Rehabilitasi Sosial Model Kelembagaan Bagi Remaja Putri Penyalahguna Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (WAPZA). (Kasus di Satu Panti Sosial dan Satu Pondok Pesantren)

REHABULITASI SOSllAL MODEL KELEMBAGAANBAGI IPEMAJA PUTRI
PENYALAHGUNA NA.RKOTIKA PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF
(NAPZA)

(&sus

di Satu panti Sosial dan Sat" Pondok Pesnntren)

OLE13 :
ATY SETIAWATI

PROGRAM PASCA SAWJANA
JNSTITUT PERTANIAN BOGOR
TAI-IUN 2002

ABSTRAK
Penelitian ini rnempelajrui berbagai faktor yang berhubungan dengan keberhasilan
proses rehabilitasi sosial bagi remaja putri penyalahguna Narkotika Psikotroika dan Zat
Adiktif (NAPZA) yang dilaksanakan dalam lernbaga. Secara khusus penelitian ditujukan

untuk 1) mempelajari keberhasilan pencapaian tujuan k e g i a t , ~2) mempelajari alasan

keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan kegiatan dan 3) memperbaiki cara pencapaian
tujuan kegiatan pada ~nasing-masinglernbaga dengan harapan clapat bermanfaat sebagai
bihan masukan dalani penyusunan rencana kegiatan rehabilitasi sosial penyalahguna
NAPZA, khususnya &pat menjadi masukan yang bem~anfaatpada masing-masing lembaga
penyelenggara kegiatan dalam rangka rneningkatkan kualitas tenaga dan pelayanan
rehabilitasi sosial bagi remaja penyalahguna N APZA.
Penelitian dilaksanakan di satu panti sosial yang terletak di Kabupaten Bandung dan
satu pondok pesantren cli Kabupaten Cirunis Propinsi Jawa Barat sejak Bulan Pebruari sarnpai

Bulan Mei tahun 2002 dengan jurnlah responden 35 orang di panti sosial dan 24 orang di
pondok pesantren.
kasus bersifat deskkriptif korelasional. Pengumpulan data
Penelitian ini berupa ~~enelitian
dilakukan melalui wawancara berstruktur, wawancara mendalrun, pengamatan dan diskusi.
Data yang terkurniul dianalisa rnelalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif serta pengujian
hubungan antara faktor-fakror yang diduga berhubungan denga keberhasilan kegiatan
I

rehabilitasi dengan menggunakan uji statistik non parametrik Tau b-Kendall.
Faktor internal individu diketahui berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi

responden dalam kegiatan rehabilitasi pada kedua lembaga. Selanjutnya beberapa faktor yang
bmhubungan nyata denga keberhasilan rehabilitasi di panti sosial adalah kemauan be1korban

dan kemampuan berko~nunikasipembina, partisipasi responden dalam kegiatan bimbingm
mental psikologis, bimttingan moral dan bimbingan keterampilan.
Di pondok pesantren beberapa faktor yang berhubungan nyata dengan keberhasilan
rehabilitasi adalah kenlampuan pembina dalam menjalin hubungan informal, partisipasi
responden dalam pelaksanaan dzikir dan pelaksanaan shalat wajiblsunah. Selain itu
ytmdidikan orang tua juga ~nemiliki hubungan nyata dengan keberhasilarl kegiatan
rehabilitasi pada kedua lembaga.

SURAT PFRNYATAAN

Dengan ini sa$a m~znyatakanbahwa tesis yang berjudul :
"Rehabilitasi Spsial Modd Kelembagaan Bagi Remaja Putri Penyalahguna Narkotika
Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA)

adalah benar.merupakan hasil karya saya sendiri dan belwn pernah dipublika.sikan.
Semua surnber data dan il~formasiyang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat


dperi ksa kebenarannya.

Bogor, 27 September 20021

Atv ~ctlawati

Nrp. PO5500007

REaABILITASI Sf3SIA.L MODEL KELEMBAGAAN BAG1 REM4JA IPUTRI
PENYALAHGVWA NARKOTIKA PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF
(NAPZA)
(Kasys di Satu Panti Sosial dan Satu Pondok Pesantren)

OLEH :
ATY SETIAWATI

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untu k
Memperoleh Gelar Magister Sains

Pada

Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCA SARJANA
lNSTITUT PERTANIAN BOGOR

Judul Tesis

:

Rehabilitasi Sosial Model Kelembagaan Bagi Remaja Putri
Penyalahguna

Narkotika Psikotropika

dan Zat Adiktif

(WAPZA).
(Kasus di Satu Panti Sosial dan Satu Pondok Pesantren)

Nama Mahasiswa :


Aty Setiawati

Nomor Pokok

:

PPN/0550€N307

Program Studi

:

Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Menyetujui
Komisi P p m bing

Dr. Ir. Basita gin tin^ Sugihen, MA
Ketua


7

Dr. H. Prabowo Tiitropranoto, MSc
Anggota

Ketua Program S1:udi
Ilmu Penvuluhan Pembaneunan
n-

Prof. Dr.

~

------

Mrtrgono Shmet

Dr. Ign. Dioko Susanto, SKM, APU
Anggota


arjana IPB

i

..Ir. /,@i.Siafrida Manuwoto, MSc
+p

Tanggal Lulus :2'7 September 2002

PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas Rakhmat dan HidayahNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tugas akhir sebuah karya ilmiah
(i.esis) dengan judul : "Kehabilitasi Sosial Model Kelembagaan Bagi Remaja Putri
Penyalahguna Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA)" yang disusun unt1.k
memenuhi persyaratan lulus Program Magister Pasca Sarjana di Institut Pertanian
Ellogor.
Penelitian dan penyusunan tesis ini dapat terlaksana dengan bantuan dan
kleterlibatan berbagai pihak, karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
klepada yang terhorrnat :


1) Dr. Ir. Basita Ginling. Sugihen, MA sebagai ketua komisi beserta Dr. H. Prabowo
Tjitropranoto, MSc dan Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM, APU sebagai anggota
komisi. ,

2 ) Direktur FPS IPES beserta staf, seluruh karyawan PPS IPI3 dan seluruh Dosen
Program Studi PPN - PPS IPB yang telah memberikan bantuan dan pembekalan
sehingga membantu penyelesaian studi.

3:) Direktur Jenderal, Sekretaris Jenderal Pelayanan dan Kehabilitasi Sosial
Departemen Sosial, Kepala Bagian, Kepala Seksi dan staf serh rekan-rekan
fimgsional.
4:) Pimpinan, Kepala. Bagian, Kepala Sie Penyantunan, Koordinator Pekerja Sosial

dan seluruh staf panti sosial serta pimpinan dan seluruh pengurus pondok
pesantren.

5;) Drs. Rudi, Dra Y'ani, Drs. Handa, Drs Joko dan rekan staf Seksi Penyantunan di

panti sosial serta Dra. Dewi dan Dra. Nanay di pondok pesantren yang telah

membantu dan langsung mendampingi dalam pengumpulan data di lapangan.
6 ) Rekan-rekan mahasiswa Program Studi PPN-PPS IPB, khususnva rekan-rekan

angkatan 2000 yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran baik melalui
diskusi maupun bahan-bahan tertulis.
7) Suarni tercinta m'as Agung Tribaju serta anak-anak tersayang Ayu dan Aji atas

segala ketulusin~, kesabaran,

dorongan

sernangat dan

doa'nya

dalam

menyelesaikan s t ~ ~ini.
d i Terima kasih pula kepada seluruh kakak dan adik penulis
di Jakarta, Bandung, Garut, Yogyakarta dan Sumbakva atas semua do'anya.

8) Pihak-pihak lain yang tidak sempat penulis sehtkan dan telalrl memberikan
dukungan dalam rnenyelesaikan studi ini.
Untuk semua ltrl semoga Allah SWT memberikan pahala kebaikan yang
berlimpah dan senloga tesis ini dapat bermanfaat. Amin.

Jakarta, September 2002
Penulis

DAFTAR IS1
Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................... v

DAFT& GAMBAR ................................................................ vi
PENDAHULUAN
Latar Bdakang ..................................................................
Perurnusan Matialah ......................................................
.'. ....
Tujuan Penelitiim ...............................................................
Manfaat Penelit ian .............................................................


1
5
6

7

TINJAUAN PUSTPXA
Rehabilitasi Sosial ............................................................
Rehabilitasi Soslialdan Penyuluhan..........................................
Perubahan Perilaku .............................................................
Perubahan Berencana..........................................................
Masalah Sosial..................................................................
Pcngertian Remaja dan Permasalahannya...................................
Aspek Teoritis Penyalahgunaan NAPZA ..................................
Faktor-Faktor yiig Melatarbelakangi Remaja
UntuklMenjadiI?enyalahguna NAPZA .....................................
Penyalahgunaan dan Ketergantungan Obat ............................,. ....
Pengertian NAPZA dan Jenisnya............................................
ICERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
.......................................................
Kerangka Berpilcir
Hipotesis
................................................................

34
38

METCIDE PENELITIAN
Rancangan, Lokasi d a ~ nWaktu Penelitian ..................................
Smpel Penelitian.............................................................
Rcliabilitas dan Validitas Instrumen.......................................
Pengurnpulan Data ............................................................
Analisis Data ..................................................................
Definisi Operasional.........................................................

39
39
40
41
42
42

HASII. DAN PEMBAHASAN
Gmbaran Umum Lokasi ...................................................
Kegiatan Rehabilitasi Sosial ................................................
Cuakteristik Kepribatlian Pembina ......................................
Fa ktor Individu ....................................................
Faktor Keluarga...................................................
Pa.rtisipasiResponden Dalam Kegiatan Rehabilitasi ...................
Keberhasilan Proses Kegiatan 'Rehabilitasi ..............................
Huibungan Faktor Individu dengan Partisipasi
Responden Dalam Kegiatan Rehabilitasi Sosial .....................
H~ibungan~aktor.~arakteristik
Pembina, Partisipasi Responden
D0llamKegiatan dan Faktor Keluarga dengan Keberhasilan
Kegiatan Rehabilitasi .......................................................
Htibungan Karakterist~k Pembina Dengan Keberhasilan
Kc:giatan Rehabilitasi.........................................................
Htibungan Partisipasi Dengan Keberhasilan Kegiatan Rehabilitasi. .
Hubungan Faktor Keluarga Dengan Keberhasilan Kegiatan
Rehabilitasi ..................................................................
Irnplikasi Penelitian ElagiPelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi di
Panti Sosial dan Pondok Pesantren .......................................

48
52
59
61
86
88

100
113
114

117
118
120
121

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.................................................................
Saran .......................................................................

121
125

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Unnur Responden... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .

61

2. Tlligkat Pendidikan Resmnden.. . ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

63

3. Alisan Responden Me~iggunakan... ... ... ... ... ... ... ... .. . ... ... . .. ... ... ...

67

4. Jenis, Cara Mendapatkim dan Tempat Menggunakan NAPZA
Pertamakali... ... ... ... .. . . . : ... ... ... . . . ... ... ... . .. . . . ... ... ... .. . ... ... .. .

72

5. Frekuensi Penggunaan dan Jumlah Jenis Penggunaan NAPZA.. . ..

81

6. Jeriis NAPZA dan Lama Penggunaan NAPZA.. .. ... ... . . . . . . . . . ... .

84.

7. Aliisan dan Tujuan Responden Mengikuti Kegiatan Rehabilitasi...

85

8. Di!;tribusi Pendidikan clan Penghasilan Orang Tua Resporlden... ..

87

9. Sebaran Kategori Partisipasi Responden di Panti Sosial Dalain

Se1:iap Kegiatan... ... ... . . . ... ... ... ... . .. . . . ... ... ... ... . . . ... ... ... . .. .

95

v.

10. Sebaran Kategori Partisipasi Responden di Pondok Pesantren

Dalam Setiap Kegiatan.. . ... . . . . . . ... ... ... . . . ... ... ... ... . .. . . . ... ... .

99

11. Sebaran Responden di Panti Sosial dan Pondok Pesantren
Berdasarkan Partisipasinya Dalam Seluruh Kegiatan Rehabilitasi

100

12. Sebaran Kategori Keb1:rhasilan Responden di Panti Sosial
Menurut Masing-Masing Indikator.. . . . . . .. ... ... ... ... . . . ... ... ... ..

107

13. Sel~aranKategori Keberhasilan Responden di Pondok Pesantren
Menurut Masing-masir~gIndikator... . . . ... ... .. . . . . . . . . . . ... ... .. . .

112

14. Junlah Responden d.~Etanti Sosial dan Pondok Pesantren
b

Menurut Tingkat Keberhasilan Yang Dicapai ... ... ... ... ... ... ... . .. .....

113

15. Hu.bungan Faktor Karakteristik Pembina, Partisipasi Responden
4

Dan Faktor Keluarga tlengan Keberhasilan Kegiatan
Rehabilitasi di Panti Sosial... . . . ... ... ... .. . . .. ... ... ... . . . ... ... ...

115

16. Hubungan Faktor Ka~tkteristikPembina, Partisipasi Responden

Dan Eksternal Keluarga dengan Keberhasilan Kegiatan
Rehabilitasi di Pondok: Pesantren... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

116

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Indikator Keberhasilan Masing-masing Lembaga ........................

34.

2 . Skema Hubungan Faktor Karakteristik Pembina dengan Keberhasilan
Kegiatan Rehabilirasi Sosial ................................................

35

3 . Skema Hubungan Faktor Individu , Partisipasi Dan Keberhasilan
Kegiatan Rehpbililasi Sosial................................................

36

4 . Skema Hubungan Faktor Eksternal Keluarga Dengan Keberhasilan

Kegiatan Rehabililasi Sosial...............................................

5. Skema Alur Pikir Penelitian ...............................................

36
37

Latar Belakang
Generasi muda sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumberdaya manusia
pelaksana pembangurlan nasional maupun daerah, diharapkan mampu memikul tugas
dan tanggung jawab iaelestarikan dan meningkatkan kualitas kehidupan bangsa dan
negara kesatuan Republik Indonesia untuk mencapai masyarakat adil dan makrnur
berdasarkan Pancasila dan Uridang-Undang Dasar 1945.
Remaja sebr~gaibagian dari generasi muda mempunyai kedudukan yang
slategis dalam kehidupan masyarakat, berbangsa &an ben~egara sehingga perlu
nlendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbrlh dan berkembang
baik secara moral, mental maupun sosial. Agar setiap remaja , terrnslsuk para remaja
putri

dapat mengmbangkan kepribadian dan kernampuannya, mengenal dan

menemukan identitas dirinya serta memainkan peranannya

sesuai dzngan

9

p~rtambahanusianya,

harus didukung oleh lingkungan sosial dan lingkungan

kleluarga. Akan tetapi pada kenyataannya, dalam proses peitumbuhan dan
perkembangannya atfa remaja yang menyandang berbagai perrnasalahan baik yang
disebabkan oleh dirinya maupun dari luar dirinya.
Masa remaja 1nc:rupakan salah satu tahapan dari siklus kehiaupan rnanusia
sebagai masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja,
st:seorang mengalami berbagai macam perubahan fisik, psikis maupun sosial.
Sebagaimana siklus ketudupan manusia pada umumnya, remaja dituntut untuk
rr~elaksanakantugas perkembangan ,misalnya tugas untuk memperoleh suatu sistem

ni1a.i clan etika sebagai pedoman bertingkah laku , melepaskan ketergantungan
emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya, memilih dan mempersiaplcan

diri untuk suatu pekerjaan , bergaul dengan teman sebaya di dalam pola pergaulan
sosicalyang konstruktif tlan mempelajari peran sosial sesuai dengan jenis kelaminnya
(I-bvighurst 1961) . Perempuan secara biologis berbeda dengan laki-IakI, umumnya
masyarakat beranggapan bahwa wanita memiliki sifat-sifat pasif, lembut. bijaksana,

.

kurang percaya diri, senang bicara, tidak memiliki ambisi dan mudah
mengekspresikan dirinya~( Liebert 1986)
Kehidupan saat -ini menunjukkan perubahan yang pesat, kemajuan cli bidang
ekonomi, teknologi, transportasi dan jaringan komunikasi serta sarana kehidupan
lainnya semakin bertambah komplelts. Hal ini tentu akan membawa perubahan hidup
masyarakat, tidak terkec:uali pada kehidupan remaja, sehingga remaja dihadapkan
pa& tantangan yang semakin kompleks dengan berbagai pengaruh yang bersifat
positif maupun negatif Pengaruh positif, tentu saja akan mengantarkan remaja pada
11'

pertimbeaq
kedewasaan
1

yang baik. Sedangkan pengaruh yang negatif dapat

menghaqpt perkerpb;lligiin remaja dalam mencapai kedewasan, terutarna dari segi
psikis dqp sosial. Kem~luagQi berbagai sektor belum tentu berpengaruh positif bagi
remiija, v~/$aqkaplf-/cpQpng memberikan pengaruh negatif karena remaja masih
1

labil daq mvdah t e ~ g a p poleh situasi lingkungan (Gunarsa 1991)

.

Semakin

kompleq? phidupaq aFqn semakin banyak pula tuntutannya, apabila remaja tidak
,

I

I

I

dapat memenuhi tuntutan ini remaja
,

akan mengalami kesulitan dan kekecewaan.

&thk m&iii\i\~~p~
kekeece,wmn serta mendapatkan kepuasan, sebagian dari mer-ha
melakukan tindakan yang da$t

merugikan dirinya atau masyarakat seperti

perlcelahian massal, penyalahgunaan Narkotika, Psdikotropika dan Zat Adiktif (
NAPZA), pemerasan, pelanggaran seksual, pencurian, bahkan perampokan dan
pentbunuhan ,khususnya di kota-kota besar (Dirdjosisworo 1974).

NAPZA merupakan singkatan dari Narkoti ka, Psi kotropika dan Zat adiktif.
Merlurut Undang-Undang KI No. 22, narkotika adalah zat yang dapat menghilangkan
rasa sakit dan menenangkan syaraf, sedangkan psikotropika adalah zat atau obat
alamiah maupun sintetis yang bersifat psikoaktif melalui pengarr~hselektif pada
susunan syaraf push dan menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perillaku. Sementara zat adiktif adalah zat yang tidak tergolong pada narkotika
4

maupun psikotripika,

dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati dan perilaku

seselorang.
Masalah penyalahgunaan NAPZA menjadi salah satu masalah sosial yang cukup
besar dimana

pada tahun 2000 tercatat sekitar 3 juta penyalahguna NAPZA

(Wn:sniwirio 2000 ), padahal fenomena NAPZA adalah seperti gunung es , artinya
yang tampak di permukaan jauh lebih kecil dibandingkan dengan yaiig tidak nampak
sehingga jumlah penyalahguna NAPZA sesungguhnya bisa saja sepuluh kali lipat

dari yang tercatat (Hawari 2000 ) .
Jurnlah ~emajapenyalahguna NAPZA dari tahun ke tahun terus memingkat.
baik putra maupun putri (Direktorat NAPZA 1999). Kondisi ini memprihatinkan,
khususnya remaja putri penyalahguna NAPZA yang kelak akan menjadi pendidik
pertalma dalam keluarga dan akan menentukan kualitas generasi penerus selanj~dnya.
Pennasalahan penyalahgunaan NAPZA bukanlah masalah yang suderhana,
tetapi ada berbagai unsur kepertingan di dalamoya, baik menyarigkut aspek politik,

sosial, ekonomi maupun budaya . Salah satu faktor utama yang menyebabkan
masalah penyalahgunaan

NAPZ A sulit diberantas

adalah karena lemahnya

supremasi hukum (Hawari 2000)
Mal-aknya peredaran maupun penyalahgunaan NAPZA dapat menjadi ancaman
berlbahaya bag bangsa Indonesia. Jika terus dibiarkan

bangsa Indonesia akan

mengalami lost of generation ( PIK Kompas 200 1) mengingat sebagian besar pelaku
dan korban penyalahgunaan NAPZA adalah remqja.

Tingginya kecenderungan

rernaja terlibat dalam kasus penyalahgunan NAPZA dapat dilihat pula dari data
Recon Indo (Yayasan Research Consultant Indonesia 2001) yang melakukan tes urine
terhadap 1.029 siswa SMU dari 64 sekolah. Hasil tes tersebut menurqukkan 35 %
atau 290 siswa ditemukan sebagai pecandu berat dan juga pengedar NAPZA, bahkan
dalaim tes ini ditemukan pula bahwa usia perkenalan dengan NAPZA semakin muda.
Data tersebut *enyebutkan anak berusia 6 tahun sudah rnengisap rokok, usia 10
t a h ~ nsudah menggunakan zat halusinogen dan psikotropika bahkan pada usia 13

tahun sudah menggunakan opium. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan karena
rem,aja adalah generasi penerus yang akan menjadi tumpuan bangsa di masa depan.
Dengan terlibatnya remaja ke dalam masalah penyalahgunaan NAPZA, bangsa
Indonesia akan kehilangan sumber daya manusia berkualitas yang akan mampu
berkompetisi di ern global, karena itu masalah penyalahgunaan NMZA oleh remaja
perlu segera ditanggulangi melalui suatu upaya kegiatan yang nlelibatkan berbagai
pihak secara berkesinambungan untuk melaksanakan usaha kesejahteraan sosial baik
berupa kegiatan yang berfungsi sebagai pencegahan , rehabilitasi, pengernbangan
maupun penunjang.

Perumusan Masalah

Remaja korban penyalahgunaan N APZA meru pakan sekelompok remaja
bennasalah yang tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik sehingga
tergolong kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial dan menjadi garapan
penlbangunan bidang kesejahteraan sosial, khususnya ~nelaluikegiatan rehabilitasi
sosial. Kegiatan rehabilitasi sosial diartikan sebagai suatu proses pengembalian fungsi
sosial dan pengembangan agar memungkinkan penyandang masalah

mampu

melaksanakan gembali fungsi sosialnya dengan baik dalam masyarakat dan marnpu
mengatasi masalah-masalahnya sendiri.
Beberapa instansi pemerintah telah menangani

masalah penyalahgunaan

NAPZA , antara lain Departemen Sosial melaksanakan kegiatan rehabilitasi sosial
bag remaja penyalahguna NAPZA melalui sistem pembinaan panti dan non panti.
Di pihak lain, lembaga sosial masyarakat berupa yayasan sosial mailpun yayasan
yang bersifat keagamaan seperti pondok pesantren ada yang telah mampu
men~yelenggarakankegiatan rehabilitasi sosial bagi para remaja

penyalahguna

NA13ZA dengan penekanan aspek dan pendekatan yang 'oerbeda, sehingga memberi
andil yang cukup besar dalam membantu pemerintah menanggulangi permasalahan
rem,aja penyalahguna NAPZA.
Penelitian

ingin mempelajari proses kegiatan rehabilitasi sosial bagi remaja putri

penyalahguna NAPZA yang dilaksanakan melalui pnnti sosial dan pondok pesantren
u n t ~ ~menjawab
k
permasalahan
berikut :
b

l).!;ejauhrnana keberhasilan pencapaian tujuan masing-masing kegiatan telah
tliperoleh panti sosial dan pondok pesantren dalam proses rehabilitasi sosial
~xnyalahgunaNAPZA.
2). Faktor apa saja yang berhubungan dengan keberhasilan atau kegaga1a.n pencapaian
tujuan masing-masing kegiatan di panti sosial dan pondak pesantren dalam proses
rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA.
3). Bagaimana mengembangkanl memperbaiki cara pencapaian tujuan masing-

tnasing kegiatan di panti sosial clan pondok pesantren dalam proses rehabilitasi
sosial penyalahguna NAPZA.
b

Tujuan Penelitian

Sestlai dengan pokok masalah yang dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk :
1). Mempelaiari 'keberhasilan pencapaian tujuan panti sosial dan pondok pesanven
dalam proses rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA.
2). ~empelajirialasau-alasan keberhasilan atau kegagalan keberhasilan pencapaian
tujuan masing-masing kegiatan di panti sosial dan pondok pesantren dalam
proses rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA.

3). Mengerrlbangkan/memperbaiki cara pencapaian tujuan masing-masing kegiatan
di panti sosial dan pondok pesantren dalam proses rehabilitasi sosial
penyalahguna NAPZA.

,

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam menyusun
keblijakan perencanaan kegiatan rehabilitasi sosial , khususnya dapat menjadi
msjukan yang bermanfaat kepada masing-masing lembaga penyelenggara kegiatan
rehabilitasi sosial

dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga dan pelayanan

rehiabilitasi sosial bagi para remaja penyalahguna NAPZA. Selain itu dit~arapkan
dapat memperkaya wacana ilmu penyuluhan pembangunan.

TINJAUAN PUSTAKA
Rehabilitasi Sosial
l'engertian
Menurut UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotika, yang dirnaksud dengan
rehabilitasi sosial adalah proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental
rnaupun sosial agar penyalahguna NAPZA dapat kembali melaksanakan fungsi sosial
dlalam kehidupan bermasyarakat (Departemen Sosial 1999)
Selanjutnya Pemerintah RI menegaskan bahwa rehabtlitasi sosial adalah usaha
untuk memulihkan kembali integritas diri, percaya diri, kesadaran serta tanguilg
jawab sosial sehingga penyalahguna NAI'ZA mau dan mampu melaksanakan fungsi

dan peran sosialnya secara wajar dalam tatanan hidup bermasyarakat (Departemen
F'enerangan 1999)
Eiertolak dari pengertian di atas, maka pengertian rehabilitasi sosial adalah suatu
usaha yang bertujuan untuk mengubah perilaku, memulihkan harga diri dan
n~engembalikan fungsi sosial

penyalahguna NAPZA agar mampu menjalankan

kehidupannya kemhal i dalam masyarakat.

Rehabilitasi Sosial Sebagai Program
Rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA dapat dilaksanakan oleh lembaga
(lbukan perseorangan) sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilaksanakan oleh
t~znaga-tenagaprofesional yang memenuhi kualifikasi dengan izin pemerintah melalui
Departemen Sosial.

Pelayanan rehabilitasi sosial dilaksanakan inelalui sistem panti dan non panti. Sistem
panti merupakan sistem pelayanan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan dalam panti
dt:ngan memanfaatkan fasilitas panti sebagai wadah pembinaan klien , sementara non
pzinti merupakan sistem pelayanan luar panti yang dilaksanakan dengan
memanfaatkan sumber potensi yang ada dalam masyarakat sebagai wadah pembinaan
klien yang berbasis komunitas. Keseluruhan proses rehabilitasi sosial sebagai
pr.ogram secara.garis besar umumnya dapat dibagi dalam 3 tahapail yaitu (1) Tahap
pra rehabilitasi terdiri h r i kegiatan pendekatan awal , penerimaan dan penilaian ;(2)
Tihap Rehabilitasi terdiri dari kegiatan-kegiatan pembinaan dan bimbingan ; (3)
Tihap Pasca Rehabilitasi terdiri dari kegiatan resosialisasi, rujukan dan pembinaan
lanjut.

.

Rehabilitasi Sosial dan Penyuluhan

,

Seperti telah disebutkan, rehabilitasi sosial merupakan upaya yang
dilaksanakan untuk mengubah perilaku, memulihkan harga diri dan mengembdikan
fimgsi sosial agar mampu menjalankan kehidupannya kembali d a l m masyarakat.

Pi&

dasarnya rehabilitasi sosial merupakan suatu upaya agar penyandang masalah

pt:nyalahguna NAPZA dapat

menolong dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengar,

fa~lsafah penyuluhan, Kelsey dan Hearne (1992) menyebutltan bahwcl falsafah
p:nyuluhan

adalah bekerja bersama masyarakat untuk membantu mereka

rr~eningkatkan harkatnya sebagai manusia. Dari penclapat tersebut, Mardikanto

(I 992) mengemukakan beberapa pengertian, yaitu (1) Penyuluh hams bekerja sama
dengan masyarakat, (2) Penjruluh tidak menciptakan ketergantungan dan (3)

F'enyuluh berupaya ~nenciptakantenvujudnya kesejahteraan dalsm masyarakat dan
b

~cningkatanharlcat ~nartabatnyasebagai manusia. Sementara Menurut Direktorat
Elina Kesejahteran Sosial (1998), penyuluhan sosial adalah proses komunikasi
ii~formasidan edukasi yang berencana, terarah dan berkelanjutan, ditujukcmkepada
sieluuh pangsa khalayak untuk meinberikan pengetahuan dan menggugah kesadaran,
nlendorong terciptailya sikap positif dan menggerakkan perilaku (prakarsa dan
kegiatan) semila individu, kelompok dan seluruh masyarakat dalain pembangunan
kesejahteraan sosial.

Dari beberap2 pendapat tersebut

dapat clipahanii bahwa penyuluhan

nlempunyai tujuan yang bersifat mendidik baik dari segi sikap, pengetahuan maupun
keterampilan dan bersifat mengembangkan kemarnpuan agar individu-individu yang
bersangkutan dapat lr~emilikikemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
Demikian pula pada tlasarnya dengan rehabilitasi sosial yang dilakukan pada kedua
I

lembaga memiliki tujuan akhir agar para penyalahguna NAPZA dapat mengalami
perubahan sikap pengetahuan clan keterampilan untuk dapat menyelesaikan sendiri

Perubahan Perila ku
Kegiatan rehabilitasi

sosial sama halnya dengall penyuluhan, yaitu

merupakan kegiatan gendidikan untuk membantu sasaran didik mengubah perilaku,
st:hingga mencapai kesejahteraan lahir dan bathin.
Perilaku menurut Slanet (1975) yaitu segala tindak

tanduk seseorang yang bisa

diamati oleh orang lain, sedangkan menurut Asngari ( 2001) perilaku ada yang

terlihat secara jelas (overt behaviour) dan kadltngkala tidak rer1iha.t secara nyata
(covert behaviour).
Perilaku dipengaruhi oleh unsur-unsur yang membentuknya. Men~lrut Isaac dan
h4ichael (1981) ada tiga kawasan yang membentuk perilaku seseorang , yaitu
kognitif, afektif clan psikomotorik . Untuk mengubah perilaku seseorang, dapatlah
dilakukan dengan mengubah salahsatu unsur atau bahkan ketiga-tiganya, dimana
perubahan salah satu unsur akan saling mempengaruhi.
Eierdasarkan pernbagian ini

hubungannya dengan kegiatan rehabilitasi sebagai

pendidikan untuk perubahan perilaku, maka ada 3 kawasan yang tercakup dalam
tujuan pendidikan ,yaitu :
a. Kawasan Ko,yitif, yaitu perubahan perilaku yang berkenaan dengan

aspek

intelektualitas dan pengetahuan seseorang, meliputi :
1. Pengetahuan (knowledge), suatu tingkatan pengetahuan seseorang yang telah

mencapai kemarnpuan mengingat-ingat.

2. Pengertian (comprehension), tingkat kemampuan pada pengertian sesuatu hal
yang diajarkan sehingga dapat menjelaskan dengan kata-kata sendiri.
3. Penggunaan (application), yaitu dapat melaksanakan apa yang dipelajari.
4. Analisa, kemarnpuan seseorang untuk menguraikan

ha1 yang dipelajari

sehingga jelas unsur dan strukturnya.

5. Sintesa, meliputi kemampuan untuk menghubungkan ha1 yang dipelajari
hingga dapat menciptakan ha1 baru.
6. Penilaian, mengembangkan kemampuan untuk menilai sesuatu hallide.

b. Kawasan Acektif, menyangkut kebiasaan, perasaan dan enosi, meliputi :
I. ~ e c e i v i n ~(menerima) , penekanan perubahan perilaku pada kemauan
seseorang yang belajar untuk menerima hal-ha1 yang baru.

2. Responding (bereaksi menanggapi), yaitu memberikan reaksi berupa
tanggapan terhadap ha1 yang dipelajari.

3. Validing (penilaian, melibatkan diri), kemampuan melihat dan menilai fakta
yang diajarkan.
4. Organizing (pengaturan) bila seseorang telah mampu mengubah tata nilai

perilaku yang dimilikinya.
5. Characterization (penghayatan), bila seseorang yang diajar benar-benar telah

menghayati apa yang dajarkan.

c. Kawasan Psikomotor, merupakan proses perubahan perilaku ya.ng berkenaan
dengan keterarnpilan seseorang dalam mengerjakan sesuatu dipengaruhi oleh
kekuatan, keoepatan, ketepatan, keseimbangan dan kecem~atan.

Perubahan Berencana
Tahapan kegiatan rehabilitasi sosial ini sejalan dengan urutan perubahan yang
terencana (planned change) menurut Lippit (1958) yang diawali oleh adanya
hubungan antara Agen Pembaruan (AP) dengan individu klien yang terdiri dari fasefase sebagai berikut :

F'ase 1 :Pembentukan kebutuhan untuk berubah
Ada tiga tipe permulaan hubungan antara Agen Pembaharu (AP) dengan
klien yaitu (1) hubungan dimulai ketika AP melihat ada kebutuhan untuk dibantu
dar~suatu sistem klien dan mencoba untuk menstimulasi kesadazan klien untuk
4

berubah ; (2) hubungan dimulai ketika ada pihak ketiga yang memiliki hubungan
baik dengan AP ataupun klien yang melihat adanya kebutuhan dari klien kemudian
mengambil inisiatif untuk mempertemukan AP dengan klien ; (3) hubul~gar~
dimulai ketika sistem klien sendiri sensitif akan kelemahan mereka dan secara '&if
mencari bantuan dari pihak luar.

Fase 2 :Pembentukan hubungan AP dengan klien
Pada fase ini

terjadi pendugaan motivasi klien untuk menerima dan

memanfaatkan bantuan yang diberikan sekaligus upaya pembentukan hubungan
kohesif antara AP dan sistein klien. Disini juga AP menyeimbangkan antara
realisme d m optimisme. AP hams membantu sistem klien mengerti akan adanya
pennasalahan yang mungkin timbul selama

proses hubungan mereka tanpa

mengecilkan semangat klien.

Fase 3 :Diagnosis Permasalahan
Metoda yang digunakan AP pada fase ini dapat diklasifikasikan kedalam 4
cara : 1) mendapatkan informasi ; 2) pengolahan informasi atau formula diagnosa ;
3) menstimulasi pemahaman dan menerima pandangan diagnostik; 4) Menanamkan
keahlian diagnostik

Fase 4 :Menyusun Maksud dan Tujuan Kegiatan
Yerhatian khusus diberikan pada inti bantuan yang akan diberikan pada klien
untuk menyusun tujuan pembaruan dan membangun komitmen pembaaruan. Ada
empat cara yang digunakan dalam ha1 ini , yaitu : (1) menjelaskan arah dari
pembaruan ; (2) membangun dan mendorong keinginan untuk ber~lbah ; (3)
menyediakan kesempatan untuk pengujian yang bersifat antisipasi ; (4) membangun
dan memobilisasi kompetensi dalam bertindak.

Fase 5 :Transfer dan Stabilisasi Perubahan
lvlemperoleh kesadaran baru dan membangun keinginan baru serta keahlian
baru adalah ha1 penting dalarn pembaruan. Tetapi yang lebih sulit adalah
mempertahankan stabilitas dan pennanensi dari perubahan perilaku klien ketika

AP tidak lagi bersama klien.
pembaruan,

. bagaimana

AP harus melihat sejauh mana keberhasilan

cakupan pembaruan dan pentingttidaknya dukungan

khsusus bagi klien untuk menjarnin permanensi pembaruan.

Fase 6 :Generalisasi dan Stabilisasi Perubahan
Fungsi utama AP dalam fase ini adalah untuk menjamin generalisasi dan
penyebaran usaha pembaruan yang telah dimulai. Keterlibatan AP tidak hanya
menjaga pembaharuan,. tetapi juga mengupayakan cara agar pembaruan dapat
menyebar dengan mudah keseluruh bagian sistem klien.

Pelembagaan perubahan sebagai stabilisator
Ketika perilaku baru diterima, kekuatan untuk memeliharan hubumgan mulai
meningkat. Bagian penting AP adalah untuk mendorong antusiasme dan
merealisasikan bahwa setiap perubahan

adalah sementara dan tidak pernah

berhenti.

Fase 7 :Mencapai Hubungan

Kecenderungan dominan adalah mencari akhir hut~unganAP-klien untuk
memperoleh kembali kebebasan dari pihak yang mengikat. Kecenderungan
lainnya justru rnencari hubungan yang lebih dekat dan lebih terikat dengan AP
atau menghambat segala kemungkinan retaknya hubungan.

Masalah Sosial

Masyarakat merasakan ada kondisi-kondisi tertentu yang mengganggu dan
pzrlu diperbaiki karena meskipun kondisi tersebut hanya terjadi pada beberapa
'

.b

anggota populasi, tetapi menjadi masalah bahkan mengganggu dan menimbulkan
keresahan' pada seluruh anggota masyarakat bukan hanya kepada bebera,pa orang
yiing terpengaruh secara langsung. Kondisi tersebut perlu segera diperbaiki agar tidak
berpengaruh negatif pada masyarakat. Masalah sosial seperti dimaksud misainya
kt:miskinan, kejahatan, penyalahgunaan obat-obatan, dan sebagainya.
Kornblurn dan

Julian (1989)

menyebutkkan bahwa masalah sosial

sebenarnya merupakan hasil dari pengaruh tidak langsung

pola-pola perilaku,

struktur dan kultur sosial serta stratallapisan sosial yang berbeda sehingga sulit untnk

saling menyesliaikan

dan terjadi berbagai benturan kepentingan yang sulit

tfimplementasikan.
Ada beberapa pendapat mengenai limbulnya masalah sosial menurut perspective
f iinctionalist, conjlrct dun

inteructionist. Perspecfive functio~~alist berpendapat

b

hahwa masyarakat terdiri dari keragarnan manusia yang saling berhubungan satu
sama lain', dan masalah sosial adalah

kekacauanlgangguan di dalam sistenr

nnasyarakat yang beragam tersebut. Selain itu, masalah sosial juga merupakan
penyimpangan pola-pola lernbaga yang mengharuskan lembaga tersebut secepatnya
nzengadakan perubahan sosial.
Sementara pq~spective conflict menggambarkan

masalah sosial sebagai suatu

kondisi benturan nilai-nilai &lam masyarakat yang timbul sebagai akibat adanya
perbedaan kelas, ras, etnis,,ienis kelamin, umur dan masalah umum lainnqa.
Selanjutnya menurut perspective interucsionist, penyimpangan atau masalah sosial
adalah bukan masalah individu, karena sesuatu dikatakan menyimpang atau ti&k
nienyimpang adalah tergantung daripada reaksi masyarakat terhadap apa yang merek?

Pengertian Remaja dan Permasalahanya
P'engertian
Istilah remaja berasal dari bahasa latin "adolesence" yang bei-arti tun~buhke
arah kernatangan atau kedewasaan yang meliputi seluruh aspek kepribadian baik

f isik, mental maitpun sosial.

Menurut WHO, Achir dalam Sanusi dkk ( 1996 ) mendefinisikan rema-ja sebagai
individu yang sedang mengalami masa peralihan yang dari segi kematangan biologis
seksual

sedang berangsur-angsur mempertunjukan karakteristik seks sekunder

r:ampai rhencapai kematangan seks yang dari segi perkembangan kcjiwaan sedang
herkernbang dari sifat kekanak-kanakan menjadi dewasa, sementara dari segi sosial
e:konomi adalah individu yang beralih dari ketergantungan menjadi relatif bebas.
EAenurut Pieget ( Hurlock 1997 ) secara psikologis lnasa relnaja merupakan usin
tlagi seorang individu untuk berintegrasi dengan orang dewasa. Seorang anak pada
usia seperti ini tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua
melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam rnasalah

hak. Pada masa ini si anak juga lnengalami perubahan-perubahan intelektual yang
niencolok yand diperlukan dalarn berhubungan dengan orang-orang yang lebih
dewasa.
Cli sisi lain, Hall ( Fitzgerald dan Mc Kinney 1970 ) menyebutka~~
nlasa remaja

n~erupakanmas3 strum udn drung atau storm and stress. Dala~nkunln waktu itu
n~anusiamudah tersoda, mudah bergulir keyakinan dan ingin cepat mengalihkan
kepedulian di scat mendapatkan dan berhadapan dengan sesuatu yang tidak
m.enyenangkanmenurutkonsep dirinya.
Sementara mengenai batasan usia remaja, sampai saat ini belum ada kesepakatan
yang bersifat universal. Berbagai ahli mengemukakan pendapat tentang batasan usia
renlaja ini, antar lain oleh Monks (Siti R.H. 2002)) dengan membagi aspek
pxkembangan remaja pada usia 12-15 tahun sebagai masa remaja awal, 15-18 tahun
sebagai remaja pertengahan dan 18-21 tahun sebagai remaja akhir. Batasan lainnya

tlari Remplein (Siti R.H 2002) ) lebih rinci membagi masa perkembangan remaja
laki-laki dan wanita dengan menyisipkan masa jugencrise di antara masa pubertas
clan adolsensi sehingga terbagi menjadi 4 kelompok umur remaja wanita , yaitu
101/2-13 thn, 13-15 !4 thn, 15 %- 16 % thn dan 16 %- 20 thn.

IPermasalahan Remaja
Harboenangin

(Sanusi dkk 1996) menbwraikan masalah-masalah tipikal

remaja sebagai berikut :

I . Perubahan Fisik yang Cepat
Dengan melihat bentuk fisiknya yang sudah dewasa, lingkungan sekitar remaja
sering menuntut reinaja untuk berperilaku seperti orang dewasa, padahal naluri
mereka masih kekanak-kanakan, masih suka bermain dan kurang tanggung
jawab.

2. Ketidakstabilan emosi.
Keadaan emosi yang tidak stabil karena adanya tuntutan lingkungan yang
berlebihan, sehingga keharusan ini membuat remaja gelisah karena khawatir
apabila

mexeka tidak mampu melaksanakan tugas orang dewasa, sehingga

menimbulkan kecemasan yang berpengaruh terhadap kestabilan emosinya.
,

3. Knsis Identitas
Remaja merupakan sosok manusia yang berada pada posisi transisi , sehingga
mereka sering mengalami masalah dalam ha1 identitas. Dalsun kondisi seperti ini,
biasanya remaja

sering membentuk dunianya sendiri untuk mendapatkan

identitasnya yang khusus dibangun bersama kelompok sebaya. Dalam

kelompoknya remaja membangun

budaya,

nilai, aturan bahkan bahasanya

sendiri yang hanya mereka pahami, sehingga seringkali berbenturan dengan
budaya, nilai atau aturan secara umuin.
4. Konflik dengan orangtua

Konflik dengan orang tua adalah ha1 yang tidak dapat dihindarkan oleh remaja.
Remaja ingip bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang diyakirli
oleh rnereka, sementara di pihak orang tua menginginkan bahkan mengharuskan
anaknya mengikuti nilai-nilai yang dianutnya..
Menunlt Soekanto ( Basri 1995) masalah-masalah yang dihadapi remaja dapat
mempengaruhi perkembangan kejiwaan maupun fisik remaja. Dan apabila
kesulitan-kesulitan tersebut tidak dapat mereka atasi, maka remaja akan
mengalami disorganisasi perilaku, murung, suka bertengkar, bersikap anti sosial,
kesepian, masa bodoh pada dirinya sendiri dan sering menyalahkan orang lain
untuk melarikan diri dari kenyataan yang dihadapi.
Kalangan remaja yang terlibat dalam masalah penyalahgunaan NAPZA sering
berhubungan dengan

aspek psikologi remaja yang bersangkutan. Seperti

dikemukakan Zakiah Daradjat ( 1990) di dalain masyarakat, golongan remajalah
yang paling banyak meagalami benturan jiwa

yang berat, yaitu n~erupakan

akibat dari perubahan-perubahan psikologis yang dialami remaja. Penyebabnya
antara lain karena perubahan peran dari masa anak-anak menuju dewasa, adanya
dorongan untuk mendapatkan kebebasan yang menyebabkan timbulnya
pemberontakan terhadap orang tua serta adanya kegoncangan ernosional
menyebabkan reaksi emosi yang labil dan sulit dirainalkan.

Adanya benturan seperti ini inemungkinkan remaja mencari seswatu yang dapat
menolong mereka dari keadaan itu sebagai kompensasi sehiqgga

merekit

menemukan jalan keluar yang mudah dengan menggunakan obat penenang,
alkohol, ganja, narkotika atau obat-obatan psikoaktif'lainnya.
Nadeak (1978 ) menemukan bahwa pubertas remaja menunjukkan gejala ingin
memberontak terhadap sekitarnya. Tingkah laku ini merupakan gejolak remaja
yang

harus disaliukan dengan baik karena

bila tidak tersalurlcan dapat

menimbulkan berbagai kenakalan remaja seperti salah satunya. peyalahgunaan
NAPZA dalam kalangan reinaja.

Aspek Teoritis Penyalahgunaan NAPZA
Teori Motivasi

Motivasi adalah segala daya yang mendorong seseorang unttik melakukan
sesuatu. Daya atau kekuatan ini dapat berupa peinenuhan kebutuhan biologis maupun
kebutuhan sosial. Motivasi dapat muncul dalam diri seseorang atau dari proses
peagalaman dan proses belajar yang dilakukan seseorang . Morgan (1961) ~nembagi
dc~rongan(drives) ke dalam dua kelas, yaitu

dorongan primer dan dorongan

sekunder. Dorongan primer ada dalarn setiap diri nianusia sepanjang hldupnya,
berupa dorongan fisiologis seperti minum, makan, tidur, sex, juga dorongan yang
bersifat umum seperti bergerak, takut, ingin tahu, curang dan kasih sayang.
Sementara dorongan sekunder sangat kompleks untuk dipeliijari , sehingga yang
dipelajari adalah tujuan pemuasan dan perilaku untuk metlujudkan tujuan tersebut.

Selanjutnya dijelaskan Morgan et al. (1984) dalam bukunya yang lain bahwa motivasi
adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorong tingkah laku mengarah
pada pencapaian tujuan. Menurutnya motivasi terbagi atas tiga aspek, yaitu (1)
dorongan dalam diri, (2) tingkah laku yang dimunculkan dan diaralzkan oleh
dorongan tersebut dan (3) adalah tujuan yang akan dicapai melalui tingkah laku.
1nl;ensitas suatu perilaku bergantung pada besar kecilnya motivasi yang ada, sehingga
mc:rupakan indikator arah suatu perilaku.
Menurut Petri (Robins 1981), pendekatan motivasi sebagai penyehab timbulnya
tirtdakan meliputi pendekatan insting, pendekatan dorongan (drive) dan pendekitan
kalgnitif. Hal ini dimulai dari adanya kebutuhan yang sifatnya internal.
Kt:butuhan menimbulkan ketegangan , dan ketegangan ini dapat menimbulkan suatu
energi atau doiongan untuk mengadakan pemuasan terhadap kebutuhan, yaitu pemuas
yang sifatnya ekstenlal.
Motivasi dapat terjadi secara intrinsik, yaitu timbul dal-i dalam diri seseorang, dapat
ju,ga terjadi motivasi ekstrinsik yang timbul karena adanya dora~gandari luar
dirinya. Karena itu, teori ini memandang penyalagunaan NAPZA timbul karma
ad.anya dorongan untuk pemuasan kebutuhan yang ada dalam diri seseorang atau juga
ti~nbulkarena adanya dorongan dari luar diri seseorang, berupa tekanan situasi atau
kondisi yang datang dari lingkungannya seperti keluarga, teman sebaya, kdompok
maupun liigkungan masyarakatnya.

'Teori Behaviorial
Wikler ( Blachly 1973) menyebutkan bahwa terjadinya ketergantungan pada
suatu jenis obatlzat merupakan proses pembiasaan (conditioning) ,yaitu :

( I ) Primury reinforczr : adanya perasaan subyektif yang menyenangkan akibat
pemakaian zat.
(2) Negative Reinforcer

:

Rasa takut dan tidak enak akibat menghentikan

pemakaian h t sehingga mendorong untuk menggunakan lagi.
(3) Secondary reinforcer : adanya perubahan perilaku akibat memakai zat dinlana
4

seseorang menjadi tidak agresif dan lebih mudah mengadakan interaksi sosial.
(4) Secondury Negative reinforcer : timbulnya gejala mirip gejala putus zat bila

seorang pecandu zat mengalami situasil melihat barang yang ada hubungannya
dengan pernakaian zat.
Selain dilihat dari sudut pandang teori di atas, usaha untuk memahami dinamika
penyalahgunaan NAPZA dibuat dalam beberapa tingkat konseptual, antara lain
sebagai berikut:

Psikologi
Psikiatris maupun psikolog klinis memand'zng penyalahgwxaan NAPZA
sebagai akibat dari ganggpan emosi danketidakinampuan bahkan sebagai hasil
belajar. Beberapa pendekatan diantaranya :
a. Psikoanalitis
Menurut teori ini, anak biasanya berkembang dari tahap rasa kecintaan terhadap
dirinya sendiri (nurcicisme) di mana segala kebutuhannya bisa segera terpuaskan.

Ketika mereka mendapatkan masalah berupa tekanan atau lainnya yang tidak
mengenakan dirinya, maka mereka akan kembali pada sifat masa kecilnya, dan
NAPZA dapat memenuhi kebutuhan itu karena merriiliki daya kerja mengurangi
tekananlketidakpuasan yang mereka alami.

b. Kepribadian Adiktif
Teori ini menganggap bahwa para penyalahguna NAPZA memiliki kepribadian
yang adiktif, climana secara umum memiliki ciri sering merasa cemas, tegang,
kurang rasa percaya diri dan harga diri, menginginkan kebutuhannya segesa
terpuaskan, impulsif, memiliki sikap dan tingkah laku yang tidak lazim dan
terlalu mempermasalahkan penyakit jasmaniah ringan.
c.

Model Medis
Para penganut teori ini berpendapat bahwa

para penyalahguna NAPZA

mempunyai tipe-tipe tertentu yang berbeda dengan orang lain karena mereka
adalah individu yang sakit, baik secara fisik maupun emosional dan memerlukan
pertolongan medis dan psikiatri.

d. Teori Belajar
Pada prinsipnya teori ini membahas tentang perilaku seseorang, bahwa seseorang
melakukan

sesuatu

karena

ada

imbalannya,

demikian

juga

orang

menyalahgunakan NAPZA, mereka bukan ha:nya mendapatkan kenikmatan
seperti euforia dan pengurangan stress, tetapi juga memperoleh hadiah secara
sosial berupa persahabatan dan penerimaan dari para pengguna lainnya,
Penolakan fihak lain justru akan membuat yang bersangkutan semakin terikat
dengan gaya hidup sebagai pengguna NAPZA.

e. Struktur Sosial
Teori ini pacla dasarnya menekankan bahwa tingkah laku menyimpang terjadi
pada masyarakat yang anomie yang disebabkan oleh persaingan yang sangat
ketat untuk mendapatkan berbagai ha1 yang diangap sebagai lambang kesuksesan
hidup. Dalam kondisi masyarakat seperti ini perilaku mecyimpang rriudah terjadi,
biasanya di:akukan oleh orang-orang yang tidak mampu rnenyesuaikan diri
dengan kondisi 1ingkungan.

E'sikologi Sdsial
Ahli Psikologi sosial tertarik dengan masalah i~teraksikepribadian dengan
s~mktursosial. Psikologi sosial yang bereorientasi pada sosiologi pada dasarnya
nlemusatkan perhatian pada "diri sendiri" (self) dan "peranan sosial" (social role).
hlenurut para sosiolog, meskipun seseorang berupaya rnenciptakan diri sendiri, akan
tt:tapi diri sendiri itu juga merupakan hasil interaksi dengan orang Lain.
Konsep dasar lainnya adalah "peran", dimana para psikolog memandang peran
scbagai pola perilaku yang diinginkan (expected behaviour patterns). Jadi sikap
nlaupun perilaku seseorang senantiasa didasarkan pada perannya.
a. Teori Lindsemith (Burns 1979)
Lindsemith menemukan bahwa para penyalahgurva NAPZA mempunyai
sifat-sifat "self' yang adiktif, sedangkan yang tidak menyaiahgunakan NAPZA
4

ti&k mempunyai sifat tersebut.

b. Teori Kaplan ( 1964)
Kaplan juga pa& dasarnya menekankan

konsep 'diri", tetapi lebih

menekankan pada self esteem (harga diri) atau terhadap sense of self-worthnya
(nilai diri) seseorang. Menurutnya tindakan seseorang senantiasa ditujukan untuk
memaksimalkan

pengalaman--pengalaman posi ti fnya

dan

n~eminimalkar~

pengalaman yang negatif. Dengan adanya pengalaman pribadi yang negatif, maka
seseorang akan mencari pengalaman lainnya sebagai alternatif yang ditujukan
untuk mempertinggi "self'nya, antara lain meggunakan NAI'ZA karena dianggap
dapat mewakili penolakan dari norma kelompok, memfasilitasi dalam
1

mempertinggi "self' melalui interaksi dengan sesama penyalahguna NAPZA dari
dianggap mampu menolong menghilangkan rasa "penghukuman diri sendiri" (self
punitive).

Ptmdekatan Subkultur
Para antropolog yang menggunakan konsep "kultur" (budaya) sebagai cara
ur~tukmenunjuk kepada keyakinan masyarakat, nonna dan nilai masyarakat. Para
sasiolog juga percaya bahwa dalam masyarakat terdapat banyak subkultur yang
memiliki norma dan nilai yang berbeda, antara lain etnik, kelas sosial dan hmensi
lainnya. Demikian para kriminolog percaya bahwa banyak kejahatan terjadi sebagai
hiisil dari konflik antara norma sebagian besar penduduk kelompok dominan dan
k~:lompok minoritas.
Pendekatan ini menemukan bahwa

para penyalahguna NAPZA melakukan

penyalahgunaan karena mereka merasa bahwa ha1 itu berarti bagi mereka, seperti cara

:hidup. Selain itu ditemukan juga bahwa

sebagian besar penyalahguna NAPZA,

1:erintegrasi dengan baik dalam keanggotaan subkultur yang devian.

IModel Penyalahgunaan NAPZA Terintegrasi

a. Teori Terintegrasi dari Eliiot ( 1998 )
Elliot mengembangkan model sebab akibat antara masalah duniawi yang
dikombinasikan dengan helompok independen seperti :
1. Lingkungan sosial budaya, terdiri dari lingkungan sosial yang disorganisasi
dan stl-uktur sosial yang buruk. Orang

berperilaku menyimpang seperti

penyalahguna NAPZA biasanya tuinbuh dalam lingkungan sosial yang
miskin dan disorganisasi.

2. Lingkungan primer, : yaitu berhubungan dengan masalah sosialisasi yang
pertama kali didapatkan oleh anak. Anak yang sosialisasii~yabaik akan
mempunyal sikap dan perilaku yang baik, sebaliknya sosialisasi yang buruk
akan mer~gakibatkansikap dan perilaku yang buruk.

3. Keterikatan dalarn kehidupan yang wajar artinya ada orang jrang mempunyai
keterikatan dengan lingkungan kehidupan yang lazim, ada pula yang yang
mempunyai keterikatan dengan lingkungan yang tidak lazim.
4. Keterikatan dengan lingkungan menyimpang, beberapa individu memiliki
pengalaman kehidupan yang devian, dan mercka memang memiliki rnotlvasi
untuk melakukan perilaku yang menyimpang.
5. Lingkungan yang selalu tegang, dimana ketegangan merupakan hasil dari

perasaan individu yang merasa bahwa individu tersebut dibatasi oleh

lingkungannya

untuk

mendapatLan

kesempatan

dalam

mencapai

kesuksesannya.
1). Teori Jesors (Santrock 1990)

Teori ini menganggap perilaku muncul dari hasil interaksi kepribadiail
dengan lingkungannya.
Menurut Jessors, karakteristik utama yang menyebabkan tingkah lnku bermasalah
dalam sistem kepribadian adalah mereka yang memiliki nilai rendah dalam
prestasi akademik, menjadi tukang kritik yang ulung, mempunyai harga diri yang
rendah dan berorientasi pada kontrol diri dari luar, susah bergaul, memiliki
pendirian toleran kepada perilaku menyimpang, kurang memahami pendidikan
agarna &in lebih mengikatkan diri pada fungsi tingkah laku bermasalah.

E'aktor-Faktor yarvg Melatarbelakangi Remaja Menjadi Penyalahguna NAPZA
llmurnnya remaja menyalahgunakan NAPZA karena rasa ingin tahu. Alasan
Iiiinnya antara lain jngin diterima sebagai anggota kelornpok, untuk membuktikan
dirinya bukan anak-anak lagi, mendapatkan pengalaman baru yang menyenangkan,
nienggemparkan, menmbah kreativitas, menenangkan diri dari kecemasan ,
nienderita penyakit jasmani tertentu, dan sebagainya (Joewana 1989)
Menurut Hachrneister (Yatim cla