Perbandingan Terapi Vitiligo Dengan Krim Pimekrolimus 1% Di Wajah Dan Leher

(1)

LAPORAN KASUS

PERBANDINGAN TERAPI VITILIGO DENGAN KRIM

PIMEKROLIMUS 1% DI WAJAH DAN LEHER

KHAIRINA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

I. PENDAHULUAN ... 1

II. LAPORAN KASUS... 3

III. DISKUSI ... 5


(3)

PERBANDINGAN TERAPI VITILIGO DENGAN KRIM PIMEKROLIMUS 1% DI WAJAH DAN LEHER

I. PENDAHULUAN

Vitiligo adalah suatu kelainan kulit didapat, bersifat progresif dan terkadang diturunkan yang ditandai dengan makula hipopigmentasi pada kulit, berbatas tegas dan asimptomatik yang terjadi akibat gangguan atau kerusakan pada melanosit.1-3

Vitiligo terjadi pada 0,5 – 2% dari populasi dunia.

4

Dapat dijumpai pada semua ras dan semua kelompok etnis tetapi lebih sering menimbulkan masalah pada orang kulit berwarna dibanding pada orang kulit putih.1 Insidensi vitiligo pada pria dan wanita sama, namun pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa penderita wanita lebih banyak, kemungkinan hal ini disebabkan karena wanita lebih peduli terhadap kelainan ini secara kosmetis.1,2 Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia, sejak dari baru lahir sampai usia lanjut, dengan frekuensi tertinggi adalah antara usia 10-30 tahun.

Penyebab dari vitiligo belum diketahui dengan pasti, diduga disebabkan karena adanya faktor predisposisi genetik dan beberapa faktor pencetus.

4-7

2

Dilaporkan 30-40% penderita terdapat riwayat vitiligo dalam keluarganya.3 Sedangkan beberapa faktor pencetus dari vitiligo antara lain adalah faktor mekanis, faktor paparan sinar matahari atau penyinaran dengan UVA, faktor emosi atau stress dan faktor hormonal.1,2

Patogenesis dari vitiligo belum dapat dijelaskan dengan pasti, namun terdapat beberapa hipotesis yang dapat menerangkan mekanisme terjadinya kerusakan pada melanosit di epidermis, antara lain hipotesis autoimun, hipotesis neurogenik dan hipotesis autositotoksik.

1,2,4,5

Selain ketiga hipotesis tersebut, ada hipotesis-hipotesis lain tentang patogenesis vitiligo, antara lain adanya gangguan pada sistem oksidan-antioksidan yang dapat menyebabkan terjadinya akumulasi toksin radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan melanosit dan hipotesis mekanisme virus.

Gambaran klinis dari vitiligo berupa makula-makula hipopigmentasi berwarna putih kapur sampai putih susu, berbentuk bulat, lonjong atau linear, berbatas tegas dan terkadang tepi berlekuk-lekuk, dengan diameter 5 mm – 5 cm atau lebih.

4,5

1,2,5

Terkadang rambut pada kulit yang terkena juga berubah menjadi putih. Pada lesi awal, kehilangan pigmen tersebut hanya sebagian, tetapi semakin lama seluruh pigmen melanin akan menghilang.3 Daerah yang paling sering dijumpai sebagai predileksi awal dari vitiligo adalah pada tangan, lengan bawah, siku, lutut, kaki dan wajah, dimana daerah pada wajah yang paling sering terlibat


(4)

adalah daerah perioral dan periokular.8 Kemudian lesi-lesi tersebut akan meluas secara sentrifugal dan dapat meluas ke semua bagian tubuh, termasuk membran mukosa.5

Vitiligo diklasifikasikan berdasarkan distribusi dan predileksi dari lesi yang ada, yaitu tipe lokalisata, terdiri dari tipe fokal, segmental, mukosal; tipe generalisata, terdiri dari tipe akrofasial, vulgaris, universal. Dapat juga ditemukan beberapa varian klinik dari vitiligo, yaitu trichrome vitiligo, quadrichrome vitiligo, pentachrome vitiligo, makula confetti, inflammatory vitiligo.

3,4,5,8,9

Diagnosis vitiligo dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis yang khas serta riwayat keluarga. Pemeriksaan histopatologi dan lampu wood juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan membedakan vitiligo dari penyakit depigmentasi lainnya.

Beberapa diagnosis banding dari vitiligo, yaitu tinea versikolor, pitiriasis alba, hipopigmentasi paska inflamasi, piebaldisme, kusta dan hipomelanosis gutata idiopatik.

4

Terdapat berbagai macam pilihan dalam penatalaksanaan vitiligo, dimana berbagai macam terapi tersebut memiliki baik keuntungan maupun kerugiannya masing-masing. Terapi terdiri dari terapi topikal meliputi tabir surya, kortikosteroid, imunomodulator, calcipotriol,pseudocatalase; terapi sistemik seperti kortikosteroid oral; pemakaian psoralen; radiasi narrowband ultraviolet B; terapi laser dan juga dapat dilakukan terapi bedah untuk menangani penyakit ini.

4

2-5,9,10

Tetapi sampai saat ini belum ada terapi yang memuaskan untuk penderita vitiligo.

Imunomodulator topikal yang dapat digunakan pada pengobatan vitiligo adalah takrolimus 0,1 % dan pimekrolimus 1%. Pimekrolimus termasuk produk makrolid alami yang berasal dari jamur Streptomyces hygroscopicus var. ascomyceticus. Formulasi pimekrolimus topikal merupakan golongan pengobatan imunusupresi non-steroid kelas baru, yang mempunyai aktivitas anti inflamasi pada kulit dengan absorbsi yang minimal ke sirkulasi.

4

Pimekrolimus berikatan dengan sel T reseptor makrofilin 12, mengakibatkan inhibisi pada jalur calcineurin, suatu fosfatase protein yang diperlukan untuk aktivasi sel T. Hal ini mengakibatkan aktivasi sel T, proses transkripsi dan pelepasan sitokin-sitokin pro-inflamasi terhambat. Disamping itu, pimekrolimus menurunkan produksi sel mast yang menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi (TNF-α) dan IgE yang dapat menginduksi mediator-mediator pro-inflamasi (histamin) sehingga mencegah sel-sel inflamasi tersebut untuk menimbulkan lesi kembali, merangsang melanosit pada folikel-folikel rambut dan kulit perilesi untuk aktif muncul kembali dan bermigrasi ke lesi-lesi vitiligo tersebut sehingga terjadi repigmentasi.

11


(5)

Berikut dilaporkan suatu kasus penderita vitiligo pada daerah wajah dan leher yang diterapi dengan krim pimekrolimus 1%.

II. LAPORAN KASUS

Seorang wanita, berusia 25 tahun,belum menikah, datang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan pada tanggal 17 Februari 2010 dengan keluhan adanya bercak putih pada daerah kelopak atas mata kanan dan kiri serta daerah leher. Hal ini dialami oleh penderita sejak ± 7 bulan yang lalu. Bercak awalnya kecil berwarna putih di daerah dada yang semakin melebar dan mulai muncul di daerah kelopak mata, tanpa disertai rasa gatal. Penderita sudah pernah berobat ke sarana kesehatan terdekat, diberikan salep dan obat makan selama ± 3 bulan, tetapi penderita tidak tahu nama obat-obat tersebut dan perbaikan tidak dijumpai setelah memakai dan memakan obat tersebut. Keluarga penderita yaitu ibu penderita juga mengalami penyakit seperti ini, berupa bercak-bercak putih pada daerah lengan. Penderita tidak pernah menderita suatu penyakit sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, status gizi baik, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 76 x / menit, frekwensi nafas 20 x / menit, suhu tubuh afebris.

Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai makula depigmentasi berbatas tegas, tepi berlekuk-lekuk dan tidak teratur, ukuran ±2,5x0,5 cm pada regio palpebra superior dextra, ±2x2 cm pada regio palpebra superior sinistra, ±6x3 cm pada regio koli anterior hingga sternum bagian atas.

Gambar 1. Pasien saat pertama kali datang tampak makula depigmentasi berbatas tegas, tepi berlekuk-lekuk dan tidak teratur (a) ukuran ±2,5x0,5 cm pada regio palpebra superior dextra (b) ±2x2 cm pada regio palpebra superior sinistra (c) ±6x3 cm pada regio koli anterior hingga sternum bagian atas.


(6)

Pada penderita dilakukan pemeriksaan darah rutin, urine rutin, KGD ad random, kadar TSH, T3, T4 dan pemeriksaan KOH 10%. Hasil pemeriksaan KOH 10% dari kerokan kulit tidak dijumpai hifa dan spora.

Penderita didiagnosis banding dengan vitiligo, tinea versikolor dan pitiriasis alba. Diagnosis kerja adalah vitiligo.

Penatalaksanaan pada penderita diberikan krim tabir surya SPF 33 dan krim pimekrolimus 1% (elidel®

Hasil pemeriksaan darah pada tanggal 18 Februari 2010 didapatkan darah rutin dan urine rutin dalam batas normal, kadar TSH, T3 dan T4 dalam batas normal, KGD ad random dalam batas normal.

) yang dioleskan 2 kali sehari pada lokasi ruam yang ada. Penderita disarankan untuk kontrol ulang setiap satu bulan.

Kontrol ulang pada tanggal 19 April 2010 (bulan kedua pengobatan) tampak beberapa makula repigmentasi pada sekitar folikel-folikel rambut pada pada regio palpebra superior sinistra et dextra, serta belum terlihat adanya makula repigmentasi pada regio koli anterior hingga sternum bagian atas. Penatalaksanaan pada penderita diberikan krim tabir surya SPF 33 dan krim pimekrolimus 1% (elidel®) yang dioleskan 2 kali sehari pada lokasi ruam yang ada.

Gambar 2. Pasien pada saat kontrol ulang tanggal 19 April 2010 (a) pada regio palpebra superior sinistra et dextra tampak makula repigmentasi (b) regio koli anterior hingga sternum bagian atas belum terlihat adanya repigmentasi.

Bercak repigmentasi semakin banyak dan melebar pada kontrol-kontrol berikutnya terutama pada daerah wajah. Kontrol ulang pada tanggal 5 Agustus 2010 (bulan keenam pengobatan), repigmentasi hampir sempurna pada regio palpebra superior sinistra et dextra, repigmentasi pada regio koli anterior hingga sternum bagian atas. Penatalaksanaan pada penderita diberikan krim tabir surya SPF 33 dan krim pimekrolimus 1% (elidel®) yang dioleskan 2 kali sehari pada lokasi ruam yang ada. Efek samping pengobatan tidak dijumpai.


(7)

Gambar 3. Pasien pada saat kontrol ulang tanggal 5 Agustus 2010.(a) tampak repigmentasi hampir sempurna pada regio palpebra superior sinistra et dextra, (b) makula repigmentasi pada regio koli anterior hingga sternum bagian atas.

Prognosis pada penderita ini quo ad vitam ad bonam, quo ad funcitonam ad bonam, quo ad sanationam dubia ad malam.

III. DISKUSI

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Pasien adalah seorang wanita yang berusia 25 tahun. Insidensi vitiligo pada pria dan wanita sama, namun pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa penderita wanita lebih banyak, kemungkinan hal ini disebabkan karena wanita lebih peduli terhadap kelainan ini secara kosmetis.1,2 Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia, sejak dari baru lahir sampai usia lanjut, dengan frekuensi tertinggi adalah antara usia 10-30 tahun.

Dari anamnesis didapat bahwa lesi pada awalnya berupa bercak kecil berwarna putih di daerah dada yang semakin melebar dan mulai muncul di daerah kelopak mata, tanpa disertai rasa gatal. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa gambaran klinis dari vitiligo berupa makula-makula hipopigmentasi berwarna putih kapur sampai putih susu, berbentuk bulat, lonjong atau linear, berbatas tegas dan terkadang tepi berlekuk-lekuk, dengan diameter 5 mm – 5 cm atau lebih.

5

1,2,5

Daerah pada wajah yang paling sering terlibat adalah daerah perioral dan periokular.8 Lesi-lesi tersebut akan meluas secara sentrifugal dan dapat meluas ke semua bagian tubuh, termasuk membran mukosa.5

Berdasarkan anamnesis, keluarga pasien yaitu ibu pasien juga mengalami penyakit seperti ini, berupa bercak-bercak putih pada daerah lengan. Penyebab dari vitiligo belum diketahui dengan pasti, diduga disebabkan karena adanya faktor predisposisi genetik dan beberapa faktor pencetus.

2

Dilaporkan 30-40% penderita terdapat riwayat vitiligo dalam


(8)

keluarganya.3 Sedangkan beberapa faktor pencetus dari vitiligo antara lain adalah faktor mekanis, faktor paparan sinar matahari atau penyinaran dengan UVA, faktor emosi atau stress dan faktor hormonal.1,2

Pasien didiagnosis banding dengan vitiligo, tinea versikolor, pitiriasis alba. Diagnosis banding tinea versikolor disingkirkan karena pada tinea versikolor dijumpai makula hipopigmentasi, berbentuk anular, berbatas tegas disertai skuama halus diatasnya, lesi dapat soliter maupun berkonfluens. Pada pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% akan dijumpai adanya hifa dan spora, pada pemeriksaan lampu wood akan terlihat warna kuning keemasan.

4

Diagnosis banding pitiriasis alba disingkirkan karena pada gambaran klinis pitiriasis alba terdapat makula hipopigmentasi, berbatas tidak tegas dan berskuama halus, dapat berukuran 5 – 30 mm.2 Pitiriasis alba sering dijumpai pada daerah muka, dada dan punggung. Biasanya terdapat pada pasien dermatitis atopik.

Pemeriksaan KOH 10% dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis tinea versikolor. Pemeriksaan histopatologi tidak dilakukan oleh karena pasien tidak bersedia untuk dilakukan biopsi. Diagnosis kerja ditegakkan sebagai vitiligo.

4

Terdapat berbagai macam pilihan dalam penatalaksanaan vitiligo, dimana berbagai macam terapi tersebut memiliki baik keuntungan maupun kerugiannya masing-masing. Modalitas terapi yang dilakukan adalah untuk menghentikan perkembangan dari penyakit ini dan melakukan repigmentasi kulit kembali.

Tabir surya membantu mencegah sunburn sehingga mengurangi kerusakan akibat sinar matahari, juga mengurangi kemungkinan terjadinya fenomena Koebner. Tabir surya juga mengurangi tanning kulit yang sehat sehingga mengurangi kontras dengan lesi vitiligo.

5

Pada kasus ini pasien diterapi dengan krim pimekrolimus 1%. Pada kepustakaan dikatakan, pimekrolimus termasuk produk makrolid alami yang berasal dari jamur Streptomyces hygroscopicus var. ascomyceticus. Formulasi pimekrolimus topikal merupakan golongan pengobatan imunusupresi non-steroid kelas baru, yang mempunyai aktivitas anti inflamasi pada kulit dengan absorbsi yang minimal ke sirkulasi.

4

Pimekrolimus berikatan dengan sel T reseptor makrofilin 12, mengakibatkan inhibisi pada jalur calcineurin, suatu fosfatase protein yang diperlukan untuk aktivasi sel T. Hal ini mengakibatkan aktivasi sel T, proses transkripsi dan pelepasan sitokin-sitokin pro-inflamasi terhambat. Disamping itu, pimekrolimus menurunkan produksi sel mast yang menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi (TNF-α) dan IgE yang dapat menginduksi mediator-mediator pro-inflamasi (histamin) sehingga mencegah sel-sel inflamasi tersebut untuk menimbulkan


(9)

muncul kembali dan bermigrasi ke lesi-lesi vitiligo tersebut sehingga terjadi repigmentas.

3,10-13

Pada pasien ini terdapat lesi vitiligo pada daerah wajah dan leher. Dengan pengobatan krim pimekrolimus 1% memberikan hasil yang baik pada pasien ini berupa repigmentasi hampir sempurna pada daerah wajah dan repigmentasi pada daerah leher yang terjadi selama ± 6 bulan pengobatan. Disini terlihat efek yang lebih baik dijumpai pada wajah dibandingkan pada leher. Pada suatu studi, Stinco et al. melaporkan bahwa pada penderita vitiligo dengan terapi krim pimekrolimus topikal, didapatkan respon repigmentasi yang terbaik adalah pada daerah wajah. Alasan kenapa pada daerah wajah lebih baik dari pada daerah lainnya masih belum jelas, tetapi kemungkinan karena folikel rambut pada daerah wajah lebih padat dan reservoir melanosit lebih banyak.

Pengobatan ini telah disetujui oleh US FDA untuk penggunaaan bagi dewasa dan anak-anak (≥ 2 tahun) dimana obat ini ditoleransi dengan baik bila digunakan secara topikal. Efek samping yang dapat timbul berupa iritasi lokal terbatas seperti rasa panas, terbakar dan gatal tetapi hal ini jarang terjadi.

12

Prognosis pada penderita ini quo ad vitam ad bonam, quo ad funcitonam ad bonam, quo ad sanationam dubia ad malam. Pada kepustakaan dikatakan prognosis dari vitiligo tidak dapat diprediksi. Gambaran klinis awal dari vitiligo tidak dapat menentukan seberapa luas daerah anatomis yang akan terlibat dan tidak dapat menentukan aktivitas dari penyakit ini. Tetapi, hampir seluruh perjalanan penyakit vitiligo adalah lambat dan regresi spontan sangat jarang terjadi.

11


(10)

DAFTAR PUSTAKA

1. Achyar RY. Kelainanan-kelainanan Hipopigmentasi dan Vitiligo. Dalam: Sugito T, Dwikarya M, Budiono M, Wasitaatmadja S, editor. Kelainan Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya. PADVI, 1988. h. 46-59.

2. Kovacs SO. Continuing Medical Education Vitiligo. Journal of the American Academy of Dermatology 1998; 38(5); 647-59.

3. Halder RM., Chappell JL. Vitiligo Update. Seminars in Cutaneous Medicine and Surgery. 2009; 86-91.

4. Halder RM, Taliaferro SJ. Vitiligo. Dalam: Wolff, K., Goldsmith, L.A., Katz, S.I, Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffel, D.J., editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: Mc Graw-Hill, 2008. h. 616-22.

5. Bordere AC, Lambert J, Gell N. Current and emerging therapy for the management of vitiligo. Clinical, Cosmetic and Investigational Dermatology. 2009; 2; 15-25.

6. Forschner T, Buchholtz S, Stockfleth E. Current state of vitiligo therapy – evidence – based analysis of the literature. JDDG. 2007; 467-74.

7. Ortonee JP. Pathogenesis of vitiligo. Dalam: Gupta S, Olsson MJ, Kanwar AJ, Ortonne JP.Eds.Surgical Management of Vitiligo. Edisi ke-1. USA: Blackwell Publishing, 2007. h. 3-10.

8. Odom RB, James WD, Berger TG. Vitiligo. Dalam: Odom RB, James WD, Berger TG.Eds.Andrew’s Diseases of the skin Clinical Dermatology. Edisi ke-9. USA: W. Saunders Company, 2000. h.1065-68.

9. Lee SJ, Cho SB, Hann SK. Classification of Vitiligo. Dalam: Gupta S, Olsson MJ, Kanwar AJ, Ortonne JP.Eds. Surgical Management of Vitiligo. Edisi ke-1. USA: Blackwell Publishing, 2007: 20-9.

10. Passeron T, Ortone JP. Medical Treatment of Vitiligo. Dalam: Gupta S, Olsson MJ, Kanwar AJ, Ortonne JP.Eds.Surgical Management of Vitiligo. Edisi ke-1. USA: Blackwell Publishing, 2007: 31-7.

11. Bernard LA, Bergman JN, Eichenfield LF. Pimecrolimus 1% Cream (Elidel®) For Atopic Dermatitis. Skin Therapy Letter. 2002; 7(4); 1-3.

12. Stinco G, Piccirillo F, Forcione M, Valent F, Patrone P. An open randomized study to compare narrow band UVB, topical pimecrolimus and topical tacrolimus in the treatment of vitiligo. Eur J Dermatol. 2009; 19(6); 588-93.

13. Choi WC, Chang SE, Bak H, Choi JH. Topical immunomodulators are Effective for Treatment of Vitiligo. Journal of Dermatology. 2008; 503-7.


(1)

Berikut dilaporkan suatu kasus penderita vitiligo pada daerah wajah dan leher yang diterapi dengan krim pimekrolimus 1%.

II. LAPORAN KASUS

Seorang wanita, berusia 25 tahun,belum menikah, datang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan pada tanggal 17 Februari 2010 dengan keluhan adanya bercak putih pada daerah kelopak atas mata kanan dan kiri serta daerah leher. Hal ini dialami oleh penderita sejak ± 7 bulan yang lalu. Bercak awalnya kecil berwarna putih di daerah dada yang semakin melebar dan mulai muncul di daerah kelopak mata, tanpa disertai rasa gatal. Penderita sudah pernah berobat ke sarana kesehatan terdekat, diberikan salep dan obat makan selama ± 3 bulan, tetapi penderita tidak tahu nama obat-obat tersebut dan perbaikan tidak dijumpai setelah memakai dan memakan obat tersebut. Keluarga penderita yaitu ibu penderita juga mengalami penyakit seperti ini, berupa bercak-bercak putih pada daerah lengan. Penderita tidak pernah menderita suatu penyakit sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, status gizi baik, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 76 x / menit, frekwensi nafas 20 x / menit, suhu tubuh afebris.

Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai makula depigmentasi berbatas tegas, tepi berlekuk-lekuk dan tidak teratur, ukuran ±2,5x0,5 cm pada regio palpebra superior dextra, ±2x2 cm pada regio palpebra superior sinistra, ±6x3 cm pada regio koli anterior hingga sternum bagian atas.

Gambar 1. Pasien saat pertama kali datang tampak makula depigmentasi berbatas tegas, tepi berlekuk-lekuk dan tidak teratur (a) ukuran ±2,5x0,5 cm pada regio palpebra superior dextra (b) ±2x2 cm pada regio palpebra superior sinistra (c) ±6x3 cm pada regio koli anterior hingga sternum bagian atas.


(2)

Pada penderita dilakukan pemeriksaan darah rutin, urine rutin, KGD ad random, kadar TSH, T3, T4 dan pemeriksaan KOH 10%. Hasil pemeriksaan KOH 10% dari kerokan kulit tidak dijumpai hifa dan spora.

Penderita didiagnosis banding dengan vitiligo, tinea versikolor dan pitiriasis alba. Diagnosis kerja adalah vitiligo.

Penatalaksanaan pada penderita diberikan krim tabir surya SPF 33 dan krim pimekrolimus 1% (elidel®

Hasil pemeriksaan darah pada tanggal 18 Februari 2010 didapatkan darah rutin dan urine rutin dalam batas normal, kadar TSH, T3 dan T4 dalam batas normal, KGD ad random dalam batas normal.

) yang dioleskan 2 kali sehari pada lokasi ruam yang ada. Penderita disarankan untuk kontrol ulang setiap satu bulan.

Kontrol ulang pada tanggal 19 April 2010 (bulan kedua pengobatan) tampak beberapa makula repigmentasi pada sekitar folikel-folikel rambut pada pada regio palpebra superior sinistra et dextra, serta belum terlihat adanya makula repigmentasi pada regio koli anterior hingga sternum bagian atas. Penatalaksanaan pada penderita diberikan krim tabir surya SPF 33 dan krim pimekrolimus 1% (elidel®) yang dioleskan 2 kali sehari pada lokasi ruam yang ada.

Gambar 2. Pasien pada saat kontrol ulang tanggal 19 April 2010 (a) pada regio palpebra superior sinistra et dextra tampak makula repigmentasi (b) regio koli anterior hingga sternum bagian atas belum terlihat adanya repigmentasi.

Bercak repigmentasi semakin banyak dan melebar pada kontrol-kontrol berikutnya terutama pada daerah wajah. Kontrol ulang pada tanggal 5 Agustus 2010 (bulan keenam pengobatan), repigmentasi hampir sempurna pada regio palpebra superior sinistra et dextra, repigmentasi pada regio koli anterior hingga sternum bagian atas. Penatalaksanaan pada penderita diberikan krim tabir surya SPF 33 dan krim pimekrolimus 1% (elidel®) yang dioleskan 2 kali sehari pada lokasi ruam yang ada. Efek samping pengobatan tidak dijumpai.


(3)

Gambar 3. Pasien pada saat kontrol ulang tanggal 5 Agustus 2010.(a) tampak repigmentasi hampir sempurna pada regio palpebra superior sinistra et dextra, (b) makula repigmentasi pada regio koli anterior hingga sternum bagian atas.

Prognosis pada penderita ini quo ad vitam ad bonam, quo ad funcitonam ad bonam, quo ad sanationam dubia ad malam.

III. DISKUSI

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Pasien adalah seorang wanita yang berusia 25 tahun. Insidensi vitiligo pada pria dan wanita sama, namun pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa penderita wanita lebih banyak, kemungkinan hal ini disebabkan karena wanita lebih peduli terhadap kelainan ini secara kosmetis.1,2 Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia, sejak dari baru lahir sampai usia lanjut, dengan frekuensi tertinggi adalah antara usia 10-30 tahun.

Dari anamnesis didapat bahwa lesi pada awalnya berupa bercak kecil berwarna putih di daerah dada yang semakin melebar dan mulai muncul di daerah kelopak mata, tanpa disertai rasa gatal. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa gambaran klinis dari vitiligo berupa makula-makula hipopigmentasi berwarna putih kapur sampai putih susu, berbentuk bulat, lonjong atau linear, berbatas tegas dan terkadang tepi berlekuk-lekuk, dengan diameter 5 mm – 5 cm atau lebih.

5

1,2,5

Daerah pada wajah yang paling sering terlibat adalah daerah perioral dan periokular.8 Lesi-lesi tersebut akan meluas secara sentrifugal dan dapat meluas ke semua bagian tubuh, termasuk membran mukosa.5

Berdasarkan anamnesis, keluarga pasien yaitu ibu pasien juga mengalami penyakit seperti ini, berupa bercak-bercak putih pada daerah lengan. Penyebab dari vitiligo belum diketahui dengan pasti, diduga disebabkan karena adanya faktor predisposisi genetik dan beberapa faktor pencetus.

2

Dilaporkan 30-40% penderita terdapat riwayat vitiligo dalam


(4)

keluarganya.3 Sedangkan beberapa faktor pencetus dari vitiligo antara lain adalah faktor mekanis, faktor paparan sinar matahari atau penyinaran dengan UVA, faktor emosi atau stress dan faktor hormonal.1,2

Pasien didiagnosis banding dengan vitiligo, tinea versikolor, pitiriasis alba. Diagnosis banding tinea versikolor disingkirkan karena pada tinea versikolor dijumpai makula hipopigmentasi, berbentuk anular, berbatas tegas disertai skuama halus diatasnya, lesi dapat soliter maupun berkonfluens. Pada pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% akan dijumpai adanya hifa dan spora, pada pemeriksaan lampu wood akan terlihat warna kuning keemasan.

4

Diagnosis banding pitiriasis alba disingkirkan karena pada gambaran klinis pitiriasis alba terdapat makula hipopigmentasi, berbatas tidak tegas dan berskuama halus, dapat berukuran 5 – 30 mm.2 Pitiriasis alba sering dijumpai pada daerah muka, dada dan punggung. Biasanya terdapat pada pasien dermatitis atopik.

Pemeriksaan KOH 10% dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis tinea versikolor.

Pemeriksaan histopatologi tidak dilakukan oleh karena pasien tidak bersedia untuk dilakukan biopsi. Diagnosis kerja ditegakkan sebagai vitiligo.

4

Terdapat berbagai macam pilihan dalam penatalaksanaan vitiligo, dimana berbagai macam terapi tersebut memiliki baik keuntungan maupun kerugiannya masing-masing. Modalitas terapi yang dilakukan adalah untuk menghentikan perkembangan dari penyakit ini dan melakukan repigmentasi kulit kembali.

Tabir surya membantu mencegah sunburn sehingga mengurangi kerusakan akibat sinar matahari, juga mengurangi kemungkinan terjadinya fenomena Koebner. Tabir surya juga mengurangi tanning kulit yang sehat sehingga mengurangi kontras dengan lesi vitiligo.

5

Pada kasus ini pasien diterapi dengan krim pimekrolimus 1%. Pada kepustakaan dikatakan, pimekrolimus termasuk produk makrolid alami yang berasal dari jamur

Streptomyces hygroscopicus var. ascomyceticus. Formulasi pimekrolimus topikal merupakan golongan pengobatan imunusupresi non-steroid kelas baru, yang mempunyai aktivitas anti inflamasi pada kulit dengan absorbsi yang minimal ke sirkulasi.

4

Pimekrolimus berikatan dengan sel T reseptor makrofilin 12, mengakibatkan inhibisi pada jalur calcineurin, suatu fosfatase protein yang diperlukan untuk aktivasi sel T. Hal ini mengakibatkan aktivasi sel T, proses transkripsi dan pelepasan sitokin-sitokin pro-inflamasi terhambat. Disamping itu, pimekrolimus menurunkan produksi sel mast yang menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi (TNF-α) dan IgE yang dapat menginduksi mediator-mediator pro-inflamasi (histamin) sehingga mencegah sel-sel inflamasi tersebut untuk menimbulkan lesi kembali, merangsang melanosit pada folikel-folikel rambut dan kulit perilesi untuk aktif


(5)

muncul kembali dan bermigrasi ke lesi-lesi vitiligo tersebut sehingga terjadi repigmentas. 3,10-13

Pada pasien ini terdapat lesi vitiligo pada daerah wajah dan leher. Dengan pengobatan krim pimekrolimus 1% memberikan hasil yang baik pada pasien ini berupa repigmentasi hampir sempurna pada daerah wajah dan repigmentasi pada daerah leher yang terjadi selama ± 6 bulan pengobatan. Disini terlihat efek yang lebih baik dijumpai pada wajah dibandingkan pada leher. Pada suatu studi, Stinco et al. melaporkan bahwa pada penderita vitiligo dengan terapi krim pimekrolimus topikal, didapatkan respon repigmentasi yang terbaik adalah pada daerah wajah. Alasan kenapa pada daerah wajah lebih baik dari pada daerah lainnya masih belum jelas, tetapi kemungkinan karena folikel rambut pada daerah wajah lebih padat dan

reservoir melanosit lebih banyak.

Pengobatan ini telah disetujui oleh US FDA untuk penggunaaan bagi dewasa dan anak-anak (≥ 2 tahun) dimana obat ini ditoleransi dengan baik bila digunakan secara topikal. Efek samping yang dapat timbul berupa iritasi lokal terbatas seperti rasa panas, terbakar dan gatal tetapi hal ini jarang terjadi.

12

Prognosis pada penderita ini quo ad vitam ad bonam, quo ad funcitonam ad bonam, quo ad sanationam dubia ad malam. Pada kepustakaan dikatakan prognosis dari vitiligo tidak dapat diprediksi. Gambaran klinis awal dari vitiligo tidak dapat menentukan seberapa luas daerah anatomis yang akan terlibat dan tidak dapat menentukan aktivitas dari penyakit ini. Tetapi, hampir seluruh perjalanan penyakit vitiligo adalah lambat dan regresi spontan sangat jarang terjadi.

11


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Achyar RY. Kelainanan-kelainanan Hipopigmentasi dan Vitiligo. Dalam: Sugito T, Dwikarya M, Budiono M, Wasitaatmadja S, editor. Kelainan Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya. PADVI, 1988. h. 46-59.

2. Kovacs SO. Continuing Medical Education Vitiligo. Journal of the American Academy of Dermatology 1998; 38(5); 647-59.

3. Halder RM., Chappell JL. Vitiligo Update. Seminars in Cutaneous Medicine and Surgery. 2009; 86-91.

4. Halder RM, Taliaferro SJ. Vitiligo. Dalam: Wolff, K., Goldsmith, L.A., Katz, S.I, Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffel, D.J., editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: Mc Graw-Hill, 2008. h. 616-22.

5. Bordere AC, Lambert J, Gell N. Current and emerging therapy for the management of vitiligo. Clinical, Cosmetic and Investigational Dermatology. 2009; 2; 15-25.

6. Forschner T, Buchholtz S, Stockfleth E. Current state of vitiligo therapy – evidence – based analysis of the literature. JDDG. 2007; 467-74.

7. Ortonee JP. Pathogenesis of vitiligo. Dalam: Gupta S, Olsson MJ, Kanwar AJ, Ortonne JP.Eds.Surgical Management of Vitiligo. Edisi ke-1. USA: Blackwell Publishing, 2007. h. 3-10.

8. Odom RB, James WD, Berger TG. Vitiligo. Dalam: Odom RB, James WD, Berger TG.Eds.Andrew’s Diseases of the skin Clinical Dermatology. Edisi ke-9. USA: W. Saunders Company, 2000. h.1065-68.

9. Lee SJ, Cho SB, Hann SK. Classification of Vitiligo. Dalam: Gupta S, Olsson MJ, Kanwar AJ, Ortonne JP.Eds. Surgical Management of Vitiligo. Edisi ke-1. USA: Blackwell Publishing, 2007: 20-9.

10. Passeron T, Ortone JP. Medical Treatment of Vitiligo. Dalam: Gupta S, Olsson MJ, Kanwar AJ, Ortonne JP.Eds.Surgical Management of Vitiligo. Edisi ke-1. USA: Blackwell Publishing, 2007: 31-7.

11. Bernard LA, Bergman JN, Eichenfield LF. Pimecrolimus 1% Cream (Elidel®) For Atopic Dermatitis. Skin Therapy Letter. 2002; 7(4); 1-3.

12. Stinco G, Piccirillo F, Forcione M, Valent F, Patrone P. An open randomized study to compare narrow band UVB, topical pimecrolimus and topical tacrolimus in the treatment of vitiligo. Eur J Dermatol. 2009; 19(6); 588-93.

13. Choi WC, Chang SE, Bak H, Choi JH. Topical immunomodulators are Effective for Treatment of Vitiligo. Journal of Dermatology. 2008; 503-7.