Uji Toksisitas Deterjen Cair Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

(1)

UJI TOKSISITAS DETERJEN CAIR TERHADAP

KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN NILA

(

Oreochromis niloticus

)

SKRIPSI

Oleh :

NURUL AINI 090302080

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYAPERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(2)

UJI TOKSISITAS DETERJEN CAIR TERHADAP

KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN NILA

(

Oreochromis niloticus

)

SKRIPSI

Oleh :

NURUL AINI

090302080 / Manajemen Sumberdaya Perairan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utar

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYAPERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Proposal : Uji Toksisitas Deterjen Cair Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Nama : Nurul Aini

Nim : 090302080

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D Indra Lesmana, S.Pi, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui:

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si.


(4)

ABSTRAK

NURUL AINI. Uji Toksisitas Deterjen Cair Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (O. niloticus). Dibimbing oleh MOHAMMAD BASYUNI dan INDRA LESMANA.

Air limbah dari deterjen cair yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga sebagai suatu komponen pencemaran lingkungan perairan. Limbah tersebut semuanya dibuang kebadan air tanpa pengolahan terlebih dahulu, menyebabkan kematian biota air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek toksik yang ditimbulkan oleh larutan deterjen cair, dengan melakukan uji pendahuluan awal dan uji defenitif dengan variasi konsentrasi deterjen cair yang berbeda-beda : 0 ppm, 17,78 ppm, 31,62 ppm, 56,23ppm, dan 100 ppm, dengan tiga kali ulangan. Jumlah benih ikan nila yang digunakan 700 ekor, dengan ukuran 3-5 cm dan berat 0,65-0,78 g, selanjutnya data dianalisis dengan metode Hubbert. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa deterjen cair mempunyai sifat toksik terhadap benih ikan nila dan konsentrasi deterjen yang tinggi dapat memperbesar toksisitasnya. Konsentrasi larutan deterjen cair untuk LC 50 96 jam adalah sebesar 79,4 ppm. Sehingga dengan pemberian larutan deterjen cair sebesar 79,4 ppm dapat mematikan biota uji sebesar 50 % dalam rentang waktu 96 jam. Konsentrasi deterjen tinggi pada suatu perairan dapat menurunkan DO dalam air, dan meningkat suhu pada suatu perairan, dimana kedua faktor lingkungan tersebut dapat menyebabkan kematian ikan.


(5)

ABSTRACT

NURUL AINI. Liquid Detergent Toxicity Test Against Survival Rate Nile Tilapia (O. niloticus). Supervised by MOHAMMAD BASYUNI and INDRA LESMANA.

Waste water from liquid detergent produced by household activities as a component of water pollution. The waste dumped into water without prior treatment, and may cause the death of aquatic biota. This study aims to determine the toxic effects caused by liquid detergen, with preliminary, and definitive test in: 0 ppm, 17.78 ppm, 31.62 ppm, 56.23 ppm, 100 ppm concentrations of liquid detergent, and, with three replications. O. niloticus 700 fish seed of was used, with size of 3-5 cm and a weight of 0.65 to 0.78 g. Data were analyzed by the method of Hubbert. These results indicated that the liquid detergent had the fish toxicant and high detergent concentrations increased the toxicity. The concentration of liquid detergent for LC 50 96 was 79.4 ppm. This solution of liquid detergent at 79.4 ppm killed test by 50% in 96 hours. High detergent concentration in biota reduced the DO and increased temperature, which both environmental factors might cause the death of fish in the waters.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 26 Februari 1991 dari ayahanda Jasir dan ibunda Alm. Mardiaty. Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMU Satria Nusantara Binjai dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Program Studi Baru (SPMPSB) pada program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian.

Penulis pernah mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapangan di Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Medan 1 selama Periode Juli sampai dengan Agustus 2012.

Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum di Laboratorium Ekosistem Perairan Pesisir, Laboratorium Ikhtiologi, Laboratorium Biologi Perikanan, serta Laboratorium Fisiologi Hewan Air.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Dimana penulis telah diberi kemampuan untuk menyusun skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Deterjen Cair Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus)”

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Indra Lesmana, S.Pi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, dan arahan dalam pembuatan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ayahanda Jasir dan ibunda Alm. Mardiaty serta abang dan kakak yang telah memberikan dukungan dan doa. Penulis mengucapkan terima kasih kepada om dan tante yang telah mendukung penulis baik moril maupun materil. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Gatot Pahlawan selaku Kepala Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan beserta para pegawainya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan hasil penelitian ini.

Medan, Oktober 2013


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Kerangka Pemikiran ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Pencemaran ... 5

Deterjen ... 6

Kualitas Air ... 7

Suhu ... 7

pH ... 8

Kelarutan Oksigen ... 8

Uji Toksisitas ... 9

Ikan Nila ... 10

METODA PENELITIAN ... 13

Waktu dan Tempat ... 13


(9)

Bahan Penelitian ... 13

Prosedur Penelitian ... 13

Pengumpulan Data ... 15

Kelangsungan Hidup ... 15

Rancangan Percobaan ... 15

LC 50 ... 16

Analisis Data ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Hasil ... 18

Uji Pendahuluan ... 18

Uji Defenitif ... 19

Mortalitas Biota Uji ... 20

Analisis Probit Mortalitas ... 21

Buka Tutup Operkulum ... 22

Pembahasan ... 23

Uji Pendahuluan ... 23

Uji Defenitif ... 23

Mortalitas Biota Uji ... 25

Analisis Probit Mortalitas ... 26

Buka Tutup Operkulum ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29

Saran ... 29


(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Rancangan Acak Lengkap Uji Toksisitas Deterjen Cair Terhadap

Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (O. niloticus) ... 16 2. Toksisitas larutan deterjen cair terhadap kelangsungan hidup

benih ikan nila (O. niloticus) ... 18

3. Hasil pengukuran DO, pH, dan suhu pada uji defenitif toksisitas deterjen cair terhadap kelangsungan hidup benih ikan nila

(O. niloticus) ... 19

4. Data pengamatan mortalitas hewan uji benih ikan nila (O.niloticus)

dengan bahan toksik deterjen cair dalam berbagai konsentrasi ... 20

5. Analisis probit benih ikan nila (O. niloticus) dengan bahan toksik

deterjen cair dengan menggunakan metode Hubbert ... 21

6. Data frekuensi buka tutup operkulum benih ikan nila (O. niloticus)


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Bagan alir kerangka pikir penelitian ... 3 2. Pengaruh konsentrasi deterjen cair terhadap tingkat mortalitas benih


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Alat penelitian ... 29 2. Bahan penelitian... 31 3. Prosedur penelitian ... 32 4. Data mortalitas benih ikan nila (O. niloticus) selama uji toksisitas

akut deterjen cair selama 96 jam ... 33 5. Perhitungan Data Kelangsungan Hidup dan ANOVA... 34


(13)

ABSTRAK

NURUL AINI. Uji Toksisitas Deterjen Cair Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (O. niloticus). Dibimbing oleh MOHAMMAD BASYUNI dan INDRA LESMANA.

Air limbah dari deterjen cair yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga sebagai suatu komponen pencemaran lingkungan perairan. Limbah tersebut semuanya dibuang kebadan air tanpa pengolahan terlebih dahulu, menyebabkan kematian biota air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek toksik yang ditimbulkan oleh larutan deterjen cair, dengan melakukan uji pendahuluan awal dan uji defenitif dengan variasi konsentrasi deterjen cair yang berbeda-beda : 0 ppm, 17,78 ppm, 31,62 ppm, 56,23ppm, dan 100 ppm, dengan tiga kali ulangan. Jumlah benih ikan nila yang digunakan 700 ekor, dengan ukuran 3-5 cm dan berat 0,65-0,78 g, selanjutnya data dianalisis dengan metode Hubbert. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa deterjen cair mempunyai sifat toksik terhadap benih ikan nila dan konsentrasi deterjen yang tinggi dapat memperbesar toksisitasnya. Konsentrasi larutan deterjen cair untuk LC 50 96 jam adalah sebesar 79,4 ppm. Sehingga dengan pemberian larutan deterjen cair sebesar 79,4 ppm dapat mematikan biota uji sebesar 50 % dalam rentang waktu 96 jam. Konsentrasi deterjen tinggi pada suatu perairan dapat menurunkan DO dalam air, dan meningkat suhu pada suatu perairan, dimana kedua faktor lingkungan tersebut dapat menyebabkan kematian ikan.


(14)

ABSTRACT

NURUL AINI. Liquid Detergent Toxicity Test Against Survival Rate Nile Tilapia (O. niloticus). Supervised by MOHAMMAD BASYUNI and INDRA LESMANA.

Waste water from liquid detergent produced by household activities as a component of water pollution. The waste dumped into water without prior treatment, and may cause the death of aquatic biota. This study aims to determine the toxic effects caused by liquid detergen, with preliminary, and definitive test in: 0 ppm, 17.78 ppm, 31.62 ppm, 56.23 ppm, 100 ppm concentrations of liquid detergent, and, with three replications. O. niloticus 700 fish seed of was used, with size of 3-5 cm and a weight of 0.65 to 0.78 g. Data were analyzed by the method of Hubbert. These results indicated that the liquid detergent had the fish toxicant and high detergent concentrations increased the toxicity. The concentration of liquid detergent for LC 50 96 was 79.4 ppm. This solution of liquid detergent at 79.4 ppm killed test by 50% in 96 hours. High detergent concentration in biota reduced the DO and increased temperature, which both environmental factors might cause the death of fish in the waters.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan sumberdaya yang melimpah di atas bumi, 70 % dari luas permukaan bumi adalah air dengan jumlah sekitar 1,4 ribu juta km3. Apabila dituang merata di seluruh permukaan bumi akan terbentuk lapisan dengan kedalaman rata- rata tiga kilometer. Air yang dimanfaatkan hanya sebagian kecil saja dari jumlah yang ada, yaitu sekitar 0,03 % (Putri dan Nuryahya, 2011).

Air banyak digunakan oleh manusia untuk tujuan bermacam-macam sehingga dengan mudah dapat tercemar. Menurut tujuan penggunaanya, air diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yang berbeda-beda. Pencemaran air merupakan masalah regional maupun lingkungan global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan tanah atau daratan (Darmono, 2001).

Pencemaran lingkungan perairan dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan masyarakat yang membuang limbah ke dalam perairan tanpa melakukan pengolahan terlebih dahulu. Misalnya limbah domestik, limbah industri, limbah perkotaaan, dan limbah rumah tangga, salah satu limbah yang dibuang adalah deterjen. Sumber utama air limbah rumah tangga masyarakat Indonesia berasal dari buangan ratusan ribu ton deterjen yang mengandung fosfor serta bahan organik lainnya ke saluran air, yang akibatnya juga mencemarkan perairan.

Dengan meningkatnya penggunaan deterjen sebagai bahan pembersih dalam masyarakat berpotensi mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan


(16)

perairan. Kondisi perairan yang semakin buruk akan mempengaruhi organisme yang hidup di dalamnya (Suparjo, 2009).

Penggunaan deterjen di masyarakat semakin meningkat seiring dengan membaiknya pendapatan masyarakat, hal ini dapat terlihat dari penggunaan deterjen perkapita sejalan dengan pertumbuhan gross domestic product (GDP) setiap tahun. Semakin meningkat pendapatan masyarakat, maka konsumsi deterjen juga meningkat. Penggunaan deterjen yang meningkat akan berdampak negatif terhadap akumulasi surfaktan pada badan-badan perairan, sehingga menimbulkan masalah-masalah pendangkalan perairan, terhambatnya transfer oksigen dan lain-lain (Chaerunisa dan Sopiah, 2006).

Air limbah yang mengandung bahan organik dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme sehingga bila dibuang ke badan perairan akan menurunkan populasi mikroorganisme, sehingga akan menaikkan kadar BOD (biochemical oxygen demand) sedangkan sabun dan deterjen yang mengakibatkan naiknya pH air (Andiese, 2011).

Buih-buih yang menutupi permukaan air, baik dari jenis linier alkyl benzene sulfonate (LAS) yang “biodegradable” maupun jenis alkyl benzene sulfonate (ABS) yang “non-biodegradable” tersebut dipastikan dapat mengganggu kehidupan organisme yang ada dibawahnya baik yang hidup didasar air dan dipermukaan air (Garno, 2000).

Kelangsungan hidup ikan sangat tergantung dari kondisi perairan tempat hidupnya. Mengingat besarnya potensi pencemaran dari limbah deterjen dalam perairan, dan adanya perbedaan kepentingan tersebut, maka pemakaian deterjen perlu diuji secara cermat. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui


(17)

pengaruh penggunaan deterjen yang mengandung bahan aktif surfaktan dengan konsentrasi yang berbeda terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan nila (Oreochromis niloticus).

Kerangka Pemikiran

Masuknya bahan pencemar deterjen kedalam badan perairan dapat memberikan dampak buruk terhadap kelangsungan hidup semua ikan serta biota perairan yang ada didalam badan perairan tersebut. Untuk mengetahui dampak pencemaran deterjen dilakukan pengujian terhadap kelangsungan hidup benih ikan nila (Oreochromis niloticus) seperti yang dijelaskan pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan alir Kerangka pikir penelitian Limbah rumah tangga

Deterjen cair

Perairan

Kelangsungan hidup ikan nila (O. niloticus)

Perubahan kualitas air seperti: 1. DO meningkat 2. pH menurun 3. Suhu meningkat


(18)

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui efek toksik yang ditimbulkan dari deterjen cair terhadap pertumbuhan benih Ikan Nila (O.niloticus).

b. Untuk mengetahui efek toksik yang ditimbulkan dari deterjen cair terhadap kelangsungan hidup benih Ikan Nila (O.niloticus).

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang pengaruh limbah deterjen cair terhadap kelangsungan hidup ikan dan sebagai

bahan referensi bagi masyarakat tentang limbah deterjen cair yang dapat mempengaruhi kualitas perairan serta sebagai bahan informasi tentang pengaruh

deterjen cair terhadap pencemaran perairan.

Hipotesis Penelitian

1. Pemberian larutan deterjen dengan konsentrasi yang berbeda-beda, tidak berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup benih ikan nila (O.niloticus).

2. Pemberian larutan deterjen dengan konsentrasi yang berbeda-beda, berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup benih ikan nila (O.niloticus).


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Pencemaran

Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya (Undang-Undang No.4 tahun 1982 pasal 1 ayat 7 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup).

Pencemaran air dapat menyebabkan berkurangya keanekaragaman atau punahnya populasi organisme perairan seperti benthos, perifiton dan plankton. Dengan menurunnya atau punahnya organisme tersebut maka sistem ekologis perairan dapat terganggu. Sistem ekologis perairan (ekosistem) mempunyai kemampuan untuk memurnikan kembali lingkungan yang telah tercemar sejauh beban pencemaran masih berada pada batas daya dukung lingkungan yang bersangkutan (Nugroho, 2006).

Pencemaran air terjadi oleh karena limbah penduduk dibuang secara langsung atau tidak langsung kebadan air tanpa diolah terlebih dahulu dan terbatasnya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpadu di kota besar maupun kota menengah dan kecil. Selain pencemaran yang berasal dari limbah penduduk, air limbah industri juga berperan besar sebagai penyebab pencemaran (Brahmana dan Ratna, 2008).

Pencemaran air selain menyebabkan dampak lingkungan yang buruk, seperti timbulnya bau, menurunnya keanekaragaman dan mengganggu estetika


(20)

juga berdampak negatif bagi kesehatan mahkluk hidup, karena di dalam air yang tercemar selain mengandung mikroorganisme patogen, juga banyak mengandung komponen-komponen beracun. Untuk mengetahui apakah suatu perairan tercemar atau tidak, diperlukan serangkaian tahap pengujian untuk menentukan tingkat pencemaran tersebut (Nugroho, 2006).

Deterjen

Deterjen adalah salah satu bahan pencuci yang sering digunakan baik dalam indusri maupun rumah tangga. Umumnya perkembangan industri deterjen sangat cepat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Perkembangan industri ini disatu pihak memepunyai dampak positif yaitu, berupa penambahan penghasilan serta penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, tetapi dilain pihak juga membawa dampak negatif yang ditimbulkan oleh air buangan dari air limbah deterjen tersebut (Bisono dan Adhitiaastuti, 2008).

Saat ini deterjen telah menjadi bahan pembersih yang tidak asing bagi seluruh lapisan masyarakat, baik yang tinggal di kampung, desa maupun kota. Hal ini disebabkan karena deterjen dengan “surfaktan” nya mampu menghasilkan buih diberbagai jenis air dengan jumlah yang lebih banyak dan mempunyai daya pembersih yang jauh lebih baik daripada sabun. Sangat disayangkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang deterjen dengan surfaktan ini hanya terbatas pada sisi kelebihannya saja, tanpa mengetahui sisi kekurangannya (Garno, 2000).

Bahan kimia organik seperti minyak, plastik, pestisida, larutan pembersih, deterjen dan masih banyak lagi bahan organik terlarut yang digunakan oleh manusia dapat menyebabkan kematian pada ikan maupun organisme air lainnya.


(21)

Lebih dari 700 bahan kimia organik ditemukan dalam jumlah relatif sedikit pada permukaan air tanah (Darmono, 2001).

Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan atau bahan aktif permukaan, yang bereaksi menjadikan air menjadi lebih basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik. Surfaktan terkonsentrasi pada batas permukaan antara air dan gas (udara), padatan-padatan (debu) dan cairan-cairan yang tidak dapat bercampur minyak. Hal ini terjadi karena struktur “amphiphilic”, yang bersifat polar atau gugus ionik dengan afinitas yang kuat untuk air dan bagian lainnya suatu hidrokarbon yang tidak suka air (Rompas, 2010).

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa keberadaan deterjen dalam suatu badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan

.

Kerusakan insang dan organ pernafasan ikan ini menyebabkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigen terlarutnya rendah menjadi menurun. Padahal keberadaan busa-busa dipermukaan air diduga menyebabkan menurunnya oksigen terlarut dalam air tidak bisa bertambah karena hubungan dengan udara bebas tertutup. Dengan demikian organisme dalam badan air akan mati bukan karena keracunan, namun karena kombinasi kerusakan organ pernafasan dan kekurangan oksigen (Garno, 2000).

Kualitas Air Suhu

Dibandingkan dengan udara, air mempunyai kapasitas panas yang lebih tinggi. Untuk memanaskan sebanyak 1 kg air dari 15oC menjadi 16 oC misalnya, dibutuhkanenergi sebesar 1 kcal. Untuk hal yang sama, udara hanya


(22)

membutuhkan energi sebesar seperempatnya. Dalam setiap penelitian pada ekosistem air, pengukuran temperatur air merupakan hal mutlak yang dilakukan (Barus, 2004).

Kenaikan suhu air akan mengakibatkan menurunnya oksigen terlarut di dalam air, meningkatnya kecepatan reaksi kimia, terganggunya kehidupan ikan dan hewan air lainnya. Naiknya suhu air yang relative tinggi seringkali di tandai dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan air untuk mencari oksigen. Jika suhu tersebut tidak juga kembali pada suhu normal, lama kelamaan dapat menyebabkan kematian ikan dan hewan lainnya (Nugroho, 2006) pH

Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gannguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004).

Kelarutan Oksigen

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen di dalam air sangat terbatas. Dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang mempunyai konsentrasi sebanyak 21 % volume, air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1 % volume saja (Barus, 2004).


(23)

degradasi senyawa organik dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh algae untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperatur dan tekanan atmosfir (Warlina, 2004).

Naik turunya kadar oksigen terlarut dalam air itu disebut fluktuasi oksigen (oxygen pulse). Besarnya fluktuasi oksigen dalam suatu badan air sangat menentukan kehidupan hewan air. Hewan air yang kurang tahan pada air yang kadar oksigennya rendah, titik kritis baginya pada saat kadar oksigen di malam hari. Biasanya hewan yang kurang tahan pada keadaan air yang rendah oksigennya badan air yang fluktuasi oksigennya besar tidak cocok baginya. Karena itu fluktuasi kadar oksigen terlarut sangat penting diukur dalam studi ekologi perairan (Suin, 2002).

Umumnya pengaruh DO terhadap kehidupan ikan adalah sebagai berikut : DO < 3 mg/L : tidak cocok untuk kehidupan ikan

DO 3 -6 mg/L : tidak cocok untuk kehidupan ikan DO > 6 mg/L : cukup cocok untuk kehidupan ikan (Nugroho, 2006).

Uji Toksisitas

Toksisitas adalah sifat relatif toksikan berkaitan dengan potensinya menyebabkan efek negatif bagi mahkluk hidup, atau kemampuan zat menyebabkan efek negatif pada mahkluk hidup. Sifat relatif ini merupakan fungsi


(24)

dari konsentrasi dan durasi pemaparan toksikan. Sebagai sifat relatif maka data toksisitas dipakai sebagai perbandingan toksikan. Identifikasi toksikan dilakukan melalui uji toksisitas. Pengujiannya dilakukan pada kondisi tertentu dan tetap yang dapat diulang secara konsisten, sehingga memungkinkan pembandingan antar toksikan yang diuji (Samudro dan Sarwoko, 2009).

Toksisitas adalah sifat relatif toksikan berkaitan dengan potensinya mengakibatkan efek negatif bagi makhluk hidup. Toksisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi dan jenis toksikan, konsentrasi toksikan, durasi dan frekuensi pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies biota penerima. Toksikan merupakan zat (berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah, dan sebagainya) yang dapat menghasilkan efek negatif bagi semua atau sebagian dari tingkat organisasi biologis (populasi, individu, organ, jaringan, sel, biomolekul) dalam bentuk merusak struktur maupun fungsi biologis. Toksikan dapat menimbulkan efek negatif bagi biota dalam bentuk perubahan struktur maupun fungsional, baik secara akut maupun kronis/ sub kronis. (Halang, 2004).

Uji toksisitas dilakukan untuk menilai efek akut, sub akut dan kronis. Penelitian toksikologi dalam perairan dapat dilakukan untuk mengetahui atau mengidentifikasi apakah efluen dan badan air penerima mengandung senyawa toksik dalam konsentrasi yang menyebabkan toksisitas akut atau toksisitas kronis (Soemirat, 2005).


(25)

Klasifikasi lengkap yang kini dianut oleh para ilmuwan adalah yang telah dirumuskan oleh Linnaeus (1758) diacu dari fishbase.org (2012) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phyllum : Chordata Kelas : Osteichtyes Ordo : Perciformes Family : Cichlidae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Ikan dapat digunakan sebagai bioindikator karena mempunyai kemampuan merespon adanya bahan pencemar. Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas konsentrasi tertentu. Reaksi yang dimaksud antara lain adanya perubahan aktivitas pernafasan, aktivitas dan gerakan renang, warna tubuh ikan dan sebagainya (Setyiawan, 2009).

Kematian ikan uji dapat disebabkan yang disebabkan karena zat toksikan (deterjen) yang terjerap kedalam tubuh ikan berinteraksi dengan membran sel dan enzim, sehingga enzim tersebut bersifat immobil. Dengan demikian, kerja enzim terhambat atau terjadi transmisi selektif ion-ion melalui membran sel, penyebab lainnya adalah berkaitan dengan ketersediaan oksigen terlarut, dimana deterjen dengan kepekatan tinggi akan menghambaat masuknya oksigen dari udara kedalam larutan uji (air limbah deterjen) sehingga ikan-ikan tersebut lama kelamaan kehabisan oksigen (Halang, 2004).


(26)

Perubahan lingkungan dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku ikan nila berupa, kehilangan orientasi lingkungan, fisiologi (pertumbuhan dan reproduksi, dan biokimia serta terganggunya fungsi jaringan. Ikan nila terlihat hypersensitif dan mengalami gangguan orientasi terhadap lingkungan dengan berenang kedasar dan permukaan air tidak teratur, frekuensi gerakan operkulum semakin meningkat dan kadang gerakannya tidak beraturan. Kondisi ini diduga bahwa ikan berusaha untuk mendapatkan oksigen dengan memperbanyak volume air yang melewati insang (Zahri, 2008).

Menurut Komisi Pestisida Departemen pertanian (1983) tingkat daya racun suatu bahan pencemar berdasarkan LC50-96 jam terhadap ikan dibedakan menjadi beberapa kriteria, yaitu :

1. < 1 mg/L : tingkat daya racun sangat tinggi. 2. 1-10 mg/L : tingkat daya racun tinggi.

3. 10-100 mg/L : tingkat daya racun sedang. 4. 100 mg/L : tingkat daya racun ringan.


(27)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2013. Penelitian ini dilakukan di Dinas Pertanian dan Kelautan. Pusat Informasi dan Pengembagan Ikan Hias. Jl. Karya Wisata, Kec. Medan-Johor. Medan.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH meter, DO meter, thermometer, timbangan analitik, tangguk kecil, gelas ukur, aerator dan akuarium. Pemakaian alat digunakan untuk pengukuran beberapa parameter kualitas air. (Lampiran 1)

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan Nila (Oreochromis. niloticus) yang berukuran 3-5 cm sebanyak 700 ekor, deterjen cair , dan air sumur. (Lampiran 2)

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium dengan tahapan penelitian sebagai berikut :


(28)

Alat dan bahan yang disiapkan berupa akuarium uji, aerator, biota uji (benih ikan Nila), air sumur dan larutan deterjen cair. Mengaklimatisasi biota uji selama 1 minggu dan membuat berbagai konsentrasi larutan deterjen cair.

2. Uji pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan untuk dapat memprediksi konsentrasi toksikan uji yang akan digunakan dalam uji definitif. Ikan uji dimasukkan ke dalam masing-masing akuarium yang mengandung larutan deterjen dengan konsentrasi toksikan (deterjen cair yang berbeda - beda) yaitu : 0 ppm, 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, dan 1000 ppm. Masing–masing konsentrasi terdiri dari dua ulangan.

3. Uji definitif

Range konsentrasi larutan deterjen cair deterjen ditetapkan berdasarkan hasil uji pendahuluan dengan menggunakan rumus menurut Komisi Pestisida (1983) :

Log N/n = k (log a – log n) a/n = b/a = c/b = d/c = N/d Keterangan :

N : Konsentrasi ambang atas n : Konsentrasi ambang bawah K : Jumlah konsentrasi yang diuji

a : Konsentrasi terkecil dalam deret konsentrasi yang ditentukan. Perlakuan dilakukan dengan tiga seri dimana masing-masing perlakuan menggunakan 3 akuarium uji, sehingga akurium yang


(29)

digunakan sebanyak 15 akuarium uji. Masing-masing akuarium uji berisi 10 ekor biota uji (benih ikan nila). Ikan uji dimasukkan ke dalam masing-masing akuarium secara bersamaan dan mencatat waktunya. Pengamatan dilakukan selama 96 jam. Konsentrasi uji definitif pada penelitian ini adalah adalah 0 ppm, 17,78 ppm, 56,23 ppm dan 100 ppm.

4. Pengukuran faktor lingkungan: pengukuran oksigen terlarut (DO), pH, dan temperatur dilakukan sebelum dan sesudah uji definifif.

(Halang, 2004).

5. Data mortalitas pada uji definitif digunakan untuk menghitung nilai LC50– 96 jam. Penentuan nilai LC50–96 jam dari data dilakukan menggunakan analisis probit metode Hubbert. Metode.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : Kelangsungan hidup (SR)

Kelangsungan hidup biota uji dihitung dengan menggunakan rumus Effendi (1979):

SR = x 100 % Keterangan :

SR = Kelangsungan hidup hewan Uji (%).

Nt = Jumlah ikan uji pada akhir penelitian (ekor). No = Jumlah ikan uji pada awal penelitian (ekor). Rancangan Percobaan


(30)

Data yang telah didapat dari hasil penelitian diolah dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan masing-masing perlakuan terdiri dari 3 ulangan yaitu sebagai berikut:

Tabel 1. Rancangan Acak Lengkap Uji Toksisitas Deterjen Cair Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus).

Perlakuan Ulangan

K = Kontrol K1, K2, K3

a = 17,78 ppm a1, a2, a3

b = 31,62 ppm b1, b2, b3

c = 56,23 ppm c1,c2, c3

d = 100 ppm d1, d2, d3

LC50

Proses analisis data yang digunakan untuk menentukan nilai LC50 96 jam pada penelitian ini adalah Analisis Probit. Analisis probit dihitung dengan menggunakan rumus menurut Hubbert yang diacu oleh Zahri, (2008)

m =

Dengan nilai a dan b diperoleh berdasarkan persamaan sebagai berikut:

b =

Persamaan regresi: Y = a + bx LC50 96 jam = anti log m, dimana: Keterangan:

Y : Nilai Probit Mortalitas

X : Logaritma konsentrasi bahan uji


(31)

b : Slope/kemiringan m : Nilai X pada Y 50 %

Analisis Data

Masing – masing uji dilakukan dengan tiga kali ulangan. Data yang diperoleh dari uji defenitif akan dihitung dengan menggunakan analisis probit. Analisis data dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan yaitu : kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR).

Data Survival Rate (SR) dimasukkan kedalam tabulasi, kemudian dilakukan uji hipotesis dengan analisis ragam (ANOVA).


(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan untuk dapat memprediksi konsentrasi toksikan uji yang akan digunakan dalam uji definitif. Ikan uji dimasukkan ke dalam masing-masing akuarium yang mengandung air larutan deterjen dengan konsentrasi toksikan (deterjen cair yang berbeda - beda) yaitu : 0 ppm, 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, dan 1000 ppm. Hasil uji pendahuluan awal disajikan pada Tabel 1.

Tabel 2. Toksisitas larutan deterjen cair terhadap kelangsungan hidup benih ikan nila (O. niloticus)

No. Konsentrasi (ppm) Waktu untuk mematikan 100% benih ikan (menit)

1. 0 (kontrol) - 2. 1 - 3. 10 - 4. 100 360 5. 1000 190

Table 2 menunjukkan bahwa semua ikan uji ( 10 ekor pada masing-masing akuarium ) yang terpapar larutan deterjen cair dengan konsentrasi 0 ppm hingga 100 ppm tidak ada yang mati hingga dalam waktu 48 jam sehingga penelitian


(33)

mematikan ikan uji sebanyak 100 % dalam waktu 360 menit. Dan pada konsentrasi deterjen cair tertinggi yaitu sebesar 1000 ppm dapat mematikan ikan uji sebesar100 % dalam waktu 190 menit. Pada konsentrasi 1000 ppm ikan bergerak tidak beraturan, operkulum bergerak dengan sangat cepat, lalu menggelepar, lemas dan akhirnya ikan uji mati semua pada waktu 190 menit.

Uji Defenitif

Sebelum dan sesudah uji defenitif, dilakukan beberapa pengukuran beberapa faktor linkungan. Hasil dari pengukuran dapat dilihat pada Table 2. Table 3. Hasil pengukuran DO, pH, dan suhu pada uji defenitif toksisitas deterjen

cair terhadap kelangsungan hidup benih ikan nila (O. niloticus)

No. Konsentrasi Parameter (ppm)

Sebelum Uji Defenitif Sesudah Uji Defenitif Do pH Suhu Do pH Suhu (mg/L) (oC) (mg/L) (oC) 1. 0 (Kontrol) 5,2 8,3 29,1-29,9 4,0-4,5 8,0-8,5 28,0-29,8 2. 17,78 5,1-5,2 8,3-8,5 29,2-29,7 1,1-4,5 7,8-8,5 29,6-29,7 3. 31,62 5,1-5,2 8,2-8,3 28,9-29,9 1,1-3,2 7,8-8,5 29,5-30,0 4. 56,23 4,8-5,3 8,0-8,3 29,2-29,7 1,0-3,2 7,8-8,4 29,9-30,1 5. 100 4,8-5,2 8,0-8,4 28,7-30,2 0,8-1,2 8,0-8,4 29,9-30,4

Pada Tabel 3 dapat dilihat penurunan DO pada konsentasi 0 ppm tidak terlalu besar pada saat uji sebelum defenitif dan sesudah uji defenitf, hal ini disebabkan pada konsentrasi 0 ppm tidak diberi larutan deterjen, sehingga penentrasi oksigen kedalam larutan kontrol dapat berlangsung dengan baik, sehingga ikan uji di dalam akuarium dapat tetap bertahan hidup. Begitu juga pada konsentrasi 17,78 ppm penurunan DO hanya sedikit, hal ini disebabkan karena konsentrasi deterjen yang diberikan hanya sedikit. Sehingga penetrasi oksigen


(34)

yang masuk kedalam konsentrasi 17,78 ppm berlangsung kurang baik tetapi biota uji di dalam akuarium tetap dapat bertahan hidup.

Pada konsentrasi 31,62 ppm dan 56, 23 ppm terjadi penurunan DO yang cukup besar, sehingga penetrasi oksigen yang masuk kedalam konsentrasi 31,62 dan 56,23 ppm tersebut tidak berlangsung baik sehingga beberapa ikan uji mengalami kematian. Sedangkan konsentrasi 100 ppm terjadi penurunan DO yang sangat drastis yaitu sekitar 0,8-1,2 mg/L. Hal ini menyebabkan penetrasi oksigen kedalam larutan 100 ppm berlangsung dengan sangat tidak baik sehingga ikan uji di dalam akuarium mengalami kematian waktu 190 menit.

Kandungan bahan aktif deterjen cair yang digunakan pada saat penelitian adalah sebagai berikut:: 16 % Natrium Alkyl Benzene Sulfonate, 6 % Natrium Laurit Ester Sulfat, dan 2 % Alkohol Etoksilat

Mortalitas biota uji

Hasil pengamatan mortalitas biota uji (Tabel 4) menunjukkan bahwa pada konsentrasi 100 ppm biota uji sudah mati sebanyak 30 ekor dalam waktu 96 jam. Pada konsentrasi 56,23 ppm biota uji mati sebanyak 4 ekor dalam waktu 96 jam. Pada konsentrasi 31,62 ppm biota uji mati sebanyak 2 ekor dan pada konsentrasi 17,78 ppm biota uji tidak ada yang mati. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi 100 ppm banyak ditemukan busa yang dihasilkan dari deterjen cair. Tabel 4. Data pengamatan mortalitas hewan uji benih ikan nila (O. niloticus)

dengan bahan toksik deterjen cair dalam berbagai konsentrasi.

Waktu Konsentrasi (ppm) (jam)


(35)

17,78 31,62 56,23 100

24 0 0 2 30

48 0 2 1 0

72 0 0 1 0

96 0 0 0 0

Jumlah 0 2 4 30

Persentase 0 6,7 13,3 100

Dari Tabel 4 kita juga dapat melihat bahwa benih ikan nila (O. niloticus) dapat mentoleransi deterjen cair yang masuk kebadan perairan pada konsentrasi dibawah 17,78 ppm. Dan kita juga dapat melihat bahwa deterjen cair yang masuk kebadan perairan pada konsentrasi lebih dari 56,23 ppm sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup benih ikan nila (O. niloticus).

Gambar 2. Pengaruh konsentrasi deterjen cair terhadap tingkat mortalitasbenih ikan nila (O. niloticus).

Hasil perhitungan tingkat mortalitas biota uji dengan menggunakan analisis probit (Gambar 2) menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan deterjen cair yang diberikan, maka kemampuan biota uji untuk bertahan hidup semakin rendah.


(36)

Berdasarkan hasil analisis probit benih ikan nila (O. niloticus) yang diperoleh, maka didapat nilai LC50 96 jam yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 5. Analisis probit benih ikan nila (O. niloticus) dengan bahan toksik

deterjen cair.

D N R P X Y XY X2 17,78 30 0 0 1,25 0 0 1,6 31,62 30 2 6,7 1,5 3,52 5,3 2,3 56,23 30 4 13,3 1,75 3,87 6,8 3,1 100 30 30 100 2 8,09 16,2 4 Jumlah 6,5 15,5 28,3 11

Hasil analisis probit mortalitas benih ikan nila (O. niloticus) (Tabel 5) maka diperoleh nilai LC 50 96 jam yaitu 79,4 ppm. Benih ikan nila (O. niloticus) yang dipelihara pada konsentrasi 79,4 ppm (0,794 ml/L) akan mati sebanyak 50 % pada waktu 96 jam. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi deterjen 79,4 ppm yang masuk ke suatu perairan dapat menyebabkan kematian biota perairan hingga 50 % dalam kurun waktu 96 jam.

Buka Tutup Operkulum

Berdasarkan hasil pengamatan buka tutup operkulum benih ikan nila (O. niloticus) pada saat uji defenitif, maka didapat nilai frekuensi buka tutup operkulum benih ikan nila (O. niloticus) seperti pada Tabel 6.

Hasil pengamatan frekuensi buka tutup operculum O. niloticus (Tabel 5) menunjukkan bahwa pada konsentrasi deterjen 100 ppm frekuensi buka tutup operkulum biota uji sangat cepat. Hal ini disebabkan karena pada saat pemberian deterjen sebesar 100 ppm banyak menimbulkan busa di permukaan air sehingga oksigen terlarut di dalam air menurun yang mengakibatkan biota uji kesulitan


(37)

Tabel 6. Data frekuensi buka tutup operkulum benih ikan nila (O. niloticus) selama uji toksisitas akut 96 jam

Perlakuan Pengamatan operculum pada jam ke

(ppm) 0 24 48 72 96

Kontrol 59 62 60 75 73

17,78 67 70 75 73 65

31,62 108 112 118 111 104

56,23 115 122 127 123 120

100 148 140 - - -

Pada Tabel 5 kita juga dapat melihat pada konsentrasi 100 ppm pergerakan operkulum sangat cepat dan kemudian melemah dan akhirnya tidak terjadi pergerakan operkulum yang menandakan bahwa benih ikan nila (O. niloticus) mengalami kematian..

Pembahasan Uji Pendahuluan

Hasil pengamatan pada uji pendahuluan kisaran konsentrasi deterjen menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap mortalitas benih ikan nila pada deretan konsentrasi yang di uji. Pada konsentrasi perlakuan 1000 ppm benih ikan nila mengalami mortalitas 100 % dalam waktu 90 menit sedangkan pada konsentrasi deterjen 1 hingga 10 ppm benih ikan nila tidak mengalami kematian selama 48 jam (Table 2).

Berdasarkan respon mortalitas selama pengamatan 96 jam dapat ditentukan nilai konsentrasi ambang atas (N) dan ambang bawah (n) deterjen cair terhadap benih ikan nila (O. niloticus) masing-masing sebesar 100 ppm (ambang atas) dan 10 ppm (ambang bawah). Dari kedua nilai tersebut bahwa benih ikan nila (O. niloticus) dapat mentoleransi deterjen dalam perairan pada konsentrasi lebih kecil dari 10 ppm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Komisi Pestisida (1983)


(38)

yaitu konsentrasi ambang atas adalah konsentrasi terendah dimana semua ikan uji mati dalam waktu 24 jam sedangkan konsentrasi ambang bawah adalah konsentrasi tertinggi dimana semua ikan uji hidup dalam waktu 48 jam.

Uji Definitif

Pada Table 3 dapat dilihat pengukuran kualitas air pada saat penelitian, menunjukkan bahwa pada konsentrasi larutan deterjen 100 ppm dapat menurunkan kelarutan oksigen dalam air secara drastis yaitu sebesar 0,8-1,2 mg/L. Hal ini dapat menyebabkan kematian biota uji di dalam akuarium karena kadar oksigen terlarut dalam air sangat rendah sehingga menyulitkan hewan uji untuk mengkonsumsi oksigen di dalam air. Oleh karena itu, pada konsentrasi 100 ppm biota uji mati sebesar 100 %. Hal ini sesuai dengan peryataan Nugroho (2006) umumnya pengaruh DO terhadap kehidupan ikan adalah sebagai berikut: DO< 3 mg/L tidak cocok utntuk kehidupan ikan.

Pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa pemberian larutan deterjen pada konsentrasi 17,78 ppm hingga 100 ppm terjadi sedikit penurunan pH yaitu berkisar 7,8-8,5. Kondisi perairan seperti ini baik untuk kehidupan ikan. Sehingga deterjen cair yang diberikan tidak terlalu berpengaruh terhadap pH air. Hal ini sesuai dengan studi Barus (2004) yang menyatakan bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7-8,5.

Pada Tabel 3 juga memperlihatkan bahwasanya semakin tinggi konsentrasi larutan deterjen yang diberikan maka semakin meningkat suhu air di dalam akuarium. Semakin tinggi suhu air maka dapat mengakibatkan penurunan


(39)

oksigen terlarut, sehingga pada konsentrasi 100 ppm banyak ikan uji yang mengalami kematian karena kurangnya oksigen didalam air.

Hal ini sesuai dengan studi Nugroho (2006) yang melaporkan kenaikan suhu air akan mengakibatkan menurunnya oksigen terlarut di dalam air, meningkatnya kecepatan reaksi kimia, terganggunya kehidupan ikan dan hewan air lainnya. Naiknya suhu air yang relatif tinggi seringkali di tandai dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan air untuk mencari oksigen. Jika suhu tersebut tidak juga kembali pada suhu normal, lama kelamaan dapat menyebabkan kematian ikan dan hewan lainnya.

Berdasarkan pengamatan visual benih ikan yang mati akibat daya toksik Alkyl Benzena Sulfonate (ABS) selama uji defenitif ditandai dengan benih ikan nila berenang tidak beraturan, megap-megap, operkulum terbuka lebar dan berwarna merah serta mengalami pendarahan pada insang. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Setyiawan, 2009) ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas konsentrasi tertentu. Reaksi yang dimaksud antara lain adanya perubahan aktivitas pernafasan, aktivitas dan gerakan renang, warna tubuh ikan dan sebagainya.

Mortalitas Biota Uji

Pada Tabel 4 dapat kita lihat pada konsentrasi 100 ppm banyak menghasilkan busa pada permukaan air sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan di dalam air yang mengakibatkan terhambatnya proses masuknya oksigen dari udara kedalam air sehingga proses respirasi biota uji di dalam akuarium terganggu yang berakhir dengan kematian biota uji.


(40)

Hasil pengamatan tingkat mortalitas biota uji (O. niloticus) yang telah terpapar deterjen cair dengan konsentrasi yang berbeda-beda menunjukkan bahwa larutan deterjen cair yang dimasukkan ke dalam akuarium memberikan pengaruh negatif terhadap biota uji (O. niloticus), hal ini terbukti dari banyaknya biota uji yang mati pada konsentrasi 100 ppm. Sedangkan pada konsentrasi 0 ppm tidak ada biota uji yang mati. Hal ini disebabkan pada konsentrasi 100 ppm banyak ditemukan busa dipermukaan air, dan pada konsentrasi 0 ppm tidak terdapat busa di permukaan air. Busa yang terdapat di permukaan air dapat menghalangi masuknya oksigen kedalam air, sehingga biota uji di dalam air mengalami kekurangan oksigen sehingga proses respirasi biota uji terganngu, yang dapat berakhir dengan kematian biota uji.

Hal ini sesuai dengan studi Garno (2000) yang melaporkan keberadaan busa-busa dipermukaan air diduga menyebabkan menurunnya oksigen terlarut dalam air tidak bisa bertambah karena hubungan dengan udara bebas tertutup. Dengan demikian organisme dalam badan air akan mati bukan karena keracunan, namun karena kombinasi kerusakan organ pernafasan dan kekurangan oksigen.

Analisis Probit Mortalitas

Pada Tabel 5 dapat kita lihat bahwa konsentrasi deterjen sebesar 79,4 ppm (0,794 ml/L) dapat menyebabkan kematian benih ikan nila (O. niloticus) sebesar 50 % dalam waktu 96 jam. Dengan nilai LC50 96 jam sebesar 79,4 ppm (0,794 ml/L) maka dapat dinyatakan bahwa tingkat daya racun deterjen cair terhadap kelangsungan hidup benih ikan nila (O. niloticus) sangat tinggi. Hal ini sesuai pernyataan menurut Komisi Pestisida Departemen Pertanian (1983) bahwa bila


(41)

suatu bahan pencemar memiliki LC50-96 jam < 1 mg/L maka tingkat daya racun bahan pencemar sangat tinggi.

Pada perhitungan analisis ragam (ANOVA) pada uji defenitif diperoleh hasil bahwa pemaparan konsentrasi larutan deterjen yang berbeda-beda, memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kelangsungan hidup (SR) benih ikan nila (O. niloticus). Hal ini sesuai dengan pernyataan Suparjo (2010) yang menyatakan Pemberian deterjen dalam konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh terhadap mortalitas ikan nila (O. niloticus). Semakin tinggi konsentrasi deterjen maka mortalitas ikan nila semakin tinggi pula.

Tingkat Survival Rate (SR) benih ikan nila (O.niloticus) yaitu sebesar 76%. Pada konsentrasi 17,78 ppm tidak ada benih ikan yang mati pada konsentrasi tersebut. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi 17,78 ppm hanya sedikit menimbulkan busa dipermukaan air, sehingga proses respirasi benih ikan nila (O. niloticus) tidak terganggu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Garno (2000) keberadaan busa-busa dipermukaan air diduga menyebabkan menurunnya oksigen terlarut dalam air tidak bisa bertambah karena hubungan dengan udara bebas tertutup.

Buka Tutup Operkulum

Pada Tabel 6 dapat kita lihat bahwa pada saat pemberiaan bahan pencemar dengan konsentrasi 100 ppm pergerakan operkulum membuka dengan sangat cepat, berenang tidak beraturan dan berenang kedasar perairan, hal ini dikarenakan pada saat bahan pencemar dimasukkan banyak ditemukan busa dipermukaan perairan, dan beberapa benih ikan nila mengalami pendarahan pada


(42)

insang. Kedua hal tersebut menyebabkan benih ikan nila (O. niloticus) mengalami gangguan pernafasan yang pada akhirnya menyebabkan kematian.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Zahri (2008) ikan nila terlihat hypersensitif dan mengalami gangguan orientasi terhadap lingkungan dengan berenang kedasar dan ke permukaan air dengan tidak teratur, frekuensi gerakan operkulum semakin meningkat dan kadang gerakannya tidak beraturan. Kondisi ini diduga bahwa ikan berusaha untuk mendapatkan oksigen dengan memperbanyak volume air yang melewati insang.

Pada i Tabel 6 juga menunjukkan bahwa pada konsentrasi 17,78 ppm tidak terdapat busa, dan insang benih ikan nila tidak mengalami pendarahan sehingga pada konsentrasi ini tidak ada benih ikan nila yang mengalami kematian. Hal ini dikarenakan proses masuknya oksigen dari luar berlangsung dengan baik tanpa hambatan. Sehingga benih ikan nila tetap dapat hidup dalam waktu 96 jam.

Hal ini sesuai dengan pernyataan (Garno, 2000) buih-buih yang menutupi permukaan air, baik dari jenis linier alkyl benzene sulfonate (LAS) yang “biodegradable” maupun jenis alkyl benzene sulfonate (ABS) yang “ non-biodegradable” tersebut dipastikan dapat mengganggu kehidupan organisme yang ada dibawahnya baik yang hidup didasar air dan dipermukaan air.


(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Nilai ambang batas atas (N) pada penelitian ini sebesar 100 ppm dan nilai ambang batas bawah (n) sebesar 10 ppm. Nilai LC50 96 jam yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 79,4 ppm.

2. Nilai tingkat kelangsungan hidup benih ikan nila (O.niloticus) pada penelitian ini sebesar 76 %. Nilai konsentrasi tertinggi pada uji defenitif sebesar 100 ppm. Nilai konsentrasi terendah pada uji defenitif sebesar 17,78 ppm.

Saran

Saran dari penelitian ini yaitu sebaiknya penelitian ini dilanjutkan lagi secara histologi untuk lebih mengetahui organ-organ tubuh yang terserang efek toksik bahan pencemar tersebut (deterjen cair).


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Andiese, V.W. 2011. Pengolahan Limbah Cair Rumah Tangga Dengan Metode Kolam Oksidasi. Infrastruktur. 1(2) : 103 – 110.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Di Daratan. USU Press, Medan.

Brahmana, S.S., dan Ratna, H. 2008. Pengendalian Pencemaran Sumber Air Dengan Ekoteknologi. JSDA 4 (2).

Bisono, O.H.P., dan Heryani, A. 2008. Pengolahan Limbah Deterjen Sintetik Dengan Trickling Filter. UNDIP, Semarang.

Chaerunisah dan R.N. Sopiah. 2006. Laju Degradasi Surfaktan Linear Alkil Benzena Sulfonat (LAS) Pada Limbah Deterjen Secara Anaerob pada Reaktor Lekat Diam Biromedia Sarang Tawon. Jurnal Teknologi Lingkungan. 7(3) : 243 – 250.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. UI Press, Jakarta.

Effendy, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Garno, Y.S. 2000. Daya Tahan Beberapa Organisme Air Pada Pencemar Limbah Deterjen. Jurnal Teknologi Lingkungan. 1(3) : 212 – 218.

Halang, B. 2004. Toksisitas Air Limbah Deterjen Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carprio). Bioscientine. 1 (1) : 39 – 49.


(45)

Komisi Pestisida. 1983. Pedoman Umum Pengujian Laboratorium Toksisitas Lethal Pestisida Pada Ikan Untuk Keperluan Pendaftaran. Departemen Pertanian. Jakarta.

Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Universitas Trisakti. Jakarta.

Putri, E. I. K., dan A. Nuryahya. 2011. Sumberdaya Air dan Kesejahteraan Publik. IPB Press. Bogor.

Rompas, R. M. 2010. Toksikologi Kelautan. PT Walaw Bengkulen. Jakarta Timur.

Samudro, G., dan Sarwoko, M. 2009. Ekotoksikologi Teknosfer. Guna Widya. Surabaya.

Setyiawan, P. 2009. Ikan sebagai Bioindikator Pencemara Soemirat, J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Suin, N.M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang.

Suparjo, M. N. 2010. Kerusakan Jaringan Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Akibat Deterjen. Jurnal Saintek Perikanan. 5(2) : 1 – 7.

Undang-Undang No.4 tahun 1982 pasal 1 ayat 7 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kehutanan.kalbarprov.

Warlina, L. 2004. Pencemaran Air : Sumber, Dampak dan Penanggulangannya. Makalah Pribadi. IPB. Bogor.

Zahri, A. 2008. Pengaruh Alkyl Benzena Sulfonate (LAS) Terhadap Tingkat Mortalitas dan Kerusakan Stuktural Jaringan Insang pada Ikan Nila (O. niloticus L.). Program Studi Teknologi Budidaya Perairan Politeknik Perikanan Negeri Tual. Maluku Utara.


(46)

Lampiran 1. Alat Penelitian

Timbangan analitik Tangguk Fiber

Jarum suntik Akuarium Mikro pipet

Gelas takar Tissue DO Meter


(47)

pH Meter Aerator Lampiran 2. Bahan Penelitian

Deterjen cair Benih ikan nila


(48)

Lampiran 3. Prosedur Penelitian

Aklimatisasi Persiapan Alat


(49)

Pemberian Deterjen Cair Setelah Pemberian Deterjen cai Lampiran 4. Data mortalitas benih ikan nila (O. niloticus) selama uji

toksisitas akut deterjen cair selama 96 jam

Waktu Ulangan Konsentrasi deterjen cair (jam ) (ppm)

0 17,78 31,62 56,23 100

24 1 0 0 0 0 10

2 0 0 0 2 10

3 0 0 0 0 10

Jumlah 0 0 0 2 30

Presentase 0 0 0 6,7 100

48 1 0 0 0 1 10

2 0 0 0 1 10

3 0 0 1 0 10

Jumlah 0 0 1 2 30

Presentase 0 0 3,3 6,7 100

72 1 0 0 0 0 10

2 0 0 1 0 10

3 0 0 0 0 10

Jumlah 0 0 1 0 30

Presentase 0 0 3,3 0 100

96 1 0 0 0 0 10

2 0 0 0 0 10

3 0 0 0 0 10

Jumlah 0 0 0 0 30


(50)

Lampiran 5. Perhitungan Data Kelangsungan Hidup

SR =

SR =

= 76 % Nt

N0 X 100 %

114 150


(51)

Lampiran 6. Perhitungan ANOVA

SK db JK KT F hitung F Tabel 5 % 1% Perlakuan 4 220,27 55,06 103,3** 3,48 5,99 Eror 10 5,33 0,533

Total 14 225,6

Keterangan : ** = sangat nyata

Perlakuan u1 u2 u3 Jumlah Rataan (ppm)

0 10 10 10 30 10 17,78 10 10 10 30 10 31,62 10 9 9 28 9,3 56,23 9 7 10 26 8,6 100 0 0 0 0 0 FK = Total Perlakuan / unit perlakuan

= 12996 / 15 = 866,4

JK Total = 102+102+102+102+102+102+102+92+92+92+72+102+02+02+02 – 866,4 = 1092 -866,4

= 225,6

JK perlakuan = 302+302+282+262+02 / 3 – 866,4 = 1086,67 – 866,4

= 220,27

JK eror = JK total – JK perlakuan = 225,6 – 220,27


(52)

= 5,33

KT perlakuan = JK perlakuan / db perlakuan = 220,27 / 4

= 55,06 KT eror = JK eror / db eror = 5,33 / 10

= 0,533

F hitung = KT perlakuan / KT eror = 55,06 / 0,533

= 103,3


(1)

pH Meter Aerator

Lampiran 2. Bahan Penelitian

Deterjen cair Benih ikan nila


(2)

Lampiran 3. Prosedur Penelitian

Aklimatisasi Persiapan Alat


(3)

Pemberian Deterjen Cair Setelah Pemberian Deterjen cai

Lampiran 4. Data mortalitas benih ikan nila (

O. niloticus

) selama uji

toksisitas akut deterjen cair selama 96 jam

Waktu Ulangan Konsentrasi deterjen cair (jam ) (ppm)

0 17,78 31,62 56,23 100

24 1 0 0 0 0 10

2 0 0 0 2 10

3 0 0 0 0 10

Jumlah 0 0 0 2 30

Presentase 0 0 0 6,7 100

48 1 0 0 0 1 10

2 0 0 0 1 10

3 0 0 1 0 10

Jumlah 0 0 1 2 30

Presentase 0 0 3,3 6,7 100

72 1 0 0 0 0 10

2 0 0 1 0 10

3 0 0 0 0 10

Jumlah 0 0 1 0 30

Presentase 0 0 3,3 0 100

96 1 0 0 0 0 10

2 0 0 0 0 10

3 0 0 0 0 10

Jumlah 0 0 0 0 30


(4)

Lampiran 5. Perhitungan Data Kelangsungan Hidup

SR =

SR =

= 76 %

Nt

N0 X 100 %

114

150


(5)

Lampiran 6. Perhitungan ANOVA

SK db JK KT F hitung F Tabel

5 % 1%

Perlakuan 4 220,27 55,06 103,3** 3,48 5,99

Eror 10 5,33 0,533

Total 14 225,6

Keterangan : ** = sangat nyata

Perlakuan u1 u2 u3 Jumlah Rataan

(ppm)

0 10 10 10 30 10

17,78 10 10 10 30 10

31,62 10 9 9 28 9,3

56,23 9 7 10 26 8,6

100 0 0 0 0 0

FK = Total Perlakuan / unit perlakuan

= 12996 / 15

= 866,4

JK Total = 10

2

+10

2

+10

2

+10

2

+10

2

+10

2

+10

2

+9

2

+9

2

+9

2

+7

2

+10

2

+0

2

+0

2

+0

2

– 866,4

= 1092 -866,4

= 225,6

JK perlakuan = 30

2

+30

2

+28

2

+26

2

+0

2

/ 3 – 866,4

= 1086,67 – 866,4

= 220,27

JK eror = JK total – JK perlakuan

= 225,6 – 220,27


(6)

= 5,33

KT perlakuan = JK perlakuan / db perlakuan

= 220,27 / 4

= 55,06

KT eror = JK eror / db eror

= 5,33 / 10

= 0,533

F hitung = KT perlakuan / KT eror

= 55,06 / 0,533

= 103,3