UJI TOKSISITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS).

SKRIPSI

UJI TOKSISITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN IKAN NILA
(OREOCHROMIS NILOTICUS)

Oleh :

TARA MUGIROSANI
0552010007

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN“
JAWA TIMUR

2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

SKRIPSI


UJI TOKSISITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN IKAN NILA
(OREOCHROMIS NILOTICUS)

untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh
Gelar Sarjana Teknik (S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Oleh :

TARA MUGIROSANI
0552010007

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN“
JAWA TIMUR

2011


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN IKAN NILA
(OREOCHROMIS NILOTICUS)
Oleh :

TARA MUGIROSANI
0552010007
Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada hari : Jum’at
Tanggal : 09 Desember 2011
Menyetujui,
Pembimbing

Penguji I


Ir. Yayok Suryo P., MS
NIP : 19600601 198703 1 00 1

Dr. Ir. Rudi Laksmono W., MS
NIP : 19580812 198503 1 00 2
Penguji II

Okik Hendriyanto C., ST, MT
NPT : 37507 99 0172 1
Mengetahui,
Ketua Program Studi

Penguji III

Dr. Ir. Munawar Ali, MT
NIP: 19600401 198803 1 00 1

Dr. Ir. Munawar Ali, MT
NIP: 19600401 198803 1 001


Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar sarjana (S1), tanggal : …………………
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Ir. Naniek Ratni JAR.,M.Kes
NIP: 030 184 976

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillaah saya panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga laporan skripsi
yang berjudul “UJI TOKSISITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN IKAN
NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) “ dapat terselesaikan dengan baik.
Selama menyelesaikan skripsi ini, penyusun telah banyak memperoleh
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini
penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ir. Naniek Ratni Juliardi A. R, Mkes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Dr. Ir Munawar Ali., MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan
UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Ir. Yayok Suryo P., MS, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
banyak memberikan masukan dan kesabarannya dalam membimbing saya
dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.
4. Orang tua dan keluarga yang tak kenal lelah membantu baik secara moral
maupun material.
5. Mbak Juli W, ST, yang memberikan bantuan dan kemudahan selama
analisa di Laboratorium Riset Jurusan Teknik Lingkungan.

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6. Segenap Dosen Teknik Lingkungan dan semua rekan – rekan di Teknik
Lingkungan yang secara tidak langsung telah membantu hingga
terselesainya penulisan skripsi ini.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun terima.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan mohon maaf yang sebesarbesarnya apabila di dalam laporan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan
atau kurang dipahami.

Penyusun

ii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii
INTISARI............................................................................................................viii
ABSTRACT.......................................................................................................... ix

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 2
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 2
1.5. Ruang Lingkup.............................................................................. 3

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Laundry ..................................................................................... 4
2.2. Deterjen........................................................................................ 4
2.2.1. Karakteristik Deterjen ...................................................... 5
2.2.2. Dampak Limbah Laundry Terhadap lingkungan ............... 7
2.3. Toksisitas ................................................................................... 8
2.3.1. Toksikan ......................................................................... 8
2.3.2. Efek Pemaparan Toksikan ............................................... 9
iii


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.4. Ikan Nila ................................................................................... 10
2.5 Landasan Teori.......................................................................... 12
2.5.1. Faktor Yang Mempengaruhi Toksisitas ............................12
2.5.2. Uji Toksisitas...................................................................13
2.5.3. Klasifikasi uji Toksisitas ..................................................14
2.5.4. Metode Perhitungan LC50...................................................16

BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Bahan Penelitian ........................................................................ 17
3.2. Peralatan Penelitian.................................................................... 17
3.3. Variabel .....................................................................................18
3.4. Prosedur Penelitian .................................................................... 18
3.4.1 Analisa Pendahuluan. ........................................................ 18
3.4.2. Sistem Pemaparan ............................................................ 18
3.4.3. Aklimatisasi.........................................................................19
3.4.4. Range finding Test..............................................................19

3.4.5. Acute toxicity Test..............................................................22
3.5. Analisis Data..................................................................................23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisa Pendahuluan .................................................................25
4.2. Tahap Aklimatisasi ....................................................................26
iv

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.3. Uji Toksisitas ............................................................................27
4.3.1 Uji Pencarian Kisaran Konsentrasi ..................................27
4.3.2 Uji Toksisitas Akut ...........................................................31
4.3.3 Pengamatan Secara Visual Kondisi Ikan
Setelah Terkena Toksikan .... ..... .... ..... .... ..... .... ..... .... 34
4.4. Perhitungan LC 50.... ..... .... ..... .... ..... .... ..... ..... .... ..... ..... .... 35
4.5. Pembahasan .............................................................................. 38

BAB V


KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ............................................................................... 41
5.2. Saran ......................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
LAMPIRAN C

v

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Analisa Air Pengencer
Tabel 4.2 Hasil Analisa Limbah Laundry
Tabel 4.3 Hasil Analisa Tahap Aklimatisasi

Tabel 4.4 Hasil AnalisaKematian Ikan Nila pada Tahap Uji Toksisitas Akut
Tabel 4.5 Hasil Analisa pH, suhu dan DO pada Tahap Uji Toksisitas Akut
Tabel 4.6 Data Kematian biota Uji Untuk Hasil LC50

vi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar Ikan Nila
Gambar 3.1 Sketsa Proses Penelitian
Gambar 4.1 Hubungan antara Konsentrasi Toksikan (%) dengan Jumlah Kematian
Biota Uji (ekor) pada Kisaran 1
Gambar 4.2 Hubungan antara Konsentrasi Toksikan (%) dengan Jumlah Kematian
Biota Uji (ekor) pada Kisaran 2
Gambar 4.3 Hubungan antara Konsentrasi Toksikan (%) dengan Jumlah Kematian
Biota Uji (ekor) pada Kisaran 3
Gambar 4.4 Foto Kondisi Ikan Pada Waktu Belum Terkena Limbah
Gambar 4.5 Foto Kondisi Ikan Pada uji Toksisitas Akut Dengan Konsentrasi 5%
pada 96 jam
Gambar 4.6 Tabel Semi Logaritmik Untuk Mencari Nilai LC50

vii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

I NT I SAR I
Deterjen merupakan bahan pembersih yang semakin meningkat
penggunaannya di masyarakat luas. Usaha laundry merupakan salah satu usaha
penghasil limbah deterjen yang membuang sebagian besar limbahnya secara
langsung ke saluran drainase atau sepanjang sungai yang ada, sehingga dapat
menimbulkan dampak pada badan air penerima khususnya ikan yang hidup pada
badan air tersebut yang menjadi tempat pembuangan deterjen.
Uji toksisitas ini dilakukan untuk menentukan tingkat toksisitas terhadap
biota air yang hidup di badan air tempat pembuangan limbah laundry. Pada
penelitian kali ini menggunakan biota uji ikan nila dengan panjang sekitar 3 – 4
cm.
Dalam uji toksisitas ini dilakukan 2 tahap yaitu Range Finding Test,
pencarian kisaran diperoleh konsentrasi sebesar 0% sebagai kontrol; 1%; 2%; 3%;
4%; 5%. Tahap selanjutnya adalah Acute Toxicity Test, pada tahap ini akan
didapatkan nilai LC50. Nilai LC50 diperoleh dengan menggunakan Metode
Kalkulasi Grafik.
Hasil dari penelitian didapatkan nilai LC50 sebesar 2,4 %, sedangkan
pengaruh terhadap fisik ikan yaitu kulit berwarna kuning serta sirip dan ekornya
rapuh.

Kata kunci : Ikan Nila, Limbah Laundry, Toksisitas

viii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRACT
Detergents are cleaning agents increasing its use in the wider community.
Laundry business is one of the businesses that dispose of waste detergent most of
its waste directly into drainage channels or along the river, so that you can have an
impact on receiving water bodies, expecially the fish that live in these water
bodies that became dumpi detergent.
Toxicity test was conducted to determine the level of toxicity to water
organisms that live in water bodies laundry waste disposal sites. In the present
study using the test biota tilapia with a lenght of about 3 – 4 cm.
The toxicity test was conducted two phases Range Finding Test, the search
range of concentrations obtained at 0% as control, 1%, 2%, 3%, 4%, 5%. The next
stage is the Acute Toxicity Test, at this stage will get the LC50 value. LC50
values obtained using Graph Calculation Method.
The results of research obtained LC50 values of 2.4%, while the influence
of physical fish skin is yellow and brittle fins and tail.

Keywords : Tilapia, Laundry Waste, Toxicity

ix

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Deterjen diperkenalkan pada masyrakat dengan menggunakan bahan kimia
pengaktif permukaan (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) sebagai
penghasil busa. Namun karena sifat ABS

yang sulit diuraikan oleh

mikroorganisme, akhirnya digantikan dengan senyawa surfaktan Linier Alkyl
Sulfonat (LAS) yang lebih ramah lingkungan (Anonim 2010a).
Deterjen merupakan bahan

pembersih

yang

semakin meningkat

penggunaannya di masyarakat luas, usaha laundry merupakan salah satu usaha
yang menghasilkan air limbah deterjen. Menurut Sugiharto (1987), air limbah
adalah kotoran yang berasal dari masyarakat, rumah tangga dan juga berasal dari
industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya.
Penggunaan deterjen yang semakin meningkat ini, berdampak pada
naiknya tingkat pencemaran lingkungan perairan di sekitar pemukiman penduduk.
Pencemaran deterjen biasanya berasal dari hotel, rumah sakit, pencucian mobil
dan kegiatan domestik. Usaha laundry membuang sebagian besar limbahnya
secara langsung ke saluran drainase atau sepanjang sungai yang ada, tanpa
melakukan pengolahan limbah yang dihasilkan (Margiastuti, 2005) sehingga dapat
menimbulkan dampak pada badan air penerima, khusunya ikan yang hidup pada
badan air tersebut yang menjadi tempat pembuangan deterjen.

1

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

Untuk mengetahui sampai seberapa besar kemampuan badan air dalam
menerima deterjen atau toksisitas tersebut, maka perlu dilakukan suatu uji awal
yang dikenal dengan uji toksisitas. Uji toksisitas digunakan unuk menentukan
tingkat toksisitas limbah deterjen. Dalam penelitian ini ditinjau efek toksik
terhadap suatu species ikan tertentu sebagai biota uji, khususnya yang hidup di air
tawar yaitu ikan nila (Oreochromis Niloticus). Dengan adanya penelitian ini
diharapkan ikan nila dapat dijadikan bioindikator pada pencemaran limbah
deterjen dan dapat dijadikan sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang
deterjen yang mencemari badan air.

1.2 Per umusan Masalah
Limbah laundry membuang limbahnya secara langsung ke saluran drainase
yang bersifat toksik sehingga dimungkinkan mengganggu biota perairan.

1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menentukan tingkat toksisitas Lethal Concentratin ( LC50 ) limbah laundry
terhadap biota uji yaitu ikan nila ( Oreochromis Nilocticus ).
2. Menentukan tahapan secara fisik biota uji terhadap pencemaran deterjen.

1.4 Manfaat.
1. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang pencemaran deterjen
pada badan air.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

2. Memberikan wawasan tentang deterjen yang mencemari badan air terhadap
biota air.

I.5 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Limbah deterjen yang digunakan adalah limbah hasil pencucian laundry
yang diambil di kali daerah Nginden Semolo.
2. Biota uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan air tawar, yaitu
ikan nila (oreochromis niloticus) dengan panjang tubuh sekitar 3 – 4 cm
3. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium di laboratorium riset
jurusan Teknik Lingkungan FTSP UPN ”VETERAN” JATIM.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

2.1

Laundr y
Usaha laundry saat ini sudah sangat berkembang di masyarakat perkotaan,

mulai dari usaha laundry yang kecil sampai usaha laundry yang besar. Usaha
laundry merupakan salah satu usaha yang menghasilkan limbah deterjen, yang
berbahaya apabila dibuang secara langsung di badan air. Di surabaya kurang lebih
ada 50 buah usaha laundry yang memberikan servis/pelayanan bagi masyarakat.
Beberapa diantaranya tidak diketahui pembuangannya dan sebagian membuang
limbahnya ke saluran drainase atau sepanjang sungai (Margiastuti, 2005).

2.2

Deter jen
Deterjen yang kita gunakan untuk mencuci pakaian sebenarnya merupakan

hasil sampingan dari proses penyulingan minyak bumi dengan penambahan bahan
kimia seperti fosfat, silikat, bahan pewarna dan bahan pewangi. Deterjen pertama
kali diperkenalkan pada tahun 1960-an dengan menggunakan bahan kimia
pengaktif permukaan (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) sebagai penghasil
busa.
Beberapa negara di dunia secara resmi telah melarang penggunaan zat
Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) ini dalam pembuatan deterjen karena sulit
diuraikan dan memperkenalkan senyawa kimia baru yang disebut Linier Alkyl

4

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

Sulfonat, atau lebih sering jika kita lihat di berbagai label produk deterjen dengan
nama LAS yang relatif lebih ramah lingkungan (Anonim, 2010b).
2.2.1 Kar akter istik Deterjen
Deterjen didefinisikan sebagai produk pencuci atau pembersih yang
mengandung sejumlah komponen diantaranya adalah surfaktan yang mempunyai
sifat mampu menghilangkan kotoran dengan proses fisika-kimia dari unsur-unsur
penyusunnya terhadap kotoran terutama material dari minyak bumi ( Petroleum )
(Anonim, 2008).
Pada umumnya deterjen tersusun dalam beberapa jenis bahan penyusun yaitu :
1.

Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) meupakan zat aktif permukaan yang

mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka
lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga
dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktan
diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu :
1) Anionik : Alkyl Benzene Sulfonate, Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS),
Alpha Olein Sulfonate (AOS). Dalam penelitan ini digunakan deterjen
yang menggunakan Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS) dimana yang
menjadi substansi toxic dari deterjen, efek samping dari keberadaan LAS yang
melebihi kapasitas degradasi alami adalah tercemarnya lingkungan yang
mengakibatkan rusaknya komponen ekosistem lingkungan.
2) Kationik : Garam Ammonium

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

3) Non ionik : Nonyl phenol polyethoxyle
4) Amphoterik : Acyl Enthylenediamines
2.

Builders (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari

surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air.
Builders dapat digolongkan menjadi 4 golongan :
1) Phosphate : Sodium Tri Poly phosphate (STPP)
Phosphate yang biasa digunakan pada umunya berbentuk Sodium Tri Poly
phosphate (STPP). Phosphate tidak memiliki daya racun, tetapi jika digunakan
dalam jumlah banyak dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi)
yang berlebihan di badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen. Di
beberapa negara, penggunaan phosphate dalam deterjen telah dilarang.
Sebagai alternatif telah dikembangkan zeolith dan citrates sebagai builders
dalam deterjen.
2) Acetates : Nitril ri Acetate (NTA), Ethylene Diamine Tetra Acetate
(EDTA)
3) Silicates : Zeolith
4) Citrates : Cirate acid
3.

Filler
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai

kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas
Contoh : Sodium sulfate

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

4.

Additives
Additives adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih

menarik,

misalnya pewangi,

pelarut, pemutih,

pewarna dst. Additives

ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk .
Contoh : Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxyl Methyl Cellulose (CMC).

2.2.2

Dampak Limbah Laundr y Terhadap Lingkungan
Limbah laundry yang dibuang ke kolam ataupun rawa akan memicu

ledakan pertmbuhan ganggang dan enceng gondok sehingga dasar air tidak
mampu ditembus oleh sinar matahari. Kadar oksigen dalam air berkurang secara
drastis sehingga kehidupan biota air mengalami degradasi dan unsur hara
meningkat sangat pesat. Jika hal seperti ini tidak segera diatasi, ekosistem akan
terganggu dan merugikan manusia itu sendiri.
Selain merusak lingkungan, dampak deterjen dapat mengakibatkan
gangguan pada kesehatan manusia. Saat seusai mencuci, kulit tangan terasa
kering, panas, melepuh, retak – retak, gampang mengelupas hingga mengaibatkan
gatal dan kadang menjadi alergi.
Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian
menyebutkan bahwa deerjen memiliki kemampuan untuk melartkan bahan
bersifat karsinogen, misalnya 3,4 benzonpyrene, selain gangguan terhadap
masalah kesehatan, kandungan deterjen dalam air minum kandungan deterjen
dalam air minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak (Anonim 2010a).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

2.3

Toksisitas
Toksisitas adalah sifat relatif toksikan berkaitan dengan potensinya

mengakibatkan efek negatif bagi makhluk hidup. Sifat relatif ini merupakan
fungsi dari konsentrasi dan waktu pemaparan toksikan. Sebagai sifat relatif data
tokisisitas dipakai sebagai perbandingan toksikan. Pengujiannya dilakukan pada
kondisi tertentu dan tetap yang dapat diulang secara konsisten, sehingga
memungkinkan perbandingan antar toksikan yang diuji (Mangkoediharjo, 1999).

2.3.1

Toksikan
Toksikan dapat didefinisikan sebagai zat (berdiri sendiri atau dalam

campuran zat, limbah, radiasi, sinar, temperatur, dll) yang dapat menghasilkan
efek negatif bagi semua atau sebagian dari tingkat organisasi biologis (komunitas,
populasi, individu, organ, jaringan dan sel biomolekul) dalam bentuk merusak
struktur maupun fungsi biologis (Mangkoediharjo, 1999).
Menurut mangkoediharjo (1999) sumber toksikan dapat berupa :
1. Sumber tersebar (nonpoint source) : limpasan air lahan pertanian, air tanah
terkontaminasi, buangan udara dari transportasi, dll
2. Sumber

menetap

(point

source)

:

pembuangan

efluen

limbah

permukiman/industri, tempat pembuangan sampah, instalasi pengolahan
air limbah, dll.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

2.3.2

Efek Pemaparan Toksikan
Berdasarkan efek pemaparan toksikan, toksikan dapat dibedakan menjadi

dua macam (Mangkoediharjo, 1999) :
1. Efek toksik akut : efek toksik yang terjadi secara cepat sebagai hasil
pemaparan jangka pendek. Suatu zat dinilai sebagai toksik akut jika secara
langsung membunuh 50% atau lebih populasi biota yang terpapar dalam
waktu jangka pendek sekitar 96 jam sampai 14 hari.
2. Efek kronis/subkronis bisa terjadi karena zat menghasilkan efek merusak
sebagai hasil pemaparan tunggal, tetapi lebih sering efek terjadi karena
pemaparan berulang atau jangka panjang. Efek kronis dapat menghasilkan:
1) Efek letal : kesalahan/penyimpangan produksi organisme dalam
jangka panjang.
2) Efek subletal : perubahan kelakuan, perubahan fisiologis
(hambatan pertumbuhan, reproduksi, perkembangan), dll. Efek
subletal dapat menghasilkan kematian secara tidak langsung.
Misalnya, ikan yang kehilangan kemampuan berenang akan sulit
mendapatkan makanan sehingga lama kelamaan akan mati.
Efek

toksik

akut

suatu

efluen

umumnya

ditentukan

dengan

multikonsentrasi yang teerdiri dari kontrol serta minimal digunakan lima
jenis konsentrasi toksikan. Sedangkan penentuan toksisitas terhadap badan
air penerima menggunakan kontrol dan badan air penerima tanpa
pengenceran. Metode uji toksisitas akut yang menyebabkan kematian

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

merupakan metode pengamatan yang sangat mudah sehingga digunkan
secara luas dalam evaluasi toksisitas senyawa murni atau efluen yang
kompleks pada tahap awal penelitian. Hasil penelitian ini dinyatakan
sebagai konsentrasi dengan 50% kematian organisme uji (LC50) dalam
waktu relatif pendek satu sampai empat hari (Soemirat, 2003).

2.4

Ikan Nila
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang diintroduksi

dari luar negeri. Bibit ikan ini didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai
Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian
dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani diseluruh Indonesia
(Bernard dkk, 2010).
Nama nila diambil dari nama latinnya yaitu nilotica yang mengacu pada
asal ikan ini, yaitu Sungai Nil. Di luar negeri ikan nila biasa disebut nile atau
tilapia. Nama nila digunakan secara resmi sebagai nama spesies di Indonesia
sejak 1962. Menurut Bernard dkk(2010) klasifikasi ikan nila dapat digolongkan
sebagai berikut :
Filum

: Chordota

Subfilum

: Vertebrata

Kelas

: Pisces

Subkelas

: Archanthopterigii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

Ordo

: Perciformes

Familia

: Cichlidae

Genus

: Oreochromis

Spesies

: Oreochromis niloticus

Ikan nila dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin.
Kadar garam air yang disukai antara 0-35 permil. Ikan nila air tawar dapat
dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi yang bertahap. Kadar garam
dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila secara mendadak ke dalam
air yang berkadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan stress dan
kematian ikan. Nilai pH air tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5. Namun,
pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7-8 (Anonim, 2009).
Morfologi ikan nila dapat dilihat pada bentuk tubuhnya yang panjang dan
ramping serta mempunyai sisik yang kasar. Mata ikan nila menonjol dan besar
dengan tepi berwarna putih. Ikan nila mempunyai lima buah sirip yang berada di
pungung, dada, perut, anus dan ekor.Pada sirip dubur (anal fin) memiliki 3 jari –
jari keras dan 9 – 11 jari-jari sirip lemah. Sirip ekornya (caudal fin) memiliki 2
jari-jari lemah mengeras dan 16 – 18 jari-jari sirip lemah. Sirip punggung (dorsal
fin) memiliki 17 jari-jari sirip keras dan 13 jari-jari sirip lemah. Sirip dada
(pectoral fin) memiliki 1 jari-jari sirip keras dan 5 jari-jari sirip lemah. Sirip perut
(ventral fin) memiliki 1 jari-jari sirip keras dan 5 jari-jari sirip lemah (Bernard
dkk, 2010). Untuk lebih jelasnya gambar ikan nila dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

.
Gambar 2.1 Ikan Nila
Ikan nila termasuk pemakan segalanya, makanannya bisa berupa
tumbuhan, daging, serangga, ikan jenis lain maupun plankton. Pada masa larva,
setelah cadangan makanan berupa kuning telur habis benih ikan nila akan
memakan zooplankton yang tersedia di alam. Setelah berumur lebih dari
seminggu, anakan ikan nila juga akan memakan lumut atau alga yang ada di
lingkungannya. Pada ikan dewasa, tumbuhan air yang ada di perairan merupakan
salah satu makanannya (Bernard dkk, 2010).
2.5

Landasan teor i
Yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini terdiri dari : Faktor yang

mempengaruhi toksisitas, Uji toksisitas, klasifikasi uji toksisitas dan metode
perhitungan LC50.
2.5.1

Faktor Yang Mempengar uhi Toksisitas
Faktor – faktor yang mempengaruhi toksisitas menurut Mangkoediharjo

(1999) adalah :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

1. Berkaitan dengan toksikan itu sendiri
Toksisitas toksikan dapat dipengaruhi oleh komposisi toksikan kemungkinan
komponen toksikan mempunyai perbedaan toksisitas lain adalah sifat-sifat
fisik kimia.
2. Berkaitan dengan pemaparan toksikan
Toksikan akan menghasilkan efek negatif jika kontak dan bereaksi dengan
target biota pada konsentrasi tertentu dan cukup waktu.
3. Berkaitan dengan lingkungan
Sifat-sifat lingkungan sebagaimana yang mempengaruhi toksikan diatas juga
mempengaruhi toksisitas toksikan
4. Berkaitan dengan biota
Toksisitas toksikan berbeda untuk berbagai spesies biota, karena adanya
perbedaan ketahanan dan kemudahan spesies biota menerima toksik.
Perbedaan spesies biota tersebut berkaitan dengan faktor-faktor genetik, umur
dan status kesehatan.
2.5.2

Uji Toksisitas
Dalam Soemirat (2003) uji toksisitas sangat berguna untuk berbagai

macam tujuan, antara lain untuk mengetahui :
1.

Tingkat kecocokan kondisi lingkungan untuk biota akuatik

2.

Baik tidaknya faktor lingkungan akuatik, seperti DO, pH,
temperatur, salinitas, kekeruhan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

3.

Efek faktor lingkungan dalam toksisitas limbah.

4.

Toksisitas limbah terhadap biota uji.

5.

Sensitivitas relative dari organisme akuatik terhadap efluen
atau toksikan,

2.5.3

Klasifikasi Uji Toksisitas

Uji toksisitas dapat diklasifikasikan menurut (APHA, 1998) :
1.

Waktu pemaparan
1) Jangka pendek
Waktu pemaparan biasanya 48 jam atau 96 jam. Digunakan untuk
kegiatan pemantauan , sesuai untuk dasar pembuatan kebijakan perijinan
pembuangan

limbah

serta untuk penelitian, bermanfaat untuk

memperkirakan overall toxicity. Pengamatan dapat berupa berupa
kematian atau pengamatan yang lain untuk menentukan efek toksikan.
2) Jangka Menengah
Sebenarnya tidak ada batasan yang nyata antara jangka pendek,
menengah dan jangka panjang. Biasanya 11-90 hari. Digunakan untuk
menentukan efek toksikan pada berbagai fase kehidupan organisme.
3) Jangka Panjang
Waktu pemaparannya meliputi tahap awal kehidupan,sebagian
siklus hidupnya dan selama siklus hidup organisme uji, jadi bisa hanya 7
hari sampai berbulan-bulan. Uji toksisitas jangka panjang ini bermanfaat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

untuk ratio akut kronik, efek pada pertumbuhan, reproduksi, untuk
mengetahui ketahanan larva pertumbuhan dan ketahanan setiap tahapan
kehidupan.

2.

Metode pemaparan
1) Teknik statis (static)
Organisme uji ditempatkan pada kondisi lingkungan/larutan diam dan
selam pengujian larutan tidak diganti.
2) Teknik resirkulasi ( recirculation )
Larutan atau media uji tidak diganti selama pengujian, namun diresirkulasi
dari suatu bejana lain ke bejana uji dengan maksud memberi aerasi, filtrasi
atau reirkulasi. Teknik ini membutuhkan kehati-hatian yang tinggi pada
mekanisme resirkulasi untuk menjaga konsentrasi toksikan.
3) Teknik diperbarui ( renewal )
Sebagaimana teknik statis, namun larutan diganti yang baru secara
periodik selama pengujian. Biasanya 24 jam sekali.
4) Teknik mengalir ( flow through )
Larutan uji bergerak masuk dan keluar bejana tempat pengjian, dimana
terdapat organisme uji. Pengaliran dapat dilakukan secara berkala atau
kontinyu.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

2.5.4

Metode Per hitungan LC 50
Metode

yang

dapat

digunakan

untuk

menghitung

LC50

dalam

Mangkoediharjo (1999) dibagi menjadi tiga yaiu :
1. Metode kalkulasi Grafis ( Straight-Line Graphical Interpolation )
Metode ini dapat memberikan gambaran secara cepat distribusi data
konsentrasi efek, guna dilihat adanya korelasi positif antara konsentrasi
toksikan dan efek akut. Namun demikian terdapat kelemahan, yaitu tidak
memperhitungkan batas-batas kepercayaan LC50.
2. Metode Rata-Rata Sudut Bergerak ( Moving average interpolation )
Metode ini dipakai jika :
1) Tidak ada akut parsial dalam pengujian.
2) Sedikitnya terdapat 2 data konsentrasi toksikan yang lebih besar dari LC50.
3) Memperhitungkan batas-batas kepercayaan 95% dari hasil LC50.
3. Litthfield – Wiloxocon Abbreiviated Method
Metode ini dipakai untuk keadaan berikut :
1) Harus ada efek akut parsial dalam pengujian.
2) Memperhitungkan batas-batas kepercayaan 95% dari hasil LC50.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

BahanPenelitian
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Limbah deterjen yang digunakan adalah limbah hasil pencucian
laundry, yang sampelnya diambil di kali daerah Nginden Semolo,
analisa awal yang akan diteliti adalah pH, DO, TSS dan MBAS
(Deterjen).
2. Biota uji yang digunakan adalah biota air sungai yaitu ikan nila
(Oreochromis Niloticus) yang berukuran 3 – 4 cm.

3.2

Peralatan Penelitian
Peralatan penelitian yang akan digunakan adalah
1. Bak aklimatisasi yang mampu menampung seluruh biota uji.
2. Bak uji yang digunakan dalam penelitian, berupa ember plastik dengan
diameter ± 30 cm dan kedalaman ± 30 cm. dan masing – masing bak
uji dihubungkan dengan diffuser.
3. Untuk menjaga keadaan DO digunakan diffuser.
4. Termometer digunakan untuk mengontrol suhu tiap – tiap bak uji.
5. pH meter

17

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

3.3

Var iabel
Variabel uji yang digunakan meliputi :
Waktu pemaparan (jam) : 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam.
Dengan menetapkan :
1. Konsentrasi limbah laundry (%) : 0% (sebagai kontrol), 1%, 2%, 3%,
4%, 5% volume limbah laundry.
2. Ukuran biota uji 3 – 4 cm, dengan alasan sesuai dengan prosedur baku
uji toksisitas (Mangkoediharjo, 1999).

3.4

Pr osedur Penelitian
Dalam prosedur penelitian ini akan membahas tentang prosedur yang akan

dilakukan dalam penelitian yaitu :

3.4.1 Analisa Pendahuluan
1. Toksikan yaitu air limbah laundry yang mengandung deterjen, analisa
meliputi parameter : pH, suhu, TSS, DO dan MBAS (deterjen).
2. Analisa parameter air pengencer meliputi : pH, suhu, TSS, DO dan MBAS
(deterjen).
3.4.2

Sistem Pemaparan
Sistem pemaparan yang digunakan dalam uji toksisitas ini adalah static

test, dimana biota uji yang dikondisikan tanpa penggantian larutan. Keuntungan
static test ini antara lain : sederhana dan relatif murah, volume sampel yang
diperlukan lebuh sedikit (Soemirat, 2003).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

3.4.3

Aklimatisasi

Aklimatisasi bertujuan untuk menyesuaikan biota uji pada kondisi lingkungan
yang berbeda. Akllimatisasi dilakukan selama 7 hari. Dalam 2 hari pertama pada
tahap aklimatisasi harus dilihat kelayakannya berdasarkan Mangkoediharjo (1999)
sebagai berikut :
1) Jika ikan yang mati lebih dari 10% dari total populasi ikan, maka
kemungkinan besar air pengencer tidak memenuhi syarat untuk
hidup ikan atau kondisi ikan kurang bagus. Air pengencer dan ikan
tersebut tidak dapat digunakan uji toksisitas.
2) Jika ikan yang mati antar 5% sampai dengan 10% dari total
populasi ikan, maka aklimatisasi dilanjutkan lagi sampai 14 hari.
3) Jika ikan yang mati kurang dari 5% dari total populasi ikan, maka
air pengencer dan ikan tersebut layak digunakan untuk uji
toksisitas.
Pengamatan dilakukan setiap hari, ikan yang mati disingkirkan dan dilakukan
pencatatan akumulasi ikan yang mati. Ikan diberi makan 1 kali setiap harinya
selama tahap aklimatisasi ini.

3.4.4 Range Finding Test
Setelah aklimatisasi berakhir, dilakukan uji toksisitas pencarian kisaran awal.
Tahap ini merupakan uji awal untuk menetapkan rentang konsentrasi terkecil yang
menyebabkan kematian biota uji sebesar 100%. Uji ini menggunakan 10 ekor ikan
untuk tiap konsentrasi. Dengan perbandingan 1 ekor ikan/ 1 liter air

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

(Mangkoediharjo,1999), maka volume yang dibutuhkan sebesar 10 liter. Variasi
konsentrasi toksikan dalam prosentase toksikan adalah sebagai berikut :
1. Range Finding Test 1:
MBAS (detergent) = 40 mg/l
0% (sebagai kontrol)
20% volume limbah laundry

40 mg/l . 2 l
N2

2.

40% volume limbah laundry

16 mg/l

60% volume limbah laundry

24 mg/l

80% volume limbah laundry

32 mg/l

100% volume limbah laundry

40 mg/l

= 10 l . N2
=

8 mg/l

Range Finding Test 2:
0% (sebagai kontrol)
6% volume limbah laundry

2,4 mg/l

8% volume limbah laundry

3,2 mg/l

10% volume limbah laundry

4 mg/l

12% volume limbah laundry

4,8 mg/l

14% volume limbah laundry

5,6 mg/l

3. Range Finding Test 3:
0% (sebagai kontrol)
1% volume limbah laundry

0,4 mg/l

2% volume limbah laundry

0,8 mg/l

3% volume limbah laundry

1,2 mg/l

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

4% volume limbah laundry

1,6 mg/l

5% volume limbah laundry

2 mg/l

Prosedur range finding test :
1. Delapan belas tempat uji disiapkan untuk biota uji. Masing – masing
ember berkapasitas ±10 liter.
2. Toksikan diencerkan dengan air kali sesuai dengan prosentase konsentrasi
toksikan. Misalnya toksikan 20%, untuk volume total 10 liter dibutuhkan 2
liter toksikan deterjen dengan 8 liter air kali.
3. Sebelum ikan dimasukkan ke ember dilakukan analisa terhadap toksikan
meliputi parameter pH, suhu, DO dan biota uji dimasukkan ke dalam
ember, masing – masing 10 ekor tiap ember.
4. Dicatat kematian tiap interval 24, 48, 72 dan 96 jam. Pada saat durasi
pemaparan telah mencapai 96 jam, maka dapat diketahui konsentrasi
minimum yang dapat mengakibatkan kematian biota uji sebesar 100%.
5. Konsentrasi minimum yang telah diperoleh digunakan sebagai dasar dalam
menentukan batas atas konsentrasi uji dalam range interval yang lebih
kecil, digunakan untuk uji selanjutnya yaitu Acute Toxicity Test.
6. Pengamatan suhu, pH dan Do dilakukan setiap hari.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

Berikut ini adalah sketsa reaktor percobaan :
Reaktor I

Reaktor II

Reaktor III

0%

20%

40%

Reaktor IV

60%

Reaktor V

80%

Reaktor IV

100%

Catatan :
1) Masing – masing bak uji berkapasitas ± 10 liter.
2) Masing – masing konsentrasi dibuat tiga kali ulangan.
3) Total volume air dan toksikan yang digunakan adalah 10 liter.

3.4.5

Acute Toxicity Test
Acute toxicity test ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi toksikan

yang dapat menyebabkan kematian ikan dalam waktu relatif singkat. Untuk
masing – masing konsentrasi yang berbeda dilakukan pengulangan sebanyak tiga
kali. Dalam tiap wadah digunakan 10 ekor ikan dengan pengamatan pH, suhu dan
DO setiap hari. Data kematian ikan yang diperoleh pada pengamatan selama 96
jam (4 hari) digunakan untuk menentukan LC50. Pada tahap ini dilakukan replikasi
pengujian sebanyak 3 kali seperti pada Gambar 3.1 sebagai berikut :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

Selang penghubung
Bak Uji

Bak Kontrol

A5

A4

A3

A2

A1

A0

B5

B4

B3

B2

B1

B0

C5

C4

C3

C2

C1

C0

Diffuser

Gambar 3.1 Sketsa Proses Penelitian
Keterangan : A1; B1; C1 konsentrasi toksikan 1%
A2; B2; C2 konsentrasi toksikan 2%
A3; B3; C3 konsentrasi toksikan 3%
A4; B4; C4 konsentrasi toksikan 4%
A5; B5; C5 konsentrasi toksikan 5%
A0; B0; C0 konsentrasi toksikan 0% ( kontrol )

3.5

Analisis Data
Untuk menentukan nilai LC50 ini menggunakan Metode Kalkulasi Grafis.

Menurut Mangkoediharjo (1999) metode ini dapat memberikan gambaran secara
cepat distribusi data konsentrasi efek, guna dilihat adanya korelasi positif antara

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

konsentrasi toksikan dan efek akut. Namun demikian terdapat kelemahan, yaitu
tidak memperhitungkan batas-batas kepercayaan LC50.
Prosedur perhitungan :
1. Menyiapkan tabulasi data
2. Data diplot pada grafik semilogaritma dengan sumbu Y bernilai
log sehingga didapatkan garis korelasi dengan persamaan
sumbu.
3. Masukkan x = 50 pada persamaan sumbu, didapatkan nilai Y
yang merupakan konsentrasi toksikan yang mengakibatkan
kematian ikan sebesar 50%.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Analisa Pendahuluan
Air pengencer yang digunakan dalam penelitian adalah air kali daerah

nginden semolo. Air kali ini dipakai karena sebagai tempat pembuangan atau
effluent dari industri laundry yang juga merupakan kriteria sebagai air pengencer
dalam Mangkoediharjo, 1999. Parameter yang dianalisa adalah suhu, pH, DO,
TSS dan MBAS (detergent) adapun hasil analisa air pengencer sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil Analisa Air Pengencer
PARAMETER

AIR
PENGENCER

Suhu

pH

DO

TSS

MBAS
(detergent)

Air Kali

26 C

7,7

2,1 mg/l

280 mg/l

4,3 mg/l

Sumber : Hasil analisa di Laboratorium Riset jurusan teknik Lingkungan

Dari hasil analisa dapat dipastikan bahwa air pengencer tersebut dapat
digunakan sebagai air pengencer dalam uji toksikologi, itu terlihat dari nilai pH
yang memasuki kriteria sebagai air pengencer

yaitu 6,5 sampai 8,5

(Mangkoediharjo, 1999). Begitu juga dengan suhu, batas optimal suhu untuk
hidup ikan nila antara 15 – 370C (Bernard dkk, 2010).
Analisa pendahuluan berikutnya adalah analisa sampel limbah laundry,
yang dianalisis adalah suhu, pH, DO, TSS dan MBAS (deterjen). Hasil dari
analisa toksikan Limbah deterjen terdapat pada Tabel 4.2 sebagai berikut :

25

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

Tabel 4.2 Hasil Analisa Limbah Laundry
PARAMETER
TOKSIKAN

Limbah
Laundry

Suhu

pH

DO

TSS

MBAS
(detergent)

27 0C

7,2

3,2 mg/l

55 mg/l

40 mg/l

Sumber : Hasil analisa di laboratorium Riset Jurusan teknik lingkungan

Dari hasil analisa di atas dapat dilihat bahwa kadar oksigen atau kadar
Disolved Oxygen (DO) di dalam limbah tersebut sangat kecil dan dapat
menyebabkan kematian pada biota uji ikan nila, maka dari itu dalam uji toksisitas
diberikan kadar oksigen dengan menggunakan diffuser agar biota uji ikan nila
tidak mati karena kekurangan oksigen melainkan karena toksikan yang diberikan.
4.2

Tahap Aklimatisasi
Tahap aklimatisasi merupakan tahap pertama sebelum dilakukannya uji

toksisitas. Aklimatisasi dilakukan dengan tujuan agar ikan uji dapat beradaptasi
dengan air pengencer yang digunakan, sehingga kematian ikan yang terjadi
selama pengujian bukan disebabkan ketidakmampuan ikan dalam beradaptasi
dengan lingkungannya yang baru. Aklimatisasi dilakukan selama 7 hari, apabila
dalam 2 hari kematian ikan kurang dari 5% maka ikan dan air pengencer layak
digunakan uji toksisitas (Mangkoediharjo, 1999 ). Selama tahap ini, pengukuran
suhu, pH, DO dilakukan setiap hari untuk memastikan bahwa lingkungan hidup
aklimatisasi sesuai dengan lingkungan hidup ikan. Ikan nila yang digunakan
berukuran panjang 3 – 4 cm. Berikut ini adalah data hasil aklimatisasi yang
dilakukan selama 7 hari, dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai
berikut :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

27

Tabel 4.3 Hasil Analisa Tahap Aklimatisasi

Par ameter

Satuan

1

2

3

Hari ke
4

Suhu

C

25

24,5

25,5

25,5

26

26

25,5

Ph

-

8,1

7,5

8,1

8,1

7,6

7,5

7,6

DO

mg/l

5,3

5,2

4,3

5,5

5,2

4,7

4,5

Kematian
Ikan

Ekor

8

6

5

5

4

4

3

5

6

7

Sumber : Hasil pengamatan dan analisa di Laboratorium Riset Jurusan Teknik Lingkungan

Kematian ikan pada awal proses aklimatisasi disebabkan karena stress dari
perubahan kondisi air dan juga perubahan kondisi temperatur air normal di
lapangan berubah menjadi lebih tinggi dalam perjalanan sehingga kondisi ikan
menjadi lemah, suhu yang optimal untuk ikan nila berkisar antara 15 – 370C
(Bernard dkk, 2010).

4.3 Uji Toksisitas
Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam uji toksisitas, yaitu : Range
Finding Toxicity atau tahapan pencarian kisaran temuan awal konsentrasi dan
yang kedua adalah Acute Toxicity Test dan tahap pengamatan secara visual
kondisi ikan yang mati karena toksikan dari limbah deterjen.
4.3.1 Uji Pencarian Kisaran Konsentrasi ( RANGE FINDING TOXICITY
TEST )
Setelah aklimatisasi berakhir, dilakukan uji toksisitas pencarian kisaran
awal. Konsentrasi pemaparan awal yang digunakan pada range finding test ini

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

28

adalah 0%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%. Selama pengujian dilakukan aerasi
untuk menghindari terjadinya kematian akibat kurangnya oksigen. Dalam tahap
ini menggunakan 10 ekor ikan untuk setiap konsentrasi. Dalam setiap wadah
terdapat 10 ikan dalam 10 liter air, berarti jika diberikan 20% toksikan maka 2
liter toksikan diencerkan dengan menggunakan 8 liter air pengencer. Berikut ini
adalah Grafik Tahap Pencarian Kisaran 1 yang terdapat pada Gambar 4.1 sebagai
berikut :

Gambar 4.1 Hubungan antara Konsentrasi Toksikan (%) dengan Jumlah Kematian
Biota Uji (ekor) pada Kisaran 1
Setelah 24 jam kematian biota uji (ikan nila) sebesar 100% terdapat pada
seluruh kisaran konsentrasi toksikan pada uji toksisitas pencarian kisaran 1,
kecuali konsentarsi 0% (kontrol). Karena belum mendapatkan konsentrasi yang
tepat, maka range finding test diulang dengan menggunakan konsentrasi toksikan
yang lebih rendah dari konsentrasi toksikan yang pertama, berikut adalah
konsentrasi yang ke 2 yaitu : 0%, 6%, 8%, 10%, 12 dan 14 %. Selama pemaparan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

29

ikan harus selalu diperhatikan. Berikut ini adalah Grafik kematian Biota Uji pada
Tahap Pencarian Kisaran yang ke 2 yang terdapat pada Gambar 4.2 sebagai
berikut:

Gambar 4.2 Hubungan antara Konsentrasi Toksikan (%) dengan Jumlah Kematian
Biota Uji (ekor) pada Kisaran 2
Konsentrasi 6% toksikan adalah konsentrasi paling kecil yang digunakan
pada proses pencarian kisaran ke 2, dengan itu batas maksimal konsentrasi yang
dipakai dalam Uji Pencarian Kisaran yang ke 3 adalah 6%. Konsentrasi toksikan
yang digunakan pada uji kisaran ke 3 yaitu : 0%, 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%.
Berikut adalah Grafik dari proses Uji Pencarian Kisaran ke 3 yang terdapat pada
Gambar 4.3 sebagai berikut :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

30

Gambar 4.3 Hubungan antara Konsentrasi Toksikan (%) dengan Jumlah Kematian
Biota Uji (ekor) pada Kisaran 3
Setelah di dapat jumlah konsentrasi toksikan yang sesuai maka konsentrasi
toksikan tersebut yang nantinya yang akan digunakan dalam proses Uji
Toksisistas Akut. Dan konsentrasi yang digunakan adalah 0% (sebagai kontrol),
1%, 2%, 3%, 4%, 5%.
Pada proses pemberian oksigen ke dalam air dengan menggunakan aerator
atau diffuser cukup digunakan ikan untuk bertahan hidup dalam wadah
(tergantung besar konsentrasi toksikan yang diberikan), di dalam wadah toksikan,
ikan banyak mengambil oksigen dan melepas gas buang hasil respirasi, karena
banyaknya busa yang menutup di permukaan, maka transfer gas buang hasil
respirasi akan terganggu di dalam. Kematian ikan nila juga disebabkan karena
sifat toksik dari toksikan dan kemampuan adaptasi rendah yang dimilikinya,
berdasarkan hasil penelitian bahwa oksigen yang diberikan lebih dari cukup,
namun pada kondisi rendah dan oksigen yang cukup dapat membuat ikan nila

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

31

mati, dengan permasalah seperti itu saja dapat disimpulkan bahwa ikan nila adalah
ikan yang rentang terhadap perubahan kondisi di lingkungan air.

4.3.2 Uji Toksisitas Akut (ACUTE TOXICITY TEST)
Tahap berikutnya setelah tahap Uji Pencarian Kisaran Konsentrasi
Toksikan adalah Uji Toksisitas Akut, dalam uji ini digunakan untuk mengetahui
tingkat konsentrasi toksikan yang dapat menyebabkan kematian ikan dalam waktu
relatif singkat. Tahap Uji Toksisitas Akut ini menggunakan konsentrasi : 0%
(sebagai kontrol), 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% dan juga dilakukan dengan 3 replikasi
Pada tahap Uji toksisitas akut, pH, suhu, DO dari tiap konsentrasi toksikan
harus dianalisa terlebih dahulu sebelum ikan dimasukkan ke dalam pemaparan.
Selama pemaparan, keadaan ikan diperhatikan dan dianalisa setiap hari. Ikan
dipaparkan dengan toksikan selama 96 jam (4 hari).

Dalam wadah/tempat

pemaparan berisi 10 liter air, yang mana 1 ikan nila hidup dalam 1 liter air, tetapi
itu hanya berlaku di kontrol atau konsentrasi toksikan 0% karena belum tercampur
dengan toksikan, tetapi setelah jumlah konsentrasi toksikan dimasukkan ke dalam
wadah, maka jumlah takaran air harus disesuaikan dengan jumlah ukuran toksikan
yang akan dicampurkan dengan air, setelah biota uji dimasukkan ke dalam wadah
tempat pemaparan maka penganalisaan mengenai suhu, pH dan DO dilakukan
setelah 24 jam, dan kemudian 48 jam, 72 jam dan yang terakhir 96 jam. Hasil
analisa kematian ikan nila pada tahap uji toksisitas akut dapat dilihat pada Tabel
4.4 sebagai berikut :

Hak Cipta © m