Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

(1)

ANALISIS BIOMASSA DAN CADANGAN KARBON

BAMBU BELANGKE (

Gigantochola pruriens

Widjaja)

DI HUTAN TANAMAN RAKYAT DESA DURIAN SERUGUN,

KECAMATAN SIBOLANGIT, KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Sehat Martua Pasaribu 111201015 Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.

Nama : Sehat Martua Pasaribu

NIM : 111201015

Program Studi : Kehutanan

Minat : Manajemen Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D

NIP. 197104162001122001 NIP. 197406192001121002 Dr. Muhdi S.Hut., M.Si

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kehutanan

NIP.19710416 200112 2001 Siti Latifah, S.Hut., M.Si, Ph. D


(3)

ABSTRAK

SEHAT MARTUA PASARIBU : Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens W ) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang. Di bawah bimbingan SITI LATIFAH dan MUHDI.

Bambu merupakan sekelompok tumbuhan yang memiliki kemampuan untuk menyerap CO2 dalam konsentrasi yang tinggi dikarenakan, memiliki jumlah stomata pada daun bambu yang relatif rapat dan banyak yaitu lebih dari 500 stomata per mm2. Dengan demikian bambu dapat dijadikan sebagai tumbuhan bioakumulator yang efektif yang dapat mengurangi peningkatan emisi karbon di atmosfer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuikandungan biomassa bambu, dan (cadangan karbon) pada hutan rakyat bambu dan menganalisis serapan CO2 pada hutan tanaman rakyat bambu belangke

(Gigantochloa pruriens Widjaja). Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode destruktif. Pengambilan sampel tebang dilakukan dengan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan persamaan

allometrik terbaik untuk kandungan biomassa dan massa karbon adalah W=173,889-533,233D+4,262D2untuk kandungan biomassa dan

C= 54,606-D-16,386+1,297D2untuk massa karbon. Potensi biomassa dan cadangan karbon yang dipeoleh di Hutan Tanaman Rakyat Desa durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang masing-masing sebesar 16,59 ton/ha dan 6,08 ton C/ha.


(4)

ABSTRACT

SEHAT MARTUAPASARIBU: Analysis ofBiomassandCarbon Stockof BambooBelangke(Gigantochloa pruriensW) inForest PlantationSerugunDurian Village, Subdistrict Sibolangit, Deli Serdang District, Under AcademicSupervisionSITILATIFAHandMUHDI.

Bamboo is a group of plants that have the ability to absorb CO2 in high concentrations because, having the number of stomata on bamboo leaves relatively tight and many are more than 500 stomata per mm2. Thus bamboo plant can be used as an effective bioakumulator which can reduce carbon emissions in the atmosphere. The purpose of this study was to determine the biomass content of bamboo, and (carbon stocks) in the public forests of bamboo and analyze the uptake of CO2 by the people of bamboo plantations belangke (Mucuna Gigantochloa Widjaja). The method used in this study is a destructive method. Sampling was done by purposive sampling felling. The results showed the

best allometric equations for mass content of the biomass and carbon is W = 173.889-533.233D+4.262D2for biomass content and C =

54.606-D-16.386+1.297D2 for carbon mass. The potential of biomass and carbon stocks in Forest Community durian Serugun village, sub-district Sibolangit, Deli Serdang Districtwere16.59 tonnes / ha and 6.08 tons C / ha.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatn-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang.” sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan masa studi dan memperoleh gelar Sarjana Kehutanan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Dr. Muhdi, S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah mengajari dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulisan skripsi ini hingga selesai. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada orang tua penulis dan seluruh teman-teman penulis, khususnya Manajemen Hutan (MNH 2011) yang telah mendukung proses penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata, semoga penelitian ini bermanfaat dan menjadi sumber informasi bagi berbagai pihak yang membutuhkan.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuta Kendit, pada tanggal 06 November 1992. Penulis merupakan anak keenam dari pasangan Ayah Hulman Pasaribu dan Ibu Rosmaida Tobing.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 1 Tigabinanga pada tahun 1999-2005, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Tigabinanga pada tahun 2005-2008, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Tigabinanga pada tahun 2008-2011. Pada tahun 2011, penulis lulus ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Undangan. Penulis memilih Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian dan pada semester VII memilih minat studi Manajemen Hutan.

Semasa kuliah penulis merupakan anggota pada organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU dan aktif di di organisasi Paduan Suara Elshaddai USU. Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Taman Hutan Rakyat Bukit Barisan dan Hutan Pendidikan USU pada tahun 2013. Pada akhir tahun 2014 penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens W.) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten

Deli Serdang” di bawah bimbingan Siti Latifah S.Hut., M.Si., Ph.D dan Dr. Muhdi S.Hut., M.Si. Pada tahun 2015 penulis juga telah menyelesaikan

Praktik Kerja Lapang (PKL) di Taman Nasional Wakatobi, Wakatobi, Sulawesi Tenggara.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Hutan Rakyat ... 4

Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja) ... 6

Karbon ... 8

Biomassa ... 9

Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Tegakan ... 11

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 12

Alat dan Bahan ... 12

Metode Penelitian ... 13

Prosedur Penelitian ... 13

Pengumpulan Data ... 13

Analisis Data di Lapangan ... 14

Pengumpulan Data dan Pengolahan Data di Laboratorium ... 15

Model Allometrik ... 18

Model Pendugaan Biomassa dan Karbon Bambu ... 18


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat Basah Tanaman Contoh ... 21

Kadar Air Tanaman Contoh ... 22

Kadar Zat Terbang ... 24

Kadar Abu Tanaman Contoh ... 25

Kadar Karbon Tanaman Contoh ... 27

Analisis Biomassa dan Massa Karbon Tanaman Contoh ... 28

Biomassa ... 38

Massa Karbon ... 29

Model Alometrik ... 30

Potensi Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widja……… ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Karakteristik bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja) ... 21 2. Kadar air pada setiap bagian tanaman berdasarkan petak contoh

penelitian (%) ... 22 3. Kadar zat terbang pada setiap bagian tanaman berdasarkan petak

contoh penelitian (%) ... 24 4. Kadar abu pada setiap bagian tanaman berdasarkan petak contoh

penelitian (%) ... 25 5. Kadar karbon setiap bagian tanaman berdasarkan petak contoh

penelitian ... 26 6. Biomassa pada setiap bagian tanaman berdasarkan petak contoh

penelitian (%) ... 27 7. Kandungan massa karbon pada setiap bagian tanaman berdasarkan

petak contoh penelitian (%) ... 28 11. Model allometrik untuk menduga biomassa setiap bagian tanaman

dan total biomassa dari setiap bagian tanaman bambu belangke

(Gigantochloa pruriens Widjaja.) ... 29 12. Model allometrik untuk menduga massa karbon setiap bagian

tanaman dan total biomassa dari setiap bagian tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) ... ... 30 13. Potensi biomassa dan cadangan karbon bambu tali (Gigantochloa

apus Kurz.) ... 33 14. Potensi biomassa dan cadangan karbon bambu tali (Gigantochloa


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Plot petak contoh ... 14 2. Bagan alur penelitian ... 20 3. Visualisasi plot uji kenormalan sisaan persamaan allometrik

terpilih biomassa bambu tali (Gigantochloa pruriens Widjaja.) ... 33 4. Visualisasi plot uji kenormalan sisaan persamaan allometrik


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Dokumentasi Penelitian di Lapangan ... 39

2. Dokumentasi Laboratorium ... 41

3. Data Laboratorium ... 42

4. Perhitungan Total Biomassa ... 53


(12)

ABSTRAK

SEHAT MARTUA PASARIBU : Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens W ) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang. Di bawah bimbingan SITI LATIFAH dan MUHDI.

Bambu merupakan sekelompok tumbuhan yang memiliki kemampuan untuk menyerap CO2 dalam konsentrasi yang tinggi dikarenakan, memiliki jumlah stomata pada daun bambu yang relatif rapat dan banyak yaitu lebih dari 500 stomata per mm2. Dengan demikian bambu dapat dijadikan sebagai tumbuhan bioakumulator yang efektif yang dapat mengurangi peningkatan emisi karbon di atmosfer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuikandungan biomassa bambu, dan (cadangan karbon) pada hutan rakyat bambu dan menganalisis serapan CO2 pada hutan tanaman rakyat bambu belangke

(Gigantochloa pruriens Widjaja). Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode destruktif. Pengambilan sampel tebang dilakukan dengan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan persamaan

allometrik terbaik untuk kandungan biomassa dan massa karbon adalah W=173,889-533,233D+4,262D2untuk kandungan biomassa dan

C= 54,606-D-16,386+1,297D2untuk massa karbon. Potensi biomassa dan cadangan karbon yang dipeoleh di Hutan Tanaman Rakyat Desa durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang masing-masing sebesar 16,59 ton/ha dan 6,08 ton C/ha.


(13)

ABSTRACT

SEHAT MARTUAPASARIBU: Analysis ofBiomassandCarbon Stockof BambooBelangke(Gigantochloa pruriensW) inForest PlantationSerugunDurian Village, Subdistrict Sibolangit, Deli Serdang District, Under AcademicSupervisionSITILATIFAHandMUHDI.

Bamboo is a group of plants that have the ability to absorb CO2 in high concentrations because, having the number of stomata on bamboo leaves relatively tight and many are more than 500 stomata per mm2. Thus bamboo plant can be used as an effective bioakumulator which can reduce carbon emissions in the atmosphere. The purpose of this study was to determine the biomass content of bamboo, and (carbon stocks) in the public forests of bamboo and analyze the uptake of CO2 by the people of bamboo plantations belangke (Mucuna Gigantochloa Widjaja). The method used in this study is a destructive method. Sampling was done by purposive sampling felling. The results showed the

best allometric equations for mass content of the biomass and carbon is W = 173.889-533.233D+4.262D2for biomass content and C =

54.606-D-16.386+1.297D2 for carbon mass. The potential of biomass and carbon stocks in Forest Community durian Serugun village, sub-district Sibolangit, Deli Serdang Districtwere16.59 tonnes / ha and 6.08 tons C / ha.


(14)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity) yang cukup tinggi, salah satu contoh yaitu keanekaragaman jenis bambu. Tumbuhan yang bisa diolah untuk berbagai kebutuhan ini, juga memiliki peran penting menyelamatkan lingkungan dan mempunyai manfaat tersembunyi di masa depan, ditinjau dari segi lingkungan bambu dapat menjaga sistem hidrologis sebagai pengikat tanah dan air, sehingga mampu mengurangi erosi, sedimentasi, dan longsor. Selain itu, bambu juga berperan penting untuk menyimpan air dan karbon, menahan kebisingan serta mempunyai nilai ekonomis. Dari hasil peneltian (Wicaksono, 2012), besarnya gas CO2 yang dapat diserap oleh bambu petung

adalah sebesar 26,028±6.064 kg/m2/th atau sekitar 260,028±60,64 ton/ha/th. Salah satu permasalah penting yang dihadapi Indonesia

mulai sekarang ini adalah pemanasan global akibat dari efek rumah kaca dan eksploitasi sumber daya alam yang kurang terkendali. Namun demikian keuntungan Indonesia dibandingkan negara lainnya adalah relatif masih luasnya hutan hujan tropis yang tersisa, walaupun luasan hutan tersebut semakin menurun seiring dengan menigkatnya eksploitasi (Mahdalifah dkk, 2014).

Bambu merupakan salah satu jenis hutan homogen, dengan persentasi tutupan lahannya lebih dari 75 % didominasi oleh tumbuhan bambu. Dalam buku Berlian dan Estu (1995), bambu merupakan tanaman tahunan dan sudah dikenal


(15)

sejak lama di Indonesia. Bambu dapat tumbuh di daerah iklim basah sampai kering dari dataran rendah hingga daerah pegunungan. Tanaman bambu banyak di temukan di daerah tropika, benua Asia, Afrika, dan Amerika. Benua Asia merupakan daerah penyebaran bambu terbesar, meliputi wilayah Indoburma, India, Cina, dan Jepang. Selain daerah Tropis bambu juga menyebar kedaerah Subtropik dan daerah iklim sedang di dataran rendah sampai dataran tinggi.

Menurut Tambaru (2012), dalam Arniaty dkk (2014), mengatakan bahwa bambu merupakan sekelompok tumbuhan yang memiliki kemampuan untuk menyerap CO2 dalam konsentrasi yang tinggi dikarenakan, memiliki jumlah stomata pada daun bambu yang relatif rapat dan banyak yaitu lebih dari 500 stomata per mm2. Dengan demikian bambu dapat dijadikan sebagai tumbuhan bioakumulator yang efektif yang dapat mengurangi peningkatan emisi karbon di atmosfer. Melalui tahapan proses fotosintesis, bambu berpean penting dalam siklus karbon sehingga dapat mereduksi CO2 di atmosfer, dan sekaligus secara bersamaan juga dapat meningkatkan kadar oksigen dan menurunkan suhu di sekitarnya.

Manfaat bambu sebagai penyerap karbon belum banyak dibicarakan padahal menurut Sutiyono (2010), bambu memiliki daya serap karbondioksida (CO2) yang besar. Hal ini karena bambu memiliki mekanisme fotosintesis C4, sedangkan pohon jenis lainnya C3. Artinya, fotosintesis bambu lebih efisien, yaitu menyerap kembali sebagian karbondioksida yang dihasilkan.. Tanaman bambu merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan dan memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Tanaman bambu dapat dijadikan milik pribadi yang ditanam di atas lahan milik perorangan yang juga diatur dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang


(16)

Hutan Tanaman Rakyat. Dari pernyataan diatas maka dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang”.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kandungan biomassa bambu, dan cadangan karbon pada hutan rakyat bambu

2. Menganalisis serapan CO2 pada hutan tanaman rakyat bambu belangke

(Gigantochloa pruriens Widjaja) Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi informasi bagi civitas, para peneliti, masyarakat secara umum, dan pihak-pihak yang membutuhkan terkait dengan kandungan biomassa dan karbon pada bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat, Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Rakyat

Hutan Tanaman Rakyat atau HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Kebijakan pembangunan Hutan Tanaman Rakyat dengan tujuan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat dalam pemanfaatan hutan produksi untuk meningkatkan upaya rehabilitasi hutan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, pengentasan kemiskinan, meningkatkan kontribusi kehutanan terhadap pertumbuhan ekonomi

nasional, serta memenuhi permintaan bahan baku industri perkayuan (aspek ekonomi, ekologi dan sosial) (PP No. 6/2007).

Pengertian Hutan Rakyat menurut UU No. 41/1999 tentang kehutanan, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/MENHUT-V/2004, pengertian hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 %. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dengan hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara.

Hutan rakyat pada dasarnya hutan milik baik secara perorangan, kelompok, marga maupun badan hukum yang merupakan hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan negara. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik, baik secara perorangan maupun kelompok


(18)

dengan status di luar kawasan hutan Negara. Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Dengan demikian hutan hak dapat disebut sebagai hutan rakyat/tanaman rakyat (Dephut, 1989).

Pada umumnya hutan rakyat terdiri dari satu jenis pohon (monokultur) atau beberapa jenis pohon yang ditanam secara campuran sebagai usaha kombinasi berupa tanaman kayu-kayu dan tanaman semusim. Dewasa ini kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat semakin banyak diminati oleh para pengusaha sebagai bahan baku industri seperti pulp dan kayu pertukangan karena mempunyai kualitas kayu yang baik (Darusman dkk, 2006).

Menurut Hardjosoediro (1980), mengatakan, hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, hutan yang dimiliki oleh rakyat. Proses terjadinya hutan rakyat bisa dibuat oleh manusia, bisa juga terjadi secara alami, tetapi proses

hutan rakyat terjadi adakalanya berawal dari upaya untuk merehabilitasi tanah – tanah kritis. Jadi hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah

milik rakyat, dengan jenis tanaman kayu-kayuan yang dimana pengelolaannya dilakukan oleh pemiliknya sendiri atau dikelola oleh suatau badan usaha, yang

berpedoman kepada ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Prastiyo, 2010).

Deskripsi Bambu

Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi sumber daya alam yang sangat besar. Salah satu sumber daya alam yang telah dikenal dan dibudidayakan secara luas di Indonesia adalah bambu. Di Indonesia terdapat


(19)

sekitar 125 jenis bambu termasuk yang masih tumbuh liar dan belum banyak dimanfaatkan. Di antara berbagai jenis bambu tersebut, baru sekitar 20 jenis saja yang dimanfaatkan dan dibudidayakan oleh masyarakat. Jenis-jenis bambu yang dimaksudantara lain bambu cendani, bambu apus, bambu ampel, bambuandong, bambu betung, bambu kuning, bambu hitam, bambu talang, bambu tutul, bambu cendani, bambu cangkoreng, bambu perling, bambu tamiang, bambu loleba, bambu batu, bambu belangke, bambu sian, bambu jepang, bambu gendang, bambu bali, dan bambu pagar (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999). Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja)

Bambu belangke memiliki nama loka yang dikenal dengan sebutan buluh regen atau yakyak di Sumatera Utara dan Aceh. Bambu ini memiliki nama ilmiah (Gigantochloa pruriens Widjaja). Buluh bambu ini tumbuh dengan tegak, dengan tingginya sampai 15 m. Batangnya memiliki diameter 6-12 cm, dengan ketebalan dinding 10 mm, dan panjang ruasnya 40-60 cm.

Klasifikasi bambu belangke secara taksonomi adalah sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1993).

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Sub divisio : Spermatophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Poales Famili : Poaceae Genus : Gigantochloa


(20)

Bambu tumbuh merumpun, memiliki batang yang bulat, berlubang dan beruas-ruas, percabangannya kompleks, setiap daun bertangkai. Diameter

batang bambu bervariasi 0,5-20 cm bergantung pada besarnya ukuran diameter batang bambu dewasa. Besarnya ukuran diameter bambu dapat diperkirakan daribesarnya diameter rebung bambu.

a. Akar Rimpang

Akar rimpang terdapat di bawah tanah dan membentuk sistem percabangan yang dapat dipakai untuk membedakan kelompok bambu. Bagian

pangkal akar rimpang bambu lebih sempit daripada bagian ujungnya dan setiap ruas mempunyai kuncup dan akar. Kuncup pada akar rimpang ini akan berkembang menjadi rebung yang kemudian memanjang dan akhirnya menghasilkan buluh. Akar rimpang dibagi menjadi dua macam system

percabangan yaitu pakimorf (akar rimpang simpodial) dan leptomorf (akar rimpang monopodial).

b. Rebung Bambu

Tunas atau batang-batang bambu muda yang baru muncul dari permukaan dasar rumpun dan rhizome. Rebung bambu tumbuh dari kuncup akar rimpang di dalam tanah atau dari pangkal buluh yang keluar. Mengingat sifat pertumbuhannya yang cepat sehingga dengan cepat pula rebung ini akan menjadi buluh muda. Rebung dapat mencapai panjang maksimal dan menjadi tanaman yang lengkap setelah 2-4 bulan. Cabang – cabang akan mulai terbentuk setelah setelah pertumbuhan memanjang berakhir.

c. Buluh Bambu


(21)

cepat dan mencapai tinggi maksimum dalam beberapa minggu. Tinggi buluh bambu mencapai 15 m atau 20 m dengan garis tengah sebesar 10 m. Buluh bambu umumnya tegak, tapi ada beberapa marga yang tumbuhnya merambat seperti Dinochloa dan ada juga yang tumbuhnya serabutan seperti Nastus.

d. Pelepah Buluh Bambu

Pelepah buluh bambu merupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas yang terdiri atas daun pelepah buluh, kuping pelepah buluh dan ligula. Pelepah buluh ditutupi oleh bulu hitam yang berangsur-angsur menjadi gugur, pelepah buluhnya sendiri juga mudah gugur. Pelepah buluh memiliki peranan yang penting sebagai pelindung dan menutupi buluh ketika masih muda. e. Percabangan Bambu

Percabangan bambu pada umumnya terdapat di atas buku-buku batang. Percabangan terletak 1,5 m di bawah permukaan tanah, setiap ruas terdiri atas 2-5 cabang dengan satu cabang lebih besar daripada cabang lainnya yang merupakan cabang primer. Letak cabang berselang-seling.

f. Helai Daun Dan Pelepah Daun

Helai daun bambu mempunyai urat daun yang sejajar seperti rumput, dan setiap daun mempuyai tulang daun utama yang menonjol. Daunnya bisa lebar dan ada juga yang kecil dan sempit. Helai daun dihubungkan dengan pelepah oleh tangkai daun yang mungkin panjang atau pendek.

Siklus Karbon

Karbon dapat dijumpai di atmosfer sebagai karbon dioksida, di dalam jaringan tubuh makhluk hidup, dan tebesar dijumpai dalam batuan endapan serta bahan bakar fosil yang terdapat di dalam perut bumi. Karbon masuk ke dalam


(22)

tubuh organisme melalui rantai makanan. Karbondioksida diserap oleh tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis dan disimpan sebagai biomassa pada berbagai organ, diantaranya daun. Karbon organik dalam dedaunan hijau kemudian masuk ke tubuh organisme melalui proses pencernaan dan kembali ke udara melalui proses respirasi. Rangkaian proses ini menghasilkan siklus yang lengkap dan disebut sebagai siklus karbon. Meskipun demikian, tidak semua karbon pada tubuh organisme kembali ke atmosfer, sebagian ada yang terikat membentuk biomassa tubuh. Ketika oksigen tersedia, respirasi aerobik terjadi, yang melepaskan karbon dioksida ke udara atau air di sekitarnya, menurut reaksi berikut:

C6H12O6 (materi organik) + 6O2 6H2O + 6CO2 + energi (Dahlan, 2008).

Adanya kehidupan di dunia menyebabkan perubahan CO2 di atmosfer dan CO2 di lautan ke dalam bentuk organik maupun anorganik di daratan dan lautan. Perkembangan berbagai ekosistem selama jutaan tahun menghasilkan pola aliran C tertentu dalam ekosistem tingkat global. Namun, dengan adanya aktivitas manusia (penggunaan bahan bakar fosil dan alih guna lahan hutan) menyebabkan perubahan pertukaran antara C di atmosfer, daratan, dan ekosistem lautan. Akibat kegiatan tersebut, terjadi peningkatan konsentrasi CO2 ke atmosfer sebanyak 28% dari konsentrasi CO2 yang terjadi 150 tahun yang lalu (IPCC, 2000).

Biomassa

Menurut FAO (2008) dan Sutaryo, (2009), terdapat 4 cara untuk menghitung biomassa yaitu (i) sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ, (ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive


(23)

sampling) dengan pendataan hutan secara in situ, (iii) pendugaan melalui penginderaan jauh, dan (iv) pembuatan model. Metode langsung dan akurat untuk menduga biomassa di atas permukaan adalah melakukan pemanenan, kemudian di oven dan ditimbang dalam kondisi kering oven (Hunt, 2009).

Menurut Brown (1997), berdasarkan cara memperoleh data terdapat dua pendekatan untuk menduga biomassa dari pohon, yaitu berdasarkan penggunaan dugaan volume dengan kulit kayu sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi kerapatan biomassa (ton/ha) dan pendekatan dengan menggunakan persamaan regresi biomassa atau lebih dikenal dengan persamaan allometrik. Pendugaan biomassa pada pendekatan pertama menggunakan persamaan berikut:

Biomassa di atas tanah (ton/ha) = VOB x WD x BEF....(Brown et al.,1997) Keterangan: VOB = Volume batang bebas cabang dengan kulit (m3/ha)

WD = Kerapatan kayu (Kg/m3) BEF = Biomassa Expansion Factor

Pendekatan kedua penentuan biomassa dengan menggunakan persamaan regresi biomassa berdasarkan diameter batang. Dasar dari persamaan regresi ini adalah hanya mendekati biomassa rata-rata per pohon menurut sebaran diameter, dengan menggabungkan sejumlah pohon pada setiap kelas diameter dan menjumlahkan seluruh pohon untuk seluruh kelas diameter. Fungsi dan model biomassa dipresentasikan melalui persamaan berdasarkan tinggi dan diameter pohon (Kusmana,1996 dalam Salim, 2005).

Model Pendugaan Biomassa dan Karbon (persamaan allometrik) Biomassa bambu bervariasi tergantung jenis, tempat tumbuh dan


(24)

pengelolaannya. Sehingga secara spesifik setiap jenis bambu yang tumbuh di tempat tumbuh yang berbeda dan pengelolaan yang berbeda akan menghasilkan biomassa yang berbeda. Ada beberapa persamaan allometrik pada bambu untuk dapat menentukan biomassa seperti M = 0.131 * D2.28 , (Yiping, et al., 2010 dalam Baharuddin, 2013), Y = -3225.8 + 1730.4 DBH, bambu (Sutaryo, 2009).

Biomassa individu bambu tegakan jenis bambu Moso dan tegakan bambu secara keseluruhan menggunakan rumus W=213.4164D-0.5805H2.3131 (R=0.8321), (Chen 1998 dalam Yiping, et al., 2010). Menduga biomassa bambu secara umum

diatas permukaan (AGB)est = 0.131 D2.28 (Priyadarsini, 2000) dalam (Hairiah dkk, 2011). Untuk menghitung cadangan karbon biomassa

menggunakan rumus : C= 0.5B Dimana: B adalah biomassa dan C adalah cadangan karbon dalam biomassa, sedangkan 0.5 adalah

fraksi karbon umumnya digunakan untuk pohon dan bambu (Xu dkk, 2007 dalam Baharuddin, 2013).

Persaamaan Allometrik

Metode allometrik merupakan metode pengukuran pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam bentuk hubungan-hubungan eksponensial atau logaritma antar organ tanaman yang terjadi secara harmonis dan perubahan secara proporsional (Parresol, 1999).


(25)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei- Juni 2015, dengan perincian

bulan Mei 2015 adalah kegiatan pengumpulan data di lapangan dan bulan Juni 2014 adalah kegiatan menganalisis data. Penelitian akan dilaksanakan di

Hutan Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Luas areal penelitian seluas 2 Ha. Dengan Intensitas sampling minimal 0,05 %. Analisis data akan dilakukan di Laboratorim Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, meteran, pita diameter, gergaji, parang, tali rafia, kompas, timbangan, gunting tanaman, kamera, dan alat tulis menulis. Bahan dalam penelitian ini meliputi, data tutupan lahan Hutan Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, contoh uji bambu belangke (Gigantochloap pruriens Widjaja) yang terdiri dari batang, cabang, ranting, daun. Bahan pendukung terdiri dari kantong plastik, label, dan alat tulis.

Jenis Data

Jenis – jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data luas Hutan Rakyat Desa Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Provinsi Sumatera Utara. Data ini diperoleh dengan menggunakan peta administrasi Deli Serdang.


(26)

b. Data inventarisasi bambu dewasa di lapangan untuk menghitung biomassa dan cadangan karbonnya yaitu jumlah rumpun dalam setiap plot, jumlah batang bambu dewasa setiap rumpun, diameter, dan tinggi.

c. Data pengukuran di laboratorium meliputi pengukuran kadar air, penentuan kadar abu dan penentuan kadar zat terbang bambu untuk menghitung kadar karbon.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan 2 metode yaitu metode destructive dan metode sampling. Metode destructive adalah cara yang digunakan untuk pengambilan sampel bambu dewasa dengan melakukan pengerusakan/penebangan pada tegakan bambu. Metode sampling yaitu dengan bentuk sampling jalur, digunakan untuk menduga cadangan karbon tegakan bambu pada areal hutan rakyat. Untuk intesitas sampling yang akan diambil adalah minimal 0,05 % (Permenhut P.67/Menhut-II/2006).

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini meliputi pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan, serta menganalisis sesuai kebutuhan. Tahapan kegiatannya sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data A. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari lapangan. Data tersebut antara lain, jumlah plot (sebanyak 3 plot), jumlah rumpun tiap plot, diameter, tinggi dan berat basah masing-masing fraksi tegakan bambu tebang untuk dianalisis, dan diperoleh model alometrik terbaik.


(27)

Hm-1

Gambar 1. Bentuk petak pengukuran bambu

Pengukuran parameter tegakan yang penting dilakukan pada setiap petak contoh penelitian (PCP) dengan metode jalur berpetak. Setiap PCP dibuat dengan ukuran 20mx20m dengan jarak antar petak contoh 10mx10 (Kiyoshi, 2002). B. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang telah ada sebelumnya, baik data yang dikeluarkan instansi terkait, penelitian sebelumnya, maupun literatur pendukung lainnya yaitu peta administrasi Kabupaten Deli Serdang.

2. Analisis Data di Lapangan

A. Inventarisasi Luas Hutan Rakyat

Inventarisasi luas hutan rakyat dilakukan dengan menggunakan data tutupan lahan Hutan Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

B. Pengukuran Plot Untuk Penebangan Bambu

1. Dibuat 3 plot berukuran masing-masing 20 m x 20 m. Peletakan setiap plot dilakukan secara Purpossive, dengan jarak antar petak 10m x 10 m.

3. Dari masing-masing plot diambil 3 tegakan bambu yaitu bambu dewasa sebagai sampel. Selanjutnya diambil data DBH, tinggi bebas ranting, dan tinggi total.

A1


(28)

4. Penebangan dilakukan pada ketinggian 1 m dari atas permukaan tanah. Pengukuran tinggi total bambu juga dilakukan setelah tegakan contoh bambu rebah. Tinggi total merupakan panjang total tegakan bambu contoh yang telah rebah hingga ujung tajuk

C. Pemilihan Bagian Tegakan Bambu dan Penimbangan Berat Basah

1. Sebelum dilakukan pembagian fraksi tegakan bambu, terlebih dahulu dilakukan penimbangan terhadap berat total batang dan daun.

2. Pembagian fraksi tegakan bambu contoh dilakukan untuk memisahkan bagian-bagian biomassa batang, dan daun yang bertujuan agar analisa

laboratorium lebih mewakili.

3. Sampel batang diambil pada ketinggian 1,3 m dari atas permukaan tanah dimulai dari tunggak yang tersisa pada permukaan tanah.

4. Masing-masing sampel batang tiap tegakan tebang dibuat 3 ulangan, dimana tiap ulangan diambil sebanyak 200 gram.

5. Untuk sampel daun dibuat 3 ulangan saja sebanyak 200 gram. 3. Pengumpulan Data di Laboratorium

Pengukuran Kadar Air

Pengambilan contoh tegakan dilakukan dengan menebang bambu masak

(dewasa) di tebang sebanyak 9 batang. Bambu dipisahkan berdasarkan bagian-bagian bambu yang dibagi menjadi empat bagian utama yaitu batang

sampai pada ujung dengan ukuran diameter ≥ 3 cm, bagian cabang meliputi cabang, ranting dan ujung bambu dengan diameter ≤ 3 cm, dan daun. Kemudian ditimbang sehingga diketahui berat basahnya. Setiap bagian bambu diambil contoh uji berukuran ± (4 x tebal bambu) cm2 untuk mengetahui kadar airnya.


(29)

Untuk contoh uji daun, cabang, ranting diambil minimal sebanyak 200 gram selanjutnya dihitung kadar airnya. Pengukuran kadar air contoh uji dilakukan berdasarkan standar TAPPI T268 OM 88.

Nilai kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

% 100 Bkt

Bkt -Ba (%)

Ka = ×

Dimana :

Ka = Kadar air yang diukur (dalam persen terhadap berat kering tanur bambu).

Ba = Berat awal contoh uji bambu sebelum dikeringkan dalam tanur. Bkt = Berat contoh uji bambu kering tanur, yaitu berat konstan contoh uji bambu setelah disimpan selama 15 menit dalam desikator.

(Baharuddin, 2013).

Pengukuran Biomassa/Berat Kering

Besarnya biomassa dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan berat kering. Berat kering dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

BK = ��

1 + (%��

100) Keterangan :

BK = Berat kering tanur (kg) BB = Berat basah (kg) Ka = Persen kadar air (%). (Haygreen dan Bowyer, 1996).


(30)

Penentuan Kadar Zat Terbang

Prosedur penentuan zat terbang yang digunakan berdasarkan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98 adalah sebagai berikut : Sampel dari tiap bagian batang dipotong menjadi bagian-bagian kecil sebesar batang korek api, sedangkan sampel bagian daun dicincang, sampel kemudian dioven pada suhu 80 oC selama 48 jam, sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill), serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran 40-60 mesh.

Dihitung dengan rumus :

Kadar Zat Terbang = �−�

� � 100% Dimana :

A = Berat kering tanur pada suhu 1050 C

B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat cawan dan sisa contoh uji pada suhu 9500 C

Penentuan Kadar Abu

Serbuk contoh uji sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen yang ditetapkan beratnya, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu mulai 0°C - 700°C selama 5 jam. Selanjutnya cawan dikeluarkan dari tanur, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sampai beratnya tetap. Untuk mengetahui kadar abu dihitung berdasarkan ASTM D 28866-94. Kadar abu dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut :

Kadar abu = ����� ���


(31)

Penentuan Kadar Karbon

Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-37-301995 dengan rumus sebagi berikut ini: Kadar karbon terikat arang (%) = 100%-kadar zat terbang arang(%)-kadar abu(%) Model Allometrik

Bambu yang ditebang secara destructive sampling sebanyak 9 batang diukur diameternya dan panjangnya sebagai tinggi tegakan bambu. Hasil pengukuran diameter dan tinggi tersebut dibuat model dengan menggunakan software IBM SPSS versi 20 for windows.

Model Penduga Biomassa dan Karbon Bambu

Dalam penelitian ini akan dibangun dengan model persamaan allometrik dengan menggunakan program software IBM SPSS statistic Version 22 windows. Bentuk analisis regresi allometrik dan persamaan polynominal adalah sebagi berikut :

Ŷ = β0+β1D+β2D2 Ŷ = β0Dβ1

Ŷ = β0+ β1D2H Ŷ = β0Dβ1Hβ2 Keterangan:

Ŷ = Taksiran nilai biomassa atau karbon bambu belangke (kh/batang) D = Diameter batang (Dbh) (cm)

H = Tingg total batang (m)


(32)

Persamaan Regresi terbaik akan dipilih dari model-model hipotetik di atas dengan menggunakan berbagai kriteria statistik, seperti goodness of fit, koefisien determinasi (R2), analisis sisaan serta pertimbangan kepraktisan untuk pemakaian. Analisis Potensi Biomassa dan Karbon Tegakan Bambu

Berdasarkan persamaan model penduga biomassa yang terpilih maka kita dapat mengetahui besarnya total potensi biomassa dan karbon dari hutan bambu adapun cara mengkonversinya ke dalam kg/ha yaitu dari seluruh bambu yang ditemukan pada petak penelitian.

�� = (∑ ���∑ �/10.000)

Keterangan:

WT = Total biomassa / karbon seluruh tegakan (Kg/ha)

∑ ��= Jumlah biomassa/karbon ke-i (Kg)

∑ ���� = Total luas petak contoh penelitian ke-i (m2) (Baharuddin, 2013).


(33)

Bagan Pelaksanaan Penelitian

Gambar 2. Bagan alur penelitian Hutan Tanaman

Rakyat

Pengumpulan Data

Analisis Data

Analisis Potensi Bambu Pengumpulan Data

di Laboratorium

Pemilihan Model Biomassa

Bambu

Analisis Kadar O2


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bambu Belangke (Gigantochola pruriens W.)

Dari hasil inventarisasi bambu di lapangan, jumlah plot yang diambil adalah sebanyak 3 plot. Masing-masing plot diambil 3 bambu dewasa dimana pengambilan sampel bambunya menggunakan metode destructive sampling. Dari ketiga plot tersebut terdapat total 29 rumpun, pada plot satu terdapat 11 rumpun, plot dua terdapat 9 rumpun dan plot tiga terdapat 9 rumpun. Dari Tabel 1. dapat

dilihat diameter terkecil terdapat pada sampel tebang 1 plot 1, yaitu sebesar 5.30 cm dan tinggi total 15.60 m. Untuk diameter terbesar terdapat pada sampel

tebang 2 plot 2, sebesar 6.80 cm dengan tinggi total 15.70 m.

Sampel tebang paling tinggi terdapat pada sampel tebang 3 plot 3, yaitu sebesar 15.90 m dan memiliki diameter 5.4 5cm. Sampel tebang paling rendah terdapat pada sampel tebang 3 plot 1, yaitu sebesar 12.80 m dengan diameter 5.45 cm. Rataan tinggi total diperoleh 14.90 m, rataan diameter sebesar 5.61 cm,

dan rataan total bobot basahnya adalah sebesar 22.77 Kg. Tabel 1. Karakteristik Tanaman Bambu Belangke (Gigantochola pruriens W.)

No. Plot

Sampel

Tebang H (m)

DBH (Cm)

Berat Basah (Kg) Total Bobot Basah

(Kg)

Batang Ranting Daun

1 15,60 5,30 18,80 4,60 3,10 26,50

1 2 14,70 5,48 19,30 5,40 3,00 27,70

3 12,80 5,45 15,80 3,30 2,30 21,40 1 15,73 5,54 15,40 2,40 1,60 19,40

2 2 15,70 6,80 16,40 3,60 1,40 23,70

3 14,80 5,80 14,80 2,20 2,00 19,00 1 15,40 5,34 14,40 2,80 1,20 22,40

3 2 13,45 5,30 17,10 4,50 3,20 24,80

3 15,90 5,45 16,30 2,40 1,30 20,00

Total 134,08 50,46 148,30 31,20 19,10 204,90


(35)

Sifat Fisis dan Kimia Tanaman Bambu Belangek (Gigantochola pruriens W.) 1. Kadar Air

Bambu merupakan salah satu jenis tanaman yang memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi. Dengan sifatnya yang higroskopis tersebut maka bambu ini mempunyai afinitas terhadap air, baik dalam bentuk uap maupun cair. Dengan kondisi tersebut membuat kadar air sangat berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis bambu. Kadar air itu sendiri adalah persentase kandungan air yang terdapat dalam suatu bahan berdasarkan berat basah atau berat kering dan dinyatakan dalam persen.

Dari hasil uji laboratorium yang telah dilakukan, ternyata pada setiap bagian bambu memiliki persentase kadar air yang berbeda-beda. Berikut persentase kadar air bambu disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Rata-rata Kadar Air Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens W.)

Kadar Air %

No. Plot Sampel Tebang Batang Ranting Daun

1 104,82 87,07 232,03

1 2 118,57 222,80 206,88

3 96,11 86,00 237,34

1 11,00 109,14 224,53

2 2 148,81 93,54 117,17

3 104,69 106,99 179,89

1 85,00 97,36 207,60

3 2 97,19 77,86 207,47

3 118,36 83,02 183,45

Total 984,55 963,78 1796,36

Rataan 109,40 107,09 199,60

Dari Tabel 2. menunjukkan adanya perbedaan kadar air pada setiap

bagian bambu antara batang, ranting dan daun. Kadar air tertinggi terdapat pada daun dengan rata-rata sebesar 199,60 %. Persentase kadar air pada batang


(36)

sebesar 109,40 %. Kadar air terendah terdapat pada bagian ranting yaitu sebesar 107,09%. Menurut hasil penelitian Sulaiman (2014) mengatakan bahwa jumlah

atau kerapatan stomata pada daun bambu juga berpengaruh terhadap jumlah kadar kadar air yang terdapat pada bambu. Semakin banyak jumlah stomata yang terdapat pada daun bambu, maka akan semakin tinggi kerapatan stomata tersebut. Jumlah stomata paling banyak terdapat pada bawah daun, sehingga adapatasi ini akan menyebabkan kehilangan air melalui daun akan semakin minimum dibandingkan dengan bagian lain.

Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasari (2010) yang melakukan penelitian terhadap pendugaan biomassa dan potensi karbon terikat di atas permukaan tanah pada hutan rawa gambut bekas terbakar di Sumatera Selatan juga memperoleh hasil yang serupa yaitu jumlah kadar air tertinggi yang diperoleh terdapat pada bagian daun dengan rata-rata sebesar 59,65 – 68,66% diikuti bagian ranting 39,69 – 63,18% dan bagian batang dengan rata-rata berkisar antara 5,28 – 13,34%.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil pernyataan Basri (2015) yang mengatakan bahwa perbedaan kadar air pada bagian bambu, khususnya bagian batang juga dipengaruhi oleh umur. Semakin tua umur bambu dan semakin keujung batang, maka akan semakin rendah kadar air yang terdapat pada batang bambu tersebut. Hal ini dikarenakan parenkim yang terdapat pada batang akan menurun seiring bertambahnya umur bambu. Parenkim tersebut merupakan tempat nutrisi dan air yang terdapat pada batang bambu.


(37)

2. Kadar Zat Terbang

Zat terbang merupakan komponen senyawa organik dan anorganik yang terlepas kecuali komponen air, pada saat pemanasan suhu tinggi. Persentase zat terbang ini juga disebut kadar zat mudah menguap (volatile matter), yaitu persen zat yang terbuang dalam bentuk gas pada saat pembakaran. Hasil penelitian berikut juga menunjukkan adanya perbedaan rata-rata kadar zat terbang yang terdapat dalam setiap bagian-bagian bambu. Persentase rata-rata kadar zat terbang tersebut di sajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Rata-rata Kadar Zat Terbang Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens W.)

Zat Terbang %

No. Plot Sampel Tebang Batang Ranting Daun

1 55,70 66,15 66,97

1 2 56,94 62,97 69,56

3 62,17 62,26 65,20

1 58,70 63,45 65,15

2 2 60,70 62,47 66,20

3 57,70 61,53 64,70

1 57,08 63,89 66,86

3 2 64,22 63,70 68,50

3 58,74 63,84 66,50

Total 531,95 570,26 599,64

Rataan 59,11 63,36 66,63

Berdasarkan hasil uji laboratorium yang disajikan dalam Tabe

l 3. dapat dilihat bahwa adanya perbedaan rata-rata kadar zat terbang yang terdapat dalam setiap bagian-bagian bambu. Untuk rata-rata kadar zat terbang tertiggi terdapat pada daun sebesar 66,63%, sedangkan kadar zat terbang terkecil terdapat pada bagian batang dengan rata-rata sebesar 59,11%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Purwitasari (2011) yang melakukan penelitian pada tegakan Akasia mangium dan memperoleh hasil kadar zat terbang tertinggi


(38)

terdapat pada daun sebesar 67,29% dan terkecil terdapat pada bagian batang sebesar 36,92%.

Kadar zat terbang biasanya dipengaruhi oleh tingginya suhu pada saat karbonisasi. Selain suhu kadar air juga sangat berpengaruh terhadap kadar zat terbang, dimana semakin tinggi kadar air maka kadar zat terbang juga akan semakin tinggi Lusyani (2011). Air memang bukan termasuk kedalam zat terbang namun air akan ikut keluar bersama dengan zat-zat lain selama proses pengujian. Hal ini dapat dibuktikan dari Tabel 2. dimana jumlah kadar air tertinggi terdapat pada daun dengan rata-rata sebesar 199,60%, dan kadar zat terbang tertingi terdapat pada daun.

3. Kadar Abu

Menurut Rosintah (2015) mengatakan bahwa kadar abu itu sendiri merupakan jumlah abu yang tertinggal (mineral yang tidak dapat menguap) dengan pembakaran suatu serbuk menjadi abu. Berdasarkan hasil uji laboratorium dan analisis, maka diperoleh hasil rata-rata kadar abu yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Rata-rata Kadar Abu Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman

Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens W.)

Kadar Abu %

No. Plot Sampel Tebang Batang Ranting Daun

1 1,40 2,65 13,70

1 2 1,91 4,33 9,52

3 1,20 4,30 13,80

1 2,00 4,56 14,88

2 2 1,54 6,78 16,02

3 2.15 5,67 16,38

1 1,45 4,76 12,98

3 2 1,52 4,76 10,20

3 2,39 4,10 12,77

Total 15,56 41,91 120,25

Rataan 1,73 4,66 13,36


(39)

Dari hasil yang diperoleh, kadar abu pada setiap bagian yaitu (batang, ranting, dan daun) memiliki kandungan abu yang berbeda. Jumlah rata-rata kadar abu paling tinggi terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 13,36% dan pada bagian ranting rata-rata kadar abunya sebesar 4,66%. Kadar abu

terendah terdapat pada bagian batang dengan rata-rata 1,73%. Jika dibandingkan dengan penelitian lain, hasil ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Purwitasari (2011) pada tegakan Akasia mangium dan memperoleh kadar abu tertinggi terdapat daun sebesar 3,61% dan kadar abu terkecil terddapat pada batang sebesar 1,46%.

Peneletian lain yang mendukung berdasarkan hasil penelitian Alpian

(2011) memperoleh hasil kadar abu pada batang kayu Gelam (Melalleuca cajuputi) lebih rendah dibandingkan pada bagian tiang dan pancang.

Hal yang menyebabkan rendahnya kadar abu pada batang disebabkan karena adanya perbedaan kandungan komponen anorganik dalam batang. Kandungan komponen anorganik pada batang lebih kecil di bandingkan pada tiang. Bila dikaitkan dengan kadar abu pada bambu, dimana pada setiap bagian bambu memiliki kandungan kadar abu yang berbeda. Penyebab dari perbedaan kandungan kadar abu dikarenakan adanya perbedaaan kandungan anorganik pada setiap bagian bambu yaitu pada bagian batang, ranting, dan daun. Perbedaan ini terlihat sangat signifikan dengan kadar abu paling tertinggi terdapat pada daun sebesar 13,36%. Persentase kadar abu terendah terdapat pada bagian batang dengan rata-rata sebesar 1,73%. Dengan adanya perbedaan kandungan bahan anorganik pada setiap bagian bambu, menyebabkan adanya perbedaan kadar abu pada setiap bagian bambu.


(40)

4. Kadar Karbon

Tabel 5. Nilai Rata-rata Kadar Karbon Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens W.)

Kadar Karbon (%)

No. Plot Sampel Tebang Batang Ranting Daun

1 42,90 31,11 19,34

1 2 41,16 32,70 20,92

3 36,62 33,45 21,00

1 38,13 32,00 19,97

2 2 37,77 30,75 17,77

3 40,15 32,80 18,93

1 41,46 31,35 20,17

3 2 34,26 31,54 21,30

3 39,88 32,05 20,74

Total 352,33 287,75 180,14

Rataan 39,15 31,97 20,02

Kadar karbon bagian bambu dari lokasi penelitian menunjukkan adanya perbedaan antara bagian batang, ranting, dan daun bambu. Kadar karbon tertinggi terdapat pada bagian batang dengan rataan sebesar 39,15% disusul dengan bagian ranting dengan rataan sebesar 31,97%. Kadar karbon terendah terdapat pada bagian daun dengan rataan sebesar 20,02%. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Suprihatno (2012) dimana jumlah kadar karbon pada batang lebih tinggi yaitu dengan rataan sebesar 53,84%. Hal ini menunjukkan adanya selisih yang cukup tinggi yaitu sebesar 14,69%. Hal lain yang dapat menyebabkan meningkatnya kadar karbon pada bagian batang adalah dengan meningkatnya umur dan tinggi bambu. Rata-rata cadangan karbon tertinggi pada tanaman biasanya setelah bambu mencapai tinggi >11 m atau berumur lebih dari 10 minggu.

Selanjutnya bila dibandingkan dengan penelitian lain, penelitian ini juga


(41)

A. crassicarpa dan memperoleh hasil kadar karbon tertinggi terdapat pada batang umur 5 tahun sebesar 60,20% dan terendah terdapat pada bagian daun berumur 2 tahun sebesar 37,02%. Perbedaan umur pada tegakan dapat mempengaruhi kadar karbon dimana semakin dewasa umur suatu tegakan maka kadar karbon juga akan semakin tinggi dikarenakan bertambah besarnya selulosa dan lignin pada kayu. Aalisis Biomassa dan Karbon Tanaman Contoh

5. Biomassa (Berat Kering)

Pada umumnya biomassa dinyatakan sebagai kandungan berat kering bahan, karena setiap bagian tumbuhan memiliki kandungan air yang berbeda. Dalam penelitian ini biomassa bambu diperoleh dari hasil penjumlahan kandungan biomassa tiap bagian bambu yang merupakan gambaran total material organik dari hasil fotosintensis yang dilakukan pada daun. Sutaryo (2009) mengatakan bahwa biomassa bambu memiliki tingkat variasi yang berbeda-beda tergantung dari jenis, tempat tumbuh, dan pengelolaannya. Secara spesifik setiap jenis bambu yang tumbuh di tempat tumbuh yang berbeda dan pengelolaan yang berbeda akan menghasilkan biomassa yang berbeda juga.

Tabel 6. Nilai Rata-rata Berat Kering (Biomassa) Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens W.)

Batang Ranting Daun Total Biomassa (Kg/btg) No. Plot Sampel Tebang BB (Kg) BK (Kg) BB (Kg) BK (Kg) BB (Kg) BK (Kg)

1 21,80 9,18 3,40 2,46 1,30 0,93 12,57 1 2 22,30 8,83 3,60 1,67 1,80 0,98 11,48 3 18,80 8,06 2,00 1,77 1,60 0,69 10,51 1 17,00 7,30 1,40 1,15 1,00 0,49 8,94 2 2 18,70 6,59 3,60 1,86 1,40 0,51 8,96 3 16,80 7,23 1,20 1,06 1,00 0,71 9,01 1 18,40 7,78 2,80 1,42 1,20 0,39 9,59 3 2 19,10 8,67 3,70 2,53 2,00 0,87 12,07

3 17.70 7.47 1.40 1.31 0.90 0.46 9.24


(42)

Dari Tabel 6. dapat dilihat perbedaan biomassa dari tiap bagian bambu tersebut. Rataan biomassa tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 7,90 kg, disusul dengan bagian ranting sebesar 1,70 kg. Untuk rataan biomassa terendah terdapat pada daun bambu yaitu sebesar 0,67 kg. Selanjutnya untuk rata-rata total biomassa perbatang diperoleh rataan sebesar 10,26 kg/btg. Berat biomassa tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Baharuddin (2013) yang melakukan penelitian pada bambu parring dan medapatkan rataan biomassa sebesar 14,3 kg/btg. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan diameter, tinggi, dan tempat tumbuh yang berbeda. Hal ini juga sesuai pendapat Sutaryo (2009) yang mengatakan bahwa adanya perbedaan biomassa dapat disebabkan oleh perbedaan tempat tumbuh.

6. Massa Karbon

Tabel 7. Nilai Rata-rata Massa Karbon Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Bambu Belangke (Gigantochola pruriens W.)

No. Plot

Massa Karbon (Kg)

Total Massa Karbon (Kg) Sampel

Tebang Batang Ranting Daun

1 3,94 0,76 0,18 4,88

1 2 3,63 0,55 0,20 4,39

3 2,95 0,59 0,14 3,69

1 2,78 0,37 0,10 3,25

2 2 2,49 0,57 0,09 3,15

3 2,90 0,35 0,14 3,39

1 3,23 0,44 0,08 3,75

3 2 2,97 0,80 0,19 3,95

3 2,98 0,42 0,10 3,49

Rataan 3,10 0,54 0,13 3,80

Hasil penelitian pada Tabel 7. menunujukkan bahwa massa karbon tertinggi terdapat pada bagian batang dengan rataan sebesar 3,10 kg, disusul dengan bagian ranting dengan rataan sebesar 0,54 kg. Massa karbon terendah


(43)

terdapat pada daun dengan rataan sebesar 0,13 kg. Selanjutnya bila dilihat kandungan biomassa dari Tabel 6, dimana kandungan biomassa tertinggi terdapat

pada batang sebesar 7,80 kg menunjukkan adanya hubungan antara kandungan biomassa dengan massa karbon pada bambu. Hasil penilitian ini menunjukkan semakin tingginya biomassa yang terdapat pada bambu ini, maka semakin tinggi pula massa karbon yang terdapat dalam bambu tersebut.

Model Allometrik

Model allometrik merupakan suatu metode pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan tanaman dengan menghubungkan eksponensial atau logaritma anatar organ tanaman yang terjadi secara harmonis. Bagian tanaman yang sering dihubungkan dalam menentukan persamaan allometrik ini adalah diameter, tinggi, biomassa, serta massa karbon yang tedapat dalam bambu. Pada setiap tanaman yang berbeda maka cara untuk menentukan persamaan allometriknya juga berbeda. Dalam penelitian ini telah dilakukan pengambilan sampel bambu secara destruktif, dengan menebang 9 batang sampel tebang. Jenis sampel yang diambil adalah bambu dewasa.

Persamaan yang diperoleh tersebut merupakan hubungan antara biomassa atau massa karbon yang tedapat pada setiap bagian tanaman dengan diameter, tinggi total bambu Belangke (Gigantochola pruriens W.). Untuk pendugaan biomassa serta massa karbon akan menggunakan pendekatan diameter, dan tinggi total tanaman sehingga nanti diperoleh model yang akan terpilih. Model yang terpilih meruapakan model yang terbaik dari persamaan allometrik yang telah di buat. Model allometrik yang berhasil dibangun untuk menduga akan disajikan pada Tabel 8.


(44)

Tabel 8. Model Allometrik Untuk Menduga Biomassa Setiap Bagian Tanaman dan Total Biomassa Dari Setiap Bagian Bambu Belangke (Gigantochola pruriens W.)

Bagian Model Allometrik S P R-Sq (%)

Batang

W= 78,186-22,327D+1,735D2 0,59635 0,490 63,5 W= 15,177D-1,298 0,63597 0,029* 51,6 W= 10,721-0,006D2H 0,63218 0,028* 52,2 W= 16,682 D-1,210 H-0,134 0,66731 0,095 54,3

Ranting

W= 91,266-29,771D+2,445D2 0,369 0,049* 63,5

W= 2,491 D-0,142 0,5608 0,744 1,6

W= 2,147-0,001D2H 0,5553 0,628 3,5 W= 4,329D-0,035H-0,164 0,57207 0,676 12,2

Daun

W= 4,392-1,120D+0,081D2 0,24191 0,741 9,5

W=1,458D0,141 0,22445 0,429 9,1

W=1,065-0,001D2H 0,21645 0,295 15,5 W= 2,297 D-0,092 H-0,075 0,22477 0,477 21,9

Total Tanaman

W=173,889-53,233D+4,262D2 1,15534 0,111 52,0 W=19,123 D-1,580 1,32106 0,154 26,8 W= 13,932-0,008D2H 1,28313 0,120 30,9 W= 23,306D-1,336 H-0,373 1,353309 0,285 34,2

Keterangan W= biomassa D= Diameter Setinggi Dada (Dbh) (cm) H= Tinggi Total (cm) P= Signifikansi

R-Sq = Koefisien Determinasi S= Standart Error

*= Berbeda nyata (P 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% Dari persamaan allometrik biomassa yang telah dibangun dapat di lihat hubungan antar bagian tanaman. Model allometrik biomassa dibangun dengan tujuan untuk mengetahui taksiran biomassa dari setiap bagian bambu belangke (Gigantochola pruriens W.). Model ini menghubungkan antara biomassa batang, ranting, dan daun dengan diameter setinggi dada (Dbh) dan tinggi total (H).

Model allometrik kandungan karbon dibangun dengan tujuan untuk mengetahui taksiran massa karbon yang terdapat pada setiap bagian bambu belangke (Gingantochola pruriens W.). Model ini akan menghubungkan massa karbon pada batang, ranting, daun dengan diameter setinggi dada (Dbh), dan tinggi total (H).


(45)

Tabel 9. Model Allometrik Untuk Menduga Kandungan Karbon Setiap Bagian

Tanaman dan Total Biomassa Dari Setiap Bagian Bambu Belangke

(Gigantochola pruriens W.)

Bagian Model Allometrik S P R-Sq (%)

Batang

C= 26,561-7,334D+1,569D2 0,39039 0,198 41,7 C= 6,296D-0,571 0,37542 0,081 37,1 C= 4,125-0,002D2H 0,40776 0,162 25,8 C= 5,208D-0,634H0,097 0,38799 0,191 32,5

Ranting

C= 26,953-8,766D+0,719D2 0,11950 0,067 59,4

C= 0,855D-0,056 0,17127 0,674 2,7

C= 0,720+0,000D2H 0,16842 0,529 5,5 C= 1,526D-0,017H-0,060 0,17009 0,557 17,7

Daun

C=1,093-0,286D+0,020D2 0,04975 0,594 15,9 C= 0,353D-0,039 0,04621 0,296 15,4 C= 0,240+0,000D2H 0,04369 0,177 24,3 C= 0,557D-0,027H-0,018 0,04474 0,314 32,0

Total Tanaman

C= 54,606-16,386+1,2977D2 0,47524 0,152 46,6 C= 7,504D-0,666 0,44926 0,118 31,3 C= 5,085-0,003D2H 0,51769 0,160 26,1 C= 0,53878D-0,678H-0,019 0,53878 0,323 31,4

Keterangan C= Karbon D= Diameter Setinggi Dada (Dbh) (cm) H= Tinggi Total (cm) P= Signifikansi

R-Sq = Koefisien Determinasi S= Standart Error

*= Berbeda nyata (P 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% Berdasarkan persamaan allometrik Tabel 8. dan Tabel 9. dapat dilihat bahwa model allometrik biomassa dan kandungan karbon yang telah dibentuk mengikuti fungsi logaritma dan regresi linier sederhana dengan menggunakan peubah bebas diameter (D), dan tinggi total (H). Pemilihan model terbaik dilakukan setelah menguji beberapa model dimana model-model tersebut dibagi menjadi beberapa model yang menggunakan satu peubah bebas, yaitu diameter dan model yang menggunakan dua peubah bebas yaitu diameter dan tinggi total. Berdasarkan kriteria statistik maka didapatkan persamaan allometrik terbaik untuk

kandungan biomassa dan massa karbon yaitu W=β0+β1D+β2D2 . Model penduga terbaik dalam pendugaan biomassa bambu belangke adalah model


(46)

allometrik dengan penduga diameter yaitu W= 173,889-533,233D+4,262D2 dan

model penduga terbaik dalam pendugaan massa karbon adalah C= 54,606-D-16,386+1,297D2. Standard error (S) terkecil yaitu 1.1 untuk

kandungan biomassa dan 0,4 untuk massa karbon. R-Square terbesar pada kandungan biomassa adalah 52% dan 46,6% untuk massa karbon.

Dari hasil persamaan terbaik yang telah dipilih diatas menandakan bahwa model tersebut memiliki kebaikan dalam pendugaan biomassa dan massa karbon. Hal tersebut diartikan bahwa 52% dan 46,6% keragaman biomassa dan massa karbon bambu belangke (Gigantochloa pruriens W.) dapat dijelaskan oleh pengaruh peubah bebas diameter. Sisa 48% untuk biomassa di pengaruhi oleh lingkungan dan 43,4% untuk massa karbon dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Dari persamaan diatas, sebaiknya dilakukan juga uji kenormalan dari nilai sisaan apakah terpenuhi sebagai salah satu asumsi model persamaan regresi tersebut dapat dipergunakan secara baik. Dengan adanya uji kenormalan nilai tersebut adakann dapat dilihat data tersebut menyebar dengan normal atau tidak. Berikut gambar visualisasi kenormalan sisaan persamaan regresi terbaik yang telah dibentuk disajikan pada Gambar 3. dan Gambar 4.


(47)

Gambar 3. Visualisasi plot uji kenormalan sisaan model allometrik terpilih biomassa bambu belangke (Gigantochloa pruriens W.)

Gambar 4. Visualisasi plot uji kenormalan sisaan model allometrik terpilih massa karbon bambu belangke (Gigantochloa pruriens W.)

Dari Gambar 3. dan Gambar 4. terlihat visualisasi sebaran dimana nilai sebaran dikatakan menyebar secara normal apabila antara nilai sisaan dengan probability normalnya membentuk pola garis linier melalui pusat sumbu. Hal itu terlihat pada Gambar 3. dan 4. bahwa pola penyebaran data yang dihasilkan membentuk garis lurus, sehingga syarat penyebaran data sisaan secara normal terpenuhi.

Potensi Biomassa Dan Cadangan Karbon Tanaman Bambu Belangke (Gigantochloa prurients W.)

Tabel 10. Potensi Biomassa dan Cadangan Karbon Pada Bambu Belangke

(Gigantochloa pruriens W.)

No. Plot

Total Biomassa (Kg)

Total Biomassa (Ton/Ha

Total Massa Karbon (Kg)

Total Massa Karbon (Ton C/Ha)

1 711,92 16,51 260,93 6,52

2 660,60 15,45 242,49 6,06

3 617,92 49,76 226,25 5,66

Total 1990,44 49,76 729,67 18,24

Rataan 663,48 16,59 243,22 6,08

Berdasarkan Tabel 10. dapat dilihat rata-rata total biomassa dan masa karbon yang terkandung dalam bambu belangke. Rata-rata total biomassa yang


(48)

didapat dalam penelitian ini adalah sebesar 16,59 ton/ha dan selanjutnya total massa karbon yang didapat sebesar 6,08 ton/ha. Hasil penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian Wicaksono (2012) pada bambu petung (Dendrocalamus asper Backer) yang meperoleh kandungan biomassa sebesar ±33,045 ton/ha dengan serapan karbon sebesar ±16,525 ton/ha pada tegalan. Selain itu hasil penelitian ini juga lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Baharuddin (2013) mengenai analisis potensi bambu parring (Gigantochloa atter) sebagai penyerap dan penyimpan karbon di HTR Tanralili Kabupaten Maros yang memperoleh jumlah biomassa 64,07 ton/ha dengan serapan karbon 31,33 ton/ha dengan diameter rata-rata sebesar 7,5 cm. Perbedaan hasil biomassa dan cadangan karbon ini dikarenakan struktur dan perawakan serta lingkungan bambu yang diteliti sangat berbeda. Jika dilihat dari Tabel 1. diameter rata-rata bambu belangke yang diperoleh sebesar 5,61 cm, hal ini menunjukkan adanya perbedaan diameter yang cukup besar dari bambu tersebut,dan diduga berpengaruh terhadap kandungan biomassa dan cadangan karbon yang terkandung didalamnya.

Pernyataan diatas juga didukung dengan pendapat Malau (2015) yang mengatakan bahwa biomassa tiap bagian pohon akan meningkat secara proporsional dengan semakin besarnya diameter pohon sehingga biomassa juga akan meningkat. Selain itu pertambahan diameter juga akan menentukan jumlah karbon yang dikandung oleh suatu vegetasi. Perbedaan hasil biomassa dan cadangan karbon ini disebabkan karena adanya pengaruh diameter dan kondisi tempat tumbuh serta perbedaan jenis bambu. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin besar diameter suatu vegetasi maka akan semakin


(49)

besar kandungan biomassa dan massa karbon yang terkandung didalamnya, dikarenakan laju fotosintesis. Baharuddin (2013) juga mengatakan bahwa adanya kecenderungan pertambahan biomassa dengan bertambahnya diameter bambu. Dengan adanya kecenderungan tersebut maka variabel diameter dapat dijadikan sebagai penduga terhadap total biomassa bambu parring yang diteliti.

Selanjutnya kondisi lingkungan juga bisa dikatakan sangat berpengaruh terhadap jumlah kandungan biomassa dan massa karbon yang terdapat dalam bambu. Secara spesifik kandungan biomassa akan berbeda pula pada setiap jenis bambu yang berbeda, kondisi tempat tumbuh yang berbeda, serta pengelolaan yang berbeda. Kondisi tempat tumbuh yang baik tentunya akan dapat meningkatkan pertumbuhan bambu yang akan berpengaruh juga terhadap kandungan biomassa dan massa karbon yang ada didalamnya.

Secara keseluruhan hasil penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan serapan karbon hutan alam. Hutan alam memiliki kandungan biomassa dan cadangan karbon yang paling tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Pebriandi (2013) yang melakukan penelitian pada hutan lindung Sentajo memperoleh hasil massa karbon sebesar 223,177 toh/ha, dengan serapan karbon 92,897 ton. Tingginya massa dan serapan karbon tersebut sangat berkaitan dengan diameter dan kerapatan serta faktor lingkungan pada hutan alam. Hutan tanaman rakyat khususnya tanaman bambu juga memiliki potensi yang baik dalam menyerap karbon. INBAR (2009) mengatakan hal in dikarenakan hutan tanaman bambu ini sifatnya dipanen sehingga tegakan terus beregenerasi.


(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Terdapat perbedaan besarnya kandungan karbon pada setiap bagian tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens W.) yaitu 39,15% pada batang, 31,97% pada ranting, dan 20,02% pada daun.

2. Potensi biomassa dan cadangan karbon bambu belangke (Gigantochloa pruriens W.) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian

Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang masing-masing sebesar 16,59 ton/ha dan 6,08 ton C/ha.

Saran

Untuk mendapatkan total biomassa dan cadangan karbon secara keseluruhan, perlu adanya penelitian lanjutan biomassa dan cadangan karbon pada serasah dan tumbuhan bawah bambu belangke (Gigantochloa pruriens W.).


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Arniaty dkk. 2014. Analisis Kemampuan Bambu Ater (Gigantho atter) (Hassk.) Kurz dalam Mengabsorpsi Karbon Dioksida di Kecamatan Buntao’ Rantebua Kabupaten Toraja Utara.

Anthon mohde. Degradasi Stok Karbon (C) Akibat Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Lahan Kakao di DAS Nopu, Sulawesi Sengah.

[ASTM]. American Society for Testing Material. 1990a. ASTM D 2866-94. Standart Test Method for Total ash Content of Activated Carbon. Philadelphia.

[ASTM]. American Society for Testing Material. 1990b. ASTM D 5832-98. Standart Test Method for Total ash Content of Activated Carbon. Philadelphia.

Awang, S.A., H. Santoso, W.T. Widyanti, Yuli Nugroho, Kustopo dan Sapardiono. 2001. Surat Hutan Rakyat. Debut Press. Yogyakarta.

Baharuddin. 2013. Analisis Potensi Tegakan Bambu Parring (Gigantochloa atter) Sebagai Penyerap dan Penyimpan Karbon. Disertasi.

Universitas Hasanuddin. Makassar.

Basri, E. 2015. Sifat Kembang Susut dan Kadar Air Keseimbangan (KAK) Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurtz) Pada Berbagai Umur dan Tingkat Kekeringan. Puslit Hasil Hutan. Puslit Biologi-LIPI Bogor. Bogor.

Brown, S dan G. Gaston. 1996. Estimates of Biomass Density for Tropical Forests. MIT Press. Cambridge.

Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest: A Primer. Rome : FAO Forestry Paper. 134 P.

Dahlan Z. 2008. Peran Tanaman bambu Dalam Mitigasi Perubahan Iklim. Universitas Sriwijaya. Palembang.

Darusman, D dan Hardjanto. 2006. Tinjauan Pustaka Hutan Rakyat. http://www.dephut.go.id/files/ekonomi_HR.pdf.[18 Mei 2008].

Departemen Kehutanan. 1989. Pedoman Pengelolaan Hutan Rakyat Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Departemen Kehutanan.

Hairiah, K., Ekadina A, Sari R, dan Rahayu, S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon dari Tingkat Lahan ke Bentang Lahan. Worid Agroforestry Centere, ICRAF SEA Regional Office. Universitas Brawijaya. Malang.


(52)

Haygreen JG dan Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Edisi ke-4. Yogyakarta: University Gadjah Mada Press.

ICRAF. 2001. Methods for Sampling Carbon Stock Above and Below Ground. ICRAF. Bogor.

INBAR. 2009. The Climate Chane Challenge and Bamboo. Nepal. Kiyoshi, M. 2002. Measurementof Biomass in Forest. JICA. Jepang.

Lusyiani. 2011. Analisis sifat fisik dan kimia briket arang dari campuran Kayu

galam (Melaleuca leucadendron Linn) dan tempurung Kemiri (Aleurites moluceana Wild).

Mahdalifah dkk. 2014. Analisis Kemampuan Bambu Tallang (Schyzostachyum branchyladum kurz ). Dalam Mengabsorpsi

Karbondioksida di Kecamatan Buntao’ Rantebua Kabupaten Toraja Utara. Malau Y. 2015. Pendugaan Cadangan Karbon Above Ground Biomass (AGB)

Pada Tegakan Agroforestri di Kabupaten Langkat. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Martin, J. G.,Kloppel, B.D., Schaefer, T.L., Kimbler, D.L., and McNutly, S.G. 1998. Above Ground Biomass and Nitrogen Allcation of Ten Deciduous Southtern Application Tree Species. J. For. Res. 28 : 1648-1659.

Muhdi. 2013. Potensi Biomassa Tegakan Setelah Pemanenan Kayu di Hutan Alam Tropika Kalimantan Timur. Dalam Prosiding Seminar Nasional Biologi. Departemen Ilmu Kehutanan USU. Medan.

N. Berlian, V.A. dan E. Rahayu. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Oohata, S. 1991. A Study to Estimate the Forests Bimass: A non Cutting Method to Use the Piled up Data. Buletin of the Kyoto University Forest No.63:23-36.

Parresol, B. R. 1999. Assessing Tree and Strand Biomass : Review With Examples and Critical Comparisons. For. Vol. 45(4):573-593.

Pebriandi. 2013. Estimation of The Carbon Potential In The Above Ground at The Stand Level Poles and Trees in Sentajo Protected Forest. Universitas Riau. Riau.

Purwitasari, H. 2011. Model persamaan Allometrik Biomassa dan Massa karbon Pohon Akasia Mangium (Acacia mangium Willd.). Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(53)

Rosintah. 2015. Pendugaan Biomassa Karbon Serasah dan Tanah Pada HutanTanaman (Shorea leprosula Miq). Sistem TPTII PT. Suka Jaya Makmur. Univeritas Tanjungpura. Pontianak.

Suprihatno, B. Rasoel, H., dan Bintal, A. 2012. Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Tanaman Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens). Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau. Riau.

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa. Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor.

Sulaiman, M. 2014. Analisis Kemampuan Bambu Betung (Dendrocalamus asper Schult F) Backer ex Eyne, Dalam Absorpsi Karbondioksida di Kecamatan Buntao’Rantebua, Kabupaten Toraja Utara, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Yuniawati. 2011. Estimasi Potensi Biomassa dan Massa Karbon Hutan Tanaman Acacia crassicarpa di Lahan Gambut (Studi Kasus di Areal HTI Kayu Serat di Pelalawan, Provinsi Riau). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widyasari, N. A., E. 2010. Pendugaan Biomassa dan Potensi Karbon Terikat di Atas Permukaan Tanah Pada Hutan Rawa Gambut Bekas Terbakar di Sumatera selatan. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (hlm. 41-49 ISSN 0853-4217). Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(54)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi penelitian di lapangan

Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens W)

Petak Contoh 1 Petak Contoh 2


(55)

Pengukuran diameter batang

Penebangan sampel tegakan Pengukuran tinggi sampel tegangan


(56)

Pengambilan sampel penelitian


(57)

Lampiran 2. Dokumentasi Laboratorium

Proses pengovenan sampel penelitian

Sampel batang setelah dioven


(58)

Lampiran 3. Data Laboratorium Hasil pengolahan data di laboratorium

Kode Sampel

BKT Cawan

BKU Sampel

BKT

Sampel + Cawan % KA % ZT % Abu % FC

B1PLT1 27.3005 2.1722 29.4215 2.414 55.578 1.429 42.994 B2PLT1 23.6046 2.2992 25.8422 2.753 56.087 1.908 42.005 B3PLT1 25.8046 2.3830 28.1362 2.204 62.699 1.291 36.010 B1PLT2 16.8753 2.2718 19.0915 2.509 59.832 1.972 38.196 B2PLT2 24.0233 2.4206 26.3825 2.603 60.521 1.611 37.869 B3PLT2 23.7881 2.3040 26.0293 2.802 56.952 2.200 40.849 B1PLT3 24.4040 2.2342 26.5863 2.378 56.459 1.375 42.167 B2PLT3 24.0487 2.3229 26.3161 2.448 63.160 1.707 35.133 B3PLT3 23.5417 2.2067 25.6937 2.542 60.074 1.413 38.513 R1PLT1 22.4283 2.1510 24.5455 1.596 67.906 2.711 29.383 R2PLT1 21.7009 2.0872 23.7232 3.209 61.692 4.643 33.665 R3PLT1 22.8815 2.1228 24.9631 1.979 63.874 4.530 31.596 R1PLT2 22.6057 2.0248 24.5931 1.882 62.816 4.976 32.208 R2PLT2 27.9329 2.3822 30.2503 2.796 62.618 6.952 30.431 R3PLT2 30.4471 2.4419 32.8331 2.343 60.851 5.977 33.173 R1PLT3 23.9457 2.2998 26.2003 2.005 63.719 4.919 31.363 R2PLT3 22.8383 2.1941 24.9823 2.337 65.294 4.403 30.303 R3PLT3 29.3132 2.5300 31.7872 2.264 63.181 3.917 32.902 D1PLT1 21.4886 1.7941 23.2233 3.424 66.415 13.657 19.929 D2PLT1 26.0559 1.5320 27.5440 2.950 67.838 10.786 21.376 D3PLT1 26.7718 2.4959 29.1931 3.081 65.593 13.918 20.489 D1PLT2 23.3640 1.8981 25.2023 3.253 65.648 15.166 19.186 D2PLT2 23.1357 1.9429 25.0258 2.794 65.446 16.539 18.015 D3PLT2 25.2211 2.0462 27.2196 2.387 65.384 16.107 18.509 D1PLT3 21.8748 1.7024 23.5291 2.908 67.056 13.571 19.374 D2PLT3 26.6127 2.1206 28.6787 2.643 68.935 10.707 20.358 D3PLT3 25.9112 2.3120 28.1688 2.410 67.045 12.699 20.256


(59)

Lampiran 4. Tabel Data Plot Sampel Hasil pengolahan plot sampel tebang

No. Plot Sampel Tebang BB (Kg) BK (Kg/Btg) Masa Karbon (Kg)

1 26,50 12,57 4,88

1 2 27,70 11,48 4,39

3 21,40 10,51 3,69

1 19,40 8,94 3,25

2 2 23,70 8,96 3,15

3 19,00 9,01 3,39

1 22,40 9,59 3,75

3 2 24,80 12,07 3,95

3 20,00 9,24 3,76

Jumlah 204,90 92,37 34,21


(1)

38 5,78 33.41 173.889 -53.233 4.262 8.5888608

39 5,47 29.92 173.889 -53.233 4.262 10.2273658

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

40 5,78 33.40 173.889 -53.233 4.262 8.5888608

41 6,61 43.69 173.889 -53.233 4.262 8.2346002

42 6,61 43.69 173.889 -53.233 4.262 8.2346002

43 5,87 34.46 173.889 -53.233 4.262 8.2665978

44 4,90 24.01 173.889 -53.233 4.262 15.37792

45 4,56 20.79 173.889 -53.233 4.262 19.7688432

46 4,78 22.85 173.889 -53.233 4.262 16.8151408

47 5,79 33.52 173.889 -53.233 4.262 8.5496442

48 6,74 45.42 173.889 -53.233 4.262 8.7110112

49 5,64 31.81 173.889 -53.233 4.262 9.2273952

50 5,67 32.15 173.889 -53.233 4.262 9.0765018

51 5,54 30.69 173.889 -53.233 4.262 9.7857792

52 5,54 30.69 173.889 -53.233 4.262 9.7857792

53 5,78 33.41 173.889 -53.233 4.262 8.5888608

54 6,89 47.47 173.889 -53.233 4.262 9.4397202

55 6,56 43.03 173.889 -53.233 4.262 8.0897232

56 5,76 33.17 173.889 -53.233 4.262 8.6698512

57 5,56 30.91 173.889 -53.233 4.262 9.6672832

58 5,46 29.81 173.889 -53.233 4.262 10.2938592

59 5,54 30.69 173.889 -53.233 4.262 9.7857792

60 6,78 45.97 173.889 -53.233 4.262 8.8865808

61 6,70 44.89 173.889 -53.233 4.262 8.54908

62 5,45 29.70 173.889 -53.233 4.262 10.361205

63 6,77 45.83 173.889 -53.233 4.262 8.8414098

64 5,56 30.91 173.889 -53.233 4.262 9.6672832


(2)

Lampiran 6. Perhitungan Total Massa Karbon

Data perhitungan total massa karbon

No. Tegakan D (cm) D2 β0 β1 β2 C (Karbon)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 5.56 30.9136 54.606 -16.386 1.297 3.5947792 2 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 4 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425

5 6.2 38.44 54.606 -16.386 1.297 2.86948

6 6.8 46.24 54.606 -16.386 1.297 3.15448

7 5.48 30.0304 54.606 -16.386 1.297 3.7601488 8 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 9 5.43 29.4849 54.606 -16.386 1.297 3.8719353 10 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425

11 4.8 23.04 54.606 -16.386 1.297 5.83608

12 4.98 24.8004 54.606 -16.386 1.297 5.1698388 13 5.46 29.8116 54.606 -16.386 1.297 3.8040852 14 5.76 33.1776 54.606 -16.386 1.297 3.2539872 15 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 16 5.46 29.8116 54.606 -16.386 1.297 3.8040852 17 5.46 29.8116 54.606 -16.386 1.297 3.8040852 18 4.89 23.9121 54.606 -16.386 1.297 5.4924537 20 4.76 22.6576 54.606 -16.386 1.297 5.9955472 21 6.23 38.8129 54.606 -16.386 1.297 2.8615513 22 5.66 32.0356 54.606 -16.386 1.297 3.4114132 23 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 24 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 25 5.65 31.9225 54.606 -16.386 1.297 3.4285825 26 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 27 5.76 33.1776 54.606 -16.386 1.297 3.2539872 28 5.88 34.5744 54.606 -16.386 1.297 3.0993168 29 5.76 33.1776 54.606 -16.386 1.297 3.2539872

30 5.3 28.09 54.606 -16.386 1.297 4.19293

31 5.88 34.5744 54.606 -16.386 1.297 3.0993168 32 5.34 28.5156 54.606 -16.386 1.297 4.0894932

33 5.3 28.09 54.606 -16.386 1.297 4.19293

34 5.4 29.16 54.606 -16.386 1.297 3.94212

35 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 36 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 37 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 38 5.68 32.2624 54.606 -16.386 1.297 3.3778528 39 5.68 32.2624 54.606 -16.386 1.297 3.3778528


(3)

41 6.67 44.4889 54.606 -16.386 1.297 3.0134833 42 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

43 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 44 4.78 22.8484 54.606 -16.386 1.297 5.9152948 45 4.56 20.7936 54.606 -16.386 1.297 6.8551392 46 4.67 21.8089 54.606 -16.386 1.297 6.3695233 47 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 48 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 49 5.64 31.8096 54.606 -16.386 1.297 3.4460112 50 4.53 20.5209 54.606 -16.386 1.297 6.9930273 51 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 52 5.64 31.8096 54.606 -16.386 1.297 3.4460112

53 5.3 28.09 54.606 -16.386 1.297 4.19293

54 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 55 6.54 42.7716 54.606 -16.386 1.297 2.9163252 56 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 57 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425

58 5.3 28.09 54.606 -16.386 1.297 4.19293

59 5.65 31.9225 54.606 -16.386 1.297 3.4285825 60 6.21 38.5641 54.606 -16.386 1.297 2.8665777 61 5.87 34.4569 54.606 -16.386 1.297 3.1107793 62 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 63 5.65 31.9225 54.606 -16.386 1.297 3.4285825 64 6.21 38.5641 54.606 -16.386 1.297 2.8665777 65 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 66 5.53 30.5809 54.606 -16.386 1.297 3.6548473 67 5.46 29.8116 54.606 -16.386 1.297 3.8040852 68 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 69 5.56 30.9136 54.606 -16.386 1.297 3.5947792 70 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425

Jumlah 260.931072

1 5.3 28.09 54.606 -16.386 1.297 4.19293

2 5.48 30.0304 54.606 -16.386 1.297 3.7601488 4 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 5 5.54 30.6916 54.606 -16.386 1.297 3.6345652

6 6.8 46.24 54.606 -16.386 1.297 3.15448

7 5.8 33.64 54.606 -16.386 1.297 3.19828

8 5.34 28.5156 54.606 -16.386 1.297 4.0894932

9 5.3 28.09 54.606 -16.386 1.297 4.19293

10 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425

11 5.6 31.36 54.606 -16.386 1.297 3.51832

12 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 13 5.46 29.8116 54.606 -16.386 1.297 3.8040852


(4)

14 5.43 29.4849 54.606 -16.386 1.297 3.8719353 15 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

16 5.46 29.8116 54.606 -16.386 1.297 3.8040852 17 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 18 4.89 23.9121 54.606 -16.386 1.297 5.4924537 20 4.76 22.6576 54.606 -16.386 1.297 5.9955472 21 5.56 30.9136 54.606 -16.386 1.297 3.5947792 22 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 23 5.65 31.9225 54.606 -16.386 1.297 3.4285825 24 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 25 5.65 31.9225 54.606 -16.386 1.297 3.4285825 26 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 27 5.65 31.9225 54.606 -16.386 1.297 3.4285825 28 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 29 4.87 23.7169 54.606 -16.386 1.297 5.5669993 30 4.78 22.8484 54.606 -16.386 1.297 5.9152948 31 5.88 34.5744 54.606 -16.386 1.297 3.0993168 32 5.48 30.0304 54.606 -16.386 1.297 3.7601488 33 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 34 5.46 29.8116 54.606 -16.386 1.297 3.8040852 35 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 36 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 37 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 38 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 39 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 40 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 41 5.56 30.9136 54.606 -16.386 1.297 3.5947792 42 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 43 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 44 4.89 23.9121 54.606 -16.386 1.297 5.4924537 45 4.56 20.7936 54.606 -16.386 1.297 6.8551392 46 4.67 21.8089 54.606 -16.386 1.297 6.3695233 47 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 48 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 49 5.64 31.8096 54.606 -16.386 1.297 3.4460112 50 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 51 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 52 5.46 29.8116 54.606 -16.386 1.297 3.8040852 53 4.97 24.7009 54.606 -16.386 1.297 5.2046473 54 5.56 30.9136 54.606 -16.386 1.297 3.5947792 55 5.57 31.0249 54.606 -16.386 1.297 3.5752753 56 5.76 33.1776 54.606 -16.386 1.297 3.2539872 57 5.56 30.9136 54.606 -16.386 1.297 3.5947792


(5)

58 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 59 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

60 5.46 29.8116 54.606 -16.386 1.297 3.8040852 61 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 62 5.54 30.6916 54.606 -16.386 1.297 3.6345652 63 5.78 33.4084 54.606 -16.386 1.297 3.2256148 64 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033

Jumlah 242.48959

1 5.34 28.5156 54.606 -16.386 1.297 4.0894932 2 5.47 29.9209 54.606 -16.386 1.297 3.7819873 4 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 5 5.54 30.6916 54.606 -16.386 1.297 3.6345652 6 6.83 46.6489 54.606 -16.386 1.297 3.1932433 7 6.82 46.5124 54.606 -16.386 1.297 3.1800628 8 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425

9 5.3 28.09 54.606 -16.386 1.297 4.19293

10 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 11 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 12 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 13 5.47 29.9209 54.606 -16.386 1.297 3.7819873 14 5.48 30.0304 54.606 -16.386 1.297 3.7601488 15 5.54 30.6916 54.606 -16.386 1.297 3.6345652 16 5.48 30.0304 54.606 -16.386 1.297 3.7601488

17 5.3 28.09 54.606 -16.386 1.297 4.19293

18 5.54 30.6916 54.606 -16.386 1.297 3.6345652 20 5.72 32.7184 54.606 -16.386 1.297 3.3138448 21 5.56 30.9136 54.606 -16.386 1.297 3.5947792 22 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 23 5.64 31.8096 54.606 -16.386 1.297 3.4460112 24 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033

25 5.7 32.49 54.606 -16.386 1.297 3.34533

26 5.34 28.5156 54.606 -16.386 1.297 4.0894932 27 6.45 41.6025 54.606 -16.386 1.297 2.8747425 28 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 29 4.87 23.7169 54.606 -16.386 1.297 5.5669993

30 6.8 46.24 54.606 -16.386 1.297 3.15448

31 6.79 46.1041 54.606 -16.386 1.297 3.1420777 32 5.48 30.0304 54.606 -16.386 1.297 3.7601488 33 5.54 30.6916 54.606 -16.386 1.297 3.6345652 34 5.78 33.4084 54.606 -16.386 1.297 3.2256148 35 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 36 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 37 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033


(6)

38 5.78 33.4084 54.606 -16.386 1.297 3.2256148 39 5.47 29.9209 54.606 -16.386 1.297 3.7819873

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

40 5.78 33.4084 54.606 -16.386 1.297 3.2256148 41 6.61 43.6921 54.606 -16.386 1.297 2.9631937 42 6.61 43.6921 54.606 -16.386 1.297 2.9631937 43 5.87 34.4569 54.606 -16.386 1.297 3.1107793

44 4.9 24.01 54.606 -16.386 1.297 5.45557

45 4.56 20.7936 54.606 -16.386 1.297 6.8551392 46 4.78 22.8484 54.606 -16.386 1.297 5.9152948 47 5.79 33.5241 54.606 -16.386 1.297 3.2118177 48 6.74 45.4276 54.606 -16.386 1.297 3.0839572 49 5.64 31.8096 54.606 -16.386 1.297 3.4460112 50 5.67 32.1489 54.606 -16.386 1.297 3.3945033 51 5.54 30.6916 54.606 -16.386 1.297 3.6345652 52 5.54 30.6916 54.606 -16.386 1.297 3.6345652 53 5.78 33.4084 54.606 -16.386 1.297 3.2256148 54 6.89 47.4721 54.606 -16.386 1.297 3.2777737 55 6.56 43.0336 54.606 -16.386 1.297 2.9284192 56 5.76 33.1776 54.606 -16.386 1.297 3.2539872 57 5.56 30.9136 54.606 -16.386 1.297 3.5947792 58 5.46 29.8116 54.606 -16.386 1.297 3.8040852 59 5.54 30.6916 54.606 -16.386 1.297 3.6345652 60 6.78 45.9684 54.606 -16.386 1.297 3.1299348

61 6.7 44.89 54.606 -16.386 1.297 3.04213

62 5.45 29.7025 54.606 -16.386 1.297 3.8264425 63 6.77 45.8329 54.606 -16.386 1.297 3.1180513 64 5.56 30.9136 54.606 -16.386 1.297 3.5947792


Dokumen yang terkait

Model Allometrik Biomassa dan Massa Karbon Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun

0 42 63

Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

0 0 11

Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

0 0 2

Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

0 0 3

Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

0 1 8

Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

0 0 3

Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Belangke (Gigantochola pruriens Widjaja) di Hutan Tanaman Rakyat Desa Durian Serugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

0 0 16

Model Allometrik Biomassa dan Massa Karbon Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun

1 0 7

Model Allometrik Biomassa dan Massa Karbon Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun

0 0 15

MODEL ALLOMETRIK BIOMASSA DAN MASSA KARBON BAMBU BELANGKE (Gigantochloa pruriens Widjaja.) DI HUTAN RAKYAT DESA SIRPANG SIGODANG, KECAMATAN PANEI, KABUPATEN SIMALUNGUN

0 2 10