Karakteristik Termal Produksi Biodegradable Plastic melalui Pencampuran Pati Sagu Termoplastis dan Compatibilized Linear Low Density Polyethylene

56 Penggunaan maleat anhidrida sebagai compatibilizer mampu membuat campuran kompatibel dengan pendistribusian fase terdistribusi yang baik, meskipun belum membentuk ikatan interfacial yang kokoh antara LLDPE dan pati sagu termoplastis.

B. Karakteristik Termal

Pengukuran DSC Differential Scanning Calorimeter dilakukan untuk mengetahui suhu transisi gelas glass temperature, T g dan titik leleh melting point, T m . Berbeda dengan logam, plastik umumnya tidak memiliki titik leleh yang spesifik. Plastik mengalami perubahan sifat atau perilaku mekanik yang jelas pada rentang suhu tertentu yang sangat sempit. Suhu dimana terjadi transisi tersebut dikenal sebagai suhu transisi gelas. Pada suhu tersebut, plastik berubah keadaaan dan perilakunya dari kaku, getas, padat seperti gelas, menjadi fleksibel, lunak dan elastis. Perubahan ini dikarenakan sifat-sifat kristalin pada polimer menjadi amorf. Tingginya suhu transisi gelas tergantung pada struktur rantai molekul polimer yang umumnya sekitar 13 hingga 23 dari titik leleh Saptono 2008. Titik leleh mengindikasikan suhu dimana terjadi perubahan wujud padat menjadi cair. Titik leleh disebut juga transisi orde pertama, sedangkan suhu transisi gelas disebut transisi orde kedua Geoffroy 2004. Perubahan sifat plastik karena pengaruh termal diilustrasikan pada Gambar 26. Gambar 26 Perubahan sifat plastik karena pengaruh termal Surdia Saito 1985 57 Termograf DSC memperlihatkan nilai T g , T m dan jumlah kalor seperti ditunjukkan pada Gambar 27. Nilai T g dan T m plastik campuran pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE ditunjukkan pada Lampiran 7 dan 8. Dari data tersebut diketahui bahwa untuk nilai T g adalah 36-39 o C, sedangkan T m berada pada kisaran 115-118 o C. Gambar 27 Termogram DSC LLDPE, plastik campuran dan pati sagu termoplastis. Nilai termal dalam penelitian ini dipertegas pada Gambar 28 yang memperlihatkan grafik T g dan T m plastik campuran. Dari grafik dapat dijelaskan bahwa nilai T g untuk plastik dengan komposisi pati sagu termoplastis 20, yakni 38,4 o C. Pada komposisi pati 40 dan 60, nilai T g keduanya 36 o C. Nilai T g bervariasi bergantung pada struktur molekul spesifik dari polimer dasarnya, berat molekul, distribusi berat molekul dari polimer tersebut, aditif yang ditambahkan ke dalam formula, serta beberapa faktor lain Umam et al. 2007. Nilai T m pada konsentrasi pati 20 dan 40 cenderung sama, yakni 117 o C, namun mengalami penurunan T m pada konsentrasi pati sagu termoplastis 60. Hal ini diduga karena pada komposisi pati 60, material yang dominan adalah 58 pati dan bukan LLDPE, sebaliknya, pada plastik campuran dengan konsentrasi pati 20 dan 40, material yang dominan adalah LLDPE. Gambar 28 Pengaruh komposisi pati sagu termoplastis terhadap titik leleh dan suhu transisi gelas plastik. Nilai-nilai tersebut tidak menunjukkan beda nyata pada α=0,05 untuk semua komposisi pati sagu termoplastis dan compt.-LLDPE Lampiran 7 8. Nilai T g dan T m plastik campuran merupakan perpaduan dari nilai T g dan T m dari bahan penyusun, yaitu pati sagu termoplastis dan LLDPE, khususnya bahan yang dominan. Tabel 11 menunjukkan perbandingan nilai T g dam T m plastik campuran dan komponen penyusun yaitu pati sagu termoplastis dan LLDPE. Nilai T g dan T m plastik campuran pada berbagai komposisi pati sagu termoplastis cenderung sama dan tidak ada peningkatan yang drastis. Idemat 1998 menyatakan bahwa pati termoplastis memiliki nilai T g 35-85 o C dan nilai T m 105-115 o C. LLDPE memiliki nilai T m 120 hingga 160 °C http:en.wikipedia.org. Nilai T g dan T m sangat diperlukan untuk menentukan kondisi proses dan aplikasi produk yang dihasilkan. Sebagai contoh, polimer dengan T m tinggi membutuhkan energi lebih besar untuk bisa mencairkan dan mencetak polimer. Plastik agar dapat berfungsi dengan baik dalam penentuan fungsional suatu produk plastik, maka suhu T g harus cukup lebih tinggi daripada suhu lingkungan kerja ketika dipakai Stevens 2007. 90 95 100 105 110 115 120 125 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 LLDPE 20 40 60 PST Titik leleh °C Su hu tr a n sisi gela s °C Komposisi pati sagu termoplastis suhu transisi gelas °C titik leleh °C 59 Tabel 11 Perbandingan suhu transisi gelas T g , titik leleh T m , Kalor Jenis c dan Jumlah Kalor Q plastik campuran serta bahan penyusun Komposisi pati sagu termoplastis dalam plastik T g o C Kebutuhan energi pada suhu transisi gelas mJ T m o C Kebutuhan energi pada titik leleh mJ Kalor jenis mJdeg.mg 20 38,4 9,835056 117,70 20,539118 0,030562 40 36,9 7,549134 117,50 16,409146 0,024844 60 36,8 3,056761 115,25 6,467779 0,010182 Kontrol Pati Sagu Termoplastis 37,7 7,853291 94,40 11,811183 0,023337 Kontrol LLDPE 37,9 1,450402 124,50 3,382976 0,004777 Data rata-rata dari dua ulangan, tidak ada beda nyata pada α = 0,05 Pada umumnya polimer dengan T g dibawah suhu ruang menunjukkan sifat fleksibilitas dan ketahanan yang tinggi terhadap cracking, tetapi dengan adanya penurunan suhu, sifat tersebut dapat berubah drastis dan polimer menjadi getas hanya dengan beban yang rendah. Hal tersebut dikarenakan polimer memiliki rantai molekul yang panjang dan saling tumpang tindih. Jika polimer berada pada suhu ruang, gerakan antar rantai polimer dapat saling menyesuaikan dan meregang. Namun, jika polimer itu didinginkan, rantai tersebut akan menempel satu sama lain dan tidak dapat meregang lagi, sehingga polimer tersebut akan menjadi kaku. Titik leleh pada polimer ditentukan oleh tipe polimer yang digunakan. Pada polimer amorf, suhu yang penting adalah T g , sedangkan pada polimer kristalin dan semi-kristalin, suhu yang lebih utama adalah T m . Suhu transisi gelas umumnya tidak memiliki transisi yang jelas antara rubbery state dan glass regions dan umumnya berkisar antara 10-50 o C. Jika polimer didinginkan di bawah T g , polimer menjadi stabil dan tidak terjadi transisi lagi. Polimer dengan T g di atas suhu ruang akan mengalami glassy state pada suhu ruang. Polimer dengan T g di bawah suhu ruang akan mengalami rubbery state pada suhu ruang sehingga akan cenderung fleksibel dan sulit dihancurkan pada suhu ruang Umam et al. 2007. Jumlah kalor pada transisi gelas maupun titik leleh menunjukkan terjadinya penurunan seiring dengan meningkatnya komposisi pati sagu termoplastis dalam campuran plastik. Hal ini disajikan pada Tabel 11 dan Lampiran 9-11. Dominasi komponen penyusun turut menentukan nilai kalor yang dibutuhkan pada suhu 60 transisi gelas, titik leleh, maupun kalor jenis. Jumlah kalor akan berkaitan dengan kebutuhan energi yang diperlukan untuk mencapai suhu transisi gelas maupun titik leleh. Namun demikian, sama halnya dengan suhu transisi gelas dan titik leleh, kebutuhan kalor tidak menunjukkan beda nyata pada α=0,05. Artinya, meskipun terjadi kecenderungan penurunan kebutuhan kalor dengan peningkatan komposisi pati sagu termoplastis dalam campuran, namun hal tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap energi yang dibutuhkan.

C. Karakteristik Biodegradasi