Kajian ekstraksi steroid teripang pasir (Holothuria scabra) sebagai sumber testosteron alami

KAJIAN EKSTRAKSI STEROID TERIPANG PASIR
(Holothuria scabra ) SEBAGAI SUMBER
TESTOSTERON ALAMI

KURNIA HARLINA DEWI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

9

SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul : “KAJIAN
EKSTRAKSI

STEROID TERIPANG PASIR (Holothuria scabra J)

SEBAGAI SUMBER TESTOSTERON ALAMI “ adalah karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Disertasi ini.

Bogor, Agustus 2008

Kurnia Harlina Dewi
NIM F361030031

10

ABSTRACT
Kurnia Harlina Dewi. Study on the extraction of steroid from sandfish
(Holothuria scabra) as natural testosterone. Under the supervision of Tun Tedja
Irawadi, Wan Ramli Wan Daud, Etty Riani and Khaswar Syamsu.
Sandfish has a potency as a source of the steroid hormones. The research
aimed to study the extraction methods (conventional methods : maceration,
soxhlet and refluxs) and Supercritical Fluids Extraction (SFE) in order to find the
best method of testosterone extraction.

The study used experimental design and descriptive analysis. Solvent
selected for sandfish extraction consists of acetone, methanol, methanol:
chloroform (1:2 v/v) and chloroform. The material solvent ratio was 1:1, 1:2 and
1:3 w/v, respectively. Effects of temperature (40o, 50o and 60oC) and time (0, 30,
60, 90, 120, 150, 180, 210 and 240 minute) on scaled-up of refluxs extraction
were studied. The treatments for extraction of sandfish testosterone using SFE
were at temperature levels (40, 50 and 60oC) and pressure levels (23, 25 and 27
MPa), ratio of flow rate SFE : co-solvent (2,7:0,3, 2,5:0,5 dan 2:1 ml/minute).
Identification of testosterone consists of qualitative analysis (color test, thin layer
chromatography/TLC and FT-IR) and quantitative analysis (spectrophotometer
and HPLC)
The highest yield in maceration was obtained by using acetone at ratio of
1:3 (w/v), i.e. 0, 077 mg/100 g (dry basis), while in soxhlet extraction the highest
yield was obtained by using methanol chloroform solvent at ratio of 1:3 (w/v) i.e.
0,622 mg/100 g (dry basis) and in refluxs extraction the highest yield was
obtained by using methanol chloroform at ratio 1:2 v/v i.e. 7,614 mg/100 g (dry
basis). The effects of temperature on refluxs extraction at scale of 3000 ml,
showed that the extraction yield of testosterone increases with the increasing of
temperature up to 50oC and above which the value of the extraction yield is not
significant. The purity of testosterone increases with the increasing of

temperature, but it is not significant. The highest yield of testosterone i.e. 7,905
mg/100 g dry basis at temparature 50oC and the highest purity (0,776%) was
obtained at temperature 60oC.
The highest yield and the highest purity of testosterone using SFE was
obtained at temperature 50oC and pressure 27 MPa i.e. 6,337 mg/100 g dry basis
and i.e. 1,899%. The effects of flow rate ratio CO2 : co-solvent, showed that the
extraction yield of testosterone increases with the increasing of flow rate ratio, but
purity of testosterone increases with the increasing of flow rate ratio up to 2,5:05
ml/minute and above which the purity of testosterone decreases. The highest yield
of testosterone i.e. 9,281 mg/100 g dry basis at flow rate ratio CO2 : co-solvent
ratio 2:1 ml/ minute and the highest purity (1,176%) was obtained at flow rate
ratio CO2 : co-solvent 2,5:0,5 ml/ minute.
Qualitative analysis of testosterone (colour test, TLC, FT-IR) and
quntitative analysis of testosterone (Spectrophotometer and HPLC) from sandfish
showed that sandfish testosterone was similar to standard testosterone (Acros).
Keywords : testosterone, maceration, soxhlet, reflux, supercritical fluids
extraction.

11


RINGKASAN
Kurnia Harlina Dewi. “KAJIAN EKSTRAKSI STEROID TERIPANG
PASIR (Holothuria scabra J) SEBAGAI SUMBER TESTOSTERON ALAMI
dibawah bimbingan Tun Tedja Irawadi, Wan Ramli Wan Daud, Etty Riani dan
Khaswar Syamsu.
Teripang yang dikenal sebagai gingseng laut, digemari sebagai makanan
kesehatan karena meningkatkan vitalitas (laki-laki), serta berpotensi menjadi
sumber testosteron. Testosteron tidak hanya digunakan sebagai obat, tetapi juga
digunakan sebagai sex reversal berbagai hewan air yang jenis kelamin jantannya
lebih bernilai ekonomis, seperti udang galah, ikan gapi dan berbagai ikan hias
lainnya.

Untuk memperoleh testosteron yang tinggi perlu dilakukan upaya

meningkatkan hasil testosteron yang diperoleh dengan melakukan kajian tentang
ekstraksi teripang, baik secara konvensional maupun secara Supercritical Fluids
Extraction (SFE).
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode ekstraksi yang mampu
menghasilkan testosteron yang tinggi dari ekstrak teripang. Tujuan penelitian
ekstraksi secara konvensional adalah mendapatkan metode, jenis pelarut dan rasio

bahan dengan pelarut, suhu ekstraksi dan lama ekstraksi yang tepat. Sedangkan
tujuan penelitian ekstraksi secara SFE adalah untuk mendapatkan suhu, tekanan,
rasio laju alir co-solvent serta lamanya ekstraksi yang menghasilkan testosteron
tertinggi.
Penelitian dilakukan secara bertahap yang diawali dengan karakterisasi
dan analisis proksimat teripang pasir.

Pemilihan metode ekstraksi secara

konvensional (secara maserasi, soxhlet dan refluks), jenis pelarut (metanol, aseton,
metanol kloroform (1:2 v/v) dan kloroform) serta rasio bahan dan pelarut yang
digunakan yaitu 1:1, 1:2 dan 1:3 (b/v). Pada ekstraksi secara SFE dilakukan
pemilihan suhu (40, 50, 60oC) dan tekanan (23, 25 dan 27 MPa), dilanjutkan
dengan penentuan waktu (30, 60, 90, 120, 150, 180, 210 dan 240 menit) dan rasio
laju alir metanol kloroform sebagai co-solvent (2,7:0,3, 2,5:0,5 dan 2:1 ml/menit),
dengan suhu dan tekanan tertinggi pada SFE (50oC dan 27 MPa).

Analisis

kualitatif dilakukan dengan uji warna dan KLT. Analisis kuantitatif testosteron

dilakukan dengan menggunakan Ultra Violet-Visible (UV-Vis) spektrometer dan

12

High Performance Liqiud Chromatography (HPLC).
dilakukan dengan

Fourier

Analisis kualitatif juga

Transform-Infra Red (FT-IR). Metode analisis

statistik yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dan uji
lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada tahap pemilihan metode, jenis
pelarut dan rasio serta pemilihan suhu dan tekanan pada SFE. Rancangan Acak
Lengkap (RAL) faktorial

in time (Repeated Measurment Annova) dilakukan


dalam mengkaji pengaruh lama dan suhu pada ekstraksi perkolasi skala 3000 ml
serta lama ekstraksi dan rasio laju alir co-solvent pada SFE.
Pelarut yang menghasilkan bobot (mg/100 g bk teripang segar) testosteron
tertinggi pada ekstraksi secara maserasi adalah aseton (0,077), sedangkan
ekstraksi secara soxhlet (0,622) dan reflux (7,614) adalah pelarut campuran
metanol kloroform. Rasio bahan dan pelarut yang menghasilkan bobot (mg/100 g
bk teripang segar) testosteron tertinggi pada ekstraksi secara maserasi dan soxhlet
adalah rasio 1:3, sedangkan ekstraksi secara reflux adalah rasio 1:2. Metode
ekstraksi yang menghasilkan testosteron tertinggi adalah metode reflux karena
menghasilkan rendemen (mg testosteron/100 g teripang segar) tertinggi (7,614)
dibandingkan ekstraksi secara soxhlet (0,622) dan maserasi (0,077) serta
menggunakan pelarut lebih sedikit.
Ekstraksi secara reflux skala 3000 ml memperlihatkan bahwa suhu yang
menghasilkan testosteron tertinggi adalah suhu 50oC. Peningkatan suhu dari 40
ke 50oC meningkatkan bobot testosteron dari 6,349 ke 7,905 mg/100 g bk teripang
segar, sedangkan peningkatan suhu selanjutnya tidak menunjukkan perbedaan
bobot testosteron yang nyata. Akan tetapi, peningkatan suhu (40, 50 dan 60oC)
tidak berpengaruh terhadap persentase testosteron (bobot testosteron/bobot
ekstrak kasar) yakni sebesar 0,689, 0,692 dan 0,776%. Waktu yang menghasilkan
testosteron tertinggi adalah 180 menit pada semua suhu ekstraksi, peningkatan

waktu ekstraksi selanjutnya tidak menunjukkan perbedaan bobot testosteron.
Semakin meningkatnya suhu ekstraksi, waktu ekstraksi yang diperlukan semakin
singkat (dari 240 menit menjadi 120 menit) untuk menghasilkan bobot testosteron
yang sama (6,349 mg/100 g bk teripang segar).
Suhu dan tekanan sangat berpengaruh terhadap testosteron yang diperoleh
pada hasil ekstraksi secara SFE, yaitu suhu yang menghasilkan bobot (mg/100 g

13

bk teripang segar) dan persentase testosteron tertinggi adalah pada suhu 50o C.
Peningkatan suhu dari 40 ke 50oC meningkatkan bobot rata-rata testosteron dari
4,300 ke 5,010 dan persentase testosteron dari 1,298 ke 1,366%. Peningkatan
suhu selanjutnya (60oC) menurunkan bobot testosteron menjadi 2,451 dan
persentase testosteron menjadi 0,856%. Tekanan yang menghasilkan bobot dan
persentase testosteron tertinggi adalah pada tekanan 27 MPa.

Peningkatan

tekanan dari 23 ke 27 MPa meningkatkan bobot testosteron rata-rata dari 3,081 ke
4,881 mg/100 g bk teripang segar dan meningkatkan persentase testosteron dari

0,904 ke 1,615%.

Kondisi ekstraksi yang menghasilkan testosteron tertinggi

adalah pada suhu 50oC dan tekanan 27 MPa (6,337 mg/100 g bk teripang segar).
Pengaruh penggunaan co-solvent pada ekstraksi secara SFE menunjukkan
bahwa penggunaan co-solvent meningkatkan bobot testosteron yang diperoleh dan
mempersingkat waktu ekstraksi.

Rasio laju alir CO2 dan co-solvent yang

menghasilkan testosteron tertinggi adalah rasio 2:1 ml/menit. Peningkatan rasio
laju alir CO2 dan co-solvent dari rasio 2,7:0,3 menjadi 2:1 ml/menit meningkatkan
bobot testosteron dari 2,194 menjadi 9,281 mg/100 g bk teripang segar. Waktu
ekstraksi yang menghasilkan bobot testosteron tertinggi adalah 45 menit. Semakin
banyak co-solvent yang digunakan maka waktu ekstraksi yang diperlukan
semakin singkat (dari 240 menit menjadi 15 menit) untuk menghasilkan bobot
testosteron yang sama (2,194 mg/100 g bk teripang segar).

Semakin lama


ekstraksi, bobot testosteron yang dihasilkan semakin meningkat.
Hasil analisis uji warna (warna hijau), waktu retensi pada KLT dan HPLC,
panjang gelombang absorbansi testosteron tertinggi pada spektrofotometer UVVis serta terdapat gugus-gugus penciri pada FT-IR yang sama antara testosteron
standar dan hasil ekstrak, membuktikan bahwa ekstrak teripang yang dihasilkan
mengandung testosteron.

14

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

15

KAJIAN EKSTRAKSI STEROID TERIPANG PASIR
(Holothuria scabra J) SEBAGAI SUMBER
TESTOSTERON ALAMI

KURNIA HARLINA DEWI

Disertasi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh gelar
Doktor
Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

16

Ujian Tertutup
Penguji Luar Komisi

: Prof. Dr. Ir. M. Anwar Nur, MSc.

Ujian Terbuka
Penguji Luar Komisi

:

1. Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis, MSc.
2. Prof. Dr. Hari Eko Irianto

17

Judul Disertasi
Nama

: Kajian Ekstraksi Steroid Teripang Pasir (Holothuria
scabra ) Sebagai Sumber Testosteron Alami
: Kurnia Harlina Dewi

NRP

: F. 361030031

Program Studi

: Teknologi Industri Pertanian

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS.
Ketua

Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.
Anggota

Prof. Dr. Ir. Wan Ramli Wan Daud
Anggota

Dr. Ir. Etty Riani, MS.
Anggota

Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Irawadi Jamaran

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

Tanggal ujian : 04 Agustus 2008

Tanggal lulus :

18

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tulisan
ini merupakan hasil penelitian yang disusun dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri
Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini merupakan bagian dari

Penelitian Hibah Pasca yang di danai oleh Dikti.
Disertasi ini berjudul Kajian Ekstraksi Steroid Teripang Pasir (Holothuria
scabra) Sebagai Sumber Testosteron Alami.

Penulis menyadari bahwa

penyelesaian tulisan ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
yang tulus kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS, selaku ketua komisi pembimbing, Prof.
Dr. Ir. Wan Ramli Wan Daud, Dr. Ir. Khaswar Syamsu dan Dr. Ir. Etty Riani
selaku anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan dan arahan dengan
penuh dedikasi serta dorongan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan
tulisan ini.
2. Prof. Dr. Ir. M. Anwar Nur, MSc (Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, IPB), selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup. Prof.
Dr. Ir. A. Aziz Darwis, MSc (Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian, IPB)
dan Prof. Dr. Hari Eko Irianto (Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) selaku penguji luar komisi pada ujian
terbuka.
3. Dr. Ir. Sam Herodian, MS dan Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc, selaku dekan dan
wakil dekan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Dr. Ir. Irawadi Jamaran,
selaku ketua program studi TIP dan kepada Dr. Ir. Ani Suryani, DEA., selaku
sekretaris Program Studi TIP atas kemudahan dan fasilitas yang diberikan
selama studi, serta semua civitas akademika TIP atas segala bantuannya.
4. Dr. Ir. Etty Riani, MS., Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. dan Dr. Ir. Kaseno, M.
Eng, selaku Tim Hibah Pasca yang telah memberi kesempatan pada penulis
untuk terlibat dalam proyek tersebut.

19

5. Prof. Madya. Dr. Mohd. Sobri Takriff selaku Ketua Jabatan Kejuruteraan
Kimia dan Proses, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) dan Dr. Masturah
Markoum selaku penyelia luar, atas semua bimbingan, kemudahan dan
fasilitas selama penulis melakukan penelitian di UKM serta civitas akademika
Fakulti Kejuruteraan UKM atas segala bantuannya.
6. Sang Cahaya Hati, Ir. H. Yovial Mahyoedin Rajo Dirajo M T, yang selalu
memberi dorongan dan bimbingan lahir bathin dalam sabar, doa dan keputihan
hati.
7. Ibu Sri Mulyasih, Mbak Yaya, Mbak Santi, Uni Dewi atas segala bantuan dan
kerja sama selama pelaksanaan penelitian di IPB. Cik Norly, Cik Rosna, Cik
Nonizar, Khuzaimah, Dhenik, Pak Tjukup, Pak Gusri, Pak Wawan, Yos, Ivan,
Pak An dan Bu Zes atas dorongan semangat dan doanya dalam kebersamaan
selama di Malaysia.
8. Rekan-rekan TIP 2003, Sarifah Nurjanah, Srigunani P, Ismiati, Acep J, Acep
M, Firman Noer TA, Sulistyo Sidik, Pak Sjoufjan Awal, Komar Sutriah, Eddy
Mulyono atas kebersamaan dan saling memotivasi selama belajar dan
penelitian
9. Ayahanda H. Harmaini (alm) dan H. Mahyoedin Yacoeb SH, (alm) atas
kebanggaan beliau terhadap pentingnya “pendidikan”. Kepada ibunda Hj.
Caya Amin, ibunda Hj. Sri Bainar dan 20 keluarga (kakak, adik dan
kemenakan) yang tak dapat ditulis satu persatu, terima kasih atas doa dan
dorongan semangatnya. Terima kasih kepada keluarga besar Boer (ni Evi, da
Eva dan da Men) atas bantuan yang diberikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang tidak
dapat disebut satu-persatu yang telah membantu penulis selama studi, penelitian
dan penyelesaian disertasi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2008

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 12 Agustus 1967 sebagai
anak ke lima dari pasangan H. Harmaini (Alm) dan Hj. Tjaya Amin. Pendidikan
sarjana ditempuh di bidang studi Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Bengkulu, lulus pada tahun 1991, tempat penulis bekerja
sebagai staf pengajar sejak 1993 sampai saat ini.

Pada tahun 1993, penulis

melanjutkan studi di PS.TIP Fakultas Pascasarjana IPB dan menyelesaikannya
pada tahun 1996. Pada tahun 2003, dengan Beasiswa program BPPS Departemen
Pendidikan Nasional, penulis mendapat kesempatan melanjutkan ke program
doktor pada Sekolah Pascasarjana PS.TIP, IPB.
Selama mengikuti program S3 penulis telah menulis beberapa artikel
ilmiah antara lain :
1. Kajian Ekstraksi Secara Maserasi Dalam Produksi Steroid Teripang Pasir
(Holothuria scabra) sebagai Aprodisiaka alami (Study of maserasi extraction
of steroids from sandfish (Holothuria scabra) as natural aprhrodisiac) sudah
dipublikasikan pada Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia, terakreditasi SK
No.39/DIKTI/Kep/2004 (JIPI, Edisi Khusus No 2 tahun 2007).
2. Kajian Ekstraksi Secara reflux Dalam Produksi Steroid Teripang Pasir
(Holothuria scabra) sebagai Aprodisiaka alami (Study of refluxs extraction of
steroids from sandfish (Holothuria scabra) as natural aprhrodisiac) diterima
untuk diterbitkan akan dipublikasikan pada Journal EXERGY UPN,
Yogyakarta.
3. Pengaruh Laju Alir co-solvent Terhadap Hasil Ekstrak Steroid Teripang Pasir
(Holothuria scabra) pada Supercritical Fluids Ekstraction (Effect of cosolvent in Supercritical Fluids Extraction of sea cucumber/sandfish
(Holothuria scabra J)

akan disajikan dan dipublikasikan pada Seminar

Internasional “SOMCHe”, di Kuala Lumpur, Malaysia, pada bulan November
2008. (Teknik Kimia Universiti Kebangsaan Malaysia, submitted).
Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari disertasi program S3
penulis.
Bogor, Agustus 2008
Kurnia Harlina Dewi

21

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBARDAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang............................................................................................... 1
Perumusan Masalah....................................................................................... 4
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6
Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 7
Kerangka Pemikiran Penelitian..................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 8
Metode Ekstraksi Konvensional .................................................................. 8
Metode Ekstraksi Fluida Superkritis (Supercritical Fluid Extraction)...... 15
Teripang Pasir (Holothuria scabra J) ........................................................ 20
Hormon Steroid Testosteron ..................................................................... 26
Bioassay Aktivitas Biologis Ekstrak Steroid Teripang Pasir ..................... 27
METODE PENELITIAN ............................................................................... 31
Tempat dan Waktu penelitian ..................................................................... 31
Bahan dan Alat Penelitian ........................................................................... 31
Tahapan Penelitian ...................................................................................... 32
Metode Penelitian ........................................................................................ 49
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 45
Karakterisasi dan Analisa Kimia Teripang Pasir ......................................... 45
Ekstraksi Teripang Secara Konvensional .................................................... 49
Ekstraksi Teripang Secara Maserasi ................................................... 49
Ekstraksi Teripang Menggunakan Soxhlet ......................................... 51
Ekstraksi Teripang Secara Reflux ....................................................... 54
Perbandingan Metode Ekstraksi Secara Maserasi, Soxhlet, Reflux ... 56
Ekstraksi Secara Reflux Skala 3000 mL ...................................................... 58
Ekstraksi Teripang Secara SFE .................................................................... 60
Pengaruh Suhu terhadap Bobot Testosteron ....................................... 60
Pengaruh Tekanan terhadap Bobot Testosteron ................................. 63
Perbandingan Hasil Ekstraksi Secara SFE dan Reflux ....................... 65
Pengaruh Rasio Laju Alir CO2 dan Co-solvent ................................. 66

22

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Testosteron ........................................... 70
Hasil Uji Warna ................................................................................... 70
Analisis Kualitatif Testosteron dengan KLT ...................................... 71
Analisis Kuantitatif Testosteron dengan Spektrofotometer UV-Vis . 72
Analisis Kuantitatif Testosteron dengan HPLC ................................ 72
Analisis Kualitatif Testosteron dengan FT-IR .................................. 74
KESIMPULAN ................................................................................................. 77
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 80
LAMPIRAN....................................................................................................... 93

23

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1

Ilustrasi proses difusi sebagai dasar ekstraksi ............................... 12

Gambar 2

Tahap-tahap prinsip kerja dalam ekstraksi.................................... 14

Gambar 3

Diagram fase pada komponen murni CO2 dan nilai densitas,
15
viskositas, koeffisien difusi ...........................................................

Gambar 4

Teripang pasir (Holothuria scabra J) .......................................... 21

Gambar 5

Rumus bangun steroid testosteron................................................. 25

Gambar 6

Diagram alir tahapan penelitian .................................................... 33

Gambar 7

Peralatan ekstraksi secara konvensional ...................................... 35

Gambar 8

Skematis ekstraksi skala 3000 ml .................................................. 37

Gambar 9

Peralatan secara SFE...................................................................... 38

Gambar 10 Hasil yang diharapkan pada setiap tahapan................................... 44
Gambar 11 Bahan baku dalam ekstraksi steroid teripang pasar ...................... 45
Gambar 12 Hasil ekstraksi teripang secara maserasi ....................................... 49
Gambar 13 Hasil ekstraksi teripang menggunakan soxhlet ............................. 51
Gambar 14 Hasil ekstraksi teripang secara reflux ............................................ 55
Gambar 15 Perbandingan hasil ekstraksi secara konvensional ....................... 56
Gambar 16 Bobot testosteron pada ekstraksi secara reflux skala 3000 ml ...... 58
Gambar 17 Testosteron (%) pada ekstraksi reflux skala 3000 ml ................... 59
Gambar 18 Pengaruh suhu terhadap bobot testosteron pada SFE ................... 60
Gambar 19 Pengaruh tekanan terhadap hasil ekstraksi secara SFE ................ 63

24

Halaman
Gambar 20 Persentase testosteron pada SFE dan Reflux ................................. 65
67
Gambar 21 Bobot hasil ekstrak secara SFE pada berbagai laju alir CO2
co-solvent .....................................................................................
Gambar 22 Persentase testosteron pada berbagai rasio laju alir co-solvent .... 69
Gambar 23 Hasil uji warna ekstrak teripang .................................................. 73
Gambar 24 Hasil analisis kuantitatif testosteron menggunakan FT-IR ........ 75
Gambar 25 Hasil analisis kualitatif dan kuntitatif dengan HPLC .................. 76

25

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1

Sifat beberapa pelarut organik .............................................. 11

Tabel 2

Kondisi kritis untuk berbagai pelarut super kritis ................ 16

Tabel 3

Perlakuan suhu, tekanan, aliran CO2 dan co-solvent pada
SFE ........................................................................................ 19

Tabel 4

Hasil bioassay ekstrak steroid sebagai aprodisiaka.............. 30

Tabel 5

Hasil analisis proksimat teripang pasir segar ....................... 47

Tabel 6

Interpretasi spektrum infrared hasil ekstrak dan standar
76
testosteron ..............................................................................

26

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1

Prosedur analisa proksimat teripang pasir......................................... 93

Lampiran 2

Prosedur penyabunan pada hasil ekstrak teripang ............................ 95

Lampiran 3

Prosedur analisis kualitatif uji warna ................................................ 96

Lampiran 4

Analisis kualitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............ 97

Lampiran 5

Hasil analisis kualitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 98

Lampiran 6

Analisis kualitatif dan kuntitatif testosteron menggunakan
spektrofotometer UV-Vis .................................................................. 99

Lampiran 7

Analisis kualitatif dan kuntitatif testosteron menggunakan
102
spektrofotometer HPLC .....................................................................

Lampiran 8

Prosedur analisis kualitatif menggunakan FT-IR ............................. 104

Lampiran 9

Prosedur Supercritical Fluids Extractuin (SFS) ............................... 105

Lampiran 10

Pengamatan bobot testosteron hasil ekstraksi secara maserasi ........ 106

Lampiran 11

Analisis keragaman dan uji lanjut hasil ekstraksi secara maserasi 107
(SAS) ..................................................................................................

Lampiran 12

Pengamatan bobot testosteron hasil ekstraksi secara soxhlet ........... 108

Lampiran 13

Analisis keragaman dan uji lanjut hasil ekstraksi secara soxhlet
(SAS) .................................................................................................. 119

Lampiran 14

Pengamatan bobot testosteron hasil ekstraksi secara reflux ............. 111

Lampiran 15

Analisis keragaman dan uji lanjut hasil ekstraksi secara reflux
(SAS) .................................................................................................. 113

Lampiran 16

Bobot dan persentase testosteron pada berbagai metode ekstraksi .. 114

Lampiran 17

Hasil anova dan uji lanjut DMRT pada berbagai metode, pelarut
dan RAL in time ................................................................................. 115

Lampiran 18

Bobot testosteron hasil ekstraksi secara reflux RAL in time ............ 117

Lampiran 19

Analisis keragaman dan uji lanjut bobot ekstrak 3000 ml................ 118

27

Lampiran 20

Bobot testosteron pada ekstraksi skala 3000 ml RAL in time .......... 119

Lampiran 21

Analisis keragaman dan uji lanjut bobot testosteron ........................ 121

Lampiran 22

Persentase bobot testosteron terhadap bobot ekstrak (%) ................. 122

Lampiran 23

Analisis keragaman dan uji lanjut kemurnian testosteron ................ 123

Lampiran 24

Bobot hasil ekstrak pada berbagai suhu dan tekanan (SFE) ........... 124

Lampiran 25

Analisis keragaman dan uji lanjut bobot ekstrak secara SFE ........... 126

Lampiran 26

Bobot testosteron hasil ekstrak pada berbagai suhu dan tekanan
(SFE) .................................................................................................. 127

Lampiran 27

Analisis keragaman dan uji lanjut bobot testosteron secara SFE ..... 128

Lampiran 28

129
Persentase bobot testosteron terhadap bobot ekstrak pada SFE
(%) ......................................................................................................

Lampiran 29

Analisis keragaman dan uji lanjut kemurnian testosteron (%) ......... 130

Lampiran 30

Bobot hasil ekstrak pada SFE + co-solvent ....................................... 131

Lampiran 31

Analisis keragaman dan uji lanjut DMRT bobot ekstrak dengan
RAL in time ...................................................................................... 132

Lampiran 32

Bobot testosteron pada SFE + co-solvent.......................................... 133

Lampiran 33

Analisis keragaman dan uji lanjut DMRT bobot testosteron
dengan RAL in time ........................................................................... 134

Lampiran 34

Perbandingan bobot testosteron dan ekstrak pada SFE + cosolvent ................................................................................................ 135

Lampiran 35

Analisis keragaman dan uji lanjut DMRT kemurnian testosteron
(%) dengan RAL in time .................................................................... 136

28

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki
17.504 pulau dan garis pantai lebih dari 81.000 km dengan luas perairan laut
sekitar 5,8 juta km2 (75% dari total Wilayah Indonesia). Kondisi alam dan iklim
yang tidak fluktuatif, menjadikan Indonesia mempunyai potensi sumber daya laut
dengan

keanekaragaman

hayati

yang

sangat

besar,

walaupun

belum

terdayagunakan (Reina 2004). Bioteknologi kelautan yang berkembang pesat
bertujuan memanfaatkan biota laut, salah satunya dengan ekstraksi senyawa
bioaktif sebagai obat-obatan dan bahan farmasi. Mengingat prospek ekonomi
yang besar dari sumber-sumber hayati di laut sebagai bahan obat-obatan itu,
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menjadikan bioteknologi kelautan
sebagai program unggulan sejak tahun 2002 (Dahuri 2005).
Salah satu hasil laut yang mempunyai nilai penting adalah teripang
dengan nama lain teat fish, sea cucumber dan ginseng laut. Secara ekonomi
teripang mempunyai nilai penting karena dua hal, yakni sebagai sumber
biofarmaka potensial dari hasil laut dan sebagai makanan kesehatan (Kerr 2000).
Kandungan kimia teripang basah, terdiri dari 44-55% protein, 3-5% karbohidrat
dan 1,5% lemak (Anonim 2004a). Teripang mengandung asam amino esensial,
kolagen dan vitamin E.

Menurut Fredalina (1998), kandungan asam lemak

penting pada teripang seperti EPA (asam eikosapentaenoat ) dan DHA ( asam
dekosaheksaenoat ) berperan dalam perkembangan syaraf otak, agen penyembuh
luka dan antithrombotik.

Selain itu teripang juga mengandung bahan aktif

antihipertensi (Zhao et al. 2007), antibakteri (Haug et al. 2002; Villasin and
Christopher 2000; Ridzwan et al. 1995), antifungi (Anonim 2003; Murray et al.
2002 dan Aryantina 2002), antikanker (Murwani dan Agus 2003), antikoagulan
(Mulloy et al. 2000), sebagai penghasil protease (Xue-Yuan Fu et al. 2005a) dan
arginine kinase (Xue-Yuan Fu et al. 2005b ), T-antigen lectin (Gowda et al.
2008), triterpen glikosida ( Yuan et al. 2007; Kovalchuk et al. 2006; Ismail 2008)

29

Penyebaran teripang di Indonesia terdapat pada perairan Pantai Madura,
Bali, Lombok, Aceh, Bengkulu, Bangka, Riau dan sekitarnya, Belitung,
Kalimantan Barat/Timur/Selatan, Sulawesi, Maluku dan Kepulauan Seribu. Total
hasil tangkapan teripang di Indonesia pada tahun 2004 adalah sebesar 184.631 ton
(DKP 2006). Di beberapa tempat, antara lain di La Ende, Barangka Sulawesi,
bahkan telah dilakukan budidaya pembesaran teripang.

Saat ini teripang

Indonesia diekspor sebesar 2600 ton/tahun dalam bentuk kering (beche-de-mer),
konoko (gonad kering) dan konowata (usus asin). Produk ini banyak diminati
sebagai makanan kesehatan karena dapat meningkatkan vitalitas bagi laki-laki,
oleh karena itu diduga teripang mengandung steroid
Kustiariah (2006) berhasil mengidentifikasi steroid dari teripang, dimana
testosteron pada hasil ekstrak teripang segar lebih tinggi daripada teripang kering
dan mengaplikasikan ekstrak steroidnya pada ayam. Seleksi bahan baku dan
bagian tubuh teripang menunjukkan steroid pada teripang pasir lebih tinggi dari
pada teripang gamat dan teripang hitam. Bagian tubuh yang mengandung steroid
tertinggi adalah bagian daging teripang, dan telah dilakukan bioassay pada mencit
terhadap penggunaannya sebagai aprodisiaka (Nurjanah 2008). Selain dimanfaatkan sebagai aprodisiaka, ekstrak steroid teripang yang mengandung testosteron
juga dapat digunakan untuk keperluan sex reversal pada hewan air yang jenis
jantannya lebih bernilai ekonomis daripada jenis kelamin betina, seperti pada
udang galah, ikan gapi dan ikan hias lainnya (Riani et al. 2008). Ekstrak teripang
berpotensi besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber testosteron alami, namun
belum didapat metode ekstraksi untuk keperluan produksi massal. Oleh karena itu
perlu diteliti faktor-faktor yang berpengaruh pada berbagai metode ekstraksi dan
penggandaan skala, sehingga dapat menjadi pedoman untuk ekstraksi ke skala
industri.
Teknik ekstraksi dalam industri farmasi umumnya adalah ekstraksi dengan
pelarut (maserasi, soxhlet dan reflux) yang selanjutnya didestilasi.

Kondisi

ekstraksi konvensional yang tidak tepat dapat menimbulkan kehilangan dan
degradasi senyawa target yang diinginkan. Oleh karena itu perlu dikaji faktorfaktor yang berpengaruh, seperti metode ekstraksi (maserasi, soxhlet dan reflux),
jenis pelarut, rasio bahan pelarut, suhu dan lama ekstraksi (Goat et al. 1997).

30

Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji penggunaan pelarut (metanol, aseton,
metanol kloroform dan kloroform), diduga aseton merupakan pelarut terbaik bagi
testosteron pada ekstraksi secara maserasi karena adanya kesesuaian polaritas
dengan testosteron. Selain itu, rasio bahan dan pelarut diduga

mempengaruhi

hasil ekstrak (bervariasi) tergantung dengan metode yang digunakan, serta diduga
terdapat kombinasi suhu dan lama ekstraksi yang dapat memberikan hasil
testosteron tertinggi.
Metode ekstraksi lain yang berkembang dewasa ini adalah ekstraksi
dengan fluida superkritis, dikenal sebagai Supercritical Fluids Extraction (SFE).
Teknik ekstraksi ini disukai karena produk hasil bebas dari residu pelarut organik
dan resiko oksidasi termal dapat diminimalkan seperti dalam mengekstrak vitamin
E dan lemak (Xu et al. 2007). Teknik SFE dapat secara efektif memurnikan
campuran yang dikehendaki, tanpa menghasilkan produk yang tak layak untuk
aplikasi lebih lanjut dan memerlukan waktu ekstraksi yang lebih singkat, serta
menggunakan gas CO2 sebagai pelarut.

Keunggulan penggunaan pelarut ini

adalah karena CO2 berkerapatan tinggi, mempunyai daya larut tinggi terhadap
berbagai komponen, relatif inert, tidak polar, relatif tidak mahal, tidak beracun,
tidak mudah terbakar, mudah sekali didaur ulang dan tersedia di pasaran dengan
kemurnian tinggi (Hugh dan Krukonis 1993; Rizvi et al. 1999; Sun 2002). Akan
tetapi, metode ini memerlukan biaya investasi yang tinggi atau merupakan
teknologi padat modal.
Kapasitas pelarut SFE bergantung pada densitas, sehingga sangat sensitif
terhadap perubahan suhu dan tekanan. Nilai tekanan dan temperatur suatu bahan
menggambarkan tingkat keadaan bahan tersebut pada kondisi tertentu. Fluida
dalam kondisi superkritis memiliki sekaligus sifat gas dan cairan. Kapasitas
maksimum pelarut dan variasi luas sifat pelarut dapat dicapai dalam kondisi ini
dengan perubahan kecil temperatur dan tekanan.

Hal ini menawarkan

karakteristik ekstraksi yang menarik, karena berkaitan dengan difusifitas,
viskositas, tegangan permukaan serta sifat fisik lainnya.
Banyak penelitian menggunakan metode SFE dalam berbagai bidang,
seperti yang dilakukan pada bidang farmasi (Dean dan Khundker 1997), bahan
aktif pada mikroalga (Mendes et al. 2003), steroid pada tablet (Yamini et al.

31

2002); steroid pada tes urine (Stolker et al. 1999 dan Cawley et al. 2005);
mikrokapsul (Steckel et al. 1997), minyak ikan (Catchpole et al. 2000), minyak
kacang mete (Patel et al. 2005), minyak berbagai hasil pertanian (King et al.
2004), berbagai minyak tak tersabunkan (Lesellier 2001) dan makanan (Ong et al.
1990). Sedangkan penelitian menggunakan SFE untuk mengekstrak steroid pada
teripang belum pernah dilakukan. Pada ekstraksi teripang secara SFE, diduga
terdapat kombinasi suhu dan tekanan yang menghasilkan testosteron tertinggi.
Hal ini berkaitan dengan adanya pengaruh kombinasi densitas, viskositas dan
volatilitas dari sistim yang dapat memberikan hasil testosteron tertinggi.
Selain dengan variabilitas kepadatan pada berbagai suhu dan tekanan,
hasil ekstrak dapat ditingkatkan dengan penambahan co-solvent, yakni suatu zat
organik yang mempunyai volatilitas sedang terhadap CO2 sebagai pelarut dan
senyawa yang akan diekstrak. Penggunaan co-solvent bertujuan meningkatkan
polaritas dan kekuatan pelarut (CO2 dan co-solvent) dan interaksi spesifiknya
dengan senyawa yang diekstrak (Rizvi 1999). Peranan lain co-solvent adalah
dapat meningkatkan selektivitas separasi (Hugh dan Krukonis 1993). Dengan
keunggulan penggunaan co-solvent pada ekstraksi secara SFE, maka semakin
banyak co-solvent yang digunakan testosteron yang diperoleh semakin meningkat
serta waktu ekatraksi yang diperlukan semakin singkat. Jumlah co-solvent yang
digunakan ditentukan dari rasio laju alir CO2 dan co-solvent. Oleh karena itu,
diduga terdapat rasio laju alir CO2 dan co-solvent tertentu yang dapat memberikan
testosteron tertinggi.
Kajian perbandingan ekstraksi teripang sebagai sumber testosteron secara
konvensional dan SFE perlu dilakukan untuk dasar pertimbangan pemilihan
metode ekstraksi yang akan diterapkan, sesuai dengan kondisi setempat. Hasil
ekstrak teripang yang diduga mengandung testosteron yang dapat dibuktikan
pada analisis kualitatif (uji warna dan KLT) dan analisis kuantitatif
(spektrofotometer UV-Vis dan HPLC) serta terdapat gugus-gugus penciri
testosteron pada hasil ekstrak. Maka perlu dibuktikan bahwa pada hasil ekstraksi
secara SFE mengandung testosteron.

32

Perumusan Masalah
Testosteron yang beredar merupakan testosteron sintetik yang mempunyai
efek samping dalam penggunaannya. Di beberapa negara maju hormon ini sudah
dilarang peredarannya, sehingga sangat sulit memperolehnya.

Efek samping

testosteron sintetik yang membahayakan adalah bersifat karsinogenik. Riani et al.
(2008) melaporkan bahwa penggunaan 17 α-metil testosteron pada hewan uji
menyebabkan timbulnya benjolan-benjolan yang abnormal, sebagai gejala awal
karsinogenik.

Kesadaran penggunaan produk alami memicu dan memacu

pencarian sumber-sumber testosteron alami, diantaranya adalah teripang.
Penelitian testosteron pada teripang baru sampai tahap identifikasi dan
bioassay sebagai aprodisiaka pada manusia dan keperluan sex reversal pada
hewan, belum sampai pada tahap bagaimana mengekstraksi testosteron teripang
dengan rendemen yang tinggi dan produksi massal.

Kajian ini perlu untuk

menjadikan steroid teripang sebagai komoditi hasil laut yang potensial
dikembangkan pada skala komersil di masa datang, baik dengan teknologi
konvensional maupun dengan teknologi modern.

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendapatkan
pelarut, rasio bahan dengan pelarut, metode ekstraksi serta kondisi ekstraksi (suhu
dan lama ekstraksi) yang menghasilkan testosteron tertinggi baik pada pada
ekstraksi konvensional maupun pada ekstraksi non konvensional (SFE). Lebih
rinci tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan jenis pelarut, rasio bahan dan pelarut serta metode ekstraksi
yang menghasilkan bobot testosteron tertinggi pada hasil ekstrak teripang
secara konvensional skala 300 ml.
2. Mendapatkan suhu dan lama ekstraksi yang menghasilkan testosteron tertinggi
pada hasil ekstrak teripang skala 3000 ml dengan metode konvensional
terpilih.
3. Mendapatkan suhu dan tekanan yang menghasilkan testosteron tertinggi pada
hasil ekstrak teripang secara SFE.

33

4. Mendapatkan rasio laju alir CO2 dengan co-solvent dan lama ekstraksi yang
menghasilkan testosteron tertinggi pada hasil ekstrak teripang secara SFE.
5. Membuktikan terdapat testosteron pada hasil ekstrak teripang secara kualitatif
dan kuantitatif.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut :
1.

Menjadi dasar perancangan proses produksi testosteron dari teripang.

2.

Menjadi referensi bagi pihak-pihak terkait, seperti investor dalam dan luar
negeri, peneliti, industri kecil dan menengah dan pihak pemerintah (pemda)
dalam perancangan industri steroid teripang, sehingga dapat meningkatkan
nilai tambah teripang.

3.

Menjadi masukan dalam pengembangan industri kelautan di Indonesia untuk
komoditas selain ikan, khususnya teripang.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan dalam mencapai tujuan
pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan karakterisasi dan identifikasi teripang berdasarkan bobot dan
ukuran sebagai bahan baku untuk ekstraksi.
2. Ekstraksi teripang pada skala 300 ml secara konvensional (maserasi, soxhlet
dan reflux) dengan berbagai pelarut dan rasio bahan pelarut pada skala 300 ml.
3. Ekstraksi teripang pada skala 3000 ml dengan metode, pelarut dan rasio
terpilih untuk mendapatakan suhu dan lama ekstraksi yang menghasilkan
tetsosteron tertinggi.
4. Ekstraksi teripang dengan metode SFE pada berbagai suhu dan tekanan.
5. Ekstraksi teripang dengan metode SFE pada kondisi ekstraksi (suhu dan
tekanan) terpilih, menggunakan berbagai rasio laju alir CO2 dan co-solvent.
6. Menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif testosteron pada hasil ekstraksi
dengan uji warna, kromatografi lapis tipis/KLT, spertrofotometer UV-Vis,
HPLC dan FT-IR.

34

Kerangka Pemikiran Penelitian
Penambahan nilai suatu produk dapat dilakukan melalui penemuan bahan
baku baru, penemuan proses baru ataupun produk baru. Salah satu hasil laut yang
potensial dikembangkan adalah teripang pasir (Holothuria scabra J) yang
merupakan bahan baku baru sumber steroid. Produksi testosteron dari teripang
pasir dapat memberikan nilai tambah suatu bahan menjadi produk yang bernilai
tinggi, yakni dari teripang yang hanya diekspor dalam bentuk beku/kering
menjadi produk testosteron.
Untuk menjembatani hasil temuan testosteron dalam teripang dan
pemanfaatan testosteron dengan permintaan testosteron alami, diperlukan kajian
ekstraksi teripang pasir sebagai sumber testosteron alami.

Kajian ini akan

membahas faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi testosteron pada
hasil ekstraksi teripang, baik pada ekstraksi secara konvensional maupun secara
SFE, untuk mendapatkan hasil yang tinggi.

Hal ini sangat penting sebagai

pedoman pengembangan proses ekstraksi testosteron dari ekstrak teripang
sehingga dapat dikembangkan ke skala industri.
Kajian perbandingan ekstraksi konvensional dan SFE dalam mengekstrak
testosteron pada hasil ekstrak teripang sangat perlu dilakukan sebagai dasar
pertimbangan pemilihan penerapan metode ekstraksi sesuai dengan kondisi
setempat (ketersediaan modal, sarana dan prasarana, tenaga kerja dan lain-lain)
dalam pengembangan industri testosteron dari ekstrak teripang.
Kebutuhan konsumen akan testosteron alami, membuka lapangan pekerjaan,
meningkatkan pendapatan nelayan melalui keterjaminan harga teripang, sehingga
secara simultan industri ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat nelayan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Metode Ekstraksi Konvensional
Metode berasal dari kata “meta” (=melalui) dan “hodos” (=jalan), artinya
metode adalah cara atau jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan,

35

sedangkan

ilmu

yang

mempelajari

cara

tersebut

disebut

metodologi

(wikipedia.org). Ekstraksi adalah proses penyarian senyawa aktif (penarikan sari)
dari simplisia untuk memperoleh keseluruhan senyawa-senyawa yang terkandung
pada simplisia bersangkutan (ekstraksi total) ataupun golongan senyawa tertentu
saja (Ansel 1989).

Sudut pandang kimia mendefinisikan ekstraksi sebagai

pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan
bantuan pelarut, dan pemisahannya terjadi atas dasar kemampuan larut yang
berbeda dari komponen-komponen dalam campuran (Coulson dan Richardson
1999).
Metode ekstraksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara
memisahkan yang harus ditempuh atau dijalankan untuk mendapatkan senyawa
target (testosteron) yang diinginkan.

Efektivitas ekstraksi dipengaruhi oleh

beberapa hal, antara lain kondisi alamiah simplisia (jaringan lunak/keras, bahan
segar atau dikeringkan), ukuran partikel simplisia, suhu proses, tekanan udara
dalam proses, jenis pelarut dan metode ekstraksi (peralatan ekstraksi). Pelarut
yang digunakan berupa pelarut non polar (heksan, sikloheksan dan toluene),
pelarut semi polar (kloroform, diklorometan, dietil eter dan etil asetat) dan pelarut
polar (metanol, etanol dan air).
Menurut Ansel (1989) metode dasar dari ekstraksi bahan obat adalah
maserasi (proses”M”) dan perkolasi (proses “P”). Maserasi berasal dari bahasa
latin macerare yang artinya merendam, merupakan proses bahan yang akan
diekstrak direndam dalam pelarut sampai meresap dan melunakan sel-sel sehingga
zat-zat yang mudah larut akan melarut. Perkolasi berasal dari kata “per” artinya
melalui dan “colare” artinya merembes. Perkolasi merupakan proses ekstraksi
dimana bahan yang akan diekstrak diletakkan di dalam alat (perkolator) dengan
pelarut yang dialirkan merembes melalui kolom. Ada banyak metode ekstraksi
yang dapat digunakan dalam mengekstrak bahan aktif, diantaranya adalah :

Maserasi

: Metode ekstraksi melalui perendaman simplisia dalam cairan
penyari (solvent) yang sesuai disertai pengadukan atau
penggojogan sehingga senyawa aktif tersari sempurna (Ansel
1989)

36

Perkolasi

: Metode ekstraksi senyawa aktif dari simpisia menggunakan
penambahan cairan penyari (pelarut) secara berkesinambungan
(continuous extraction process) sehingga senyawa aktif tersari
sempurna (Ansel 1989)

Soxhlet

: Metode ekstraksi dengan menggunakan peralatan soxhlet,
pelarut dan simplisia berada pada tempat terpisah, penyarian
terjadi secara berulang akibat pergerakan pelarut melalui proses
pemanasan dan kondensasi (Ruiz-Jimenez et al. 2004)
: Metode ekstraksi dengan mereflux simplisia bersama dengan

Reflux

pelarut pada tempat yang sama, menggunakan pemanasan dan
kondensor balik sehingga pelarut akan masuk kembali dalam
tempat proses ekstraksi berlangsung (Garcia-Ayuso et al. 1998)
Menurut Coulson dan Richardson (1999), ada empat faktor penting yang
berpengaruh pada proses ekstraksi, yakni ukuran partikel, pelarut, suhu dan
pengadukan.

Ukuran partikel berpengaruh terhadap luas permukaan yang

menentukan kontak bahan dan pelarut, pelarut berpengaruh terhadap kesesuaian
komponen yang akan diekstrak, suhu dan pengadukan berpengaruh terhadap
kelarutan komponen yang akan diekstrak. Selanjutnya dijelaskan bahwa, secara
umum suatu proses ekstraksi biasanya terdiri atas tiga tahap, yakni :
‰

Pertama, perubahan fase padat menjadi campuran dalam pelarut
(mencampurkan bahan ekstrak dengan pelarut) dan membiarkannya saling
kontak.

‰

Kedua, proses difusi pelarut melalui pori-pori ataupun secara langsung
membawa hasil ekstrak keluar dari partikel.

‰

Ketiga, perpindahan solute (komponen yang diekstrak) dari larutan ekstrak
(campuran), berkaitan patikel utama dari campuran.
Goad dan Toshihiro (1997) membagi proses rangkaian ekstraksi meliputi

persiapan bahan yang akan diekstrak, kontak bahan dengan pelarut, pemisahan
residu dengan filtrat dan proses penghilangan pelarut dari ekstrak.
Perlakuan Pendahuluan

37

Salah satu perlakuan pendahuluan pada proses ekstraksi adalah pengecilan
ukuran, dilakukan dengan menggunakan peralatan yang bekerja secara
pemotongan, penekanan dan/atau kombinasinya.

Persiapan sample mengikuti

beberapa metode untuk proses ekstraksi sterol, yaitu : (1) material segar yang
akan diekstraksi digiling atau dijadikan tepung, (b) material segar dihomogenisasi
menggunakan pelarut menjadi pasta, (c) material segar pertama dibekukan
kemudian dihomogenisasi dengan pelarut, (d) material dikeringkan di oven atau
udara kering, dilakukan penepungan dan ekstraksi, selanjutnya dihomogenisasi
dengan pelarut (e) jaringan diliopilisis dan ditepungkan sebelum diekstrasi dengan
pelarut (Goad dan Toshihiro 1997)
Bahan Pelarut
Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi tergantung pada sifat komponen
yang akan diisolasi, yakni polaritas suatu senyawa. Senyawa polar diekstrak
menggunakan pelarut polar, demikian juga dengan senyawa semi polar dan non
polar.

Oleh karena itu penentuan polaritas bahan yang akan diekstrak dan

polaritas bahan pelarut sangatlah perlu dalam pemilihan bahan pelarut. Menurut
Tzia dan Liadakis (2003) dasar pemilihan pelarut adalah kelarutan, pemisahan,
tegangan permukaan dan viskositas serta ideal (tidak bersifat racun, stabil, tidak
reaktif, ramah lingkungan dan murah). Metode yang ideal digunakan untuk
mengekstrak lipid dari suatu jaringan yakni dengan memindahkan semua
campuran lipophilik yang diperlukan secara efisien tanpa perubahaan formasi asli
atau kehilangan akibat hidrolisis, autoksidasi atau degradasi (Goad dan Toshihiro
1997).
Pelarut yang sering digunakan untuk mengektrasi jaringan hewan dan
tanaman tingkat rendah adalah kloroform, aseton, metanol, campuran kloroformmetanol, etanol, propanol dan heksan atau petroleum eter. Fredalina, et al. (1998)
mendapatkan komposisi asam lemak dari Stichopus chloronotus segar dengan
menggunakan bahan pelarut metanol, etanol, PBS (Phosphat Buffer Saline) dan
air destilasi dengan hasil EPA tertinggi diperoleh menggunakan PBS sebesar
25,69% dan DHA tertinggi menggunakan air 57,55%. Panomarenko et al. (2000)
berhasil mengekstrak fraksi free sterol dari kelas Holothuriodea (Synapta

38

maculate, Cladolabes bifurcates dan Cucuraria sp) menggunakan kloroform
secara reflux pada suhu 60oC. Ibrahim (2001) berhasil mengisolasi senyawa
steroid dari lintah laut (Discodoris sp) menggunakan pelarut aseto