Akibat hukum dari perjanjian yang berisi sebab yang tidak halal adalah perjanjian itu batal demi hukum. Dengan demikian tidak ada yang menjadi dasar
untuk menuntut pemenuhan prestasi karena sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian. Dan begitu pula sebaliknya apabila perjanjian itu tanpa sebab
maka perjanjian itu dianggap tidak pernah ada.
2. Asas-Asas Perjanjian
Asas-asas dalam perjanjian merupakan sebuah aturan dasar atau merupakan prinsip hukum yang masih bersifat abstrak atau dapat dikatakan bahwa
asas dalam perjanjian merupakan dasar yang melatarbelakangi suatu peraturan yang bersifat konkret dan bagaimana perjanjian itu dilaksanakan. Adapun asas-
asas dalam perjanjian yang terdapat di dalam hukum perdata terdiri dari : a. Asas Konsensualisme
Konsensualisme berasal dari kata “
consensus
” yang berarti kesepakatan. Asas konsensualisme dapat disimpulkan terdapat dalam
Pasal 1320 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat perjanjian adalah adanya
kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas konsensualisme diartikan bahwa lahirnya perjanjian ialah pada saat terjadinya
kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirlah perjanjian, walaupun perjanjian itu belum
dilaksanakan pada saat itu juga. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban
bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa perjanjian tersebut sudah bersifat
obligatoir,
yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk
Universitas Sumatera Utara
memenuhi perjanjian tersebut. Dengan kata lain asas konsensualisme menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat dua orang atau lebih
telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang
tersebut mencapai kesepakatan atau konsensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata.
b. Asas Kebebasan Berkontrak Yang dimaksud dengan asas kebebasan berkontrak adalah adanya
kebebasan seluas-luasnya yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum.
Asas kebebasan berkontrak dapat di lihat dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ya
ng berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.” Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa syarat
yang berkaitan dengan perjanjian, di antaranya: 1 Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak.
2 Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian. 3 Bebas menentukan isi klausul perjanjian.
4 Bebas menentukan bentuk perjanjian. 5 Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
c. Asas Kepastian Hukum
Pacta Sunt Servanda
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas
pacta sunt servanda
merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas
pacta sunt servanda
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para
pihak, sebagaimana layaknya Undang-Undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para
pihak. Setiap orang yang membuat perjanjian terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut karena perjanjian tersebut mengandung janji-janji
yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Asas
pacta sunt servanda
dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
d. Asas Itikad Baik Ketentuan tentang asas itikad baik diatur dalam Pasal 1338 ayat 3
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini merupakan asas bahwa
para pihak, yaitu kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan dan keyakinan yang teguh maupun
kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni asas itikad baik
nisbi dan itikad baik mutlak. Itikad baik nisbi berarti seseorang
Universitas Sumatera Utara
memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek, sedangkan itikad baik mutlak penilaian terletak pada akal sehat dan
keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan menurut norma-norma yang obyektif penilaian tidak memihak.
Di Belanda dan Jerman, itikad baik menguasai para pihak pada periode praperjanjian, yaitu dengan memperhatikan kepentingan-
kepentingan yang wajar dari pihak lain. Walaupun itikad baik para pihak dalam perjanjian sangat ditekankan pada tahap praperjanjian,
secara umum itikad baik harus selalu ada pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh
pihak lainnya. e. Asas Kepribadian
Asas kepribadian merupakan asas yang menetukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk
kepentingan perseorangan saja. Asas ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1315
menyatakan bahwa, “pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan
perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. ” Inti ketentuan
tersebut sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentigan dirinya sendiri. Pasal 1340
menyatakanbahwa, “perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang
dibuat para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal, tidak mengikat
Universitas Sumatera Utara
pihak-pihak lain yang tidak memberikan kesepakatannya. Seseorang hanya dapat mewakili dirinya sendiri dan tidak dapat mewakili orang
lain dalam membuat perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.
Namun demikian, ketentuan ini memiliki pengecualian sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang menyatakan bahwa, “dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri
sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain mengandung suatu syarat.” Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat
mengadakan perjanjian atau kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang di tentukan.
Sedangkan di dalam Pasal 1318 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan
juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya.
Dalam pembuatan suatu perjanjian, kesepakatan memiliki peran yang penting. Dimana dengan sepakat maka suatu perjanjian dapat dibuat. Namun ada
kalanya tidak terdapat penyesuaian kehendak. Ada beberapa teori yang menjawab ketidak sesuian antara kehendak dan pernyataan, yaitu:
a. Teori Penawaran dan penerimaan offer and acceptance Yang merupakan teori dasar dari adanya kesepakatan kehendak
adalah teori “penawaran dan penerimaan”. Yang dimaksudkan adalah bahwa pada prinsipnya suatu kesepakatan kehendak baru
terjadi setelah adanya penawaran offer dari salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan lamaran acceptance oleh pihak lain
dalam kontrak tersebut. Teori ini diakui secara umum di setiap sistem hukum, sungguhpun pengembangan dari teori ini banyak
Universitas Sumatera Utara
dilakukan di negara-negara yang menganut sistem hukum common law.
b. Teori Kehendak wilstheorie Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat
kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.
c. Teori Pengiriman verzend theorie Menurut teori pengiriman ini, suatu kesepakatan terjadi pada saat
kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. Dengan kata lain suatu kata sepakat terbentuk pada saat
dikirimnya surat jawaban oleh pihak yang kepadanya telah ditawarkan suatu kontrak, karena sejak saat pengiriman tersebut, si
pengirim jawaban telah kehilangan kekuasaan atas surat yang dikirimnya itu.
d. Teori pengetahuan vernemings theorie Yang dimaksud dengan pengetahuan dalam teori ini adalah
pengetahuan dari pihak yang menawarkan. Jadi menurut teori ini suatu kata sepakat dianggap telag terbentuk pada saat orang yang
menawarkan tersebut mengetahui bahwa penawarannya itu telah disetujui oleh pihak lainnya. Jadi teori ini pada hakikatnya
mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui banhwa tawarannya diterima.
e. Teori kepercayaan vertrouwens theorie Mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan
kehendak dianggap layak secara objektif diterima oleh pihak yang menawarkan.
f. Teori kotak pos mail box theorie Menurut teori ini suatu penerimaan tawaran dari suatu kontrak
sehingga kontrak dianggap mulai terjadi, adalah pada saat surat jawaban yang berisikan penerimaan tersebut dimasukkan dalam
kotak pos.
g. Teori ucapan uiting theorie Menurut teori ini bahwa suatu kesepakatan kehendak terjadi
manakala pihak yang menerima penawaran telah menyiapkan surat jawaban yang menyatakan bahwa dia telah menerima tawaran
tersebut.
h. Teori Dugaan Teori dugaan yang bersifat subjektif ini antara lain dianut oleh
Pitlo. Menurut teori ini saat tercapainya kata sepakat sehingga saat itu juga dianggao sebagai saat terjadinya suatu kontrak adalah pada
saat pihak yangmenerima tawaran telah mengirim surat jawaban
Universitas Sumatera Utara
dan dia secara patut dapat menduga bahwa pihak lainnya pihak yang menawarkan telah mengetahui isi surat itu.
39
C. Jenis-Jenis Perjanjian dan Perjanjian Kerjasama