Tetraploidisasi Ikan Patin Siam (Pangasianodon Hypophthalmus) Dengan Kejutan Suhu Panas

TETRAPLOIDISASI IKAN PATIN SIAM
(Pangasianodon hypophthalmus) DENGAN KEJUTAN SUHU
PANAS

AGUSTINA BUULOLO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Tetraploidisasi Ikan
Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus) dengan Kejutan Suhu Panas’’ adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016

Agustina Buulolo
NIM C151140431

RINGKASAN
AGUSTINA BUULOLO. Tetraploidisasi Ikan Patin Siam (Pangasianodon
hypophthalmus) dengan Kejutan Suhu Panas. Dibimbing oleh ODANG
CARMAN dan DINAR TRI SOELISTYOWATI.
Ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) adalah salah satu
komoditas ikan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi, prospektif dikembangkan
untuk memenuhi permintaan pasar domestik yang selalu meningkat setiap tahun.
Spesies ini berasal dari sungai Mekong Vietnam atau sungai Chao Phraya
Thailand, menyebar ke beberapa negara seperti Malaysia, Indonesia dan Cina
(Ahmed dan Hasan 2007). Ikan ini diintroduksi masuk ke Indonesia pada tahun
1972 dikenal dengan nama Lele Bangkok (Sunarma 2007). Budidaya ikan patin
tergolong inefisien karena biaya operasional produksi tinggi yang tidak sebanding
dengan harga jual produk yang salah satunya diakibatkan oleh lambatnya
pertumbuhan ikan. Perbaikan pertumbuhan di antaranya dapat dilakukan dengan

memproduksi ikan triploid yang bersifat steril karena energi reproduksi dapat
dialihkan pada pertumbuhan somatik sehingga pertumbuhannya lebih cepat.
Produksi triploid dalam budidaya sangat penting dilakukan dan diharapkan
mampu meningkatkan efisiensi produksi. Individu tetraploid dapat dibuat melalui
penghambatan pembelahan sel pertama (mitosis I) dengan induksi kejutan suhu
panas (heat shock), kejutan dingin (cold shock) atau tekanan (hydrostatic
pressure) maupun bahan kimia berupa colchicine, cytochalacin dan vincristine.
Metode kejutan suhu panas (heat shock) adalah salah satu metode paling murah
dan mudah, keberhasilannya dipengaruhi oleh umur zigot, intensitas perlakuan
suhu kejutan dan lama pemberian kejutan (Herbst 2002; Shelton 2006). Induksi
tetraploid dengan heat shock dilakukan setelah fertilisasi sebelum pembelahan sel
pertama (Fitria et al. 2013) dan terjadi karena adanya penekanan pembelahan sel
(Zhang et al. 2007). Tetraploidisasi diharapkan dapat menyediakan induk
tetraploid untuk produksi massal triploid.
Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan dengan tiga ulangan yaitu (A)
perlakuan kejutan suhu 42 ᴼC pada umur zigot 28 menit setelah fertilisasi (msf)
selama 2,0 menit dan (B) selama 2,5 menit, (C) perlakuan kejutan suhu 42 ᴼC
pada umur zigot 30 msf selama 2,0 menit dan (D) selama 2,5 menit, (E) perlakuan
kejutan suhu 42 ᴼC pada umur zigot 32 msf selama 2,0 menit dan (F) selama 2,5
menit. Dibuat juga kontrol sebagai pembanding tanpa perlakuan kejutan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa tetraploidisasi ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus melalui kejutan suhu panas 42 ᴼC selama 2,0 dan 2,5 menit pada
umur zigot 30 msf berhasil menginduksi ikan tetraploid. Kondisi optimum yang
dapat menghasilkan tetraploid tertinggi (26,67%) dengan kelangsungan hidup
40,17% adalah kejutan suhu 42 ᴼC selama 2,5 menit pada umur zigot 30 msf.
Kata Kunci : Pangasianodon hypophthalmus, nukleolus, tetraploid, kejutan panas

SUMMARY
BUULOLO.
Tetraploidization of Stripped
Catfish
Pangasianodon hypophthalmus using Heat Shock. Supervised by ODANG

AGUSTINA

CARMAN and DINAR TRI SOELISTYAWATI.

Stripped catfish (Pangasianodon hypophthalmus) is one of the freshwater
fish that have highly economic value, prospectively to be developed to meet
yearly increasing domestic market demand. this species originated from Mekong

river Vietnam or Chao Phraya river Thailand, than distributed to several countries
such as Malaysia, Indonesia and China (Ahmed and Hasan 2007). This fish was
introduced into Indonesia in 1972 known as Lele Bangkok (Sunarma 2007).
Culture of this species was inefficien due to high operational production costs
which unbalance compared to the selling price caused by the low growth rate of
the fish. The low growth rate can be improved by producing a sterile triploid fish
as the reproductive energy can be allocated for somatic growth so that higher
growth rate will be achieved.
Triploid production in aquaculture is very important to be developed and it
is expected to improve production efficiency. Tetraploid individuals can be
induced through the suppression of the firs cell division (mitosis I) using heat
shock, cold shock or hydrostatic pressure as well as chemicals such as colchicine,
cytochalacin and vincristine. The heat shock treatment is one of the most
inexpensive and convenient method, while the success is influenced by zygote's
age, temperature shock and duration of the shock treatment (Herbst 2002; Shelton
2006). Tetraploid induction using heat shock is applied after fertilization before
the first mitosis (Fitria et al. 2013) and occurs because of the suppression of the
cell division (Zhang et al. 2007). Tetraploidization is expected can provide
tetraploid broodstock for triploid mass production.
This study consisted of six treatments with three replicates, namely (A)

heat shock at 42 ᴼC, 28 minutes after fertilization the (maf) for 2.0 minutes and
(B) for 2.5 minutes, (C) heat shock at 42 ᴼC, 30 maf for 2.0 minutes and (D) for
2.5 minutes, (E) heat shock at 42 ᴼC, 32 maf for 2.0 minutes and (F) for 2.5
minutes. A group of untreated zygotes were also produce as control. The results
showed that tetraploidization of stripped catfish Pangasianodon hypophthalmus
using heat shock treatments at 42 ᴼC for 2.0 minutes and 2.5 minutes at 30 maf of
zygote successfully induced tetraploid fish. The highest tetraploid percentage
(26.67%) with 40.17% of survival rate was achieved when heat shock treatment
at 42 ᴼC for 2.5 minutes at 30 maf was applied.

Keywords: Pangasianodon hypophthalmus, nucleolus, tetraploid, heat shock.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TETRAPLOIDISASI IKAN PATIN SIAM
(Pangasianodon hypophthalmus) DENGAN KEJUTAN SUHU
PANAS

AGUSTINA BUULOLO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Dinamella Wahjuningrum SSi, MSi

iii

Judul Tesis : Tetraploidisasi Ikan Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus)
Dengan Kejutan Suhu Panas
Nama
: Agustina Buulolo
NIM
: C151140431

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Odang Carman, MSc
Ketua

Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Widanarni, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 18 November 2016

Tanggal Lulus:

iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia dan berkah-Nya sehingga serangkaian karya ilmiah yang berjudul

“Tetraploidisasi ikan Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus) Dengan
Kejutan Suhu Panas” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis ucapkan dengan hormat kepada Dr Ir Odang Carman,
MSc dan Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA selaku pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan dan masukan baik tekhnis maupun non tekhnis
kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Terimakasih juga
penulis ucapkan kepada Dr Dinamella Wahjuningrum SSi, MSi selaku dosen
penguji luar komisi pada ujian tesis, atas segala saran yang diberikan sehingga
tesis ini menjadi lebih baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada ayahanda
Demikian Buulolo serta ibunda Ferimawati Halawa dan juga adik-adik Nasib Niat
Buulolo Amd Keb, Juliaman Buulolo S.Kep, Suryani Buulolo, dan Krismaryani
Buulolo beserta keluarga besar atas segala dukungan, kesabaran, pengertian, doa
dan kasih sayangnya selama penulis menjalani masa studi.
Ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada rekan rekan yang
selama masa studi dapat menjadi motivasi dan memberikan pengaruh yang positif
bagi penulis; Jannesa Nasmi MSi; Anny Hariayu SPi; Rozana MSi; Liling
Palinggi SKel; Shella Marlinfa MSi; Asih Makarti MSi, Teman-teman peneliti di
Cijengkol; Nunun Ainun Sari Banun Kaliki Ssi, Dr Cut Tara Dewi MSi; Yusran
Ibrahim MSi dan para tenaga tekhnis lapangan Balai Pengembangan Budidaya

Ikan Patin dan Lele (BPBIPL) Cijengkol, Provinsi Jawa Barat yang namanya
tidak disebutkan satu persatu; keluarga besar Program Studi Ilmu Akuakultur
yang tidak bisa disebutkan satu persatu, teman-teman di Wisma Kartika (Rozana
MSi; Nuraini MSi, calon Drh Vicho permata kasih putri, Christy Lopulisa SPi,
Lusiani ST, dan keluarga besar Ikatan Mahasiswa Kepulauan Nias (IMKN) IPB,
serta ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Politeknik Pertanian
Payakumbuh selaku penjamin biaya perkuliahan melalui dana DIPA di Institut
Pertanian Bogor untuk staf pengajar tetap di Akademi Komunitas Kabupaten Nias
Utara.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2016

Agustina buulolo

v

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vii


DAFTAR LAMPIRAN

vii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Hipotesis

1
1
2
2
2

2

METODE
Waktu dan Tempat
Rancangan Percobaan
Pelaksanaan Penelitian
Pemijahan Induk
Kejutan Suhu
Identifikasi Tetraploid
Parameter Uji
Persentase Tetraploid
Derajat Pembuahan (DPh)
Derajat Penetasan (DPt)
Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH)
Analisis Data

2
2
3
3
3
4
4
5
5
5
6
6
6

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Derajat pembuahan (DPh) dan Derajat Penetasan (DPt)
Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH)
Keberhasilan tetraploidisasi
Pembahasan

7
7
7
8
8
9

4

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

12
12
12

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

20

RIWAYAT*

vi

DAFTAR GAMBAR
1.
2.

3.
4.
5.
6
7.
8.

Skema induksi tetraploid pada ikan (Herbst 2002)
Proses penyuntikan (a), koleksi sperma (b), stripping telur (c), proses
membuahi telur (d), menghilangkan daya rekat telur dengan suspensi
tanah (e) dan pembilasan telur (f)
Proses Kejutan suhu (a) corong penetasan (b) dan toples wadah
pemeliharaan (d)
Proses identifikasi tetraploid dengan analisis nukleus
Derajat penetasan ikan patin pada semua perlakuan dan kontrol
Tingkat kelangsungan hidup larva ikan patin selama 15 hari
pemeliharaan pada semua perlakuan dan kontrol.
Persentas tetraploid ikan patin yang dihasilkan dengan kejutan suhu
42 ᴼC pada umur zigot dan lama kejutan yang berbeda
Sel ikan patin diploid dengan jumlah maksimum 2 nukleolus per sel
(tanda panah, a) dan ikan patin tetraploid dengan jumlah maksimum 4
nukleolus (tanda panah, b)

2

3
4
5
7
8
9

9

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.

Hasil analisis ragam derajat penetasan (DPT)
Hasil analisis ragam tingkat kelangsungan hidup (TKH)
Hasil analisis ragam persentase keberhasilan tetraploid (4N)

15
16
18

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) adalah salah satu
komoditas ikan air tawar yang bernilai ekonomis prospektif dikembangkan untuk
memenuhi permintaan pasar domestik yang selalu meningkat setiap tahun. Spesies
ini berasal dari sungai Mekong Vietnam atau sungai Chao Phraya Thailand,
menyebar ke beberapa negara seperti Malaysia, Indonesia dan Cina (Ahmed dan
Hasan 2007). Ikan ini diintroduksi masuk ke Indonesia pada tahun 1972 dikenal
dengan nama Lele Bangkok (Sunarma 2007). Budidaya ikan patin tergolong
inefisien karena biaya operasional produksi tinggi yang tidak sebanding dengan
harga jual produk yang salah satunya diakibatkan oleh lambatnya pertumbuhan
ikan. Menurut Widodo et al. (2010) ikan patin dari bobot 7,4 g membutuhkan
waktu pemeliharaan 8-9 bulan untuk mencapai ukuran filet yaitu bobot 600-700 g.
Perbaikan pertumbuhan di antaranya dapat dilakukan dengan memproduksi ikan
triploid karena bersifat steril dan energi reproduksi dapat dialihkan pada
pertumbuhan somatik sehingga pertumbuhannya lebih cepat. Triploidisasi dapat
dilakukan dengan persilangan antara diploid (2n) dengan tetraploid (4n) sehingga
dihasilkan ikan triploid (3n) secara massal. Sterilitas pada ikan triploid
berhubungan dengan tidak berkembangnya gonad yang disebabkan kromosom
homolog tidak bersinapsis.
Produksi triploid dalam budidaya sangat penting dilakukan dan diharapkan
mampu meningkatkan efisiensi produksi. Individu tetraploid dapat dibuat melalui
penghambatan pembelahan sel pertama (mitosis I) dengan ind uksi kejutan suhu
panas (heat shock), kejutan dingin (cold shock) atau tekanan (hydrostatic
pressure) maupun bahan kimia berupa colchicine, cytochalacin dan vincristine.
Metode kejutan suhu panas (heat shock) adalah salah satu metode paling murah
dan mudah, keberhasilannya dipengaruhi oleh umur zigot, intensitas perlakuan
suhu kejutan dan lama pemberian kejutan (Herbst 2002; Shelton 2006). Induksi
tetraploid dengan heat shock dilakukan setelah fertilisasi sebelum fase
pembelahan sel pertama (mitosis I) (Fitria et al. 2013) dan terjadi karena adanya
penekanan pembelahan sel (Zhang et al. 2007).
Keberhasilan induksi tetraploid melalui heat shock pada beberapa spesies
ikan di antaranya; ikan Oncorhynchus mykiss diperoleh tetraploid 66,67% pada
suhu kejut 28 ᴼC selama 15 menit setelah enam jam dibuahi (Bencsik et al. 2011)
dan sebesar 100% ikan tetraploid didapatkan di ikan nila pada suhu kejut 41 ᴼC
selama sembilan menit dengan umur zigot 17,5-22,5 menit setelah fertilisasi
(Muller et al. 2004). Kejutan suhu 32 dan 35 ᴼC pada Crassostrea iredalei
(Faustino), C. belcheri (Sowerby) menghasilkan individu tetraploid masingmasing sebesar 29,9% dan 25,7% selama 8-10 menit setelah pembuahan (Tan et
al. 2016). Induksi tetraploid juga ditemukan pada perlak uan kejutan suhu 35 dan
36 ᴼC selama 5-10 menit dengan umur zigot 18-23 menit setelah pembuahan
masing- masing 98,12% dan 61,02% (Sellars et al. 2006).
Tetraploidisasi diharapkan dapat menyediakan induk tetraploid untuk
produksi massal triploid melalui persilangannya dengan induk diploid. Skema
induksi tetraploid pada ikan secara umum dapat dilihat pada Gambar 1.

2

Gambar 1. Skema induksi tetraploid pada ikan (Herbst 2002)
Rumusan Masalah
Kepopuleran ikan patin terus meningkat setiap tahunnya baik dalam maupun
luar negeri seiring dengan terus berkembangnya industrialisasi filet ikan. Namun,
industri filet ikan mengalami inefisiensi biaya produksi di antaranya karena
pertumbuhan ikan yang lambat. Ketersediaan ikan tetraploid diperlukan untuk
memproduksi ikan triploid secara massal dengan performa pertumbuhan yang
lebih baik dan filet yang berkualitas. Oleh karena itu, pengembangan protokol
tetraploidisasi pada ikan patin perlu dilakukan.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kondisi optimum tetraploidisasi
pada ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus melalui kejutan pada suhu
42 ᴼC dengan lama kejut dan umur zigot yang berbeda.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kejutan suhu pada 42
ᴼC dengan variabel lama kejut 2,0 dan 2,5 menit pada umur zigot 28, 30 dan 32
menit setelah fertilisasi akan mendapatkan salah satu kondisi terbaik dalam
menginduksi tetraploid ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus).

2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 Januari-13 Mei 2016
bertempat di Balai Pengembangan Budidaya Ikan Patin dan Lele (BPBIPL)
Cijengkol, Provinsi Jawa Barat.

3

Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) One Way
Anova dengan enam perlakuan dan tiga ulangan, yaitu :
(A) Perlakuan kejut suhu 42 ᴼC pada umur zigot 28 menit setelah
fertilisasi (msf) selama 2,0 menit
(B) Perlakuan kejut suhu 42 ᴼC pada umur zigot 28 msf selama 2,5 menit
(C) Perlakuan kejut suhu 42 ᴼC pada umur zigot 30 msf selama 2,0 menit
(D) Perlakuan kejut suhu 42 ᴼC pada umur zigot 30 msf selama 2,5 menit
(E) Perlakuan kejut suhu 42 ᴼC pada umur zigot 32 msf selama 2,0 menit
(F) Perlakuan kejut suhu 42 ᴼC pada umur zigot 32 msf selama 2,5 menit
(G) Kontrol sebagai pembanding tanpa perlakuan kejutan suhu.
Pelaksanaan Penelitian
Pemijahan Induk
Pemijahan dilakukan menggunakan induk betina umur 2,5 tahun dengan
berat 3-6 kg ekor-1 dan induk jantan umur 2 tahun dengan berat 1,5-2 kg ekor-1
masing- masing 6 ekor. Gambar 2 berikut menjelaskan tentang proses pemijahan
meliputi penyuntikan induk, koleksi sperma, stripping telur, proses pembuahan,
penghilangan daya rekat telur menggunakan suspensi tanah, dan pembilasan telur.

a

b

d

e

c

f

Gambar 2 Proses penyuntikan (a), koleksi sperma (b), stripping telur (c), proses
membuahi telur (d), menghilangkan daya rekat telur dengan suspensi
tanah (e) dan pembilasan telur (f)
Proses pemijahan dilakukan dengan metode induced breeding yaitu
melalui penyuntikan hormon HCG dan ovaprim. Penyuntikan dilakukan 2 kali
pada induk betina; penyuntikan pertama menggunakan hormon HCG dosis 500 IU
kg-1 induk, penyuntikan kedua dilakukan setelah 24 jam menggunakan ovaprim
(GnRH + anti dopamin) dosis 0,6 mL kg-1 induk, bersamaan dengan itu ovaprim
0,3 mL kg-1 induk disuntikkan pada jantan.
Selanjutnya ditunggu hingga induk betina ovulasi. Setelah induk betina
ovulasi, sperma jantan ditampung dalam wadah dan diencerkan dengan 50 mL

4

larutan NaCl 0,9%. Induk betina di-stripping dan telur diletakkan dalam mangkok
kering dan bersih. Fertilisasi dilakukan secara buatan dengan mencampur sperma
dan telur secara merata, di aktivasi dengan penambahan 200 mL air mineral
selama 1 menit, dihilangkan daya rekat telurnya menggunakan suspensi tanah,
kemudian dibilas dengan air bersih. Telur yang telah dibilas dikoleksi untuk
dilakukan kejutan suhu.
Kejutan Suhu
Perlakuan kejut suhu panas dilakukan dengan cara merendam telur
menggunakan saringan teh dalam wadah styrofoam berisi air bersuhu 42 ᴼC
dengan lama perendaman dan umur zigot sesuai perlakuan. Kemudian telur
diinkubasi dalam corong penetasan (hatching jar) pada suhu 28-29 ᴼC hingga
menetas (20-22 jam). Pemeliharaan larva dilakukan dalam toples bervolume 20 L
dengan kepadatan 200 ekor toples-1 . Larva diberi naupli artemia setelah kuning
telur habis (30-36 jam) selama 5 hari dengan frekuensi 2 jam sekali. Umur larva
6-10 hari diberi cacing Tubifex 4 jam sekali dan pakan tepung (Feng Li) diberikan
pada saat larva berumur 11-15 hari. Penghitungan jumlah nukleolus dilakukan
untuk mengidentifikasi individu tetraploid pada akhir pemeliharaan. Parameter
yang diamati selama penelitian adalah derajat pembuahan, derajat penetasan,
kelangsungan hidup dan keberhasilan tetraploidisasi. Gambar 3 berikut
menjelaskan tentang proses perlakuan kejutan suhu, penetasan dalam corong dan
pemeliharaan larva.

a

b

c

Gambar 3 Proses kejutan suhu (a) corong penetasan (b) dan toples wadah
pemeliharaan (d)
Identifikasi Tetraploid
Identifikasi tetraploid dilakukan dengan cara penghitungan nukleolus
(Howell and Black 1980) yang meliputi tahapan berikut; jaringan sirip atau insang
larva difiksasi dalam 5-15 mL larutan Carnoy yang dibuat dari campuran asam
asetat dan etanol (1:3) selama 60 menit dan setiap 30 menit larutan fiksatif diganti
dengan larutan Carnoy baru. Setelah difiksasi, jaringan diletakkan di atas tisu
untuk menghilangkan larutan fiksatif. Selanjutnya dilakukan disosiasi dengan
menambahkan 2-3 tetes asam asetat 50% dan dilakukan chopping secara hati-hati
menggunakan pisau skalpel pada gelas objek cekung selama 30-50 detik hingga
terbentuk suspensi sel yang tampak keruh. Suspensi sel diaduk (pipetting)
menggunakan mikropipet dengan chip ukuran 100 µL, kemudian dilakukan
squashing pada gelas objek yang bersih dan diletakkan di atas hotplate bersuhu
45-50 ᴼC dengan cara: suspensi diteteskan pada gelas objek kemudian dengan
cepat dihisap kembali menggunakan mikropipet setelah membentuk ring

5

berdiameter 1-2 cm. Gelas objek yang digunakan, sebelumnya telah direndam
dalam etanol 96% selama dua jam. Pada setiap gelas objek, dibuat 2-3 buah ring,
dikering- udarakan, lalu diwarnai menggunakan larutan A (10 gr AgNO 3 dilarutkan
dalam 20 mL akuades) dan B (2 gr gelatin dalam 50 mL air hangat ditambah 50
mL larutan gliserin, dan pada setiap 10 mL ditambahkan 2 tetes asam formiat)
masing- masing sebanyak 1 dan 2 tetes kemudian dicampur dan disebar
menggunakan tusuk gigi. Langkah berikutnya, preparat dimasukkan ke dalam box
staining bersuhu 45-50 ᴼC selama 25 menit hingga preparat berwarna kuning
kecoklatan, seterusnya dibilas menggunakan akuades dan preparat diamati

.


menggunakan mikroskop (Gambar 4).



Gambar 4 Proses identifikasi tetraploid dengan analisis nukleus
Staining Box
45-50 ᴼC
(20 – 25 menit)

Parameter Uji

Persentase Tetraploidisasi
Tetraploid % - =





�ℎ � �
�� �
x
�ℎ � � �� � �� � �

Derajat Pembuahan (DPh)
Derajat pembuahan telur (DPh) adalah persentase jumlah telur yang dibuahi
dibanding dengan jumlah total telur sampel yang diamati. Derajat pembuahan
telur diamati enam jam setelah pembuahan dan dihitung dengan rumus:
DPb % =
DPb
Bt

= Derajat Pembuahan (%)
= Jumlah telur yang dibuahi (butir)


x


6

B0

= Jumlah telur sampel yang diamati (butir)

Telur yang terbuahi dapat dilihat dengan tidak adanya warna pada telur
atau transparan, telur yang mati karena tidak terbuahi ditandai dengan warnanya
yang putih keruh, sedangkan telur terbuahi tapi mati terlihat di bagian dalam telur
terbentuk putih bercak-bercak.
Derajat Penetasan (DPt)
Derajat penetasan telur (DPt) adalah persentase jumlah telur yang menetas
dibanding dengan jumlah total telur yang dibuahi. Derajat penetasan telur diamati
22 jam setelah terbuahi dihitung dengan rumus:
DPt % =

DPt = Derajat Penetasan (%)
Tt
= Jumlah telur yang menetas (ekor)
T0 = Jumlah telur yang dibuahi (butir)


x


Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH)
Tingkat kelangsungan hidup (TKH) selama pemeliharaan dihitung dengan
melakukan sampling setiap 5 hari sekali sampai umur 15 hari dari jumlah total
larva menetas. Pengamatan kelangsungan hidup ikan dilakukan pada fase benih.
Tingkat kelangsungan hidup ikan dihitung dengan rumus berikut:
TKH (%) =

Nt

No

x 100

Keterangan :
TKH = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan (ekor)
N0 = Jumlah ikan hidup pada awal pemeliharaan (ekor)
Analisis Data
Data yang diperoleh ditabulasi dengan Microsoft Excel 2010. Parameter
derajat penetasan, tingkat kelangsungan hidup dan persentase tetraploid dianalisis
ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 90% dengan bantuan perangkat lunak
SPSS 16.0. Apabila data berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Tukey.
Parameter derajat pembuahan dianalisis secara deskriptif.

7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Derajat Pembuahan (DPh) dan Derajat Penetasan (DPt)

Derajat penetasan (%)

Fertilisasi buatan yang dilakukan menghasilkan persentase DPh sebesar
76,60%. Derajat penetasan (DPt) berdasarkan lama kejut 2,0 dan 2,5 menit pada
umur zigot 28, 30 dan 32 msf dengan suhu kejut panas 42 ᴼC masing- masing
sebesar 67,30±17,07 (A); 44,55±16,91 (B); 68,84±7,80 (C); 74,21±4,26 (D);
31,85±4,33 (E) dan 41,95±10,90 (F); sedang kontrol 98,77±21,88 (Gambar 5).
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

a
b

b

b
c
c
d

Kontrol

A

B

C

D

E

F

Perlakuan
Keterangan : Huruf yang berbeda dalam grafik menunjukkan beda nyata (p0,1) dengan perlakuan umur zigot 28 msf selama 2,0 dan 2,5
menit (A,B), serta perlakuan umur zigot 32 msf selama 2,5 menit (F), namun
berbeda nyata (p

Dokumen yang terkait

Keragaan Pertumbuhan Ikan Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus), Patin Jambal (Pangasius djambal) dan hibridanya pada Karamba Jaring Apung di Perairan Bekas Galian Pasir

0 26 5

Pengaruh Kejutan Salinitas dan Perendaman Larva dalam Larutan Tiroksin Terhadap Kinerja Calon Benih Ikan Patin Siam Pangasius hypophthalmus

0 7 70

:Induksi Pematangan Gonad Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus Betina Ukuran 5 Kg Menggunakan OODEV melalui Penyuntikan

1 5 34

Induksi Pematangan Gonad Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus secara Hormonal Menggunakan OODEV melalui Pakan Selama 4 Minggu

0 5 37

Performa Autotriploid Dan Allotriploid Ikan Patin Siam Pangasianodon Hypophthalmus X Patin Jambal Pangasius Djambal

0 4 38

EFEKTIVITAS TRANSFER DAN EKSPRESI GEN PhGH PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypophthalmus)

0 1 10

KERAGAAN BENIH IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypophthalmus) YANG DITEBAR SECARA LANGSUNG

0 0 12

Masyarakat Iktiologi Indonesia Insersi gen lisozim pada ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus (Sauvage, 1878) untuk membentuk galur tahan penyakit

0 1 9

EMBRIOGENESIS DAN PERKEMBANGAN LARVA PATIN HASIL HIBRIDISASI ANTARA BETINA IKAN PATIN SIAM( Pangasianodon hypophthalmus Sauvage, 1878) DENGAN JANTAN IKAN PATIN JAMBAL ( Pangasius djambal Bleeker, 1846) DAN JANTAN PATIN NASUTUS ( Pangasius nasutus Bleeker,

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam Pangasius hypophthalmus 2.1.1 Morfologi Ikan Patin Siam Pangasius hypophthalmus - PENGARUH KITOSAN DALAM MENINGKATKAN RESPON IMUN NON-SPESIFIK PADA IKAN PATIN SIAM Pangasius hypophthalmus YANG DI INFEKSI BAKTERI

0 0 19