Respon Pemerintah Indonesia Terkait Dengan Pemberian TPV (Temporary Protection Visa) Bagi 42 Warga Asal Papua Oleh Pemerintah Australia
S K R I P S I
RESPON PEMERINTAH INDONESIA TERKAIT DENGAN PEMBERIAN TPV (TEMPORARY PROTECTION VISA) BAGI 42 WARGA ASAL PAPUA
OLEH PEMERINTAH AUSTRALIA
Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) Strata-1
Jurusan Hubungan Internasional
Oleh:
YUNI ARTI SOEMARDI
07260040
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014
(2)
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Yuni Arti Soemardi
NIM : 07260040
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan : Hubungan Internasional
Judul Skripsi : Respon Pemerintah Indonesia Terkait Dengan Pemberian
TPV(Temporary Protection Visa) Bagi 42 Warga Asal Papua Oleh Pemerintah Australia
Telah Dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Hubungan Internasional Dan dinyatakan LULUS
Pada Hari : Kamis
Tanggal : 14 Agustus 2014 Tempat : Ruang Dosen FISIP
Mengesahkan, Dekan FISIP – UMM
Dr. Asep Nurjaman, MSi Dewan Penguji :
1. Peggy Puspa H.,S.Sos.,M.Sc ( )
2. Hafid Adim Pradana, M A ( )
3. M. Syaprin Zahidi, MA ( )
(3)
LEMBAR PERSETUJUAN
Nama : Yuni Arti Soemardi
NIM : 07260040
Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik Jurusan : Hubungan Internasional
Judul Skripsi : Respon Pemerintah Indonesia Terkait Dengan Pemberian TPV (Temporary Protection Visa) Bagi 42 Warga Asal Papua Oleh Pemerintah Australia
Disetujui Oleh,
Pembimbing I Pembimbing II
M. Syaprin Zahidi, MA Helmia Asyathri, S. IP
Mengetahui,
Dekan FISIP Ketua Jurusan
Hubungan Internasional UMM
(4)
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertandatangan dibawah ini,
Nama : Yuni Arti Soemardi Tempat,Tanggal Lahir : Banjarmasin,24 Juni 1989
NIM : 07260040
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan : Hubungan Internasional
Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul :
Respon Pemerintah Indonesia Terkait Dengan Pemberian TPV (Temporary Protection Visa) Bagi 42 Warga Asal Papua Oleh Pemerintah Australia
Adalah bukan karya tulis ilmiah atau skripsi orang lain, baik sebagian atau seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya dengan benar.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Malang, Yang menyatakan
(5)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI
Nama : Yuni Arti Soemardi
NIM : 07260040
Jurusan : Hubungan Internasional
Judul Skripsi : Respon Pemerintah Indonesia Terkait Dengan Pemberian TPV(Temporary Protection Visa) Bagi 42 Warga Asal Papua Oleh Pemerintah Australia
Dosen Pembimbing : Pembimbing I : M. Syaprin Zahidi, MA Pembimbing II : Helmia Asyathri, S, IP
Tanggal Materi Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II 05 Maret 2014 Pengajuan Proposal
11 April 2014 ACC BAB I 17 Mei 2014 Seminar Proposal 29 Mei 2014 Pengajuan BAB II 10 Juni 2014 ACC BAB II
24 Juni 2014 Pengajuan BAB III,IV dan V
(6)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman, amin.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang. Judul yang penulis ajukan adalah “ Respon Pemerintah Indonesia Terkait Dengan Pemberian TPV (Temporary Protection Visa) Bagi 42 Warga Asal Papua Oleh Pemerintah Australia”.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itudalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ayahanda Soemardi dan Ibunda Supinah, atas kesabaran hati dan kasih sayangmu, yang telah rela untuk meneteskan keringat dan air mata dalam mengarahkan dan menuntun peneliti menuju kehidupan yang penuh berkah. Ridhomu adalah ridho Allah, tanpa do’a dan restumu, skripsi ini tak akan pernah selesai.
(7)
2. Bapak Dr. Muhadjir Effendy, M.AP, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, yang telah menerima dan memberi kesempatan untuk belajar dan menambah ilmu pengetahuan di lembaga yang dipimpinnya.
3. Bapak Dr. Asep Nurjaman, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.
4. Bapak Gonda Yumitro, MA, selaku Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian dan memberikan motivasi.
5. Bapak M.Syaprin Zahidi, MA, selaku pembimbing I dan Ibu Helmia Asyathri, S.IP, selaku pembimbing II, yang telah bersabar dalam membimbing dan memberi motivasi serta meluangkan waktu untuk saya selama proses penyelesaian skripsi. Semoga amal dan kebaikan yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan pahala yang berlimpah dari Allah SWT.
6. Seluruh dosen Universitas Muhammadiyah Malang khususnya Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang atas semua ilmu yang telah diberikan selama menempuh pendidikan di kampus ini.
7. Ibu Peggy Puspa H.,S.Sos.,M.Sc, dan Bapak Hafid Adim Pradana, S. IP , yang sudah bersedia dan meluangkan waktu untuk menguji skripsi ini.
(8)
8. Bapak Gonda Yumitro, MA selaku dosen wali, yang telah berkenan membantu dan membimbing saya dalam proses akademik hingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga amal dan kebaikan yang telah Bapak berikan kepada saya mendapatkan pahala yang berlimpah dari Allah SWT. 9. Adik ku tersayang,Dwi Octavianti Soemardi terima kasih atas doa dan semangat yang telah di berikan,semoga lancar dan cepat selesai kuliah nya.
10. My Lovely, Davis Indra Prasetya, yang selalu menemani disaat senang, sedih, membantu dan selalu men-support saya dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai. Makasih bebeb, love u so much.
11. Teman- teman ku,Khoirul Anwar, Gita, Delvit, Dian, Firdaus, Joni dan semua yang tak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya, semoga kelak kita menjadi orang-orang yang sukses dan bermanfaat. Amin.
12. Teman-teman kost Bukit Cemara Tujuh Blok 2 Kav. 36, Mimin, Malika, Adha,terima kasih sudah menjadi teman yang baik buat saya dan kebersamaannya selama ini,mudah-mudahan kuliah kalian lancar dan semoga cepet lulus juga. Amin.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat dapat bagi pembaca dan untuk pengembangan Ilmu Pengetahuan dalam bidang lain yang terkait. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Kritik dan saran kami hargai demi penyempurnaan penulisan serupa dimasa
(9)
yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat bernilai positif bagi semua pihak yang membutuhkan. Amin.
Malang, 21 Agustus 2014
Penulis,
(10)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... iv
ABSTRAKSI ... v
ABSTRACTION . ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... ... 5
1.4. Kajian Pustaka ... ... 5
1.4.1. Penelitian Terdahulu ... 5
1.4.2. Landasan Teori Dan Konsep ... 14
1.4.2.1. Konsep Suaka Politik ... 14
1.4.2.2. Konsep Kedaulatan ... 20
1.5. Metodologi Penelitian ... 22
1.5.1. Jenis Penelitian ... 22
1.5.2. Sumber Data Dan Teknik Penulisan ... 23
1.5.2.1. Sumber Data ... 23
1.5.2.2. Teknik Pengumpulan Data ... 23
1.5.3. Teknik Analisa Data ... 23
1.5.4. Ruang Lingkup ... 24
1.5.4.1. Batasan Waktu ... 24
(11)
1.6. Argumen Dasar ... 24 1.7. Sistematika Penulisan ... 25
BAB II FAKTOR PENYEBAB WNI ASAL PAPUA MEMINTA
SUAKA POLITIK KE AUSTRALIA ... 26 2.1. Kondisi Masyarakat Papua dan Domestik Indonesia Tahun 2006 ... 26 2.2. Gerakan Separatis OPM (Organisasi Papua Merdeka) Tumbuh dan
Berkembang di Papua Sebagai Simbol Perlawanan Terhadap
Pemerintah Indonesia.. ... 35 2.3. Elaborasi Faktor 42 Warga Papua Mencari Suaka Politik Ke
Perairan Australia ... 43
BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAH AUSTRALIA DALAM
PEMBERIAN SUAKA POLITIK ... 50 3.1. Kebijakan Australia Dalam Pemberian Visa Sementara Bagi Pencari
Suaka Politik ... 50 3.2. Dinamika Hubungan Diplomatik Indonesia – Australia Tahun
2006-2007 ... 55 3.2.1. Kilas Balik Dinamika Hubungan Indonesia – Australia Dari
Tahun ke Tahun ... 55
BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA TERKAIT PEMBERIAN SUAKA POLITIK 42 WARGA NEGARA
INDONESIA ASAL PAPUA OLEH PEMERINTAH AUSTRALIA ... 64 4.1. Respon Indonesia Terkait dengan Pemberian Visa Sementara Oleh
Pemerintah Australia Kepada WNI Asal Papua... 64 4.2.Pertemuan Lanjutan Kedua Pemimpin Negara Indonesia – Australia
(12)
5.1. Kesimpulan ... 76
5.2. Saran. ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 79
LAMPIRAN ... 87
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 : Tabel Posisi Penelitian ... 12 Tabel 1.7 : Tabel Sistematika Penulisan ... 25
(14)
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Chauvel, Richard, 2005, Indonesia Australia: Tantangan dan Kesempatan dalam Hubungan Politik Bilateral, Jakarta: Granit, hal. 62
Critchley, Susan, 1995, Hubungan Australia dengan Indonesia dan Strategi Keamanan (Terjemahan Sugiarta Sriwibawa, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Gibbon, Rodd Mc, 2004, Papua: Plural Society in Perils, Washington, The East-West Centre, hal.18
Hamid, Sulaiman, ”LembagaSuakaDalamHukumInternasional”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002,hal. 46.
Hamid, Zulkifli, 1999, Sistem Politik Australia, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, hal. 420.
Khan, Aga., Sadruddin, “United Nations High Commissioner for Refugees”, Lectures on Legal Problems relating to Refugees and Displaced Persons, given at the Hague Academy of International Law, 4-6 August, p.24, sebagaimana dikutip oleh Enny Soeprapto, “International Protection of Refugees and Basic Principles of Refugee Law, an Analysis”, Makalah, 1989, hal. 38. Sebagaiman dikutip dari Imam Prihandono. Op. Cit.,
Kossay, Paskalis, 2011, Konflik Papua: Akar masalah dan Solusi, Jakarta, Tollelegi, hal. 109
Mas’oed, Mochtar , “Studi Hubungan Internasional: tingkat Analisa dan
Teorasi”, Pusat Antar Universitas – Studi Sosial Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Mas’oed, Mochtar, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, 1994 Jakarta: LP3ES, hal. 184.
(15)
Plano, Jack C., Olton, Roy. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Bandung: Abardin, hal. 5.
Ricklefs, M. C., 2007, Sejarah Indonesia Modern, Terjemahan Drs. Dharmono Hardjowidjono; Cetakan ke 9; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007 hal. 349
Rosenau, James N., Boyd, Gavin., Thompson, Kenneth W.. 1976. World Politics: An Introduction. New York: The Free Press, hal. 27.
Silalahi, Uber, 2009, MetodePenelitianSosial, Bandung: RefikaAditama.
Suganda, Yulia, 2008, Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan Mengenai Papua, Jakarta, hal. 5
Widjojo, Muridan S., 2006, “Nationalist and Separatist Discourses in Cylical Violence in Papua, Indonesia”, dalam Asian Jurnal of Social Sciences, Vol 34, No.3, hal. 14
Yoman, Sofyan Socrates, 2007, Pemusnahan Etnis Melanesia, Memecah Kebisuan Sejarah di Papua Barat, Yogyakarta, Galang Press, hal. 6
Jurnal :
Dinda, Dampak Singgahnya Pencari Suaka Ke Australia Terhadap Peningkatan Kejahatan Transnasional di Indonesia, data ini diperoleh daari
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DINDA%20Jurnal%20Skri psi.docx diakses pada tanggal 1 Januari 2014
Hukum Universitas Indonesia, Volume 2, Nomor 1, Oktober 2004, hal. 42. Manggabarani, Sartika, Masalah Papua dalam Konteks Hubungan Indonesia –
Australia, data ini diperoleh dari
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/338 6/skripsi%20fix.docx?sequence=1, diakses pada tanggal 19 Juni 2014
Oktari, Lily, Dampak Suaka Yang Diberikan Australia Pada 42 Warga Papua Terhadap Hubungan Diplomatik Indonesia – Papua, data ini diperoleh melalui
http://lilyoktari.wordpress.com/2009/01/26/dampak-suaka- yang-diberikan-australia-pada-42-orang-warga-papua-terhadap-hubungan-diplomatik-indonesia-australia/ diakses pada tanggal 2 Januari 2014.
(16)
Prihandono, Iman, Pemberian Suaka oleh Negara: Kasus Pemberian Suaka Oleh Pemerintah Australia Kepada 42 WNI Asal Papua, data ini
diperoleh dari
http://imanprihandono.files.wordpress.com/2008/07/pemberia nsuaka.pdf diakses pada tanggal 4 Januari 2014
Sariama, Ima, Peran Tni Dalam Menegakkan Kedaulatan Dan Keamanan Di Wilayah Perbatasan Pulau Sebatik, 2014, e-Jurnal Hubungan Internasional: Unmul, data ini diperoleh dari
http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2014/02/Ima%20Sariama%20Jurnal%20%28 02-24-14-02-50-39%29.pdf, diakses pada tanggal 12 Februari 2014
UNHCR, “The State of the World’s Refugees 1997-1998, A Humanitarian Agenda”, Oxford UniversityPress, New York, p. 183,
sebagaimana dikutip oleh Sri Setianingsih Suwardi, “Aspek Hukum Masalah Pengungsi Internasional”, Jurnal Hukum Internasional, Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas.
Artikel:
Menadue, John, dkk,“A New Approach Breaking Stalemate on Refugees And Asylum Seekers”, 2011. Data ini diperoleh dari
https://cpd.org.au/wp-content/uploads/2011/08/CPD-Refugee_Report_Web.pdf diakses pada tanggal 3 Januari 2014
Masalah Papua Menjadi Bahan Kampanye Politik di Australia, Media Indonesia,
data ini diperoleh dari
http://publikasi.umy.ac.id/files/journals/8/articles/1967/public /1967-4681-1-PB.pdf diakses pada tanggal 4 Januari 2014
Web:
Aditjondro, George J., Mengenang Perjuangan Tom Wanggai: Dengan Bendera Atau Apa?, data ini diperoleh dari
http://rastunanews.blogspot.com/2010/04/mengenang-perjuangan-tom-wainggai_23.html, diakses pada tanggal 20 Juni 2014
(17)
Dachoni, R., Menguak Kembali Lepasnya Timor Timur, data ini diperoleh dari http://blograj3s4.blogspot.com/2007/10/menguak-kembali-lepasnya-timor-timur.html, diakses pada 20 Mei 2014
Head, Mike, Australia Menggertak Timor Timur ”merdeka” atas minyak dan gas,
data ini diperoleh dari
http://www.wsws.org/id/2002/mei2002/timo-m30.shtml. diakses pada 20 Mei 2014
Syarwi, Pangi, Penyebab Gagalnya Otsus Papua, data ini diperoleh dari http://pangisyarwi.com/index.php?option=com_content&vie w=article&id=136:faktor-faktor-otonomi-khusus-gagal-di-papua-tulisan-bagian-kedua&catid=8:makalah&Itemid=103, diakses pada tanggal 30 Januari 2014
Tebay, Neles, Dampak Kegagalan Otsus Papua, data ini diperoleh dari http://deateytomawin.wordpress.com/2009/04/29/dampak-kegagalan-otsus-papua/, diakses pada tanggal 05 Februari 2014
Ulah Australia Ini bikin Geram Indonesia, data ini diperoleh dari http://m.merdeka.com/peristiwa/ulah-australia-ini-bikin-geram-indonesia/intervensi-lepasnya-timor-timur.html, diakses pada tanggal 20 Mei 2014
_______________43 Pencari Suaka Di Australia Sudah Teridentifikasi, Antara
News, data ini diperoleh dari
http://www.antaranews.com/berita/26656/43-pencari-suaka-di-australia-sudah-teridentifikasi, diakses pada tanggal 20 Juni 2014
________________500 warga siap ke Australia, 2006, data ini diperoleh dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0603/26/nas01.htm, diakses pada tanggal 03 Februari 2014
________________Australia Salah Membaca Sikap Indonesia? Data ini diperoleh dari http://www.antaranews.com/print/31528/, diakses pada tanggal 07 Juni 2014
________________Definisi Suaka Menurut Badan PBB UNHCR, data ini diperoleh dari http://www.hreoc.gov.au diakses pada tanggal 5 Januari 2014.
________________Dubes RI di Australia Segera Ditarik, data ini diperoleh dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0603/25/nas01.htm, diakses pada tanggal 20 Juni 2014
(18)
________________Fact Sheet 61. “Seeking Asylum within Australia”, Department of Immigration and Multicultural andIndigenous Affairs (DIMIA), diakses tanggal 09 Januari 2014 melalui http://www.immi.gov.au/facts/61asylum.htm
________________Gajah Kusumo dan Erwin Nurdin, DPR Minta Putuskan Hubungan Diplomatik Dubes di Australia Dipanggil Pulang, data ini diperoleh dari
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=5861&coid =3&caid=31&gid=3, diakses pada tanggal 18 Juni 2014 ________________Gejala Internasionalisasi Papua Semakin Menguat, data ini
diperoleh dari http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=8707&type=2#. U32KD3arE78, diakses pada tanggal 20 Mei 2014
________________Jumlah Pencari Suaka Terus Menurun, Antara News. Data ini
diperoleh dari
http://www.antaranews.com/print/42642/jumlah-pencari-suaka-terus-menurun diakses pada tanggal 4 Januari 2014 ________________Kembalianya Para Pencari Suaka Papua: Sebuah Realita
Kemausiaan, data ini diperoleh dari http://kabarpapua.wordpress.com/2009/01/09/kembalinya-para-pencari-suaka-papua-sebuah-realita-kemanusiaan/, diakses pada tanggal 20 Juni 2014
________________Ketua MPR : Australia Tidak Jujur, data ini diperoleh dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0603/28/nas01.htm, diakses pada tanggal 07 Juni 2014
________________Kondisi Perekonomian Di Papua Relative Tinggi, 2013, data ini diperoleh dari http://papuapos.com/index.php/warta- daerah/kab-keerom/item/2930-kondisi-kemiskinan-di-papua-relatif-tinggi, data ini diakses pada tanggal 20 Januari 2014
(19)
________________Menunggu Hasil SBY – Howard di Batam, data ini diperoleh dari
http://news.detik.com/read/2006/06/26/103444/623490/10/% 3E%3C/a%3E%3C/h5%3E%20%20%20%20%20%3Cdiv%2 0class=, diakses pada tanggal 20 Juni 2014
_______________Merajut Persahabatan di Batam, data ini diperoleh dari http://www.beritaindonesia.co.id/nasional/1894-merajut-persahabatan-di-batam, diakses pada tanggal 20 Juni 2014
________________Minta Boikot Produk Australia, 2006, data ini diperoleh dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0604/03/slo01.htm, diakses pada tanggal 18 Juni 2014
________________Organisasi Papua Merdeka, data ini diperoleh dari http://www.reocities.com/capitolhill/senate/4931/tmain4.htm, diakses pada tanggal 03 Februari 2014
________________Papua Menggugat,2006, Jurnal Penelitian Politik Vol 3 issue 1: LIPI. Data ini diperoleh dari
http://books.google.co.id/books?id=6m7mzv-Huf4C&pg=PA58&lpg=PA58&dq=penyebab+masyarakat+P apua+mencari+suaka+politik&source=bl&ots=QcXWBhvnz 5&sig=TjQM_wO5AqOsIXBNykUcNXIiTak&hl=en&sa=X &ei=gPL1UpG8IYGNrQfY9IGwAw&redir_esc=y#v=onepa ge&q=penyebab%20masyarakat%20Papua%20mencari%20s uaka%20politik&f=false, diakses pada tanggal 03 Februari 2014
________________Presiden Berharap DPR Segera Ratifikasi Perjanjian Lombok, data ini diperoleh dari
http://www.antaranews.com/print/71840/, diakses pada taanggal 20 Juni 2014
________________Presiden: Tak Ada Toleransi Bagi Siapapun Yang Bermain di Papua, data ini diperoleh dari
(20)
http://www.antaranews.com/berita/31109/presiden-tak-ada-toleransi-bagi-siapa-pun-yang-bermain-di-papua, diakses pada tanggal 18 Juni 2014
________________RI Protes Australia Soal Visa 42 Warga Papua, data ini diperoleh dari http://www.antaranews.com/print/30520/, diakses pada tanggal 04 Februari 2014
________________Sh News, “Australia, Tidak Lagi Ramah Untuk Pencari Suaka” data ini diperoleh dari http://www.shnews.co/detile-23133--australia-tak-lagi-ramah-untuk-pencari-suaka.html, diaksespadatanggal 03 Januari 2014
________________Sidney Morning Herald, “PM: diplomacy yes, apology no”, April 18, 2006, data ini diperoleh dari,
http://smh.com.au/news/world/pm-diplomacy-yes-apology-no/2006/04/18/1145126095459.html#, diakses pada tanggal 07 Juni 2014
________________Solidaritas Nasional Untuk Papua, data inidiperolehdarihttp://www.tempointeraktif.co.id.htm diakses pada tanggal 4 Januari 2014
________________Solidaritas Nasional Untuk Papua,
http://www.tempointeraktif.co.id.htm diakses pada tanggal 4 Januari 2014
________________Suara Perempuan Papua, 26 Juni – 3 Juli 2007, “Kebijakan Harus dari Nurani” dan “Bertahan Hidup dari Jualan Sayur” ________________Utusan Khusus Australia Tiba 21 April, data ini diperoleh dari
http://www.antaranews.com/print/31886/utusan-khusus-australia-tiba-21-april, diakses pada tanggal 18 Juni 2014
(21)
(22)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hubungan Indonesia dan Australia terus diwarnai dengan konflik-konflik yang dapat menganggu hubungan diplomatik kedua negara. Terlihat dari berbagai kasus yang menjerat kedua negara dan mengakibatkan memanasnya tensi politik di kedua negara. Seperti pada pada Januari 1999 dinamika politik dalam negeri Indonesia telah berubah secara dramatis dengan jatuhnya Pemerintahan mantan Presiden Soeharto. Pemerintah Indonesia, yang kala itu dipimpin BJ Habibie setelah menggantikan Presiden Soeharto, memberi tawaran otonomi daerah khusus kepada Timor Timur. Jika rakyat Timor Timur menolak tawaran ini, maka Indonesia akan menerima pemisahan diri Timor Timur dari Republik Indonesia. Pada tanggal 5 Mei 1999, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia dan Portugis menandatangani Perjanjian Tripartit yang menyatakan bahwa PBB akan menyelenggarakan jajak pendapat di Timor Timur. Rakyat diminta memilih apakah Timor Timur tetap menjadi bagian dari Indonesia ataukah Timor Timur menjadi negara merdeka. Pada tanggal 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih merdeka (78.5%).1
Pengumuman hasil pemilihan umum tersebut diikuti dengan kekerasan yang meluas. Australia memainkan peran dalam memobilisasi tanggapan
1
Ulah Australia Ini bikin Geram Indonesia, data ini diperoleh dari
http://m.merdeka.com/peristiwa/ulah-australia-ini-bikin-geram-indonesia/intervensi-lepasnya-timor-timur.html, diakses pada tanggal 20 Mei 2014
(23)
2 internasional terhadap krisis kemanusiaan. Jakarta menyetujui keterlibatan angkatan internasional pemelihara keamanan di kawasan ini. Australia diminta oleh PBB untuk memimpin angkatan tersebut, dan menerima tugas ini. Kekuatan internasional di Timor Timur atau International Force in East Timor ( INTERFET) telah berhasil dikirim ke Timor Timur dan menjalankan tugasnya untuk mengembalikan perdamaian dan keamanan di kawasan tersebut. Pada 20 Oktober, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mencabut keputusan penyatuan Timor Timur dengan Indonesia. Peristiwa-peristiwa ini telah menimbulkan ketegangan dalam hubungan Australia-Indonesia dalam jangka pendek tersebut.2
Lepasnya Timor Timur tidak luput adanya intervesi asing, seperti Australia dalam usahanya, sehingga terlaksanya referendum di Timor Timur. Hal itu tidak lepas dari isu klasik money and power. Australia membantu Timor Timur bukan untuk membalas jasa rakyat Timor Timur yang pernah membantu mencegah invasi ke Australia saat Perang Dunia II, melainkan punya kepentingan bisnis yang dikemas dengan wadah humanis.3 Ada yang beranggapan bahwa intervensi PBB ke Timor Timur yang dihalalkan Australia terjadi karena rasa keprihatinan terhadap sesama manusia itu ternyata dapat kita sangkal berdasarkan kenyataan historis. Karena keterpurukan yang menimpa rakyat Timor Timur adalah berbagai intrik dan manuver politik. Australia terlibat lebih jauh dengan
2 Ibid.,
3 Mike Head, Australia Menggertak Timor Timur ”merdeka” atas minyak dan gas, data ini
(24)
3 menekan PBB agar mengijinkan tentaranya masuk Timor Timur yang saat itu masih sah wilayah Indonesia.4
Belajar dari lepasnya Timor-Timur dengan adanya intervensi Australia, maka Pemerintah Indonesia merespon tegas kebijakan Australia memberikan visa sementara bagi pencari suaka politik yang berasal dari Papua. Kasus suaka warga Papua berawal dari tahun 2006, dimana 42 warga Papua masuk ke Melbourne untuk meminta suaka politik kepada Pemerintah Australia. Sejumlah 42 warga Papua tersebut berlayar selama lima hari hingga mencapai Cape York, sebuah wilayah paling utara dari Australia, selanjutnya oleh Departemen Imigrasi dan Multikultural (DIMA) diterima melalui pemberian izin tinggal sementara. Kasus pemberian suaka kepada warga imigran Papua, akhirnya menimbulkan berbagai problematika transnasional yang kompleks yang ditengarai oleh Pemerintah Indonesia sebagai bentuk upaya Australia dalam mendukung dan meningkatkan eksistensi terkait isu separatisme Papua yang tidak puas atas kinerja Pemerintah Indonesia.5
Kasus pemberian suaka kepada 42 warga Papua oleh Pemerintah Australia, dijalankan melalui sebuah proses yang panjang sejak 13 Januari 2006 dimana komunitas imigran tersebut bertolak meninggalkan Indonesia (Pelabuhan Papua), dengan perahu cadik tradisional dengan panjang sekitar 25 meter, yang menempuh jarak sejauh 250 kilometer atau sekitar 155 mil laut, dari Pelabuhan
4 R. Dachoni, Menguak Kembali Lepasnya Timor Timur, data ini diperoleh dari
http://blograj3s4.blogspot.com/2007/10/menguak-kembali-lepasnya-timor-timur.html, diakses pada 20 Mei 2014
5 Masalah Papua Menjadi Bahan Kampanye Politik di Australia, Media Indonesia, data ini
diperoleh dari http://publikasi.umy.ac.id/files/journals/8/articles/1967/public/1967-4681-1-PB.pdf
(25)
4 Papua hingga Semenanjung Cape York Australia. Kasus ini mengundang reaksi dari dari Dinas Perbatasan dan Pengawas Pantai Australia yang menduga imigran tersebut tersesat yang selanjutnya diadakan upaya penjemputan di sekitar Selat Torres.6
Bagi pihak Australia yang memperoleh informasi secara sepihak dari kelompok imigran tersebut, kasus ini dilatarbelakangi oleh tindakan represif melalui genocida (pemberantasan suatu komunitas secara massal) dari Pemerintah Indonesia melalui TNI-POLRI, namun Pemerintah Indonesia membantah telah melalukan tindakan represif dan mendorong Pemerintah Australia untuk membatalkan kebijakan suaka tersebut karena akan mengganggu hubungan bilateral kedua negara sekaligus karena akan berdampak pada disintegrasi Indonesia.7
Respon yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terkait dengan pemberian TPV merupakan bagian bentuk kekhawatiran Indonesia, terulangnya kembali pemisahan Timor Timur lepas dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Oleh karena itu respon yang dilakukan oleh Indonesia dalam menanggapi kebijakan Australia memberikan TPV menjadi motivasi penulis mengangkat dan menjadikannya sebagai penelitian.
6 Solidaritas Nasional Untuk Papua, http://www.tempointeraktif.co.id.htm diakses pada tanggal 4
Januari 2014
(26)
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti membuat rumusan permasalahan dalam penelitian ini yaitu;
Bagaimana respon Pemerintah Indonesia terkait dengan pemberian suaka politik WNI asal Papua oleh Pemerintah Australia?
1.3. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang ingin diungkap oleh peneliti;
1.3.1. Untuk mengetahui alasan WNI asal Papua meminta suaka politik ke Pemerintah Australia
1.3.2. Untuk mengetahui faktor yang melatar belakangi Pemerintah Australia memberi suaka poltik
1.3.3. Untuk mengetahui dan menjawab respon Pemerintah Indonesia terhadap Pemerintah Australia terkait dengan pemberian suaka politik kepada WNI asal Papua.
1.4. Kajian Pustaka 1.4.1. Penelitian Terdahulu
Studi terdahulu dalam penelitian ini akan dijadikan sebagai acuan untuk membedakan antara penelitian satu dengan yang lain. Oleh karena itu ada beberapa referensi penelitian yang dijadikan acuan. Penelitian pertama dilakukan oleh Dinda dengan Judul “Dampak Singgah Pencari Suaka Ke Australia
(27)
6
Terhadap Peningkatan Kejahatan Kriminalitas Transnasional di Indonesia.”8 Dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa dalam kasus fenomena singgahnya para pencari suaka di Indonesia yang terjadi selama tahun 2009 hingga 2012 mengancam keamanan non-tradisional Indonesia. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan memulai penjelasan dari premis pertama. Indonesia memiliki banyak akses baik di jalur darat dan jalur perairan pada khususnya yang memudahkan masuknya para pencari suaka ke kawasan Indonesia.
Banyak daerah-daerah di Indonesia yang sangat rawan dimasuki oleh para pencari suaka seperti yang paling banyak terjadi di kawasan Kepulauan Riau (Batam dan Pekanbaru), Sumatera Utara (Medan) dan beberapa daerah di Jawa Barat (Sukabumi, Cianjur, Garut dan Tasikmalaya). Hal tersebut dapat dilihat dengan banyaknya kasus kejahatan transnasional yang telah ditemukan oleh Kepolisian Provinsi Jawa Barat yaitu penyelundupan manusia yang dilakukan oleh para pencari suaka pada tahun 2011 sebanyak 19 kasus. Kemudian, Polda Jawa Barat juga telah menentukan terdapat 55 titik rawan narkoba dan terorisme yang tersebar diseluruh wilayah Jawa Barat akibat banyaknya para pencari suaka yang masuk ke Indonesia melalui perairan di Jawa Barat.9
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat juga mengatakan angka kasus perdagangan manusia yang disebabkan karena banyaknya para pencari suaka yang singgah di Indonesia ini selalu meningkat tiga tahun belakang ini. Kemudian di Provinsi Banten juga terdapat akses yang sering dilalui oleh para pencari suaka,
8 Dinda, Dampak Singgahnya Pencari Suaka Ke Australia Terhadap Peningkatan Kejahatan
Transnasional di Indonesia, data ini diperoleh daari
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DINDA%20Jurnal%20Skripsi.docx diakses pada tanggal 1 Januari 2014
(28)
7 yang terakhir ditemukan para pencari suaka masuk melalui perairan Banten pada November 2012 lalu. Para pencari suaka tersebut memasuki Indonesia melalui pantai-pantai terbuka yang ada di provinsi Jawa Barat. Hal tersebut menandakan jalur-jalur perairan di Jawa Barat masih mudah untuk dimasuki oleh orang-orang asing (para pencari suaka) secara ilegal dan tidak terdeteksi kemudian melakukan tindakan kejahatan penyelundupan manusia. Sedangkan di Medan, kejahatan transnasional oleh para pencari suaka yang paling banyak terjadi adalah kasus perdagangan narkoba yang mencapai angka persentase 60, 9%. Di medan pencari suaka banyak berasal dari Myanmar, Afghanistan dan Iran.10
Kondisi di Indonesia saat ini para pengambil kebijakan tidak dapat berbuat banyak untuk penanganan para pencari suaka yang singgah di Indonesia karena belum turut meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 dan tunduk pada keputusan UNHCR11 atas penentuan status pengungsi bagi para pencari suaka yang singgah di Indonesia.
Menurut penulis yang menjadikan pembeda antara penelitian yang dilakukan oleh Dinda dengan penelitian ini adalah jika Dinda lebih menjelaskan dan menekankan pada meningkatnya angka kejahatan transnasional yang dilakukan oleh para pencari suaka politik yang transit ke Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara yang bertetangga dengan Australia menjadi tempat yang strategis untuk dijadikan tempat transit sebelum masuk ke perairan
10 Ibid.,
11 The United Nations High Commisionner Refugees(UNHCR) merupakan Lembaga PBB yang
mengurusi masalah pengungisian. Lembaga ini berdiri pada tahun 14 Desember 1950. Didirikanya UNHCR bertujuan untuk bertanggung jawab atas keselamatan pengungsi dan mencarikan solusi permaslahan pengungsi di seluruh dunia.
(29)
8 Australia. Letak geografis Indonesia yang memiliki akses laut yang banyak untuk menuju ke Australia dijadikan sebuah peluang bagi asylum seeker untuk menerobos perairan Australia. Oleh karena itu munculnya fenomena berbondong – bondongnya para pencari suaka mengakibatkan kenaikan kejahatan transnasional terutama di wilayah Indonesia yang dijadikan tepat untuk menyebrang, seperti di Jawa Barat dan Medan. Sedangkan dalam penelitian ini lebih menekankan pada respon pemerintah Indonesia dalam menyikapi kebijakan pemerintah Australia dalam pemberian visa sementara bagi 42 warga negara Indonesia asla Papua. Dalam pemberian kebijakan ini Australia dinilai mendukung gerakan separatis yang ada di Papua. Oleh karena itu pemerintah Indonesia geram terhadap Australia.
Kedua, penelitian kedua dilakukan oleh Iman Prihandono dalam penelitiannya yang berjudul “Pemberian Suaka Oleh Negara : Kasus Pemberian Suaka Oleh Pemerintah Australia Kepada 42 WNI Asal Papua”.12 Dalam Penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa Pemberian suaka oleh sebuah Negara merupakan tindakan pelaksanaan kedaulatan (in the exercise of its sovereignty) dari negara tersebut, sehingga tidak terdapat kewajiban bagi negara penerima (asylum-granting state) untuk mendengar ataumempertimbangkan klaim ataupun keterangan dari pemerintah negara asal (origin state) pencari suaka. Pemberian suaka oleh pemerintah Australia tidaklah dapat dianggap sebagai tindakan tidak bersahabat (unfriendly act) oleh pemerintah Indonesia, hal ini karena sifat dari
12 Iman Prihandono, Pemberian Suaka oleh Negara: Kasus Pemberian Suaka Oleh Pemerintah
Australia Kepada 42 WNI Asal Papua, data ini diperoleh dari
http://imanprihandono.files.wordpress.com/2008/07/pemberiansuaka.pdf diakses pada tanggal 4 Januari 2014
(30)
9 pemberian suaka tersebut merupakan tindakan dengan maksud perdamaian (peace) dan tindakan kemanusiaan (humanitarian act). Permintaan pemerintah Indonesia agar pemerintah Australia memulangkan dan mengembalikan ke 42 WNI penerima suaka nampaknya sulit untuk diwujudkan. Kecuali karena alasan-alasan tertentu maka Negara pemberi suaka dilarang untuk mengusir atau mengembalikan pengungsi/penerima suaka dengan cara apapun ke wilayah-wilayah perbatasan Negara tersebut dimana hidup atau kebebasannya akan terancam.
Negara pemberi suaka berkewajiban untuk tidak mengijinkan orang-orang penerima suaka (asylee) melakukan kegiatan yang bertentangan dengan tujuan dan prinsip-prinsip Perserikatan Bangsa Bangsa termasuk melakukan kegiatan yang mencampuri kedaulatan ataupun kebebasan politik negara lain. Dengan demikian pemberian suaka yang dilakukan oleh pemerintah Australia tidak dapat digunakan oleh para penerima suaka untuk melakukan kegiatan politik, karena hal itu akan bertentangan dengan prinsip bahwa pemberian suaka itu merupakan tindakan kemanusiaan (humanitarian act).13
Menurut peneliti yang menjadikan pembeda penelitian ini dengan penelitian penulis adalah jika pada penelitian ini lebih menekan pada hak sebagai negara yang memberikan suaka politik kepada pencari suaka politik yang tidak bisa diganggu gugat oleh pihak lain, meskipun level negara sendiri yang diprakarsai Presiden memintanya untuk membatalkannya. Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Australia yang tidak memberikan penjelasan mengenai alasan
(31)
10 memberikan suaka politik kepada 2 warga negara asal Papua sudah sesuai dengan hukum internasional yang berlaku. Sedangkan pada penelitian penulis lebih menjelaskan pada kebijakan Autralia yang dinilai kontroversi, dimana pemerintah Australia memberikan TPV kepada ke 42 warga Papua tanpa melakukan kroscek lebih terdahulu kepada pihak Indonesia. Kebijakan ini dinilai merugikan bagi pemerintah Indonesia.
Ketiga, Lily Oktari meneliti mengenai ”Dampak Suaka Yang Diberikan Australia Pada 42 Warga Papua Terhadap Hubungan Diplomatik Indonesia – Australia.”14 Dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa Suaka yang diberikan Australia terhadap 42 orang warga Papua seolah membenarkan spekulasi adanya elemen-elemen di Australia yang membantu usaha kemerdekaan Papua. Australia seharusnya menyadari dan mengetahui bahwa terjadi gejolak dalam negeri RI dimana adanya ancaman gerakan separatisme papua merdeka. Dengan hal ini sebagai negara tetangga yang menjalin hubungan bilateral yang cukup baik, seharusnya Australia menghargai integritas RI dan membiarkan RI menyelesaikan permasalahan dalam negerinya tanpa campur tangan Australia yang memperkeruh suasana.
Walaupun Australia sudah memberikan penjelasan pertimbangan pemberian suaka terhadap 42 warga Papua, namun tidak ada alasan bagi Pemerintah Australia memenuhi tuntutan warga Papua yang meminta suaka politik itu. Pasalnya, mereka tidak dalam status hukum, tidak dalam status
14 Lily Oktari, Dampak Suaka Yang Diberikan Australia Pada 42 Warga Papua Terhadap
Hubungan Diplomatik Indonesia – Papua, data ini diperoleh melalui
http://lilyoktari.wordpress.com/2009/01/26/dampak-suaka-yang-diberikan-australia-pada-42-orang-warga-papua-terhadap-hubungan-diplomatik-indonesia-australia/ diakses pada tanggal 2 Januari 2014
(32)
11 pengejaran aparat keamanan, dan tidak ada tekanan yang membahayakan. Pemerintah Indonesia melalui Menkopolkam juga menjanjikan akan menjamin keamanan mereka bila kembali ke Tanah Air.
Dalam penelitian Lily menjelaskan bahwa permasalahan ini memang sangat sensitif bagi hubungan bilateral kedua negara. Apalagi bukan sekali ini saja Australia ikut campur dalam masalah kedaulatan NKRI. Namun pemutusan hubungan diplomatik dengan negara Australia karena kasus ini tidak akan terjadi. Bagaimanapun Indonesia mengakui bahwa Indonesia sangat perlu menjaga hubungan diplomatik dengan Australia terutama di bidang ekonomi, sosial, dan pertahanan keamanan. Walaupun begitu, sikap tegas dari pemerintah RI dalam menyikapi kasus ini adalah hal yang harus dilakukan. Dalam hubungan diplomatik diperlukan kerjasama dan hubungan saling menghormati antar negara.15
Penelitian yang dilakukan oleh Lily lebih menitik beratkan pada dampak hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Australia yang sering terjadinya konflik di kedua negara. Seperti pemberian visa sementara yang dilakukan oleh Australia terhadap 42 warga Indonesia asal Papua, pada dasarnya Indonesia geram dan tegas dalam mengambil kebijakan atas kebijakan yang dilakukan oleh Australia. Namun, banyaknya kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia – dan Australia menjadikan pemerintah Indonesia tidak perlu mengakhiri hubungan diplomatik yang sudah terjalin lama. Apa yang dilakukan oleh Indonesia dikarenakan kerjasama yang dibangun bersama merupakan kerjasama strategis
(33)
12 dan ini sangat perlu dilakukan sebagai negara yang saling berdekatan. Sedangkan pada penelitian ini lebih menjelaskan pada kedaulatan Indonesia yang dilanggar oleh Australia dalam pemberian visa sementara pada ke 42 warga negara Indonesia asal Papua. Menurut Indonesia apa yang dilakukan oleh pemerintah Australia sudah melanggar kedaulatan Indonesia karena tanpa ada alasan jelas, hanya mempercayai alasan ke 42 warga Papua, pemerintah Australia memberikan TPV.
Tabel 1.1. Tabel Posisi Penelitian
Judul Metedologi Hasil
Dampak Singgah Pencari Suaka Ke Australia
Terhadap Peningkatan Kejahatan Kriminalitas Transnasional di Indonesia
Oleh Dinda
Penelitian ini menggunakan
penelitian deskriptif dengan
menggunakan teknik analisa kualitatif
Kasus fenomena singgahnya para pencari suaka di Indonesia yang terjadi selama tahun 2009 hingga 2012 mengancam keamanan non-tradisional Indonesia. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan memulai penjelasan dari premis pertama. Indonesia memiliki banyak akses baik di jalur darat dan jalur perairan pada khususnya yang memudahkan masuknya para pencari suaka ke kawasan Indonesia.
Dari data yang ada kejahatan transnasional oleh para pencari suaka yang paling banyak terjadi adalah kasus perdagangan narkoba yang mencapai angka persentase 60, 9%. Pemberian Suaka
Oleh Negara : Kasus Pemberian Suaka Oleh Pemerintah Australia Kepada 42 WNI Asal Papua
Penelitian ini menggunakan
penelitian deskriptif dengan
menggunakan teknik analisa kualitatif
Pemberian suaka oleh sebuah Negara merupakan tindakan pelaksanaan kedaulatan (in the exercise of its sovereignty) dari negara tersebut, sehingga tidak terdapat kewajiban bagi negara penerima ( asylum-granting state) untuk mendengar atau mempertimbangkan klaim ataupun keterangan dari pemerintah negara
(34)
13 Oleh Iman
Prihandono
asal (origin state) pencari suaka. Pemberian suaka oleh pemerintah Australia tidaklah dapat dianggap sebagai tindakan tidak bersahabat (unfriendly act) oleh pemerintah Indonesia, hal ini karena sifat dari pemberian suaka tersebut merupakan tindakan dengan maksud perdamaian (peace) dan tindakan kemanusiaan (humanitarian act).
Dampak Suaka Yang Diberikan Australia Pada 42 Warga Papua Terhadap
Hubungan Diplomatik Indonesia – Australia.
Oleh Lily Oktari
Penelitian ini menggunakan
penelitian deskriptif dengan
menggunakan teknik analisa kualitatif
Suaka yang diberikan Australia terhadap 42 orang warga Papua seolah membenarkan spekulasi adanya elemen-elemen di Australia yang membantu usaha kemerdekaan Papua. Australia seharusnya menyadari dan mengetahui bahwa terjadi gejolak dalam negeri RI dimana adanya ancaman gerakan separatisme papua merdeka. Dengan hal ini sebagai negara tetangga yang menjalin hubungan bilateral yang cukup baik, seharusnya Australia menghargai integritas RI dan membiarkan RI menyelesaikan permasalahan dalam negerinya tanpa campur tangan Australia yang memperkeruh suasana. Meskipun demikian kasus ini tidak akan memberikan dampak pada hubungan diplomatik antar ke dua negara
Respon Pemerintah Indonesia terkait dengan
pemberian TPV (temporary Protection Visa) Bagi 42 warga Asal papua Oleh pemerintah
Penelitian ini menggunakan
penelitian deskriptif dengan
menggunakan teknik analisa kualitatif
Pada penelitian ini lebih menjelaskan pada kedaulatan Indonesia yang dilanggar oleh Australia dalam pemberian visa sementara pada ke 42 warga negara Indonesia asal Papua. Menurut Indonesia apa yang dilakukan oleh pemerintah Australia sudah melanggar kedaulatan Indonesia karena tanpa ada alasan jelas, hanya mempercayai alasan ke 42 warga Papua, pemerintah Australia
(35)
14
Australia
Yuni Arti
Soemardi
memberikan TPV.
1.4.2. Landasan Teori dan Konsep 1.4.2.1. Konsep Suaka Politik
Kata ”asylon” dalam bahasa Yunani atau ”asylum” dalam bahasa latin merupakan sebuah tempat terhormat dimana seorang yang sedang dikejar berlindung. Berdasarkan alasan baik itu agama dan sipil, hak memberikan perlindungan ini diberikan kepada tempat-tempat ibadah dan kepada Negara terhadap seorang warga negara asing yang berada dalam status buronan tanpa mempertimbangkan jenis perbuatan kriminal atau pelanggaran yang telah dilakukannya. Sehingga, dalam waktu yang lama, kejahatan umum (ordinary crime) tidak dapat diekstradisikan.
Baru sejak abad ke tujuh belas beberapa ilmuwan termasuk ahli hukum dari Belanda Hugo Grotius membedakan antara kejahatan bersifat politik dan kejahatan umum, selanjutnya status Asylum hanya dapat digunakan oleh mereka yang menghadapi penuntutan (prosecution) karena alasan politik dan keagamaan. Sampai dengan pertengahan abad ke sembilan belas hampir semua Perjanjian Ekstradisi mengakui prinsip Non-Ekstradisi terhadap pelaku kejahatan politik, namun dengan pengecualian terhadap mereka yang melakukan kejahatan terhadap Kepala Negara”.16
16Aga Khan, Sadruddin, “United Nations High Commissioner for Refugees”, Lectures on Legal
(36)
15 menurut Sulaiman Hamid mendefinisikan konsep Suaka ialah:
”Suaka adalah suatu perlindungan yang diberikan oleh
suatu negara kepada individu yang memohonnya dan alasan mengapa individu-individu itu diberikan perlindungan adalah berdasarkan alasan perikemanusiaan, agama, diskriminasi ras, politik dan
sebagainya”.17
Sementara itu J.G. Starke menulis bahwa konsep Asylum dalam Hukum Internasional mengandung setidaknya dua elemen, yaitu : a). Tempat perlindungan (shelter), yang bukan hanya sekedar tempat berlindung sementara; dan b). Sebuah usaha perlindungan aktif (active protection) sebagai bagian dari kewenangan pemegang kekuasaan di wilayah teritorial dimana Asylum tersebut diberikan. Pemberian Asylum dapat berupa territorial (internal), contohnya diberikan oleh sebuah Negara pemberi suaka (asylum-granting state) dalam wilayah teritorialnya; atau dapat juga berupa extra–terrotorial, contohnya diberikan oleh utusan diplomatik/kedutaan, gedung konsuler, markas besar organisasi internasional, kapal perang, kapal-kapal dagang kepada pengungsi (refugee) yang berasal dari Negara yang berkuasa di wilayah teritorial dimana utusan diplomatik/kedutaan, gedung konsuler, markas besar organisasi internasional, kapal perang dan kapal-kapal dagang tersebut sedang berada.
Pada prinsipnya setiap negara mempunyai hak penuh untuk memberikan suaka teritorial (territorial asylum), kecuali kalau negara dimaksud telah menerima suatu pembatasan tertentu melalui sebuah traktat atau perjanjian
International Law, 4-6 August, p.24, sebagaimana dikutip oleh Enny Soeprapto, “International
Protection of Refugees and Basic Principles of Refugee Law, an Analysis”, Makalah, 1989, hal.
38. Sebagaiman dikutip dari Imam Prihandono. Op. Cit.,
17Sulaiman Hamid, ”Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional”, PT Rajagrafindo Persada,
(37)
16 Internasional lainnya. Suaka teritorial adalah suatu kenyataan bahwa kekuasaan pemberian suaka teritorial merupakan pelaksanaan kedaulatan wilayah oleh negara penerima suaka. Berbeda dengan suaka teritorial, pemberian suaka extra-territorial di dalam gedung kedutaan tidak mendapatkan pengakuan secara luas dari Hukum Internasional.
Sedangkan menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, definisi suaka adalah sebagai berikut :
”Rights to be confessed judicially, in legal terminology of asylum is confession officially by state that somebody or a group of refugee own the rights and obligations relevant state”.18
Dari kutipan di atas dapat diartikan bahwa hak diakui secara hukum, dalam istilah hukum, suaka adalah pengakuan resmi oleh negara bahwa seseorang atau sekelompok pengungsi memiliki hak dan kewajiban negara yang memberikan suaka politik. Ketentuan HAM secara holistik adalah penerapan HAM secara menyeluruh dalam konteks wilayah tertentu, yang dipengaruhi oleh tata nilai regional sehingga mempunyai wajah dan karakteristik baru, akibat adanya penyesuaian-penyesuaian dan mekansime adaptasi nilai-nilai setempat. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa implementasi HAM secara holistik pada dasarnya lebih bersifat lentur dan akan berkembang sesuai dengan perkembangan masa, tanpa harus dipaksakan oleh pihak-pihak dari luar konteks regional tersebut. Sedangkan ketentuan HAM secara universal lebih pada ketentuan yang dapat diterima secara internasional merujuk pada ketentuan dari hukum internasional.
18Definisi Suaka Menurut Badan PBB UNHCR, data ini diperoleh dari http://www.hreoc.gov.au
(38)
17 Berdasarkan draft Konvensi dan definisi oleh UNHCR ternyata kriteria yang dipergunakan terhadap seseorang yang dapat diberikan suaka secara esensial sama dengan kriteria bagi seseorang yang dikategorikan sebagai pengungsi (refugee). Sehingga perbedaan antara ”refugee” dengan ”asylee” atau seorang penerima suaka, dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Pengungsi (refugee) adalah status personal yang diberikan kepada seseorang berdasarkan Hukum Internasional yang berlaku. Sehingga seseorang dengan status sebagai pengungsi memiliki hak dan kewajiban tertentu sebagaimana diatur oleh Hukum Internasional. Beberapa prinsip-prinsip dasar adanya lembaga suaka juga berlaku terhadap pengungsi. b. Penerima suaka (Asylee) adalah seorang yang kepadanya prinsip-prinsip
dasar suaka diberlakukan. Seorang penerima suaka pada akhirnya dapat diberikan status sebagai pengungsi.
Dalam prakteknya, batasan antara pengungsi (refugee) dan penerima suaka (asylee) adalah sangat kabur, terutama dalam kondisi dimana terdapat pencari suaka dalam jumlah yang sangat banyak, kedua status sebagai pengungsi dan penerima suaka seringkali melekat pada orang yang sama. Status sebagai pengungsi merupakan tahap berikut dari proses pencarian suaka di luar negara asal, seorang pengungsi sekaligus adalah seorang pencari suaka karena sebelum seseorang diakui sebagai pengungsi, dia adalah seorang pencari suaka. Sebaliknya
(39)
18 pencari suaka belum tentu seorang pengungsi, ia baru menjadi pengungsi setelah diakui statusnya oleh instrumen hukum internasional dan atau nasional.19
1.4.2.1.1. Pencari Suaka (Asylum Seeker) dan Penerima Suaka (Asylee)
Sama halnya dengan pengertian suaka, pengertian pencari suaka (asylum seeker) juga belum mendapatkan kesepakatan secara umum diantara negara-negara di dunia. Namun faktanya suaka merupakan suatu bentuk perlindungan yang diberikan kepada seseorang yang menghadapi atau dapat menghadapi penuntutan (persecution) yang nyata karena alasan-alasan selain dari tindak kejahatan umum, kejahatan yang bertentangan dengan perdamaian dan kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang ataupun kejahatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Perserikatan Bangsa Bangsa. Dalam Draft Konvensi tentang Territorial Asylum yang disusun oleh The United Nations Group of Experts, memberikan mendefinisikan kriteria bagi seseorang yang bisa mendapatkan suaka, sebagai berikut:
“Article 1 Grant of Asylum : 1. A Contracting State, acting in an
international and humanitarian spirit, shall use its best endeavors to grant asylum in its territory, which for the purpose of the present Article includes permission to remain in that territory, to any person who, owing to well-founded fear of : (a). persecution for reason of race, religion, nationality, membership in a particular social group, or political opinion, or for reason of struggle against apartheid or colonialism; or (b) prosecution or severe punishment for acts arising out of any of the circumstances listed under (a); is unable or unwilling to return to the country of his nationality, or if he has no nationality, the country of his former habitual
residence”.
19UNHCR, “The State of the World’s Refugees 1997-1998, A Humanitarian Agenda”, Oxford
University
Press, New York, p. 183, sebagaimana dikutip oleh Sri Setianingsih Suwardi, “Aspek Hukum
Masalah
Pengungsi Internasional”, Jurnal Hukum Internasional, Lembaga Pengkajian Hukum Internasional
Fakultas
(40)
19 Pasal 1 pemberian suaka: 1. Suatu negara peserta, bertindak dalam sepirit kemanusiaan internasional, akan menggunakan kemampuan terbaik upaya-upaya untuk memberikan suaka di wilayahnya, yang mana dalam pasal ini izin untuk tetap di daerah tersebut, ditujukan bagi siapapun, karena ketakutan akan (a ). Penganiayaan karena alasan ras, agama, kewarganegaraan, keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu, atau pendapat politik, atau untuk alasan berjuang melawan apartheid atau kolonialisme; atau ( b ). Tuntutan atau hukuman berat akibat tindakan yang timbul dari salah satu keadaan yang terdaftar di bawah (a). Tidak dapat atau tidak mau kembali ke negara dari kewarganegaraan, atau apabila ia tidak mempunyai kewarganegaraan, negara yang dulu menjadi tempat perlindungannya.
Dapat dilihat dari artikel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang berhak menerima Suaka Politik dari suatu Negara jika memenuhi kreteria yang sudah ditetapkan seperti; adanya sebuah ketakuatan akan tuntutan yang dijatuhan kepada Negara pencari suaka.
Jika dikaitkan dengan penelitian ini maka apa yang terjadi di Australia, dimana ribuan orang berdatangan ke perairan Australia dengan tujuan mencari perlindungan dari Australia merupakan para pencari suaka politik. Hal ini disebabkan kebanyakan para pencari suaka merupakan korban dari kekejaman pemerintah yang berkuasa, atau korban perang dan korban politik yang terjadi di negaranya. Namun apa yang terjadi kepada 42 warga Indonesia asal Papua, bukanlah para pencari suaka politik seperti yang tercantum dalam artikel PBB.
(41)
20 Dimana adanya sebuah ketakutan 42 warga Papua akan tuntutan yang dijatuhkan negara pencari suaka dalam hal ini adalah Pemerintah Indonesia.
1.4.2.2. Konsep Kedaulatan (Sovereignity)
Kedaulatan menurut Jean Bodin merupakan suatu keharusan tertinggi dalam suatu negara, dimana kedaulatan dimiliki oleh negara dan merupakan ciri utama yang membedakan organisasi negara dari organisasi yang lain di dalam negara. Kerena kedaulatan adalah wewenang tertinggi yang tidak dibatasi oleh hukum daripada penguasa atas warga negara dia dan orang - orang lain dalam wilayahnya.20 Namun kedaulatan suatu negara tidak lagi bersifat mutlak atau absolut, akan tetapi pada batas - batas tertentu harus menghormati kedaulatan negara lain, yang diatur melalui hukum internasional. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan istilah kedaulatan negara bersifat relatif (Relative sovereignty Of State). Dalam konteks hukum internasional, negara yang berdaulat pada hakekatnya harus tunduk dan menghormati hukum internasional, maupun kedaulatan dan integritas wilayah negara lain.
Kedaulatan negara dalam implementasinya dimanifestasikan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu: Pertama, Kedaulatan Internal; kedaulatan internal merupakan kekuasaan tertinggi suatu negara untuk mengatur masalah-masalah dalam negerinya. Kedaulatan internal dari suatu negara diwujudkan dalam otoritas negara dalam menentukan bentuk negara, bentuk dan sistem pemerintahan yang
20 Ima Sariama, Peran Tni Dalam Menegakkan Kedaulatan Dan Keamanan Di Wilayah Perbatasan
Pulau Sebatik, 2014, e-Jurnal Hubungan Internasional: Unmul, data ini diperoleh dari
http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2014/02/Ima%20Sariama%20Jurnal%20%2802-24-14-02-50-39%29.pdf, diakses pada tanggal 12 Februari 2014
(42)
21 dipilih oleh negara tersebut, sistem politik, kebijakan-kebijakan dalam negeri, maupun hal-hal yang berkaitan dengan pembentukan sistem hukum nasional, dimana penentuan kesemua hal tersebut tidak dapat dicampuri oleh negara lain.
Kedua, Kedaulatan Eksternal, sisi eksternal dari kedaulatan negara dimanifestasikan dalam wujud kekuasaan dan kemampuan suatu negara untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain maupun sesama subyek hukum internasional. Kemampuan dan wewenang tersebut antara lain berupa peran serta dalam perundingan, konferensi internasional, penandatanganan perjanjian internasional baik yang bersifat bilateral maupun multilateral, kerjasama internasional dalam berbagai bidang, terlibat dalam organisasi internasional dan lain sebagainya. Dalam kaitan dengan kedudukan dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia, kemampuan berhubungan dengan negara lain berpijak pada konsep “hidup berdampingan secara damai” dan prinsip “bertetangga yang baik”. Konsep dan prinsip dasar tersebut tercermin dalam tindakan-tindakan yang: (1) saling menghormati integritas dan kedaulatan teritorial masing-masing negara; (2) saling tidak melakukan agresi; (3) saling tidak mencampuri urusan internal masing-masing negara; (4) persamaan kedudukan dan saling menguntungkan; dan (5) hidup berdampingan secara damai.
Dalam kaitan penelitian ini, jelas negara Indonesia merupakan negara berdaulat yang bisa menjalankan pemerintahannya tanpa ada intervensi pihak asing. Namun dalam pemberian TPV kepada 42 warga asal Papua mengindikasikan adanya pelanggaran kedaulatan yang dilakukan oleh Australia yang sudah memberikan suaka politik kepada warga asal Papua. Hal ini
(43)
22 dikarenakan bahwa alasan Australia memberikan suaka politik tidak obyektif karena tanpa melakukan kroscek terlabih dahulu kondisi di Indonesia. Pihak Australia hanya mendengar alasan yang diberikan oleh pencari suaka politik asal Papua. Dalam keterangannya 42 warga Papua mengaku sedang dikejar-kejar dan diancam dibunuh oleh TNI- Polri yang ada di Indonesia. Namun kesaksian atau alasan yang diberikan 42 warga Papua yang meminta suaka politik dibantah langsung petinggi TNI. Hal ini membuat pihak Indonesia curiga adanya aktivitas dukungan terhadap gerakan separatisme di Papua yang sedang ditunggangi oleh Pemerintah Australia.
1.5. Metodologi Penelitian 1.5.1. Jenis Penelitian
Dalam Penelitian ini peneliti menggunakan penelitian Deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara cermat karakteristik dari suatu gejala atau masalah yang diteliti, penelitian deskriptif juga fokus pada pertanyaan dasar bagaimana dengan berusaha memdapatkan dan menyampaikan fakta-fakta dengan jelas, teliti dan lengkap tanpa banyak detail yang tidak penting. Penelitian deskriptif berhubungan dengan frekuensi, jumlah, dan karakteristik dari gejala yang diteliti. Oleh sebab itu, penelitian deskriptif memiliki berbagai tujuan antara lain; mendeskripsikan mengenai gejala atau ciri-ciri yang berkaitan dengan suatu populasi tertentu, estimasi atau perkiraan mengenai proporsi populasi yang memiliki ciri-ciri tersebut.21
(44)
23
1.5.2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data 1.5.2.1. Sumber Data
Peneliti menggunakan data sekunder yang mana diperoleh dari sumber lain yang masih berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Data – data tersebut diperoleh dari metode dokumentasi dan telaah literatur dan bahan – bahan pustaka yang dapat dijadikan acuan dalam menjawab rumusan masalah tersebut.
1.5.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti memilih menggunakan data sekunder yang mana teknik data tersebut dilakukan melalui kegiatan studi kepustakaan yakni pencairan data mengenai hal – hal atau variabel berupa catatan, buku, surat kabar, jurnal dan website yang diterbitkan oleh berbagai lembaga atau instasi yang masih berkaitan dengan judul penelitian ini. Setelah data terkumpul, data diseleksi dan dikelompokan kedalam beberapa bab pembahasan yang sesuai dengan sistematika penulisan.
1.5.3. Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisa data kualitatif.22 Teknik analisa data dilakukan melalui analisa non statistik dimana data tabel, grafik angka yang tersedia diuraikan dan ditafsirkan ke dalam bentuk kalimat atau paragraf. Teknik analisis data tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan yakni
(45)
24 klasifikasi data, mereduksi dan memberi intepretasi pada data yang telah diseleksi dengan menggunakan teori dan konsep tersebut.23
1.5.4. Ruang Lingkup
Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya batasan waktu dan materi untuk membatasi waktu yang diteliti dan pembahasan agar tidak melebar sehingga didapatkan hasil penelitian yang tepat dan akurat.
1.5.4.1. Batasan Waktu
Peneliti memberi batasan waktu pada tahun 2006-2007, karena pada tahun ini dikabulkannya pencari suaka asal Papua mendapatkan visa sementara dari Pemerintah Australia.
1.5.4.2. Batasan Materi
Agar materi tetap fokus dan konsisten dalam pembahasan, maka peneliti memberi batasan materi sesuai dengan peniliti kehendaki. Peneliti ingin melihat respon yang ditunjukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan kebijakan Australian mengizinkan dan memberikan suaka politik terhadap WNI asal Papua.
1.6. Argumen Dasar
Pemberian suaka Politik (Temporary Protection Visa) terhadap 42 WNI (Warga Negara Indonesia) asal Papua oleh Pemerintah Australia menimbulkan
(46)
25 respon negatif dari pemerintah Indonesia terkait dengan kedaulatan Indonesia. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia memberikan respon tegas terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak Australia. Dimana pemerintah Indonesia menarik Duta Besar Indonesia dari Australia sebagai bentuk protes keras terkait dengan kebijakan pemerintah Australia. Apa yang dilakukan oleh Indonesia merupakan bagian kekhawatiran lepasnya Papua dari tangan NKRI seperti Timor-Timur akibat intervensi Australia dan tindakan Australia sudah menginjak kedaulatan Indonesia sebagai negara berdaulat.
1.7. Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Kajian Pustaka 1.5. Teori/konsep
1.6. Metedologi Penelitian 1.7. Argumendasar
1.8. Sistematika Penulisan BAB II
FAKTOR PENYEBAB WNI ASAL
PAPUA MEMINTA SUAKA
POLITIK KE AUSTRALIA
2.1. Kondisi Masyarakat Papua dan Domestik Indonesia Tahun 2006
2.2. Gerakan Separatis OPM (Organisasi Papua Merdeka) Tumbuh dan Berkembang di Papua Sebagai Simbol
Perlawanan Terhadap Pemerintah Indonesia. 2.3. Elaborasi Faktor 42 Warga
Papua Mencari Suaka Politik Ke Perairan Australia
BAB III
KEBIJAKAN PEMERINTAH AUSTRALIA DALAM
PEMBERIAN SUAKA POLITIK
3.1. Kebijakan Australia Dalam Pemberian Visa Sementara Bagi Pencari Suaka Politik
3.2. Dinamika Hubungan
Diplomatik Indonesia – Australia Tahun 2006-2007
(47)
26
BAB IV
KEBIJAKAN PEMERINTAH
INDONESIA TERKAIT
PEMBERIAN SUAKA POLITIK
42 WARGA NEGARA
INDONESIA ASAL PAPUA
OLEH PEMERINTAH
AUSTRALIA
4.1. Respon Indonesia Terkait dengan Pemberian Visa Sementara Oleh Pemerintah Australia Kepada WNI Asal Papua
4.2. Pertemuan Lanjutan Kedua Pemimpin Negara Indonesia – Australia Dalam Memperbaiki Hubungan Diplomatik
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan 5.2. Saran
(1)
21 dipilih oleh negara tersebut, sistem politik, kebijakan-kebijakan dalam negeri, maupun hal-hal yang berkaitan dengan pembentukan sistem hukum nasional, dimana penentuan kesemua hal tersebut tidak dapat dicampuri oleh negara lain.
Kedua, Kedaulatan Eksternal, sisi eksternal dari kedaulatan negara
dimanifestasikan dalam wujud kekuasaan dan kemampuan suatu negara untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain maupun sesama subyek hukum internasional. Kemampuan dan wewenang tersebut antara lain berupa peran serta dalam perundingan, konferensi internasional, penandatanganan perjanjian internasional baik yang bersifat bilateral maupun multilateral, kerjasama internasional dalam berbagai bidang, terlibat dalam organisasi internasional dan lain sebagainya. Dalam kaitan dengan kedudukan dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia, kemampuan berhubungan dengan negara lain berpijak pada
konsep “hidup berdampingan secara damai” dan prinsip “bertetangga yang baik”.
Konsep dan prinsip dasar tersebut tercermin dalam tindakan-tindakan yang: (1) saling menghormati integritas dan kedaulatan teritorial masing-masing negara; (2) saling tidak melakukan agresi; (3) saling tidak mencampuri urusan internal masing-masing negara; (4) persamaan kedudukan dan saling menguntungkan; dan (5) hidup berdampingan secara damai.
Dalam kaitan penelitian ini, jelas negara Indonesia merupakan negara berdaulat yang bisa menjalankan pemerintahannya tanpa ada intervensi pihak asing. Namun dalam pemberian TPV kepada 42 warga asal Papua mengindikasikan adanya pelanggaran kedaulatan yang dilakukan oleh Australia yang sudah memberikan suaka politik kepada warga asal Papua. Hal ini
(2)
22 dikarenakan bahwa alasan Australia memberikan suaka politik tidak obyektif karena tanpa melakukan kroscek terlabih dahulu kondisi di Indonesia. Pihak Australia hanya mendengar alasan yang diberikan oleh pencari suaka politik asal Papua. Dalam keterangannya 42 warga Papua mengaku sedang dikejar-kejar dan diancam dibunuh oleh TNI- Polri yang ada di Indonesia. Namun kesaksian atau alasan yang diberikan 42 warga Papua yang meminta suaka politik dibantah langsung petinggi TNI. Hal ini membuat pihak Indonesia curiga adanya aktivitas dukungan terhadap gerakan separatisme di Papua yang sedang ditunggangi oleh Pemerintah Australia.
1.5. Metodologi Penelitian 1.5.1. Jenis Penelitian
Dalam Penelitian ini peneliti menggunakan penelitian Deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara cermat karakteristik dari suatu gejala atau masalah yang diteliti, penelitian deskriptif juga fokus pada pertanyaan dasar bagaimana dengan berusaha memdapatkan dan menyampaikan fakta-fakta dengan jelas, teliti dan lengkap tanpa banyak detail yang tidak penting. Penelitian deskriptif berhubungan dengan frekuensi, jumlah, dan karakteristik dari gejala yang diteliti. Oleh sebab itu, penelitian deskriptif memiliki berbagai tujuan antara lain; mendeskripsikan mengenai gejala atau ciri-ciri yang berkaitan dengan suatu populasi tertentu, estimasi atau perkiraan mengenai proporsi populasi yang memiliki ciri-ciri tersebut.21
(3)
23 1.5.2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
1.5.2.1. Sumber Data
Peneliti menggunakan data sekunder yang mana diperoleh dari sumber lain yang masih berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Data – data tersebut diperoleh dari metode dokumentasi dan telaah literatur dan bahan – bahan pustaka yang dapat dijadikan acuan dalam menjawab rumusan masalah tersebut.
1.5.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti memilih menggunakan data sekunder yang mana teknik data tersebut dilakukan melalui kegiatan studi kepustakaan yakni pencairan data mengenai hal – hal atau variabel berupa catatan, buku, surat kabar, jurnal dan website yang diterbitkan oleh berbagai lembaga atau instasi yang masih berkaitan dengan judul penelitian ini. Setelah data terkumpul, data diseleksi dan dikelompokan kedalam beberapa bab pembahasan yang sesuai dengan sistematika penulisan.
1.5.3. Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisa data kualitatif.22 Teknik analisa data dilakukan melalui analisa non statistik dimana data tabel, grafik angka yang tersedia diuraikan dan ditafsirkan ke dalam bentuk kalimat atau paragraf. Teknik analisis data tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan yakni
(4)
24 klasifikasi data, mereduksi dan memberi intepretasi pada data yang telah diseleksi dengan menggunakan teori dan konsep tersebut.23
1.5.4. Ruang Lingkup
Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya batasan waktu dan materi untuk membatasi waktu yang diteliti dan pembahasan agar tidak melebar sehingga didapatkan hasil penelitian yang tepat dan akurat.
1.5.4.1. Batasan Waktu
Peneliti memberi batasan waktu pada tahun 2006-2007, karena pada tahun ini dikabulkannya pencari suaka asal Papua mendapatkan visa sementara dari Pemerintah Australia.
1.5.4.2. Batasan Materi
Agar materi tetap fokus dan konsisten dalam pembahasan, maka peneliti memberi batasan materi sesuai dengan peniliti kehendaki. Peneliti ingin melihat respon yang ditunjukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan kebijakan Australian mengizinkan dan memberikan suaka politik terhadap WNI asal Papua.
1.6. Argumen Dasar
Pemberian suaka Politik (Temporary Protection Visa) terhadap 42 WNI (Warga Negara Indonesia) asal Papua oleh Pemerintah Australia menimbulkan
(5)
25 respon negatif dari pemerintah Indonesia terkait dengan kedaulatan Indonesia. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia memberikan respon tegas terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak Australia. Dimana pemerintah Indonesia menarik Duta Besar Indonesia dari Australia sebagai bentuk protes keras terkait dengan kebijakan pemerintah Australia. Apa yang dilakukan oleh Indonesia merupakan bagian kekhawatiran lepasnya Papua dari tangan NKRI seperti Timor-Timur akibat intervensi Australia dan tindakan Australia sudah menginjak kedaulatan Indonesia sebagai negara berdaulat.
1.7. Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Kajian Pustaka 1.5. Teori/konsep
1.6. Metedologi Penelitian 1.7. Argumendasar
1.8. Sistematika Penulisan BAB II
FAKTOR PENYEBAB WNI ASAL
PAPUA MEMINTA SUAKA
POLITIK KE AUSTRALIA
2.1. Kondisi Masyarakat Papua dan Domestik Indonesia Tahun 2006
2.2. Gerakan Separatis OPM (Organisasi Papua Merdeka) Tumbuh dan Berkembang di Papua Sebagai Simbol
Perlawanan Terhadap Pemerintah Indonesia. 2.3. Elaborasi Faktor 42 Warga
Papua Mencari Suaka Politik Ke Perairan Australia
BAB III
KEBIJAKAN PEMERINTAH AUSTRALIA DALAM
PEMBERIAN SUAKA POLITIK
3.1. Kebijakan Australia Dalam Pemberian Visa Sementara Bagi Pencari Suaka Politik 3.2. Dinamika Hubungan
Diplomatik Indonesia – Australia Tahun 2006-2007
(6)
26 BAB IV
KEBIJAKAN PEMERINTAH
INDONESIA TERKAIT
PEMBERIAN SUAKA POLITIK
42 WARGA NEGARA
INDONESIA ASAL PAPUA
OLEH PEMERINTAH
AUSTRALIA
4.1. Respon Indonesia Terkait dengan Pemberian Visa Sementara Oleh Pemerintah Australia Kepada WNI Asal Papua
4.2. Pertemuan Lanjutan Kedua Pemimpin Negara Indonesia – Australia Dalam Memperbaiki Hubungan Diplomatik
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan 5.2. Saran