Implantasi LHRH a dengan kombinasi dosis 17a metiltesteron terhadap perkembangan gonad ikan balashark (Balantiocheilus melanopterus Bleeker)

IMPLANTASI LHRH-a DENGAN KOMBINASI DOSIS
17a.-METILTESTOSTERON TERHADAP
PERKEMBANGAN GONAD IKAN BALASHARK
(Balantiocheilus melanopterus BLEEKER)

JOJO SUBAGJA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenar-benamya bahwa tesis saya dengan
judul: Implantasi LHRH-a dengan Kombinasi Dosis 17a-metiltestosteron
terhadap Perkembangan Gonad Ikan Balashark (Balantiocheilus melanopterus
Bleeker) adalah benar benar asli karya saya dengan arahan komisi pembimbing,
dan bukan hasil jiplakari atau timan dari tulisan siapapun serta belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguman tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicanturnkan dalam daftar pustaka di

bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2006

Jojo Subagja
NIM: C 151030101

Implantasi LHRH-a dengan Kombinasi Dosis 17a-metiltestosteron
terhadap Perkembangan Gonad Ikan Balashark
(Balantiocheilus melanopterus Bleeker).
Jojo Subagja, Muhammad Zairin JR, Odang Carman, Marc Legendre
ABSTRAK

Ikan balashark adalah salah satu jenis ikan hias air tawar yang berasal dari
perairan umum Sumatera dan Kalimantan mempunyai nilai ekonomis tinggi,
namun sekarang populasi ikan tersebut di alam makin menyusut bahkan di
Sumatera terutama di Perairan Jambi sudah punah, hal ini dikarenakan
penangkapan berlebih dan kerusakan habitat. Sementara disisi lain infonnasi
teknologi domestikasi dan pembenihan ikan terscbut baru sedikit diketahui.
Percobaan Implantasi LHRH-a dengan kombinasi dosis 17a-metiltestosteron

terhadap perkembangan gonad telah dilakukan di Instalasi Riset Plasma Nutfah
Perikanan Air Tawar, Cijeruk-Bogor dari Bulan Juli 2005 sampai dengan
Pebruari 2006. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh implantasi
honnon LHRH-a yang dikombinasikan dengan 17a-metiltestosteron terhadap
perkembangan gonad ikan balashark. Penelitian ini menggunakan rancangan acak
lengkap 6 perlakuan masing-masing 3 kali ulangan, ke 6 perlakuan adalah sebagai
berikut A: placebo; B: LHRH-a 100 ug tanpa Metiltestosteron (MT); C: LHRH-a
100 ug + 25 ug MT; D: LHRH-a 100 ug + 50 ug MT; E: LHRH-a 100 ug + 75 ug
MT dan F: LHRH-a 100 ug + 100 ug MT per kg hobot badan. Pelaksanaan
percobaan meliputi pengamatan perkembangan oosit, penimbangan hobot ikan,
pengambilan sampel darah dan ovari serta pengamatan kualitas air sebagai data
penunjang. Hasil percobaan menunjukkan ballwa perlakuan implan LHRH-a 100
ug dan 100 ug,bobot badan'l MT (perlakuan F) memperlihatkan perbedaan nyata
pada perkembangan diameter oosit, konsentrasi estrdiol dan testosteron, terhadap
perlakuan lainnya Konsentrasi estradiol dan testosteron tinggi setelah pencapaian
diameter oosit periode pertama terlewati, dan efektif untuk kelangsungan
perkembangan gonad pada siklus berikutnya. Siklus rematurasi 63 hari dengan
tingkat kematangan gonad mencapai stadia V dan VI dengan demikian gonad
sudah siap untuk menerima rangsangan ovulasi.
Kata


Kunci: lkan balashark,
perkembangan gonad

implantasi,

LHRH-a,

metiltestosteron,

© Rak cipta milik Institut Pertanian Begor, tahun 2006
Hak Cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

IMPLANTASI LHRH-a DENGA.N KOMBINASI DOSIS
17a.-METILTESTOSTERON TERHADAP
PERKEMBANGAN GONAD lKAN BALASHARK
(Balantiocheilus meianopterus BLEEKER)


JOJO SUBAGJA

Tesis
Sebagai salah satu syarat uotuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Perairan
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Implantasi LHRH-a dengan Kombinasi Oosis 17a-metiltestos-

Judul Tesis

teron

terhadap


Perkembangan

Gonad

Ikan

Balashark

(BalantiocheiJus melanopterus. Bleeker)

Nama

Jojo Subagja

NRP

C.151030101

Program Studi


IImu Perairan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Mセ

u

-

,

Prof. Dr. Muhammad Zairin Jr., M.Sc.
Ketua

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc.
Anggota


Dr. Marc Legendre, Ph.D:
Anggota

Diketahui,

セ@

Prof. Dr. Ir. nang Harris, MS.

Tanggal Ujian: 28 Oesember 2006

Tanggal Lulus:

3 1 JAN 2007

PRAKATA
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya
dengan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister sains pada
Sekolah Pasca Sarjana di Institut Pertanian Bogor.

Tema yang dipilih dalam percobaan yang dilaksanakan di Instalasi Riset
Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar di Cijeruk-Bogor sejak bulan Juli 2005
sampai dengan Februari 2006 ini adalah perkembangan gonad, dengan judul
Implantasi Hormon LHRH-a dengan Kombinasi Dosis 17a-metiltestosteron
terhadap Perkembangan Gonad Ikan Balashark (Balantiocheilus melanopterus
Bleeker).
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zairin Jr. selaku ketua komisi pembimbing serta
Bapak Dr. Jr. Odang Carman, M.Sc dan Bapak Dr. Marc Legendre, PhD.
sebagai anggota kornisi pembimbing atas segala saran, koreksi dan
bimbingannya,
2. Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Bapak Dr. Indroyono Soesilo,
MSc, APU yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
3. Kepala Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bapak Dr. Estu Nugroho,
yang telah memberikan dorongan moril dan bantuan materil hingga penelitian
ini dapat terlaksana,

4. Institut de Recherche pour Ie Developpement (IRD) Perancis untuk Indonesia,
yang telah membantu pembiayaan dan material dalam penelitian ini,

5. Bapak Jaques Slembrouck dan Bapak Dr. Laurent Pauyoud (IRD-Perancis)
dan Bapak Jr. Oman. Komarudin MSc., yang telah memberikan dorongan
moril dalam menyelesaikan sekolah hingga penelitian ini selesai,
6. Istri dan anak-anaku tercinta atas doa-restu serta pengorbanannya.
Semoga amal paik semuanya dapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa,

penulis

berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2006
Penulis

RIWAYATHIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat pada tangga15 Juni 1962 dati
pasangan orang tua ibu Satinah (almh) dan ayah I. Kartaatmadja (aim) sebagai
anak tunggal.
Tahlm 1974 penulis lulus Sekolah Dasar Negeri Gummgkeling, tabun
] 977 lulus Sekolah Menengah Negeri 1 Kuningan dan tahlm 1981 lulus Sekolah
Peltanian
selanjutnya


PembangunanJ

Sekolah

Pertanian

Menengab

Atas

Klmingan,

pada tahlm 1982 penulis diterima bekeIja di Balai Penelitian

Perikanan Darat, Badan Litbang Pertanian sebagai tenaga teknisi, dan taboo 1986
diangkat menjadi pegawai negeri sipil.
Selama menjadi tenaga teknisi, penulis meianjutkan kuliah di Universitas
Pakuan, pada Fakultas Matematika dan IImu Pengetahuan Alam jumsan Biologi,
lulus tahun 1989, dan sejak 1990 penulis diangkat menjadi asisten peneliti muda

di bidang akuakultur. Penulis menikah dengan Mtmiroh dan dikanmiai dua anak
putra yaitu Ardea Kumarasetia, Rafi Maulana Rasad dan seorang putri Rulya
Riszki Ramadina.
Pada tahun
PascasaIjana IPB,

2003,

penulis

diterima

ootuk melanjutkan Program

Program Studi Ilmu Perairan dengan minat keahlian

Reproduksi ikan dengan biaya sendiri dan mendapat izin belajar dari Kepala
Badan Riset Kelautan dan Perikanan.

DAFTARISI
Ha]aman
DAFTAR TABEL

III

DAFTAR GAMBAR

IV

DAFTAR LAMPlRAN

V

PENDAHULUAN
Latar Belakang.................................................................................... .

1

Perumusan dan Pendekatan Masalah .................................................. .

2

Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... .

4

Hipotesis............................................................................................. .

4

TINJAUAN PUSTAKA

5

Reproduksi dan Perkembangan Gonad ............................................... .

5

Oogenesis dan Vitelogenesis.............................................................. .

6

Analisis Tingkat Kematangan Gonad ................................................. .

7

Efektivitas Penggunaan Hormon Reproduksi... .................................. .

8

Faktor dan Proses Penentu Perkembangan Gonad ....................... .

10

BAHAN DAl'l METODE PERCOBAAN

13

Desain Percobaan ....................................................................... .

13

Tempat dan Waktu ...................................................................... .

13

Rancangan Percobaan................................................................ .

13

Bahan dan Metode Percobaan ....................................................... .

14

Persiapan ................................................................................. .

14

Pelaksanaan Pemeliharaan ........................................................... .

15

Pengumpulan Data:................................................................... .

15

Variabel Kerjadan Metode Pengukuran ........................................... .

17

Analisis Data ......................................................................... .

]8

HASIL PEMBAHASAN

19

Hasil ....................................................................................... .

19

Kadar Estradiol Plasma..................................................... ..........

20

Kadar Testosteron Plasma................................ .............................

20

Perkembangan Diameter Oosit.... .................... ......................... ......................

21

Tingkat Kematangan Gonad..........................................................................

23

Indeks diameter oosit ............................................................... ...........

25

Indeks gonad somatik dan pertumbuhan........................................................

25

Kualitas Air.................................................................................

27

Pembahasan.. ................................................................................................

29

KESIMPULAN DAN SARAN

34

Kesimpulan....................................................................................................

34

Saran..............................................................................................................

34

DAFfAR PUSTAKA

35

LAMPlRAN

40

ii

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Kriteria perkembangan gonad ikan betina pada berbagai tingkat
kematangan pada pengamatan histologi gonad ................................ .

9

2

13

3

Perlakuan implant LHRH-a dan metiltestosteron pada berbagai dosis yang
dicobakan pada ikan balashark .......................................................... .
Pelaksanaan waktu pengumpulan data dari masing-masing parameter. . . . ..

16

4

Parameter yang diukur dan alatlcara pengukuran...............................

18

5

Kisaran kualitas.air kolam selama percobaan.......................... ............

27

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Perubahan konsentrasi estradiol dalam plasma darah ikan balashark
setelah diimplant hormon ........................................................ .

20

2

Perubahan konsentrasi testosteron dalam plasma darah ikan balashark
setelah diimplant hormon ........................................................ .
Perkembangan diameter oosit ikan balashark perlakuan A dan D setiap
pengamatan 21 hari ................................................................. .

20

3

22

4

Perkembangan diameter oosit ikan balashark perlakuan B dan C setiap
pengamatan 21 hari. ................................................................ .

22

S

Perkembangan diameter oosit ikan balashark perlakuan E dan F setiap
pengamatan 21 hari ................................................................. .

22

6a

Stadium oosit ikan balashark hasil preparat histologi: (A) stadium II; (B)
stadium III dan (C) stadium IV .................................................................. .

24

6b

Stadium oosit ikan balashark hasil preparat histologi: (D) stadium V; dan
(E) stadium VI ........................................................................................... .

24

7

Indeks diameter oosit placebo terhadap perlakuan B,C,D, E dan F selama
percobaan ............................................................................. .

26

8

Perkembangan indeks gonad somatik ............................... '" . . . . .. . ....

26

9

Perkembangan hobot badan rata-rata ikan balashark se1ama percobaan......

27

10

Perubahan suhu air kolam harian minimum-maksimum .................. ,.;........

28

11

Perubahan curah hujan rata-rata selama percobaan..... ........ .......................

28

iv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

2
3

dalam plasma darah ikan balashark (pg/rol)
Konsentrasi ・ウエイ。、ゥッャMQWセ@
selama percobaan................................................................... .

40

Konsentrasi testosteron dalam plasma darah ikan balashark (ng/rol)
selama percobaan ................................................................... .
Diameter oosit ikan balashark (mm) selama percobaan........................

41
42

4

Indeks diameter oosit ikan balashark semua perlakuan terhadap
placebo .............................................................................. .

43

5

Indeks gonad somatik (%) ikan balashark selama percobaan..................

43

6

Perkembangan bobot tubuh (g) ikan balashark.................... ..................

44

7

Kisaran curah hujan (ml) selama percobaan dan suhu minimummaksimum ........................................................................... .

45

8

Analisis ragam konsentrasi
selama percobaan

plasma darah ikan balashark

47

9

Analisis ragam konsentrasi testosteron plasma darah ikan balashark
selama percobaan ................................................................... .

48

10

Analisis ragam diameter oosit ikan balashark selama percobaan.............

49

11

.Analisis ragam indeks diameter oosit ikan balashark selama percobaan. ....

51

12

Analisis ragam bobot tubuh ikan balashark selama percobaan....... ...... ...

52

13

A..'lalisis ragam indeks gonad somatik ikan balashark selama percobaan.....

53

14

Distribusi frekuensi diameter oosit pada perlakuan placebo (A) selama
percobaan ........................................................................... .

54

15

Distribusi frekuensi diameter oosit pada perlakuan implant LHRH-a 100
Jlg.+ MT 0 Jlg.kg- 1 bobot tubuh (B) selama percobaan_ ............................... .

55

16

Distribusi frekuensi diameter oosit pada perlakuan implant LHRH-a 100
Jlg.+ MT 25 ilg.kg·1 bobot tubuh (C) seJama percobaan .............................. .

56

17

Distribusi frekuensi diameter oosit pada perlakuan implant LHRH-a 100
J.lg.+ MT 50 J.lg.kg· l bobot tubuh (D) selama percobaan ...................... .

57

18

Distribusi frekuensi diameter oosit pada perlakuan implant LHRH-a 100
J.lg.+ MT 75 J.lg.kg· l bobot tubuh (£) selama percobaan ....................... .

58

19

Distribusi frekuensi diameter oosit pada perlakuan implant LHRH-a 100
Jlg.+ MT 100 J.lg.kg"l bobot tubuh (F) selama percobaan ..................... .

59

20

Prosedur analisis hormon ..........................................................

60

・ウエイ。、ゥッャMQWセ@

v

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan Balashark (Balanthiocheilus melanopterus Bleeker) atau populer
disebut dengan ikan ridiangus tennasuk jenis ikan hias penghuni· asli atau

"indigenous species" perairan Sumatera dan Kalimantan yang keberadaannya kini
diduga terancam punah, (Dinas Perikanan Jambi 1993). Periode tahun 1980-an
Jambi terkenal sebagai pemasok ikan hias balashark dan botia, tetapi sejak 14
tahun terakhir ini ikan balashark sudah tidak terdaftar sebagai hasil perairan
sungai dari Jambi. Mengingat begitu besar manfaat dari ikan ini bagi sumbangan
devisa yang dihasilkan kelompok ikan hias, maka keberadaannya perlu mendapat
perhatian. Ikan balashark di Perairan Kalimantan diketahui masih ada, akan tetapi
populasinya mendekati kritis, hal tersebut jangan sarnpai tejadi seperti yang telah
menimpa populasi ikan balashark di Jambi dan Sumatera Selatan.
Pelestarian spesies terancam punah memerlukan kerja sarna yang erat
antara pemerintah daerah dengan institusi terkait dalam bidang pelestarian spesies.
Salah satu upaya untuk mempertahankan keberadaan spesies dari kepunahan
adalah melalui konservasi yang dibarengi dengan domestikasi, dengan harapan
.produk yang dihasilkan dari proses domestikasi tersebut ditebar kembali ke alam

(restocking).
Domestikasi

ikan melalui aplikasi bioteknologi berupa perlakuan

honnonal dapat digunakan untuk memecahkan masalah ini, karena sudah terbukti
pada beberapa jenis ikan dari perairan umum lainnya

Keberhasilan dalam

domestikasi berarti memberikan kesempatan kepada alam untuk melakukan
proses pemulihan kembali, sementara untuk memenuhi kebutuhan pennintaan
pasar dapat dipasok dari hasil budidaya sebagai kelanjutan domestikasi.
Akhir-akhir ini sudah ada pembenih swasta dan institusi pemerintah yang
berhasil dalam pemijahan buatan (artificial induced spawning) ikan balashark,
keberhasilannya masih rendah dan hanya berlangsung pada musim tertentu
dengan keadaan demikian permintaan benih masih belum semuanya terpenuhi.
Infonnasi tentang reproduksi ikan balashark secara alamiah diketahui ikan

2

tersebut hanya memijah satu kali dalam satu tahunnya yaitu terjadi pada awal
musim penghujan (Zairin et al. 1996). Proses reproduksi ikan yang berada di
habitat alamiah (in-situ) dipengaruhi

ッャセィ@

faktor-faktor seperti suhu, curah hujan,

perubahan fotoperiodisitas, substrat dap. petrikhor, melalui poros hipothalamushipofisis-gonad akan memicu perkembangan gonad dan pemijahan (Woynarovich
and Hovarth 1980; Crim 1983).
Ikan-ikan yang bam didomestikasi atau barn dibudidayakan (ex-situ)
sinyal lingkungan yang ada tidak sarna dengan di habitat alamiah, sehingga tidak
mampu memicu kelenjar hipofisis
komposisi

オョセ@

mensekresikan GtH-I dan GtH- II dalam

dan jumlah yang merriadai.

keadaan .demikian

menghambat

perkembangan reproduksi ikan. (Zairin 2003; Bromage et ai. 1982). Untuk
mengatasi hal tersebut, salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan
perlakuan hormon reproduksi terhadap induk ikan. Pemberian hormon dapat
dilakukan dengan dua cam: yaitu secara akut melalui suntikan hormon. untuk
perlakuan jangka pendek, atau secara
perlakuan jangka panjang.

セッョゥウ@

melalui implan pelet hormon untuk

Dalam percobaan
ini perlakuan hormon diberikan
r

secafa kronis melalui implantasi, strategi ini diharapkan dapat mempercepat siklus
pematangan gonad induk ikan balashark di luar musim, dengan demikian
pemijahannya dapat dilakukan sepanjang tahun.

Perumusan dan Pendekatan Masalah
Pada kondisi alamiah perkembangan gonad ikan sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, seperti suhu, curah hujan, perubahan fotoperiodisitas, substrat
dan petrikhor me1a1ui poros hipothalarnus-hipofisis-gonad yang akan memicu
perkembangan gonad dan pemijahan.
Pada ikan-ikan yang bam didomestikasi atau bam dibudidayakan seperti
ikan balashark ini, perkembangan gonad hingga mencapai kematangan oosit akhir
masih lambat atau tidak komplit, meskipun diberi pakan bermutu serta habitat
yang sesuai. Lambatnya perkembangan gonad diduga terjadi karena ketersediaan
hormon GtH dalam tubuh tidak memadai.
Ada tiga sumber penyebab utama lambat atau tidak komplitnya
perkembangan gonad ikan yaitu: 1) Kondisi lingkungan budidaya tidak sarna

3

dengan kondisi alamiah ikan balashark, sehingga sinyallingkungan ya..l1g ada pada
tempat budidaya tidak mampu memicu sistem saraf pusat (kelenjar hipofisis)
untuk mensekresikan GtH-I dan GtH-II dalam komposisi dan jumlah yang
memadai. Keadaan demikian diperlukan untuk proses vitelogenesis dan berlanjut
ke pematangan akhir; 2) Jumlah dan kualitas hormon GtH-I dan GtH-II tidak
serasi atau tidak proporsional dengan potensi perkembangan reproduksi ikan
seperti, umur dan ukuran ikan; 3) Kualitas dan kuantitas nutrisi pakan yang
merupakan komponen utama menjadi pembatas vitelogenesis.
Untuk mengatasi perkembangan gonad dan pematangan oosit tingkat akhir
yang lambat, maka perlu dilakukan suplai hormon dari luar yaitu dengan
memberikan hormon LHRH-a yang dikombinasikan dengan 17a-metiltestosteron,
dengan jalan diimplantasikan agar hormon dilepaskan secara perlahan dan
kontinyu dalam waktu relatif lama Metiltestosteron diberikan secara bertingkat
sesuai dengan potensi reproduksi ikan. Metiltestosteron selain berfungsi sebagai
materi dari sintesis estradiol dan berlanjut vitelogenesis, juga berfungsi dalam
meningkatkan sensitivitas kelenjar hipofisis terhadap stimulasi LHRH, (Zairin.
2003; Lee et al. 1986 dan Nagahama 1987), sedangkan LHRH-a sendiri fungsinya
untuk mendorong sekresi gonadotropin (GtH) dari kelenjar hipofisis, diberikan
tetap dengan dosis tertentu untuk menjamin kepastian pematangan oosit.
Keberhasilan pengaruh pemberian hormon terhadap perkembangan kematangan
gonad harusdidukung dengan kondisi lingkungan pemeliharaan dan pemberian
pakan yang memadai (Halver and Hardy 2002).
Perkembangan tingkat kematangan gonad ikan merupakan proses
berkesinambungan antara vitelogenesis dan pematangan akhir oosit. Vitelogenesis
dikendalikan oleh GtH I· dimana metiltestosteron merupakan prekusor utamanya,
pematangan akhir oosit Iebih dikontrol dengan GtH II. Untuk kedua proses
tersebut diperlukan ketersediaan materi pakan yang memadai serta kualitas air
media yang layak. Apabila GtH II tidak segera tersedia dan atau materi pakan
yang diperlukan tidak mencukupi, maka proses pematangan gonad terhenti,
terindikasi dengan adanya oosit atresia Dengan demikian perlakuan hormon
dalam proses pematangan gonad dapat dibuat persamaan fungsi sebagai berikut:

4

Keterangan:
Y

: Tingkat Kematangan gonad

XII

:

Ketersediaan honnon (GtH I), untuk: vitelogenesis

X

12

LHRH-a untuk: pematangan oosit via GtH

X

2

Umur dan Ukuran ikan

X

3

:

Pakan

X

4

:

Lingkungan (kualitas air)

Apabila Y= f (Xt t)/ X2, X3, セ@

maka akan terjadi oosit atresia

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Percobaan ini bertujuan untuk: mengetahui pengaruh implantasi honnon
LHRH-a

yang

perkembangan

dikombinasikan
dan

tingkat

dengan

kematangan

17a-metiltestosteron
akhir

oosit

ikan

terhadap
balashark

(Balantiocheilus melanopterus).
Percobaan ini diharapkan dapat memberikan infonnasi tentang dosis
optimal 17a-metiltestosteron yang dikombinasikan dengan LHRH-a guna
mempercepat

kematangan gonad sampai tingkat akhir ikan balashark .di luar

musim, selain itu dapat berperan dalam menyeragamkan pematangan antara
individu betina pada saat musim reproduksi.. Dengan demikian peningkatan
frekuensi

pematangan

gonad

dapat

dilakukan

sehingga

pada

akhimya

produktivitas induk meningkat. Teknologi ini dapat digunakan sebagai infonnasi
dasar untuk: jenis ikan lain terutama untuk: ikan-ikan yang bam akan
didomestikasikan.

Hipotesis
Jika pemberian honnon LHRH-a dan 17a-metiltestosteron mampu
mendorong tersedianya estradiol darah, maka vitelogenesis berlangsung kontinyu
dan berlanjut dengan pematangan gonad, sehingga waktu pencapaian kematangan
gonad dan menjadi siap pijah dapat dipercepat.

TINJAUAN PUSTAKA
Reproduksi dan Perkembangan gonad

Pertumbuhan.(G) pada ikan dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu:
(1) Pertumbuhan ウッュ。セ@

yaitu pertumbuhan pada jaringan otot, tuIang dan lain-

lain dan (2) Pertumbuhan

ァッョ。セ@

yaitu pertumbuhan pada organ seksual (Affandi

dan Tang 2002). Pertumbuhan somatik terjadi apabila terdapat kelebihan energi
setelah energi yang dikonsumsi dikurangi dengan energi yang digunakan untuk
segala kebutuhan hidup termasuk energi yang hilang, baik sebagai feses ataupun
urine. Sebingga pertumbuhan dapat dirumuskan dengan formulasi sebagai berikut:
G)

=K -

(F+U+M)

Keterangan :
G 1 = pertumbuhan somatik; K
dalam bentuk feses; U

=

=

energi yang dikonsumsi; F = energi yang hilang

energi yang hilang dalam bentuk urine; M

=

energi yang

diperlukan untuk metabolisme.
Pertumbuhan gonad dapat terjadi kalau energi yang ada telah memenuhi
kebutuhan untuk pemcliharaan tubuh dan pertumbuhan somatik.
Sebingga fungsi pertumbuhan gonad dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :
GI = pertumbuhan somatik; G2 = pertumbuhan gonad; K = energi yang

= energi yang hilang dalam bentuk feses; U = energi yang hilang
dalam bentuk urine; M = energi yang diperlukan untuk metabolisme.

dikonsumsi; F

Perkembangan gonad ikan dapat dibagi menjadi dua tahapan yaitu
pertumbuhan gonad ikan sampai menjadi dewasa kelamin "sexually mature" dan
dilanjutkan dengan

pematangan gamet.

Perkembangan tahap

pertama

berlangsung mulai larva hingga mencapai dewasa kelamin dan tahap kedua

6

dimulai setelah ikan mencapai dewasa, dan terns berlangsung selama fungsi
reproduksi berjalan normal.(Lagler 1972; Harvey and Carolsfeld 1993).
Oogenesis dan vitelogenesis
Perkembangan sel telur (oosit) diawali dari germ sei yang terdapat dalam
lamela dan membentuk oogonia

Oogonia yang tersebar dalam ovarium

menjalankan suksesi pembelahan mitosis dan ditahan pada dipioten dari profase
miosis pertama. Pada stadia ini oogonia dinyatakan sebagai oosit primer (Harder
1975). Oosit primer kemudian menjalankan masa tumbuh yang meliputi dua fase,
pertama adalah previteiogenesis dimana ukuran oosit membesar akibat
meningkatnya volume sitoplasma, namun belum terjadi akumulasi kuning telur.
Kedua adalah fase viteiogenesis dimana terjadi akumulasi material kuning telur
yang disintesis oleh hati, kemudian dibebaskan ke darah dan dibawa ke dalam
oosit secara mikropinositosis (Zohar 1991; Jalabert dan Zohar 1982).
Oogenesis adalah transformasi oogonia (sel germinal) menjadi oosit (sel
yang lebih kompleks) dimana vitelogenin berakumulasi. Perkembangan awal
folikel dan oosit dipengaruhi oleh gonadotropin pituitary. Pertumbuhan oosit
terjadi karena proliferasi komponen scI dan tidak melibatkan input dari luar sel
oosit. Pada akhir masa pertumbuhan primer, tipe dari oosit teloostei meningkat
100 kali dari ukurdIl awal menjadi 100-200 /lTIl dan disebut dengan oosit
previtellogenik. (Harvey dan Carolsfeld 1993). Proses pertumbuhan primer
berlanjut selama masa bidup ikan dimana oosit previtelogenin ada pada ovari
sepanjang tahun.
Selama periode pertumbuhan sel folikel mengalami deferensiasi menjadi

.

bentuk glandular granulose. Sel folikel dipisahkan oleh Zona pellucida yang
mengandung sejumlah mikrovilli oosit dan dikelilingi oleh sel teka, yang berasal
dari sekeliling jaringan. Lapisan teka ini selanjutnya memainkan peranan dalam
perkembangan oosit. Oosit ini muncul mula-mula previtelegonesis, kemudian
vitellogenesis (dengan dua tahap penting,- yaitu vitellogenesis endogen dan
vitellogenesis exogen). vitellogenesis endogen atau previtellogenesis berlangsung
mulai dari larva hingga mencapai dewasa kelamin. Vitelogenesis eksogen, yaitu
akumulasi kuning telur dari luar ke dalam oosit, pada tahap kedua ini dimulai

7

setelah ikan mencapai dewasa, kemudian terus berkembang

selama fungsi

reproduksi berjalan normal Sjafei dkk. (1991) Lagler et ale (1972); Harvey dan
Carolsfeld (1993). Pada fase tersebut melibatkan pengontrolan hormonal atau
faktor dalam dan lingkungan, adapun faktor lingkungan yang berpengaruh antara
lain fotoperiodisitas, temperatur, pakan, kualitas air dan substrat fetrikhor
(Bromage 1992; Lieberman 1995), serta adanya lawan jenis.
Berdasarkan studi anatomi vitelogenesis endogen diperkirakan telah
terjadi sebelum akumulasi kuning telur dari luar. Sintesa gelembung kuning telur

(yolk vesicle) yang muncul di dalam oosit menjadi alveoli kortikal yang kemudian
menonjol pada waktu pembuahan sebingga tidak diperhitungkan sebagai kuning
telur. Kemungkinan sintesa kuning tclur secara endogen juga terjadi selama fase
vitelogenesis eksogen.
Dalam studi vitelogenesis eksogen, protein khas betina yang secara
immunologi berhubungan dengan protein telur dan dalam kedua kelamin dapat
disamakan estrogen (vitelogenin) terdapat dalam semua ikan. Kebanyakan studi
terhadap induksi vitelogenin berhubungan dengan peran utama estradiol.

.

Didapatkan beberapa bukti bal1wa estrone juga memegang peran penting dalam.
induksi vitelogenium terutama dalam fase awal. Androgen dalam dosis tinggi
dapat juga menginduksi sintesis vitelogenin.

ADamis Tingkat Kematangan Gonad
Pengetahuan tentang tingkat kematangan gonad sangat penting dan

menunjang keberhasilan dalam pembenihan ikan, karena berkaitan erat dengan
seleksi induk. Menurut Effendi (1997), untuk mengetahui perubahan yang terjadi
pada gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan satuan dari prosentase
bobot gonad per hobot tubuh dan dinyatakan sebagai satuan indeks gonad somatik
(IGS), walaupun demikian nilai IGS saja tidak cukup memberikan informasi
karakteristik aktivitas reproduksi. Pengamatan secara histologi terhadap oosit dan
distribusi ukuran oosit dapat memberikan informasi lebih jelas tingkatan aktivitas
reproduksi.
Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad (TKG)
secara morfologi

ialah bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan

8

perkembangan isi gonad. Menurut Kuo et af. (1974), setiap TKG tertentu
menunjukkan nilai kisaran diameter telur tertentu yang terbanyak sehingga nilai
TKG dapat ditentukan dengan melihat ukuran diameter telur di dalam ovarium.
Pembagian tingkatkematangan gonad pada beberapa peneliti tidak sarna,
bergantung kepada jenis ikan yang diteliti serta tujuan evaluasi. Harder (1975);
Chinabut et al. (1991) membagi oosit ke dalam 6 kelas dimana stadia nukleolus
dan perinukleolus dikatagorikan sebagai stadium pertama, dan setiap stadium
dicirikan sebagai mana tercantum dalam Tabel 1.
Efektivit&s Penggunaan Hormon Reproduksi

Telah diketahui bahwa rangsangan lingkungan berperan penting dalam
pengaturan reproduksi pada ikan teleostei (Crim 1982; Lam 1983; Stacey 1984).
Faktor-faktor lingkungan tersebut di antaranya adalah fotoperiod, temperatur,
pakan, kualitas air dan substrat (Bromage 1992; Lieberman 1995). Rangsang
lingkungan memicu sekresi hormon oleh otak dan pituitary yang akan
memadukan aktivitas berbagai organ yang terkait dengan sistem reproduksi
menjadi sebuah respon fisiologi dan biokimia yang terpadu.

Kondisi ikan di

dalam wadah budidaya, rangsangan lingkungan yang dibutuhkan tersebut menjadi
sangat langka dan ini menjadi hambatan fisiologi bagi terjadinya proses-proses
reproduksi. Pada kondisi demikian pemberian honnon menjadi sangat penting
Ulltuk menerobos hambatan itu (Lam 1983), Iebih spesifik lagi dalam proses
pematangan gonad (Zairin 2003).

9

Tabel 1 Kriteria perkembangan gonad ikan lele betina pada berbagai tingkatan
pada pengamatan histologi gonad (Chinabut et al.1991)
Satadia
I

II
III

IV

V
VI

Kriteria
Oogonia dikelilingi satu lapis sel epitel dengan pewarnaan
hematoksilin-eosin plasma berwarna merah ェ。ュ「セ@
dengan inti
yang besar di tengah
Oosit berkembang ukurannya, sitoplasma bertambah besar, inti
biro terang dengan pewamaan, dan terletak di tengah sel. Oosit
dilapisi oleh satu lapis epitel.
Pada stadium ini berkembang sel folikel dan oosit membesar,
provitelin nukleoli mengelilingi epitel.
Euvitelin inti telah berkembang dan berada di sekitar selaput
inti. Stadium ini merupakan awal "vitelogenesis" ditandai
adanya butir kuning telur, pada sitoplasma. Pada stadium ini
oosit dikelilingi oleh dua lapis sel, lapisan dalam adalah
sel"granulosa" dan lapisan luar memanjang dan datar.
Butiran kuning telur bertambah besar dan memenuhi
sitoplasma.
Inti mengecil dan selaput inti tidak terlihat, inti terletak di tepi.

Sinyal lingkungan diterima oleh sistem syaraf pusat dan diteruskan ke
hipothalamus.

Sebagai

respon

hipothalamus

akan

melepaskan

hormon

gonadotropin releasing hormon (GnRH) yang kemudian merangsang hipofisa
melepaskan FSH (Follicle Stimulating Hormone) atau GtHl dan LH (Luteinizing
Hormone) atau GtH I serta Luteotropin atau prolaktin yang berperan merangsang
.

.

aktivitas gonad untuk berkembang (Matty 1985). GtH I mempakan kontrol utama
pada awal siklus reproduksi, sedangkan gonadotropin. yang mengatur reproduksi
dalam pematangan tahap akhir oosit, ovulasi dan spenniasi adalah GtH II, follicle
stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) (Zairin 2003). Pada

ikan FSH dikenal dengan gonadotropin I (GtH I) dan LH dikenal dengan
gonadotropin II (GtH II). Swanson (1991) mengemukakan lebih rinei bahwa
peranan GtH I yang disekresikan kelenjar adenohipofise berfungsi dalam proses
vitellogenesis, sedangkan GtH II lebih dominan pada proses pematangan akhir
(Yaron 1995; Nagahama 1983).
Hormon gonadotropin (GtH I) yang dihasilkan oleh hipofisis akan
merangsang sel teka untuk menghasilkan testosteron, selanjutnya pada lapisan
granulose dengan bantuan enzim aromatase akan dikonversi menjadi
estradiol (E2).

Hormon

QWMセ@

QWMセ@

estradiol dilepas oleh oosit ke pembuluh darah

10

menuju hati, melalui reseptor spesifIk di dalam hati disintesis menjadi vitelogenin
yang merupakan bakal kuning telur. Vitellogenin akan dibawa oleh aliran darah
menuju gonad dan secara selektif akan diserap oleh lapisan folikel oosit (Zohar
2001; Nagahama 1983 dan Yaron 1995). akibat menyerap vitellogenin oosit akan
tumbuh membesar sarnpai kemudian berhenti apabila telah mencapai ukuran
maksimum. Pada kondisi demikian dikatakan bahwa oosit telah berada pada fase
dorman dan menunggu sinyal lingkungan untuk ovulasi dan pemijahan
(Carorlsfeld 1993). Menurut Khoo dalam Hardjamulia (1987), dalam proses
pematangan oosit, tidak semua oosit yang telah mengalami vitellogenesis dapat
diovulasikan, namun bila keadaan lingkungan tidak mendukung oosit akan
mengalami degradasi atau kegagalan ovulasi, yang dikenal dengan oosit atresia
Proses ini terjadi karena penyerapan materi oosit oleh sel-sel granulosa yang
mengalami hipertrofI (Harvey dan Carolsfeld 1993).

Faktor dan Proses Penentu Perkembangan Gonad.
Umur dan ukuran ikan untuk spesies yang sarna saat pertama kali matang
gonad tidak sarna, perbedaan tersebut diakibatkan adanya perbedaan kondisi
ekologis perairan (Blay and Evenson 1980).

Pada spesies ikan yang sarna,

perkembangan oosit dalam ovarium bergantung pada ukuran ikan,. pada ikan yang
berukuran lebjh kecil banyak ditemukan stadium oosit dini dari pada ikan yang
lebih besar (Hardjamulia dick. 1990).
Pada umumnya umur juga berpengaruh pada perkembangan gonad, pada
umumnya ikan jantan matang lebih dulu dibandingkan ikan betina, seperti pada
ikan Pangasius djambal ikan jantan mulai matang pada umur 1 tabun sedangkan
ikan betinanya bam mulai matang gonad pada umur 4 tabun (Legendre et al.
2000).
Pemberian hormon gonadotropin dengan metode implantasi bertujuan
untuk memasok hormon ke dalam tubuh yang dilepaskan secara perlahan atau
sedikit-demi sedikit dalam kurun waktu bingga beberapa minggu, pemberian
hormon cukup hanya satu kali dan gonad sudah berkembang (Zohar 1996).
Percobaan implantasi hormon LHRH-a telah dilakukan pada ikan bandeng (Lee et
af. 1986), pada ikan Botia macracantha dosis hormon LHRH-a 100 J..lg.kg-l dapat

11

mempercepat matang gonad dan lebih 60% ikan botia mencapai TKG IV (Subagja

dick. 1997) serta pada ikan Turbot Scopthalmus maximus (Mugnier et al. 2000).
Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Cholik et af. (1990), LHRH-a yang
dikombinasikan dengan 17a-Metiltestosteron (MT) diimplantasikan pada ikan
bandeng (Chanos chanos Fork.) memperlihatkan hasil pemijahan paling optimal.
Lee et al. 1986, mengemukakan bahwa hormon 17a-metiltestosteron
dapat memberikan umpan balik positif terhadap hipofisis dalam mensekresikan
gonadotropin. Harvey dan Carosfeld (1993) mengemukakan lebih lanjut bahwa
hormon gonadotropin (GtH I) akan mengkonversi 17 metiltestosteron menjadi di
dalam sel granulosa, kemudian diedarka.ll melalui darnh menuju hati, di dalam hati
17f3-estradiol dengan prosesor melalui prosesor spesifik dirombak menjadi
vitelogenin, dan melalui pembuluh darah dialirkan kembali menuju gonad,
akumulasi vitelogenin menyebabkan oosit tumbuh membesar dan berhenti sampai
oosit mencapai ukuran maksimum.
Estradiol-17f3 adalah estrogen utama pada ikan betina, kadar estradiol-17f3
yang tinggi dalam darah merupakan umpan balik yang positif terhadap
hipothalamus berperan dalam mensekresikall GtH. Siklus hormonal terus berjalan
di dalam tubuh ikan selama terjadinya proses vitelogenesis (Nagahama 1983 dan
Yaron 1995).
Hasil penelitian Haasin et al. (1991) bahwa konsentrasi estradiol dalam
plasma darah tinggi, diindikasikan juga dengan peningkatan konsentrasi
vitellogenin darah. Beberapa hasil penelitian untuk melihat hubungan tersebut
telah dilakukan pada ikan trout, Salmo frutta dan rainbow trout Salmo gairdneri
Striped bass Morone sexatilis dan Clarias macrocepalus. Sintesis vitelogenin
dalam hati sangat dipengaruhi oleh kandungan estradio'l 17-f3 yang merupakan
stimulator dalam biosintesis vitelogenin, selain itu dipengaruhi juga oleh androgen
(testosteron) yang ada dalam tubuh ikan dan mungkin karena perubahan menjadi
estrogen dengan adanya enzim aromatase (Yaron 1995), hasil penelitian lebih
lanjut memperlihatkan bahwa pola kandungan estradiol sinergi
perkembangan telur.

dengan

12

Pakan merupakan komponen penting dalam proses pematangan gonad,
khususnya ovarium, karena proses vitellogenesis (akumulasi vitelogenin dalam
telur) membutuhkan nutrien. Selain itu pakan yang berkualitas juga akan
berpengaruh terhadap fekunditas dan kualitas telur. Pertumbuhan dan pematangan
gonad terjadi bila terdapat kelebihan energi yang diperoleh dari makanan untuk
pemeliharaan tubuh (Elliot 1979). Apabila kekurangan energi dapat meningkatkan
oosit atresia· (Harvey and Carosfeld 1993). Halver dan Hardy (2002)
mengemukakan bahwa metabolisme protein berbeda pada ikan yang sedang
berkembang gonadnya dibandingkan dengan ikan yang hanya sedang tumbuh.
Pada tahap perkembangan gonad diperlukan banyak energi dan asam amino.
Banyak asam amino yang diperlukan untuk pematangan gonad diambil dari
cadangan yang ada di otot putih dan tcrsedia sebagai hasil degradasi protein.
Menurut Tang dan Affandi (2002), peran pakan sangat mempengaruhi
fungsi endokrin secara normal. Tingkatan pakan nampaknya mempengaruhi
sintesa maupun pelepasan hormon dan kelenjar-kelenjar endokrin. Pertumbuhan
dan perkembangan organ reproduksi dihambat oleh kekurangan pakan tanpa
membedakan apakah karena tingkatan rendah energi, protein, mineral atau
vitamin.
Menurut Lagler (1972), perubahan temperatur dapat merangsang tingkah
laku memijah. Temperatur secara langsung dapat menstimulasi kelenjar endokrin
untuk mengarahkan ovulasi. Hasil penelitian (Yamamoto et al. 1966) dilaporkan
bahwa ikan mas yang dipelihara pada cahaya alami dan suhu kurang dari 14°C,
vitelogenesis berkembang tetapi tidak mengalami ovulasi, sedangkan peningkatan
suhu air menjadi 20°C dapat memacu ovulasi.
Kualitas air lainnya yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan induk
ikan adalah kandungan oksigen terlarut, kandungan oksigen terlarut minimal 3
ppm. Suhenda dkk. (1990) melaporkan bahwa calon induk ikan mas yang
dipelihara dalam sistem air resirkulasi, gonadnya dapat berkembang dan siap pijah
pada kondisi oksigen terlarut minimal 4,5 ppm, serta pada kisaran suhu 270 -31

BAHAN DAN METODE PERCOBAA.N
Desain Percobaan
Tempat dan waktu .
Pereobaan dilakukan di Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Air
Tawar Cijeruk. Seluruh kegiatan dimulai dari Bulan Juli 2005 sampai dengan
Februari 2006 yang meliputi persiapan dan pelaksanaan pereobaan. Analisis
hormon dilakukan di Laboratorium Radio Immuno Assay (RIA) Balai Penelitian
Ternak Ciawi, Bogor. Pembuatan preparat histologi dilakukan Laboratorium
Biologi VI Depok.

Rancangan Percobaan
Metode yang digunakan dalam pereobaan ini adalah metode eksperimental
lapang yaitu melakukan pereobaan dengan menerapkan penggabungan LHRHanalog (LHRH-a) dengan 17a-metiltestosteron (MT). Dosis LHRH-a diberikan
tetap yaitu 100 セァNォMャ@

bobot badan, sedangkan MT diberikan bertingkat yaitu 0;

25; 50; 75 dan 100 セァNォMャ@

bobot badan, serta placebo yaitu tanpa LHRH-a dan

MT, dengan demikian metode pereobaan menggunakan rancangan aeak lengkap

(RAJ.). Keenam perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan· individu, ke 6
perlakuan tertera dalam Tabel 2.
Tabel 2 Perlakuan implan LHRH-a dan metiltestosteron pada berbagai dosis yang
dieobakan pada ikan balashark.
Perlakuan
A
B
C
D
E
F

Dosis hormon セァNォMi@
LHRH-analog
Metiltestosteron

o
100
100
100
100
100

o

o
25
50
75
100

14

Bahan dan Metode Percobaan
Persiapan Percobaan
a. Persiapan wadah pemeliharaan
Sebelum percobaan dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan
wadah pemeliharaan ikan uji berupa jaring polietelin sebanyak 6 buah, dengan
ukuran masing-masing panjang 2m x lebar 2m x tinggi 1,2 m dilengkapi dengan

penutup, jaring ditempatkan pada kerangka bambu berbentuk empat persegi
panjang yang dirancang khusus, ditempatkan di kolam tanah luas 250 m 2 dengan
kedalaman air 80 cm dan mendapat pasokan air dari sungai, penempatan wadah
perlakuan ditentukan secara acak.
b. Persiapan ikan uji
Ikan yang digunakan dalam percobaan ini adalah induk betina balashark
yang belum pernah memijah (dedara), berukuran bobot 150-300 gram diperoleh
dari petani pembesar di Tulungagung Jawa Timur berasal dari satu kelompok
pemijahan, diperkirakan ikan sudah mencapai umur 2,5 tabun. Jumlah ikan yang
dipergunakan sebanyak 42 ekor (7 ekor setiap wadah), terdiri dari masing-masing
3 ekor per wadah untuk pengamatan perkembangan gonad (total 18 ekor) dan 4
ekor untuk keper)uan sampel histologi (total 24 ekor) yang dianibil 1 ekor dari
masing-masing perlakuan pada pengamatan bari ke 21, 42, 63 dan 84). Untuk
memudahkan pengontrolan, setiap ikan uji ditandai dengan "Stream Tagging"
yang diikatkan pada pangkal sirip punggung.
c. Persiapan honnon
Honnon yang digunakan ialah LHRH-a [pGlu-His-Trip-Ser-Tyr-Gly-LeuArg-Pro-Gly-Nh2] produk SIGMA Chemical CO, dan 17a-metiltestosteron
produk Argent Laboratories Inc., honnon tersebut diberikan dengan teknik
implantasi secara intramuskular, yang dicampur dengan kholesterol sebagai
pengikat dan dikemas dalam bentuk pelet, sedangkan pada placebo pelet implan
tanpa diberikan hormon. Cara pembuatan i>elet berhonnon mengacu metode yang
dilakukan Lee et al. 1986; dan Cholic et al. 1990. Bahan kimia lainnya yang
digunakan adalah; 2Phenoxy-etanol untuk pembiusan dengan dosis 0,3 mllL air

15

(anastesi ikan); larutan Bouin's untuk pengawetan sementara ovari dan larutan
Serra untuk melihat posisi inti telur.
Pelaksanaan Pemeliharaan
Pemeliharaan ikan uji dilaksanakan selama 84 hari. Kegiatan yang
dilakukan selama pemeliharaan meliputi:
a. Pemberian pelet berhormon
Pemberian pelet berhormon dan placebo (implantasi) dilakukan pada awal
percobaan kepada semua ikan uji yang sudah diketahui hobot badannya
disesuaikan dengan dosis perlakuan, sebelum dilakukan implantasi ikan uji dibius
terlebih dahulu menggunakan 2Phenoxy-etanol dengan konsentrasi 0,3 ml.L- 1 air,
setelah ikan pinsan implantasi dilakukan pada bagian belakang sirip punggung
menggunakan jarum "implanter" bagian tubuh bekas luka jarum diolesi antibiotik
guna mencegah terjadinya infeksi.
b. Pemberian pakan
Selama pemeliharaan ikan uji diberi pelet komersial dengan kandungan
protein 35-37%; lemak 6-7%; abu 6-8%; serat kasar 3-5% dan kadar air 10-12%.
. Ransum harlan ditetapkan sebanya1c 4% dari total biomas per hari. jumlah pakan
disesuaikan setelah dilakukan penimbangan bobot yang dilakukan setiap 21 hari,
dengan frekuensi pemberian dua kali sehari yakni pk. 8.00 dan pk. 16.00.
c. Pengukuran kualitas air
Pengukuran kualitas air meliputi pengukuran oksigen terlarut (DO meter),
pH (PH meter), ammonia (spektrofotometer), suhu air (termometer minimummaksimum), alkalinitas

HエゥセI@

dan curah hujan (tabung curah hujan). Percobaan

ini dilakukan pada kisaran kondisi lingkungan sebagai berikut: Suhu air: 24,5 29,5 °C; Oksigen terlarut: 3,93 - 9,72 ppm; pH: 7,0; C02: 5,44 - 9,72 ppm;
ammonia: 0,016 - 0,032 ppm.
Pengumpulan Data
Pengamatan reguler untuk melihat respon ikan uji terhadap perlakuan
diamati setiap 21 hari dan berlangsung sampai 84 hari, data yang dikumpulkan

16

dari setiap periode pengamatan adalah: diameter telur; bobot ikan, bobot gonad
dan kualitas air media, sedangkan plasma darah diambil pada hari ke 21, 42 dan
63. Suhu minimum-maksimum air media dan curah hujan diamati setiap hari
selama percobaan berlangsung.
Pengambilan contoh oosit dilakukan dengan menggunakan kateter plastik
bergaris tengah 2 mm, oosit minimal 50 butir diukur di bawah mikroskop yang
dilengkapi dengan mikrometer okuler, sebaran frekuensi diameter oosit kemudian
ditabulasikan, seperti yang dilakukan (Legendre et al. 2000), Perubahan telur
diukur berdasarkan nilai "indeks diameter", dengan perhitungan sebagai berikut:
Indeks diameter oosit adalah diameter oosit rataan perlakuan pada t tertentu dibagi
diameter oosit rataan placebo pada t tertentu.

Bersamaan dengan kanulasi,

dilakukan juga penimbangan bobot ikan menggunakan timbangan dengan
ketelitian 1 g.
Pengambilan darah sebanyak 1-1,5 ml dari 3 ekor setiap perlakuan,
menggunakan spuit volume 2,5· ml berheparin, darah disentrifusi dengan
kecepatan 3000 rpm selama 2-4 menit. Plasma darah (supernatan) diambil dan
disimpan pada suhu minus 20°C, sambil menunggu pengukuran dengan RIA,
(Zanuy et aI. 1999).
Konsentrasi estradiol -17P (E2) dan testosteron

(n dalam plasma diukur

menggunakan kit COAT-A-COUNT E2 dan T buatan DPC (Diagnostic Product
Corporation) Los Angeles USA, pengukuran dilakukan secara kuantitatif dan
menggunakan zat radioaktif 1251.
Tabel.3 Pelaksanaan waktu pengumpulan data dari masing-masing parameter
semua perlakuan
Variabel
Konsentrasi hormon estradiol
Konsentrasi hormon testosteron
Diameter telur
Posisi inti oosit
Indeks gonado somatik
Histologi gonad
Bobotikan
Kualitas air

1
v
v
v
v
v
v
v
v

21

v
v
v
v
v

Hari
42
v
v
v
v
v
v
v
v

63

v
v

v
v

84
v
v
v
v
v
v
v
v

17

Variabel Kerja dan metode pengukuran

VariabeJ yang diamati dalam percobaan ini adalah: diameter telur; kadar
estradiol, testosteron plasma darah; bobot gonad dan bobot tubuh; serta kualitas

air media pemeliharaan sebagai data penunjang. Variabel kerja yang diukur terdiri
dari:
I. Kematangan gonad
Perkembangan telur diukur berdasarkan kriteria sebaran distribusi
diameter telur dari jumlah contoh yang diambil menggunakan kateter, pengamatan
secara kualitatif dilihat pula mode (nilai median) dari sebaran tersebut. Sedangkan
untuk menentukan tingkat kematangall telur (TKT) ditentukan berdasarkan
kriteria pergeseran posisi inti telur setelah dimasukkan dalam larutan Serra,
dihitung berdasarkan kriteria sebagai berikut
TKT fase vitelogenik = Jumlah telur dengan inti di tengah x 100%
Jumlah telur yang diamati

TKT fase awal matang = Jumlah telur dengan inti tidak di tengah

x

100%

Jumlah telur yang diamati

TKT fase matang = Jumlah telur dengan inti yang melebur x 100%
Jumlah telur yang diamati

Untuk mengetahui kematangan gonad dievaluasi tentang indeks gonad
somatik (IGS), dengan formulasi sebagai berikut (Crim dan Glebe, 1990):
." ,.

IGS = Bohot gonad / hobot tubuh x 100 %
Ukuran rataan diameter oosit(oositltelur), dihitung berdasarkan nilai

geometrik mode dari ukuran diameter oosit.
Tingkat perubahan telur diukur berdasarkan perhitungan berikut ini:
Diameter oosit rataan pada t tertentu

Indeks diameter oosit =
Diameter oosit rataan placebo pada t tertentu

18

2. Pertumbuhan sesaat
Pertumbuhan sesaat individu dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
.\

Growth: Wt= Wo.E -gt

Metode Pengukuran

Pengukuran terhadap parameter, dan alatlcara pengukuran adalah sebagai
berikut:
TabeL 4.

Parameter yang diukur dan cara pengukuran
No. Parameter
Alatl Cara Pengukuran
Profil hormon Estradiol
Radioimmunoassay (RIA)
1
dan Testosteron
Mikroskop binokuler yang
Diameter telur
2
dilengkapi mikrometer
Bobotikan
Timbangan elektronik d= 1 g
3
DO meter
4
Oksigen terlarut
Termometer Mini-Maxi
SuhuAir
5
pH
pH meter
6
Spectrophotometer
Ammoniak
7
Titrasi jingga metil
8
Alkalinitas
Analisis Data

Data konsentrasi E2, T, diameter oosit dan indeks diameter oosit dari
setiap pengamatan dituangkan dalam bentuk grafik,. sehingga akan terlihat
perubahannya. Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap parameter tersebut
dilakukan analisis statistik dengan uji ANOVA yang sebelumnya data diuji
homogenitasnya, bila hasil uji terdapat perbedaan maka dilakukan uji lanjutan
Tukey's, data diolah menggunakan paket program MINITAB. Sementara untuk
melihat tingkat perkembangan gonad induk balashark pada setiap perlakuan dari
hasil histologi gonad dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kadar Estradiol Plasma
HasH percobaan menunjukkan

「。ィキセ@

konsentrasi E2 di dalam darah

setelah perlakuan mengalami fluktuasi tertera dalam Gambar 1. Konsentrasi E2
pada pengamatan hari ke 21 berada pada kisaran 4,16 dan 134,85 pg/ml, analisis
statistik tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>0,05). Pada pengamatan hari ke
42 kecuali perlakuan A mengalami peningkatan dengan nilai kisaran 50,89 dan
742,42 pg/ml, analisis statistik menunjukkan ada perbedaan nyata (P