Identifikasi Hidrokuinon Dalam Sediaan Krim Pemutih Viva White Mousturizer Secara Kromatografi Lapis Tipis

(1)

i

IDENTIFIKASI HIDROKUINON DALAM SEDIAAN KRIM

PEMUTIH VIVA WHITE MOUSTURIZER SECARA

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

KARYA ILMIAH

IIN SHOLIHAH RITONGA

082401050

PROGRAM STUDI DIPLOMA-3 KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

ii

IDENTIFIKASI HIDROKUINON DALAM SEDIAAN KRIM

PEMUTIH VIVA WHITE MOUSTURIZER SECARA

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

IIN SHOLIHAH RITONGA

082401050

PROGRAM STUDI DIPLOMA-3 KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

iii

PERSETUJUAN

Judul : IDENTIFIKASI HIDROKUINON DALAM SEDIAAN KRIM PEMUTIH VIVA WHITE

MOUSTURIZER SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : IIN SHOLIHAH RITONGA

Nomor Induk Mahasiswa : 082401050

Program Studi : DIPLOMA (D3) KIMIA ANALIS

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juni 2011

Diketahui / Disetujui oleh

Program Studi Diploma-3 Kimia Analis

Ketua, Pembimbing,

Dra. Emma Zaidar, MSi NIP 195512181987012001

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP 195408301985032001

Drs. Adil Ginting , M.Sc NIP 195307041980031002


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Berkah Nya. Sehingga penulis masih diberikan kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan kaya ilmiah ini. Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat.

Penyusunan karya ilmiah ini dilakukan berdasarkan pengamatan penulis melaksanakan PKL di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dengan judul Penentuan Kadar Hidrokuinon Pada Sediaan Krim Pemutih Viva White Mousturizer Secara Kromatografi Lapis Tipis.

Penyusunan karya ilmiah ini merupakan salah satu persyaratan dalam memenuhi tugas akhir yang nantinya utnuk mendapatkan ijazah Ahli Madya pada program Studi D3 Kimia Analis, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Karya Ilmiah ini, Penulis telah benyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada :

1. Ayahanda dan Ibunda yang tercinta serta adik saya juga semua keluarga yang telah memberikan kasih sayang dan dorongan serta do’a yang tiada henti – hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan tugas akhir dengan baik.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, M.S selaku ketua jurusan yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penulisan kaya ilmiah ini.

3. Bapak Drs. Adil Ginting, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penulisan karya ilmiah ini.

4. Ibu Zakiah Kurniati,S.Farm.,Apt. selaku koordinator, serta seluruh staf yang telah membantu dengan memberikan keterengan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.

5. Untuk rekan – rekan PKL Petty dan Indah. Serta mahasiswa Kimia Analis 2008 yang telah memberikan motivasi, bantuan dan do’a.

6. Untuk para sahabat yang tidak henti-hentinya memberikan semangat kepada penulis agar hingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari, dalam menyelasaikan karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun untuk kesempurnaan karya ilmiah ini dari pembaca. Semoga hasil dari karya ilmiah ini dapat membawa manfaat yang besar bagi penulis dan kita semua. Amin.

Medan, Juni 2011


(5)

v

ABSTRAK

Telah dilakukan identifikasi hidrokuinon yang terdapat dalam krim pemutih viva white moisturizer. Untuk mengidentifikasi hidrokuinon ini dianalisa dengan cara kromatografi lapis tipis, dengan menggunakan eluen dengan perbandingan volume toluene : asam asetat glasial (80:20) sebagai fase gerak dan hidrokuinon sebagai larutan baku. Dengan harga Rf 0,1666. Dari analisa tersebut ternyata krim pemutih viva white muosturizer mengandung hidrokuinon dengan harga Rf 0,153.


(6)

vi

IDENTIFICATION HYDROQUINON IN VIVA WHITE MOUSTURIZER WITH THIN LAYER CROMATOGRAP[HY METHOD

ABSTRACT

Have done identification hidroquinon include in viva white mousturizer. For

identification this contained is hydroquinon analysis with thin layer chromatography , with use elluent with comparison volume toluene : acid asetat glacial (80:20) as mobile phase and hydroquinone as solution standart , with Rf point is 0,1666. From result analysis viva white moisturizer contained hydroquinone with Rf point is 0,153.


(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

KATA PENGANTAR iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 4

1.3. Tujuan 4

1.4. Manfaat 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1. Defenisi Kosmetika 6

2.2. Kandungan Kosmetika 7

2.3. Efek Samping Kosmetika 10

2.4. Hidrokuinon 13

2.5. Metode Kromatografi 15

BAB III BAHAN DAN METODE 20

3.1. Bahan 20

3.2. Alat 20

3.3. Prosedur kerja 21

BAB IV DATA DAN HASIL PEMBAHASAN 23

4.1. Data 23

4.2. Pembahasan 25

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 26

5.1. Kesimpulan 26

5.2. Saran 26


(8)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Identifikasi Hidrokuinon dalam krim pemutih 24


(9)

v

ABSTRAK

Telah dilakukan identifikasi hidrokuinon yang terdapat dalam krim pemutih viva white moisturizer. Untuk mengidentifikasi hidrokuinon ini dianalisa dengan cara kromatografi lapis tipis, dengan menggunakan eluen dengan perbandingan volume toluene : asam asetat glasial (80:20) sebagai fase gerak dan hidrokuinon sebagai larutan baku. Dengan harga Rf 0,1666. Dari analisa tersebut ternyata krim pemutih viva white muosturizer mengandung hidrokuinon dengan harga Rf 0,153.


(10)

vi

IDENTIFICATION HYDROQUINON IN VIVA WHITE MOUSTURIZER WITH THIN LAYER CROMATOGRAP[HY METHOD

ABSTRACT

Have done identification hidroquinon include in viva white mousturizer. For

identification this contained is hydroquinon analysis with thin layer chromatography , with use elluent with comparison volume toluene : acid asetat glacial (80:20) as mobile phase and hydroquinone as solution standart , with Rf point is 0,1666. From result analysis viva white moisturizer contained hydroquinone with Rf point is 0,153.


(11)

ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kosmetika sudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala. Di Mesir, 3500 tahun sebelum Masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya tanah liat, lumpur, arang, batu bara bahkan api, air, embun, pasir atau sinar matahari. Penggunaan susu, akar, daun, kulit pohon, rempah, minyak bumi, minyak hewan, madu dan lainnya sudah menjadi hal yang biasa diketahui dalam kehidupan masyarakat saat itu.

Di Indonesia sendiri sejarah tentang kosmetologi telah dimulai jauh sebelum zaman penjajah Belanda, namun tidak ada catatan yang jelas mengenai hal tersebut yang dapat dijadikan pegangan. Pengetahuan tentang kosmetika tradisional memang sebagian besar diperoleh secara turun menurun dari orang tua ke generasi penerusnya, tidak hanya terjadi dikalangan pusat pemerintahan saat itu yakni keraton (istana), tetapi juga

dikalangan rakyat biasa yang berkaca pada kecantikan putri dan permaisuri raja. Masyarakat penjajah kemudian mulai membawa dan memperkenalkan kosmetika barat ke Indonesia. Kita mulai mengenal Coty, Elizabet Arden, Hazelina Snow, Dr. Dralle atau Lavender. Pada tahun 1960, Tio Tiong Hoo, seseorang dokter kulit, mendirikan Viva, yaitu pabrik kosmetika pertama di Indonesia yang sampai saat ini masih beroperasi. Lalu disusun dengan Madame Iki, Markcs, Yanthi dan lainnya. Dua pabrik kosmetika terbesar saat ini yakni Mustika Ratu (produk Mooryati Soedibjo) dan Sari Ayu (produk Martha Tilaar) lahir di tahun 1970-an.


(12)

x

Oleh sebab itu tidak dapat diragukan lagi bahwa kebutuhan akan kosmetika dewasa ini sudah demikian primer bagi seluruh wanita, sebagian pria, dan anak-anak. Jadi apabila penggunaan wewangian di badan, ruangan rumah, kantor dan tempat santai atau penggunaan sabun atau bedak yang tidak terpisahkan lagi dari kehidupan manusia dan kultur bangsa. Jadi besar dan kuatnya industri kosmetika yang tidak kalah kuatnya dengan industri-industri lain. Begitu pula perangkat pelayanan (salon) dan penjualan yang telah mendesa. Semua itu menunjukkan peranan kosmetika yang sangat penting dewasa ini (Wasitaatmadja,1997).

Tawaran untuk membuat diri menjadi cantik dan menarik merupakan janji yang selalu ditawarkan oleh produsen kosmetika. Kulit putih mulus, rambut hitam lurus panjang berkilau, badan langsing dan awet muda adalah gambaran ideal seorang wanita yang dibentuk di media massa.

Permasalahan yang sering dihadapai oleh konsumen adalah ketidakcocokan terhadap bahan kosmetika yang digunakannya. Ketidakcocokan ini dapat diakibatkan oleh faktor alergi atau karena adanya penggunaan bahan-bahan berbahaya. Belum lama ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan hasil temuan

penggunaan bahan-bahan berbahaya dalam kosmetika yang diantaranya mencakup penggunaan bahan merkuri, hidrokuinon, zat pewarna rhodamin B dan merah K3. Efek dari penggunaan bahan-bahan tersebut sanagt bervariasi dari yang hanya memberikan efek iritasi ringan hingga meyebabkan kerusakan organ-organ tubuh tertentu.


(13)

xi

Perhatian dan kesadaran masyarakat tentang adanya penggunaan bahan-bahan berbahaya dalam kosmetika semakin meningkat. Kesadaran konsumen tentang adanya penggunaan bahan dalam kosmetika masih rendah. Berbeda dengan kesadaran konsumen terhadap kehalalan makanan, kesadaran konsumen tentang pentingnya kehalalan

kosmetika masih terhitung rendah.

Rendahnya kesadaran konsumen terhadap kosmetika dengan sendirinya tidak mendorong produsen untuk memperhatikan kehalalan produknya. Hal ini dapat dibuktikan dari sedikitnya jumlah produsen konsumen yang sudah memiliki sertifikat halal. Kenyataan ini memberikan tantangan kepada konsumen untuk mengenal lebih baik bahan-bahan kosmetika untuk dapat memilih dan memilah kosmetika yang akan

digunakan.

Inilah yang terjadi di masyarakat Indonesia saat ini, hampir semua orang mendambakan berkulit putih sehingga setiap orang berlomba untuk memutihkan kulit dengan segera meskipun itu membahayakan dirinya seperti menggunakan produk kosmetik yang mengandung hidrokuinon.

Kandungan hidrokuinon yang berlebihan dapat menimbulkan efek samping yang sangat berbahaya seperti kanker kulit, gangguan kehamillan, gagal ginjal, dan penyakit jantung. Memang efek sampingnya tidak langsung terjadi saat itu juga seperti makan cabai rawit saat itu dimakan saat itu terasa pedasnya. Namun hidrokuinon akan

mengkristal dalam diri dan membuat penyakit yang pelan-pelan akan membunuh kita. Padahal banyak pakar kesehatan kulit yang menyatakan kulit gelap itu jauh lebih baik


(14)

xii

dari pada kulit putih. Kulit coklat lebih bisa menahan sinar ultraviolet dibandingkan dengan kulit putih. Kulit coklat mengandung pigmen kulit yang lebih baik

(Agoes,G.2009).

Agar terhindar dari bahaya hidrokuinon, sebaiknya semua jenis kosmetika yang akan disalurkan kepada konsumen terlebih dahulu dianalisis, untuk mengetahui apakah kosmetik tersebut mengandung hidrokuinon atau tidak. Sehingga kosmetik tersebut layak digunakan oleh konsumen. Dalam penulisan karya ilmiah ini telah dilakukan identifikasi Hidrokuinon dalam Viva White Mousturizer dengan metode kromatografi lapis tipis.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam pembuatan karya ilmiah adalah :

- Apakah terdapat hidrokuinon dalam Krim Pemutih Viva White Mousturizer

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah :

- Untuk mengetahui apakah hidrokuinon terdapat dalam krim pemutih Viva White Moisturizer .


(15)

xiii

1.4. Manfaat

- Dapat mengetahui kandungan hidrokuinon yang terdapat dalam Viva White Mousturizer .

- Memberikan informasi bahwa sampel tersebur mengandung hidrokuinon

- Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman penulis untuk menginformasikan kepada pembaca tentang kandungan hidrokuinon yang terdapat pada Viva White Moisturizer.


(16)

xiv

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Kosmetika

Sejak tahun 1983, di Amerika Serikat dimuat fakta tentang defenisi kosmetika yang kemudian menjadi acuan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 220/Menkes/Pers/X/76 tanggal 6 september 1976 yang menyatakan bahwa :

Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, diletakkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan kedalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat.

Defenisi tersebut jelas menunjukkan bahwa kosmetika bukan satu obat yang dipakai untuk diagnosis, pengobatan maupun pencegahan penyakit. Obat bekerja lebih kuat dan dalam, sehingga dapat mempengaruhi struktur dan faal tubuh.

Ilmu yang mempelajari kosmetika disebut “kosmetologi”, yaitu ilmu yang berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan, aplikasi penggunaan, efek samping kosmetika. Dalam kosmetologi berperan berbagai disiplin ilmu terkait yaitu: teknik kimia, farmakologi, farmasi, biokimia,mikrobiologi,ahli kecantikan, dan dermatologi. Dalam disiplin ilmu dermatologi yang menangani khusus peranan kosmetika disebut “dermatologi kosmetik” (cosmetic dermatology).

Namun ternyata tidak mudah memebedakan antara kosmetik dan obat yang pemakaiannya topical pada kulit semacam salep, krim, bedak, pasta, atau lotion.


(17)

xv

Meskipun tidak begitu jelas diutarakan oleh pembuat dan pengguna jasa kosmetika, kosmetika juga diharapkan untuk menghasilkan suatu perubahan baik dalam struktrur maupun faal sel kulit, sekecil apapun. Misalnya, perubahan susunan sel kulit yang tua kearah yang lebih muda, atau perubahan produksi kelenjar keringat yang membentuk minyak permukaan kulit.

Kadang-kadang kosmetika dicampur dengan bahan-bahan yang berasal dari obat topical yang dapat mempengaruhi struktur dan faal sel kulit. Bahan-bahan tersebut, misal: anti jerawat (sulfur,resorsin), anti jasad renik (heksaklorofen), anti pengeluaran keringat (alumunium klorida), plasenta, atau hormon (estrogen). Bahan-bahan inilah yang kemudian dikenal sebagai kosmedik atau kosmetik-medik.

Dari cara dan bahan pembuatannya yang tradisional, yang memakai cara-cara produksi yang tradisional, digerus ulekan yaitu mortar tradisional, diaduk dengan tangan, dibungkus dan dipasarkan secara tradisional pula, dari bahan-bahan yang alami seperti bahan dari tanaman dan hewan, akan tercipta kosmetika yang tradisional yang telah diciptakan sejak dahulu dan secara turun-menurun disampaikan keberadaannya ke generasi penerus (wasitaatmadja,1997).

2.2. Kandungan Kosmetik

Pada dasarnya kosmetika terdiri dari berbagai macam bahan, yang mempunyai tugas tertentu didalam campuran tersebut. Karena tidak memperoleh penggolongan yang jelas dari kepustakaan yang ada, maka penyusun mencoba menyusun pembagian isi


(18)

xvi

kosmetika dari kepustakaan yang ada, maka penulis mencoba menyusun pembagian isi kosmetika berdasarkan tugas bahan kosmetika tersebut:

Bahan Dasar yaitu bahan dasar sebagai pelarut atau merupakan tempat dasar bahan lain sehingga umumnya menempati volume yang jauh lebih besar dari bahan lainnya. Bahan dasar kosmetika terdiri dari air, alkohol, vaselin, minyak atau garam minyak, dan talkum.

Bahan Aktif (Active Ingredients), merupakan bahan kosmetika terpenting dan mempunyai daya kerja diunggulkan dalam kosmetika tersebut sehingga memberikan nama daya kerjanya pada seluruh campuran bahan tersebut.

Bahan yang menstabilkan campuran (stabilizer) yakni bahan-bahan yang

menstabilkan campuran sehingga kosmetika tersebut dapat lebih lama lestari baik dalam warna, bau dan bentuk fisik. Bahan- bahan tersebut adalah :

Emulgator, yaitu bahan yang memungkinkan tercampurnya semua bahan-bahan secara merata. Pengawet, yaitu bahan-bahan yang dapat mengawetkan kosmetik dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pelekat, yaitu yang dapat melekatkan kosmetika ke kulit, terutama pada kosmetik yang tidak lengket ke kulit semacam bedak.

Kosmetika dapat berisi hanya satu bahan yang menjadi bahan dasar sekaligus bahan aktif sebagai komponen rangkap tanpa stabilizer atau tambahan bau atau warna sehingga menjadi kosmetika yang paling simpel.


(19)

xvii

Dari komposisi yang sederhana tersebut dapat ditambahkana bahan-bahan lain sebagai pelengkap :

Face powder kaolin 10% ……… absorben Zinc stearat 5% ………... perekat Brilliant lake red 0,02% ………. pewarna Parfum 0,5% ……….. pewangi

Magnesium karbonat 2% ……….. pembawa parfum

Pada pembuatan kosmetika, pencampuran bahan-bahan tersebut harus memenuhi kaidah pembuatan kosmetika ditinjau dari berbagai segi teknologi pembuatan kosmetika termasuk farmakologi, biokimia, farmasi, kimia teknik dan lain-lain.

Berlawanan dengan hal diatas kosmetika juga dapat dibuat dari seluruh unsur isi kosmetika tersebut diatas, bahan dasar, bahan aktif, stabilisator, pewangi dan pewarna, bahkan dari setiap unsur tersebut tidak hanya terdiri atas 1 bahan melainkan lebih dari satu macam bahan, sehingga secara keseluruhan kosmetika tersebut diramu sampai lebih dari 20 macam bahan. Aerosol foam tabir surya, sebagai bahan dasar:

Air 70% ……….. sebagai bahan dasar Lanolin 10% ……… sebagai bahan dasar Asam stearat 10% ……… sebagai bahan dasar Propilen glikol 5% ………... sebagai bahan dasar Lauril sulfat TEA 2% ………sebagai emulgator PABA atau lainnya 1-5% ………. Sebagai bahan aktif Benzofenon 1% ……… sebagai bahan aktifa Metal paraben 0,2% ………..sebagai pengawet


(20)

xviii

Parfum 0,1% ………. Sebagai pewangi Klorofluorokarbon 100% ………. Sebagai propelan (Wasitaatmadja,1997)

2.3. Efek Samping Kosmetika

Beberapa dampak yang terjadi akibat pemakaian kosmetika yang dikenakan pada kulit berupa :

a. Dermatitis kontak alergi atau iritan, akibat kontak kulit dengan bahan kosmetika yang bersifat alergik atau iritan, misal: PPDA (paraphenyl diamine) pada cat rambut, natrium laurilsulfat atau heksaklorofen pada sabun, hidrokuinon pada pemutih kulit.

b. Akne kosmetika, akibat kontak kulit dengan bahan kosmetika yang bersifat aknegenik, misalnya lanolin pada bedak padat atau masker penipis (peeling mask), petrolatum pada minyak rambut atau maskara, asam oleat pada pelembut janggut (beard softener), alkohol laurat pada pelembab. Secara klinis tampak komedo tertutup atau papul di daerah muka.

c. Fotosensitivitas, akibat adanya zat yang bersifat fototosik atau fotoalergik dalam kosmetika, misal : PPDA dalam pewarna rambut, klormerkaptodikarboksimid dalam sampo anti ketombe, PABA (para amino benzoic acid), beta-karoten, sinamat atau sinoksat pada tabir surya. Minyak bergamot, cedar, sitrun, lavender, lime atau sandalwood pada parfum, ter batubara pada sampo, biru metilen eosin, merah netral, fluoresein, akrifin pada zat warna (dyes).


(21)

xix

d. Pigmen dermatitis kosmetik, merupakan kelainan mirip melanosis Riehl yang kadang-kadang terasa gatal, timbul akibat pewarna jenis ter batubara terutama brilliant lake red dan turunan fenilazonaftol.

e. Bentuk reaksi kulit lain dapat terjadi meskipun sangat jarang atau bahkan baru diperkirakan akan terjadi, misal : purpura akibat PPDA atau isopropyl PPDA, dermatitis folikular akibat unsur nikel, kobal, dan lainnya. Erythema multiforme like eruption akibat tropical woods, urtikaria kontak akibat amil alkohol atau balsam peru, erupsi likenoid akibat PPDA, granuloma akibat garam zirconium dalam deodorant, merkuri dalam pemutih dan metal dalam tato.

f. Kelainan saluran pernapasan, keluhan pada saluran pernapasan dapat terjadi pada pemakain kosmetika terutama dalam bentuk aerosol (hair spray atau deodorant spray) yang digunakan dalam ruangan ventilasi yang buruk.

g. Efek toksik jangka panjang, meskipun sukar dinilai, penggunaan kosmetika mungkin menimbulkan efek jangka panjang pada berbagai organ tubuh misal, darah, hati, ginjal, limpa, paru-paru, embrio (teratogen), alat endoktrin dan kelenjar limfa. Kelainan ini dapat terjadi akibat efek kumulatif pemakaian kosmetika yang umunya dipakai dalam jangka waktu lama (puluhan tahun) dan daerah pemakain yang luas. Kemungkinan mutagenitas kosmetika dikhawatirkan dapat terjadi, dan penilaian prospektif dikemudian hari yang dapat membuktikan kemungkinan tersebut.

Semakin banyak wanita menggunakan berbagai kosmetik untuk mempercantik diri, walau senang menggunakannya banyak yang tidak sadar bahwa kosmetik itu pada dasarnya merupakan racikan yang dibuat dari campuran berbagai zat kimia yang


(22)

xx

diantaranya bisa berpengaruh terhadap kesehatan. Bila rajin menggunakan kosmetik setiap hari, tentulah tubuh wanita gencar terpapar zat-zat kimia yang tak jarang merupakan racun bagi tubuh. Efek zat-zat kimia tadi boleh jadi bisa muncul seketika dan bisa juga berdampak secara perlahan lewat perubahan perangai sel-sel tubuh , perubahan reaksi imun tubuh, maupun timbulnya penyakit-penyakit baru. Jika melihat data banyaknya zat kimia yang secara harian dikonsumsi wanita, terutama yang berlebihan menggunakan kosmetik

(http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=176 &Itemid=52)

Dan beberapa dampak yang terjadi akibat pemakaian kosmetik yang dikenakan pada kulit yang berupa dermatitis kontak alergik atau iritan, akibat kulit dengan bahan kosmetika yang bersifat alergik atau iritan, misalnya PPDA (paraphenyl diamine) pada cat rambut, natrium laurilsulfat atau heksaklorofen pada sabun, hidrokuinon pada pemutih kulit. (Wasitaatmadja,1997)

Banyak sekali diskusi mengenai aman tidaknya penggunakan hidrokuinon dalam kosmetik yang tiap hari dioleskan ke kulit manusia, karena secara teoritis, hidrokuinon dapat menyebabkan kanker (sebuah penelitian menunjukkan hidrokuinon dapat

menyebabkan kanker pada tikus). Kemudian, pada kasus-kasus tertentu, hidrokuinon juga diketahui dapat mengakibatkan bintik-bintik hitam di wajah. Karenanya, hidrokuinon telah dilarang di Jepang, Australia, Inggris , dan EU FDA Amerika juga sudah mengusulkan pelarangan penggunaan hidrokuinon dalam kosmetik sejak tahun lalu,


(23)

xxi

namun karena masih banyak pendukungnya, terutama dari kalangan ahli kulit, FDA masih menunda keputusannya, apalagi hidrokuinon telah digunakan dalam dunia kosmetik sekitar 30 tahun-an.

Di Amerika batas penggunaan hidrokuinon untuk kosmetik yang dijual bebas adalah 2% (sama dengan Indonesia) dan bisa mencapai 8% untuk penjualan kosmetik dengan resep dokter. Kali ini ditemukan kosmetik-kosmetik buatan Cina di Indonesia yang

mengandung hidrokuinon lebih dari 2%.

2.4. Hidrokuinon

Hidrokuinon, yang juga sering digunakan dalam produk pemutih sebagai zat aktif ini bekerja dengan menghambat enzim tirosinase dalam produksi melanin, pigmen pembentuk warna cokelat pada kulit oleh sel-sel pembentuknya, melanosit yang terletak pada lapisan epidermis kulit, sekaligus menembus lapisan kulit dan menyebabkan penebalan pada lapisan kolagen. Produksi melanin oleh enzim pada melanosit ini biasanya diaktifasi oleh sinar matahari, hormonal, penyakit, obat, alergi dan iritasi yang akhirnya membuat kulit menjadi berflek, berwarna tak merata dan lebih gelap dari sebelumnya. Penelitian-penelitian awalnya memang membuktikan kalau zat yang mudah larut dalam air, bersifat reduktor dan bermolekul kimia mirip karbol ini melalui

mekanismenya dapat mengatasi flek gelap atau warna tak merata tadi pada kulit, namun efek jangka panjangnya menghancurkan produksi melanin ini sebenarnya malah

membuat kulit kehilangan fungsi pelindungnya oleh melanin yang berperan dalam hal itu terhadap sinar matahari dan efek eksternal lainnya. Belakangan, setelah riset-riset


(24)

xxii

lanjutan dilakukan berdasarkan kontradiksi pemutihan kulit dan kehilangan faktor perlindungannya tadi, efek merugikan penggunaan hidrokuinon persentase tinggi diatas 4% dan dalam jangka panjang ditemukan berhubungan dengan banyak gangguan pada kulit termasuk semakin mudahnya terbentuk flek dari pelebaran dan pecahnya pembuluh darah saat terpapar panas berlebihan, gangguan pembentukan kulit, iritasi terus-menerus, mempercepat faktor penuaan dini, ookronosis (kulit kasar berbintil berwarna biru

kecoklatan-kuning tua akibat timbunan hidrokuinon) bahkan keganasan pada kulit, yang pada dasarnya dipicu oleh hilangnya faktor proteksi oleh melanin tadi.

Namun hidrokuinon yang dulu sempat direkomendasikan selama 25 tahun oleh FDA itu sekarang dibatasi hanya untuk peresepan yang dibuat oleh ahlinya, dengan tujuan pembatasan jangka waktu dan pengawasan selama penggunaannya secara lebih terbatas. (http://danieldokter.multiply.com/journal/item/63).

Hidrokuinon 2-5% dalam krim, salep atau lotion yang dapat menghambat kerja enzim terosinase, mengurangi pembentukan melanin didalam melanosom dan degradasi melanosom. Efek samping hidrokuinon berupa iritasi kulit ringan, panas, merah, gatal. Monobenzil hidrokuinon 2-4% merupakan pemutih yang sangat kuat sehingga dapat meyebabkan terjadinya vitiligo akibat kerusakan sel melanosit.

Kombinasi hidrokuinon dengan asam retinoat 0,05% dan kortikosteroid topical terfuorinasi. Asam retinoat bekerja sebagai pengelupas kulit agar hidrokuinon mudah masuk ke kulit sedang kortikosteroid dapat memutihkan kulit dan menghambat terjadinya iritasi baik oleh hidrokuinon maupun oleh asam retinoat. (Wasitaatmadja,1997)


(25)

xxiii

2.5. Metode Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat. Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum digunakan dalam bidang kimia analisis dan dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisa kuantitatif, kualitatif atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan sebaginya. Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stasionary phase) dan fase gerak (mobile phase).

Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantitatifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik.

Kromatografi dapat dibedakan atas barbagai macam berdasarkan pengelompokannya, berdasarkan alat yang digunakan kromatografi dibagi atas :

• Kromatografi Kertas

• Kromatografi Lapis Tipis

• Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)


(26)

xxiv

2.5.1. Kromatografi Kertas

Hadiah nobel diberikan kepada Martin dan Syage atasa jasa keduanya yang kali pertama yang berhasil mengembangkan kromatografi kertas. Mulai saat mengembangkan kromatografi kertas oleh kedua ilmuan tersebut maka teknik pemisahan partisi cair – cair dengan kromatografi mulai popular

Pemisahan dengan kromatografi kertas atas dasar perbedaan sifat fisik yang kecil yaitu partisi pelarut dalam sampel diantara dua cairan. Fase diam kromatografi kertas adalah air yang didukung oleh plat serat selulosa yang seragam, sedangkan fase gerak dipakai campuran air dengan pelarut organik.

Disamping proses pemisahan dengan kromatografi kertas adalah partisi yang perlu diingat efek adsorpsi permukaan kertas juga ada walaupun sedikit sekali. Oleh sebab itu untuk kromatografi kertas harus memakai kertas yang tertentu atau memadai untuk maksud ini. Kertas yang paling banyak adalah kertas “whatman”.

Kelebihan dari kromatografi kertas adalah harga Rf nya lebih dapat dipercaya. Disamping itu kromatografi kertas dapat dielusi dengan cara menaik (ascending) maupun (descending) atau dengan cara elusi horizontal.

Karena kemudahan membentuk atau menggunting kertas maka metode kromatografi kertas ini bentuknya dapat divariasi sekehendak kita, baik dengan bentuk persegi, bulat silinder atau bentuk bidang lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan analisis. ( Mulja, 1995)


(27)

xxv

2.5.2. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis menandai puncak perkembangan kromatografi adsorpsi yang dicetuskan kali pertama oleh Izamailov dan Shraiber pada tahun 1938. Sebagai fase diam adalah bahan padat yang diletakkan pada plat gelas secara seragam, dengan ketebalan lebih kurang 0,250 mm. Disamping plat gelas juga sudah umum digunakan plat dari logam atau plastik

Teknik kromatografi lapis tipis sangat penting artinya dalam bidang analisis dan kedudukan kromatografi lapis tipis setelah menggeser kedudukan kromatografi kertas. Hanya saja elusi pada KLT pada umumnya dilakukan dengan cara menaik (ascending) satu atau dua dimensi.

Sebagai fase diam dipakai cairan atau campuran yang dikenal sebagai pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur. KLT merupakan metode pemisahan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi partisi oleh fase diam dibawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur. Pemilihan pelarut sangat dipengaruhi oleh macam dan polaritas zat-zat kimia yang dipisahkan. (Mulja, 1995)

KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparativ. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.(Gritter, 1991)


(28)

xxvi

Nilai Rf dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan sebagaimana dalam persamaan :

Rf = jarak yang ditempuh solute Jarak yang ditempuh fase gerak

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solute mempunyai perbandingan distribusi (D) dan factor retensi (k’) sama dengan 0 yang berisi solute bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini teramati jika solute tertahan pada posisi titik awal permukaan fase diam.

2.5.3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan teknik kromatografi yang komplementer karena dapat digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang tidak mudah menguap. KCKT secara mendasar merupakan perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. Selain dari pelarut yang menetes melalui kolom dibawah grafitasi, didukung melalui tekanan tinggi sampai dengan 400 atm. Ini membuatnya lebih cepat. KCKT memperbolehkan penggunaan partikel yang berukuran sangat kecil untuk material terpadatkan dalam kolom yang mana akan memberi luas permukaan yang lebih besar berinteraksi antara fase diam dan molekul-molekul yang melintasinya. Hal ini memungkinkan pemisahan yang lebih baik dari komponen-komponen dalam campuran.


(29)

xxvii

Perkembangan yang lebih luas melalui kromatografi kolom

mempertimbangkan metode pendeteksian yang dapat digunakan. Metode-metode ini sangat otomatis dan sangat peka.

Ada dua perbedaan dalam KCKT, yang mana tergantung pada polaritas relatif dari pelarut dan fase diam. Senyawa-senyawa polar dalam campuran melalui kolom akan melekat lebih lama pada silika yang polar dibanding degan senyawa-senyawa non polar. Oleh karena itu, senyawa yang non polar kemudian akan lebih cepat melewati kolom. Maksud dan tujuan analisis dengan KCKT hanya ada dua hal yaitu didapatnya pemisahan yang baik dalam waktu proses yang relatif singkat. (Mulja, 1995)

2.5.4. Kromatografi Gas

Kromatogarfi Gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. Kromatografi gas merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an, dan saat ini merupakan alat utama yang digunakan laboratorium untuk melakukan analisis. Kromatografi gas merupakan teknik analisis yang telah digunakan dalam bidang-bidang industri, lingkungan, farmasi, minyak, kimia, klinik, forensic, makanan, dan lain-lain.

Kegunaan umum KG adalah untuk melakukan pemisahan dinamis dan identifikasi semua jenis senyawa organik yang mudah menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran. KG dapat bersifat dekstruktif dan dapat bersifat non-dekstruktif tergantung pada detektor yang digunakan. KG dapat digunakan untuk analisis sampel-sampel padat, cair dan gas. (Ibnu, 2007)


(30)

xxviii

BAB III

BAHAN DAN METODE 1.1. Bahan

- Viva White Mousturizer - HCl Merck

- Etanol 95% - Baku Hidrokuinon - Silika Gel GF254 Merck

- Toluen : Asetat Glasial Merck (80:20) - Aquadest

1.2. Alat

- Beaker glass 30 ml pyrex - Neraca analitis

- Pipet tetes - Spatula - Hot plate - Kertas saring

- Labu ukur 25 ml pyrex - Plat KLT 20 x 20 cm - Syring 20 μl

- Lampu UV

- Gelas ukur 10 ml pyerx - Chamber


(31)

xxix

1.3. Prosedur Kerja 1. Larutan Uji

- Ditimbang sampel Viva White Moisturizer ± 2,5 gr hidrokuinon dan dimasukkan kedalam beaker glass

- Ditambahkan 4 ml HCl 4N

- Ditambahkan 5 ml etanol 95% kemudian dipanaskan sambil diaduk - Disaring

- Dimasukkan kedalam labu takar 25ml, dan didalam kertas saring ditambahkan natrium sulfat untuk mengangkat lemak

- Ditambah dengan etanol 95% sampai garis tanda - Dihomogenkan(A)

2. Larutan Baku

- Ditimbang sebanyak ± 2,5 gr baku hidrokuinon - Dimasukkan kedalam labu takar 25ml

- Ditambahkan 4 ml HCl 4N

- Ditambahkan etanol 95% sampai garis tanda - Dihomogenkan (B)


(32)

xxx

3. Cara Kromatografi Lapis Tipis

- Diatas plat kaca tipis yang dilapisi silika gel ditotolkan larutan A dan B dengan volume penotolan masing-masing sebanyak 20µl dengan menggunakan jarum suntik dengan jarak 15cm dari bagian bawah

- Kemudian plat kaca tipis dimasukkan kedalam chamber yang berisi fase gerak yaitu toluen : Asam Asetat Glasial dengan perbandingan (80:20)

- Kemudian dibiarkan fase gerak (pelarut) naik keatas - Kemudian plat kaca diangkat dan dikeringkan

- Untuk mengetahui lokasi dari noda dapat dilihat dengan menggunakan cahaya ultra violet pada panjang gelombang 254nm


(33)

xxxi

BAB IV

DATA DAN HASIL PEMBAHASAN

4.1. Data Hasil Analisis

Jarak

Keterangan : A : Sampel Viva White Mousturizer B : Baku Hidrokuinon

C : Silika Gel

Rf = 0,1666

Rf = 0,153 C

A B


(34)

xxxii

Tabel 4.1. Identifikasi Hidrokuinon Dalam Viva White Mousturizer

4.1.1. Perhitungan

Harga Rf = Jarak yang ditempuh senyawa dari titik asal Jarak yang ditempuh pelarut dari titik asal

Rf Hidrokuinon = 2,5cm

15cm = 0,1666 Rf Viva White Mousturizer = 2,3cm

15cm = 0,153

Nama Zat Bobot Volume

Penotolan

Tinggi bercak

Rf Wadah + Zat Wadah + Sisa

Baku Pembanding Hidrokuinon

22,1235g 19,7233g 20µl 2,5cm 0,1666

Zat Uji Viva White Moisturizer


(35)

xxxiii

4.2. Pembahasan

Dari analisi identifikasi hidrokuinon pada krim pemutih Viva White Moisturizer yang dilakukan di Balai Besar POM, dimana untuk mengetahui kandungan hidrokuinon tersebut diatas dapat dianalisa dengan cara identifikasi dengan metode Kromatografi Lapis Tipis. Jika bercak noda baku pembandingnya, sejajar dengan sampel maka sampel tersebut mengandung hidrokuinon.

Ternyata dari hasil analisis yang dilakukan, harga Rf pada larutan sampel mendekati harga Rf pada larutan baku pembandingnya, dimana prinsipnya sampel ditotolkan pada plat tipis. Bila noda telah kering plat diletakkan secara vertikal dalam bejana yang terdapat fase gerak Toluen : Asam Asetat Glasial (80:20), maka pemisahan kromatografi penaikan akan diperoleh.

Hasil dari pemisahan yang baik ternyata dari kenyataannya bahwa penyerap dalam kromatografi mempunyai kapasitas yang lebih besar dan sangat penting lagi keuntungan dari sistem serapan ialah bahwa ia dapat digunakan untuk memisahkan senayawa-senayawa yang sifatnya hidrofobik, seperti lipida-lipida dan hidrokarbon.


(36)

xxxiv

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa:

- Krim pemutih Viva White Mousturizer yang dianalisa mengandung hidrokuinon dengan perbandingan harga Rf yang sama/mendekati yaitu pada sampel

- Adanya hidrokuinon dalam krim pemuih Viva White Mousturizer sesuai dengan MA. PPOM : 54/KO/92 , sehingga layak untuk digunakan.

5.2. Saran

Dalam kesempatan ini penulis menyarankan agar terus dilakukan pengawasan dan ketelitian terhadap produksi. Agar produk akhir yang akan

disalurkan kepada konsumen dapat terjamin untuk digunakan. Hal ini dilakukan agar produk akhir yang dihasilkan sesuai dengan standart mutu yang ditetapkan.


(37)

xxxv

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G.2009. Sediaan Farmasi Steril. Penerbit ITB. Bandung Griter,. 1991. Pengantar Kromatografi. ITB. Bandung

Ibnu, G.G, dan Abdul, R,.2007.Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama.Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Mulja, M,. 1995. Analisis Instrumental. ITB. Bandung.


(1)

- Diatas plat kaca tipis yang dilapisi silika gel ditotolkan larutan A dan B dengan volume penotolan masing-masing sebanyak 20µl dengan menggunakan jarum suntik dengan jarak 15cm dari bagian bawah

- Kemudian plat kaca tipis dimasukkan kedalam chamber yang berisi fase gerak yaitu toluen : Asam Asetat Glasial dengan perbandingan (80:20)

- Kemudian dibiarkan fase gerak (pelarut) naik keatas - Kemudian plat kaca diangkat dan dikeringkan

- Untuk mengetahui lokasi dari noda dapat dilihat dengan menggunakan cahaya ultra violet pada panjang gelombang 254nm


(2)

BAB IV

DATA DAN HASIL PEMBAHASAN

4.1. Data Hasil Analisis

Jarak

Keterangan : A : Sampel Viva White Mousturizer B : Baku Hidrokuinon

C : Silika Gel

Rf = 0,1666

Rf = 0,153 C

A B


(3)

4.1.1. Perhitungan

Harga Rf = Jarak yang ditempuh senyawa dari titik asal Jarak yang ditempuh pelarut dari titik asal

Rf Hidrokuinon = 2,5cm

15cm = 0,1666 Rf Viva White Mousturizer = 2,3cm

15cm

= 0,153

Nama Zat Bobot Volume

Penotolan

Tinggi bercak

Rf Wadah + Zat Wadah + Sisa

Baku Pembanding Hidrokuinon

22,1235g 19,7233g 20µl 2,5cm 0,1666

Zat Uji Viva White Moisturizer


(4)

4.2. Pembahasan

Dari analisi identifikasi hidrokuinon pada krim pemutih Viva White Moisturizer yang dilakukan di Balai Besar POM, dimana untuk mengetahui kandungan hidrokuinon tersebut diatas dapat dianalisa dengan cara identifikasi dengan metode Kromatografi Lapis Tipis. Jika bercak noda baku pembandingnya, sejajar dengan sampel maka sampel tersebut mengandung hidrokuinon.

Ternyata dari hasil analisis yang dilakukan, harga Rf pada larutan sampel mendekati harga Rf pada larutan baku pembandingnya, dimana prinsipnya sampel ditotolkan pada plat tipis. Bila noda telah kering plat diletakkan secara vertikal dalam bejana yang terdapat fase gerak Toluen : Asam Asetat Glasial (80:20), maka pemisahan kromatografi penaikan akan diperoleh.

Hasil dari pemisahan yang baik ternyata dari kenyataannya bahwa penyerap dalam kromatografi mempunyai kapasitas yang lebih besar dan sangat penting lagi keuntungan dari sistem serapan ialah bahwa ia dapat digunakan untuk memisahkan senayawa-senayawa yang sifatnya hidrofobik, seperti lipida-lipida dan hidrokarbon.


(5)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa:

- Krim pemutih Viva White Mousturizer yang dianalisa mengandung hidrokuinon dengan perbandingan harga Rf yang sama/mendekati yaitu pada sampel

- Adanya hidrokuinon dalam krim pemuih Viva White Mousturizer sesuai dengan MA. PPOM : 54/KO/92 , sehingga layak untuk digunakan.

5.2. Saran

Dalam kesempatan ini penulis menyarankan agar terus dilakukan pengawasan dan ketelitian terhadap produksi. Agar produk akhir yang akan

disalurkan kepada konsumen dapat terjamin untuk digunakan. Hal ini dilakukan agar produk akhir yang dihasilkan sesuai dengan standart mutu yang ditetapkan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G.2009. Sediaan Farmasi Steril. Penerbit ITB. Bandung Griter,. 1991. Pengantar Kromatografi. ITB. Bandung

Ibnu, G.G, dan Abdul, R,.2007.Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama.Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Mulja, M,. 1995. Analisis Instrumental. ITB. Bandung.