RESILIENSI PADA REMAJAYANG ORANGTUANYA MENGALAMI PERCERAIAN

RESILIENSI PADA REMAJA
YANG ORANGTUANYA MENGALAMI PERCERAIAN

SKRIPSI

Oleh :
Gayuh Yustia Nurkharis Maningtyas
07810089

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2011

RESILIENSI PADA REMAJA
YANG ORANGTUANYA MENGALAMI PERCERAIAN

SKRIPSI

Oleh :
Gayuh Yustia Nurkharis Maningtyas
07810089


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2011

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan

Rahmat,

Hidayah

dan

karunia-Nya sehingga penulis

dapat


menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.
Berbulan-bulan menyusun skripsi ini banyak membawa kenangan baik suka
maupun duka bagi penulis. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak
mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab
itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Tulus Winarsunu, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang
2. Bapak Yudi Suharsono, M.Si dan Ibu Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si selaku
Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Salis Yuniardi, M. Psi selaku dosen wali dan Bapak Zainul, M. Psi selaku
dosen wali pengganti yang telah memberikan dukungan dan arahan pada penulis.
4. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan ilmunya
kepada penulis.
5. Kedua orangtua penulis tercinta, ayah Anang Wahyono, SH dan ibunda Tutin
Srisayekti, S.Pd yang tak pernah lelah mendoakan anaknya ini dan tak hentihentinya memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Adik penulis, Ismi Yustisi yang selalu memberikan dukungan agar skripsi ini
dapat segera selesai.
7. Briptu Seto D. Prabowo, yang selalu menumbuhkan rasa percaya diri dan
semangat penulis.

8. Sahabat-sahabat terbaik penulis, “GPRS family” yang tak henti-hentinya
memberi dukungan dan membantu penulis hingga selesainya skripsi ini, yaitu :
Nina, Icha, Nisa, Ratih, Gian, Ilham, Ali, dan terimakasih teristimewa untuk
Ardy yang selama ini rela terseret dalam keluh kesah penulis dengan hati lapang.
9. Teman-teman kelas B angkatan 2007 seperti Panca, Dyah, Febbri, I’in, Dian,
Ririf, Firdyan, Romo, Ade, dan semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
10. Teman-teman Sanggar Seni Bellbaba dan UKM Komunitas Teater Universitas
Muhammadiyah Malang yang sudah seperti saudara sendiri.
11. Teman-teman di Lab.Psikologi UMM yang memberikan dukungan pada penulis.
12. Kakak-kakak yang telah memberi banyak bantuan dan masukan pada penulis,
yaitu Kak Tia, Kak Indah, Mas Tommy, Mas Nadhif, Mbak Citra, Mbak Erma,
Mbak Lastri, Mbak Nyun, Mbak Ida, Mbak Nora, serta teman-teman Genk Richo.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak
membertikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


Sebagai penutup, penulis menyadari bahwa tugas akhir yang sederhana ini
masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu kritikan dan saran sangat penulis harapkan
guna kesempurnaan karya sederhana ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Malang, 25 April 2011
Penulis,

Gayuh Yustia N.M

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM………………………………………………

i

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………

ii


LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………..

iii

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………..

iv

SURAT PERNYATAAN………………………………………………………..

v

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...

vi

INTISARI………………………………………………………………………..

viii


DAFTAR ISI…………………………………………………………………….

ix

DAFTAR TABEL……………………………………………………………….

xi

DAFTAR SKEMA………………………………………………………………

xii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….

xiii

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………..

1

B. Rumusan Masalah………………………………………………… 5
C. Tujuan Penelitian………………………………………………….

5

D. Manfaat Penelitian………………………………………………… 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Resiliensi
1. Pengertian Resiliensi………………………………………….. 7
2. Faktor-faktor Resiliensi……………………………………….. 8
3. Karakteristik Resiliensi……………………………………….. 12
B. Remaja
1. Pengertian Remaja……………………………………………… 12
2. Ciri-ciri masa remaja…………………………………………... 14
3. Tugas-tugas perkembangan remaja……………………………. 15


4. Teori perkembangan remaja…………………………………… 16
C. Perceraian
1. Pengertian perceraian………………………………………….. 18
2. Faktor-faktor penyebab perceraian…………………………...... 18
3. Dampak perceraian…………………………………………….. 20

BAB III. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian……………………………………………… 24
B. Batasan Istilah……………………………………………………... 24
C. Subjek Penelitian…………………………………………………... 26
D. Metode Pengumpulan Data………………………………………... 26
E. Prosedur Penelitian………………………………………………… 27
F. Teknik Analisa Data……………………………………………….. 29
G. Metode Keabsahan………………………………………………… 30

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian…………………………………………………….. 31
B. Analisa Data……………………………………………………….. 43
C. Pembahasan………………………………………………………... 63


BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………… 68
B. Saran……………………………………………………………….. 68

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 70
LAMPIRAN……………………………………………………………………..

72

DAFTAR TABEL

Tebel 1. Identitas Subjek ………………………………………………………… 31
Tabel 2. Faktor-faktor Resiliensi I Am, I Have, I Can pada Subjek 1…………… 44
Tabel 3. Faktor-faktor Resiliensi I Am, I Have, I Can pada Subjek 2…………… 49
Tabel 4. Faktor-faktor Resiliensi I Am, I Have, I Can pada Subjek 3…………… 53
Tabel 5. Faktor-faktor Resiliensi I Am, I Have, I Can pada Subjek 4…………… 58

DAFTAR SKEMA


Skema 1. Tahapan Resiliensi pada subjek TH.…………………………………..

47

Skama 2. Tahapan Resiliensi pada subjek EB…………………………………… 51
Skema 3. Tahapan Resiliensi pada subjek NN…………………………………… 56
Skema 4. Tahapan Resiliensi pada subjek YT…………………………………… 61

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat kesediaan menjadi subjek penelitian…………………………

72

Lampiran 2. Guide interview…………………………………………………….

76

Lampiran 3. Hasil Wawancara…………………………………………………..


82

Lampiran 4. Hasil Observasi……………………………………………………. 132

DAFTAR PUSTAKA

Chandra, Silvia. (2008). Resiliensi. Diperoleh dari http://rumahbelajarpsikologi.
com/index.php/resiliensi.html
Demi Prestasi Sang Buah Hati. (2010, 24 September). Diperoleh dari
http://www.kickandy.com/theshow/1/1/1954/read/DEMI-PRESTASISANG-BUAH-HATIDesmita. (2004). Psikologi perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Emery, E.R & Kelly, B.J. (2003). Children’s adjustment following divorce: Risk and
resilience Perspectives. Journal Family Relations, 52, 358.
Goode, William. (1983). Sosiologi keluarga. Jakarta : PT Bina Aksara
Hurlock, B. Elizabeth. (1980). Psikologi perkembangan. Jakarta : Erlangga
Henderson, N & Milstein, M. (2003). Resiliency in school. California : Corwin Press
Joesoef, Budinah. (1991). Dilema perceraian. Jakarta : Arcan
Kasus Perceraian di Malang Tertinggi. (2010, 21 Juni). Diperoleh dari
http://www.malang-post.com/index.php?option=com_content&view
=article&id=13506:capai-6716-kasus-perceraian-di-malang-tertinggi&
catid=66:merto-raya&Itemid=97
Matthews, W. D. (1995). Family resiliency. Article from North Carolina Cooperative
Exstension A & T University
Moleong, Lexy. (2006). Metode penelitian kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Monks, F.J, Knoers, A.M.P, Haditono, S. (2002). Psikologi perkembangan
pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta : UGM Press
Rifai, Melly. (1987). Psikologi perkembangan remaja dari kehidupan sosial. Jakarta:
PT Bina Aksara
Su’adah. (2005). Sosiologi keluarga. Malang : UMM Press
Santrock, John. (2002). Life-span development. Jakarta : Erlangga
____________(2003). Adolescence. Jakarta : Erlangga
Schoon, Ingrid. (2006). Risk and resilience. London : Cambridge University Press

Sepuluh Persen Perkawinan Berakahir Perceraian. (2008, 15 Juli). Diperoleh dari
http://nasional.kompas.com/read/2008/07/15/19574987/Sepuluh.Persen.Per
kawinan.Berakhir.Perceraian
Soesilowindradini. (1995). Psikologi perkembangan (masa remaja). Surabaya :
Usaha Nasional
Soimin. (1992). Hukum orang dan keluarga. Jakarta : Sinar Grafika
Sudarsono. (1990). Kenakalan Remaja. Jakarta : Rineka Cipta

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, fenomena kawin-cerai sudah menjadi hal yang biasa terjadi di
kalangan masyarakat pada umumnya. Perkawinan yang dulu dianggap suatu hal
yang sangat sakral, saat ini pandangan tersebut mulai luntur seiring dengan
perubahan pola pikir manusia di abad modern. Padahal, akibat adanya suatu
perceraian adalah terjadinya multi peran dalam suatu keluarga, yang dalam hal
ini sangat berpengaruh sekali terhadap anak mereka.
Dalam www.kompas.com (2008, 15 Juli) disebutkan bahwa sepuluh dari
seratus perkawinan di Indonesia berakhir dengan perceraian. Angka ini
meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Perceraian ini terjadi
karena berbagai penyebab, mulai dari cemburu, poligami, bahkan perceraian
karena perbedaan pandangan politik yang jumlahnya semakin meningkat. Dirjen
Bimas Islam Departemen Agama mengungkapkan bahwa tingginya angka
perceraian di Indonesia dalam tiga tahun terakhir ini, yakni terhitung mulai tahun
2006 memang sangat memprihatinkan. Menurutnya, penyebab perceraian
tersebut antara lain karena ketidakharmonisan rumah tangga mencapai 46.723
kasus, faktor ekonomi 24.252 kasus, krisis keluarga 4.916 kasus, cemburu 4.708
kasus, poligami 879 kasus, kawin paksa 1.692 kasus, kawin bawah umur 284
kasus, penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga sebanyak 916 kasus.
Suami atau isteri dihukum lalu kawin lagi 153 kasus, cacat biologis (tidak bisa
memenuhi kebutuhan biologis) 581 kasus, perbedaan politik 157 kasus, gangguan
pihak keluarga 9.071 kasus, dan tidak ada lagi kecocokan (selingkuh) sebanyak
54.138 kasus.
Sedangkan data yang diperoleh melalui www.malang-post.com (2010,
Juni), dapat diketahui bahwa pada tahun 2009 angka perceraian di kota Malang
tergolong tinggi dan menempati ranking terbanyak kedua di provinsi Jawa Timur
setelah Banyuwangi. Salah seorang Hakim dan Humas Pengadilan Tinggi Agama
(PTA) Jatim menyatakan bahwa selama tahun 2009 di Malang telah terjadi

1

2

perceraian sebanyak 6.716 kasus. Sedangkan Panitera Muda Hukum Pengadilan
Agama Kelas II Kabupaten Malang mengungkapkan bahwa kasus perceraian di
Kabupaten Malang tercatat hingga Desember 2009 mengalami peningkatan
hingga 100 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Dengan semakin banyaknya kasus perceraian yang ada, secara tidak
langsung akan semakin banyak pula anak-anak maupun remaja yang menjadi
korban atas perceraian orangtuanya tersebut, tentunya jika pasangan yang
bercerai tersebut telah memiliki anak. Bukan hanya permasalahan mengenai
pembagian harta dan sebagainya yang mungkin bisa muncul, namun juga
mengenai hak asuh anak dan yang tidak kalah penting adalah mengenai
bagaimana cara pasangan bercerai tersebut membesarkan anak mereka nantinya
dengan kondisi keluarga yang tidak utuh.
Menurut Sudarsono (1990), keluarga merupakan kelompok masyarakat
terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan
anak. Oleh karena itu keluarga memiliki peranan yang penting dalam
perkembangan remaja. Keluarga adalah lingkungan terdekat untuk membesarkan
dan mendewasakan anak. Dalam lingkungan keluarga, tugas pembinaan dan
pembentukan kondisi yang berdampak positif bagi perkembangan mental remaja
sebagian besar menjadi tanggung jawab kedua orangtua. Kondisi intern keluarga
yang negatif akan merusak perkembangan mental remaja.
Kebanyakan anak dan remaja awalnya mengalami stress yang cukup
besar ketika orangtua mereka bercerai, dan mereka menghadapi risiko masalah
perilaku. Akan tetapi, perceraian juga dapat mengeluarkan anak dan remaja dari
perkawinan yang berkonflik (Santrock, 2003). Kondisi keluarga yang selalu
diselimuti oleh konflik antara suami dan istri bisa jadi membuat anak merasa
bingung atau sangat terganggu. Hal tersebut sedikit banyak akan membuatnya
berfikir akan apa yang sebaiknya ia lakukan, apakah ia akan membela ayah, ibu,
atau tidak keduanya maupun sebaliknya. Namun setelah kedua orang tua
bercerai, ada kemungkinan justru anak akan terbebas dari konflik tersebut. Hal
ini disebabkan karena dengan perceraian tersebut secara otomatis mereka
dihadapkan pada suatu keputusan yang mau tidak mau harus mereka terima.
Misalnya saja ketika pengadilan memutuskan bahwa hak asuh anak ada pada ibu.

3

Dengan kata lain, si anak berarti akan tinggal dan berada dalam pengasuhan
ibunya meski tidak menutup kemungkinan ia akan tetap bisa bertemu dengan
ayahnya walaupun tidak berada satu rumah.
Mereka yang sudah remaja pada saat orangtua mereka bercerai, lebih
cenderung mengingat konflik dan stres yang mengitari perceraian itu sepuluh
tahun kemudian, pada tahun-tahun awal masa dewasa mereka. Mereka juga
nampak kecewa karena tidak dapat tumbuh dalam suatu keluarga yang utuh.
Dalam sebuah studi, para remaja yang mengalami perceraian orangtua mereka
selama masa remaja cenderung lebih mudah terperangkap kedalam masalah obatobatan daripada para remaja yang tinggal dalam keluarga yang tetap utuh dalam
sebuah pernikahan (Needle & Doherty seperti yang disebut Santrock, 2002).
Begitu pula dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wallerstein
dan Kelly (seperti yang disebut Emery dan Kelly, 2003) menunjukkan bahwa
sebagian remaja yang orangtuanya bercerai cenderung terjerumus dalam hal-hal
negatif karena adanya kecemasan dan depresi akibat perceraian orang tua.
Dalam www.smallcrab.com (Juli, 2008) juga disebutkan bahwa dewasa
ini banyak remaja yang terjerumus dalam pergaulan bebas dan mengalami
depresi akibat perceraian orangtua. Fakta yang ada menyebutkan bahwa lebih
dari empat puluh persen remaja di kota-kota besar mengalami depresi dan
terjerumus dalam pergaulan bebas seperti mengkonsumsi obat-obatan terlarang,
mabuk-mabukan, free sex, dan lain sebagainya. Tidak sedikit di antara mereka
juga merasa malu, murung, dan sedih berkepanjangan akibat perceraian orangtua.
Salah satu hal yang menyebabkan terjadinya hal ini adalah karena mereka
kehilangan pegangan serta panutan dalam masa transisi menuju kedewasaan.
Padahal pada dasarnya orangtua merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam proses pembentukan karakter anak. Orangtua merupakan contoh, panutan,
dan teladan bagi perkembangan anak di masa remaja, terutama pada
perkembangan psikis dan emosi.
Namun disamping orangtua, ada faktor-faktor lain yang tidak kalah
pentingnya dalam proses pembentukan karakter remaja. Faktor tersebut yaitu
lingkungan, sosial, dan pergaulan. Pada kenyataannya, banyak pula anak yang
meskipun kedua orangtuanya bercerai dapat sukses dalam hidupnya. Mereka

4

tidak putus asa dan merasa malu atas keadaan dirinya. Perceraian atau perpisahan
orangtua bukanlah satu hal yang dapat menghambat cita-cita ataupun
keberhasilan dalam hidup. Bagi sebagian orang, keadaan itu justru dijadikan
penyemangat atau motivasi dalam mencapai kesuksesan.
Salah satu contoh pemuda Indonesia yang sukses meski orangtuanya
bercerai adalah Frans Kurniawan dan Fernando Kurniawan. Mereka adalah atlit
bulutangkis yang mengharumkan nama bangsa. Ibunya yang bernama Halimah
adalah seorang perempuan single parent yang harus hijrah dari Palembang ke
Jakarta, setelah perceraian dengan sang suami. Halimah kemudian memutuskan
untuk membuka usaha sendiri dengan berjualan pempek khas palembang,
sementara dua anaknya Frans Kurniawan dan Fernando Kurniawan kemudian
dititipkan di rumah sang nenek. Ketertarikan kedua kakak beradik ini pada
olahraga ini dimulai saat ia menonton acara olahraga bulu tangkis di televisi.
Berawal dari ketertarikan dan didukung dengan upaya keras sang ibu mencari
biaya awal sebagai atlet. Hingga pada akhirnya kini Frans dan Fernando bisa
meraih prestasi demi prestasi di bidang bulu tangkis, baik di tingkat nasional
maupun dunia. Keberhasilan keluarga ini sudah memperlihatkan pada kita,
bahwa dengan perjuangan dan kasih sayang, seorang ibu single parent pun, bisa
mencetak kedua anaknya menjadi atlit bulutangkis yang mengharumkan bangsa
(www.kickandy.com, Desember, 2010).
Sebelum sampai kepada hal di atas, tentunya ada fase-fase yang dilalui
remaja pasca perceraian orangtua. Menurut Joesoef (1991), berapapun usia anak
ketika orangtua mereka bercerai, mereka akan menjadi tertekan. Meski pada
umumnya, semakin dewasa usia anak ketika orangtua bercerai, penderitaan atau
kesedihan yang mereka rasakan akan lebih kecil jika dibanding dengan anak yang
belum dewasa.
Pada hakikatnya, kesulitan dan kemalangan yang membuat seseorang
merasakan kesedihan dan putus asa memang seringkali ditemui dalam kehidupan,
seperti misalnya seorang anak yang merasakan kesedihan karena perceraian
kedua orangtua. Namun semua itu juga tergantung pada cara pandang individu
masing-masing mengenai suatu masalah dan bagaimana cara mengatasinya.
Tidak semua remaja yang kedua orangtuanya mengalami perceraian merasakan

5

sedih berkepanjangan ataupun putus asa. Mereka dapat dengan bijak menerima
kondisi tersebut. Remaja seperti itu adalah mereka yang mempunyai resiliensi.
Menurut Matthews (1995), resiliensi yaitu kemampuan seseorang untuk
bangkit kembali dari tekanan hidup, belajar dan mencari element positif dari
lingkungannya, untuk membantu kesuksesan proses beradaptasi dengan segala
keadaan dan mengembangan seluruh kemampuannya, walau berada dalam
kondisi hidup tertekan, baik secara eksternal atau internal. Orang yang resilien
menunjukkan kemampuan adaptasi yang lebih dari cukup ketika rnenghadapi
kesulitan. Sebaliknya, remaja yang putus asa dan melakukan hal-hal negatif
akibat perceraian kedua orangtua adalah remaja yang tidak mempunyai resiliensi.
Mereka tidak berhasil keluar dari masalah atau keterpurukan tersebut dengan
cara-cara positif. Meski mungkin melalui hal-hal negatif remaja tersebut remaja
itu dapat bangkit dari keterpurukan, namun mereka tidak belajar dan mencari
element positif dari lingkungannya. Padahal, masih banyak remaja-remaja lain
yang berasal dari keluarga bercerai dan mampu mengatasi masalah dengan bijak
seperti yang telah disebutkan di atas.
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka peneliti tertarik untuk
mengangkat penelitian dengan judul Resiliensi pada Remaja yang Orangtuanya
Mengalami Perceraian.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Faktor-faktor apa saja yang dimiliki remaja untuk dapat resilien setelah
perceraian orangtua?
2. Bagaimana proses resiliensi pada remaja yang orangtuanya mengalami
perceraian?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dimiliki remaja untuk dapat
resilien setelah perceraian orangtua.

6

2. Untuk mengetahui proses resiliensi pada remaja yang orangtuanya
mengalami perceraian.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan
dalam mengembangkan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan
dan sosial.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagaimana
faktor pendorong dan proses resiliensi pada remaja yang orangtuanya bercerai
lainnya dalam menjalani hidup.