Pengaruh Implantasi LHRH dan Estradiol-17p Terhadap Perkembangan Gonad Ikan Pangasius djambal

PENGARUH IMPLANTAS! LHRH DAN ESTRADIOL-17p
TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD
IKAN Pangasius djambal

Oleh:

Sularto
NRP. 99459

PROGFWM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
SULARTO. Pengaruh lrnplantasi LHRH dan Estradiol-17p Terhadap
Perkernbangar; Gonad lkan Pangasius djambal. Di bawah birnbingan
MUHAMMAD ZAlRlN JR., sebagai ketua kornisi pernbirnbing, KUSMAN
SUMAWIDJAJA dan AGUS OMAN SUDRAJAT, sebagai anggota kornisi
pernbirnbing.
Penyediaan induk ikan patin jarnbal Pangasius djambal yang siap pijah
untuk usaha pernbenihan menjadi kendala utarna, karena tingkat kernatangan

gonadnya bewariasi. Oleh karena itu terapi hormon rnerupakan salah satu
alternatif untuk rnengatasi rnasalah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk
rnengetahui pengaruh irnplantasi LHRH dan estradiol-17p terhadap proses
pernatangan gonad ikan patin jarnbal.
Pada percobaan ini digunakan ikan patin jarnbal yang berurnur 3 tahun
dengan kisaran bobot 2700 - 4500 g

sebanyak

24 ekor. Perlakuan yang

diberikan adalah irnplantasi 0 pg LHRH + 0 pg estradiol-17p (kontrol); 0 pg LHRH

+ 400 pg estradiol-17P per kg induk; 50 pg LHRH + 300 pg estradiol-17p per kg
induk; 100 pg LHRH + 200 pg estradiol-l7p per kg induk; 150 pg LHRH + 100 pg
estradiol-17p per kg induk; 200 pg LHRH

+ 0 pg estradiol-170 per kg induk.

Parameter yang diarnati adalah kandungan testosteron dan estradiol-17p plasma,

perkernbangan oosit dan bobot ikan.
Hasil penelitian rnenunjukkan bahwa irnplantasi horrnon estradiol-17P dan
LHRH efektif rneningkatkan kadar estradiol-17P plasma. Estradiol-l7P plasma
pada kadar tertentu dapat rnerangsang proses vitelogenesis. Aktivitas ini dapat
terlihat dari adanya perbedaan pertarnbahan ukuran diameter oosit pada ikan
perlakuan dibanding kontrol. Pada perlakuan kornbinasi tarnpak bahwa
peningkatan kadar testosteron tidak banyak pengaruhnya terhadap peningkatan
kadar estradiol-17p, karena diduga kandungan estradiol-17P sudah cukup untuk
rnerangsang vitelogenesis. Pada penelitian ini, pemberian hormon baik sendirisendiri rnaupun carnpuran dapat rnernpercepat perkernbangan oosit ikan patin
jarnbal. Kandungan steroid plasma dan perkernbangan oosit ikan perlakuan
rnenunjukkan bahwa proses vitelogenesis pada ikan patin jarnbal dapat
dirangsang, baik rnelalui jalur tak langsung hipofisis-ovari-hati
langsung ke organ target yaitu hati.

rnaupun jalur

Dari hasil penelitian ini dapat disirnpulkan bahwa implantasi LHRH dan
estradiol-17p, dapat rneningkatkan kadar estradiol-l7p plasma ikan patin jarnbal.
lrnplantasi estradiol-17p secara sendiri rnernberikan hasil yang paling efektif,
sebaliknya pernberian secara carnpuran rnernberikan indikasi kurang efisien.

lmplantasi LHRH dan estradiol-17p, efektif rnernpercepat perkernbangan gonad
~kanpatin jarnbal.

SURATPERNYATAAN
Dengan ini saya rnenyatakan bahwa tesis yang berjudul:

Pengaruh lrnplantasi LHRH dan Estradiol-17P Terhadap Perkernbangan
Gonad lkan Pangasius djambal.
Adalah benar rnerupakan hasil karya saya sendiri dan belurn pernah
dipublikasikan. Sernua surnber data dan inforrnasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

-

Bogor, Agustus 2002

NRP. 99459

PENGARUH IMPLANTASI LHRH DAN ESTRADIOL-17fi
TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD

IKAN Pangasius djambal

Oleh:
Sularto
NRP. 99459

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh
gelar Magister Sains pada
Program Studi llmu Perairan

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Penelitian

: Pengaruh lmplantasi LHRH dan Estradiol-17p
Terhadap Perkembangan Gonad
lkan Pangasius djambal


Nama Mahasiswa

: Sularto

Nomor Pokok

: 99459lAIR

Menyetujui:
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Muhammad Zairin Jr., M.Sc.
Ketua

Dr. Ir. Kusman Sumawidiaia. M.Sc.
Anggota

Dr. Ir. A ~ U S
~

d Sudraiat,
n
M.Sc.
Anggota

Ketua Program Studi
llmu Perairan

&dLECZ<
-L, .,

Dr. Chairul Muluk, M.Sc.
Tanggal lulus: 15 Agustus 2002

Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 28 September 1961, sebagai
anak ke-2 dari enam bersaudara. Ayahanda bernarna Rs. Ranaatrnadja (alrn.)
sedangkan ibunda bernarna Subiyah. Pada tanggal 13 Oktober 1987, penulis
rnenikah dengan Rini Mundiasih putri ke-3 dari pasangan Bapak Slarnet
Moentakip (aim.) dan lbu Mien Ratrninah, dan sekarang telah dikarunia 3 anak
yaitu Billy Pambudi, Kartika Budiani, dan M. Budi Tri Rianto.

Penulis lulus SMU tahun 1980 yakni dari SMA I Purwokerto. Gelar sarjana
(SI) Fakultas Biologi UNSOED Purwokerto diperoleh pada tahun 1987. Pada
tahun 1989 diterirna sebagai Karyawan pada Balai Penelitian Perikanan Air
Tawar sarnpai sekarang. Pada tahun 1999 penulis rnelanjutkan studi pada
Program Pascasarjana IPB mengarnbil jurusan llrnu Perairan yang dibiayai dari
Proyek ARM II Badan Litbang Pertanian.
Sebagai salah satu syarat untuk mernperoleh gelas magister sains, penulis
rnenyusun tesis dengan judul "Pengaruh lmplantasi LHRH dan Estradiol-17P
Terhadap Perkernbangan Gonad lkan Pangasius djambal' di bawah birnbingan
Dr. Ir. Muhammad Zairin Jr., M.Sc. (Ketua), Dr. Ir. Kusrnan Surnawidjaja, M.Sc.
(Anggota), Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc.

(Anggota). Penulis dinyatakan

lulus pada sidang ujian tesis pada tanggal 15 Agustus 2002.

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
rnernberikan rahrnat dan hidayail-Nya sehingga penulis rnendapatkan kekuatan

untuk dapat rnenyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk rnernperoleh gelar rnagister sains pada Program Pascasarjana IPB.
Di dalam kegiatan budidaya ikan, untuk rnenjarnin ketersediaan benih
perlu didukung oleh ketersediaan induk yang rnatang gonad. Salah satu kendala
dalarn budidaya ikan patin jarnbal adalah sulitnya rnendapatkan induk yang
rnatang gonad. Berkaitan dengan pernbuatan tesis ini, rnaka untuk rnengatasi
kendala tersebut dilakukan penelitian dengan judul "Pengaruh lrnplantasi LHRH
dan Estradiol-17p Terhadap Perkernbangan Gonad lkan Pangasius ~ljarnbal'~.
Diharapkan dari hasil penelitian ini rnernberikan tarnbahan inforrnasi dalarn
rangka penyediaan induk yang matang gonad, terlebih pada saat di luar rnusirn
pernijahan. Menyadari akan kernarnpuan yang penulis rniliki serta keterbatasan
sarana dan biaya yang ada, rnaka sudah barang tentu tulisan ini rnasih jauh dari
kesempurnaan. Narnun dernikian penulis tetap berharap sernoga karya kecil ini
dapat berguna bagi para pernbacanya.
Dengan tesusunnya tesis ini, penulis ucapkan terirna kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Muhammad Zairin Jr., M.Sc., yang telah banyak rnernberikan

birnbingan, arahan dan dorongan sernangat selarna penyusunan tesis ini.
2. Bapak Dr. lr. Kusrnan Surnawidjaja, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Agus Oman


Sudrajat, M.Sc., yang juga telah banyak rnernberikan birnbingan dalarn
penulisan tesis ini.

3.

Kornisi Pernbinaan Tenaga Badan Litbang Pertanian dan Proyek ARM II yang
telah rnernberikan kesernpatan dan mendanai penulis untuk melakukan studi
di IPB.

4. Dr. Marc Legendre dan Mr. Jacques Slernbrouk (IRD) atas birnbingan serta

bantuan dana dan fasilitas yang diberikan.
5. lstri dan anak-anakku tercinta atas pengertian dan kesabarannya dalarn

rnernberikan sernangat selarna ini.
6. Ibunda, Bapak-lbu rnertua, Kakanda Agus Sutanto dan Sutrisno, serta adik-

adik tercinta, atas dorongan semangat yang diberikan.
7. Bu Ani, Bu Yanti, Bu Rina, Pak Sarjono, Dwi, Wiwi, serta rekan-rakan PS Air


99 lainnya atas bantuan dan dorongan sernangatnya yang diberikan.
8. Pak Barnbang, lbu Piko, Pak Jojo, Pak Wakhid, Pak Heru, Pak Wartono,

serta rekan-rekan peneliti lainnya atas bantuan dan dorongan sernangat yang
diberikan.
9. Karnlawi, Edi, Wawan, Kornar, dan rekan-rekan teknisi lainnya atas bantuan

yang diberikan terutarna dalarn pengarnbilan data penelitian.
10. Pak Yosef dan kawan-kawan, laboran Lab. RIA Balitnak Ciawi yang telah
rnernbantu dalarn rnenganalisa sarnpel darah ikan.

Bogor, Agustus 2002

Penulis

DAFTAR IS1
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

1.2.Perurnusan dan Pendekatan Masalah
1.3.Tujuan dan Kegunaan Percobaan
1.4.Hipotesis
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Biologi Reproduksi lkan Pangasius djambal
2.1.Perkembangan Gonad
2.3.Aspek Nutrisi
2.4.Peranan Horrnon Dalarn Perkernbangan Gonad
2.5. Aspek Lingkungan Budidaya

Ill. MATERI DAN METODE PERCOBAAN
3.1.Desajn Percobaan
3.1.I. Ternpat dan Waktu Percobaan
3.1.2.Rancangan Percobaan
3.1.3.lkan Uji
3.1.4.
Wadah Pemeliharaan
3.1.5.Horrnon dan Bahan Kirnia
3.1.6.Pakan
3.2.Rancangan Pengurnpulan Data
3.3.Rancangan Analisis Data
IV. HASlL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil
4.1.1.Konsentrasi Horrnon Dalarn Darah
4.1.2.Perkernbangan Oosit
4.1.3.Perkernbangan Bobot lkan
4.2.Pernbahasan
V.

KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
5.2.Saran

DAFTARPUSTAKA

Halaman
ii
iii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kadar estradiol-17p dalam plasma ikan patin jambal
selama percobaan
2. Kadar testosteron dalam plasma ikan patin jambal
selama percobaan

3. Diameter oosit ikan patin jambal selama percobaan
4. Hasil histologis oosit patin jambal pada bulan September
5. Bobot ikan patin jambal selama percobaan

19

DAFTAR LAMPIRAN
Halarnan
1. Kadar estradiol-17P dalarn plasma ikan patin jarnbal selarna
percobaan (ngl rnl)
2. Analisis ragarn kadar estradiol-17p dalarn plasma ikan patin
jarnbal selarna percobaan
3. Kadar testosteron dalarn plasma ikan patin jarnbal selarna

percobaan (ngl rnl)
4. Analisis ragarn kadar testosteron ikan patin jarnbal selarna
percobaan
5. Diameter oosit ikan patin jarnbal selarna percobaan (rnm)

6. Analisis ragarn diameter oosit ikan patin jarnbal selama
percobaan
7. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jarnbal
perlakuan A selarna percobaan
8. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jambal

-

perlakuan B selama percobaan
9. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jarnbal
perlakuan C selarna percobaan

10. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jambal
perlakuan D selarna percobaan

11. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jarnbal
perlakuan E selarna percobaan
12. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jarnbal
perlakuan F selarna percobaan
13. Bobot ikan patin jambal selarna percobaan (g)

14. Analisis ragarn bobot lkan patin jambal selarna percobaan
15. Curah hujan dan suhu air kolarn selarna percobaan

16. Cara pernbuatan pelet horrnon LHRH
16. Cara pernbuatan hormon estradiol-170

37

1.

1.1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
lkan patin jarnbal (Pangasius djarnbal ) rnerupakan salah satu jenis ikan

air tawar asli Indonesia yang rnerniliki nilai ekonornis tinggi. Pada tahun 1998
ikan ini telah berhasil dikembangbiakkan dengan cara pijah rangsang (Legendre,
Slernbrouck, dan Subagja 1998).

Pada tahun 2000 pernerintah rnelalui

Departernen Pertanian telah rnengukuhkan ikan ini sebagai ikan budidaya. lkan
patin jarnbal rnerniliki kecepatan turnbuh yang lebih baik dari ikan patin siarn (P.
hypophthalmus).

Legendre, Pouyaud, Slernbrouck, Gustiano, Kristanto,

Subagja, Kornarudin, Sudarto, dan Maskur (2000), telah rnernbandingkan
perturnbuhan antara patin jarnbal dan patin siarn pada berbagai stadia dan
ternyata ikan patin jarnbal turnbuh lebih cepat. Dari dua kali percobaan, kedua
ikan tersebut yang masing-masing berurnur 3 hari yang diberi pakan berupa
arternia selarna 15 hari, patin jarnbal dapat rnencapai ukuran rata-rata 261 dan
394 rng, sedangkan patin siarn hanya rnencapai ukuran rata-rata 135 dan 282
rng. Dernikian pula perneliharaan dari bobot awal masing-masing 550 g setelah
dipelihara 540 hari, patin jarnbal turnbuh rnenjadi 4100 g, sedangkan patin
Bangkok hanya rnencapai 2900 g. Di Surnatera ikan ini lebih disukai

dan

harganya lebih rnahal (Sadili, 1998). Untuk rnernenuhi perrnintaan konsurnsi ikan
tersebut, petani rnasih rnengandalkan penangkapan dari alarn.

Usaha

pernbesarannya belurn berkernbang, karena kesulitan rnendapatkan benih. Oleh

menentukan dosis yang tepat dalam pelet kolesterol dan belurn tersedia ukuran
pelet yang tepat untuk ikan yang berbeda ukuran dan spesiesnya (Crirn,
Sherwood, dan Wilson, 1988). Dewasa ini telah dikembangkan teknik pernberian
horrnon rnelalui emulsi tipe WIONV (water in oil in water) seperti yang dilakukan
Bugar (2000); Sugihartono (2000); serta Tjendanawangi (2000). Narnun
dernikian hasil ketiganya ternyata belum memuaskan, karena pelepasan dan
keberadaan horrnon HCG rnasih cepat (rnencapai puncak setelah 12 jam dan
kemudian rnenurun terus sarnpai hari ke-12) dibanding dengan rnenggunakan
irnplantasi pelet kolesterol. Dengan pelet kolesterol kandungan FSH rata-rata
rnencapai puncak pada hari ke-24 dan tetap stabil sampai hari ke 31 (Terryana,
1998). Menurut Shirnizu (1996) pengaruh LHRH berjangka panjang pada
berrnacam-macarn fase pada siklus reproduksi rnenyulitkan untuk rnelihat
pengaruh pernberian LHRH dalarn proses pernatangan gonad. Oleh karena itu
dalam percobaan ini untuk merangsang perkembangan dan pematangan gonad
ikan patin jarnbal dicoba menggunakan dua macam horrnon yaitu LHRH dan
estradiol-17P dengan cara implantasi.

1.2.

Perurnusan dan Pendekatan Masalah
Di Indonesia, siklus reproduksi ikan patin jambal seperti halnya ikan

golongan Pangasiidae lainnya, secara alarniah hanya terjadi sekali dalarn
setahun yaitu pada musirn penghujan (bulan Oktober - April). Pada kondisi
alarni, proses perkembangan gonad ikan dipengaruhi oleh aktivitas hormon
gonadotropin yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis, akibat rangsangan LHRH

?

sebagai respons hipotalamus terhadap sinyal-sinyal lingkungan seperti suhu,
naik turunnya permukaan air, curah hujan dan lainnya.
Menurut Donaldson dan Hunter (1983), di lingkungan budidaya sinyal
lingkungan mungkin kecil sekali, sehingga proses perkembangan gonad dan
vitelogenesis berjaian lambat dan kurang efektif. Akibatnya tidak semua oosit
memperoleh vitelogenin yang cukup, dan hanya sebagian kecil saja oosit yang
matang. Kondisi ini yang diduga terjadi pada ikan patin jambal, sehingga daya
tetasnya rendah yaitu antara 7.8 - 31.0% (Legendre et a/. 1998a), 43 k 21 %
(Legendre et a/. 2000).
Untuk mengatasi masalah di atas, salah satu alternatif yang dapat
dilakukan adalah dengan terapi hormonal. Pemberian hormon dapat dilakukan
secara akut -melalui suntikan hormon untuk perlakuan jangka pendek, atau
secara kronis melalui implantasi pelet kolesterol untuk perlakuan jangka panjang
(Crim et a/. 1988). Untuk keperluan pematangan gonad diperlukan kandungan
hormon dalam tubuh dalam waktu yang lama, sehingga metode implantasi akan
lebih cocok. Dalam percobaan ini akan dicoba penggunaan LHRH dan estradiol17P dengan cara implantasi untuk merangsang perkembangan dan pematangan
gonad ikan patin jambal. lmplantasi hormon LHRH diharapkan akan efektif
merangsang hipofisis untuk menghasilkan FSH. Kemudian FSH tersebut akan
merangsang sel teka menghasilkan testosteron yang kemudian akan diubah
menjadi estradiol-l7p yang akan merangsang hati menghasilkan vitelogenin
yang selanjutnya akan diserap oleh oosit. Sedangkan implantasi estradiol-17P

diharapkan akan lebih efektif rneningkatkan estradiol-17p di dalam darah,
sehingga akan rnernpercepat vitelogenesis, dan pernatangan oosit.
Dengan rnengetahui peranan horrnon di dalarn proses perkernbangan
gonad, terapi untuk rnerangsang perkernbangan gonad dapat diupayakan
dengan rnenggunakan berbagai horrnon yang diarahkan sesuai organ targetnya.
Pengaruh penggunaan horrnon tertentu untuk rnernacu proses perkernbangan
gonad dapat dilihat dengan rnengukur kadar horrnon dalarn darah. Seperti
dinyatakan oleh Zairin, Furukawa, dan Aida (1992), tingkat steroid plasma
rnerupakan indikator dari pernatangan gonad.

1.3.

Tujuan dan Kegunaan Percobaan
Tujuan Percobaan:
Percobaan ini bertujuan rnengetahui pengaruh penggunaan LHRH dan

estradiol-17P terhadap proses pernatangan gonad ikan Pangasius djarnbal.
Kegunaan Percobaan:
Hasil percobaan ini diharapkan dapat rnengatasi rnasalah kesulitan
rnendapatkan induk rnatang gonad di luar rnusirn, sehingga induk siap dipijahkan
setiap saat.

Dengan dernikian perrnintaan benih sepanjang tahun dapat

terpenuhi.

1.4.

Hipotesis

1.

lrnplantasi kornbinasi LHRH dan estradiol-17P akan rneningkatkan kadar
estradiol-17f3 plasma.

2.

Bila kadar estradiol-17P plasma meningkat, maka perkembangan gonad
menjadi lebih cepat.

II.

2..

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Reproduksi lkan Pangasius djambal
lkan Pangasius djambal atau yang kemudian dikenal dengan nama patin

jambal tergolong ikan bertulang sejati (teleostei). lkan teleostei biasanya
mempunyai sepasang ovarium berbentuk kompak yang terdapat di dalam rongga
perut, berisi oogonium, oosit dengan sel-sel folikel yang mengitarinya, jaringan
penunjang atau stroma, jaringan pernbuluh darah dan saraf (Nagahama 1983).
Oosit dikelilingi oleh dua lapisan utama, di bagian luar lapisan teka dan di bagian
daiam lapisan granulosa yang masing-masing dipisahkan oleh rnernbran. Sel
teka dan granulosa berperan sebagai penghasil steroid yang berperan penting
dalam proses perkembangan gonad.
Kematangan kelarnin ikan patin jambal dimulai pada umur 3 tahun dengan
bobot 2

-

4 kg (Legendre et a/. 1998a). Selanjutnya dilaporkan bahwa ukuran

diameter oosit yang sudah matang lebih besar daripada diameter oosit ikan patin
siam yaitu berkisar antara 1.68

-

1.84 mm dengan bobot 2.95 mg. Menurut

Legendre et a/. (2000), fekunditas patin jambai di Sukamandi sekitar 7900 butirl
kg induk, sedangkan di Jambi 9100 butirl kg induk.

2.2.

Perkembangan Gonad
Perkembangan gonad atau oogenesis ialah transformasi oogonia rnenjadi

oosit. Kornponen utama oosit berasal dari senyawa vitelogenin berbobot molekul
tinggi asal darah yang disintesis di dalarn hati (Donaldson dan Hunter, 1983).

Tyler Surnpter, and Campbell (1991) menyatakan bahwa vitelogenesis adalah
proses induksi dan sintesis vitelogenin di hati. Vitelogenin diangkut rnelalui aliran
darah rnenuju oosit dan rnelalui penyerapan secara selektif kernudian disirnpan
sebagai kuning oosit. Akurnulasi

kuning oosit tersebut

rnenyebabkan

penarnbahan ukuran oosit. Proses pernatangan gonad pada ikan rnelibatkan dua
rnacarn horrnon gonadotropin yang dihasilkan oleh adenohipofisis, yaitu FSH
yang berperan rnerangsang perkernbangan folikel rnelalui sekresi estradiol-17p
dan LH yang berperan dalarn rnerangsang pernatangan akhir (Nagaharna, 1983)
Tingkat kernatangan gonad ikan rnenurut Nikolsky dalam Effendie (1979),
terbagi menjadi tujuh tingkat:
Tingkat 1:

Gonad rnasih rnuda, ukurannya sangat kecil,

Tingkat 2:

Tahap istirahat, produk seksual belurn berkernbang, gonad rnasih
kecil, oosit belum dapat dibedakan dengan rnata biasa,

Tingkat 3:

Tahap pernasakan, oosit-oosit dapat dibedakan dengan rnata
biasa, perkernbangan gonad sedang berjalan dengan cepat,

Tingkat 4:

Tahap matang gonad, gonad rnendapat bobot yang rnaksirnal, oosit
belurn keluar bila perutnya ditekan,

Tingkat 5:

Tahap reproduksi, oosit keluar bila perut ditekan perlahan.

Tingkat 6:

Kondisi salin, oosit sudah dikeluarkan, lubang genital kernerahrnerahan, ovari biasanya berisi beberapa oosit sisa,

Tingkat 7:

Tahap istirahat, oosit sudah keluar, lubang genital tidak kemerahrnerahan lagi.

Sedangkan Siregar (1999) rnernbagi tingkat kernatangan gonad ikan
jarnbal Siarn betina secara rnorfologi dan histologi sebagai berikut:

ovari berubah rnenjadi coklat muda,
butiran oosit belurn terlihat.

2.3.

Aspek Nutrisi
Pakan rnerupakan faktor yang sangat penting untuk perturnbuhan rnaupun

pernatangan gonad. Menurut Sjafei et a/. (1991), pakan rnerupakan komponen
penting dalarn proses pernatangan gonad, karena vitelogenesis rnernbutuhkan
nutrien. Pada akhirnya fekunditas dan kualitas oosit sangat ditentukan oleh
kualitas pakan yang diberikan. Dengan dernikian pernberian pakan yang bernilai
gizi tinggi serta lengkap kornposisinya rnutlak diperlukan dalarn perneliharaan
induk. Legendre, Subagja, dan Slernbrouck (199813) rnelaporkan bahwa untuk
rnernacu perkernbangan gonad ikan patin diperlukan pakan yang mengandung
protein 35-40%, sebanyak 1-2% bobot total biornassa per hari.

Ketersediaan nutrien seperti protein, asam lemak esensial, vitamin dan
mineral yang cukup dan berkualitas akan mendorong pematangan gonad, serta
menghasilkan oosit yang berkualitas tinggi (Watanabe, Elis, Elis, Head, Kelley
Moriwake, Lee, dan Biefang, 1995). Menurut Widiyati, Djajasewaka dan Tarupay
(1992),

pemberian pakan berupa pelet yang mengandung protein 37%,

sebanyak 2% dari bobot tubuh per hari dapat merangsang perkembangan gonad
induk jambal siam.

2.4.

Peranan Hormon Dalam Perkembangan Gonad
Hormon ialah zat yang disintesis pada kelenjar tanpa saluran dan

disekresikan ke dalam aliran darah untuk dikirim ke berbagai organ target
(Grodsky, 1984). Proses vitelogenesis di dalam tubuh ikan melibatkan beberapa
hormon. Sinyal lingkungan akan ditangkap oleh hipotalamus dan mengaktifkan
sel

LHRH yang akan

merangsang kelenjar pituitari (hipofisis)

untuk

menghasilkan gonadotropin.
Menurut Lam (1983), adanya hujan akan memberikan pengaruh yang
besar terhadap kondisi perairan, yakni meningkatkan oksigen terlarut, perubahan
pH air, serta

timbulnya "petrichot' yang dapat mempengaruhi hipotalamus.

Hipotalamus akan mengintruksikan organ yang ada di bawah pengaruhnya
(poros hipotalamus - hipofisis

- ovari) untuk melakukan prose

7' perkembangan

1
-

dan pernatangan gonad, yang melibatkan hormon-hormon steroid. Dalam ha1 ini
hipotalamus akan menghasilkan LHRH yang akan merangsang hipofisis untuk
menghasilkan FSH. FSH akan merangsang sel teka pada ovari untuk

mensintesis testosteron. Testosteron yang dihasilkan akan masuk ke dalam
lapisan granulosa, di mana dengan bantuan enzim aromatase akan diubah
menjadi estradiol-17p. Estradiol-17P akan dilepas ke peredaran darah dan akan
masuk ke dalam hati dan akan merangsang biosintesis vitelogenin. Vitelogenin
akan dilepas ke peredaran darah dan akhirnya diserap oleh oosit. Dengan
adanya akumulasi vitelogenin, oosit akan berkembang sampai pada ukuran
tertentu. Estradiol-17P dalam darah juga akan memberikan rangsangan balik
pada pituitari rnaupun hipotalamus.
LHRH merupakan salah satu hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus.
Keseluruhan rangkaian asam amino inti yang memegang peran utama dalam
menimbulkan gejala biologik telah diketahui. Asam-asam amino yang merupakan
inti molekul LHRH terdiri dari sepuluh buah, karena itu disebut dekapeptida.
Dengan

metode

biokirnia

yang

memudahkan

pengasingan

serta

rnenyambungkan kembali asarn amino, diperoleh bermacam-macam analog
LHRH. Analog-analog ini meskipun asam aminonya tetap 10 buah atau bahkan
menjadi 9, tetapi potensinya berbeda-beda (Partodihardjo, 2987).
Rangkaian asam amino yang menimbulkan gejala biologi secara alam dari
LHRH

adalah

piroglutarnin-histidin-triptofan-serin-tirosin-glicin-lecsin-arginin-

prolin-glisin-etilamid-NH-CH2-CH3.Telah diketahui dengan pasti bahwa LHRH
sintetik dapat merangsang pelepasan hormon gonadotropin (LH) dari hipofisis
teleostei (Peter dalam Donaldson dan Hunter,1983).

Bahkan dilaporkan oleh

Crim et a/. dalam Donaldson dan Hunter (1983), bahwa hormon sintetik des-

GlylO[D-Ala61 LHRH ethylarnine rnernpunyai pengaruh yang lebih besar
daripada LHRH alarni.
LHRH rnernpunyai waktu paruh yang relatif singkat, sehingga harus sering
dirnasukkan ke dalarn peredaran darah ikan agar konsentrasi LHRH rneningkat
(Kent et al. dalam Lee, Tarnaru, and Kelley, 1986a). Masalah yang berkaitan
dengan penyuntikan yang berulang-ulang, diatasi dengan penggunaan pelet
horrnon yang dapat rnelepaskan sejurnlah tertentu "pesan" LH kirnia untuk
periode yang panjang

(Crirn dalam Crirn et al., 1988). Pelet yang rnarnpu

rnelepaskan horrnon sedikit derni sedikit adalah pelet yang berkaitan dengan
LHRH atau LHRH di dalarn rnatrik kolesterol. lrnplantasi LHRHa yang
dikornbinasi dengan 17a-rnetiltetosteron rnerupakan terapi horrnon yang efektif
dalarn rneningkatkan pernatangan gonad ikan bandeng. Sebanyak 50% ikan
rnatang gonad setelah 1 bulan irnplantasi dan 90% setelah 3 bulan irnplantasi
(Lee et al., 1986a).
Estradiol-17p adalah salah satu horrnon steroid yang rnerupakan turunan
kolesterol. Estradiol-17p

rnemiliki struktur kirnia yang harnpir sarna dengan

testosteron, kecuali atom 0 pada testosteron diganti dengan OH pada estradiol17p. Narnun yang lebih penting berkaitan dengan peranannya adalah adanya
cincin arornatik. Ovari rnernproduksi estradiol-17p yang rnerupakan perangsang
dalarn biosintesis vitelogenin di hati. Menurut Rodriguez, Dugue, Oterne, Hem,
dan Menn (!997), ada korelasi antara kadar vitelogenin plasma dengan diameter
oosit dan periode reproduksi. Ditegaskan oleh Kobayashi, Tanaka, Fukada, dan
Nagaharna (1996), estradiol-17p rnerangsang hati untuk rnensintesis dan

rnensekresikan vitelogenin, yang selanjutnya dibawa ke dalarn aliran darah
rnenuju oosit.

2.5.

Aspek Lingkungan Budidaya
Agar proses pernatangan gonad induk ikan patin dapat berjalan secara

rnaksirnal, selain diberikan pakan yang berkualitas tinggi dan jurnlahnya cukup,
kondisi lingkungan (fisika-kimiawi air) harus berada pada kisaran yang optimum.
Secara ringkas kisaran parameter kualitas air untuk perneliharaan induk ikan
patin tertera pada tabel berikut ini.
Kisaran parameter kualitas air untuk induk ikan patin

[ Parameter
1 Suhu (OC1
.
,

I

( Kisaran

1 28 -32

DO ( P P ~ )

6.5 - 8.0
>4

Arnonia (pprn)
Alkalinitas (pprn)

< 1.0
50 - 100

pH

( Pustaka

1 Potaros dan Sitasit (1976);
Legendre et a/. (1998b)
Arifin dan Tupang (1983)
Woynarovich dan Horvath
(1980); Wardoyo (1975)
Pescod (1973)
Swingle (1968)

Ill.

3.1.

MATERl DAN METODE PERCOBAAN

Desain Percobaan
3.1.1. Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan ini dilakukan di Kolam Percobaan, Balai Penelitian Perikanan

Air Tawar, Sukamandi. Percobaan dilakukan mulai bulan Pebruari 2001 sampai
dengan bulan Juli 2001. Analisis darah dilakukan di Laboratorium RIA Balai
Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Pengukuran diameter oosit dan kualitas air
dilakukan di Laboratorium Pembenihan, Balai Penelitian Perikanan Air Tawar,
Sukamandi. Untuk melihat perkembangan oosit, percobaan dilanjutkan sarnpai
bulan September 2001, yakni sampai ada induk yang siap dipijahkan.
3.1.2. Rancangan Percobaan
Untuk mengetahui pengaruh irnplantasi LHRH dan estradiol-17P terhadap
perkembangan dan pematangan gonad ikan patin jambal digunakan rancangan
acak lengkap (RAL), dengan perlakuan sebagai berikut:
A

= 0 1-19 LHRH + 0 pg estradiol-17P (kontroll placebo1pelet
kolesterol),

B

= 0 pg LHRH + 400 pg estradiol-17p per kg induk,

C

= 50 pg LHRH + 300 pg estradiol-17f3 per kg induk,

D

= 100 pg LHRH + 200 pg estradiol-17p per kg induk,

E

= 150 pg LHRH + 100 pg estradiol-17P per kg indulr,

F

= 200 pg LHRH + 0 pg estradiol-17p per kg induk.

Setiap perlakuan diulang 4 kali. Setiap ekor induk rnewakili satu unit
percobaan, sehingga diperlukan 24 ekor induk betina patin djarnbal dengan
kondisi yang sarna. Sesuai rancangan yang digunakan, ikan diternpatkan pada
kondisi yang sarna, serta untuk rnenghindari adanya pengaruh dari rangsangan
ikan jantan, rnaka dalarn perneliharaannya dipisahkan dari ikan jantan dan juga
ikan lainnya.

3.1.3. lkan Uji

Persiapan ikan uji dilakukan dengan rnenyeleksi calon induk yang
gonadnya baru pada tahap TKG I atau TKG II. lkan uji yang digunakan yaitu ikan
patin jarnbal betina hasil budidaya berukuran 3000-4500 g per ekor, berurnur 3
tahun yakni rnenetas pada tanggal 2 Maret 1998, sebanyak 24 ekor. Untuk
rnernudahkan dalarn pengontrolan, setiap induk ditandai (tagging) dengan
microchip pada bagian tubuh secara intrarnuskular. Sebelurn pelaksanaan, ikan
dikondisikan dalarn lingkungan yang sarna selarna dua rninggu.

3.1.4. Wadah Pemeliharaan

Wadah perneliharaan berupa kolarn ternbok berukuran 200 rn2, dengan
kedalarnan air berkisar 100 - 125 crn. Dalarn percobaan ini digunakan satu buah
kolarn. Surnber air berasal dari saluran irigasi Waduk Jatiluhur yang sebelurnnya
telah rnelalui kolarn pengendapan dan penarnpungan air (reservoir). Untuk
rnendapatkan kondisi kualitas air seperti yang disyaratkan dalarn perneliharaan

induk ikan Pangasius, terutarna untuk kandungan oksigen terlarut, pada rnalarn
hari digunakan aerasi dengan pornpa air.
3.1.5. Hormon dan Bahan Kimia

Horrnon yang digunakan ialah LHRHa (produksi Sigma Chemical CO.,
USA) dan estradiol-17p (produksi Argent Chemical Company St. Louis, USA).
Horrnon diberikan dengan teknik irnplantasi secara intrarnuskular, yang dicarnpur
dengan kolesterol sebagai pengikat dan dikernas dalarn bentuk pelet. Cara
pernbuatannya rnengikuti rnetode Cholik, Azwar, Priono, Surniarsa, Badraeni,
dan lrianti (1990). lrnplantasi horrnon secara intramuskular pada bagian
punggung, dengan rnenyobek bagian kulit. Pelet berhorrnon dirnasukkan dengan
implanter.

3.1.6. Pakan
Pakan yang diberikan berupa pelet dengan kandungan protein 35% dan
lernak 3-3.5%. Ransurn harian ditetapkan sebanyak 1.5% dari total biornassa
per hari (Legendre et a/. 1998b; Widiyati, Djajasewaka, dan Tarupay 1992),
dengan frekuensi pernberian dua kali sehari yakni pk. 08.00 dan pk. 16.00.

3.2.

Rancangan Pengumpulan Data
Pengambilan sampel darah untuk rnelihat kandungan testosteron dan

estradiol-17p dilakukan pada hari ke-0 (awal percobaan), hari ke-14, hari ke-28,
dan selanjutnya setiap interval satu bulan (28 hari) selarna 4-5 bulan, sesuai
dengan rnetode oleh Crirn,

Sutterlin, Evans, dan Weil (1983). Pengarnbilan

darah sebanyak 2 rnl dengan rnenggunakan spuit berheparin yang bervolurne
2,5 rnl. Untuk rnengurangi stres, terlebih dahulu ikan dibius dengan phenoxy
ethanol 400 pprn. Sarnpel darah disentrifusi dengan kecepatan 5000 rprn selarna
5-10 rnenit. Plasma darah (supernatan) diarnbil dan disirnpan pada suhu -20°C
sarnbil rnenunggu pengukuran dengan radio irnrnuno assay (RIA) (Liley dan
Rouger, 1990; Zanuy, Carrillo, Mateos, Trudeau, dan Kah, 1999). Kandungan
testosteron dan estradiol-17P dalarn plasma diukur dengan rnenggunakan kit
COAT-A-COUNT estradiol-17p dan testosteron buatan DPC (Diagnostic Product
Corporation) Los Angeles, USA. Pengukuran dilakukan secara kuantitatif dan
rnenggunakan zat radioaktif Iz5l.
Pengarnatan oosit dilakukan setiap bulan pada sernua unit percobaan.
Untuk rnelihat perkernbangan oosit dilakukan pengukuran diameter oosit dengan
rnetode kanulasi melalui lubang genital. Oosit yang diarnbil minimal 100 butir per
ekor induk. Oosit diukur dengan rnenggunakan rnikroskop yang dilengkapi
dengan rnikrorneter okuler, selanjutnya analisis sebaran frekuensinya seperti
yang dilakukan Tarnaru, Kelley, Lee, Aida, Hanyu, dan Goetz (1991). Setiap
bulan dilakukan penirnbangan induk,

dengan

rnenggunakan tirnbangan

berketelitian 'i g. Pengarnbilan sarnpel ini dilakukan setiap bulan sampai
mencapai TKG IV yang diperkirakan selarna 5 bulan.
Pengukuran kualitas air rneliputi pengukuran oksigen terlarut (DO meter),
pH (pH meter), arnonia (spektrofotorneter), suhu air (terrnorneter optik), dan
alkalinitas (titrasi). Pengarnbilan sarnpel air setiap dua rninggu dilakukan pada
pk 5.30 (Sebelurn rnatahari terbit atau belum ada proses fotosintesis) dan 14.30

WIB (fotosintesis rnaksimurn), untuk rnengetahui kondisi kritis (minimum) dan
rnaksirnurn. Pada kondisi minimum ini kandungan oksigen terlarut diusahakan
tidak kurang dari 4 pprn. Untuk itu mulai pk. 18.00 sarnpai pk. 06.00 kolarn
diaerasi dengan cara pernornpaan air ke udara. Data curah hujan didapat dari
Stasion Klirnatologi Balitpa Sukarnandi.
Percobaan dilakukan pada kondisi lingkungan sebagai berikut. Suhu air
25.9 - 32OC, oksigen terlarut 4.3 - 7.7,COz 2.99 - 7.99 pprn, alkalinitas 59.75

-

107.55, amonia 0.0051 - 0.04 ppm. Data curah hujan yang terjadi di Sukarnandi
selama satu tahun (Oktober 2000 sampai September 2001) dapat dilihat pada
Garnbar 5. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November (292.9 rnrn ) dan
terendah pada bulan Juli (2 mm). Pada awal percobaan curah hujan sekitar
194.1 rnrn dan kernudian rnenurun sampai bulan September 2001. Dari Garnbar
6. di atas terlihat bahwa curah hujan tinggi terjadi pada bulan Oktober sarnpai

Maret, sedangkan curah hujan rendah terjadi pada bulan Juli sampai September.
Perubahan suhu harian selarna percobaan yang tercatat dari terrnorneter optik
dapat dilihat pada Gambar 6. Kisaran suhu selarna percobaan antara 25.9

-

32.8OC. Fluktuasi suhu harian relatif stabil, yakni fluktuasi harian tertinggi
sebesar 3.2OC.

3.3.

Rancangan Analisis Data

Data kadar testosteron dan estradiol-17P dalarn darah ditampilkan dalam
bentuk grafik, sehingga akan terlihat garnbaran perubahan horrnon setiap bulan.
Data perkernbangan diameter oosit dianalisa dengan uji statistik (ANOVA) dan
untuk rnelihat perlakuan terbaik dilakukan uji lanjutan Duncan.

IV.
4.1.

HASlL DAN PEMBAHASAN

Hasil

4.1.1. Konsentrasi Hormon Dalam Darah
Konsentrasi horrnon estradiol-17P dalarn darah ikan Pangasius djambal
selama percobaan dapat dilihat pada Garnbar 1 dan Larnpiran 1. Konsentrasi
horrnon estradiol-17p dalarn darah pada ikan yang diberi perlakuan rnengalami
perubahan yang sangat berarti. Konsentrasi tertinggi terjadi pada hari ke-14
setelah pemberian irnplan dan rnenunjukkan perbedaan yang sangat nyata antar
perlakuan (P< 0.01).

I

L_-.
-_.

I

Sampling (hari ke-)
--

Gambar I . Kadar estradiol-17P dalam plasma ikan patin jambal selama percobaan

Urutan konsentrasi estradiol-17P dari yang tertinggi sarnpai terendah
adalah perlakuan B (400 pg estradiol-17p), C (50 pg LHRH

+ 300 pg estradiol-

17P), D (100 pg LHRH + 200 pg estradiol-17p), E (150 pg LHRH + 100 pg

19

estradiol-17p), F (200 pg LHRH) per kg induk, dan A (kontrol). Perlakuan B dan
C berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan perlakuan D, E dan F

tidak

berbeda nyata dengan kontrol. Kandungan estradiol-17p pada perlakuan B
(400pg estradiol-17p atau 100% estradiol-l7p) rnernperlihatkan kadar yang lebih
tinggi, baik setelah irnplan rnaupun pada

bulan-bulan berikutnya. Pada

perlakuan kontrol, kadar estradiol-170 pada hari ke-14

tidak rnengalarni

peningkatan, bahkan cenderung sedikit rnenurun.

Sampling (hari ke-)
Gambar 2. Kadar testosteron dalam plasma ikan patin jambal selama percobaan

Kadar estradiol-17p antar waktu sampling rnenunjukkan perbedaan yang
nyata. Kadar estradiol-17p hari ke-14 berbeda nyata dengan hari sampling
lainnya. Kadar horrnon testosteron selarna percobaan dapat dilihat pada Gambar
2. Kadar horrnon testosteron rnengalarni peningkatan pada hari ke-14 sarnpai
hari ke-28 dan rnenurun pada hari ke-56, narnun konsentrasinya tidak berbeda,

sedangkan antar waktu sampling rnenunjukkan perbedaan (P < 0.05) (Larnpiran
4).
Setelah hari ke-56 baik kandungan estradiol-17p rnaupun testosteron
rnengalarni peningkatan. Kandungan estradiol-17p

rnengalarni peningkatan

secara perlahan dan berfluktuasi pada kadar yang rendah tidak rnelonjak
seperti pada saat setelah diberi irnplan. Kondisi tersebut terlihat relatif stabil
sampai hari ke-140; sedangkan kandungan testosteron mengalami peningkatan
yang lebih tinggi dibanding setelah irnplan, terutarna pada perlakuan B (400 pg
estradiol-17P atau 100% estradiol-17p) dan perlakuan F (200 pg LHRH atau
100% LHRH).

4.1.2. Perkembangan Oosit

Perkernbangan diameter oosit dapat dilihat pada Gambar 3 dan Larnpiran
5. Secara keseluruhan ikan yang diberi perlakuan LHRH dan estradiol-17p, baik
sendiri-sendiri maupun carnpuran, rnernperlihatkan peikembangan yang beiarii.
Dari analisis statistik perkernbangan diameter oosit rnenunjukkan perbedaan
yang sangat nyata (P < 0.01). Dari hasil uji jarak Duncan, pernberian horrnon
pada sernua perlakuan rnenunjukkan perbedaan yang nyata dibanding kontrol,
hampir pada setiap pengarnatan (Larnpiran 6). Peningkatan yang berarti terjadi
pada bulan Maret, April, Juli, Agustus dan September.
Pada bulan Mei dan Juni perkernbangan oosit rnernperlihatkan kenaikan
yang relatif kecil dibanding dengan bulan-bulan lainnya, bahkan untuk perlakuan

F

M

A

M

J

A

J

S

Sampling (bulan)
L.--.

-.

--

Gambar. 3. Diameter oosit ikan patin jambal selarna percobaan.

kontrol pada bulan Mei rnengalarni penurunan. Mulai bulan Juli sarnpai
September perkernbangan oosit pada sernua perlakuan terrnasuk kontrol
rnernperlihatkan perkernbangan yang pesat. Pada bulan Agustus diameter oosit
pada sernua perlakuan kecuali kontrol, ada yang telah rnencapai 1.6 rnrn,
sedangkan pada kontrol rnaksirnurn baru rnencapai 1.32 rnrn. Pada bulan
September, oosit pada perlakuan B dan E telah 100% rnencapai diameter 1.6
rnrn, perlakuan F 75% dan perlakuan C dan D 50%; sedangkan untuk perlakuan
kontrol baru rnencapai diameter rnaksirnurn 1.4 rnrn (Larnpiran 5.). Hasil
histologis sel oosit pada sernua perlakuan yang diarnati pada bulan September
dapat dilihat pada Garnbar 4.

Perlakuan A

Perlakuan B

.Perlakuan C

Perlakuan D

Perlakuan F

Gambar 4. Hasii histoiogis oosit pada bulan September

lkan yang diberi perlakuan horrnon (B, C , D, E, dan F) menghasilkan oosit
dengan ukuran yang besar, berwarna kuning tua, rnudah dipisahkan antara satu
dengan lainnya, serta inti terlihat jelas (dengan pernberian larutan sera) yang

rnenunjukkan telah rnencapai TKG IV (Siregar, 1999). Pada oosit yang telah
rnencapai diameter 1.6 rnm dilakukan rangsangan ovulasi dan pernbuahan.
Rangsangan tersebut ternyata rnenghasilkan larva yang normal dengan daya
tetas oosit rnencapai 65%. Sedangkan pada kontrol ukuran oositnya rnasih kecil,
tidak seragam dan rnasih sulit untuk dipisahkan, sehingga tidak dilakukan
rangsangan ovulasi.

4.1.3. Perkembangan Bobot lkan

Perkembangan bobot induk patin jarnbal selarna percobaan dapat dilihat
pada Garnbar 5 dan Larnpiran 13. Hasil percobaan rnengenai pertarnbahan
bobot individu secara statistik tidak rnenunjukkan perbedaan (P> 0.05).

I

Waktu pengamatan (hari ke-)
Gambar 5. Bobot ikan patin jambal selama percobaan

I

Secara

keseluruhan

bobot

individu

rnernberikan

kecenderungan

rneningkat pada setiap pengarnatan, narnun pada hari ke-14 rnengalarni sedikit
penurunan dan bulan-bulan selanjutnya rnengalarni penarnbahan bobot. Pada
pengarnatan bulan September (hari ke-196) terjadi penambahan bobot relatif
lebih besar dibanding bulan-bulan sebelurnnya.

4.2.

Pembahasan
Estradiol-17P rnerupakan steroid yang sangat penting terutarna pada ikan

betina yang sedang rnengalarni proses vitelogenesis. Proses pernatangan gonad
diprediksi rnelalui kadar testosteron dan estradiol-17P plasma terhadap
perkernbangan oosit (Mackenzie, Thomas, dan Farrar 1989). Oleh karena itu
kadar steroid plasma dapat digunakan sebagai indikator dari pernatangan gonad
(Zairin, Furukawa, dan Aida, 1992). Zairin (2000) rnelaporkan bahwa perubahan
kadar steroid plasma rnenggarnbarkan perkernbangan oosit pada ikan jarnbal
siarn.
Konsentrasi horrnon estradiol-17P pada hari ke-14 rnenunjukkan adanya
perbedaan antara perlakuan B dan C dengan kontrol, sedangkan perlakuan D, E,
dan F tidak berbeda dengan kontrol. Hal ini rnenunjukkan bahwa irnplantasi
horrnon estradiol-l7P dan LHRH berpengaruh terhadap'konsentrasi horrnon
estradiol-17P dalarn darah. Pernberian irnplan estradiol-17P rnenunjukkan
korelasi linier antara dosis irnplan estradiol-l7P

dengan pertarnbahan

konsentrasi estradiol-17P dalarn darah. Hal ini berarti sernakin tinggi dosis irnplan
estradiol-17P yang diberikan, rnaka konsentrasi estradiol-17P dalarn darah

bertarnbah. Peningkatan estradiol-17p tersebut adalah efek langsung dari
penarnbahan atau irnplan estradiol-17p yang diserap dan dibawa oleh sirkulasi
darah. Sedangkan perlakuan F( Opg estradiol-17p + 200 pg LHRH) dan A
(kontrol), keduanya tidak rnendapatkan irnplan estradiol-17p, narnun pada
perlakuan F yang diberi implan LHRH ternyata konsentrasi estradiol-17pnya
lebih tinggi dari pada perlakuan A (kontrol). Seperti dilaporkan oleh Teryana
(1998) bahwa pernberian irnplantasi LHRH pada ikan patin siarn dapat
rnendorong naiknya kandungan estradiol-17p rnelalui proses hormonal POioS
hipotalamus-hipofisis. Crirn et a/. (1983) rnelaporkan bahwa irnplantasi LHRH
pada ikan Salmo gairdneri dapat rneningkatkan kadar GTH dalarn darah. LHRH
akan merangsang hipofisis untuk rnenghasilkan FSH, yang akan merangsang sel
teka untuk rnenghasilkan testosteron, kernudian dengan bantuan enzirn
arornatase di dalarn sel granulosa, testosteron diubah rnenjadi estradiol-17p.
Flett dan Leatherland (1989) rnelaporkan bahwa peningkatan estradiol17p

tertinggi pada ikan Saimo gairdneri terjadi pada hari ke-28 setelah

irnplantasi, dan

setelah

hari

ke-56

konsentrasinya

rnenurun

rnenjadi

setengahnya. Pada percobaan Nurhidayat (1999) yang berlokasi di Sawangan,
Bogor yang bersuhu rnaksirnum 30°C, peningkatan estradiol-17p tertinggi terjadi
pada hari ke-24 setelah irnplantasi

dan hari ke-31 konsentrasinya sudah

rnenurun. Dalarn percobaan ini kenaikan estradiol-17p tertinggi terjadi pada hari
ke-14. Perbedaan waktu tersebut diduga disebabkan karena perbedaan
ternperatur air, Sukarnandi rnerniliki ternperatur air yang lebih panas yakni
rnencapai 32.g°C, sehingga proses rnetabolisrne akan berjalan lebih cepat.

Berbeda dengan estradiol-17p, kenaikan testosteron tertinggi terjadi pada
hari ke-28, rnengindikasikan bahwa kenaikan testosteron terjadi akibat adanya
urnpan balik positif atau akibat adanya pengaruh LHRH terhadap hipotalarnus hipofisis, yang akan rnerangsang hipofisis untuk mengeluarkan GTH, kernudian
sel teka akan dirangsang untuk menghasilkan testosteron.
Kadar estradiol-17p dan testosteron terendah tarnpak pada hari ke-56.
Pada hari ke-84 kadar testosteron rnengalarni kenaikan yang tinggi dan diikuti
dengan naiknya kadar estradiol-17p terutarna pada perlakuan B dan F. Data
tersebut rnenunjukkan adanya keterkaitan antara perubahan kadar testosteron
dan estradiol-17p. Kandungan testosteron lebih tinggi daripada estradiol-17p. Hal
ini menunjukkan tidak sernua testosteron diubah rnenjadi estradiol-17p, dan
perubahan ini tergantung pada keberadaan enzirn arornatase. Kadar estradiol17p plasma rneningkat jelas setelah irnplantasi estradiol-17p. Pada kadar
estradiol-17p tertentu, horrnon ini dapat rnerangsang proses vitelogenesis, yang
terlinai dengan bertarnbahnya ukuran diameter oosit.
LHRH rnerangsang hipofisis untuk rnenghasilkan GTH, kernudian akan
rnerangsang peningkatan kadar testosteron. Dengan adanya enzirn arornatase,
testosteron diubah rnenjadi estradiol-17p, yang terlihat pada perlakuan F (200 pg
LHRH + 0 estradiol-17p) yakni peningkatan estradiol-17p karena adanya
peningkatan kadar testosteron. Sedangkan pada perlakuan kornbinasi lainnya
(dosis estradiol-17p tidak nol) terlihat bahwa peningkatan kadar testoteron tidak
banyak pengaruhnya terhadap peningkatan kadar estradiol-17p, karena diduga
kandungan estradiol-17p sudah cukup untuk merangsang vitelogenesis.

Monijung (2001) rnenyatakan bahwa induk ikan yang disuntik dengan estradiol17p tidak rnernerlukan konversi testosteron rnenjadi estradiol-17p. Selanjutnya
dikatakan bahwa kandungan estradiol-17p yang tinggi justru dapat rnenekan
aktivitas enzirn arornatase.
Pernberian horrnon LHRH dapat rnernpengaruhi kadar estradiol-17p
rnelalui jalur atau poros hipotalarnus - hipofisis - ovari yang rnernasuki sirkulasi
darah hati rnelakukan vitelogenesis. Sedangkan pernberian horrnon estradiol-17p
akan langsung rnernasuki peredaran darah dan kernudian rnerangsang hati
melakukan vitelogenesis. Oleh karena itu terapi dengan irnplantasi estradiol-17p
ini lebih efektif rneningkatkan kadar estradiol-17p dalarn darah. Pada percobaan
ini terlihat bahwa pernberian horrnon baik sendiri-sendiri (dosis LHRH 200pg + 0
estradiol-17p atau 0 LHRH + 400pg estradiol-17p) rnaupun carnpuran keduanya
dapat rneningkatkan kadar estradiol-17p dan rnernpercepat perkernbangan oosit.
Narnun dalarn percobaan ini tidak terdapat perbedaan yang tegas horrnon rnana
yang paling berpengaruh (LHRH atau estradiol-17p) karena perlakuannya tidak
dirancang faktorial.
Berdasarkan kandungan steroid plasma dan perkernbangan oosit,
terdapat indikasi bahwa proses vitelogenesis pada ikan patin jarnbal dapat
dirangsang, baik melalui jalur hipofisis - ovari - hati rnaupun jalur langsung pada
organ target yakni hati. Hal tersebut rnengindikasikan bahwa peningkatan
estradiol-17p rnelalui jalur langsung pun dapat diterirna oleh hati atau dapat
rnernpengaruhi hati untuk rnelakukan vitelogenesis seperti halnya estradiol-17p
yang dihasilkan oleh sel granulosa. Dugaan tersebut diperkuat dengan hasil

percobaan rangsangan ovulasi dan pembuahannya (perlakuan B, C, D, E, dan F)
yang menghasilkan daya tetas cukup baik (65%) menunjukkan bahwa oosit yang
diovulasikan mempunyai kualitas yang baik. Sedangkan Harvey dan Carolsfeld
(1993) melaporkan bahwa untuk merangsang proses vitelogenesis dapat
dilakukan dengan implantasi LHRH dan testosteron.
Perkembangan bobot pada hari ke-14

mengalami penurunan. Hal

tersebut kemungkinan akibat stres setelah mendapatkan perlakuan pernberian
implan dan pemberian tagging dengan micro chip. Pengambilan darah setiap
bulan juga

kelihatannya

memberikan

pengaruh yang

besar terhadap

pertambahan bobot ikan. Hal ini terlihat pada sampling hari ke-196, di mana ikan
mengalami penambahan bobot yang relatif

lebih besar dibanding sampling

sebelumnya, karena pada sampling sebelumnya yakni hari ke-168 tidak
dilakukan pengambilan darah. Selain berpengaruh terhadap pertambahan bobot
juga memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan oosit. Pada
sampling hari ke-196 (bulan September) perkembangan oosit meningkat lebih
cepat dibanding bulan sebelumnya pada semua perlakuan.
Kualitas air selama percobaan berada pada kisaran yang baik untuk
kehidupan ikan Pangasius. Kandungan oksigen terlarut berada pada kisaran
yang baik untuk pemeliharaan induk yakni lebih tinggi dari 4 ppm (Woynarovich
dan Horvath 1980; Wardoyo 1975). Kandungan amonia ada pada kisaran yang
aman bagi kehidupan ikan yaitu antara 0.0051 - 0.04 ppm. Menurut Pescod
(1973) kandungan amonia yang aman bagi kehidupan ikan adalah < 1.0 ppm.

Pada percobaan ini pengaruh lingkungan terhadap perkernbangan oosit
rnulai terlihat

pada

bulan Agustus-September yakni

dengan

adanya

perkernbangan oosit yang cepat pada sernua perlakuan terrnasuk kontrol. Hal ini
kernungkinan disebabkan karena adanya perubahan faktor lingkungan yakni
curah hujan sangat rendah pada bulan Juli yakni hanya 2 rnrn dan pada bulan
Agustus meningkat rnenjadi 71.5 mrn. Walaupun pada bulan September turun
menjadi 16.5 rnrn. Menurut Hardjarnulia et a/. (1981) rnusirn pernijahan ikan
jarnbal berlangsung pada musirn penghujan yaitu bulan Oktober - April.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan

5.1.1. lrnplantasi LHRH dan estradiol-17p, dapat rneningkatkan kadar estradiol17p plasma ikan patin jarnbal.
5.1.2. lrnplantasi LHRH dan estradiol-17p, efektif rnernpercepat perkernbangan
gonad ikan patin jarnbal.
#-

5.2. Saran

5.2.1. Untuk rnerangsang perkernbangan gonad ikan patin jarnbal dapat
digunakan horrnon estradiol-17p saja, karena lebih efektif dalarn
rneningkatkan kadar estradiol-17p serta biayanya relatif lebih rnurah
dibanding LHRH.
5.2.2. Untuk rnendapatkan hasil yang rnaksirnal, irnplantasi estradiol-17p
sebaiknya dilakukan setiap 1 atau 1.5 bulan.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. dan B. Tupang. 1983. Report on Training Course of Pangasius Breeding
and Culture Technique in Thailand. Sub Balai Penelitian Perikanan
Darat Palembang, Palembang. IIp.
Bugar, H. 2000. Penggunaan Emulsi WIONVILG (C14) dan Minyak Biji Kelapa
Sawit Pembawa Hormon HCG Pada Ikan darnbal Siarn (Pangasius
hypopthalmus). Tesis, Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian
Bogor.
Cholik, F., Z. I. Azwar, A. Priyono, G. Sumiarsa, Badraeni, dan S.N. Irianti. 1990.
Teknologi Pembenihan lkan Bandeng (Chanos chanos Forskall). Sub
Balai Penelitian Budidaya Pantai, Gondol, Bali.
Crim, L.W. and D.M. Evans. 1983. Influence of Testosterone andlor Luteinizing
Hormone Releasing Horrnon Analogue on Precocius Sexual
Development in the Juvenile Trout. Biology of Reproduction, 29: 137 142.
Crirn, L.W., A.M. Suttelin, D.M. Evans, and C. Weil. 1983. Accelerated Ovulation
by Pelleted LHRH Analogue Treatment of Spring Spawning Rainbow
Trout (Salmo gairdner~] Held at Low Temperature. Aquaculture, 35:
299 - 303.

-

Crim, L.W., N.M. Sherwood, and C.E. Wilson. 1988. Sustained Hormon Release
II. Effectiveness of LHRH Analog (LHRHa) Administration by Either
Single Time Injection or Cholesterol Pellet Implantation on Plasma
Gonadotropin Levels in a Bioassay Model Fish the Juvenil Rainbow
Trout. Aquaculture, 74: 87 - 95.
Donaldson, E.M. and G.A. Hunter. 1983. Induced Final Maturation, Ovulation,
and Sperrniation in Cultured Fish. P: 354 - 390. In W.S. Hoar, D.J.
Randall, and E.M. Donaldson (Eds.), Fish Physiology, Vol. XB,
Academic Press, Inc.
Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.
Ernawati, Y. 1999. Efisiensi lmplantasi Analog LHRH dan 17a-rnetiltestoteron
Serta Pernbekuan Semen Dalam Upaya Peningkatan Produksi Benih
lkan Jarnbal Siam (Pangasius hypopfhalmus). Disertasi, Program
Pascasarjana, lnstitut Pertanian Bogor.
Flett, P.A. and J.F. Leatherland. 1989. Dose-related Effect of 17P-oestradiol (E2)
on Liver Weight, Plasma E2, Protein, Calcium and Thyroid Hormone

Levels, and Measurment of the Binding of Thyroid Hormones to
Vitellogenin in Rainbow Trout, Salmo gairdnen Richardson. Journal of
Fish Biology. Vol. 34: 515 - 528.
Garcia, L.M.B. 1990. Advancement of Sexual Maturation and Spawning of Sea
Bass, Lates calcalifer (Bloch), Using Pelleted Luteinizing Hormonereleasing
Hormone Analogue
and
17a-methyltestosterone.
Aquaculture, 86: 333 - 345.
Grodsky, M.G. 1984. Sifat Umum Hormon. Halaman 533 - 540 dalam Martin,
W.D.Jr., P.A. Mayes, and V.W. Rodwell, Editor. Biokimia, Edisi 19.
EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Hardjamulia, A., R. Djajadiredja, S. Atmawinata, dan D. Idris. 1981. Pembenihan
lkan Jambal Siam (Pangasius sufchl) Dengan Suntikan Ekstrak
Kelenjar Hipofisa lkan Mas (Cyprinus carpio L.). Bulletin Penelitian
Perikanan Darat ,I(2): 183 - 190.
Harvey, 6. and J.Carolsfeld. 1993. lnduced Breeding in Tropical Fish Culture.
IDRC. Ottawa. 144 p.
Kobayashi, D., M. Tanaka, S. Fukada, and Y Nagahama. 1