PETUNJUK-PETUNJUK RASULULLAH SAW TERHADAP PENDIDIKAN PEMUDA DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN MASA KINI (Kajian terhadap Kitab al-Hady an-Nabawiy fī Tarbiyah al-Aulād fī Ḍaui al-Kitāb wa as-Sunnah)

(1)

Aul̄ ̄ Kit̄

SKRIPSI

Oleh : Ahmad Abdillah NPM: 20110720271

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) strata Satu

pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh : Ahmad Abdillah NPM: 20110720271

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

v

ا ديِدَس

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah

dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS. an-Nisa’: 9)


(6)

vi

Ibundaku Rohmiyatun dan Ayahandaku Subhan, Kakakku Fahmi Idris dan Adik-adikku Muhammad Yusuf Hamzah dan Muhammad Rafiq serta

Saudara-saudaraku;

Almamaterku tercinta Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Para Ustadz/Ustadzah dan segenap Karyawan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta;

Teman-temanku seperjuangan di PUTM Angkatan ke-11 dan Teman-temanku yang lain di mana pun berada.


(7)

vii

َٰنِإ

ٰ

َٰدْمَْْا

ٰ

ِٰهَلِل

ٰ

ُُٰدَمََْ

ٰ

ُٰهُنيِعَتْسَنَو

ٰ

ُُٰرِفْغَ تْسَنَو

ٰ

ٰ,

ُٰذوُعَ نَو

ٰ

ِٰهَللاِب

ٰ

ْٰنِم

ٰ

ِٰروُرُش

ٰ

اَنِسُفْ نَأ

ٰ

ِٰتاَئّيَسَو

ٰ

اَ نِلاَمْعَأ

ٰ,

ْٰنَم

ٰ

ِِٰدْهَ ي

ٰ

ُٰهَللا

ٰ

َٰلَف

ٰ

َٰلِضُم

ٰٰ

ُهَلٰ

،ٰ

ْٰنَمَو

ٰ

ْٰلِلْضُي

ٰ

َٰلَف

ٰ

َٰيِداَ

ٰٰ

ُهَلٰ

ٰ,

ُٰدَهْشَأ

ٰ

ْٰنَأ

ٰ

ََٰٰ

َٰهَلِإ

ٰ

ََِٰإ

ٰ

ُٰهَللا

ٰ

َٰهْشَأَو

ُٰدٰ

َٰنَأ

ٰ

ا دَمَُُ

ٰ

ُُٰدْبَع

ٰ

ُٰهُلوُسَرَو

ٰ،

ٰ

َٰمُهَللا

ٰ

ّٰلَص

ٰ

ْٰمّلَسَو

ٰ

ىَلَع

ٰ

اَنَ يِبَن

ٰ

ٍٰدَمَُُ

ٰ

ىَلَص

ٰ

ُٰها

ٰ

ِٰهْيَلَع

ٰ

َٰمَلَسَو

ٰ

ىَلَعَو

ٰ

ِٰهِلآ

ٰ

ِٰهِبْحَصَو

ٰ

ْٰنَمَو

ٰ

َٰكَلَس

ٰ

ُٰهَلْ يِبَس

ٰ

َٰلِإ

ٰ

ِٰمْوَ ي

ٰ

ِٰةَماَيِقْلا

.

ٰ

Segala puji bagi Allah Swt yang telah menganugerahkan kenikmatan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu dimohonkan kepada Allah agar dicurahkan kepada Baginda Rasulullah saw, beserta keluarga dan sahabatnya, yang telah berjasa membawa umat manusia ke dalam cahaya keimanan.

Dalam proses penyelesaian skripsi yang berjudul “Petunjuk-petunjuk Rasulullah saw terhadap Pendidikan Pemuda dan Relevansinya dengan

b la aran a a Kini Ka ian t rhada Kitab al-Hady an-Nabawiy f̄

Tarbiyah al-Aul̄d f̄ Ḍaui al-Kit̄b wa as-Sunnah)”, yang disusun guna memenuhi salah satu syarat kelulusan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, peneliti menyadari betul bahwa ini semua tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karenanya peneliti menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Bambang Cipto M.A selaku Rektor Universitaas Muhammadiyah Yogyakarta.


(8)

(9)

ix

NOTA DINAS ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... xvi

BAB I: PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D.Sistematika Pembahasan ... 7

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A.Tinjauan Pustaka ... 9

B. Kerangka Teori ... 14

1. Petunjuk ... 14

2. Pendidikan ... 15


(10)

x

d. Metode Pembelajaran ... 28

4. Pemuda ... 32

a. Pengertian Pemuda ... 33

b. Aspek-aspek Psikologi Pemuda ... 34

BAB III: METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 53

B. Sumber data ... 53

C.Metode Pengumpulan data ... 54

D.Analisis Data ... 54

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Biografi Sa’̄d bin ‘Al̄ bin Wahf al-Qạ̣̄n̄ ... 56

1. Latar Belakang Kehidupan ... 56

2. Karya-karya Sa’̄d bin ‘Al̄ bin Wahf al-Qạ̣̄n̄ ... 58

3. Kitab al-Hady an-Nabawiy f̄ Tarbiyah al-Aul̄d f̄ Ḍaui al-Kit̄b wa as-Sunnah ... 59

B. Petunjuk-Petunjuk Pendidikan Rasulullah saw terhadap Pemuda dalam Kitab al-Hady an-Nabawiy f̄ Tarbiyah al-Aul̄d f̄ Ḍau’ al -Kit̄b wa as-Sunnah ... 62

1. Pengertian Fase Pemuda ... 62


(11)

xi

d. Pemuda Merupakan Fase usia terpanjang ... 77

3. Interaksi Nabi saw dengan Para Pemuda ... 77

4. Sikap Nabi saw terhadap Para Pemuda dalam Hal Pendidikan ... 78

a. Mengasihi dan Menyayangi Para Pemuda ... 78

b. Memberikan Senyum dan Sambutan Hangat kepada Para Pemuda ... 80

c. Membeli dari Para Pemuda dan Memuliakan Mereka dengan Memberi Keuntungan Lebih ... 81

d. Menghargai Para Pemuda dan Menghormati Hak-hak Mereka ... 82

e. Memanggil Para Pemuda dengan Nama yang paling Mereka Sukai dan Berupaya Menggembirakan Mereka ... 83

f. Meringankan Kesedihan yang Menimpa Mereka ... 84

g. Memboncengkan Para Pemuda di atas Binatang Tunggangan ... 86

h. Memenuhi Kebutuhan para Pemuda ... 87

i. Menjenguk Para Pemuda yang Sakit ... 89

5. Memotivasi Para Pemuda kepada Akhlak yang Mulia ... 89

a. Orang yang Berakhlak Baik Paling Dicintai oleh Rasulullah saw ... 89

b. Akhlak yang Baik Mengharamkan (Pelakunya) dari Api Neraka ... 91


(12)

xii

6. Petunjuk Nabi saw kepada Para Ayah dalam Hal Pendidikan ... 95

7. Wasiat Nabi saw kepada Para Pemuda dalam Hal Adab ... 98

a. Jangan Berteman kecuali dengan Seorang Mukmin ... 98

b. Perbaguslah Akhlakmu terhadap Manusia ... 102

c. Jagalah Lidahmu ... 103

d. Jangan Melanjutkan Pandangan dengan Pandangan lain ... 105

e. Memulai dari sebelah Kanan ... 107

f. Angkatlah Kain Sarungmu ... 109

8. Meluruskan Kesalahan Para Pemuda dalam Hal Adab ... 111

a. Metode Perbaikan dengan Praktik Nyata ... 111

b. Metode Isyarat ... 112

c. Metode Pujian ... 113

d. Metode Memberi Kepuasan dengan Dialog ... 115

e. Metode Peringatan Keras ... 116

f. Metode Teguran dan Hukuman ... 118

C.Relevansi Petunjuk-Petunjuk Pendidikan Rasulullah saw terhadap Pemuda dalam Kitab al-Hady an-Nabawiy f̄ Tarbiyah al-Aul̄d f̄ Ḍau’ al-Kit̄b wa as-Sunnah dengan Pembelajaran Masa Kini ... 121

1. Model Pembelajaran Rasulullah saw ... 121


(13)

xiii

2. Pendekatan Pembelajaran Rasulullah saw ... 124

a. Pendekatan Pembelajaran Konservatif ... 124

b. Pendekatan Pembelajaran Liberal ... 125

3. Strategi Pembelajaran Rasulullah saw ... 125

a. Strategi Pembelajaran Langsung ... 125

b. Strategi Pembelajaran tidak Langsung ... 126

c. Strategi Pembelajaran Interaktif ... 126

d. Strategi Pembelajaran Mandiri ... 127

4. Metode Pembelajaran Rasulullah saw ... 127

a. Metode Ceramah ... 127

b. Metode Tanya Jawab ... 128

c. Metode Penugasan ... 128

d. Metode Pemecahan Masalah ... 129

e. Metode Diskusi ... 129

BAB V: PENUTUP A.Kesimpulan ... 132

B. Saran-saran ... 134

DAFTAR PUSTAKA ... 136

CURRICULUM VITAE ... 140 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(14)

(15)

xiv

Nabawiy f̄ Tarbiyah al Aul̄d f̄Ḍau’ al Kit̄ karya dari Sa’̄d bin

‘Al̄ bin Wahf al-Qạ̣̄n̄ dan relevansinya dengan dengan pembelajaran masa kini, dalam hal ini hanya terbatas dalam hal model, pendekatan, strategi dan metode pembelajaran yang berkembang di masa ini.

Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (Library Research), yaitu penelitian yang bahan-bahannya adalah buku-buku perpustakaan dan sumber lainnya yang kesemuanya berbasis kepustakaan. Metode pengumpulan datanya menggunakan metode dokumentasi yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis gambar maupun elektronik, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis isi atau dokumen (content or document analysis).

Hasilnya menunjukkan bahwa petunjuk-petunjuk Rasulullah saw terhadap pendidikan pemuda yang ada dalam Kitab al-Hady an-Nabawiy f̄ Tarbiyah al

-Aul̄d f̄ Ḍau’ al-Kit̄b wa as-Sunnah itu meliputi; pengertian fase pemuda,

urgensi fase pemuda, sikap Rasulullah saw terhadap para pemuda dalam hal pendidikan, memotivasi para pemuda kepada akhlak mulia, petunjuk Rasulullah saw kepada para ayah dalam hal pendidikan, wasiat Rasulullah saw kepada para pemuda dalam hal adab dan metode meluruskan kesalahan para pemuda dalam hal adab. Petunjuk Rasulullah saw terhadap pendidikan pemuda ini ternyata relevan dengan pembelajaran masa kini, terlihat dari beberapa hal, yaitu 1) model pembelajaran masa kini yang digunakan oleh Rasulullah saw adalah model pembelajaran memproses informasi, model pembelajaran sosial, model pembelajaran personal dam model pembelajaran sistem perilaku. 2) Pendekatan pembelajaran Rasulullah saw adalah pendekatan pembelajaran konservatif (berpusat pada guru) dan liberal (berpusat pada peserta didik). 3) Strategi pembelajaran Rasulullah saw ada empat, yakni strategi pembelajaran langsung, tidak langsung, interaktif dan mandiri. 4) Metode pembelajaran Rasulullah saw dalam mendidik pemuda ada lima yaitu metode ceramah, tanya jawab, penugasan, pemecahan masalah dan diskusi. Hal ini membuktikan bahwa petunjuk-petunjuk dari Rasulullah saw dalam hal mendidik pemuda relevan dengan pembelajaran yang ada pada masa kini.


(16)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang sempurna, Allah Swt telah melimpahkan nikmat-Nya kepada manusia dan Allah Swt rida Islam menjadi agama bagi seluruh manusia (QS. al-Maidah: 3). Agama Islam merupakan satu-satunya agama yang benar di sisi Allah Swt, dan Allah Swt tidak menerima agama selainnya (QS. Ali Imran: 19, 85).

Manusia akan sukses mengarungi kehidupan ini dan bahagia kelak di akhirat jika mau berpegang pada dua hal yang dijadikan sebagai sumber pegangan dalam agama Islam ini yaitu al-Qur’an dan hadis Rasulullah saw. Hal ini menunjukkan bahwa Agama Islam dengan segala aturan-aturannya itu mencakup segala lini kehidupan dan sesuai di setiap tempat dan waktu serta berlaku bagi seluruh manusia dengan ras, suku dan bangsa yang berbeda-beda (Ismail, 2009: 3).

Islam sebagai agama yang mengandung tuntunan yang komprehensif memiliki sistem nilai-nilai yang dapat menjadikan pemeluknya sebagai hamba Allah Swt yang mampu menikmati kehidupannya dalam situasi dan kondisi serta dalam ruang dan waktu sesuai dengan kehendak Khaliknya yang semuanya itu membawa maslahat bagi makhluk-Nya.

Suatu pola kehidupan yang ideal (dicita-citakan) demikian itulah yang hendak dibentuk melalui proses kependidikan yang dikehendaki oleh Islam. Dilihat dari segi metodologis, proses kependidikan Islam tersebut merupakan


(17)

tujuan akhir yang hendak dicapai secara bertahap dalam pribadi manusia. Hal itu menunjukkan bahwa pendidikan Islam melakukan internalisasi ajaran Islam secara bertahap ke dalam pribadi manusia yang berlangsung sesuai tingkat perkembangannya (Arifin, 1989: 8).

Islam juga sangat memperhatikan pendidikan, terbukti Islam menjunjung tinggi orang yang berpendidikan (berilmu) (QS. al-Mujadalah: 11). Firman Allah yang pertama turun kepada Rasulullah saw juga berkaitan dengan pendidikan yaitu perintah untuk membaca (QS. al-‘Alaq: 1). Al-Qur’an sendiri menyeru manusia untuk berfikir dan memiliki pengetahuan, misalnya kata afal̄ ya’qil̄n, afal̄ ya’lam̄n, afal̄ yatadabbar̄n dan lain sebagainya. Kata al-‘Aql beserta derivasinya yang disebutkan sebanyak 49, sedangkan kata al-‘ilm dengan berbagai bentuknya yang terulang sebanyak 854 kali, kebanyakan kata tersebut mengandung pengertian proses pengetahuan dan objek pengetahuan (Syahridlo dan Sutarman (ed.), 2011: 5-6). Bahkan dalam kondisi berperang pun Islam tetap menganjurkan sebagian pemeluknya mendalami pengetahuan, sebagaimana firman Allah Swt:

ْٰوَلَ فٰ ةَفاَكٰاوُرِفنَيِلَٰنوُنِمْؤُمْلاَٰناَكٰاَمَو

ٰ ِِٰاوُهَقَفَ تَيّلٌٰةَفِئاَطْٰمُهْ نّمٍٰةَقْرِفّٰلُكٰنِمَٰرَفَ نٰ ََ

َٰنوُرَذََْْٰمُهَلَعَلْٰمِهْيَلِإٰاوُعَجَرٰاَذِإْٰمُهَمْوَ قٰاوُرِذنُيِلَوِٰنيّدلا

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya (QS. at-Taubah: 122).

Hal itu semua memperlihatkan bahwa Islam menaruh perhatian yang besar kepada pemeluk-pemeluknya yang sedang menjalani proses pendidikan.


(18)

Di samping itu, Islam bahkan melarang pemeluknya meninggalkan generasi penerusnya yang lemah pendidikannya, sebagaimana firman-Nya:

َٰلَٰنيِذَلاَٰشْخَيْلَو

ٰاوُفاَخٰا فاَعِضٰ ةَيّرُذْٰمِهِفْلَخْٰنِمٰاوُكَرَ تْٰو

ْٰمِهْيَلَع

ٰ

َٰهَللاٰاوُقَ تَيْلَ ف

ٰا ديِدَسٰ َْوَ قٰاوُلوُقَ يْلَو

ٰ

Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar (QS. an-Nisa’: 9).

Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah Swt melarang untuk meninggalkan generasi penerus dalam keadaan lemah, lemah karena tidak punya harta, lemah badan dan tidak kalah pentingnya adalah lemah karena tidak berpendidikan, sebab menurut Redja Mudyaharjo, secara luas pendidikan dapat diartikan hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi kehidupan yang mempengaruhi individu (Afifah, 2014: 25). Maka kelemahan generasi penerus dalam menjalani kehidupan yang dilarang Allah Swt dalam ayat di atas tidak dapat terpisahkan dari kelemahan pendidikan yang telah dialami oleh seorang generasi penerus.

Berdasarkan ayat tersebut juga peneliti berasumsi bahwa generasi penerus merupakan aset yang berharga bagi sebuah bangsa, terlebih di zaman global sekarang ini, kemajuan dan kejayaan sebuah bangsa sangat tergantung dengan berkualitas tidaknya generasi penerusnya, dan hal tersebut tidak bisa dipisahkan dari kualitas pendidikan yang dilalui para generasi penerus.


(19)

Salah satu fase generasi penerus yang sangat berpengaruh pada berhasilnya suatu pendidikan adalah pada fase pemuda. Fase ini bisa dikatakan fase kekuatan dalam kehidupan manusia, sebagaimana firman Allah Swt:

ٰمُكَقَلَخٰيِذَلاُٰهَللا

َُُٰٰ ٍفْعَضٰنّم

َٰلَعَج

ٰ

ٰنِم

ِٰدْعَ ب

ٰ

ٍٰفْعَض

ٰ

ِٰدْعَ بٰنِمَٰلَعَجَُُٰٰ ةَوُ ق

ٰ ةَبْيَشَوٰا فْعَضٍٰةَوُ ق

ٰٰ

ُٰءاَشَيٰاَمُٰقُلََْ

ٰٰ

ُٰريِدَقْلاُٰميِلَعْلاَٰوَُو

Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia Kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa (QS. ar-Rum: 54).

Ibnu Kǡr dalam tafsirnya menjelaskan bahwa fase kekuatan setelah kelemahan di ayat tersebut adalah pemuda. Kekuatan dalam fase ini mencakup segala sisi; kekuatan fisik, kekuatan indera, kekuatan untuk bekerja dan berusaha dan kekuatan untuk mencari ilmu. Di samping itu, fase ini merupakan fase kekuatan syahwat, maka perlu adanya perhatian dan perlindungan agar para pemuda tidak terjerumus ke dalam kemaksiatan (Muhtadi, Muhammad (pen.), 2013: 193-194).

Di samping itu pula pada fase inilah biasanya terjadi prilaku-prilaku menyimpang (kenakalan). Globalisasi kebudayaan sering dianggap sebagai salah satu penyebabnya, kemajuan filsafat, sains dan teknologi berbanding terbalik dengan aspek moral. Hal itu terbukti dengan munculnya berbagai kenakalan pemuda yang meresahkan masyarakat, bahkan tidak jarang kenakalan tersebut berubah menjadi tindak kejahatan seperti perampokan, pemerkosaan, pemakaian obat terlarang, minum-minuman keras sampai pembunuhan yang pelakunya adalah para pemuda (Abdillah, 2014: 77).


(20)

Berangkat dari hal tersebut, maka peneliti mencoba mengkaji petunjuk-petunjuk Rasulullah saw ketika mendidik para pemuda di zamannya. Ajaran Rasulullah saw adalah ajaran sempurna yang di dalamnya terdapat makna ketuhanan yang kuat, kemanusiaan yang unggul dan pokok dari kepribadian atau akhlak (Qaṝw̄, 2002: 35), maka sangat pantaslah Rasulullah saw menjadi uswah hasanah (suri tauladan yang baik) bagi seluruh umat manusia dalam menjalankan kehidupan ini (QS. al-Ahzab: 21) dan sudah menjadi kewajiban seorang mukmin untuk mengamalkan perkara yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw dan meninggalkan perkara yang dilarang oleh beliau (QS. al-Hasyr: 7), tidak terkecuali dalam melakukan pendidikan. Akan tetapi penelitian ini hanya terbatas petunjuk-petunjuk Rasulullah saw terhadap pendidikan pemuda yang terdapat dalam salah satu bab dalam Kitab al-Hady an-Nabawiy f̄ Tarbiyah al-Aul̄d f̄ Ḍau’ al-Kit̄b wa as-Sunnah karya dari Sa’̄d bin ‘Al̄ bin Wahf al-Qạ̣̄n̄. Beliau adalah seorang ulama yang tidak hanya pandai mengarang buku, tetapi juga mampu menerapkan karyanya pada kehidupan nyata, terbukti beliau bisa mendidik putranya bernama ‘Abdurrahman menjadi seorang pemuda yang soleh yang hafizh al-Qur’an di usia muda yaitu 15 tahun, pemuda yang soleh dan berakhlak baik serta pandai sebagaiman beliau paparkan dalam karya beliau yang berjudul “S̄rah asy-Sȳb ạ-̣̄lị ‘Abdurrạm̄n bin Sa’̄d bin ‘Al̄ bin Wahf Rạimah Allah Ta’̄l̄ 1403-1422 H”.


(21)

B.Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang tersebut, maka peneliti mengambil rumusan masalah:

1. Bagaimana petunjuk-petunjuk Rasulullah saw terhadap pendidikan pemuda dalam Kitab al-Hady an-Nabawiy f̄ Tarbiyah al-Aul̄d f̄Ḍau’ al-Kit̄b wa as-Sunnah?

2. Bagaimana relevansi petunjuk-petunjuk Rasulullah saw terhadap pendidikan pemuda tersebut dengan pembelajaran masa kini?

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini mempunyai tujuan :

1. Mengkaji dan menjelaskan petunjuk-petunjuk Rasulullah saw terhadap pendidikan pemuda yang tercantum dalam Kitab al-Hady an-Nabawiy f̄ Tarbiyah al-Aul̄d f̄Ḍau’ al-Kit̄b wa as-Sunnah.

2. Memahami relevansi petunjuk-petunjuk Rasulullah saw terhadap pendidikan pemuda tersebut dengan pembelajaran pada masa kini.

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritik, penelitian ini berguna untuk menambah khazanah keilmuaan tentang pendidikan yang dilakukan Rasulullah saw terhadap para pemuda Islam sehingga dapat membentuk pemuda yang tangguh di zamannya setelah dianalisis dari sudut pandang pembelajaran masa kini.

2. Secara praktis, supaya para praktisi pendidikan dapat menjadikan penelitian ini sebagai salah satu acuan pendidikan serta mengaplikasikan pendidikan


(22)

yang telah dilakukan dan dikembangkan oleh Rasulullah saw terhadap para pemuda .

D.Sistematika Pembahasan

Pada penelitian ini, peneliti membaginya ke dalam lima bab yang masing-masing babnya mempunyai subbab tersendiri.

Bab pertama adalah pendahuluan yang berisi latar belakang yang memaparkan tentang masalah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini, dilanjutkan dengan rumusan masalah untuk memfokuskan pembahasan pada penelitian ini. Bab ini juga berisi tujuan dan kegunaan dari penelitian ini dan di akhiri dengan sistematika pembahasan yang menjelaskan secara garis besar hal yang akan dibahas di penelitian ini.

Bab kedua berisi tentang tinjauan pustaka dan kerangka teori yang dipakai dalam penelitian ini.

Bab ketiga berisi metode penelitian yang digunakan peneliti meliputi; jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan data dan analisis data

Bab keempat berisi biografi penulis Kitab al-Hady an-Nabawiy f̄ Tarbiyah al-Aul̄d f̄ Ḍau’ al-Kit̄b wa as-Sunnah yaitu Sa’̄d bin ‘Al̄ bin Wahf al-Qạ̣̄n̄; petunjuk-petunjuk Rasulullah saw terhadap pendidikan pemuda dalam Kitab al-Hady an-Nabawiy f̄ Tarbiyah al-Aul̄d f̄ Ḍau’ al -Kit̄b wa as-Sunnah karya dari Sa’̄d bin ‘Al̄ bin Wahf al-Qạ̣̄n̄ dan relevansi dari petunjuk-petunjuk Rasulullah saw tersebut dengan pembelajaran masa kini.


(23)

Bab kelima adalah penutup berisi kesimpulan dan saran-saran dari peneliti.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A.Tinjauan Pustaka

Sejauh pencarian peneliti, belum ditemukan penelitian yang khusus membahas Kitab al-Hady an-Nabawiy f̄ Tarbiyah al-Aul̄d f̄ Ḍau’ al-Kit̄b wa as-Sunnah karya dari Sa’̄d bin ‘Al̄ bin Wahf al-Qạ̣̄n̄ ini yang berkaitan tentang petunjuk Rasulullah saw mendidik para pemuda, akan tetapi ada beberapa penelitian yang kajian berkaitan dengan pendidikan yang dilakukan Rasulullah saw, antara lain:

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Abdul Latif (2015) Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Sultan Agung Semarang yang berjudul Konsep Pendidikan Anak Menurut Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani dalam Kitab al-Hadyu an-Nabawi fi Tarbiyah al-Aulad fi Dhaui al-Quran wa as-Sunnah. penelitian dengan menggunakan metode penelitian deskriptif dan pendekatan kualitatif ini

mengkaji pandangan Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani tentang cara orang tua

mendidik anak dan relevansinya dalam kehidupan modern. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep pendidikan anak itu meliputi empat hal yaitu dasar pendidikan anak, cara atau metode mendidik anak, tujuan mendidik anak dan

materi dalam mendidik anak. Melalui keempat aspek tersebut Sa’̄d bin ‘Al̄ bin

Wahf al-Qạ̣̄n̄ sangat menginginkan terbentuknya generasi qurrata a’yun

yang memahami Islam secara benar dan murni, mempunyai kepribadian yang kuat dan Islami. Pembahasan dan metode yang disampaikan oleh Sa’̄d bin ‘Al̄


(25)

bin Wahf al-Qạ̣̄n̄ ini dinilai sebagai konsep pendidikan anak yang strategis dan mampu untuk mengatasi problematika dalam pendidikan anak era modern ini.

Skripsi dari Mestafarid (2014) Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang berjudul Studi Hadits tentang Metode Pendidikan Ras̄lull̄h saw terhadap Sahabat dalam Kitab Faṭ Al B̄r̄. Penelitian dengan metode deskriptif-analitik ini menunjukkan bahwa dalam Kitab Faṭ al B̄r̄ ditemukan 25 metode pendidikan yang biasa digunakan oleh Rasulullah saw terhadap sahabatnya, antara lain: keteladanan dan akhlak mulia, ceramah, bertahap, memperhatikan situasi dan kondisi peserta didik, selektif (sesuai dengan kemampuan peserta didik), memberikan hadiah, tegas, meyakinkan dengan sumpah, menceritakan kisah masa lalu, menjelaskan dengan global kemudian merinci, pemberian motivasi, hukuman, pujian, menggiring perhatian penanya pada hal lain di luar pertanyaan, memberikan nasehat, memegangi tangan atau bahu orang yang diajak bicara demi membangkitkan perhatiannya, asistensi, interaktif atau tanya-jawab, pertanyaan (berpikir logis), perumpamaan atau membuat analogi, isyarat atau bahasa tubuh, menjawab sesuai apa yang ditanyakan, memilih kesempatan yang tepat, mengkhususkan waktu, pengulangan dan latihan. Penelitian ini juga memaparkan bahwa semua metode yang diterapkan oleh Rasulullah saw masih sangat relevan untuk diterapkan pada pendidikan zaman sekarang.


(26)

Tesis yang berjudul Manajemen Metode Pembelajaran Rasulullah saw (Studi atas Kitab Tarbiyah al-Nabi Liashabih Karya Khalid ‘Abdullah al -Qurasyi) karangan Cholid (2009) Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw mengkonsentrasikan pembelajarannya pada pengajaran akidah yang benar dan tazkiyah an-nafs, keseimbangan dalam ilmu dan amal, mengajarkan ilmu dan mendakwahkannya, menjaga kesehatan jasmani dan akal serta sikap bijaksana dalam menyelesaikan problem. Metode yang umumnya digunakan oleh Rasulullah saw dalam pembelajaran adalah al-qudwah (suri tauladan), penugasan dan tarḡb wa tarh̄b, walaupun ada kekhususan masing-masing materi dalam penerapan metodenya, dan diketahui juga bahwa Rasulullah saw sangat menguasai berbagai macam metode pengajaran, terbukti al-Qurasyi menyebukan sebanyak sebelas metode.

Keberhasilan pendidikan Rasulullah saw adalah karena penerapan metode cinta kasih kepada murid-muridnya, sehingga terjalin ikatan emosional yang kuat di antara mereka. Penelitian ini juga secara langsung relevan dengan usaha perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan Islam dengan memberikan gambaran konseptual pendidikan Agama Islam yang berasaskan akidah Islamiyah, serta urgensi yang ditemukan dalam penelitian ini adalah perlunya redesain kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan yang diawali dengan penerapan metode cinta kasih dalam pengajaran.

Sebuah skripsi karangan Rizqi Nurjannah (2014) Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah


(27)

Yogyakarta yang berjudul Metode Pendidikan Rasulullah saw terhadap Perempuan (Studi Buku ̣ạabiyȳt ̣aula Ras̄l Karya Mahmud al-Mishri). Penelitian yang menggunakan pendekatan sejarah ini menjelaskan bahwa kedudukan perempuan pada zaman Rasulullah saw itu setara dengan kaum laki-laki, karena keduanya memiliki kelebihan dan tanggung jawab masing-masing. Dalam buku ̣ạabiyȳt ̣aula Ras̄l Karya Mahmud al-Mishri dijelaskan pula kelebihan beberapa kaum perempuan dibanding kaum laki-laki, seperti kelebihan bagi para perempuan Quraisy, perempuan Aṇar dan para istri Rasulullah saw. Metode pendidikan yang digunakan Rasulullah saw terhadap perempuan ada 8 macam, yaitu; metode keteladanan, metode dialog, metode ‘ibrah dan mau’ịah, metode perumpamaan, metode targib dan tarhib, metode praktek dan perbuatan, metode humor, dan metode prioritas terhadap pendidikan perempuan.

Sebuah skripsi berjudul Rekonstruksi Pembelajaran Rasulullah dalam Buku “Bersama Rasulullah saw Mendidik Generasi Idaman” Karya Fadhl Ilahi yang dikarang oleh Anji Fathunaja (2013) Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menerangkan bahwa kontruksi pembelajaran Rasulullah saw lebih menekankan pembelajaran yang bersifat teacher centris, berbeda dengan pembelajaran pendidikan Agama Islam di Indonesia yang telah menerapkan pembelajaran aktif. Di sisi lain, pendidik yang seharusnya bertugas untuk membimbing dan memberi rasa aman, dewasa ini hanya dipahami sebagai fasilitator. Maka hasil dari pada rekonstruksi adalah


(28)

pembelajaran Rasulullah saw yang lebih menempatkan pada pembelajaran aktif dan terpimpin serta sosok guru yang membimbing dan memberi rasa aman yang terbukti mampu mengubah masyarakat Arab adalah solusi terbaik bagi permasalahan pendidikan di Indonesia yang sedang mengalami krisis keteladanan diakibatkan oleh seiring melemahnya peran dan fungsi pendidik. Di samping itu pula Indonesia harus mulai memberikan filtrasi terhadap berbagai teori belajar yang berasal dari barat.

Skripsi yang dikarang oleh Endah Wahyuningsih (2012) Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul Metode Pembelajaran Rasulullah dalam Kitab al-Rasul al-Mu’allim wa Asalibuhu li Ta’lim Karya Abdullah al-Fattah Abu Ghuddah, yakni sebuah penelitian tentang metode pembelajaran yang dilakukan oleh Rasulullah saw dengan menganalisis hadis-hadis dalam Kitab al-Rasul al-Mu’allim wa Asalibuhu li Ta’lim Karya

Abdullah al-Fattah Abu Ghuddah dan mencari implementasinya dengan

metode pembelajaran PAI saat ini menemukan bahwa:

1. Dalam hadis-hadis tersebut terdapat 39 metode pembelajaran Rasulullah saw, yang kemudian diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Metode pembelajaran yang mengarah kepada metode tanya jawab adalah dialog, mengajukan pertanyaan, memberi manfaat mempelajari materi yang akan disampaikan, tasywiq, tasybih, ceramah, memberi nasehat dan peringatan, bercerita dan memberi pujian, memilih waktu, menyenangkan, belajar atas nama Tuhan, mengulang-ulang.


(29)

b. Metode pembelajaran yang mengarah kepada metode belajar mandiri adalah keteladanan, berpikir logis, menyesuaikan kondisi peserta didik, menganalogikan, membiarkan sesuatu tetap tidak jelas.

c. Metode pembelajaran yang mengarah kepada metode yang membutuhkan alat peraga adalah menulis dan menggambar di atas tanah, tams̄l, menggunakan isyarat bahasa tubuh, menggunakan tulisan teks untuk menjelaskan.

2. Implementasi metode pembelajaran Rasulullah saw dengan metode pembelajaran PAI saat ini yaitu ternyata metode pembelajaran saat ini telah memakai metode Rasulullah saw, hanya terjadi perbedaan nama saja antara metode yang dipakai Rasulullah saw dengan metode yang disampaikan oleh Ahmad Tafsir. Terbukti dengan adanya persamaan teknik pelaksanaan antara metode-metode dari keduanya.

Berbeda dengan penelitian-penelitian di atas, penelitian ini akan mencoba membahas petunjuk-petunjuk Rasulullah saw terhadap pendidikan pemuda di zamannya yang terdapat di dalam Kitab al-Hady an-Nabawiy f̄ Tarbiyah al-Aul̄d f̄Ḍau’ al-Kit̄b wa as-Sunnah karya dari Sa’̄d bin ‘Al̄ bin

Wahf al-Qạ̣̄n̄, serta mencari relevansinya dengan pembelajaran masa kini.

B.Kerangka Teori 1. Petunjuk

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia petunjuk yang berasal dari kata tunjuk adalah suatu (tanda, isyarat) untuk menunjukkan, memberi tahu,


(30)

ketentuan yang memberi arah atau bimbingan bagaimana sesuatu harus dilakukan; nasihat, ajaran, tuntunan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, aplikasi offline 1,5).

Dalam bahasa Arab petunjuk disebut al-hady yang berarti tuntunan kepada jalan yang dapat mengantarkan kepada kebahagiaan yang sempurna

di dunia dan akhirat (Jaz̄`ir̄, 1423 H: 16).

Dari arti di atas dapat diambil kesimpulan bahwa petunjuk adalah suatu nasihat, ajaran atau bimbingan untuk melakukan sesuatu hal yang dapat menghasilkan kebahagiaan bagi pelakunya. Sedangkan maksud dari petunjuk pendidikan Rasulullah saw tentang pendidikan pemuda di sini adalah ajaran Rasulullah saw dalam pendidikan kepada pemuda, seperti sikap-sikap, wasiat, motivasi dan metode-metode beliau dalam mendidik pemuda.

2. Pendidikan

Pendidikan berasal dari bahasa Yunani paedagogie, terdiri dari kata

pais” artinya anak, dan “again” diterjemahkan membimbing, jadi

paedagogie yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak (Ahmadi dan Uhbiyati, 2001: 69). Dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual (Suwarno, 2006: 19).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan dijelaskan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok


(31)

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, aplikasi offline 1,5).

John S. Brubacher berpendapat:

Pendidikan adalah proses pengembangan potensi, kemampuan dan kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan alat (media) yang disusun sedemikian rupa sehingga pendidikan dapat digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan (Suwarno, 2006: 20).

Menurut Ki Hajar Dewantara, yang dinamakan pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya ialah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Sedangkan menurut Driyarkara, intisari dari pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani, itulah yang menjelma dalam semua perbuatan mendidik, yang jumlah dan macamnya tidak terhitung (Sumitro (et.al), tt: 17).

Di dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terdapat pengertian pendidikan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.


(32)

Berangkat dari berbagai pendapat di atas maka pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses pembimbingan yang terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya sehingga dapat memiliki kekuatan keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam pendidikan terdapat berbagai jenis pendidikan yang dapat digolongkan, antara lain (Ahmadi dan Urbiyati, 2001: 95-97):

a. Menurut Tingkat dan Sistem Persekolahan.

Setiap negara mempunyai sistem persekolahan yang berbeda-beda, baik mengenai tingkat maupun jenis sekolah. Pada saat ini jenis dan tingkat persekolahan di negara Indonesia yaitu tingkat Pra Sekolah, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan di akhiri tingkat Pergururan Tinggi.

b. Menurut Tempat Berlangsungnya Pendidikan.

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan berdasarkan tempatnya dibedakan menjadi tiga dan disebut sebagai tripusat pendidikan, yaitu pendidikan dalam keluarga, pendidikan dalam sekolah dan pendidikan dalam masyarakat.

Atas dasar ini maka pendidikan itu menjadi tanggung jawab keluarga, pemerintahan (dalam hal ini sekolah) dan masyarakat.


(33)

c. Menurut Cara Berlangsungnya Pendidikan.

Dalam hal ini dibedakan menjadi; pendidikan fungsional yaitu pendidikan yang berlangsung secara naluriah tanpa rencana dan tujuan tetapi berlangsung begitu saja. Pendidikan intensional adalah lawan dari pendidikan fungsional yaitu program dan tujuan sudah direncanakan. d. Menurut Aspek Pribadi yang Disentuh.

Jadi pendidikan tidak menyentuh seluruh dari kepribadian anak didik, seperti ada pendidikan Orkes, pendidikan Sosial, pendidikan Bahasa, pendidikan Kesenian, pendidikan Moral, pendidikan Sex dan lainnya.

e. Menurut Sifatnya Pendidikan Dibedakan menjadi:

1) Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam pekerjaan, masyarakat, organisasi.

2) Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini berlangsung di sekolah.

3) Pendidikan non formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar, tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat. 3. Pembelajaran

Adapun istilah pembelajaran (instruction) bermakna sebagai “Upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai


(34)

upaya (effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan ke arah

pencapaian tujuan yang telah direncanakan”. Pembelajaran dapat pula

dipandang sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Dalam UU SPN Nomor 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sardiman dalam bukunya Interaksi dan Motivasi dalam Belajar Mengajar menyebutkan istilah pembelajaran dengan interaksi edukatif yaitu interaksi yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan untuk mendidik dalam rangka mengantarkan peserta didik ke arah kedewasaannya.

Association for Educational Communication and Technology (AECT) menegaskan bahwa pembelajaran (instructional) merupakan bagian dari pendidikan. Pembelajaran merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdiri dari komponen-komponen sistem instruktional yaitu komponen pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar atau lingkungan.

Pada dasarnya pembelajaran merupakan kegiatan terencana yang mengkondisikan/merangsang seseorang supaya bisa belajar dengan baik agar sesuai dengan tujuan pembelajaran (Majid, 2015: 4-5).

Adapun pembelajaran masa kini yang dimaksud pada penelitian ini adalah hanya terbatas pada model, pendekatan, strategi dan metode pembelajaran.


(35)

a. Model Pembelajaran

Secara umum istilah “model” diartikan sebagai kerangka

konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Model belajar mengajar adalah kerangka konseptual dan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran serta para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar (Majid, 2015: 13).

Joyce dan weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Rusman, 2014: 133). Arends (1997) mengatakan model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan dan sisten pengelolaannya.

Berangkat dari pemaparan tersebut maka model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain (Majid, 2015: 13-14).

Model-model pengajaran sebenarnya juga bisa dianggap sebagai model-model pembelajaran. Tatkala seorang pendidik membantu siswa


(36)

memperoleh informasi gagasan, skill, nilai, cara berpikir dan tujuan mengekspresikan tujuan diri mereka sendiri, maka sebenarnya seorang pendidik telah mengajari mereka untuk belajar (Fawaid dan Mirza (pen.), 2011: 7).

Dalam pembagian model pembelajaran para ahli memiliki pandangan yang tidak sama. Pada penelitian ini peneliti menggunakan klasifikasi model pembelajaran yang dikenalkan oleh Bruce Joyce, Marsha Weil dan Emily Calhoun yang dibagi menjadi 4, yaitu:

1) Model pembelajaran memproses informasi (information-processing model)

Model ini menekankan cara-cara dalam meningkatkan dorongan alamiyah manusia untuk membentuk makna tentang dunia (sense of the world) dengan memperoleh dan mengolah data, merasakan masalah-masalah dan menghasilkan solusi-solusi yang tepat, serta mengembangkan konsep dan bahasa untuk mentransfer solusi/data tersebut (Fawaid dan Mirza (pen.), 2011: 31). Model ini berdasarkan teori belajar kognitif dan berorientasi pada kemampuan siswa memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya. Pemrosesan informasi pada cara mengumpulkan/menerima stimulan dari lingkungan, mengorganisasi data, memecahkan masalah menemukan konsep dan menggunakan simbul verbal dan visual (Rusman, 2014: 139). Beberapa model pembelajaran ini antara lain; berpikir induktif (inductive thinking), penemuan konsep (concept


(37)

attainment), penelitian ilmiah (scientific inquiry), mnemonik (mnemonics), model induktif kata-bergambar (picture-word inductive model), sinektik (synectics) dan advance organizer (Fawaid dan Mirza (pen.), 2011: 31-34).

2) Model pembelajaran sosial (the social model)

Model ini muncul berdasarkan asumsi bahwa ketika seseorang bekerja sama maka akan tercapai energi kolektif yang besar yang disebut sinergi (sinergy). Model ini mengembangkan model pembelajaran kooperatif (kerja sama). Model pembelajaran sosial dibuat dengan memanfaatkan fenomena ini dengan cara membuat komunitas pembelajar. Beberapa model pembelajaran ini adalah mitra belajar-Interdependsi positif, penelitian tersusun, investigasi kelompok, bermain peran, dan penelitian yurisprudensial (Fawaid dan Mirza (pen.), 2011: 34-37).

3) Model pembelajaran personal (the personal model)

Model-model personal dalam pembelajaran dimulai dari perspektif individu. Model-model ini berusaha agar seseorang bisa memahami diri sendiri dengan lebih baik, bertanggung jawab pada pendidikannya dan belajar untuk menjangkau bahkan melampaui perkembangannya saat ini. Rangkaian model personal sangat memperhatikan perspektif individu untuk mendorong produktivitas mandiri, meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung jawab manusia kepada takdir mereka sendiri. Model pembelajaran ini antara lain; pengajaran tanpa arahan


(38)

dan meningkatkan harga diri melalui prestasi (Fawaid dan Mirza (pen.), 2011: 37-38).

4) Model pembelajaran sistem perilaku (the behavioral system model) Ada suatu landasan teori umum (bisa disebut sebagai teori belajar sosial) menuntun desain model-model pengajaran tipe ini. Prinsip yang dimiliki adalah manusia merupakan sistem-sistem komunikasi perbaikan diri yang dapat merubah prilakunya saat merespons informasi tentang seberapa sukses tugas-tugas yang mereka kerjakan (Fawaid dan Mirza (pen.), 2011: 39). Model behavioral merupakan bagian dari teori stimulus-respons, sehingga model ini menekankan bahwa tugas-tugas harus diberikan dalam suatu rangkaian kecil, berurutan dan mengandung perilaku tertentu (Majid, 2015: 18). Model-model ini fokus pada perilaku yang dapat diperhatikan (observable behavior), tugas-tugas yang telah dipatok dengan jelas (clearly defined tasks) dan metode-metode yang mengkomunikasikan perkembangan pada siswa (metods for communicating to student). Beberapa model pembelajaran yang termasuk tipe ini adalah belajar menguasai, instruksi langsung, simulasi pembelajaran sosial dan jadwal terencana (penguatan performa tugas) (Fawaid dan Mirza (pen.), 2011: 39-40).

b. Pendekatan Pembelajaran

Istilah pendekatan berasal dari bahasa inggris “approach” yang memiliki beberapa arti, di antaranya adalah pendekatan. Kata approach


(39)

lebih tepat diartikan a way of beginning something (cara memulai sesuatu). Oleh karena itu, istilah pendekatan dapat diartikan sebagai “cara

memulai pelajaran” (Majid, 2015: 19). Menurut Sanjaya “Pendekatan

dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum”. Berdasarkan kajian terhadap pendapat ini, maka pendekatan merupakan langkah awal pembentukan suatu ide dalam memandang suatu masalah atau objek kajian. Pendekatan ini akan menentukan arah pelaksanaan ide tersebut untuk menggambarkan perlakuan yang diterapkan pada masalah atau objek kajian ayng akan ditangani (Rusman, 2014: 380).

Pendekatan pembelajaran digambarkan sebagai kerangka umum tentang skenario yang digunakan guru untuk membelajarkan siswa dalam rangka mencapai suatu tujuan pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu: 1) pendekatan konservatif adalah pendekatan yang memandang bahwa

proses pembelajaran dilakukan sebagaimana umumnya guru mengajarkan materi kepada siswanya. Guru mentransfer pengetahuan dan siswa lebih banyak sebagai penerima. Pendekatan ini lebih familier disebut pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered approach).

2) Pendekatan liberal adalah pendekatan pembelajaran yang memberi kesempatan luas kepada siswa untuk mengembangkan strategi dan


(40)

keterampilan belajarnya sendiri. Pendekatan ini lebih dikenal sebagai pendekatan yang berpusat pada siswa (student centered approach) (Majid 2015: 20-21).

c. Strategi Pembelajaran

Istilah strategi (strategy) berasal dari “kata benda” dan “kata

kerja” dalam bahasa Yunani, sebagai kata benda, strategos merupakan

gabungan dari kata stratos (militer) dan ago (memimpin), sebagai kata kerja, stratego berarti merencanakan (to plan). Sedangkan yang dimaksud strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Strategi mencakup tujuan kegiatan, siapa yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan dan sarana penunjang kegiatan (Majid, 2015: 3-4).

Maka strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran. Hal ini berarti di dalam penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja, belum sampai pada tindakan. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu, sehingga penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar, semua diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan tersebut (Majid, 2015: 8)


(41)

Jenis-jenis strategi pembelajaran (Majid, 2015: 73-102): 1) Strategi pembelajaran langsung

Strategi pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang banyak diarahkan oleh guru. Strategi ini efektif untuk menentukan informasi atau membangun keterampilan tahap demi tahap. Pembelajaran langsung biasanya bersifat deduktif. Pada strategi ini termasuk di dalamnya metode-metode ceramah, pertanyaan didaktik, pengajaran eksplisit, praktek dan latihan serta demonstrasi. Strategi pembelajaran langsung perlu dikombinasikan dengan strategi pembelajaran lain agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan pemikiran kritisnya. 2) Strategi pembelajaran tidak langsung

Strategi pembelajaran tidak langsung sering disebut inkuiri, induktif, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan penemuan. Strategi ini umumnya berpusat pada peserta didik. Guru mengelola lingkungan belajar dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat. Dalam pembelajaran tidak langsung, peran guru beralih dari penceramah menjadi fasilitator, pendukung dan sumber personal. Strategi pembelajaran ini pula tidak cocok apabila peserta didik perlu mengingat materi dengan cepat.

3) Strategi pembelajaran interaktif

Strategi pembelajaran interaktif merujuk pada bentuk diskusi dan saling berbagi di antara peserta didik. Seaman dan Fellenz menjelaskan bahwa diskusi dan saling berbagi akan memberikan


(42)

kesempatan kepada siswa untuk memberikan reaksi terhadap gagasan, pengalaman, pandangan dan pengetahuan guru atau kelompok serta mencoba mencari altenatif dalam berfikir. Strategi pembelajaran interaktif dikembangkan dalam rentang pengelompokan dan metode-metode interaktif, yang di dalamnya terdapat bentuk-bentuk diskusi kelas, diskusi kelompok kecil atau pengerjaan tugas kelompok dan kerja sama siswa secara berpasangan. Strategi pembelajaran interaktif adalah suatu cara atau teknik pembelajaran yang digunakan guru pada saat menyajikan pelajaran, yang mana guru menjadi pemeran utama dalam menciptakan situasi interaktif edukatif yakni interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan dengan sumber pembelajaran dalam menunjang tercapainya tujuan belajar.

4) Strategi pembelajaran empirik (experiental)

Strategi pembelajaran melalui pengalaman menggunakan bentuk sekuens induktif, berpusat pada siswa dan berorientasi pada aktivitas. Penekanan dalam strategi pembelajaran melalui pengalaman adalah pada proses belajar, bukan pada hasil belajar. Guru dapat menggunakan strategi ini di dalam kelas (seperti dengan metode simulasi) atau di luar kelas (semisal dengan metode observasi).

Tujuan dari belajar bukan semata-mata beorientasi pada penguasaan materi dengan menghafal fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran, lebih jauh daripada itu, orientasi sesungguhnya dari proses belajar adalah memberikan pengalaman


(43)

dalam jangka panjang. Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa dengan konsep ini. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan sisiwa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru kepada siswa.

5) Strategi pembelajaran mandiri

Konsep dasar sistem belajar mandiri adalah pengaturan program belajar yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dapat memilih atau menentukan bahan dan kemajuan belajar sendiri. Sistem belajar mandiri sebagai suatu sistem dapat dipandang sebagai struktur, proses maupun produk, sebagai struktur maksudnya adalah adanya suatu susunan dengan hierarki tertentu, sebagai proses berarti adanya tata cara atau prosedur yang runtut, sedangkan sebagai produk ialah adanya hasil atau wujud yang bermanfaat.

Belajar mandiri merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk membangun inisiatif individu, kemandirian dan peningkatan diri. Fokusnya adalah pada perencanaan belajar mandiri oleh peserta didik dengan bantuan guru. Belajar mandiri juga bisa dilakukan dengan teman atau sebagai bagian dari kelompok kecil.

d. Metode Pembelajaran

Metode atau metoda berasal dari bahasa yunani, yaitu metha dan hodos, metha berarti melalui atau melewati dan hodos berarti jalan atau cara. Metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam bahasa Arab, metode disebut ̣ar̄qah (Umar,


(44)

2010: 180). Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal, artinya metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan, oleh karena itu metode dalam strategi pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat tergantung pada cara guru menggunakan metode pembelajaran (Majid, 2015: 193).

Ada beberapa metode pembelajaran yang bisa digunakan sebagaimana yang disebutkan Sudirman N dkk dalam buku mereka ilmu Pendidikan, antara lain:

1) Metode ceramah

Metode ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa. Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah isi ceramah mudah diterima dan dipahami serta mampu menstimulasi pendengar untuk mengikuti dan melakukan isi ceramah (Majid, 2015: 194).

2) Metode tanya jawab

Metode tanya jawab ialah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru terhadap peserta didik, tetapi dapat pula sebaliknya. Metode ini menciptakan komunikasi langsung yang bersifat two way traffic karena terjadi


(45)

dialog antara guru dan peserta didik, metode ini dimaksudkan untuk merangsang berpikir peserta didik dan membimbingnya dalam mendapatkan pengetahuan (Majid, 2015: 210).

3) Metode demonstrasi

Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan yang sering disertai dengan penjelasan lisan. Metode ini digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan konkret.

4) Metode karyawisata (field-trip)

Metode karyawisata adalah cara penyajian pelajaran dengan membawa siswa mempelajari bahan-bahan (sumber) belajar di luar kelas atau sekolah dalam kaitannya dengan materi pelajaran sekolah. 5) Metode penugasan

Metode penugasan adalah cara penyajian bahan pelajaran yang mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode ini bertujuan untuk merangsang siswa agar lebih aktif belajar (perorangan maupun kelompok), menumbuhkan kebiasaan untuk belajar mencari dan menemukan, mengembangkan keberanian dan tanggung jawab pada diri sendiri dan memungkinkan untuk memperoleh hasil yang permanen (Majid, 2015: 209).


(46)

6) Metode pemecahan masalah (problem solving)

Metode pemecahan masalah adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa.

7) Metode diskusi

Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran yang mana para siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Diskusi bukanlah debat yang bersifat adu argumentasi, tetapai lebih bersifat bertukar pikiran pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama (Majid, 2015: 200).

8) Metode simulasi

Simulasi berasal dari kata simulate yang berarti pura-pura atau berbuat seolah-olah, atau simulation yang berarti tiruan atau perbuatan yang berpura-pura saja. Metode simulasi yaitu cara penyajian pelajaran dengan menggunakan situasi tiruan atau berpura-pura dalam proses belajar untuk memperoleh suatu pemahaman tentang suatu hakikat suatu konsep, prinsip atau keterampilan tertentu.

9) Metode eksperimen

Metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran yang mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.


(47)

10) Metode penemuan

Metode penemuan adalah cara penyajian pelajaran yang banyak melibatkan siswa dalam proses-proses mental dalam rangka penemuannya. Menurut Sund, discovery adalah proses mental, dan dalam proses itu individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip. Istilah asing yang sering digunakan untuk metode ini adalah discovery (penemuan) atau inquiry (mencari). Dalam metode ini guru beralih fungsi sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar (Majid, 2015: 222).

11) Metode proyek atau unit

Metode proyek atau unit adalah cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna.

Abdurrahman an-Nahlawi mengemukakan bahwa ada beberapa metode yang digunakan untuk menanamkan keimanan, antara lain: 1) Metode ̣iw̄r (percakapan) Qur’ani dan Nabaw̄

2) Metode aṁ̄l (Perumpamaan) Qur’ani dan Nabaw̄ 3) Metode keteladanan

4) Metode pembiasaan

5) Metode ‘ibrah (intisari pelajaran) dan mau’ịah (nasihat)

6) Metode tarḡb (menjanjikan kenikmatan) dan tarh̄b (ancaman) (Tafsir, 1992: 135).


(48)

4. Pemuda

a. Pengertian Pemuda

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pemuda adalah orang muda laki-laki, remaja, teruna (Kamus Besar Bahasa Indonesia, aplikasi offline 1,5). Masa (fase) pemuda ialah masa yang mana anak-anak mendambakan bisa sampai kepadanya dan orang tua berangan-angan bisa kembali kepadanya (Muhtadi, Muhammad (pen.), 2013: 195). Masa muda ini berawal dari usia balig berdasarkan hadis dari Ali ra. yang artinya:

Bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “pena itu diangkat dari tiga

orang; dari orang tidur hingga ia bangun, dari anak kecil hingga

dewasa, dan dari orang gila hingga ia berakal.” (HR. At-Tirmidzi

No. 1432 yang disahihkan oleh al-Albani)

Sedangkan batas akhir masa pemuda, ada perbedaan pendapat di kalangan ahli bahasa, antara lain:

Pernyataan az-Zubaid̄, meriwayatkan dari Mụammad bin ̣ab̄b,

bahwa fase pemuda dimulai dari umur tujuh belas tahun hingga genap lima puluh satu tahun. Ada yang berpendapat, pemuda adalah orang yang telah balig hingga genap berusia tiga puluh tahun. Ada juga yang berpendapat, berusia enam belas tahun hingga tiga puluh dua tahun.

Ab̄ Maṇ̄r ȧ-̇a’̄lab̄ ketika membagi umur manusia

menganggap bahwa fase pemuda berakhir pada usia empat puluh tahun.

Menurut Petrus al-Bust̄n̄, secara bahasa seorang pemuda adalah orang


(49)

Dalam Kitab al-Hady an-Nabawiy f̄ Tarbiyah al-Aul̄d f̄ Ḍau’ al-Kit̄b wa as-Sunnah ini Sa’̄d bin ‘Al̄ bin Wahf al-Qạ̣̄n̄ memilih batasan fase pemuda adalah sejak usia balig hingga usia empat puluh tahun. Pendapat ini dipilih sebab makna dasar dari kata asy-syabab secara bahasa menunjukkan dua hal yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Dalam al-Qur’an ditemukan bahwa usia empat puluh tahun adalah batas akhir pertumbuhan, sebagaimana firman Allah Swt:

ٰىََّح

ٰ

ٰ ةَنَسَٰنِعَبْرَأَٰغَلَ بَوَُٰدُشَأَٰغَلَ بٰاَذِإ

Sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun. (QS. al-Ahqaf: 15)

Ibnu Kạ̄r dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud dari firman Allah Swt, “Sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa” yaitu dia telah kuat, dewasa dan muda, “Dan umurnya mencapai empat puluh

tahun” yaitu akalnya telah sempurna dan pemahamannya telah utuh

(Muhtadi, Muhammad (pen.), 2013: 195). b. Aspek-aspek Psikologi Pemuda

Psikologi berasal dari perkataan Yunani psyche yang artinya jiwa dan logos yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi artinya ilmu yang memepelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, proses maupun latar belakangnya. Ilmu ini dikenal juga dengan ilmu jiwa.

Sedangkan jiwa sendiri adalah daya hidup rohaniyah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi seluruh


(50)

peerbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi dan manusia. Perbuatan pribadi ialah perbuatan sebagai hasil proses belajar yang dimungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniah, sosial dan lingkungan, dan seseorang dapat mengetahui (keadaan) jiwa orang lain dengan melihat tingkah lakunya, karena tingkah laku merupakan kenyataan jiwa yang dapat orang hayati dari luar. (Fauzi, 1997: 9-10).

Berkaitan dengan aspek-aspek psikologi pemuda Mohammad Ali dan Mohammad Asrori menyebutkannya dalam buku mereka yang berjudul Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik), antara lain: 1) Pertumbuhan fisik

Pertumbuhan adalah suatu proses perubahan fisiologis yang bersifat progresif, kontinu dan berlangsung dalam periode tertentu. Perubahan ini bersifat kuantitatif dan berkisar hanya pada aspek-aspek fisik individu.

Sejalan dengan konsep dasar bahwa individu merupakan satu kesatuan psiko-fisik yang tidak dapat dipisahkan maka pertumbuhan fisik mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku. Pertumbuhan fisik pada saatnya akan membawa pada suatu jasmaniah yang siap untuk melakukan tugas perkembangan secara lebih memadai yaitu kesiapan individu untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan pada periode berikutnya.

Pada masa pemuda pertumbuhan ini ditandai dengan perubahan beberapa organ tubuh mereka seperti perubahan pada lekum pemuda


(51)

awal yang menyebabkan suara mereka menjadi parau, perubahan buah dada (pada pemudi), perubahan pada hormon-hormon tubuh mereka yang menyebabkan mereka tertarik dengan lawan jenis, mimpi basah, keluar jerawat dan lain sebagainya.

2) Perkembangan intelek

Perkembangan intelek dalam dunia psikologi maupun pendidikan dikenal juga dengan istilah perkembangan kognitif. Intelek adalah kemampuan untuk melakukan abstraksi serta berpikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru. Manusia dalam kehidupannya mengalami 4 tahap perkembangan intelek; pertama, tahap sensosi-motoris pada usia 0-2 tahun yang ditandai oleh kecenderungan-kecenderungan sensori-motoris yang sangat jelas, pada tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya. Kedua, tahap praoperasional pada usia 2-7 tahun, perkembangan kognitif pada tahap ini ditandai oleh suasana intuitif artinya semua perbuatan rasional tidak didukung oleh pemikiran unsur perasaan, kecenderungan alamiah, sikap dari orang bermakna dan lingkungan sekitarnya, pada tahap ini juga anak lebih bersifat egosentris. Ketiga, tahap operasional konkret antara usia 7-11 tahun, di tahap ini anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas konkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya, interaksi dengan lingkungan (termasuk orang tuanya) berkembang dengan baik karena


(52)

egosentrisnya sudah semakin berkurang. Anak sudah dapat mengamati, menimbang, mengevaluasi, dan menjelaskan pikiran-pikiran orang lain dalam cara-cara yang kurang egosentris dan lebih objektif. Keempat, tahap operasional formal pada usia 11 tahun ke atas, pada tahap ini anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya yang merupakan hasil dari berpikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga berkembang sehingga dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya. Interaksi dengan lingkungannya sudah amat luas, bahkan berusaha berinteraksi dengan orang dewasa. Kondisi ini tidak jarang menimbulkan masalah dalam interaksi dengan orang tua, namun secara diam-diam mereka masih mengharapkan perlindungan dari orang tua. Jadi di tahap ini ada semacam tarik-menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi. Pemuda seharusnya sudah pada tahap keempat ini, tahap ini ditandai dengan karakteristik yang menonjol, antara lain:

a) Dapat mencapai logika dan rasio serta menggunakan abstraksi (karena pikiran formalnya berkembang).

b) Mulai mampu berpikir logis dengan objek-objek yang abstrak. c) Mulai mampu memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat

hipotesis.

d) Mulai mampu membuat perkiraan di masa depan.

e) Mulai mampu untuk mengintrospeksi diri sendiri sehingga kesadaran diri sendiri tercapai.


(53)

f) Mulai mampu membayangkan peranan-peranan yang akan diperankan sebagai orang dewasa

g) Mulai mampu untuk menyadari diri mempertahankan kepentingan masyarakat di lingkungannya dan seseorang dalam masyarakat tersebut.

Oleh karena beberapa hal di atas, maka setiap keputusan perlakuan terhadap pemuda sebaiknya dilandasi oleh dasar pemikiran yang masuk akal sehingga dapat diterima oleh mereka.

3) Perkembangan kreativitas

Perkembangan kreativitas sangat erat kaitannya dengan perkembangan kognitif karena kreativitas sesungguhnya merupakan perwujudan dari pekerjaan otak. Menurut Barron kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru (bukan berarti harus sama sekali baru, tetapi juga sebagai kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada sebelumnya). Menurut Rhodes, kreativitas dapat dijelaskan melalui empat kategori yaitu product, person, process dan press. Product menekankan pada hasil karya kreatif, baik yang sama sekali baru atau kombinasi karya-karya sebelumnya yang menghasilkan sesuatu yang baru. Person memandang kreativitas dari segi ciri-ciri individu yang menandai kepribadian orang kreatif atau yang berhubungan dengan kreativitas. Process menekankan pada bagaimana proses kreatif itu berlangsung sejak mulai tumbuh sampai dengan berwujudnya prilaku


(54)

kreatif. Press menekankan pada pentingnya faktor-faktor yang mendukung timbulnya kreativitas individu.

Teori belahan otak (hemisphere theory) mengatakan bahwa otak manusia itu terdiri dari dua belahan yaitu belahan otak kanan (right hemisphere) yang mengarah kepada cara-cara berpikir divergen yakni kemampuan individu untuk mencari berbagai alternatif jawaban terhadap satu persoalan, dan belahan otak kiri (left hemisphere) yang mengarah kepada cara-cara berpikir konvergen yakni cara-cara individu untuk memikirkan sesuatu dengan berpandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Kreativitas lebih berkenaan dengan fungsi-fungsi belahan otak kanan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengolaborasi gagasan, dan pada fase pemuda inilah tahap yang amat potensial bagi perkembangan kreativitas. Ada dua pendekatan dalam studi kreativitas yaitu pendekatan psikologis dan pendekatan sosiologis. Pendekatan psikologis lebih melihat kreativitas dari segi kekuatan yang ada dalam diri individu sebagai faktor-faktor yang menentukan kreativitas, seperti intelegensi, bakat, motivasi, sikap, minat dan disposisi kepribadian lainnya. Sedangkan pendekatan sosiologis berasumsi bahwa kreativitas individu merupakan hasil dari proses interaksi sosial tempat individu itu berada, yang meliputi ekonomi, politik, kebudayaan dan peranan keluarga. Adapun karakteristik dari kreativitas menurut Piers antara


(55)

lain; memiliki keterlibatan yang tinggi, rasa ingin tahu yang tinggi, ketekunan yang tinggi, kemandirian yang tinggi, cenderung tidak puas terhadap kemapanan, penuh percaya diri, bebas dalam mengambil keputusan, menerima diri sendiri, senang humor, memiliki intuisi yang tinggi, cenderung tertarik kepada hal-hal yang kompleks, toleran terhadap ambiguitas dan bersifat sensitif. Sedangkan cara membimbing para pemuda yang kreatif antara lain:

a) Menciptakan rasa aman pada pemuda untuk mengekspresikan kreativitasnya.

b) Mengakui dan menghargai gagasan-gagasan pemuda.

c) Menjadi pendorong bagi pemuda untuk mengkomunikasikan dan mewujudkan gagasan-gagasannya.

d) Membantu pemuda memahami divergensinya dalam berpikir dan bersikap dan bukan menghukumnya.

e) Memberikan informasi mengenai peluang yang tersedia. 4) Perkembangan emosi.

Emosi adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu serta setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Salah satu ahlinya yaitu Daniel Goleman mengatakan emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi berbeda dengan perasaan (perasaan) yaitu pengalaman yang


(56)

disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.

Adapun berkenaan dengan hubungan antara emosi dan tingkah laku, ada empat teori yang bisa menjelaskannya, yaitu:

a) Teori sentral yang menyatakan bahwa gejala kejasmanian termasuk tingkah laku merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu.

b) Teori peripheral yang mengatakan bahwa gejala-gejala kejasmanian (tingkah laku) seseorang bukanlah akibat dari emosi, tetapi emosi yang dialami oleh individu itu sebagai akibat dari gejala-gejala kejasmanian.

c) Teori kepribadian yang mengatakan bahwa emosi merupakan suatu aktivitas pribadi yang mana pribadi ini tidak dapat dipisah-pisahkan (emosi meliputi perubahan-perubahan jasmani).

d) Teori kedaruratan emosi yang mengemumakan bahwa reaksi yang mendalam dari kecepatan jantung yang semakin bertambah akan menambah cepatnya aliran darah menuju ke urat-urat, hambatan pada pencernaan, pengembangan atau pemuaian kantung-kantung di dalam paru-paru dan proses lainnya yang mencirikan secara khas keadaan emosional seseorang, kemudian menyiapkan organisme untuk melarikan diri atau berkelahi, sesuai dengan penilaian terhadap situasi yang ada oleh kulit otak.


(57)

Diskusi dalam khazanah psikologi tentang masalah emosi adalah mengenai hubungan antara perasaan dengan emosi dan juga hubungan antara emosi dengan motivasi. Emosi berhubungan erat dengan motivasi yang mana jika seseorang itu termotivasi maka akan timbul rangsangan secara emosional untuk melakukan suatu kegiatan dengan intensitas yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa teori sentral lebih mendekati kebenaran.

Karakteristik perkembangan emosi pemuda sejalan dengan perkembangan masa pemuda itu sendiri, yaitu:

a) Periode prapemuda disertai dengan sifat kepekaan terhadap rangsangan dari luar menyebabkan respons yang berlebihan sehingga mereka mudah tersinggung dan cengeng, tetapi juga mudah merasa senang.

b) Periode pemuda awal dengan perubahan fisik yang semakin jelas menyebabkan mereka cenderung menyendiri sehingga tidak jarang merasa terasing, kurang perhatian dari orang lain atau bahkan merasa tidak ada yang mau memperdulikannya.

c) Periode pemuda sudah semakin menyadari pentingnya nilai-nilai yang dapat dipegang teguh sehingga jika melihat fenomena di masyarakat yang kontradiksi dengan nilai-nilai moral yang mereka ketahui menyebabkan pemuda seringkali secara emosional ingin membentuk nilai-nilai yang mereka anggap benar, baik dan pantas dikembangkan di kalangan mereka sendiri.


(58)

d) Periode pemuda akhir yang mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap dan perilaku yang semakin dewasa.

Adapun upaya untuk membimbing emosi pemuda ke arah kecerdasan emosional antara lain dengan mengembangkan; a) keterampilan emosional seperti mengelola perasaan, mengendalikan dorongan hati, memahami perbedaan antara perasaan dan tindakan, b) keterampilan kognitif, seperti belajar membaca dan menafsirkan isyarat-isyarat sosial, belajar menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, mencoba memahami sudut pandang orang lain, c) keterampilan prilaku seperti mempelajari keterampilan komunikasi non verbal dan verbal dengan lingkungan sosial.

5) Perkembangan bakat khusus.

Bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan, baik ysng bersifat umum maupun khusus. Disebut bakat khusus apabila kemampuan yang berupa potensi tersebut bersifat khusus, misalnya bakat akademik, sosial, seni, kinestik dan sebagainya. Bakat khusus disebut talent dan anak yang memiliki bakat khusus disebut talented children, sedangkan bakat umum (intelektual) sering disebut dengan istilah gifted dan anak yang memilikinya disebut gifted children. Bakat khusus (talent) merupakan kemampuan bawaan berupa potensi khusus dan jika memperoleh kesempatan berkembang dengan baik, akan muncul sebagai kemampuan khusus


(59)

pada bidang tertentu sesuai potensinya. Ada lima jenis bakat khusus; bakat akademik khusus, bakat kreatif produktif, bakat seni, bakat kinestik/psikomotorik dan bakat sosial. Perwujudan dari bakat dan kemampuan adalah prestasi. Bakat dan kemampuan menentukan prestasi seseorang. Misalnya, individu yang memiliki bakat matematika akan dapat mencapai prestasi yang menonjol dalam bidang matematika. Adapun upaya untuk mengembangkan bakat khusus peserta didik adalah:

a) Mengembangkan situasi dan kondisi yang memberikan kesempatan mereka untuk mengembangkan bakat khususnya dengan mengusahakan dukungan psikologis maupun fisik.

b) Menumbuhkembangkan minat dan motif berprestasi yang tinggi di kalangan mereka.

c) Meningkatkan kegigihan dan daya juang pada diri anak dan pemuda dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan. d) Mengembangkan program pendidikan berdiferensi di sekolah. 6) Perkembangan hubungan sosial.

Hubungan sosial adalah cara-cara individu bereaksi terhadap orang-orang di sekitarnya dan pengaruh hubungan tersebut terhadap dirinya. Hubungan sosial ini mula-mula dimulai dari lingkungan rumah, ke lingkungan sekolah dan dilanjutkan lebih luas ke tempat berkumpulnya teman sebaya. Walaupun yang sering terjadi adalah dari lingkungan teman sebaya baru ke lingkungan sekolah. Dalam


(60)

hubungan sosial pasti terjadi suatu interaksi yaitu peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sam lain, atau berkomunikasi satu sama lain, dari sinilah seseorang bisa terpengaruh tingkah lakunya dari orang lain yang diajak interaksi. Ada beberapa karakteristik menonjol dari perkembangan hubungan sosial pemuda, antara lain:

a) Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan untuk bergaul.

b) Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial. c) Meningkatnya kesadaran akan lawan jenis.

d) Mulai tampak kecenderungan mereka untuk memilih karier tertentu.

Dalam bimbingan orang tua terhadap pemuda ada tiga pola asuh orang tua yang dikemukakan oleh Hoffman, yaitu:

a) Pola asuh bina kasih (induction) adalah pola asuh dengan senantiasa memberikan penjelasan yang rasional terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil bagi anak.

b) Pola asuh unjuk kuasa (power assertion) adalah pola asuh dengan senantiasa memaksakan kehendak untuk dipatuhi oleh anak meskipun sebenarnya anak tidak dapat menerimanya.

c) Pola asuh lepas kasih (love withdrawal) adalah pola asuh dengan cara menarik sementara cinta kasih ketika anak tidak menjalankan


(61)

kehendak orang tuanya, tetapi jika anak sudah kembali melaksanakan kehendak orang tuanya maka cita kasih itu kembali seperti semula.

Berdasarkan penelitian mendalam dari Hoffman dan Sarijannati menunjukkan bahwa pola asuh bina kasih adalah yang paling efektif untuk membimbing perkembangan hubungan sosial pemuda.

7) Perkembangan kemandirian

Perkembangan kemandirian bagi seorang pemuda sangat diperlukan karena adanya gejala-gejala negatif yang banyak berkembang di masyarakat, antara lain:

a) Kompleksitas kehidupan yang semakin meningkat sehinggga tata nilai yang sudah mapan banyak diguncangkan oleh nilai-nilai baru yang banyak dipahami.

b) Ketergantungan disiplin kepada control luar dan bukan karena niat sendiri yang ikhlas.

c) Sikap tidak peduli dengan lingkungan hidup.

d) Sikap hidup konformistik (kemandirian berpusat pada masyarakat) tanpa pemahaman dan kompromistik (bersifat kompromi) dengan mengorbankan prinsip.

Kemandirian berasal dari kata diri yang mendapat imbuhan ke dan an, oleh karena itu kemadirian tidak bisa lepas dari pengertian diri (self) yang sesungguhnya banyak sekali istilah yang berkenaan dengan self seperti self-determinism, autonomous morality, ego intregity, the


(62)

creative self, self-actualization dan lain sebagainya yang jika dikaji lebih dalam ternyata tidak selalu merujuk kepada kemandirian. Abraham H. Maslow membedakan kemandirian menjadi dua, yaitu kemandirian aman (secure autonomy) adalah kekuatan yang menumbuhkan cinta kasih pada dunia, kehidupan dan orang lain, sadar akan tanggung jawab bersama dan tumbuh rasa percaya terhadap kehidupan. Kekuatan ini digunakan untuk mencintai kehidupan dan membantu orang lain. Sedangkan kemandirian tidak aman (insecure autonomy) adalah kekuatan kepribadian yang dinyatakan dalam prilaku menentang dunia. Maslow menyebut kondisi seperti ini sebagai selfish autonomy atau kemandirian mementingkan diri sendiri. Ada lima karakteristik inheren dan esensial yang saling berinteraksi dalam kehidupan untuk perkembangan kemandirian manusia, yaitu; a) kedirian yang menunjukkan bahwa dirinya berbeda dari orang lain, b) komunikasi yang menunjukkan bahwa kedirian manusia itu tidak berlangsung dalam kesendirian, melainkan dalam komunikasinya dengan lingkungan fisik, lingkungan sosial, diri sendiri maupun Tuhan, c) keterarahan, komunikasi manusia dengan berbagai pihak menunjukkan adanya keterarahan dalam diri manusia yang menyatakan bahwa hidupnya bertujuan, d) dinamika, proses perwujudan dan pencapaian tujuan manusia memerlukan adanya dinamika yang menyatakan bahwa manusia memiliki pikiran, kemampuan dan kemauan sendiri untuk berbuat dan berkreasi, dan


(1)

DAFTAR PUSTAKA

‘Ulw̄n, ‘Abdullah Ṇ̄ih. 1412 H. Tarbiyah al-Aul̄d f̄ al-Isl̄m. Kairo: D̄r as -Sal̄m.

‘U̇aim̄n, Muhammad bin ̣̄lih al-. 1426 H. Syaṛ Riỵ̄ ạ-̣̄lị̄n min Kal̄m sayyid al-Mursal̄n. Riyadh: Mad̄r al-Wạan li an-Nasyr, jil. 4.

Abdillah, Ahmad. 2014. Hadis-hadis tentang Peran Penting Orang Tua pada Pendidikan Akidah dan Akhlak Anak dalam Kitab Tarbiyah al-Aul̄d f̄ al -Isl̄m (Studi Ma’̄n̄ al-̣ad̄̇). Risalah. Yogyakarta: Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM).

Afifah, Durotul. 2014. Upaya Masyarakat dalam Menumbuhkan Kesadaran akan Pentingnya Pendidikan Formal (Studi Kasus di Desa Sendang, Kragan, Rembang, Jawa Tengah). Skripsi sarjana strata satu tidak diterbitkan. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. 2015. Psikologi Remaja (perkembangan Peserta Didik). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Anonim. 2015. Pedoman Penulisan Skripsi (Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah). Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Arifin, M., 1989. Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta.

Bukh̄r̄, Ab̄ ‘Abdillah Mụammad bin Isma’̄l bin ibr̄h̄m ibnu al-Muḡrah al -Ju’f̄ al-. 1422 H. Al-J̄mi’ ạ-̣ạ̣̄. Beirut: D̄r ̣̄q an-Naj̄h.

CD Maktabah Syamilah, upgrade 3,64.

Cholid. 2009. Manajemen Metode Pembelajaran Rasulullah saw (Studi atas Kitab Tarbiyah al-Nabi Liashabih Karya Khalid ‘Abdullah al-Qurasyi. Tesis magister tidak diterbitkan. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Damasyq̄, Ab̄ al-Fid̄’ al-H̄fị ibn kạ̄r ad-. 2009. Tafs̄r al-Qur’̄n al-‘Ạ̄m. Beirut: D̄r al-Fikr.


(2)

137

Departemen Agama RI. 2008. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: C.V. Diponegoro.

Fathunaja, Anji. 2013. Rekonstruksi Pembelajaran Rasulullah dalam Buku “Bersama Rasulullah saw Mendidik Generasi Idaman” Karya Fadhl Ilahi. Skripsi sarjana strata satu tidak diterbitkan. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. Fauzi, Ahmad. 1997. Psikologi Umum untuk IAIN, STAIN, PTAIS Fakultas

Tarbiyah Komponen MKDK. Bandung: Pustaka Setia.

Fawaid, Achmad dan Ateilla Mirza (pen.). 2011. Models of Teaching (Eighth Edition). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hadi, Sutrisno, 1995. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.

Hanbal, Ạmad bin. 1421 H. Musnad al-Im̄m Ạmad ibnu Hanbal, tạq̄q Syu’aib al-Arna`̣̄. Beirut: Muassasah ar-Ris̄lah.

Ismail, M. Syuhudi. 2009 . Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual. Jakarta: Bulan Bintang.

Jauz̄, Jam̄l ad-D̄n Ab̄ al-Faraj Ibnu al-. 1433 H. ̣iffah ạ-̣afwah. Beirut: D̄r al-Kit̄b al-‘Arab̄.

Jaz̄`ir̄, Ab̄ Bakr J̄bir al-. 1423. Aisir at-Taf̄s̄r li Kal̄m al-‘Aliyyi al-Kab̄r. Madinah: Maktabah al-‘Ul̄m wa al-Hikam.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, aplikasi offline 1,5.

Latif, Ahmad Abdul. 2015. Konsep Pendidikan Anak Menurut Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani dalam Kitab al-Hadyu an-Nabawi fi Tarbiyah al-Aulad fi Dhaui al-Quran wa as-Sunnah. Skripsi sarjana strata satu tidak diterbitkan. Semarang: Universitas Islam Sultan Agung.

Majid, Abdul. 2015. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mestafarid. 20014. Studi Hadits tentang Metode Pendidikan Ras̄lull̄h saw

terhadap Sahabat dalam Kiatab Faṭ Al B̄r̄. Skripsi sarjana strata satu tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Muhtadi, Muhammad (pen.). 2013. Al-Hady an-Nabawiy f̄ Tarbiyah al-Aul̄d f̄ Ḍau’ al-Kit̄b wa as-Sunnah. Solo: Zamzam.

Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif.


(3)

N̄s̄b̄r̄, Ab̄ ‘Abdullah al-̣̄kim an-, tth. Al-Mustadrak al̄ ạ-̣ạ̣̄ain. Beirut: D̄r al-Ma’rifah.

N̄s̄b̄r̄, Ab̄ al-Husain Muslim bin al-hajj̄j al-Qusair̄ an-. 1419 H. ̣ạ̣̄ Muslim. Riyadh: Bait al-Ifk̄r ad-Dauliyyah.

Nurjannah, Rizqi. 2014. Metode Pendidikan Rasulullah saw terhadap Perempuan (Studi Buku ̣ạabiyȳt ̣aula Ras̄l Karya Mahmud al-Mishri). Skripsi

sarjana strata satu tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Qạ̣̄n̄, Sa’̄d bin ‘Al̄ bin Wahf al-. tth. Al-Hady an-Nabawiy f̄ Tarbiyyah al -Aul̄d f̄ Ḍau’ al-Kit̄b wa as-Sunnah. tt: tp.

……….., tth. S̄rah asy-Sȳb ạ-̣̄lị ‘Abdurrạm̄n bin Sa’̄d bin ‘Al̄ bin Wahf Rạimah Allah Ta’̄l̄ 1403-1422 H. Riyadh: Saf̄r.

Qaṝw̄, Yusuf al-. 2002. Kaifa Nata’̄mal ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah. Kairo: D̄r asy-Syur̄q.

Qazw̄n̄, Ab̄ ‘Abdullah Mụammad bin Yaz̄d. 1918. Sunan Ibni M̄jah. Kairo: D̄r Ịȳ’ al-Kutub al-Arabiyyah.

Rusman, 2014. Model-Model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

shamela.ws/index.php/author/150. Diakses pada tanggal 14 November 2015. Sijist̄n̄, Ab̄ D̄wud Sulaim̄n bin al-Asy’ȧ as-. 1420 H. Sunan Ab̄ D̄wud.

Riyadh: Bait al-Ifk̄r ad-Dauliyyah.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sumitro (et.al). tt. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Surahmad, Winarno, Dasar dan Teknik Research, (Bandung: Tarsito, tth).

Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Syahridlo dan Sutarman (ed.). 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta:

Kopertais Wilayah III Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(4)

139

Tirmi̇̄, Ab̄ ‘̄s̄ Mụammad bin ‘̄s̄ bin Saurah at-. tth. Al-J̄mi’ ạ-̣ạ̣̄ wa Huwa Sunan at-Tirmi̇̄. tt: tp.

Umar, Bukhari. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.

Wahyuningsih, Endah. 2012. Metode Pembelajaran Rasulullah dalam Kitab al-Rasul al-Mu’allim wa Asalibuhu li Ta’lim Karya Abdullah al-Fattah Abu Ghuddah. Skripsi sarjana strata satu tidak diterbitkan. Yogyakarta: UIN Sunan

Kalijaga.

www.binwahaf.com/portal/pages/view/22.html. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2015.


(5)

(6)