Jenis Pelanggaran Pornografi dalam KUHP

F. Pengaturan Tindak Pidana yang Menyerang Kesusilaan Umum di Beberapa

Negara

Dapat dipastikan semua negara memiliki pengaturan tindak pidana kesusilaan, baik aturan hukum tersebut ditempatkan pada KUHP maupun diatur ke dalam undang-undang tersendiri. Sebagaimana telah diuraikan, bahwa pornografi dan pornoaksi merupakan salah satu jenis kejahatan yang termasuk dalam cakupan delik kesusilaan. Dari segi peristilahan KUHP Indonesia yang saat ini masih berlaku tidak menggunakan istilah pornografi, namun menunjuk pada “tulisan, gambaran, atau benda yang melanggar kesusilaan (Pasal 282 dan Pasal 283) dan “tulisan, gambaran, atau benda yang mampu membangkitkan/merangsang nafsu birahi (Pasal 533)”. Sedangkan Pasal 281 mengenai melanggar kesusilaan dimuka umum identik dengan pornoaksi. Dalam KUHP di negara- negara lain, peristilahan pornografi ini cukup variatif, seperti: pornography, pornography

49 Lihat Draft RUU tentang Pornografi tahun 2007 pada Pasal 17 huruf c.

materials, pornograpic works, pornographic of erotic materials, obscene article, obscene publication, obscene object dan sebagainya. Sementara itu pornoaksi digunakan istilah antara lain: exhibitionist acts, publicly sexual acts, public indecency acts, obscene performance, acts or gestures or any manifestations that are against the morals or lead

to public scandal 50 . Dalam tradisi common law system, kejahatan pornografi ini dikenal dengan

Obscene Publication Acts , yang pertama kali diundangkan pada tahun 1857 di Inggris. Obscene Publications Act ini diluncurkan pada September 1857 oleh Lord Campbell, the Lord Chief Justice. Putusan atas kasus tersebut pertama kali dibuat pada bulan yang sama mengenai publikasi pornografi yang dilakukan oleh William Dugdale. Definisi klasik “criminal obscenity” adalah "tends to deprave and corrupt" – merusak dan

memerosotkan moral atau mental 51 . Di Inggris undang-undang tersebut telah mengalami dua kali amandemen/perubahan, yakni pada tahun 1959 dan 1964. Obscene publication

acts ini di Inggris dan negara-negara common law lainnya (seperti Amerika Serikat, Australia, New Zealand) digunakan sebagai landasan hukum yang mengikat yang dipakai untuk melakukan kebijakan sensor atas publikasi cabul (obscene material).

Sama dengan KUHP di Indonesia yang berlaku sekarang, kebanyakan KUHP di berbagai negara tidak memberikan definisi tentang apa itu pornografi maupun pornoaksi. Lebih banyak memberikan pedoman/rambu dengan basis uraian perbuatan pidananya atau sama sekali tidak memberikan definisi. Rancangan KUHP Indonesia yang baru memberikan definisi mengenai apa itu pornografi dalam Buku I Pasal 202. Sebagai perbandingan terdapat beberapa negara yang memberikan definisi pornografi maupun pornoaksi dalam KUHP mereka, seperti dalam tabel dibawah ini:

50 Indecency (perbuatan yang tidak pantas, kecabulan); Obscene (cabul); Obscenity (kecabulan, kata-kata atau perbuatan cabul): Salim’s Ninth Collegate – English –Indonesian Dictionary, Peter Salim,

Modern English Press, Edisi Pertama, Januari 2000. Term " indecency " dan "obscenity" sering digunakan dalam bahasa Inggris sebagai sinomim atau terkadang diartikan pula bahwa"obscenity" lebih kuat daripada "indecency". Hukum di Inggris saat ini lebih sering hanya menggunakan kata "obscenity" untuk menunjuk pada ucapan atau tindakan lainnya, sedangkan kata "indecency" untuk menunjuk hal yang berhubungan dengan non-consensual physical exposure or sexual offences against the person yang dalam hal ini banyak disebut dengan "gross indecency". Lihat http://en.wikipedia.org/wiki/Obscene_Publications_Act.