6
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Umum MAN 1 Surakarta
MAN 1 Surakarta terletak di jalan Sumpah Pemuda No. 25, Kadipiro, Banjarsari,
Kota Surakarta, Jawa Tengah. Sekolah ini setara dengan Sekolah Menengah Atas
SMA yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian Agama. MAN 1 Surakarta memiliki 1 buah kantin dan 1 buah koperasi, yang menyediakan
makanan ringan snack, makanan berat nasi dan minuman. Lokasi MAN 1 Surakarta berdekatan dengan minimarket Alfamart dan berseberangan dengan
warung nasi serta warung bakso. Kondisi yang berdekatan ini membuat siswa- siswi dengan mudah dapat mengakses makanan. Siswa-siswi MAN 1 Surakarta
juga membeli jajanan kepada pedagang keliling yang setiap hari berjualan di
depan pagar sekolah. Makanan yang dijual oleh pedagang keliling, yaitu batagor, siomay dan bakso bakar. Siswa-siswi MAN 1 Surakarta pernah mendapatkan
penyuluhan mengenai anemia sebanyak satu kali sewaktu mengikuti Masa Orientasi Siswa MOS dan tidak ada penambahan materi mengenai anemia pada
jam-jam pelajaran di sekolah. Program Usaha Kesehatan Sekolah UKS dan kegiatan ekstrakulikuler Palang Merah Remaja PMR juga tidak pernah
memberikan materi penyuluhan mengenai anemia.
3.2. Analisis Univariat
3.2.1. Distribusi Responden menurut Usia
Responden dalam penelitian ini adalah siswi kelas XI dan XII di MAN 1
Surakarta dengan karakteristik usia sebagai berikut:
Tabel 1.Distribusi Responden menurut Usia
Usia Jumlah n
Persentase
15 14
24,6 16
16 28,1
17 26
45,6 18
1 1,8
Total 57
100
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia 17 tahun sebesar 45,6. Remaja adalah individu perempuan ataupun laki-laki yang
berusia 9-18 tahun Istiany Rusilanti, 2014. Irianto 2014 menyatakan bahwa remaja putri merupakan kelompok yang rawan menderita anemia. Penyebab dari
7
hal ini karena umumnya remaja putri lebih menyukai konsumsi makanan nabati dibandingkan makanan hewani, remaja putri ingin tampil langsing sehingga
membatasi asupan makan, eksresi zat besi melalui feses serta adanya menstruasi setiap bulan. Hasil penelitian Balci, et al 2012 menyatakan bahwa penyebab
anemia pada remaja putri karena pola makan yang salah, diet untuk menurunkan berat badan dan konsumsi sumber protein hewani yang kurang.
3.2.2. Distribusi Asupan Protein
Asupan protein responden dalam penelitian ini diambil menggunakan metode Semi Quantitative Food Frequency. Data diambil dengan cara menanyakan
makanan dan minuman yang telah dikonsumsi selama 3 bulan terakhir, kemudian dikonversikan menjadi asupan protein rata-rata perhari dalam bentuk satuan gram.
Selanjutnya, hasil Semi Quantitative Food Frequency diolah menggunakan program NutriSurvey, lalu dibandingkan dengan AKG Individu. AKG individu
didapat dengan melakukan koreksi terhadap berat badan aktual dengan berat badan standar pada tabel AKG 2013. Kategori asupan protein dikatakan kurang
jika asupan 80, baik jika 80-110, lebih jika 110. Distribusi statistik deskriptif menurut asupan protein dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2.Distribusi Statistik Deskriptif menurut Asupan Protein
Statistik Deskriptif Asupan Protein
Rata-rata 122,29
Standar deviasi 34,48
Nilai maksimal 201,30
Nilai minimal 52,21
Responden dalam penelitian ini memiliki nilai rata-rata asupan protein sebesar 122,29±34,48 dengan nilai minimal 52,21 yang tergolong dalam
kategori asupan protein kurang dan nilai maksimal 201,30 yang tergolong dalam kategori asupan protein lebih. Distribusi responden menurut asupan protein
dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3.Distribusi Responden menurut Asupan Protein
Kategori Jumlah n
Persentase
Kurang 6
10,5 Baik
16 28,1
Lebih 35
61,4 Total
57 100
8
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki asupan protein dalam kategori lebih sebesar 61,4. Hasil Semi Quantitative Food
Frequency 3 bulan terakhir menunjukkan bahwa sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi adalah telur ayam, daging ayam, bakso, ikan bandeng,
ikan lele dan susu kental manis Frisian Flag dengan frekuensi konsumsi masing- masing bahan makanan, yaitu 1-3 kali dalam seminggu. Sumber protein nabati
yang paling banyak dikonsumsi adalah olahan kacang kedelai, yaitu tahu dan tempe dengan frekuensi konsumsi masing-masingnya 1-3 kali dalam seminggu.
3.2.3. Distribusi Asupan Zat Besi