PELEMBAGAAN GOOD GOVERNANCE TERHADAP TAHAPAN PEMILU LEGISLATIF DI KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2014 (Studi Kasus KPU Kota Yogyakarta)
PELEMBAGAAN GOOD GOVERNANCE TERHADAP TAHAPAN PEMILU LEGISLATIF DI KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2014
(Studi Kasus KPU Kota Yogyakarta)
Disusun Oleh : SYAHRIZAL
20100520066
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(2)
i
PELEMBAGAAN GOOD GOVERNANCE TERHADAP TAHAPAN PEMILU LEGISLATIF DI KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2014
(Studi Kasus: KPU Kota Yogyakarta) SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh : SYAHRIZAL
20100520066
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(3)
ii
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSIDengan Judul :
PELEMBAGAAN GOOD GOVERNANCE TERHADAP
TAHAPAN PEMILU LEGISLATIF KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2014 (Studi Kasus : KPU Kota Yogyakarta)
Oleh : SYAHRIZAL 20100520066
Telah dipertahankan dan disahkan di depan Tim Penguji Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Pada :
Hari/ Tanggal : Jum’at, 09 Desember 2016
Tempat : Ruang Refrensi
Pukul : 09.00 WIB
SUSUNAN TIM PENGUJI :
KETUA
Bambang Eka Cahya Widodo,S.IP.,M.Si. PENGUJI I
Dian Eka Rahmawati,S.IP.,M.Si.
PENGUJI II
Ane Permatasari, S.IP.,M.A. Mengetahui
KETUA JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
(4)
iii
HALAMAN PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Syahrizal
NIM : 20100520066
Jurusan : Ilmu Pemerintahan
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Menyatakan dengan sesungguhnya dan sejujurnya, bahwa skripsi saya yang
berjudul “Pelembagaan Good Gavernance Terhadap Tahapan Pemilu
Legislatif Kota Yogyakarta Tahun 2014 (Studi Kasus: KPU Kota Yogyakarta)” benar-benar merupakan hasil karya sendiri, dan bukan merupakan hasil plagiasi tulisan atau pikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini adalah hasil plagiasi tulisan atau pikiran orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, April 2016
SYAHRIZAL
(5)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Masterpiece” ini ku persembahkan hanya untuk mereka :
Ayahanda Sabari
Ibunda Sarni
“Terima kasih atas kasih sayang dan ridho yang telah diberikan kepadaku. Hanya do’a untuk kesehatan, keselamatan, ketenangan dan kebahagiaanmu yang
bisa kulakukan untuk membalas semuanya.”
“Masterpiece” ini selesai berkat bantuan, dukungan, motivasi dan do’a mereka :
Keluarga Besar di Kampung Halaman
Bapak dan mamak tersayang, engkaulah guru pertama dalam hidupku, pelita hatimu yang telah mengasihiku dan menyayangiku dari lahir sampai mengerti
luasnya ilmu di dunia ini dan sesuci do’a malam hari, terima kasih atas semua
yang telah engkau berikan kepadaku.
Sahabat terbaik
Spesial buat sahabatku yang terbaik Zulpandi, yang telah banyak memberikan motivasi dan bantuan pemikiran dalam penulisan skripsiku hingga selesai. Terima kasih atas semua bantuanmu Zulpandi.
Sahabat SMA Pemda Peranggas
Lebih dari sekedar sahabat. Mereka adalah kumpulan orang-orang sukses yang terlahir dari rahim yang sama. Merekalah Alumni SMA Pemda Peranggas.
Sahabat di IP UMY 2010
Generasi yang banyak melahirkan pemimpin hebat. Generasi yang akan
(6)
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setinggi puji sedalam syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat kepada penulis. Sehingga atas segala rahmat dan nikmat tersebut penulis akhirnya mampu menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pelembagaan Good Gavernance Terhadap Tahapan Pemilu
Legeislatif di Kota Yogyakarta Tahun 2014 (Studi Kasus KPU Kota Yogyakarta) ”. Kemudian shalawat beriring salam penulis kirimkan kehariban Rasulullah SAW sebagai inspirator pencerahan umat manusia yang nilai-nilai perjuangannya tidak luntur hingga akhir zaman.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Jurusan Ilmu Pemerintahaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan kerendahaan hati penulis mengharapkan saran dan kritik untuk dapat melengkapi dan menyempurnakaan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, MA., selaku Rektor Universitas
(7)
vi
2. Bapak Ali Muhammad, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Ibu Titin Purwaningsih, S.IP, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu
Pemerintahaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
4. Bapak Bambang Eka Cahya Widodo, S.IP., M.Si., selaku Dosen
Pembimbing, terimakasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Ibu Dian Eka Rahmawati, S.IP, M.Si., selaku Dosen Penguji I, terima kasih atas kritikan dan saran yang telah diberikan sehinga skripsi ini dapat terselesaikan dengan benar.
6. Bapak Ane Permatasari, S.IP, MA., selaku Dosen Penguji II, terima kasih atas koreksi dan perbaikan yang telah disampaikan sehingga skripsi ini selesai dengan baik.
7. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Jurusan Ilmu Pemerintahan yang telah menitipkan ilmu dan bekal kehidupan kepada penulis.
8. Bapak Wawan Budiyanto, Sag., selaku Ketua KPU Kota Yogyakarta dan ibu Sri Surani, Sag selaku Ketua Devisi Sosialisasi dan Humas Kota Yogyakarta yang telah meluangkan waktunya untuk membantu saya melakukan penelitian tentang seputar pemilu 2014
9. Semua pihak yang telah membantu penulis baik dalam masa perkuliahan sampai masa penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas segala bantuan, doa serta dukungannya.
(8)
vii
Akhirnya dengan segala keterbatasan dan kemampuan penulis, penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Apabila terdapat kesalahan didalam peyusunan skripsi ini, penulis mohon maaf atas segala kekurangannya. Kritikan dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan karya tulis ini. Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 10 Desember 2016 Penyusun
Syahrizal
(9)
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
SINOPSIS ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR, GRAFIK, TABEL ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
1. Tujuan Penelitian ... 9
2. Manfaat Penelitian ... 9
D. Kerangka Teori ... 9
1. Good Governance ... 10
a. Pengerian Good Governance ... 10
b. Ciri-Ciri Good Gavernance ... 11
c. Prinsip-Prinsip Good Governance ... 12
(10)
ix
a. Kerangka Hukum ... 22
b. Perencanaan dan Pelatihan ... 23
c. Pelatihan dan Pendidikan ... 24
d. Pendaftaran Pemilih ... 25
e. Kampanye Pemilu... 27
f. Pemungutan Suara ... 28
g. Verfikasi Hasil ... 28
h. Pasca Pemilu ... 29
E. Definisi Konseptual ... 29
F. Definisi Operasional ... 30
G. Metode Penelitian ... 32
1. Jenis Penelitian ... 32
2. Lokasi Penelitian ... 33
3. Unit Analisa ... 33
4. Data yang di Butuhkan ... 34
5. Teknik Pengumpulan Data ... 34
6. Teknik Analisis Data ... 35
BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN ... 37
A. Gambaran Umum Kota Yogyakarta ... 37
1. Sejarah Singkat Kota Yogyakarta ... 37
2. Kondisi Geografis Kota Yogyakarta ... 42
(11)
x
b. Luas Wilayah ... 43
c. Topografi ... 46
3. Kondisi Demografi Kota Yogyakarta ... 48
a. Penduduk ... 48
4. Kondisi Sosial Politik Kota Yogyakarta ... 51
BAB III PELEMBAGAAN GOOD GOVERNANCE TERHADAP TAHAPAN PEMILU LEGISLATIF DI KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2014 (Studi Kasus KPU Kota Yogyakarta) ... 54
A. Analisis Pelembagaan Good Gavernance Tarhadap Tahapan Pemilu Legislatif Di Kota Yogyakarta Tahun 2014 ... 54
1. Kerangka Hukum ... 55
a. Undang-Undang Pemilu No 8 Tahun 2012 ... 56
b. Peraturan KPU (P-KPU) dan Surat Edaran ... 57
2. Perencanaan dan Pelaksanaan ... 60
3. Pelatihan ... 68
4. Pendaftaran Pemilih ... 72
5. Kampanye Pemilu ... 78
a. Pemasangan Alat Peraga Kampanye ... 79
b. Penyusunan Jadwal Kampanye ... 82
6. Pemungutan Suara ... 84
7. Verifikasi Hasil ... 86
(12)
xi
8. Pasca Pemilu ... 93
BAB IV PENUTUP ... 96
A. Kesimpulan ... 96
B. Saran ... 99
DAFTAR PUSTAKA ... 100
(13)
xii
DAFTAR GAMBAR, GRAFIK , TABEL
GAMBAR
Gambar 1.1 Siklus Pemilu ... 21
Gambar 1.2 Peta Kota Yogyakarta ... 43
GRAFIK Grafik 1.1 Luas Wilayah Kota Yogyakarta Menurut Kecamatan 2011 ... 44
Grafik 2.2 Bar Chart Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Yogyakata 2011 ... 50
TABEL Tabel 1.1 Hasil Pemilu Legislatif 2004 ... 5
Tabel 1.2 Hasil Pemilu Legislatif 2009 ... 6
Tabel 1.3 Hasil Pemilu Legislatif 2014 ... 7
Tabel 2.1 Prinsip Good Gavernance dalam Tahapan Pemilu ... 31
Tabel 2.1 Luas Wilayah, Jumlah RT dan RW menurut Kecamatan dan Kelurahan di Kota Yogyakarta 2011 ... 45
Tabel 2.2 Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Kota Yogyakarta Hasil Sensus Penduduk dan SUPAS 1971-2010 ... 49
(14)
xiii
Tabel 2.3 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin di Kota Yogyakarta 2011 ... 49
Tabel 2.4 Luas Wilayah, Penduduk menurut Jenis Kelamin dan
Kepadatan Penduduk di Kota Yogyakarta 2011 ... 51
Tabel 3.1 Data Hasil Scane Formulir C1 Pileg 2014 di Kota
Yogakarta ... 62
Tabel 3.2 Pelanggaran Pemasangan APK yang Ditangani
Panwaslu Kabupaten/Kota se DIY Pada Pemilu Legislatif 2014 ... 80
Tabel 3.3 Jadwal Kampanye Rapar Umum Pemilu Tahun 2014
di Kota Yogyakarta ... 83
Tabel 4.1 Daftar Calon Terpilih Anggota DPRD
Kabupaten/Kota pemilu 2014 ... 85 Tabel 4.2 pelanggaran yang dilakukan oleh Partai Politik ... 91
(15)
SINOPSIS
Good Governance merupakan salah satu tatanan Pemerintah yang baik. Secara
umum Good Gavernance terkait dengan Trasparansi, Akuntabilitas dan
sebagainya. Pemilihan Umum (pemilu) merupakan sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan rakyat, di laksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. KPU Kota yogyakarta meraih penghargaan untuk kategori Pemilu Akses tahun 2014. Melihat kondisi demikian menarik bagi penulis untuk meneliti dan menganalisis bagaimana pelembagaan prinsip-prinsip Good Gavernance dalam penyelenggaraan tahap-tahap pemilu legislatif di kota Yogyakarta tahun 2014 oleh KPU Kota Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan realita yang terjadi. Informan dari penelitian ini adalah ketua KPU Kota Yogyakarta, ketua Devisi sosialisasi, pendidikan pemilih dan humas Kota Yogyakarta dan Masyarakat Kota Yogyakarta. Dalam penelitian ini menggunakan data primer dari hasil wawancara dengan informan dan data sekunder melalui dokumentasi yang didapat dari lembaga terkait. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah melalui wawancara dan dokumentasi. Teknik analisa data dari penelitian ini menggunakan model analisis interaktif, yaitu hasil wawancara dan observasi yang telah diperoleh kemudian diidentifikasi data yang ada agar lebih fokus. Setalah dilakukan identifikasi data dideskripsikan dalam sajian data yang diperkuat dengan analisis untuk membuat kesimpulan.
Hasil analisis penulis dari penelitian ini menggambarkan bahwa Good Gavernance dalam tahapan pemilu di Kota Yogyakarta sudah dilaksanakan, namun belum berjalan secara optimal. Meskipun KPU Kota Yogyakarta sudah memiliki konsep dasar hukum, peraturan KPU dan siklus Pemilu, namun pada tataran implementasinya masih belum berjalan dengan baik. Menurut kesimpulan penulis, masih ada beberapa pelanggaran yang di lakukan oleh parpol dalam pemilu Kota Yogyakarta. Hal ini terjadi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu : (i) P-KPU (Peraturan KPU), (ii) Surat Edaran KPU pusat dan KPU Kota, (iii) Persaingan antar caleg, (iv) Partisipasi masyarakat terhadap partai politik.
Berdasarkan hasil kesimpulan penulis dari penelitian ini, penulis menyarankan agar KPU merevisi P-KPU agar lebih baik lagi kedepanya, untuk surat edaran harus bisa menjelaskan dari P-KPU dan harus sesuai antara KPU pusat dan KPU kota dari segi penyusunan jadwal kampanye untuk menghindari gesekan terhadap pendukung partai, untuk para Calon legislative bersainglah dengan sehat patuhi UU dan peraturan agar pemilu berjalan dengan tertib dan aman, untuk masyarakat yang mendukung salah satu partai agar bisa menahan diri dan menjaga hak orang untuk memilih yang terutama untuk badan Adhoc agar lebih memperhatikan pelayanan terhadap masyarakat agar pemilu berjalan dengan baik, diharapkan kepada anggota KPU agar lebih tegas dalam menangani kasus yang terjadi pada saat pemilu bahkan setelah pemilu.
(16)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Good Governance adalah sebuah istilah yang melekat pada setiap
cita-cita ideal pembangunan suatu masyarakat atau suatu bangsa, atas dasar itu perencanaan maupun strategi masa depan pembangunan bangsa maupun biasanya mengacu kepada pencapaian target tersebut. Good
Governance terkadang telah di sejajarkan dengan makna istilah
“masyarakat madani” atau civil socity, yang dalam pengertian sederhana
adalah terwujudnya keseimbangan antara kemajuan fisik dengan spiritual. Dalam bahasa lain, kesejajaran antara kemajuan pembangunan prasarana fisik dengan pembangunan mental atau jiwa manusia.
Good Governance mensyaratkan keberdayaan yang berseimbangan
antara berbagai pihak: pemerintah dan rakyat. Lebih spesifik lagi, keseimbangan power antara eksekutif, legislatif dan rakyat atau masyarakat dalam mengambil berbagai kebijakan kehususnya terkait dengan pembangunan. Keseimbangan dalam konteks ini tentu saja identik dengan kesama rataan atau setingkat, akan tetapi lebih dekat kepada makna kesetaraan dan kesederajatan atau kemitraan.
Seseorang akan disebut mitra bagi yang lain manakala di antara mereka telah terbangun hubungan mutualisme, dimana satu sama lain saling membutuhkan, saling memberi dan saling menerima. Adapun sikap
(17)
2
menggantungkan diri kepada orang lain atau pihak lain tidak dikatakan sebagai setara atau bermitra. Demikian halnya dengan kecenderungan memaksakan kehendak atau menyalahkan orang lain terhadap permasalahan yang diderita. Itu semua adalah implikasi dari ketidakberdayaan dan ketidakmandirian. Jika tradisi sedemikian masih belum dapat dihilangkan, sesungguhnya mencapai fase keberdayaan dan kemitraan di tengah masyarakat masih sangat jauh. Guna menjalin sebuah kemitraan, masing-masing yang akan bermitra mesti mengenali potensi dirinya. Mengenali potensi diri bukan sebatas memperoleh legalisasi formal ataupun mendapat pengakuan orang lain atau pihak lain, akan tetapi lebih kepada kemampuan memberdayakan seluruh potensi yang dimiliki secara maksimal, sehingga dapat memberikan manfaat.
Mendengar islitah Good Governance yang ada di benak kita
hanyalah definisi penyelenggaraan pemerintahan yang baik, tetapi penyelengaraan seperti apa dan bagaimana hal tersebut dilakukan masih dapat dibayangkan. Secara umum, penyelenggaraan yang dimaksud yaitu terkait dengan isu transparansi, akuntabilitas public dan sebagainya. Mewujudkan pemerintah Good Governance sebenarnya amatlah sulit dan
kompleks, tidak hanya sekedar memperjuangkan trasparansi dan akuntabilitas pada level tertentu saja. Permasalahan yang lebih rumit manakala tuntutan Good Governance mengharuskan perubahan sebagai
(18)
3
tertanam lama, terlebih-lebih jika dihadapkan pada sistem pemerintahan yang sedah sangat potologis.
Pemerintah yang baik sebagai terjemahan bebas dari Good
Governance isu paling mengemuka seiring dengan tuntutan yang semakin
gencar dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah akibat dari meningkat pengetahuan masyarakat, disamping adanya pengaruh globalisasi.
Pelaksanaan Good Governance tergantung pada kemampuan untuk menggunakan kekuasan dan mengambil keputusan sepanjang waktu, dalam spektrum ekonomi, sosial, lingkungan dan sektor-sektor lainya. Ini juga terkait dengan kemampuan pemerintahan untuk mengetahui, menengahi, mengalokasikan sumber daya, menerapkan serta memelihara hubungan-hubungan yang penting. Penerapan konsep Good Governance
menjadi tuntutan pelaksanaan pelayanan publik di semua lembaga pemerintahan, terutama pada era reformasi. Good Governance juga
merupakan sistem yang mengacu pada kinerja dan kualitas dari pelayanan yang responsibel dan akuntabel.
Pelaksanaan Good Governance tidak hanya dilakukan di instansi
(19)
4
swasta, yang pada konsep dasarnya terciptanya traspasansi dan akuntabilitas terhadap publik.1
Pemilihan Umum (pemilu) adalah sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan di tangan rakyat sehingga pada akhirnya akan tercipta suatu hubungan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, ini merupakan inti dari kehidupan berdemokrasi.
Pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilihan umum merupakan kesempatan bagi para warga negara untuk memilih pejabat-pejabat pemerintah dan memutuskan apakah yang mereka inginkan untuk dikerjakan oleh pemerintah dan dalam membuat keputusan itu para warga negara menentukan apakah yang sebenarnya yang mereka inginkan untuk dimiliki.2
Pemilu 2004 merupakan sejarah tersendiri bagi pemerintah dan rakyat Indonesia. Di pemilu ini, untuk pertama kali rakyat Indonesia
memilih peresidenya secara langsung. Pemilu 2004 sekaligus
membuktikan upaya serius mewujudkan sistem pemerintahan Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama yang melibatkan rakyat memilih langsung anggota legislatif dan Peresiden dan Wakil Presiden. Hal ini merupakan suatu peristiwa penting dan sejarah bagi Bangsa Indonesia,
1
Yustinus Farid Setyobudi,2008,Analisis pelaksanaan Good Governance di Perum Perhutani, skripsi.Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pemerintahan,Universitas Muhammaiyah Yogyakarta.
2
(20)
5
karena pada pemilu tahun 2004 suara rakyat yang menentukan siapa pemimpin negara Indonesia.
Pemilu 2004 untuk memilih anggota DPR yang dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004 dan diikuti 24 partai politik peserta pemilu, ternyata hanya menghasilkan 16 partai politik yang memperoleh kursi di DPR.
Tabel 1.1. Hasil Pemilu Legislatif 2004
No Nama Partai Jumlah Suara %suara Kursi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 PNIM PBSD PBB Partai Merdeka Persatuan Pembangunan PDK PPIB PNBK Demokrat PKPI PDI PNUI PAN
Karya Peduli Bangsa Kebangkitan Bangsa Keadilan Sejahtera Bintang Reformasi PDIP PDS Golkar Patriot Pancasila PSI Persatuan Darah Pelopor 906.739 634,515 2.965.040 839,705 9.226.444 1.310.207 669,835 1.2284.497 8.437.868 1.420.085 844,48 890,98 7.255.331 2.394.651 12.002.885 8.149.457 2.944.529 20.710.006 2.424.319 24.461.104 1.178.738 677,259 656,473 896,603 0,80 0,56 2,62 0,74 8,16 1,16 0,59 1,09 7,46 1,26 0,75 0,79 6,41 2,12 10,61 7,20 2,60 18,31 2,14 21,62 1,04 0,60 0,58 0,79 1 0 11 0 58 4 0 0 55 1 1 0 53 2 52 45 14 109 13 128 0 0 0 3
TOTAL 113.125.750 100,00 550
Sumber : diakses dari situs http://kpu.go.id/dmdocuments/modul_1d.pdf
Pemilu 2009 merupakan pemilu ketiga pada masa reformasi yang diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 April 2009 untuk memilih 560 Anggota DPR, 132 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode
(21)
2009-6
2014. Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2009-2014 diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2009 (satu putaran).
Tabel 1.2. Hasil Pemilu Legislatif 2009
No NAMA PARTAI JUMLAH SUARA PERSENTASE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 Demokrat Golkar PDIP PKS PAN PPP PKB Gerindra Hanura PBB PDS PKNU PKPB PBR PPRN PKPI PDP Barnas PPPI PDK RepublikaN PPD Patriot PNBK Kedaulatan PMB PPI Pakar Pangan Pelopor PKDI PIS PNI M Partai Buruh PPIB PPNUI PSI PPDI Merdeka PDA Partai SIRA PRA Partai Aceh PBA PAAS 21.703.137 15.037.757 14.600.091 8.206.955 6.254.580 5.533.214 5.146.122 4.646.406 3.922.870 1.864.752 1.541.592 1.527.593 1.461.182 1.264.333 1.260.794 934.892 836.660 761.086 745.625 671.244 630.780 550.581 547.351 468.696 437.121 414.750 414.043 351.440 342.914 324.553 320.665 316.752 265.203 197.317 142.841 140.551 137.727 111.623 0 0 0 0 0 0 20,85% 14,45% 14,03 7,88 6,01 5,32 4,94 4,46 3,77 1,79 1,48 1,47 1,40 1,21 1,21 0,90 0,86 0,73 0,72 0,64 0,61 0,53 0,53 0,45 0,42 0,40 0,40 0,34 0,33 0,31 0,30 0,25 0,19 0,14 0,14 0,13 0,11 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
JUMLAH 104.095.847 100%
(22)
7
Pemilih pemula di Daerah Istimewa Yogyakarta menilai penyelenggaraan pemilu di Indonesia tidak jujur dan adil. Dari hasil survei sebanyak 46,73 persen beranggapan pelaksanaan pemilu di Indonesia
selama ini tidak jujur. Sementara mereka yang menyatakan
penyelenggaraan pemilu sudah berlangsung jujur adil sebanyak 20,82 persen. Survei menitikberatkan pada politik uang yang banyak terjadi.3
Hasil Pemilu 2014 berdasarkan perhitungan suara sementara dan perhitungan suara final untuk Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden (Pilpres 2014). Perhitungan rekapitulasi suara hasil pemilu 2014 akan selalu diupdate hingga hasil final yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) ditetapkan.
Tabel 1.3. Hasil Pemilu Legislatif 9 April 2014
No NAMA PARTAI PERSENTASE SUARA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Partai Nasdem
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) PDI Perjuangan (PDIP)
Partai Golkar Partai Gerindra Partai Demokrat
Partai Amanat Nasional (PAN) Partai Persatuan Pembangunan (PAN) Partai Hanura
Partai Damai Aceh Partai Nasional Aceh Partai Aceh
Partai Bulan Bintang PKP Indonesia (PKPI)
6.72% 9.04% 6.79% 18.95% 14.75% 11.81% 10.19% 7.59% 6.53% 5.26% 0% 0% 0% 1.46% 0.91%
TOTAL DATA MASUK 100%
Sumber : Diakses dari situs http://www.pemilu.com/hasil-pemilu-2014/
3
http://politik.news.viva.co.id/news/read/494747-survei--pemilih-pemula-di-yogya-anggap pemilu-di-ri-tak-jujur
(23)
8
Dari hasil pemilu mulai dari tahun 2004 sampai 2014, Yang menarik adalah Pemilu yang menjadi barometer demokrasi pada fakta di lapangan ada kecenderungan tingkat partisipasi pemilu dari tahun ketahun mengalami penurunan, tingkat partisipasi pemilih pada pemilu tahun 2004 sekitar 80 persen. Tingkat partisipasi pemilih pada 2009 kembali turun menjadi sekitar 70,7 persen, tercatat di Pilpres 2014 hanya 70 persen.
Pada pemilu 2014 KPU Kota Yogyakarta mendapatkan penilaian yang dilakukan secara komprehensif oleh KPU RI, KPU DIY dinyatakan terbaik dan mendapatkan Juara 1 dalam kategori Pemilu Akses, karena telah memberikan aksesibilitas kepada pemilih difabilitas diantaranya dengan memfasilitasi template pada pemilu legislatif, peringkat 2 dalam kategori Iklan Layanan Masyarakat Kreatif, dan peringkat 2 dalam Kreasi Sosialisasi dan partisipasi pemilu Tingkat Nasional, penghargaan yang sama dalam kategori Pemilu Akses juga diberikan KPU RI kepada KPU Kota Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Pelembagaan prinsip-prinsip Good Governance dalam penyelenggaraan tahap-tahap pemilu legislatif di kota Yogyakarta tahun 2014 oleh KPU Kota Yogyakarta ?
(24)
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :
Untuk menggambarkan dan mengimpelmentasikan prinsip-prinsip Good Governance dalam penyelenggaraan tahap-tahap pemilu legislatif di kota Yogyakarta tahun 2014
2. Manfaat Penelitian
a. Dapat memperkaya pengetahuan tentang Prinsip Good
Governance.
b. Dapat di jadikan bahan kajian dan bahan evaluasi terhadap Good Governance dalam menyelenggarakan tahapan pemilu legislatif di kota Yogyakarta tahun 2014 dan dapat dijadikan acuan agar pelaksanaan Pemilu yang akan datang lebih baik dan lebih sukses dari pemilu tahun 2014,
c. Memberikan pendidikan politik khususnya peran serta Goog Governance dalam Tahapan Pemilu Kota Yogyakarta Tahun 2014
D. Kerangka Dasar Teori
Kerangka dasar teori adalah teori-teori yang digunakan dalam melakukan penelitian sehingga kegiatan yang di lakukan menjadi jelas, sistematis, dan ilmiah.
(25)
10
Menurut Masri Singarubimbun dan Sofyan Effendi :
“Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, definisi, dan proporsi
untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan acara merumuskan hubungan antara konsep.”4
Sedangkan menurut Saifudin Azwar, MA :
“Teori adalah serangkaian pernyataan yang sling berhubungan
yang menjelaskan mengenai sekelompok kejadian.”5
Dengan demikian dalam melakukan kegiatan sebagai salah satu unsur terpenting adalah teori sebagai landasan dalam menjelaskan permasalahan atau fenomena yang ada.
1. Good Governance
a. Pengertian Good Governance
Governance diartikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara pemerintahan dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalah-masalah publik. Dalam konsep governance, pemerintah hanya menjadi salah satu actor dan tidak selalu menjadi aktor yang menentukan. Implikasi peran pemerintah sebagai pembangunan maupun penyedia jasa layanan dan infrastruktur akan bergeser menjadi bahan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas. Governance menuntut redefinisi peran negara, dan itu berarti
4
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, 1989. Metode Penelitian Survey,Jakarta. LP3ES, hal. 37
5
(26)
11
adanya redefinisi pada peran warga. Adanya tuntutan yang lebih besar pada warga, antara lain untuk memonitor akuntabilitas pemerintahan itu sendiri.6
Dapat dikatakan bahwa good governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frame work bagi tumbuhnya aktifitas usaha. Padahal, selama ini birokrasi di daerah dianggap tidak kompeten. Dalam kondisi demikian, pemerintah daerah selalu diragukan kapasitasnya dalam menjalankan desentralisasi. Di sisi lain mereka juga harus mereformasi diri dari pemerintahan yang korupsi menjadi pemerintahan yang bersih dan transparan.
b. Ciri-Ciri Good Governance
Dalam dokumen kebijakan united nation development programme (UNDP) lebih jauh menyebutkan ciri-ciri good governance yaitu:
1. Mengikut sertakan semua, transparansi dan bertanggung jawab, efektif dan adil.
2. Menjamin adanya supremasi hukum.
3. Menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomi didasarkan pada konsesus masyarakat.
6
Sumarto Hetifa Sj, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, (Bandung: Yayasan Obor Indonesia, 2003), hal 1-2
(27)
12
4. Memperhatikan kepentingan mereka yang paling miskin
dan lemah dalam proses pengambilan keputusan
menyangkut alokasi sumber daya pembangunan.7
Penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis saat ini adalah pemerintahan yang menekankan pada pentingnya membangun proses pengambilan keputusan publik yang sensitif terhadap suara-suara komunitas. Yang artinya, proses pengambilan keputusan bersifat hirarki berubah menjadi pengambilan keputusan dengan adil seluruh stakeholder.
c. Prinsip-Prinsip Good Governance
Negara dengan birokrasi pemerintahan dituntut untuk merubah pola pelayanan diri birokratis elitis menjadi birokrasi populis. Dimana sektor swasta sebagai pengelola sumber daya di luar negara dan birokrasi pemerintah pun harus memberikan konstribusi dalam usaha pengelolaan sumber daya yang ada. Penerapan cita good governance pada akhirnya mensyaratkan keterlibatan organisasi masyarakatan sebagai kekuatan penyeimbang Negara.
Namun cita good governance kini sudah menjadi bagian sangat
serius dalam wacana pengembangan paradigma birokrasi dan
pembangunan kedepan. Karena peranan implementasi dari prinsip good governance adalah untuk memberikan mekanisme dan pedoman dalam memberikan keseimbangan bagi para stakeholders dalam memenuhi kepentingannya masing-masing. Dari berbagai hasil yang dikaji Lembaga
7Ibid., hal 3
(28)
13
Administrasi Negara (LAN) menyimpulkan ada sembilan aspek fundamental dalam perwujudan good governance, yaitu:8
1. Partisipasi (Participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam mengambil keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2. Kerangka hukum (Rule Of Low)
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tampa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia
3. Transparansi (Transparency)
Trasparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
4. Responsif (Responsiveness)
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
8
Dede Rosyada Dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2000), hal 182
(29)
14
5. Konsensus (Consensus Orientation)
Menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk mendapatkan pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur kerja. 6. Kesetaraan dan keadilan (Equity)
Setiap warga masyarakat mempunyai kesempatan
memperbaiki atau mempertahankan kesejahtraan mereka. 7. Efektifitas dan efisien
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga
membangun hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin. 8. Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakt maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
9. Visi Strategi (Strategic Vision)
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan pembangunan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas
(30)
15
kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi persepektif tersebut.
2. Pemilu
Pemilihan Umum yang selanjudnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas rahasia. Jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilu telah berkembang menjadi bagian penting dari kehidupan suatu sistem politik. Dalam sebuah negara yang menganut demokrasi. Pemilu menjadi bagian yang tak terpisahkan. Tak ada demokrasi tanpa diikuti pemilu. Pemilu merupakan wujud paling nyata dari pada diikuti pemilu. Pemilu berhubungan erat dengan demokrasi karena pemilu merupakan wujud dari pelaksanaan demokrasi. Pemilu merupakan komponen di dalam negara demokrasi yang menganut system perwakilan sebab berfungsi sebagai alat penyaring bagi politikus-politikus yang akan mewakili suara rakyat di lembaga perwakilan.
Pemilu memiliki berbagai macam sistem, tetapi ada dua sistem yang merupakan prinsip dalam pemilu. Sistem tersebut adalah:
1. Sistem distrik, yaitu sistem yang berdasarkan lokasi daerah pemilihan, bukan berdasarkan jumlah penduduk. Dari semua calon, hanya ada satu pemenang. Dengan begitu, daerah yang sedikit penduduknya memiliki wakil yang sama dengan daerah yang banyak penduduknya, dan tentu saja
(31)
16
banyak suara terbuang. Karena wakil yang akan dipilih adalah orangnya langsung, maka pemilih bisa akrab dengan wakilnya. Sebagai sebuah sistem, sistem distrik memiliki kelebihan dibandingkan dengan sistem lainnya.
Kelebihan diantaranya:
Sistem ini mendorong terjadinya integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan yang diperebutkan hanya satu.
Perpecahan partai dan pembentukan partai baru dapat dihambat, bahkan dapat mendorong penyederhanaan partai secara alami. Distrik merupakan daerah kecil, karena itu wakil terpilih dapat
dikenali dengan baik oleh komunitasnya, dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih akrab.
Bagi partai besar, lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen.
Jumlah partai yang terbatas membuat stabilitas politik mudah diciptakan
Kelemahan diantaranya:
Ada kesenjangan persentase suara yang diperoleh dengan jumlah kursi di partai, hal ini menyebabkan partai besar lebih berkuasa. Partai kecil dan minoritas merugi karena sistem ini membuat
banyak suara terbuang.
Sistem ini kurang mewakili kepentingan masyarakat heterogen dan
(32)
17
Wakil rakyat terpilih cenderung memerhatikan kepentingan
daerahnya daripada kepentingan nasional.
2. Sistem proporsional, yaitu sistem yang berkiblat pada jumlah penduduk yang merupakan peserta pemilih. Berbeda dengan sistem distrik, wakil dengan pemilih kurang akrab karena wakil dipilih lewat tanda gambar. Sistem proporsional banyak dianut negara multi-partai, seperti Indonesia, Italia, Belanda, dan Swedia.
Kelebihan-kelebihan sistem proporsional diantaranya adalah:
Dianggap lebih mewakili suara rakyat karena perolehan suara partai sama dengan persentase kursinya di parlemen.
Setiap suara dihitung dan tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil dan minoritas bisa mendapat kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen. Hal ini sangat mewakili masyarakat heterogen dan pluralis.
Kekurangan-kekurangan sistem proporsional diantaranya:
Berbeda dengan sistem distrik, sistem proporsional kurang
mendukung integrasi partai politik. Jumlah partai yang terus bertambah menghambat integrasi partai.
Wakil rakyat kurang akrab dengan pemilihnya, tapi lebih akrab dengan partainya. Hal ini memberikan kedudukan kuat pada pimpinan partai untuk memilih wakilnya di parlemen.
Banyaknya partai yang bersaing menyebabkan kesulitan bagi suatu
(33)
18
mencapai stabilitas politik dalam parlemen, karena partai harus menyandarkan diri pada koalisi.9
Pemilu pada dasarnya adalah sarana untuk membangun kelembagaan politik yang demokratis. Pemilu sesungguhnya digelar untuk menjamin proses kompetisi dan penggantian kekuasaan yang dapat bejalan dengan aman, damai, dan professional.10
Pemilu adalah sebuah peosedur untuk melahirkan Good
Governance yang dilandasi beberapa prinsip yaitu:
a. Prinsip Akuntabilitas b. Prinsip Transparansi c. Prinsip Responbility
d. Prinsip melaksanakan ketertiban
e. Prinsip efisien dan efektif Prinsip komitmen untuk menjalankan prinsip-prinsip tersebut.
Pemilu merupakan salah satu sarana demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat dan telah dilaksanakan 10 (sepuluh) kali sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaan hingga Pemilu Tahun 2009, pemilu pertama dilaksanakan pada tahun 1955 dan kemudian disusul pemilu berikutnya pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan yang terakhir tahun 2009.
9
http://sospol.pendidikanriau.com/2009/12/definisi-pemilihan-umum-secara.html
10
(34)
19
Pada prinsipnya pemilu dalam ranah demokrasi lebih bermakna sebagai pertama, kegiatan partisipasi politik dalam menuju kesempurnaan
oleh berbagai pihak. Kedua, setiap perwakilan bukan partisipasi langsung dalam bahasa politik dimana terjadi perwakilan penentuan akhir dalam
memilih elit politik yang berujung pada perbaikan perfomance
pelaksanaan eksekutifnya.11
Didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagai pokok kaidah Negara yang fundamental menegaskan bahwa :
“Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar atas
kerakyatan yang dipimpin oleh hekmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan”:
Kata-kata permusyawaratan/ perwakilan mengandung arti bahwa demokrasi yang dilaksanakan melalui permusyawaratan dimana setiap warga negara melaksanakan hak-hak yang sama melalui wakil-wakil yang dipilihnya dan wakil-wakil rakyat yang terpilih bertanggungjawab kepada rakyat yang memilih melalui pemilu.
Adapun prinsip-prinsip pemilu menurut 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2003 Tentang Pemiluhan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD adalah :
a. Langsung, bahwa rakyat sebagai pemilih mempunya hak untuk memberikan suara secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa peraturan.
11
Tataq Chidmad,S.H.2004. Kritik Terhadap Pemilihan Langsung. Yogyakarta. Pustaka Widyatama, hal. 1
(35)
20
b. Umum, bahwa pada dasarnya menjamin kesempatan yang berlaku
menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, dsb.
c. Bebas mengandung makna, setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihanya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun.
d. Rahasia, dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin pilihanya tidak diketahui oleh pihak manapun sesuai hati nuraninya.
e. Jujur, bahwa dalam menyelenggarakan pemilu semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur. Setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manpun.
f. Adil artinya dalam pelaksanaan pemilu peserta pemilu ataupun pemilih mendapatkan peralatan yang sama dalam melakukan pemilihan umum dan bebas dari kecurangan.
Pemilu sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 itu telah berhasil dilaksanakan oleh lembaga khusus yang berbentuk untuk menyelenggarakan Pemilu yaitu KPU, KPU Pusat yang pertama kalinya, secara hirarki dibentuk di tingkat Provinsi, Kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, sehingga KPU Provinsi KPU Kabupaten/ Kota merupakan bagian dari KPU Pusat, dengan demikian KPU merupakan
(36)
21
lembaga yang bersifat nasional tetap dan mendiri untuk menyelenggarakan Pemilu.
Demikian pelaksanaan tugasnya KPU Kabupaten/ Kota dapat membentuk PPK, PPS, dan KPPS, sedangkan untuk pemilih yang berada di luar negeri dibentuk kelompok Penyelenggara Pemungutan suara Luar Negeri (KPPSLN).
Gambar 1.1. Siklus Pemilu
(37)
22
Keterangan Siklus Pemilu
1. Kerangka Hukum (Rule of low)
Kerangka hukum harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak bermakna ganda, dapat dipahami dan terbuka, dan harus dapat menyoroti semua unsur sistem pemilu yang diperlukan untuk memastikan pemilu yang demokratis.
Istilah “kerangka hukum untuk pemilu” pada umumnya mengacu
pada semua undang-undang dan bahan atau dokumen hukum dan kuasa hukum terkait yang ada hubungannya dengan pemilu. Secara khusus,
“kerangka hukum untuk pemilu” termasuk ketentuan konstitusional yang
berlaku, undang-undang pemilu sebagaimana disahkan oleh badan legislatif, dan semua undang-undang lain yang berdampak pada pemilu. Kerangka juga meliputi setiap dan semua perundangan yang terlampir pada undang-undang pemilu dan terhadap semua perundangan terkait yang disebarluaskan oleh pemerintah. Kerangka mencakup perintah terkait dan/ atau petunjuk yang terkait dengan undang-undang pemilu dan peraturan yang dikeluarkan oleh badan pelaksana pemilu yang bertanggung jawab, serta kode etik terkait, baik yang sukarela atau tidak, yang mungkin berdampak langsung pada proses pemilu.
Penting dicatat bahwa setiap kekuasaan yang berturut-turut bersifat lemah (inferior) tidak dapat membuat ketentuan yang bertentangan atau yang tidak sesuai dengan dengan kekuasaan yang lebih kuat. Sebagai contoh, suatu undang-undang dari badan legislatif tidak dapat
(38)
23
bertentangan dengan undang-undang dasar; peraturan tidak dapat melanggar baik undang-undang dasar maupun undang-undang pemilu. Pemeritahan nasional memberlakukan undang-undang sesuai dengan tradisi hukum mereka sendiri. Yang penting adalah semua pendekatan struktural dan undang-undang yang mungkin mempengaruhi pelaksanaan pemilu diperhitungkan.
2. Perencanaan dan Pelaksanan
Struktur administratif yang dibentuk berdasarkan kerangka hukum harus memasukkan badan pelaksana pemilu pusat atau nasional dengan wewenang dan tanggung jawab eksklusif terhadap setiap badan pemilu yang lebih rendah. Harus ada badan pemilu yang lebih rendah untuk tingkat yang lebih rendah, untuk provinsi atau negara bagian dalam suatu federasi, atau untuk unit pemilihan lainnya (misalnya untuk suatu distrik yang memberikan suara di mana seorang anggota DPR dipilih), tergantung banyaknya unit pemilu dan tingkat komunikasi yang ada. Apakah setiap badan pemilu tambahan diperlukan akan bergantung pada sistem pemilihan dan faktor-faktor geografis dan demografis suatu negara. Tetapi, pembentukan badan pemilu yang tidak penting atau berlebihan harus dihindari. Tingkat yang paling rendah dari struktur pemilu adalah tempat pemungutan suara; di situ pemberian suara yang sebenarnya terjadi. Adalah penting bahwa kerangka hukum untuk pemilu mendefinisikan hubungan antara badan pelaksana pemilu pusat dan badan-badan pemilu
(39)
24
tingkat yang lebih rendah serta hubungan antara semua badan pemilu dan badan eksekutif yang berwenang.
Beberapa metode utama dari pendanaan kegiatan pemilihan adalah sebagai berikut:
Anggaran dialokasikan kepada suatu badan pelaksana pemilu melalui instansi pemerintah (meskipun di banyak negara demokrasi baru pengaturan ini belum berhasil secara memuaskan).
Anggaran secara langsung diputuskan berdasarkan voting di DPR tanpa campur tangan pemerintah, kadang-kadang melalui media dari komite DPR yang terdiri atas semua partai.
Disediakan alokasi uang muka secara sekaligus, dengan beberapa prinsip pedoman. Segera setelah badan pelaksana pemilu melakukan kegiatan pemilu dan menghabiskan uang itu, jumlah penting yang telah diaudit disetujui oleh DPR.
Badan pelaksana pemilu memiliki akses langsung dan bebas terhadap kantor kas negara untuk pendanaan pemilu dan mempertanggung- jawabkannya kepada DPR hanya setelah pemilu.
3. Pelatihan dan Pendidikan
Menurut “Pangabean (2004) Pelatihan dapat didefinisikan sebagai
suatu cara yang diginakan untuk memberikan atau meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan sekarang, sedangkan pendidikan lebih berorientasi kepada masa depan dan lebih
(40)
25
menekankan pada peningkatan kemampuan seseorang untuk memahami
dan menginterpretasikan pengetahuan”.12
4. Pendaftaran Pemilih
Transparansi
Hak untuk memberikan suara dilanggar apabila kerangka hukum mempersulit seseorang mendaftar untuk memberikan suara, karena biasanya seseorang yang tidak terdaftar secara hukum tidak dapat memberikan suara. Hak untuk memberikan suara juga dilanggar apabila kerangka hukum gagal menjamin akurasi daftar pemilih atau memudahkan pemberian suara secara curang. Standar internasional untuk pendaftaran pemilih adalah bahwa daftar harus bersifat menyeluruh, inklusif, akurat, dan sesuai perkembangan dan prosesnya harus benar-benar transparan. Prosesnya harus mempermudah pendaftaran pemilih yang memenuhi syarat, sementara pada waktu yang bersamaan mengawasi pendaftaran orang-orang yang tidak memenuhi syarat. Beberapa masalah pokok yang harus secara jelas ditetapkan dalam kerangka hukum pemilu adalah sebagai berikut:
a. Kualifikasi kewarganegaraan dan usia; b. Kualifikasi kediaman;
c. Metode pendaftaran pemilih;
d. Proses untuk menangani keberatan dan banding;
12
http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/3259/Bab%202.pdf?sequen ce=4
(41)
26
e. Pengidentifikasian pemilih; dan
f. Dokumentasi yang diperlukan oleh para pemilih.
Transparansi mewajibkan bahwa daftar pemilih merupakan dokumen publik yang dapat dipantau dan disediakan tanpa biaya bagi yang meminta. Kerangka hukum juga harus secara jelas memerinci siapa yang dapat memeriksa daftar pemilih, bagaimana pemeriksaan akan dilakukan, dan jangka waktu kapan daftar pemilih tersedia untuk pemeriksaan publik. Kerangka hukum juga harus memerinci siapa yang bisa diperbolehkan untuk meminta perubahan, penambahan, dan penghapusan pendaftaran, prosedur untuk membuat permintaan itu dan selama jangka waktu apa permintaan itu dapat dilakukan. Permintaan untuk perubahan, penambahan, dan penghapusan dalam daftar pemilih sebaiknya hanya dibatasi pada suatu jangka waktu yang tidak lama suatu pemilu agar pendaftaran bisa dirampungkan. Seseorang seharusnya dibatasi untuk melakukan permintaan yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Apabila seseorang diperkenankan melakukan permintaan yang mempengaruhi orang lain, maka orang lain itu harus diberitahu tentang permintaan tersebut dan diperkenankan memberikan tanggapan atas permintaan tersebut. Perubahan, penambahan, dan penghapusan sebaiknya dilakukan hanya atas presentasi dari dokumentasi khusus dan sesuai dengan porsedur yang ditetapkan dalam undang-undang. Sebelum mengakhiri
(42)
27
pendaftaran pemilih, selain tehadap masyarakat umum, semua partai politik yang terdaftar juga harus diberitahu dan diberi akses terhadap daftar itu sehingga mereka dapat membuktikan, menyampaikan keberatan, atau berupaya menambahkan nama sebagaimana mereka inginkan. Keputusan atas permintaan sebaiknya dilakukan dengan cepat, dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan berdasarkan undangundang. Keputusan harus tunduk pada banding yang akan diputuskan dengan cepat, juga dalam suatu jangka waktu yang telah ditetapkan.
5.Kampanye Pemilu
Kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, program peserta pemilu dan atau informasi lainnya.
Dasar Hukum Kampanye
1. Menurut UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, pada pasal 77 dinyatakan bahwa kampanye pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggungjawab.
2. Pedoman pelaksanaan kampanye pemilu anggota DPR, DPD, dan
(43)
28
6.Pemungutan Suara
Pemungutan suara adalah cara pengambilan keputusan dalam musyawarah dengan melalui pemungutan suara. Dalam tekhniknya voting bisa dilaksanakan secara terbuka dan tertutup, pemungutan suara terbuka adalah pemungutan suara secara terbuka dan bersifat tidak rahasia, diketahui oleh peserta musyawarah yang lain. Misal, peserta musyawarah disodorkan dua pilihan A dan B. Pemimpin rapat mempersilahkan peserta yang memilih A untuk mrngacungkan tangan dan yang mermilih B diam. Sedang voting tertutup adalah pemungutan suara yang dilaksanakan secara tertutup dan rahasia, jadi pada voting tertutup ini kita tidak mengetahui pilihan dari orang lain atau sebaliknya. Tekhnik pelaksanaannya bisa dengan menuliskan pilihannya pada selembar kertas dan dikumpulkan atau dengan menulis di bilik suara.
7. Verifikasi Hasil
Ketertutupan informasi dari KPU kepada tim pengawas Bawaslu dalam pelaksanaan verifikasi administasi partai politik. Tim pengawas Bawaslu tidak memiliki akses yang luas terhadap informasi dokumen pendaftaran parpol. Ketidakjelasan prosedur tekhnis verifikasi adminitrasi yang dilakukan KPU, dimana petugas verifikasi tidak memiliki pedoman dan SOP yang jelas dalam melaksanakan verifikasi adminitrasi.Masih adanya ketidaktaatan petugas pendaftaran di KPU terhadap jadwal pendaftaran dan penyerahan dokumen persyaratan partai politik.Masih adanya ketidakpatuhan partai politik dalam melengkapi dan atau
(44)
29
memperbaiki dokumen persyaratan sesuai jadwal tahapan yang ditetapkan oleh KPU. Masih adanya Ketidakefektifan waktu penyerahan dokumen persyaratan partai politik, dimana masih banyak partai politik yang melakukan penyerahan kelengkapan dokumen persyaratan pada hari-hari
terakhir batas waktu penutupan pendaftaran13.
8.Pasca Pemilu
Analisis SWOT adalah instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal dan ancaman, instrument ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bisa dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka.14
E. Definisi Konseptual
1.
Good Governance adalah suatu konsep dalam penyelenggaraanmanajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dan investasi yang langka dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administrative, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.15
13
http://www.bawaslu.go.id/en/press-release/pengawasan-pendaftaran-dan-verifikasi-administrasi-parpol-peserta-pemilu
14
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/utami-dewi-mpp/analisis-swot.pdf 15
(45)
30
2.
Pemilu menurut UU No. 8 Tahun 2012 tentang pemilihan umum yang selanjutnya disebut (pemilu), adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 16 Ada 8 tahapan Pemilu yaitu : Kerangka Hukum, Perencanaan dan Pelaksanaan, Pelatihan, pendaftaran pemilih, kampanye pemilu, pemungutan suara, verifikasi hasil, pasca pemilu.3.
Tahapan Pemilu terdiri dari 8 (delapan) tahapan yaitu : (1) KerangkaHukum (2) Perencanaan dan Pelaksanaan (3) Pelatihan dan Pendidikan (4) Pendaftaran Pemilih (5) Kampanye Pemilu (6) Pemungutan Suara (7) Verifikasi Hasil (8) Pasca Pemilu.
F. Definisi Oprasional
Singarimbun dan Efendi (1995;46), menyatakan bahwa definisi operasional merupakan operasionalisasi dari konsep-konsep yang akan digunakan, sehingga memudahkan untuk mengaplikasikannya dilapangan. Dengan melihat definisi operasional suatu penelitian, maka seseorang peneliti akan dapat mengetahui suatu variabel yang akan diteliti.17
Untuk mengetahui tentang pelembagaan prinsip-prinsip Good Governance dalam penyelenggaraan tahap-tahap pemilu legislatif di kota Yogyakarta tahun 2014 dapat dilihat dari :
16
Firmansyah Eko,Peran Komisi Pemilihan Umum dalam Tahapan Proses Verifikasi Partai Politik Sebagai Calon Peserta Pemilu Tahun 2014,Skripsi, Yogyakarta,2014.hal 33
17
(46)
31
Tabel 2.1 Prinsip Good Gavernance dalam Tahapan Pemilu
NO TAHAPAN PEMILU PRINSIP GOOD GAVERNANCE
1 Kerangka hukum - Penegakan hukum
2 Perencanaan dan pelaksanaan - Transparansi
- Akuntabilitas
- Efektifitas dan efesien
3 Pelatihan - Partisipasi
- Transparansi
- Akuntabilitas
4 Pendaftaran - Responsif
- Partisipasi
- Transparansi
- Penegakan hukum
- Kesetaraan dan keadilan
5 Kampanye pemilu - Konsensus
- Visi strategi
- Penegakan hukum
6 Pemungutan suara - Partisipasi
- Transparansi
- Akuntabilitas
7 Verifikasi hasil - Konsensus
- Transparansi
- Akuntabilitas
- Kesetaraan
8 Pasca pemilu - Visi strategi
- Konsesnsus
1. Aspek kerangka hukum yang tergambarkan melalui penegakan hukum yang mengatur jalanya pemilu.
2. Aspek perencanaan dan pelaksanaan yang tergambarkan melaluai transparansi, akuntabilitas dan Efektifitas dan efesien dalam penyelenggaraan pemilu
3. Aspek pelatihan dan pendidikan yang tergambarkan melalui
partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu
(47)
32
4. Aspek pendaftaran pemilih yang tergambarkan melalui responsif, transparansi, partisipasi, Kesetaraan dan keadilan dan penegakan hukum dalam penyelenggaraan pemilu
5. Aspek kampanye pemilu yang tergambarkan melalui Konsensus, penegakan hukum dan Visi strategi dalam penyelenggaraan pemilu 6. Aspek operasi voting dan hari pemilihan yang tergambarkan
melalui partisipasi, trasparansi dan Akuntabilitas dalam
penyelenggaraan pemilu
7. Aspek verifikasi hasil yang tergambarkan melalui konsensus, akuntabilitas, trasparansi dan kesetaraan dalam penyelenggaraan pemilu.
8. Aspek pasca pemilu yang tergambarkan melalui visi strategis dan konsesnsus dalam penyelenggaraan pemilu
G. Metode Penelitian
1) Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, penyusun mengunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Bogdan dan Taylor (1975:5) mendefinisikan metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh
(48)
33
mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.18
2) Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kesekretariatan KPU Kota Yogyakarta, hal ini didasarkan Kota Yogyakarta yang memiliki beraneka ragam tradisi dan budaya yang khas karna terdapat Kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai lapisan lingkaran pemerintahan tertinggi yang mengayomi seluruh rakyat di Kota Yogyakarta dengan kedudukan Sri Sultan sebagai Gubernur di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga menarik untuk dilihat apakah parpol yang sudah melewati tahapan verifikasi adalah orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan Kraton atau bahkan berasal dari keluarga Kraton Yogyakarta.
3) Unit Analisa
Unit analisa adalah suatu data terkecil yang merupakan obyek nyata yang akan diteliti sesuai dengan permasalahan yang ada dan pokok permasalahan dalam penelitian. Unit analisa data berisikan penegasan tentang kesatuan yang menjadi obyek dan subyek penelitian. Dalam kegiatan penyusunan unit analisa data ini unit analisanya adalah pihak-pihak yang mempunyai relevansi dengan pembahasan untuk dijadikan sumber data yang diperlukan. Dalam penelitian ini, yang menjadi unit analisa adalah secretariat KPU Kota Yogyakarta yang memiliki peran sebagai penyelenggara pemilu di Kota Yogyakarta.
18
Lexy J Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2011. Hal 4.
(49)
34 4) Data yang dibutuhkan
Ada dua data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan sumber data dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada sekretariat KPU Kota Yogyakarta.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung dari penelitian yang dilakukan dan berupa informasi-informasi, dokumen, arsip, buku, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan peran KPU Kota Yogyakarta.
5) Teknik Pengumpulan Data
Metode teknik penelitian yang dipakai dalam pengumpulan data adalah :
a. Wawancara
Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dengan cara bertanya secara langsung kepada segenap tokoh-tokoh yang duduk dijajaran KPU Kota Yogyakarta, yakni : Ketua KPU Kota Yogyakarta periode 2013-2018 (Bpk. Wawan Budiyanto, S.Ag, MSI), mantan Ketua KPU Kota Yogyakarta periode 2008-2013 (Bpk. H. Nasrullah, S.H.,S.Ag.,M.CL), dan mantan anggota Komisioner KPU Kota Yogyakarta periode 2008-2013 (Bpk. Titok Hariyanto, S.IP), dengan mengunakan daftar pertanyaan.
(50)
35
b. Dokumentasi
Teknik dokumenter digunakan untuk mendapatkan data sekunder yaitu dengan menggunakan data yang diperoleh dari catatan-catatan, buku-buku, arsip-arsip, dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini dan diharapkan dapat menjadi pelengkap dalam menganalisa permasalahan dalam penelitian ini.
6) Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif cenderung mengumpulkan data yang banyak tetapi tidak pada penalaran teori. Data yang digunakan adalah data-data yang tersedia, yang berupa data-data dokumentasi dan hasil wawancara dengan sumber yang telah dipilih. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif.
Untuk menunjukkan gambaran situasi secara sistematis mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan fenomena yang sedang diteliti tanpa mengunakan perhitungan statistik. Jadi dengan metode analisis data yang digunakan, maka diharapkan diperoleh gambaran secara deskriptif tentang aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian ini sehingga dapat memberikan jawaban atas masalah yang akan diteliti, yang selanjutnya data tersebut dapat dianalisis dan diinterpretasikan kebenarannya. Secara urut proses pengumpulan data dapat dijelaskan sebagai berikut :
(51)
36
1) Menelaah setiap data yang tersedia dari berbagai sumber
wawancara ataupun studi pustaka.
2) Setelah data ditelaah, data yang ada kemudian disusun kedalam satuan-satuan yang dikategorikan
3) Data disajikan secara tertulis berdasarkan kasus faktual yang berkaitan
4) Langkah terakhir yang dilakukan yaitu menganalisis data yang ada dan memahaminya untuk menghasilkan kesimpulan sekaligus rekomendasi.
(52)
37
BAB II
DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kota Yogyakarta 1. Sejarah Singkat Kota Yogyakarta
Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi Perjanjian Gianti : Negara Mataram dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja atas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.
Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu; Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.
Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pengeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu
(53)
38
diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.
Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat pemerintahan ini ialah Hutan yang disebut Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan, sedang disana terdapat suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II dulu dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah penetapan tersebut diatas diumumkan, Sultan Hamengku Buwono segera memerintahkan kepada rakyat membabad hutan tadi untuk didirikan Kraton.
Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga. Menempatinya pesanggrahan tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755. Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan kraton yang sedang dikerjakan.
Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru sebagai peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan nama utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan Ambarketawang ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah menetap di Kraton yang baru. Peresmian mana terjadi Tanggal 7 Oktober 1756
(54)
39
Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Hutan Beringin, suatu kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi tersebut nampak strategi menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu.
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi DIY dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. Dan pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional
Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun yang menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR Kota dan Dewan Pemerintahan Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota Kasultanan dan Pakualaman, tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau Kota Otonom, sebab
(55)
40
kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan massih tetap berada di tangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota Praja atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakaarta.
Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang dijabat oleh Ir.Moh Enoh mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas. Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman Poerwokusumo yang kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang. DPRD Kota Yogyakarta
(56)
41
baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.
Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.
Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Berdasarkan Undang-undang tersebut, DIY merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengankatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi beliiau Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Sedangkan Kotamadya Yogyakarta merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dimana terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain.
(57)
42
Seiring dengan bergulirnya era-reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan Daerah
menyelenggarakan otonomi daerah secara luas,nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya disebut denan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai Kepala Daerahnya.
2. Kondisi Geografis Kota Yogyakarta a) Letak Wilayah
Kota Yogyakarta terletak antara 110o24’19”-110o28’53” Bujur Timur dan antara 07o49’26”-07o15’24” Lintang Selatan, dengan luas sekitar 32,5 Km2 atau 1,02% dari luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jarak terjauh dari Utara ke Selatan kurang lebih 7,5 Km dan Barat ke Timur kurang lebih 5,6 Km.
Kota Yogyakarta yang terletak di daerah dataran lereng aliran gunung Merapi memiliki kemiringan lahan yang relatif datar (antara 0-2%) dan berada pada ketinggian rata-rata 114 meter dari permukaan air laut (dpa). Sebagian wilayah dengan luas 1.657 hektar terletak pada ketinggian kurang dari 100 meter dan sisanya (1.593 hektar) berada pada ketinggian antara 100-199 meter dpa. Sebagian besar jenis tanahnya adalah regosol.
(58)
43
Terdapat 3 sungai yang mengalir dari arah Utara ke Selatan yaitu : Sungai Gajahwong yang mengalir di bagian timur kota, Sungai Code dibagian tengah, dan sungai Winongo dibagian barat kota.
Gambar 1.2 Peta Kota Yogyakarta
Secara administratif Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan dengan batas wilayah :
Sebelah Utara : Kabupaten Sleman
Sebelah Timur : Kabupaten Bantul dan Sleman
Sebelah Selatan : Kabupaten Bantul
Sebelah Barat : Kabupaten Bantul dan Sleman
b) Luas Wilayah
Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km2 yang berarti 1,025% dari
(59)
44
luas wilayah Provinsi DIY. Dengan luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi 14 kecamatan, 45 kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT, serta dihuni oleh. Kondisi tanah Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkin kan ditanami berbagai tanaman pertanian maupun perdagangan, disebabkan oleh letaknya yang berada didataran lereng gunung Merapi (fluvia volcanic foot plain) yang garis besarnya mengandung tanah regosol atau tanah vulkanis muda.
Grafik : 1.1
Luas Wilayah Kota Yogyakarta menurut Kecamatan 2011
Dari empat belas (14) kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta, Kecamatan Umbulharjo memiliki jumlah wilayah atau luas area paling
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
261 140
231 812
307 397
110
63 112 82
176 96
172 291
(60)
45
luas yaitu 261, sedangkan Kecamatan Pakualaman memiliki luas area paling kecil yakni 63.
Tabel : 2.1
Luas Wilayah, Jumlah RT dan RW menurut Kecamatan dan Kelurahan di Kota Yogyakarta 2011
Kecamatan Kelurahan Luas
Area
Jumlah RT
Jumlah RW
1. MANTRIJERON 1.Gedongkiwo
2.Suryodiningratan 3.Mantrijeron 0,90 0,85 0,86 2,61 18 17 20 55 86 69 75 230
2. KRATON 1.Patehan
2.Penembahan 3.Kadipaten 0,40 0,66 0,34 1,40 10 18 15 43 44 78 53 175
3.MERGANGSAN 1.Brontokusuman
2.Keparakan 3.Wirogunan 0,93 0,53 0,85 2,31 23 13 24 60 83 57 76 216
4.UMBULHARJO 1.Giwangan
2,Sorosutan 3.Pandean 4.Warungboto 5.Tahunan 6.Muja-Muju 7.Semaki 1,26 1,68 1,38 0,83 0,78 1,53 0,66 8,12 13 16 12 9 11 12 10 83 42 63 49 38 48 55 34 329
5.KOTAGEDE 1.Prenggan
2.Purbayan 3.Rejowinangun 0,99 0,83 0,25 3,07 13 14 13 40 57 58 49 164
6.GONDOKUSUMAN 1.Baciro 2.Demangan 3.Klitren 4.Kotabaru 5.Terban 1,03 0,74 0,68 0,71 0,80 3,97 21 12 16 4 12 65 87 44 63 20 59 273
7.DANUREJAN 1.Suryatmajan
2.Tegalpanggung 3.Bausasran 0,28 0,35 0,47 1,10 15 16 12 43 45 66 49 160
(61)
46
2.Gunungketur 0,30
0,63
9
19
36
83
9.GONDOMANAN 1.Prawirodirjan
2.Ngupasan 0,67 0,45 1,12 18 13 31 61 49 110
10.NGAMPILAN 1.Notoprajan
2.Ngampilan 0,37 0,45 0,82 8 13 21 50 70 120
11.WIROBRAJAN 1.Patangpuluhan
2.Wirobrajan 3.Pakuncen 0,44 0,67 0,65 1,76 10 12 12 34 51 58 56 165
12.GEDONGTENGEN 1.Peringgokusuman
2.Sosromenduran 0,46 0,50 0,96 14 23 37 54 89 143
13.JETIS 1.Bumijo
2.Gowongan 3.Cokrodinigratan 0,59 0,47 0,66 1,72 13 13 11 37 56 52 60 168
14.TEGALREJO 1.Tegalrejo
2.Bener 3.Kricak 4.Karangwaru 0,82 0,57 0,82 0,70 2,91 7 12 13 14 46 25 46 61 56 188
J u m l a h/Total 45 32,50 614 2.524
Sumber : BPS Kota Yogyakarta
c) Topografi
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian selatan tengah Pulau Jawa yang dibatasi oleh Samudera Hindia di bagian selatan dan Propinsi Jawa Tengah di bagian lainnya. Batas dengan Propinsi Jawa Tengah meliputi:
Kabupaten Wonogiri di bagian tenggara
Kabupaten Klaten di bagian timur laut
(62)
47
Kabupaten Purworejo di bagian barat
Secara astronomis, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 70° 33' LS - 8° 12' LS dan 110° 00' BT - 110° 50' BT. Komponen fisiografi yang menyusun Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari 4 (empat) satuan fisiografis yaitu Satuan Pegunungan Selatan (Dataran Tinggi Karst) dengan ketinggian tempat berkisar antara 150 - 700 meter, Satuan Gunungapi Merapi dengan ketinggian tempat berkisar antara 80 - 2.911 meter, Satuan Dataran Rendah yang membentang antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulonprogo pada ketinggian 0 - 80 meter, dan Pegunungan Kulonprogo dengan ketinggian hingga 572 meter.
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai luas 3.185,80 km², terdiri dari 4 kabupaten dan 1 Kota, yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, dan Kabupaten Kulonprogo. Setiap kabupaten/kota mempunyai kondisi fisik yang berbeda sehingga potensi alam yang tersedia juga tidak sama. Perbedaan kondisi fisik ini ikut menentukan dalam rencana pengembangan daerah.
Potensi airtanah dan keberadaan air permukaan satu daerah tidak sama dengan daerah lainnya walaupun keduanya mempunyai curah hujan yang sama. Hal ini disebabkan kondisi lahan (geologi, geomorfologi, dan tanah) setiap daerah berbeda. Perbedaan-perbedaan ini akhirnya membawa keberagaman dalam potensi sumberdaya alam dan potensi kebencanaan
(63)
48
alam sehingga antara pengembangan sumberdaya alam daerah harus memperhatikan potensi-potensi alam tersebut. Pengembangan suatu potensi sumberdaya alam harus memperhatikan sifat dari sumberdaya yang akan dikembangkan, yaitu apakah sumberdaya alam tersebut berupa cadangan (tak terbaharui, misalnya tambang mineral/batuan) atau sebagai sumberdaya alam yang terbaharui (terbaharui, misalnya biota). Dengan kata lain, pengembangan sumberdaya alam harus memperhatikan kesinambungan pemanfaatan dan kelestarian lingkungan. Kekeliruan pengembangan sumberdaya alam selain berdampak pada degradasi sumberdaya alam bersangkutan juga berperan dalam memicu terjadinya bencana alam yang berakibat sangat merugikan.
3. Kondisi Demografi Kota Yogyakarta a) Penduduk
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 jumlah penduduk tahun 2010 tercatat 388.627 orang. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin adalah 48.67 persen laki-laki dan 51.33 persen perempuan. Secara keseluruhan jumlah penduduk perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk laki-laki seperti tampak dari rasio jenis kelamin penduduk yang lebih kecil dari 100, dimana pada tahun 2010 sebesar 94.81.
Jumlah penduduk Kota Yogyakarta pada tahun 2011 sebanyak 390.554 orang dengan rincian sebanyak 190.075 orang penduduk laki-laki dan 200.479 orang penduduk perempuan. Rasio jenis kelamin adalah
(64)
49
perbandingan antara banyaknya penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu. Biasanya dinyatakan dengan banyaknya penduduk laki-laki untuk 100 penduduk perempuan. Dengan luas wilayah 32,50 km2, kepadatan penduduk Kota Yogyakarta 12.017 jiwa per km2. Kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta termasuk kedalam kategori padat penduduk.
Tabel : 2.2
Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Kota Yogyakarta Hasil Sensus Penduduk dan SUPAS 1971-2010
Tahun Jumlah
Penduduk (jiwa)
Kepadatan (jiwa / km2)
Pertumbuhan Penduduk (%)
1971 340.908 10.489 0,90
1980 398.192 12.252 1,72
1990 412.059 12.679 0,35
1995 418.944 12.891 0,33
2000 397.398 12.228 -0,37
2005 435.236 13.392 1,87
2010 388.627 11.958 -2,24
Sumber : BPS Kota Yogyakarta
Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Kota Yogyakarta Hasil Sensus Penduduk dan SUPAS 1971-2010 berdasarkan pengamatan hasil tabel diatas cenderung meningkat ditiap tahunnya.
Tabel : 2.3
Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Yogyakarta 2011
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
0 – 4 13.207 12.390 25.597
5 – 9 12.917 12.224 25.141
(65)
50
15 – 19 18.773 21.123 39.896
20 – 24 24.600 25.762 50.362
25 – 29 18.831 17.312 36.143
30 – 34 15.043 14.847 29.890
35 – 39 13.624 14.087 27.711
40 – 44 13.164 14.505 27.669
45 – 49 11.974 13.531 25.505
50 – 54 10.948 11.923 22.871
55 – 59 8.392 8.941 17.333
60 – 64 4.916 5.864 10.780
65 – 69 3.965 5.170 9.135
70 - 74 3.095 4.510 7.605
75+ 3.568 5.988 9.556
Jumlah/Total 190.075 200.479 390.554
Sumber : BPS Kota Yogyakarta
Adapun bar chart yang memperlihatkan kelompok umur dan jenis kelamin di Kota Yogyakarta adalah sebagai berikut:
GRAFIK 2.2
Bar Chart Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Yogyakarta 2011
Sumber : BPS Kota Yogyakarta
0 10 20 30 40 50 60 0 – 4 5 – 9 1 0 – 1 4 1 5 – 1 9 2 0 – 2 4 2 5 – 2 9 3 0 – 3 4 3 5 – 3 9 4 0 – 4 4 4 5 – 4 9 5 0 – 5 4 5 5 – 5 9 6 0 – 6 4 6 5 – 6 9 7 0 -7 4 7 5 + Ju m la h Kelompok Umur
Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Yogyakarta 2011
Laki-laki Perempuan Jumlah
(66)
51
Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Yogyakarta paling tinggi jumlahnya terdapat pada kelompok umur 20 – 24 dengan jumlah 50.362 orang, dengan pesentase jumlah laki-laki 24.600 orang dan perempuan 25.762 orang. Sedangkan jumlah penduduk menurut kelompok umur paling rendah terdapat pada kelompok umur 70-74 dengan jumlah total 7.605 dengan persentase jumlah laki-laki 3.095 orang dan perempuan 4.510 orang.
Tabel : 2.4
Luas Wilayah, Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk di Kota Yogyakarta 2011
Kecamatan Luas
Wilayah
Laki-laki
Peremp uan
Jumlah Kepadatan Penduduk
1.MANTRIJERON 2,61 5.265 16.156 1.421 12.039
2.KRATON 1,40 8.370 9.187 7.557 12.541
3.MERGANGSAN 2,31 4.446 14.991 9.437 12.743
4.UMBULHARJO 8,12 7.298 39.829 7.127 9.498
5.KOTAGEDE 3,07 5.593 15.715 1.308 10.198
6.GONDOKUSUMAN 3,97 2.024 23.493 5.517 11.465
7.DANUREJAN 1,10 9.065 9.368 8.433 16.757
8.PAKUALAMAN 0,63 4.539 4.823 9.362 14.860
9.GONDOMANAN 1,12 6.125 6.968 3.093 11.690
10.NGAMPILAN 0,82 7.638 8.763 6.401 20.001
11.WIROBRAJAN 1,76 2.634 12.328 4.962 14.183
12.GEDONGTENGEN 0,96 8.218 9.052 7.270 17.990
13.JETIS 1,72 1.508 12.062 3.570 13.703
14.TEGALREJO 2,91 7.352 17.744 5.096 12.060
Jumlah/Total 32,50 90.075 200.479 90.554 12.017
Sumber : BPS Kota Yogyakarta
4. Kondisi Sosial Politik Kota Yogyakarta
Sejak resmi lahirnya Kota Yogyakarta pada Tanggal 13 Februari 1947, terdapat Sembilan orang Walikota yang menjabat sebagai Kepala
(1)
98
strategi dan penegakan hukum sudah berjalan dengan baik. Namun dalam pelaksanaan kampanye masih banyak terdapat kecurangan dari pemasangan alat peraga dan penyusunan jadwal kampanye yang belum berjalan dengan optimal.
6. Pemungutan suara di Kota Yogyakarta berjalan denga lancar tidak ada rekomendasi dari Panwaslu Kota maupun Banwaslu DIY. Dalam menjalankan prinsip Good Gavernance dari segi partisipasi, transparansi dan akuntabilitas sudah berjalan dengan baik.
7. Peran KPU dalam Verifikasi Hasil adalah sebagai tugas perbantuan atau membantu tugas KPU RI dalam melakukan verifikasi parpol. Hal ini bisa dilihat dari segi konsensus, transparansi, akuntabilitas dan kesetaraan dalam prinsip Good Gavernance.
8. Evaluasi Pasca Pemilu di Kota Yogyakarta menggunakan analisis SWOT, dari segi pelayanan KPU Kota Yogyakarta sudah memenuhi syarat dan ketentuan mamun masih ada kelemahan-kelemahan dalam kualitas pelayanan publik, dari evaluasi yang di lakukan masih banyak ditemukan praktek politik uang dalam penyelenggaraan pemilu. Dalam menjalankan prinsip Good Gavernance dari segi visi strategi dan konsensus sudah berjalan dengan baik.
(2)
99
B. Saran
Meskipun sudah terlaksanan dengan baik, namun pelaksanaan Pemilu Legislatif di Kota Yogyakarta Tahun 2014 belum berjalan dengan optimal. Oleh karena itu ada beberapa hal yang menjadi saran pemulis agar terjadi perbaikan dalam pelaksanaan pemilu legislatif di Kota Yogyakarta :
1. Disarankan kepada KPU pusat untuk merevisi P-KPU agar lebih baik lagi untuk memperkecil pelanggaran yang terjadi pada saat pelaksanaan Pemilu.
2. Disarankan kepada badan Adhoc agar lebih memperhatikan pelayanan terhadap masyarakat agar pemilu berjalan dengan baik.
3. Disarankan kepada KPU untuk mengatur jadwal kampanye sesuai dengan jadwal kampanye yang di pusat untuk menghindari gesekan terhadap pendukung partai.
4. Diharapkan KPU agar lebih tegas dalam menangani kasus yang terjadi pada saat pemilu bahkan setelah pemilu.
(3)
100
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Haryanto, 2001, Partai politik Suatu Tinjuan Umum, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, 1989. Metode Penelitian Survey,Jakarta. LP3ES.
Saifudin Azwar, MA, 1998, Metode Penelitian, Yogyakarta. Pustaka Pelajar Offset.
Sumarto Hetifa Sj, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, (Bandung: Yayasan Obor Indonesia, 2003).
Dede Rosyada Dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2000).
Tataq Chidmad,S.H.2004. Kritik Terhadap Pemilihan Langsung. Yogyakarta. Pustaka Widyatama.
Lexy J Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2011.
Jurnal :
Budi Mulyawan : pengeruh pelaksanaan Good Governance Terhadap Kinerja Organisasi (studi pada Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Palembang). 2009.
Skripsi :
Yustinus Farid Setyobudi,2008,Analisis pelaksanaan Good Governance di
Perum Perhutani,skripsi.Yogyakarta: Fakultas Ilmu
Pemerintahan,Universitas Muhammaiyah Yogyakarta.
Firmansyah Eko,Peran Komisi Pemilihan Umum dalam Tahapan Proses Verifikasi Partai Politik Sebagai Calon Peserta Pemilu Tahun 2014,Skripsi, Yogyakarta,2014.hal 33
(4)
101 Internet :
http://sospol.pendidikanriau.com diakses pada 20 September 2015 http://kpu.go.id/ diakses pada 21 September 2015
http://politik.news.viva.co.id diakses pada 21 September 2015 http://www.pemilu.com diakses pada 21 September 2015 http://www.idea.int diakses pada 10 Oktober 2015
http://repository.widyatama.ac.id diakses pada 2 November 2015 http://www.bawaslu.go.id diakses pada 20 November 2015 http://staff.uny.ac.id diakses pada 20 November 2015
http://www.landasanteori.com diakses pada 7 Desember 1015 http://www.kpu-jogjakota.go.id diakses pada 31 Maret 2016
(5)
(6)