi total, dan berat basah total tegakan bambu) dan hasil uji laboratorium (kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, dan kadar karbon).


(33)

Data sekunder adalah biomassa dan massa karbon pada tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) yang telah ada sebelumnya, baik data yang dikeluarkan oleh instansi terkait, penelitian sebelumnya maupun literatur pendukung.

Penyusunan Model Allometrik Biomassa dan Massa Karbon

Pada penelitian ini akan disusun persamaan allometrik biomassa dan massa karbon dalam tegakan, dengan cara menebang tegakan contoh terpilih yaitu bambu dewasa. Penentuan jumlah tegakan bambu contoh yang ditebang dilakukan dengan metode acak. Penentuan pengambilan sample bambu yang akan ditebang berdasarkan petak contoh penelitian (PCP) yang dibuat, yaitu dalam satu PCP ditebang 3 sample batang bambu secara acak. Begitu juga dengan 2 PCP lainnya. Tegakan contoh yang terpilih tersebut kemudian ditebang, kemudian dipisahkan berdasarkan bagian-bagian tegakan, yaitu batang, ranting dan daun. Batang tegakan akan dibagi menjadi beberapa segmen, dengan panjang segmen sekitar 200 cm. Semua bagian tegakan contoh tersebut kemudian ditimbang, sehingga diketahui berat basah setiap bagiannya. Setelah penimbangan, setiap bagian tegakan diambil contoh ujinya dan selanjutnya dianalisa di laboratorium. Pengujian sampel meliputi kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, dan kadar karbon.

Model hubungan antara biomassa dan massa karbon bambu dengan dimensi bambu dibuat dengan metode hubungan allometrik yang menggambarkan biomassa atau massa karbon per tegakan sebagai fungsi dari diameter, dan tinggi total. Model allometrik terbaik kemudian dipergunakan untuk penaksiran massa karbon tegakan.


(34)

Prosedur Penelitian di Laboratorium Kadar air

Contoh uji kadar air batang dibuat dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Sedangkan contoh uji dari bagian ranting dengan daun diambil masing-masing ± 300g. Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut :

1. Contoh uji ditimbang berat basahnya.

2. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang berat keringnya.

3. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji.

Pengukuran kadar karbon

Pengukuran kadar karbon dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Kadar zat terbang

Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

a. Sampel dari tiap bagian dipotong menjadi bagian-bagian kecil sebesar batang korek api, sedangkan sample bagian ranting dengan daun dicincang.

b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam.

c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill). d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran

40-60 mesh.

e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 gr, dimasukkan kedalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya, dan


(35)

ditimbang dengan timbang Sartorius.

f. Contoh uji dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 950 oC selama 2 menit. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang.

g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.

Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tiap bagian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

2. Kadar abu

Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 900 oC selama 6 jam.

b. Selanjutnya didinginkan di dalam eksikator dan kemudian ditimbang untuk mencari berat akhirnya.

c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.

Pengukuran kadar abu terhadap sampel dari tiap bagian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

3. Kadar karbon

Penentuan kadar karbon contoh uji dari tiap-tiap bagian pohon menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.


(36)

Pengolahan Data Kadar air

Nilai kadar air dari contoh uji didapat dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

BKT

BKT

B

KA

=

o

Dimana :

KA = Kadar air

Bo = Berat awal contoh uji

BKT = Berat kering tanur (oven) dari contoh uji

Kadar zat terbang

Kadar zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persen berat dengan rumus sebagai berikut :

% 100 x A

B A terbang zat

Kadar = −

Dimana :

A = Berat kering tanur pada suhu 105 oC

B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat cawan dan sisa contoh uji pada suhu 950 oC

Kadar abu

Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut : %

100 kering oven x uji

contoh Berat

abu Berat abu


(37)

Kadar karbon

Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan rumus berikut ini:

Kadar karbon terikat arang = 100%-kadar zat terbang arang-kadar abu

Berat kering/Biomassa

Berat kering total bagian-bagian pohon dihitung dengan rumus :

    + =

100 %

1 KA

BB

BK (Haygreen & Bowyer 1996)

Dimana :

BK = Berat kering/biomassa (Kg) BB = Berat basah (Kg)

KA = Kadar air (%)

Berat kering total merupakan penjumlahan berat kering total bagian tanaman bambu yang terdiri dari berat kering batang, dan ranting dengan daun.

Model allometrik biomassa dan massa karbon bambu

Model persamaan alometrik untuk penaksiran biomassa atau massa karbon dari bagian-bagian tanaman menggunakan satu atau lebih peubah dimensi berikut :

Ŷ = ß0+ ß1D+ ß2D2

Ŷ = ß0Dß1

Ŷ = ß0+ ß1D2H

Ŷ = ß0 Dß1Hß2 Dimana :


(38)

D = Diameter (dbh) (cm) H = Tinggi total (cm)

ß0, ß1, ß2 = Konstanta (parameter) regresi

Untuk mencari penduga persamaan model allometrik dilakukan melalui analisis regresi koefisien determinasi (R-square). Nilai R-square ini menunjukkan persentase besarnya variabilitas dalam data yang dijelaskan oleh model regresi. Maksimum nilai R-square adalah 100% dan minimal 0%. Jika nilai R-square

100%, misalnya untuk regresi linier sederhana semua titik data akan menempel ke garis regresi, semakin kecil R-square maka data makin menyebar jauh dari garis. Oleh karena itu jika R-square kecil maka keeratan hubungan antara X dan Y lemah dan jika R-square 0% menunjukkan bahwa X tidak memiliki hubungan dengan Y (Sutaryo, 2009).

Analisis Data

Analisis perbedaan kadar karbon pada bagian-bagian tanaman dilakukan analisis statistik dengan uji beda rata-rata menggunakan uji one way anova, yaitu berdasarkan Tukey HSD. Adapun parameter yang diuji adalah :

1. Menentukan formulasi hipotesis

H0 : Tidak ada perbedaan rata-rata karbon antar setiap bagian tanaman H1 : Ada perbedaan rata-rata karbon antar setiap bagian tanaman 2. Menentukan taraf nyata pada selang kepercayaan 95%

3. Menentukan kriteria pengujian

H0 diterima (H1 ditolak) apabila P > 0,05 H1 diterima (H0 ditolak) apabila P < 0,05 4. Membuat kesimpulan.


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Hutan rakyat Desa Sirpang Sigodang terletak di Keluruhan Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Gambar 4). Kelurahan Sigodang memiliki ketinggian 600 m di atas permukaan laut. Kelurahan Sigodang memiliki luas wilayah 4,25 km2 dan memiliki 7 Dusun.

Gambar 4. Peta Administrasi Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat Desa Sirpang Sigodang sebagian besar lahannya ditanami dengan bambu yang digunakan untuk pembuatan keranjang oleh masyarakat setempat. Sedangkan sisanya adalah lahan pertanian semusim, dan kopi. Luas wilayah hutan rakyat Desa Sirpang Sigodang yang ditanami jenis bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) sebesar ± 4 ha.


(40)

Karakteristik Tegakan Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.)

Karakteristik bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) yang terpilih ditentukan berdasarkan data diameter, tinggi total, dan berat basah masing-masing tegakan bambu. Hasil inventarisasi tegakan contoh menunjukkan bahwa kelas diameter terbesar yaitu 8,51 cm dan diameter bambu terkecil yaitu 5,79 cm. Pada bambu dengan diameter 8,51 cm memiliki tinggi total sebesar 13,8 m sedangkan untuk bambu dengan diameter 5,79 cm memiliki tinggi total sebesar 9,9 m. Rata-rata kelas diameter tegakan bambu yang ditebang sebagai tegakan contoh terpilih yaitu sebesar 10,65 cm, dan rata-rata tinggi total tegakan contoh sebesar 7,41 m.

Tabel 4. Karakteristik Tegakan Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) Sampel Tebang Tinggi Total (m) Diameter (cm)

Berat Basah (Kg) Total Berat Basah (Kg) Batang Ranting dan Daun

1 2 3 4 5 6 7 8 9 11,7 11,7 9,4 9,9 11,4 11,1 11,8 10,6 8,3 8,3503 7,4968 7,0764 7,6751 5,9108 7,7356 7,2643 7,8184 7,4203 18,15 14,3 11,1 10,6 7,8 11,5 13,4 9,8 14,2 6,3 4,1 3,1 3,3 3,1 3,1 4,3 1,9 1,6 24,45 18,4 14,2 13,9 10,9 14,6 17,7 11,7 15,8 Rata-rata 10,6555 7,4164 12,3166 3,4222 15,7388

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa berat basah masing-masing tegakan bambu berbeda-beda. Berat basah tertinggi terdapat pada sampel tebang 1 (satu) yaitu 24,45 kg dengan diameter sebesar 8,35 cm dan tinggi total 11,7 m. Sedangkan berat basah terkecil terdapat pada sampel tebang 5 (lima) yaitu 10,9 kg dengan diameter 5,91 cm dan tinggi total sebesar 11,4 m. Untuk bagian-bagian tegakannya, berat basah tertinggi terdapat pada bagian anatomi batang, kemudian


(41)

yang terkecil pada bagian ranting dengan daun. Rata-rata berat basah pada bagian batang sebesar 12,31 kg, dan berat basah ranting dengan daun sebesar 3,42 kg. Batang memiliki berat basah yang tinggi disebabkan kemampuan menyimpan airnya tinggi, dan memiliki ukuran partikel yang lebih besar. Sedangkan ranting dengan daun pada bambu memiliki berat basah yang kecil disebabkan ukuran yang lebih kecil dan lebih banyak mengandung bahan anorganik.

Berdasarkan hubungan diameter dengan tinggi total tegakan bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) terhadap berat basahnya tidak selalu linear. Hal ini dapat dilihat bahwa pada diameter terkecil yaitu 5,91 cm dengan tinggi total sebesar 11,4 m memiliki total berat basah 10,9 kg, sedangkan pada diameter terbesar 8,35 cm dan tinggi total 11,7 m memiliki berat basah sebesar 24,45 kg. Untuk itu diperlukan suatu model allometrik non linear yang tepat untuk menduga biomassa dan massa karbon.

Pada penelitian ini dilakukan inventarisasi terhadap tegakan bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) yang dilakukan dengan cara Random Sampling dengan ukuran masing-masing plot 20mx20m. Pada kegiatan inventarisasi menggunakan Intensitas Sampling sebesar 0,05 (5%). Tujuan dari inventarisasi untuk mendapatkan potensi kandungan biomassa dan massa karbon pada tegakan bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) di hutan rakyat Desa Sirpang Sigodang.

Tabel 5. Hasil Inventarisasi Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang

No Plot Total Rumpun Total Batang Total Batang/Rumpun 1

2 3

9,00 6,00 9,00

217,00 155,00 253,00

19,00 26,00 28,00

Total 24,00 624,00 73,00


(42)

Berdasarkan Tabel 5. dapat dilihat bahwa jumlah total tegakan bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) terbesar terdapat pada plot 3 (tiga) yaitu sebanyak 253 batang dengan jumlah rumpun sebanyak 9 (sembilan) rumpun. Sedangkan pada plot 2 (dua) jumlah batang bambu lebih sedikit dibandingkan dengan plot 1 (satu) dan plot 3 (tiga) yaitu sebanyak 155 batang bambu dengan jumlah rumpun sebanyak 6 (enam) rumpun. Hal ini disebabkan pada saat sebelum dilakukan inventarisasi telah dilakukan pemanenan bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) pada plot 2 (dua) oleh masyarakat setempat.

Karakteristik Fisik Kimia Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air yang terdapat didalam kayu terhadap berat kering tanur yang dinyatakan dalam persen. Data sampel tebang yang dikumpulkan di lapangan merupakan data berat basah sehingga diperlukan data kadar air untuk mengubahnya menjadi berat kering. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa terdapat variasi kadar air berdasarkan bagian anatomi bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Variasi Rata-Rata Kadar Air Sampel Tebang pada Berbagai Anatomi Tegakan Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.)

No Sampel Tebang Kadar Air (%)

Batang Ranting dan Daun 1

2 3 4 5 6 7 8 9

1 2 3 4 5 6 7 8 9

136,22 135,97 155,19 146,10 133,15 244,98 148,34 171,96 132,29

149,23 128,97 135,24 110,71 94,34 148,38 149,10 141,25 137,07


(43)

Bagian anatomi bambu yang paling tinggi kadar airnya yaitu pada bagian batang sebesar 132,29%-244,98% (rata-rata 156,02%), sedangkan pada kadar air ranting dengan daun hanya sebesar 94,34%-149,23% (rata-rata 132,70%). Menurut Liese (1998) kadar air tertinggi terdapat pada batang disebabkan karena pada batang terjadi prosess penebalan serat dan dinding sel parenkim pada saat memasuki tahap pematangan, selain itu juga kadar air tertinggi pada batang disebabkan batang merupakan unit yang tersusun atas selulosa sehingga banyak mengandung kadar air. Dari hasil penelitian yang dilakukan Hamid et.all., (2003) pada uji kadar air bambu Gigantochloa sp dengan memandang umur bambu memiliki variasi kadar air antara 48,6% hingga 90,5%. Kadar air tertinggi pada batang berumur 0,5 tahun sebesar 90,5% dan kadar terendah pada pada batang bambu berumur 6,5 tahun yaitu 48,6%. Oleh karena itu kadar air pada bambu dipengaruhi oleh usia, dan musim penebangan bambu. Kadar air bambu memiliki kecenderungan yang lebih tinggi pada saat musim hujan.

Kadar Karbon

Besarnya kadar karbon tergantung pada kadar abu dan zat terbang dimana semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu maka kadar karbon juga semakin rendah. Rata-rata kadar karbon berdasarkan bagian-bagian anatomi bambu mamiliki kadar karbon yang bervariasi yakni kadar karbon terbesar terdapat pada bagian batang sebesar 57,46% dengan kisaran kadar karbon antara 54,86%-59,32%. Sedangkan rata-rata kadar karbon terkecil terdapat pada ranting dengan daun sebesar 18,67% dengan kisaran kadar karbon antara 18,19%-19,40%. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Muhdi (2013) di areal hutan alam tropika IUPHHK-HA PT. Inhutani II, Malinau, Kalimantan Timur


(44)

yang menyatakan bahwa rata-rata kadar kabon tertinggi terdapat pada batang sebesar 45,75%.

Tabel 7. Variasi Rata-Rata Kadar Karbon pada Berbagai Anatomi Tegakan Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.)

No Sampel Tebang Kadar Karbon (%)

Batang Ranting dan Daun 1

2 3 4 5 6 7 8 9

1 2 3 4 5 6 7 8 9

56,95 57,23 57,88 54,86 58,79 57,79 57,26 59,32 57,04

18,57 18,50 18,15 19,38 19,23 18,35 18,30 18,19 19,40

Rata-rata 57,46 18,67

Apabila variasi kadar karbon dilihat berdasarkan variasi diameter dan tinggi tanaman, menunjukkan bahwa adanya korelasi positif antara pertambahan diameter dan tinggi tanaman dengan pertambahan kadar karbon tanaman. Demikian juga terdapat variasi kadar karbon pada setiap bagian anatomi tegakan bambu dimana pada bagian batang memiliki kadar karbon lebih besar dan semakin keatas bagian ranting dengan daun akan semakin kecil. Variasi ini dipengaruhi oleh berat jenis, kerapatan, dan kadar air pada setiap bagian anatomi tanaman.

Tingginya kadar karbon pada bagian batang disebabkan karena unsur karbon. Menurut Limbong (2009) unsur karbon merupakan bahan organik penyusun dinding sel-sel batang. Batang suatu tegakan secara umum tersusun oleh selulosa, lignin, dan bahan ekstraktif yang sebagian besar tersusun atas unsur karbon. Sedangkan pada daun umumnya tersusun oleh banyak rongga stomata yang berfungsi untuk pertukaran gas sehingga menyebabkan partikel pada daun kurang padat dan tidak banyak menyimpan karbon.


(45)

Uji Beda Rata-Rata Berdasarkan Uji One Way Anova

Pada penelitian ini, uji beda rata-rata dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar karbon pada setiap bagian tanaman. Dapat dilihat hasil yang diperoleh untuk uji rata-rata kadar karbon pada setiap bagian tanaman belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Uji Beda Rata-Rata Kadar Karbon Pada Setiap Bagian Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) Berdasarkan Uji One Way Anova (Tukey HSD)

Beda Rata-rata Signifikansi Tukey HSD

Batang Ranting dan daun

38,78333 0,000* Ranting dan

daun

Batang -38,78333 0,000* Keterangan : * : Berbeda Nyata (P<0,05) Pada Selang Kepercayaan 95%

Berdasarkan uji beda rata-rata kadar karbon pada tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) menunjukkan hal yang berbeda nyata antara kadar karbon bagian batang dengan ranting dan daun pada tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa terdapat perbedaan yang cukup nyata antara rata-rata kadar karbon bagian batang dengan ranting dan daun yaitu 57,46% dengan 18,67%.

Biomassa (Berat Kering)

Biomassa diperoleh dari pengukuran berat basah di lapangan dan uji persen kadar air yang dilakukan di laboratorium. Laju pertumbuhan tanaman akan memicu produksi hasil-hasil fotosintesis yang berupa kandungan selulosa dan zat-zat penyusun kayu yang meningkatkan berat bahan organik. Laju produksi biomassa (bahan kering) tanaman tergantung laju akumulasi biomassa harian dikurangi kehilangan biomassa oleh proses fisiologi seperti respirasi pada tanaman (Niinemets, 2007).


(46)

Tabel 9. Variasi Rata-Rata Biomassa Pada Berbagai Anatomi Tegakan Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.)

No Sampel Tebang

Batang Ranting dan Daun Total Biomassa (Kg/batang) Berat Basah (Kg) Biomassa (Kg) Berat Basah (Kg) Biomassa (Kg) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 18,15 14,30 11,10 10,60 7,80 11,50 13,40 9,80 14,20 7,68 6,05 4,34 4,30 3,34 3,33 5,39 3,60 6,11 6,30 4,10 3,10 3,30 3,10 3,10 4,30 1,90 1,60 2,52 1,79 1,31 1,56 1,24 1,24 1,72 0,78 0,67 10,21 7,85 5,66 5,87 4,59 4,58 7,12 4,39 6,78 Rata-rata 12,3166 4,91 3,4222 1,43 6,34

Berdasarkan Tabel 9 memperlihatkan bahwa proporsi biomassa tertinggi terdapat pada batang yaitu sebesar 3,33 kg-7,68 kg (rata-rata 4,91 kg), sedangkan untuk proporsi biomassa untuk ranting dengan daun sebesar 0,67 kg-2,52 kg (rata-rata 1,43 kg). Total biomassa yang terdapat pada bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) sebesar 4,39 kg-10,21 kg (rata-rata 6,34 kg/batang). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Suprihatno (2012) terhadap analisis biomassa bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) diperoleh 1,45-19,25 kg/batang (rata-rata 8,72 kg/batang). Oleh karena itu rata-rata biomassa semakin meningkat dengan bertambahnya tinggi tanaman dan umur tanaman. Brown (1997) menyatakan akumulasi biomassa suatu tanaman dipengaruhi oleh umur, ketersediaan hara, tanah, dan iklim setempat.

Kandungan Massa Karbon

Nilai karbon tersimpan ditentukan dengan pengukuran biomassa tegakan. Karbon tersimpan merupakan 50% dari biomassa tegakan yang diukur, sehingga massa karbon berkorelasi positif dengan besarnya biomassa yang berarti semakin


(47)

besar simpanan biomassa maka massa karbon akan semakin tinggi. Data hasil penelitian kandungan massa karbon yang terkandung pada bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Variasi Rata-Rata Massa Karbon Pada Berbagai Anatomi Tegakan Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) setiap batang

No Sampel Tebang

Massa Karbon (Kg/batang) Total Massa Karbon (Kg/batang) Batang Ranting dan

Daun 1

2 3 4 5 6 7 8 9

1 2 3 4 5 6 7 8 9

4,37 3,46 2,51 2,36 1,96 1,92 3,08 2,13 3,48

0,46 0,33 0,23 0,30 0,24 0,22 0,31 0,14 0,13

4,84 3,80 2,75 2,66 2,20 2,15 3,40 2,28 3,61

Rata-rata 2,81 0,26 3,08

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa total massa karbon terbesar terdapat pada bagian anatomi batang yaitu sebesar 1,92 kg-4,37 kg (rata-rata 2,81 kg), sedangkan untuk bagian anatomi ranting dengan daun terdapat massa karbon sebesar 0,13 kg-0,46 kg (rata-rata 0,26 kg), dan total biomassa yang diserap oleh bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) sebesar 2,15 kg/batang-4,84 kg/batang (rata-rata 3,08 kg/batang). Semakin tinggi tanaman dan semakin tua umur tanaman massa karbon semakin meningkat. Massa karbon yang terdapat pada suatu bagian tanaman berasal dari karbohidrat sebagai hasil fotosintesis daun. Fotosintat hasil fotosintesis pada daun merupakan sumber karbohidrat yang akan ditranslokasikan ke organ lain (batang, ranting dan daun) (Gust, 2011).


(48)

Model Allometrik Biomassa Tanaman Contoh

Pengambilan sampel bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) yang dilakukan dengan cara pengrusakan (destructive) telah diperoleh beberapa model persamaan allometrik pada Tabel 11. Persamaan terpilih tersebut selanjutnya dibandingkan dengan persamaan persamaan lain yang menggunakan beberapa variabel bebas yang berbeda. Model terbaik dari suatu persamaan yang menggunakan suatu variabel bebas tertentu akan dipilih untuk menduga biomassa tegakan bambubelangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.).

Tabel 11. Model Allometrik Biomassa Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja)

Bagian Model Allometrik S P F Hit R-sq (%)

Batang W = 18,265-5,053D+0,435D2

W = -3,246D1,100

W = 1,661+0,005D2H

W = -4,181D1,097H0,090

1,478 1,396 1,411 1,502 0,387 0,178 0,197 0,425 1,118 2,243 2,036 0,989 52,1 49,3 47,5 49,8

Ranting dan Daun W = 19,993-5,630D+0,419D2

W = -0,236D0,287

W = -0,236+0,003D2H

W = -3,728D0,278H0,290

0,536 0,561 0,452 0,446 0,328 0,364 0,056 0,110 1,351 0,944 5,277 3,267 55,7 34,5 42,7 52,1

Total Biomassa W = 38,258-10,683D+0,854D2

W = -3,942D1,387

W = 1,425+0,008D2H

W = -7,908D1,375H0,380

1,814 1,762 1,664 1,826 0,326 0,178 0,110 0,340 1,359 2,238 3,56 1,300 55,8 49,2 56,9 55,0

Keterangan: W = Biomassa (kg)

H = Tinggi Total (cm)

D = Diameter Setinggi Dada (cm)

P = Signifikansi

S = Standard Error

R-sq = Koefisien Determinasi

Parresol (1999) menyatakan bahwa persamaan allometrik adalah sistem persamaan guna menduga pertumbuhan tanaman, yang biasanya dinyatakan dalam bentuk hubungan-hubungan eksponensial atau logaritma antar organ tanaman yang terjadi secara harmonis dengan perubahan secara proporsional.

Model allometrik biomassa dibangun untuk melakukan penaksiran besar biomassa setiap bagian tanaman dan total massa karbon dari setiap bagian tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.). Model ini


(49)

menghubungkan antara biomassa batang, ranting dan daun dengan dimensi tanaman seperti diameter (D), tinggi total (H). Model-model penduga biomassa dan massa karbon yang dihasilkan berupa model linear dan model non linear berganda. Pemilihan model allometrik terbaik dilakukan dengan pengujian beberapa model, model allometrik yang terbaik adalah yang memenuhi syarat statistik dengan nilai koefisien determinasi (R-square) terbesar, kemudian diikuti nilai standard error (S) terkecil, dan uji signifikansi terkecil (P) terkecil dan nilai F-Hit terkecil.

Berdasarkan Tabel 11 model allometrik biomassa yang terpilih yaitu model allometrik dengan menggunakan peubah diameter dengan persamaan allometrik W = 38,258-10,683D+0,854D2 memiliki nilai R-square sebesar 55,8% dan nilai signifikansi sebesar 0,326. Nilai R-square sebesar 55,8% dapat diartikan bahwa keragaman biomassa tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens

Widjaja.) dapat dijelaskan oleh pengaruh peubah bebas diameter, sedangkan sisanya sebesar 44,2% dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Bentuk model allometrik yang terpilih untuk menduga biomassa total tanaman pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Sutaryo (2009) yang menduga persamaan allometrik biomassa pada bambu di areal hutan alam dengan persamaan allometrik menggunakan peubah diameter yaitu W = -3225,8 + 1730,4 DBH.

Model Allometrik Massa Karbon Tanaman Contoh

Selain membangun persamaan model allometrik biomassa pada bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) dilakukan juga pembangunan model allometrik terhadap massa karbon bambu belangke (Gigantochloa pruriens


(50)

karbon untuk mengetahui hubungan massa karbon dengan tinggi total dan diameter bambu.

Tabel 12. Model Allometrik Kandungan Massa Karbon Tegakan Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.)

Bagian Model Allometrik S P F Hit R-sq (%) Batang C = 11,114-3,049D+0,258D2

C = -1,651D0,602 C = 1,000+0,003D2H C = -2,270D1,375H0,380

0,832 0,787 0,791 0,846 0,398 0,189 0,198 0,440 1,077 2,144 2,022 0,944 51,4 48,2 47,3 48,9 Ranting dan Daun C = 3,880-1,090D+0,081D2

C = -0,110D0,051 C = -0,032+0,001D2H C = -0,659D0,600H0,053

0,099 0,104 0,085 0,085 0,318 0,385 0,006 0,130 1,397 0,859 4,715 2,927 31,8 33,1 63,4 70,3 Total Massa Karbon

C = 14,994-4,139D+0,339D2 C = -1,726D0,653

C = 0,967+0,004D2H C = -2,928D0,650H0,112

0,886 0,846 0,831 0,901 0,369 0,186 0,159 0,409 1,183 2,150 2,485 1,041 53,2 48,5 51,2 50,8

Keterangan: C = Massa Karbon (kg)

H = Tinggi Total (cm)

D = Diameter Setinggi Dada (cm)

P = Signifikansi

S = Standard Error

R-sq = Koefisien Determinasi

Berdasarkan Tabel 12 model allometrik massa karbon yang terpilih yaitu model allometrik dengan menggunkan peubah diameter dengan persamaan allometrik C = 14,994-4,139D+0,339D2 memiliki nilai R-sq sebesar 53,2%, nilai signifikansi sebesar 0,369 dan nilai standard error sebesar 0,831. Nilai R-sq

sebesar 53,2% menunjukan bahwa proporsi 53,2% keragaman nilai peubah diameter dapat dijelaskan melalui persamaan linear. Sisanya sebesar 46,8% dijelaskan oleh hal-hal lain seperti faktor lingkungan. Bentuk model allometrik yang terpilih untuk menduga massa karbon total tanaman pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Wicaksono,dkk (2013) yang menduga persamaan allometrik massa karbon pada bambu petung (Dendrocalamus asper) di areal pekarangan masyarakat dusun Ngandong dengan persamaan allometrik menggunakan peubah diameter yaitu Ct = 0,062 (Dbh) 2,160.


(51)

Namun demikian, jika ketersediaan atau pengambilan data tinggi total tegakan bambu mengalami kesulitan dan kekhawatiran terhadap tingkat ketepatan serta untuk kepraktisan para pelaksana di lapangan, maka model allometrik dapat digunakan dengan variabel bebas diameter saja. Melalui uji signifikansi (P), uji

standard error dan uji F, model allometrik dengan menggunakan variabel diameter dapat menduga biomassa dan massa karbon tegakan bambu sehingga bentuk W = 38,258-10,683D+0,854D2 dan C = 14,994-4,139D+0,339D2 dapat diterapkan.

Model allometrik terbaik yang terpilih pada penelitian ini kemudian dikelola dan dihitung berdasarkan dimensi tanaman untuk mendapatkan data potensi biomassa dan massa karbon bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) (Tabel 13). Setelah hasil perhitungan untuk total biomassa dan massa karbon dalam satuan Kg diperoleh, maka hasil yang didapat dikonversi dalam satuan Ton/Ha. Tabel 13. Potensi Biomassa dan Massa Karbon Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens

Widjaja.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kabupaten Simalungun(Ton/Ha)

No. Petak

Total Biomassa

Total Biomassa

Total Massa Karbon

Total Massa Karbon

(Kg) (Ton/Ha) (Kg) (Ton/Ha)

1 384,22 9,60 179,93 4,49

2 295,98 7,39 139,02 3,47

3 361,37 9,03 168,23 4,20

Total 1041,57 26,02 487,18 12,16 Rata-Rata 347,19 8,67 162,39 4,05

Rata-rata total biomassa yang didapat pada penelitian ini adalah 8,67 ton/ha, sedangkan rata-rata total massa karbon yang didapat adalah 4,05 ton C/ha. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yiping, et al (2010) pada bambu Moso setelah umur 5 tahun yang menyatakan total massa karbon 5,5 ton C/ha. Pada penelitian Baharuddin (2013) terhadap analisis kandungan biomasa dan


(52)

cadangan karbon pada bambu parring di Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros diperoleh besarnya cadangan karbon pada bambu paring (Gigantochloa atter) sebesar 31,50 ton C/ha, dan besar biomassa pada bambu petung (Gigantochloa atter) sebesar 64,07 ton/ha. Sedangkan pada penelitian Aoyama et.al., (2011) yang meneliti bambu jenis Sasa kurilensi di wilayah Jepang yang memperoleh biomassa karbon sebesar 63,1 ton/ha. Adanya kecenderungan perbedaan jumlah potensi biomassa dan massa karbon pada masing-masing bambu disebabkan oleh perbedaan jenis bambu yang diteliti, kerapatan tegakan, luas lahan yang diinventarisasi, dan perbedaan faktor lingkungan. Semakin bertambah umur suatu tanaman maka semakin bertambah pula biomassa dan massa karbon suatu tanaman, tetapi pada umur tertentu cenderung tidak lagi mengalami perubahan (konstan).


(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Terdapat perbedaan kadar karbon pada setiap bagian tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) dimana kadar karbon pada batang sebesar 57,46%, ranting dan daun sebesar 18,67%.

2. Model terbaik yang digunakan sebagai model allometrik penduga biomassa dan massa karbon tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) adalah W = 38,258-10,683D+0,854D2 dan C = 14,994-4,139D+0,339D2.

3. Biomassa dan massa karbon tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens

Widjaja.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kabupaten Simalungun masing-masing sebesar 8,67 ton/ha dan 4,05 ton C/ha.

Saran

Perlu dilakukan juga uji validasi persamaan untuk mendapatkan keabsahan model allometrik yang digunakan.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Cetakan Kelima. Konisius. Yogyakarta. Aoyama, K., Yoshida, T., Harada, A., Noguchi, M., Miya, H dan Shibata, H.

2011. Changes in Carbon Stock Following Soil Scarification of Nonwooded Stands in Hokkaido, Northern Japan. Citation Journal of Forest Research, 16(1): 35-45

[ASTM] American Society for Testing Material. 1990a. ASTM D 2866-94.

Standard Test Method For Total Ash Content of Activated Carbon.

Philadelphia.

[ASTM] American Society for Testing Material. 1990b. ASTM D 5832-98.

Standard Test Method For Total Ash Content of Activated Carbon. Philadelphia.

Awang, S.A., H. Santoso, W.T. Widyanti, Yuli Nugroho, Kustopo dan Sapardiono. 2001. Surat Hutan Rakyat. Debut Press. Yogyakarta.

Baharuddin. 2013. Analisis Potensi Tegakan Bambu Parring (Gigantochloa atter) Sebagai Penyerap dan Penyimpan Karbon. Disertasi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Bowyer, J., Howe, J., Guillery, P., and Fernholz, K.2005. Bamboo Flooring: Environmental Silver Bullet or Faux Savior. Dovetail Partners, Inc., March 15.

Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest: A Primer. Rome : FAO Forestry Paper. 134 P.

Build Direct.com Learning Center. 2012. Bamboo Flooring History.

Choirudin. Inventori Kandungan Karbon pada Hutan Rakyat Jenis Akasia (Acacia auriculiformis) dan Peluangnya Dalam Perdagangan Karbon. 2009. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Departemen Kehutanan. 1989. Pedoman Pengelolaan Hutan Rakyat Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Departemen Kehutanan.

Dephut. 2008. Wilayah Simal

Gust, D. 2011. Why Study Photosynthesis? Department of Chemistry and

Biochemistry Foundation.


(1)

Lampiran 2. Dokumentasi analisis sampel di Laboratorium.

Sampel bagian ranting dan daun

Sampel bagian batang


(2)

Lampiran 3. Data Dimensi Sampel Laboratorium Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) No

Plot

No Sampel Tebang

Tinggi Total

(m)

Diameter (cm)

Berat Basah (Kg)

Total Berat Basah (Kg) Batang Ranting dan Daun

1 1

2 3

11,7 11,7 9,4

8,35 7,49 7,07

18,1 14,3 11,1

6,3 4,1 3,1

24,4 18,4 14,2

2 4

5 6

9,9 11,4 11,1

7,67 5,91 7,73

10,6 7,8 11,5

3,3 3,1 3,1

13,9 10,9 14,6

3 7

8 9

11,8 10,6 8,6

7,26 7,81 7,42

13,4 9,8 14,2

4,3 1,9 1,6

17,7 11,7 15,8

Rataan 10,65 7,41 12,31 3,42 15,73

Lampiran 4. Data Analisis Laboratorium Batang Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.)

Kode Sampel

BKT Cawan

BKU Sampel

BKT Sampel

%KA BKT ZT

% ZT BKT Abu

% Abu

Kadar Karbon B1U1

B2U1 B3U1 B4U1 B5U1 B6U1 B7U1 B8U1 B9U1

21,49 22,13 22,21 22,52 22,68 22,69 22,97 23,37 23,40

2,24 2,30 2,27 2,24 2,39 2,28 2,24 2,21 2,23

23,62 24,28 24,34 24,58 24,91 24,81 25,07 25,40 25,48

4,88 7,00 7,20 8,91 7,42 7,64 6,49 9,35 7,86

22,75 23,45 23,52 23,87 24,10 23,99 24,28 24,66 24,67

41,05 38,34 38,63 34,69 36,06 38,74 37,83 36,58 38,94

21,56 22,21 22,30 22,61 22,72 22,77 23,06 23,44 23,46

3,23 3,98 4,02 3,92 2,03 3,97 4,41 3,50 2,67

55,71 57,67 57,33 61,37 61,89 57,28 57,75 59,90 58,38 B1U2

B2U2 B3U2 B4U2 B5U2 B6U2 B7U2 B8U2 B9U2

23,46 23,79 23,79 24,04 24,09 24,30 24,71 25,56 26,78

2,31 2,23 2,31 2,20 2,35 2,24 2,34 2,32 2,30

25,67 25,87 25,95 26,07 26,29 26,39 26,92 27,69 28,92

4,95 7,10 6,94 8,62 7,31 7,54 6,44 9,37 8,03

24,74 25,09 25,11 25,17 25,40 25,59 26,06 26,86 28,08

42,23 37,56 38,94 44,23 40,20 37,95 38,88 38,71 39,08

23,53 23,87 23,89 24,12 24,13 24,38 24,82 25,63 26,86

3,22 3,93 4,41 4,16 1,81 3,82 4,62 3,45 3,85

54,54 58,50 56,64 51,60 57,98 58,21 56,49 57,83 57,05 B1U2

B2U2 B3U2 B4U2 B5U2

25,07 25,78 23,42 24,04 26,37

2,28 2,33 2,28 2,20 2,27

27,21 27,94 25,51 26,07 28,43

6,58 8,17 9,21 8,62 10,27

26,45 27,03 24,78 25,17 27,59

35,51 41,96 34,90 44,23 40,51

25,15 25,84 23,53 24,12 26,44

3,86 2,48 5,43 4,16 3,84

60,62 55,54 59,66 51,60 55,64


(3)

Lampiran 5. Data Analisis Laboratorium Ranting dan Daun Bambu Belangke

(

Gigantochloa pruriens

Widjaja.)

Kode Sampel

BKT Cawan

BKU Sampel

BKT Sampel

%KA BKT ZT

% ZT BKT Abu

% Abu

Kadar Karbon RD1U1

RD2U1 RD3U1 RD4U1 RD5U1 RD6U1 RD7U1 RD8U1 RD9U1

26,56 24,94 23,07 26,73 25,75 23,42 20,51 25,20 26,07

2,17 2,05 2,05 2,02 2,04 2,10 2,05 2,01 2,04

28,58 26,87 25,03 28,59 27,67 25,37 22,48 27,08 27,98

7,92 6,62 4,96 8,44 6,95 7,73 4,00 6,90 6,85

27,38 25,73 23,84 27,48 26,49 24,19 21,32 25,94 26,85

27,38 25,73 23,84 27,48 26,49 24,19 21,32 25,94 26,84

27,01 25,38 23,49 27,13 26,12 23,83 20,97 25,60 26,49

22,35 23,16 21,27 21,47 19,00 20,97 23,39 21,19 21,92

18,27 17,85 17,99 18,89 19,24 18,52 17,70 18,35 18,97 RD1U2

RD2U2 RD3U2 RD4U2 RD5U2 RD6U2 RD7U2 RD8U2 RD9U2

22,47 23,96 28,21 29,17 24,01 29,27 27,53 22,01 25,61

2,17 2,12 2,09 2,05 2,08 2,05 2,08 2,05 2,10

24,48 25,95 30,21 31,07 25,95 31,17 29,50 23,94 27,56

8,15 6,90 5,16 8,71 7,07 7,88 5,59 6,75 7,99

23,29 24,77 29,00 29,94 24,76 30,03 28,37 22,78 26,43

59,50 59,02 60,67 59,22 61,47 59,90 57,46 60,13 57,86

22,92 24,42 28,63 29,58 24,37 29,67 28,00 22,41 26,05

22,34 23,02 21,13 21,46 18,93 21,05 23,78 20,80 22,41

18,15 17,95 18,19 19,30 19,59 19,04 18,74 19,05 19,35 RD1U3

RD2U3 RD3U3 RD4U3 RD5U3 RD6U3 RD7U3 RD8U3 RD9U3

27,28 27,55 23,82 28,31 26,47 25,00 26,11 22,67 24,90

2,01 2,18 2,04 2,09 2,05 2,09 2,12 2,14 2,08

29,15 29,53 25,74 30,22 28,41 26,96 28,09 24,68 26,84

8,05 9,95 6,18 9,32 6,06 7,18 7,50 6,86 7,31

28,06 28,31 24,56 29,04 27,20 25,77 26,93 23,41 25,67

58,25 61,41 61,57 61,79 62,23 60,82 58,51 62,87 60,14

27,70 27,92 24,21 28,66 26,84 25,43 26,57 23,07 25,29

22,45 18,87 20,16 18,24 18,89 21,69 23,02 19,95 19,98

19,28 19,70 18,26 19,96 18,86 17,48 18,46 17,17 19,87

Keterangan:

BKT = Berat Kering Tanur/Oven

BKU = Berat Kering Udara

ZT

= Zat Terbang


(4)

Lampiran 6. Data Perhitungan Potensi Biomassa Tanaman Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.)

No Bambu

Diameter D2 β0 β1 β2 W

(Biomassa) 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44

8,35 8,47 7,60 8,17 7,49 7,88 6,60 5,79 7,07 6,83 7,99 8,34 7,29 6,43 7,02 6,46 9,05 7,07 5,05 7,53 4,98 6,75 9,83 9,71 8,83 5,76 6,89 9,76 5,75 7,65 9,10 7,23 5,75 7,98 8,34 8,52 5,83 5,42 9,79 8,74 9,40 6,31 8,97 9,73

69,72 71,74 57,76 66,74 56,10 62,09 43,56 33,52 49,98 46,64 63,84 69,55 53,14 41,34 49,28 41,73 81,90 49,98 25,50 56,70 24,80 45,56 96,62 94,28 77,96 33,17 47,47 95,25 33,06 58,52 82,81 52,27 33,06 63,68 69,55 72,59 33,98 29,37 95,84 76,58 88,36 39,81 80,46 94,67

38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258

10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683

0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854

8,59 9,03 6,39 7,98 6,15 7,10 4,95 5,03 5,41 5,13 7,42 8,56 5,76 4,87 5,34 4,88 11,52

5,41 6,08 6,23 6,23 5,05 15,76 15,04 10,51 5,05 5,19 15,34

5,06 6,51 11,76

5,66 5,06 7,39 8,56 9,23 5,00 5,44 15,52 10,12 13,29 4,85 11,14 15,16


(5)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38

7,67 8,21 7,93 6,33 5,91 8,51 5,82 6,75 7,73 7,11 7,97 6,76 8,80 8,49 6,47 5,72 9,05 7,66 8,89 8,31 5,47 8,22 7,73 5,07 5,32 7,88 8,43 9,40 5,92 5,07 7,85 8,43 4,89 6,62 9,73 9,92 7,98 9,75

58,82 67,40 62,88 40,06 34,92 72,42 33,87 45,56 59,75 50,55 63,52 45,69 77,44 72,08 41,86 32,71 81,90 58,67 79,03 69,05 29,92 67,56 59,75 25,70 28,30 62,09 71,06 88,36 35,04 25,70 61,62 71,06 23,91 43,82 94,67 98,40 63,68 95,06

38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258

10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683

0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854

6,55 8,11 7,24 4,85 4,95 9,19 5,00 5,05 6,70 5,47 7,36 5,06 10,38

9,11 4,88 5,09 11,52

6,53 10,77

8,45 5,37 8,14 6,70 6,04 5,59 7,10 8,88 13,29

4,94 6,04 7,02 8,88 6,43 4,96 15,16 16,32 7,39 15,28

Jumlah 295,98

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

7,26 5,47 7,26 7,74 8,81 6,46 7,88 5,29 7,42 9,00 7,25 9,12 7,13

52,70 29,92 52,70 59,90 77,61 41,73 62,09 27,98 55,05 81,00 52,56 83,17 50,83

38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258

10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683

0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854

5,71 5,37 5,71 6,73 10,42

4,88 7,10 5,64 6,00 11,28

5,69 11,85


(6)

14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42

7,03 5,75 7,44 5,86 5,00 7,10 7,83 7,22 6,94 7,12 5,15 8,43 9,94 9,53 8,78 9,58 9,01 4,98 9,47 7,98 9,87 9,23 5,76 9,63 9,46 8,47 10,04

5,93 9,75

49,42 33,06 55,35 34,33 25,00 50,41 61,30 52,12 48,16 50,69 26,52 71,06 98,80 90,82 77,08 91,77 81,18 24,80 89,68 63,68 97,41 85,19 33,17 92,73 89,49 71,74 100,80

35,16 95,06

38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258 38,258

10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683 10,683

0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854 0,854

5,36 5,06 6,04 4,98 6,19 5,45 6,96 5,64 5,24 5,48 5,89 8,88 16,44 14,01 10,29 14,29 11,33 6,23 13,67

7,39 16,01 12,40 5,05 14,57 13,62 9,03 17,08

4,93 15,28


Dokumen yang terkait

Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

3 43 69

Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

0 0 11

Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

0 0 2

Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

0 0 3

Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

0 1 8

Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

0 0 3

Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

0 0 16

Model Allometrik Biomassa dan Massa Karbon Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun

1 0 7

Model Allometrik Biomassa dan Massa Karbon Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun

0 0 15

MODEL ALLOMETRIK BIOMASSA DAN MASSA KARBON BAMBU BELANGKE (Gigantochloa pruriens Widjaja.) DI HUTAN RAKYAT DESA SIRPANG SIGODANG, KECAMATAN PANEI, KABUPATEN SIMALUNGUN

0 2 10