3.6 Analisis Data 3.6.1 Analisis Ekosistem Pesisir
3.6.1.1 Ekosistem Terumbu Karang
Data ekosistem terumbu karang yang dianalisis mencakup luasan sebaran habitat dan persentasi tutupan karang hidup. Analisis sebaran ekosistem terumbu
karang dilakukan dengan menggunakan analisis sistem informasi geografis. Adapun kualitas tutupan karang hidup dianalisis dengan menggunakan kriteria
yang dikemukan oleh KLH 2001. Kualitas tutupan karang hidup dibagi menjadi empat kategori, yaitu: kondisi buruk, sedang, baik dan sangat baik Tabel 14.
Tabel 14 Kriteria persentase penutupan karang hidup
Persentase tutupan karang hidup Kondisi
0,0 - 24,9 Buruk
25,0 - 44,9 Sedang
50,0 - 74,9 Baik
75,0 - 100 Sangat Baik
Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2001
3.6.1.2 Ekosistem Mangrove
Seperti halnya dengan analisis terumbu karang, analisis ekosistem mangrove juga mencakup analisis spasial atau sebaran habitat dan analisis kualitas
tutupan dalam bentuk kerapatan pohon mangrove. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan analisis sistem informasi geografis, sedangkan analisis
tingkat kerapatan dilakukan dengan menghitung jumlah pohon dalam satuan hektar pohonha. Untuk menilai tingkat kerapatan mangrove digunakan kriteria
yang dibuat oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup 2004. Kriteria yang digunakan untuk menilai kerapatan mangrove terdiri dari tiga kategori, yaitu
kepadatan jarang, sedang dan sangat padat Tabel 15.
Tabel 15 Kriteria baku kerusakan mangrove
Kriteria Penutupan Kerapatan
pohonHa
Baik Sangat Padat
70 1.500
Rusak Sedang
50 - 70 1.000 - 1.500
Jarang 50
1.000 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2004
3.6.1.3 Padang Lamun
Data ekosistem padang lamun juga mencakup data tentang distribusi spasial dan kualitas tutupan. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan
analisis sistem informasi geografis, sedangkan analisis kualitas tutupan lamun menggunakan kriteria yang dikemukan oleh Kementerian Negara Lingkungan
Hidup 2004. Kualitas tutuan lamun dibagi menjadi tiga, yaitu sangat kaya, kurang kaya dan miskin Tabel 16.
Tabel 16 Kelas kehadiran masing-masing jenis lamun
Kondisi Penutupan
Baik Sehat kaya
60 Rusak
Kurang sehat Kurang kaya 30 – 59,9
Miskin 29,9
Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2004
3.6.2 Analisis Karakteristik Geofisik Pesisir
Parameter geofisik pesisir yang dianalisis adalah kelerengan pantai coastal slope, ketinggian atau elevasi pantai dari permukaan laut, dan
tipologijenis pantai, laju erosi pantai, dan parameter oseanografi seperti gelombang dan pasang surut. Kelerengan pantai berhubungan dengan kemudahan
dari suatu pantaipesisir mengalami perendaman atau penggenangan apabila terjadi banjir atau kenaikan muka laut dan mempercepat bergesernya garis pantai.
Demikian juga dengan faktor elevasi pantai, akan menentukan seberapa lama suatu pantai akan mengalami perendaman dengan adanya kenaikan muka laut dari
tahun ke tahun. Tipologi secara tidak langsung juga menentukan kemudahan suatu pantai mengalami perendaman, misalnya pantai dataran rendah lebih cepat
mengalami perendaman dibandingkan pantai berbukitterjal. Ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk analisis kenaikan muka laut, seperti yang
dikemukan oleh Hamzah et al. in press, yaitu: • Berdasarkan data pasang surut dan rekaman tide gauge serta proyeksi
perubahan duduk tengahnya yang diasumsikan secara linear. • Berdasarkan data satelit altimetri ADT yang diperoleh dari AVISO.
• Berdasarkan model kenaikan permukaan laut sea level rises = SLRs dengan
skenario SRES Special Report on Emissions Scenarios series IPCC. Kenaikan muka laut akan meningkatkan potensi rendaman daratan pantai.
Selain kenaikan muka laut, potensi rendaman daratan pantai juga dapat disebabkan oleh faktor lain seperti pasang surut, dan subsiden dari suatu pantai.
Parameter-parameter oseanografi seperti pasang surut, gelombang laut, erosi pantai juga dianalisis mengingat parameter ini memiliki kontribusi terhadap
kerentanan pantai.
3.6.3 Analisis Karaktistik Sosial
Parameter sosial yang dianalisis adalah pertumbuhan dan kepadatan penduduk, pola persebaran pemukiman penduduk dan kearifan lokal terkait
dengan pengelolaan lingkungan. Pertumbuhan penduduk dianalisis dengan membandingkan jumlah penduduk dari tahun ke tahun, untuk mendapatkan laju
pertumbuhan penduduk per-tahun. Sementara kepadatan penduduk dianalisis dengan membandingkan jumlah penduduk dengan ketersediaan lahan daratan
yang layak dihuni. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui pola-pola persebaran pemukiman dan kearifan lokal yang tumbuh dimasyarakat dalam
melindungi sumberdaya pesisir.
3.6.4 Indeks Kerentanan Pantai 3.6.4.1 Penentuan Indeks Kerentanan Pantai
Konsep kerentanan yang diacu dalam penelitian ini seperti yang dikemukakan oleh Turner et al. 2003 dimana kerentanan merupakan fungsi
overlay dari keterpaparan exposure, kepekaan sensitivity, dan kapasitas atau
daya adaptasi adaptive capacity, yang selanjutnya diekspresikan dalam bentuk matematika oleh Metzger et al. 2006 sebagai berikut:
V = f E,S,AC ..…1
Fungsi tersebut di atas diekspresikan lebih lanjut dalam bentuk persamaan matematika dan diformulasikan oleh Tahir 2010 dan juga memiliki kesamaan
yang dikembangkan oleh UNU-EHS 2006 menjadi: V = ExSAC
......2 Dengan menjabarkan parameter kerentanan seperti yang diadopsi dari Polsky et
al . 2007, maka dimensi E, S dan AC dapat dirumuskan sebagai berikut:
E = SRxER+GL+PS+TS+PDxKP ..…3
Dengan menggunakan pendekatan signifikansi dari masing-masing parameter untuk menentukan bobot dari setiap parameter, maka persamaan 3
dapat ditulis lebih lanjut sebagai indeks dari keterpaparan IE menjadi: IE =
α
1
SR x ER+ α
2
GL+ α
3
PS+ α
4
TS+ α
5
PD x KD ..…4
Dengan pendekatan yang sama, maka dimensi S dapat dituliskan menjadi: S =TP+EL+SL+PL+PP
..…5 Dengan memberikan bobot yang lebih besar pada parameter yang dianggap
memiliki signifikansi yang lebih besar terhadap kerentanan pantai, maka persamaan 5 dapat dituliskan sebagai indeks dari kepekaan IS menjadi:
IS = β
1
EL + β
2
TP + β
3
SL + β
4
PL + β
5
PP ..…6 Adapun dimensi AC dapat dituliskan sebagai berikut:
AC = HP+TK+MR+LM+KL ..…7
Seperti halnya dengan parameter dari dimensi E dan S, parameter dimensi AC juga memiliki signifikansi yang berbeda dengan memberikan bobot pada setiap
parameter, maka persamaan 7 dapat dituliskan sebagai indeks dari dimensi AC menjadi:
IAC = γ
1
HP + γ
2
TK + γ
3
MR + γ
4
LM + γ
5
KL ..…8 Dengan mensubstitusi persamaan 4, 6, dan 8 ke dalam persamaan 2
diperoleh persamaan indeks kerentanan pantai IKP sebagai berikut: IKP = IE x ISIAC
….…9
dimana : α, β, dan γ, merupakan bobot dari masing-masing parameter.
Pilihan terhadap bentuk penjumlahan additive dan perkalian multiplication pada persamaan 4 di atas, didasarkan pada hasil konstruksi
persamaan untuk menilai kerentanan pantai yang dikembangkan oleh Gornitz et al
. 1991; Rao et al. 2008; Villa dan McLeod 2002. Perkalian antara SR, ER, GL, dan PS didasarkan atas konsep yang dikemukan oleh Villa dan McLeod,
bahwa komponen yang saling berinteraksi lebih sesuai jika sub-indikator dan komponen tersebut menggunakan perkalian multiplicative, sedangkan komponen
yang tidak berinteraksi lebih sesuai menggunakan penjumlahan additive. Dalam kaitannya dengan signifikansi suatu parameter terhadap setiap komponen
exposure, sensitivity, adaptive capacity, Rao et al. 2008 dan Doukakis 2005 memberikan bobot yang lebih tinggi terhadap parameter yang memiliki
signifikansi yang lebih tinggi dibandingkan lainnya. Oleh karena itu, paramater SR dan ER pada komponen exposure E, EL dan SL pada komponen sensitivity
S, dan HP, MR dan TK pada komponen adaptive capacity AC diberi signifikansi 4 empat kali dan 2 dua kali lipat dari parameter lainnya.
Berdasarkan nilai skoring dari setiap parameter yang telah diidentifikasi melalui pendekatan Vulnerability Scoping Diagram sebelumnya, yaitu skala nilai
skoring setiap parameter adalah antara 1 sampai 5. Formulasi Indeks Kerentanan lingkungan yang dibuat oleh Tahir 2010 diperoleh nilai minimum IKP sebesar
0,20 dan nilai maksimum sebesar 76. Hasil perhitungan nilai indeks minimun dan maksimun disajikan pada Lampiran 2. Dengan menggunakan nilai maksimum
dan minimum tersebut, skala penilaian tingkat kerentanan pantai dibagi menjadi 4 kategori Doukakis 2005 sebagai berikut:
0,20 - 6,04 : Kerentanan rendah
low 6,05 - 18,18 : Kerentanan
sedang moderate
18,19 - 40,48 : Kerentanan tinggi
high 40,49 - 76,00 : Kerentanan
sangat tinggivery high
3.6.4.2 Proyeksi Kerentanan Pantai
Kerentanan pantai memiliki karakteristik yang dinamis, yang berarti kerentanan tersebut akan berubah-rubah sesuai dengan perubahan dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Tahir 2010 mengformulasikan dinamika indeks
kerentanan dari persamaan 9 di atas yang diturunkan terhadap perubahan waktu, untuk mendapatkan laju perubahan kerentanan pantai.
Nilai kerentanan indeks kerentanan lingkungan setiap saat berubah, dengan laju kerentanan yang sebanding dengan besarnya indeks kerentanan pada
saat itu, yang dirumuskan oleh Tahir 2010 sebagai berikut: V = Vt, dimanaV 0
10
11 Karena laju perubahan dari indeks kerentanan setiap saat sebanding dengan
besarnya indeks kerentanan pada saat itu, maka terdapat konstanta k ≠ 0, sehingga
dVdt = kV, k ≠ 0
dimana akan terjadi: k 0 bila V bertambah dan k 0 bila V berkurang
Persamaan di atas dapat diselesaikan sebagai berikut:
12 Oleh karena nilai kerentanan IKP yang diperoleh dan persamaan 9,
memiliki nilai maksimum sebesar 76,00 maka persamaan 12 dapat dituliskan menjadi:
13 Dengan melakukan penyelesaian secara integral dari persamaan 13, maka
diperoleh bentuk persamaan dinamik dari kerentanan pantai sebagai berikut:
14 Keterangan:
V
t
= Indeks Kerentanan pada waktu t V
= Indeks Kerentanan awal e = Dasar logaritma natural
k = Koefisien Kerentanan t = Waktu tahun
Dengan model kerentanan pantai di atas, maka dapat diketahui laju kerentanan pantai sehingga pendugaan kerentanan pantai pada waktu yang akan
datang dapat dilakukan dengan lebih baik. Hasil penurunan persamaan dinamik indeks kerentanan lingkungan pantai disajikan pada Lampiran 3.
3.7 Integrasi Data Spasial dan Atribut Kerentanan Pantai