Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum Di Pelabuhan Belawan Antara Pt. Pelindo I Dengan Pt. Metito Indonesia

(1)

1

PERJANJIAN KERJASAMA OPERASI

PENGUSAHAAN AIR MINUM DI PELABUHAN

BELAWAN ANTARA PT. PELINDO I DENGAN

PT. METITO INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan

Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

INTAN ELISABETH PASARIBU 110200081

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

PERJANJIAN KERJASAMA OPERASI

PENGUSAHAAN AIR MINUM DI PELABUHAN

BELAWAN ANTARA PT. PELINDO I DENGAN PT.

METITO INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan

Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

INTAN ELISABETH PASARIBU 110200081

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh,

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. HASIM PURBA, S.H.,M.Hum. NIP.196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

SYAMSUL RIZAL, S.H., M.Hum. AFLAH, S.H., M.Hum.


(3)

3

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA : INTAN ELISABETH PASARIBU

NIM : 110200081

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

JUDUL SKRIPSI : PERJANJIAN KERJASAMA OPERASI

PENGUSAHAAN AIR MINUM DI PELABUHAN BELAWAN ANTARA PT. PELINDO I DENGAN PT. METITO INDONESIA

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Maret 2015

INTAN ELISABETH PASARIBU

110200081


(4)

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih karuniaNya yang tiada berkesudahan dan telah memberikan penulis kekuatan dan kemampuanuntuk menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “PERJANJIAN KERJASAMA OPERASI PENGUSAHAAN AIR MINUM DI PELABUHAN BELAWAN ANTARA PT. PELINDO I DENGAN PT. METITO INDONESIA” yang membahas tentang pentingnya suatu perjanjian untuk mengikat para pihak yang bersangkutan dalam pelaksanaan kerjasama pengusahaan air minum di Pelabuhan Belawan, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, dukungan, semangat, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan;


(5)

ii

6. Ibu Rabiatul Syariah, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Kekhususan Perdata BW Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus merupakan Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan waktu untuk membimbing, memberi motivasi, dan nasehat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;

8. Ibu Sinta Uli, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Kekhususan Dagang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Ibu Aflah, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan waktu untuk membimbing, memberi motivasi, dan nasehat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;

10.Ibu Afrita, S.H., M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik penulis;

11.Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara seluruhnya yang telah mendidik danmembimbing penulis selama tujuh semester dalam menempuh pendidikan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

12.Teristimewa untuk kedua orang tua yang sangat penulis banggakan yaitu Alm. Ricardo Saut Pardamean Pasaribu, S.H (Ayahanda) dan Dra. Marsinta Uli Saragi S.H., M.H., (Ibunda). Terimakasih untuk setiap doa yang selalu menyebutkan nama penulis, untuk menjadi penyemangat bagi Penulis menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini penulis persembahkan buat Ayahanda dan Ibunda;


(6)

penulis, khususnya dalam proses penyelesaian skripsi ini;

14.Kepada Bapak Swandi Hutasoit, S.H.,M.H., Bapak M.Yusron, S.H.,M.H., Bang Fadillah Haryono, S.H., dan Kak Sabrina Sitompul, S.H., selaku legal staff di PT. Pelindo I Medan yang telah memberikan kesempatan pada penulis melaksanakan riset dengan wawancara untuk penyelesaian skripsi penulis ini; 15.Kepada sahabat jauh penulis Christine Natalia Tarigan, Melinda Sembiring,

Hevyana Naipospos, dan Rini Saputri terima kasih untuk tetap setia memberikan dukungan serta doa walaupun dari tempat yang jauh dan kepada sahabat-sahabat terbaik penulis teristimewa kepada Emma Yosephine Sinaga, Inez Triandini Artha Siahaan, Thesca Sabrina Gultom, Kartika Pebriyanti, Kristy Emelia Pasaribu, Dyah Putri Ayu Fajarani Simbolon, Ari Pareme Simanullang, John Willi yang selalu menyemangati Penulis dalam segala situasi, dan sahabat-sahabat seperjuangan penulis stambuk 2011 teristimewa kepada Imelda Sinurat, Citra Tarigan, Rurin Tambun, Novia, Octaviana, Stella, Gabetta Solin dan seluruh teman-teman penulis lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas doa, nasehat, dan juga dukungan semangat yang telah diberikan selama ini;

16.Kepada Abangda Roy Sinurat terimakasih untuk tetap setia memberikan motivasi, nasehat dan dukungan doa walaupun dari tempat yang jauh kepada penulis;

17.Kepada teman-teman pelayanan dari KMK UP FH USU (Kegiatan Mahasiswa Kristen) teristimewa kepada kelompok kecil Ekklesia (Kak Esra Stephani S.H,


(7)

iv

18.Kak Lusiana Pangaribuan S.H., M.H, Imelda Sinurat, Putri Nadapdap, Jaka Lumbanraja, Samuel Simanjuntak, Pir Silaban) dan kelompok kecil AOG (Onny Rhenata, Sarah Claudia, Wira Paskah), terimakasih untuk doa, saran dan dukungan semangat yang telah diberikan selama ini;

19.Dan segenap pihak yang membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas doa dan dukungan semangat yang dibagikan bersama.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2015

INTAN ELISABETH PASARIB 110200081


(8)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang ... 1

B. RumusanMasalah ... 7

C. TujuanPenulisan ... 8

D. ManfaatPenulisan ... 8

E. KeaslianPenulisan ... 9

F. MetodePenelitian ... 10

G. SistematikaPenulisan ... 14

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. DefinisiPerjanjian ... 16

B. SyaratSahnyaPerjanjian ... 19

C. Unsur-UnsurPerjanjian ... 27

D. Jenis-JenisPerjanjian ... 29

E. Asas-AsasPerjanjian ... 37

BAB III KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA OPERASI PENGUSAHAAN AIR MINUM DI PELABUHAN BELAWAN A. Profil PT. Pelindo I dan PT. Metito Indonesia... 44

B. HakikatKeadilandalamPerjanjianKerjasamaOperasi ... 49

C. PerjanjianKerjasamaOperasisebagaidasarHukumPerikatan diantara Para Pihak ... 53

BAB IV PERJANJIAN KERJASAMA OPERASI PENGUSAHAAN AIR MINUM DI PELABUHAN BELAWAN ANTARA PT. PELINDO I DENGAN PT. METITO INDONESIA


(9)

vi

air minum di Pelabuhan Belawan antara PT. Pelindo I dengan

PT. Metito Indonesia ... 58 B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerjasama

Operasi Pengusahaan Air Minum di Pelabuhan Belawan ... 65 C. Penyelesaian Sengketa yang Timbul dalam Melaksanakan

Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum di

Pelabuhan Belawan ... 75

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 78 B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

LAMPIRAN

A. HasilWawancaradengan PT. Pelindo I Medan

B. PerjanjianKerjasamaOperasiPengusahaan Air Minum Di PelabuhanBelawanDumai Dan TanjungBalaiKarimunNomor :Um.58/41/18/P.I-04 Jo. 001/AGR/PI-MI/04Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Dengan PT. Metito Indonesia.

C. Surat Permohonan Riset dari Fakultas Hukum USU. D. Persetujuan Izin Riset dari PT. Pelindo I Medan.


(10)

Aflah, S.H, M.Hum***)

Kata kunci : Perjanjian, Kerjasama Operasi.

Kegiatan penyediaan jasa air minum di Pelabuhan Belawan merupakan salah satu jenis usaha atau kegiatan usaha yang ditawarkan oleh PT. Pelindo I kepada pengguna jasa pelabuhan baik untuk keperluan kapal, umum, dinas maupun industri. Untuk mengoptimalkan pelayanan terhadap pengguna jasa pelabuhan, PT. Pelindo I mengadakan kerjasama dengan PT. Metito Indonesia dalam kegiatan pengusahaan air minum di Pelabuhan Belawan yang dituangkan ke dalam suatu perjanjian kerjasama yang berbentuk joint operation dengan sistem bagi hasil atau sharing. Yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan perjanjian kerjasama operasi pengusahaan air minum di Pelabuhan Belawan, bagaimana hak dan kewajiban para pihak, dan bagaimana bentuk penyelesaian apabila terjadi sengketa dalam perjanjian kerjasama operasi pengusahaan air minum di Pelabuhan Belawan antara PT. Pelindo I dengan PT. Metito Indonesia.

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif dan penelitian yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Sedangkan penelitian yuridis empiris merupakan penelitian yang dilakukan oleh penulis secara langsung di lapangan yaitu dengan melakukan wawancara di PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero).

Kesimpulan bahwa isi perjanjian kerjasama antara PT. Pelindo I dengan PT. Metito Indonesia mengatur mengenai hak dan kewajiban serta tanggungjawab para pihak yang harus dipenuhi, baik dalam modifikasi, perbaikan dan pembangunan terhadap sarana dan prasana pengolahan air minum yang merupakan tanggung jawab PT. Metito Indonesia, dan pengawasan serta pembagian hasil atau sharing yang menjadi tugas PT. Pelindo I.Dalam pelaksanaan perjanjian, para pihak melaksanakan kewajiban dan memperoleh hak sesuai yang disepakati. Apabila terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaan perjanjian tersebut maka penyelesaiannya akan diusahakan terlebih dahulu melalui musyawarah mufakat namun apabila ditemukan jalan keluar, maka diselesaikan secara litigasi dan memilih kedudukan hukum di Pengadilan Negeri Medan.

*)

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**)

Dosen Pembimbing I

***)


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kemajuan sektor perekonomian di Indonesia memiliki dampak terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat.Dewasa ini hampir tidak ada satu orang pun yang dapat melakukan usaha dengan mengandalkan dirinya sendiri, terutama apabila usaha tersebut tergolong ke dalam skala besar.

Ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya, antara lain karena keterbatasan sarana dan juga prasarana, keterbatasan skill (kemampuan). Ataupun karena tuntutan perkembangan usahanya yang semakin maju. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, berkembanglah apa yang dinamakan dengan hubungan kerjasama.

Sebagai dasar dari hubungan kerjasama tersebut dibutuhkan apa yang dinamakan dengan perjanjian kerjasama. Perjanjian kerjasama merupakan suatu kesepakatan bersama antara kedua belah pihak yang merupakan dasar untuk membuat perjanjian pelaksanaan lebih lanjut sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan para pihak sebagaimana yang telah diperjanjikan sebelumnya.

Pada dasarnya perjanjian kerjasama ini berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak yang bersangkutan. Perumusan hubungan kontraktual tersebut pada umumnya senantiasa diawali dengan proses negosiasi diantara para pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya


(12)

menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan melalui proses tawar-menawar.1

Berawal dari terjadinya perbedaan kepentingan para pihak akan dicoba dipertemukan melalui adanya kesepakatan dari para pihak. Oleh karena itu melalui hubungan perjanjian perbedaan tersebut dapat diakomodir dan selanjutnya dapat dibingkai dengan sebuah perangkat hukum sehingga dapat mengikat para pihak.Mengenai sisi kepastian hukum dan keadilan justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada diantara para pihak dapat terakomodasi melalui suatu mekanisme hubungan kontraktual yang bekerja secara proporsional.2

Pada prinsipnya perjanjian kerjasama dibedakan dalam 3 pola yaitu3 1. Usaha Bersama (Joint Venture)

:

Joint venture adalah merupakan bentuk kerjasama umum dapat dilakukan pada semua bidang usaha, dimana para pihak masing-masing menyerahkan model untuk membentuk badan usaha yang mengelola usaha bersama. Contohnya, para pihak bersepakat untuk mendirikan pabrik garment. Untuk mendirikan usaha tersebut masing- masing pihak menyerahkan sejumlah modal yang telah disepakati bersama, lalu mendirikan suatu pabrik.4

2. Kerjasama Operasi (Joint Operation)

Joint operation adalah bentuk kerjasama khusus, di mana bidang usaha yang dilaksanakan merupakan bidang usaha yang merupakan hak atau kewenangan salah satu pihak. Bidang usaha itu sebelumnya sudah ada dan sudah

1

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2010, hlm.1.

2

Ibid.,hlm. 2.

3

Raimond Flora Lamandasa, Perjanjian Kerjasama,

4


(13)

3

beroperasi, dimana pihak investor memberikan dana untuk melanjutkan atau mengembangkan usaha yang semula merupakan hak atau wewenang pihak lain, dengan membentuk badan usaha baru sebagai pelaksana kegiatan usaha.5

3. Operasi Sepihak (Single Operational)

Single operational merupakan bentuk kerjasama khusus di mana bidang usahanya berupa "bangunan komersial". Salah satu pihak dalam kerjasama ini adalah pemilik yang menguasai tanah, sedangkan pihak lain, investor, diijinkan untuk membangun suatu bangunan komersial diatas tanah milik yang dikuasai pihak lain, diberi hak untuk mengoperasikan bangunan komersial tersebut untuk jangka waktu tertentu dengan pemberian fee tertentu selama jangka waktu operasi dan setelah jangka waktu operasi berakhir investor wajib mengembalikan tanah banguan komersial di atasnya kepada pihak pemilik yang menguasai tanah.

Jumlah dari perjanjian ini tidak terbatas namun disesuaikan dengan kebutuhan para pihak yang mengadakan perjanjian ini, dan lahirnya perjanjian ini merupakan praktik nyata dari asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi :“Semua perjanjian diatur secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.6

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak yaitu untuk :7

5

Ibid.

6

Salim H.S, Hukum Kontrak Teori&Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 9.

7

Ibid.


(14)

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian, b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun,

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya, dan d. Menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan.

Adanya kebebasan berkontrak merupakan “roh” dan “napas” dalam sebuah perjanjian, yang secara implisit memberikan panduan bahwa dalam berkontrak pihak-pihak diasumsikan mempunyai kedudukan yang seimbang. Dengan demikian diharapkan adanya perjanjian yang adil dan seimbang bagi para pihak.8

PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) adalah perusahaan yang bergerak dibidang penyelenggaraan dan pengusahaan jasa kepelabuhanan, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan atau mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.9

Pelabuhan sebagai tumpuan kegiatan ekonomi dan kegiatan pemerintah merupakan sarana untuk menyelenggarakan pelayanan jasa kepelabuhanan dalam penunjang penyelenggaraan pengangkutan laut.Kapal-kapal membutuhkan pelabuhan sebagai tempat bertambat dan berlabuh untuk melakukan kegiatannya yang meliputi bongkar muat barang, menaikkan dan menurunkan penumpang.10

Selama kapal berada dalam suatu pelabuhan tidak hanya melakukan pekerjaan bongkar dan muat saja, tetapi kapal juga akan mengurus pergantian surat-surat izin, mengisi bahan bakar, reparasi, dll. Untuk memenuhi

8

Agus Yudha Hernoko, Op. Cit.,hlm. 2.

9

Profil PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero), http://portal.inaport1.co.id, diakses pada tanggal 20 Februari 2015.

10

Elfrida Gultom, Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan Untuk Meningkatkan Ekonomi Nasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 60.


(15)

5

kebutuhan kapal yang bermacam-macam suatu pelabuhan harus mempunyai perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan oleh kapal untuk memasuki pelabuhan tersebut dikarenakan suatu keperluan.11

Suatu pelabuhan yang dikelola dengan efisien serta dilengkapi dengan fasilitas yang memadai (sufficient) akan membawa keuntungan dan dampak positif bagi perdagangan dan perindustrian dari hinterland tempat pelabuhan tersebut berada. Sebaliknya adanya perdagangan yang lancar dan perindustrian yang tumbuh dan berkembang, membutuhkan jasa pelabuhan yang semakin meningkat yang akan mengakibatkan perkembangan pelabuhan.12

PT. Metito Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan dan pengolahan air (water treatment plant) untukmenghasilkan air minum yang memenuhi standar kesehatan atau WHO, penyaluran peralatan pengolahan air, limbah dan bahan kimia.

Untuk mengoptimalkan pelayanan terhadap pengguna jasa pelabuhan dan mendapatkan keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan, PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) melaksanakan kegiatan usaha utama sesuai anggaran dasar perusahaan yang salah satunya adalah sebagai penyedia dan atau pelayanan air minum di pelabuhan.Dalam pengembangan usaha kepelabuhanan tersebut, tidak semua dapat dikelola sendiri karena dibutuhkan investasi yang cukup besar untuk pembangunan dan pengembangan pelabuhan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja dan pendapatan perseroan adalah melakukan kerjasama usaha dengan pihak lain, yaitu dengan PT. Metito Indonesia.

13

11

Ibid.,hlm. 62.

12

Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hlm.180.

13

About Us diakses pada tanggal 20 Februari 2015.


(16)

Hubungan kerjasama antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Metito Indonesia dituangkan dalam suatu perjanjian dengan skema joint operation dan dengan sistem sharing pendapatan dari total penjualan air minum ke kapal, umum dan industri. Perjanjian kerjasama antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Metito Indonesia mengenai pengusahaan air minum di Pelabuhan Belawan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dapat mengikat kedua belah pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang bagi para pihak yang melakukan suatu perjanjian, karena telah dibuat dengan memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Bentuk perjanjian kerjasama antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Metito Indonesia merupakan perjanjian yang tertulis. Dimana isi dari perjanjian kerjasama tersebut merupakan ketentuan dan persyaratan yang telahdisepakati oleh kedua belah pihak sebagai hasil perundingan ataupun negosiasi antara para pihak yang membuatnya.Untuk pelaksanaan serta pekerjaan sesuai perjanjian kerjasama tidak akan menyimpang dari isi perjanjian kerjasama dan bila dianggap perlu dapat ditunjuk pejabat yang mewakili untuk bertindak untuk dan atas nama masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian kerjasama.

Dengan demikian terlihat jelas bahwa suatu perjanjian diperlukan untuk menjaga para pihak dalam melaksanakan kegiatan kerjasama dapat terjaga atau adanya suatu kepastian hukum.Untuk menjadikan pelaksanaan kegiatan kerjasama


(17)

7

aman dan tentram maka diperlukan suatu perangkat hukum yaitu perjanjian kerjasama.14

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kerjasama operasi pengusahaan air minum di Pelabuhan Belawan antara PT. Pelindo I dengan PT. Metito Indonesia?

Dengan adanya suatu perjanjian kerjasama maka akan menjadi suatu pengikat dan menjadi undang-undang bagi kedua belah pihak. Perjanjian membuktikan adanya hubungan hukum diantara para pihak merupakan sebuah fakta hukum, yang dengan fakta itu apabila terdapat perselisihan ataupun sengketa dapat diluruskan, bagaimana seharusnya hubungan itu dilaksanakan dan siapa yang melanggar.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang perjanjian khususnya perjanjian kerjasama operasi pengusahaan air minum di Pelabuhan Belawan antara PT. Pelindo I (Persero) dengan PT. Metito Indonesia, mengenai pelaksanaan perjanjian kerjasama tersebut, bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian, dan bagaimana bentuk penyelesaian apabila terjadi sengketa yang akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul : “Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum di Pelabuhan Belawan antara PT. Pelindo I (Persero) dengan PT. Metito Indonesia”.

B. Permasalahan

Rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan skripsi ini meliputi hal-hal sebagai berikut :

14

Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012, hlm.19.


(18)

2. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama operasi pengusahaan air minum di Pelabuhan Belawan antara PT. Pelindo I dengan PT. Metito Indonesia?

3. Bagaimana bentuk penyelesaian sengketa kedua belah pihak apabila terjadi sengketa dalam perjanjian kerjasama operasi Pengusahaan Air Minum di Pelabuhan Belawan antara PT. Pelindo I dengan PT. Metito Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kerjasama operasi pengusahaan air minum di Pelabuhan Belawan antara PT. Pelindo I dengan PT. Metito Indonesia.

2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama operasi pengusahaan air minum di Pelabuhan Belawan antara PT. Pelindo I dengan PT. Metito Indonesia.

3. Untuk mengetahui bentuk penyelesaian sengketa kedua belah pihak apabila terjadi sengketa dalam perjanjian kerjasama operasi pengusahaan air minum di Pelabuhan Belawan antara PT. Pelindo I dengan PT. Metito Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :

1. Secara teoritis yaitu, untuk menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana bentuk pelaksanaan perjanjian kerjasama operasi pengusahaan air


(19)

9

minum, dan pertanggungjawaban serta penyelesaian sengketa dalam perjanjian kerjasama operasi tersebut.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) maupun bagi pihak PT. Metito Indonesia baik dalam hal pembuatan perjanjian kerjasama maupun pelaksanaan perjanjian tersebut. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bagi masyarakat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang perjanjian, khususnya tentang perjanjian kerjasama.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul“Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum Di Pelabuhan Belawan Antara PT. Pelindo I Dengan PT. Metito Indonesia”.Hal ini telah disetujui oleh Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan telah melalui tahap pengujian kepustakaan. Berdasarkan pengamatan dan pengecekan judul di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, materi yang dibahas dalam penelitian ini belum pernah dijadikan judul maupun dibahas dalam skripsi yang sudah ada lebih dulu, sehingga judul yang bersangkutan layak untuk di teliti dan pokok permasalahan serta pembahasan dalam skripsi ini juga berbeda dengan penelitian-penelitian yang terdahulu. Adapun judul skripsi yang telah ada di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara adalah :

Nama : Benizar Husni Nim : 090200096


(20)

Judul : Analisis hukum tentang perjanjian kerjasama operasional mengenai pengoperasian Pesawat Merpati MA-60

Nama : T. Syahnuzha Kemala Nim : 100200345

Judul : Pelaksanaan perjanjian kerjasama antara KUD. Karya Tani dengan PT. Surya Panen Subur tentang jual beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit

Apabila ditemukan nantinya ada kesamaan dengan penelitian lainnya maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya baik dalam hal judul maupun pembahasan.

F. Metode Penelitian

Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah, suatu ilmu pengetahuan itu sebenarnya bukan suatu ilmu tetapi suatu himpunan pengetahuan saja tentang berbagai gejala yang satu dengan gejala yang lainnya.15Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya kecuali itu maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.16

15

Koenjtaraningrat, Pengantar Antropologi, Aksara Baru, Jakarta, 2009, Hlm. 37.

16

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm. 38.


(21)

11

Metodologi memiliki peranan dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu diantaranya :17

1. Menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lengkap.

2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal – hal yang belum diketahui.

3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner.

Skripsi merampungkan penyajian agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah sehingga diperlukan data yang relevan dengan skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan ini maka penulis menerapkan metode pengumpulan data sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif.Penelitian yuridis normatif adalah penelitian perpustakaan atau studi dokumen disebabkan penelitian ini dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Karena penyusunan skripsi ini juga melalui proses penelitian lapangan, maka penelitian ini juga menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris adalah penelitian lapangan yang berasal dari data primer yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber utama dengan melalui pengamatan, wawancara, ataupun penyebaran kuisoner. Penelitian yuridis empiris dalam penulisan skripsi inidilakukan melalui wawancara langsung dengan legal staff di PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero).

17

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2006, hlm. 7.


(22)

2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang terdapat didalam tujuan penyusunan bahan skripsi, maka jenis penulisan yang diterapkan adalah untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan, pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research).

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dan studi dokumen dari berbagai sumber yang dianggap relevan, antara lain perusahaan terkait dengan perjanjian kerjasama operasi yang diangkat dalam penelitian ini. Sumber bahan hukum sekunder yang berupa artikel, jurnal ilmiah, buku-buku hukum yang berkaitan dengan hukum perikatan didapat melalui Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan (field research) untuk mendapatkan data primer guna akurasi terhadap hasil yang dipaparkan, yaitu berupa wawancara.Wawancara dilakukan sebagai alat pengumpulan bahan hukum tambahan selain daripada bahan hukum yang didapatkan dari perpustakaan.Wawancara dilakukan dengan informan yang dipandang bersangkutan, yaitu dengan pihak PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa kepelabuhanan.


(23)

13

Penelitian ini dilakukan di PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) yang berkedudukan hukum di Jl. Krakatau Ujung No.100 Medan Oleh karena itu, penulis memperoleh bahan hukum dari lokasi penelitian yang dimaksud.

4. Jenis Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer.

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari informan dengan cara melalui wawancara langsung dengan legal staff di PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero).

b. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teoritis terhadap segi-segi hukum perjanjian kerjasama. Selain itu tidak menutup kemungkinan diperoleh melalui bahan hukum lain, dimana pengumpulan bahan hukumnya dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, serta menelaah data yang terdapat dalam buku, literatur, tulisan-tulisan ilmiah, dokumen-dokumen hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan objek penelitian. Bahan-bahan hukum tersebut berupa:

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat meliputi seluruh peraturan perundangan yang relevan dengan permasalahan dan tujuan dari penelitian antara lain terdiri atas :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

b) Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran;


(24)

c) Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan; 2) Bahan Hukum Sekunder, berupa bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer yaitu hasil karya ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat para sarjana yang berhubungan dengan skripsi ini yang berisikan informasi tentang bahan primer berupa tulisan artikel ilmiah, jurnal-jurnal hukum dan buku buku terkait dengan hukum perikatan, khususnya yang berkaitan dengan materi penelitian. 3) Bahan Hukum Tersier, digunakan untuk berbagai hal dalam penjelasan

makna-makna kata dari bahan hukum sekunder dan dari bahan hukum primer khususnya kamus hukum.

G. Sistematika Penulisan

Sebagai karya ilmiah penelitian ini memiliki sistematika yang teratur terperinci di dalam penulisannya agar dimengerti dan dipahami maksud dan tujuannya. Tulisan ini terdiri dari 5 (lima) bab yang akan diperinci lagi dalam sub bab, adapun kelima bab itu terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang penulisan pemilihan judul yang dipilih oleh penulis serta hal-hal yang mendorong penulis tertarik mengangkat judul yang bersangkutan, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan dilanjutkan dengan keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian yang digunakan serta sistematika penulisan penelitian ini.


(25)

15

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

Pada bab ini memabahas tentang pengertian sebuah perjanjian, syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian, unsur-unsur sebuah perjanjian, jenis-jenis perjanjian dan asas-asas perjanjian.

BAB III KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN

KERJASAMA OPERASI (KSO)

Pada bab ini akan dibahas tentang profil PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dan PT. Metito Indonesia, hakikat keadilan dalam perjanjian kerjasama operasi dan perjanjian kerjasama operasi (KSO) sebagai dasar hukum perikatan diantara para pihak.

BAB IV PERJANJIAN KERJASAMA OPERASI PENGUSAHAAN

AIR MINUM DI PELABUHAN BELAWAN ANTARA PT. PELINDO I DENGAN PT. METITO INDONESIA.

Pada bab ini diuraikan tentang pelaksanaan perjanjian kerjasama operasi pengusahaan air minum di Pelabuhan Belawan antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Metito Indonesia, hak dan kewajiban para pihak yang terkait dalam perjanjian kerjasama dan bagaimana penyelesaian atau solusi apabila terjadi perselisihan atau sengketa yang berkaitan dengan perjanjian kerjasama yang dimaksud.

BAB V PENUTUP

Bab ini adalah bagian terakhir yang merupakan kesimpulan dari jawaban permasalahan dan saran dari penulisan ini. Dalam bab ini akan ditentukan saran untuk pihak-pihak yang terkait dalam


(26)

perjanjian kerjasama operasi pengusahaan air minum di pelabuhan belawan antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Metito Indonesia.


(27)

17

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN

A. Definisi Perjanjian

Istilah perjanjian berasal dari bahasa inggris yaitu “contracts”.Sedangkan dalam bahasa belanda istilah perjanjian atau persetujuan disebut juga dengan “overeenkomst”.18Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan.”19

Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.”20

1. Yahya Harahap

Untuk memahami istilah mengenai perjanjian terdapat beberapa pendapat para sarjana, yaitu :

Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak atau sesuatu untuk memperoleh prestasi atau sekaligus kewajiban pada pihak lain untuk menunaikan kewajiban pada pihak lain untuk memperoleh suatu prestasi.

2. R. Subekti

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal.21

18

Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 3.

19

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthisar Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hlm. 458.

20

Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm. 363.

21

R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1987, hlm. 1.


(28)

3. Wirjono Prodjodikoro

Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau di anggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.22

4. Abdul Kadir Muhammad

Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang pihak atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.23

Mengenai batasan tersebut para sarjana hukum umumnya berpendapat bahwa definisi atau batasan atau juga dapat disebut rumusan perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata kurang lengkap dan bahkan dikatakan terlalu luas banyak mengandung kelemahan-kelemahan. Adapun kelemahan tersebut menurut pendapat para ahli adalah sebagai berikut :

Berdasarkan pada beberapa pengertian perjanjian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam suatu perjanjian minimal harus terdapat dua pihak, dimana kedua belah pihak saling bersepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum tertentu. Dimana dalam kesepakatan itu, satu pihak wajib melaksanakan sesuai dengan yang telah disepakati, dan pihak yang satunya berhak mendapatkan sesuai dengan apa yang telah disepakati.

Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi :“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”

22

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, PT. Bale, Bandung, 1986, hlm, 9.

23

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 225.


(29)

19

Menurut Setiawan, rumusan Pasal 1313 KUH Perdata selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja.Sangat luas karena dengan digunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu, menurut Setiawan perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut, ialah24

1. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;

:

2. Menambahkan perkataam “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUH Perdata;

3. Sehingga perumusannya menjadi, “perjanjian adalah perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan

dirinya terhadap satu orang atau lebih.”

Demikian halnya menurut Suryodiningrat, bahwa definisi pasal 1313 KUH Perdata ditentang beberapa pihak dengan argumentasi sebagai berikut :25

1. Hukum tidak ada sangkut pautnya dengan setiap perikatan, dan demikian pula tidak ada sangkut pautnya dengan setiap sumber perikatan, sebab apabila penafsiran dilakukan secara luas, setiap janji adalah persetujuan;

2. Perkataan perbuatan apabila ditafsirkan secara luas, dapat menimbulkan akibat hukum tanpa dimaksudkan (misal: perbuatan yang menimbulkan kerugian sebagai akibat adanya perbuatan melanggar hukum);

3. Definisi Pasal 1313 KUH Perdata hanya mengenai persetujuan sepihak (unilateral), satu pihak sajalah yang berprestasi sedangkan pihak lainnya tidak

24

Setiawan, Pokok Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Jakarta, 1987, hlm. 49.

25

R.M. Suryodiningrat, Asas Asas Hukum Perikatan, Tarsito, Bandung, 1985, hlm. 72.


(30)

berprestasi (misal: schenking atau hibah). Seharusnya persetujuan itu berdimensi dua pidak dimana para pihak saling berprestasi;

4. Pasal 1313 KUH Perdata hanya mengenal persetujuan obligatoir (melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak), dan tidak berlaku bagi persetujuan jenis lainnya (misalnya: perjanjian liberatoir/membebaskan, perjanjian dilapangan hukum keluarga, perjanjian kebendaan, perjanjian pembuktian).

Terhadap definisi Pasal 1313 KUH Perdata ini Purwahid Patrik menyatakan beberapa kelemahan, yaitu :26

1. Definisi tersebut hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Hal ini dapat disimak dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikatkan” merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua pihak. Sedang maksud perjanjian itu para pihak saling mengikatkan diri, sehingga tampak kekurangannya yang seharusnya ditambah dengan rumusan “saling mengikatkan diri”;

2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus atau kesepakatan, termasuk perbuatan mengurus kepentingan orang lain (zaakwarneming) dan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigdaad). Hal ini menunjukkan makna “perbuatan” itu luas dan yang menimbulkan akibat hukum;

3. Perlu ditekankan bahwa rumusan Pasal 1313 KUH Perdata mempunyai ruang lingkup didalam harta kekayaan (vermogensrecht).

B. Syarat Sahnya Perjanjian

Suatu perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, sebagaimana

26


(31)

21

yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dengan dipenuhinya empat syarat yang disebutkan dalam Pasal tersebut, maka suatu perjaanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.27

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

Empat syarat sahnya perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata adalah sebagai berikut :

2. Kecakapan untuk membuat perikatan; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, syarat-syarat tersebut dibagi kedalam dua kelompok besar, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif.Dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyek yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.28

Tidak terpenuhinya salah satu syarat dari keempat syarat sahnya perjanjian tersebut, dapat mengakibatkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (apabaila terdapat pelanggaran terhadap syarat subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya syarat obyektif), dalam pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.29

27

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 14.

28

Subekti, Hukum PerjanjianCetakan 18, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hlm. 1.

29

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm. 94.


(32)

1. Syarat Subyektif30

Syarat subyektif dalam syarat sahnya perjanjian, meliputi dua macam keadaan yaitu :

a. Terjadinya kesepakatan secara bebas diantara para pihak yang melangsungkan suatu perjanjian.

b. Adanya kecakapan untuk bertindak diantara para pihak yang melangsungkan suatu perjanjian.

Ad.a. Kesepakatan Bebas

Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan.31Para pihak yang mengadakan perjanjian harus bersepakat dan setuju mengenai hal-hal pokok yang diadakan dalam perjanjian itu.32 Sepakat dan setuju itu sifatnya bebas, artinya benar-benar atas kemauan sukarela diantara para pihak artinya tidak ada paksaan sama sekali dari pihak manapun. Dikatakan tidak ada paksaan, apabila orang melakukan perbuatan itu tidak berada dibawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan upaya bersifat menakut-nakuti.33

Menurut ketentuan yang diatur di dalam KUH Perdata secara a contrario

dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap terjadi pada saat perjanjian dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan bahwa

30

Ibid.

31

Ibid.,hlm. 95.

32

R. Subekti, Op. Cit.,hlm. 17.

33

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan Cetakan Ketiga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm. 89-90.


(33)

23

kesepakatan tersebut terjadi karena adanya kekhilafan, paksaan, maupun penipuan sebagaimana dituliskan dalam Pasal 1321 KUH Perdata.34

1) Tentang kekhilafan dalam perjanjian

Masalah kekhilafan diatur dalam Pasal 1322 KUH Perdata. Ada dua hal pokok dan prinsipil dari rumusan pasal 1322 KUH Perdata, yaitu :

a) Kekhilafan bukanlah alasan untuk membatalkan perjanjian;

b) Ada dua hal yang dapat menyebabkan alasan pembatalan perjanjian karena kekhilafan yaitu, mengenai :

(1) Hakikat kebendaan yang menjadi pokok perjanjian tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (error in substantia). Misalnya seseorang menganggap bahwa ia membeli lukisan yang asli, ternyata kemudian mengetahui bahwa lukisan yang dibelinya adalah tiruan. (2) Terhadap orang yang dibuatnya suatu perjanjian (error in persona).

Misalnya, seorang penyelenggara konser menandatangi perjanjian dengan seorang penyanyi sebagai salah satu pengisi acara. Namun setelah penandatanganan perjanjian tersebut, baru diketahui bahwa orang yang menandatangani perjanjian bukanlah orang yang dimaksud hanya saja karena namanya sama.

2) Tentang Paksaan dalam perjanjian

Paksaan sebagai alasan pembatalan perjanjian diatur dalam lima Pasal, yaitu dari Pasal 1323 KUH Perdata hingga Pasal 1327 KUH Perdata. Ketentuan dalam Pasal 1323 KUH Perdata merujuk pada subjek yang melakukan pemaksaan, yang dilakukan oleh pihak di dalam perjanjian, orang yang bukan pihak dalam

34

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit.,hlm. 94.


(34)

perjanjan tetapi memiliki kepentingan terhadap perjanjian yang dibuat tersebut.Selanjutnya berdasarkan rumusan Pasal 1325 KUH Perdata, dapat diketahui bahwa subjek terhadap siapa paksaan dilakukan ternyata tidak hanya meliputi orang yang merupakan pihak dalam perjanjian, melainkan juga termasuk didalamnya suami atau isteri dan keluarga dalam garis keturunan ke atas maupun ke bawah.

Pasal 1324 KUH Perdata dan Pasal 1326 KUH Perdata berbicara mengenai akibat paksaan atau ancaman yang dilakukan, yang dapat dijadikan sebagai alasan pembatalan perjanjian yang telah dibuat (dibawah paksaan atau ancaman tersebut).Jika merujuk pada rumusan Pasal 1324 KUH Perdata dan Pasal 1326 KUH Perdata, dapat diketahui bahwa paksaan yang dimaksud dapat terwujud dalam dua bentuk kegiatan atau perbuatan. Perbuatan yang dimaksud berupa :

a) Paksaan fisik, dalam pengertian kekerasan;

b) Paksaan psikis, yang dilakukan dalam bentuk ancaman psikologis atau kejiwaan.

Selain itu, paksaan tersebut juga mencakup dua hal yaitu :

a) Jiwa dari subyek hukum sebagaimana disebut dalam Pasal 1325 KUH Perdata;

b) Harta kekayaan dari pihak-pihak yang disebut dalam Pasal 1325 KUH Perdata.

Paksaan terjadi, jika seseorang memberikan persetujuannya karena ia takut pada suatu ancaman. Paksaan yang dimaksud dalam KUH Perdata tidak hanya berarti tindakan kekerasan saja tetapi paksaan dalam arti yang lebih luas yaitu meliputi ancaman terhadap kerugian kepentingan hukum seseorang. Intinya,


(35)

25

bukan kekerasan itu sendiri tetapi rasa takut yang ditimbulkan oleh adanya kekerasan tersebut.

3) Tentang penipuan dalam perjanjian

Penipuan sebagai alasan pembatalan suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1328 KUH Perdata yang terdiri dari dua ayat. Dari rumusan pasal ini dapat dilihat, bahwa penipuan mempunyai unsur kesengajaan dari salah satu pihak dalam perjanjian untuk mengelabui pihak lawannya sehingga pihak yang satunya memberikan kesepakatannya untuk tunduk pada perjanjian yang dibuat antara mereka.KUH Perdata menyatakan bahwa masalah penipuan yang berkaitan dengan kesengajaan ini harus dapat dibuktikan dan tidak diperbolehkan hanya dengan adanya persangkaan saja.

Ad.b. Kecapakan Untuk Bertindak

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang.Orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah :35

1. Anak dibawah umur (minderjarigheid)

2. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan, dan

35

Salim H.S, Op.Cit.,hlm. 34.


(36)

3. Istri (Pasal 1330 KUH Perdata). Akan tetapi dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA No. 3 Tahun 1963.

Mengenai kewenangan melakukan perbuatan hukum atau kewenangan untuk membuat perjanjian, dikatakan ada kewenangan apabila ia mendapat kuasa dari pihak ketiga untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yaitu membuat perjanjian. Dikatakan tidak ada kewenangan apabila ia tidak mendapat kuasa untuk itu.36

2. Syarat Objektif

Syarat objektif adalah syarat mengenai perjanjian itu sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.Tidak dipenuhinya dua syarat ini bisa mengakibatkan perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum. Syarat objektif dalam syarat sahnya perjanjian meliputi dua macam hal yaitu :

a. Mengenai suatu hal tertentu b. Adanya sebab (causa) yang halal. Ad. a. Mengenai suatu hal tertentu

Suatu perjanjian haruslah memiliki obyek tertentu sekurang-kurangnya dapat ditentukan jenisnya.37

36

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 93.

37

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm. 154.

KUH Perdata menjelaskan maksud hal tertentu dengan memberikan rumusannya dalam Pasal 1333 KUH Perdata.Jika melihat kepada rumusan pasal tersebut, KUH Perdata hanya menekankan pada perikatan untuk menyerahkan sesuatu. Namun jika diperhatikan lebih lanjut, rumusan dari pasal tersebut hendak menegaskan bahwa apapun jenis perikatannya baik itu perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu


(37)

27

KUH Perdata hendak menjelaskan bahwa semua jenis perikatan tersebut pasti melibatkan keberadaan dari suatu kebendaan yang tertentu.38

1) Bukan tanpa sebab;

Kebendaan yang diperjanjikan tersebut harus cukup jelas, ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan.Syarat bahwa kebendaan itu harus dapat ditentukan jenisnya, gunanya untuk menetapkan apa yang menjadi hak dan kewajiban dari kedua belah pihak itu apabila timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian.

Ad. b. Adanya sebab (causa) yang halal.

Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, atau yang mendorong orang untuk membuat suatu perjanjian.Tetapi didalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa yang halal). Hukum pada dasarnya tidak menghiraukan apa yang ada dalam gagasan atau pemikiran seseorang, yang diperhatikan adalah tindakan yang nyata dan dilakukan dalam masyarakat. Dalam Pasal 1335 KUH Perdata, dijelaskan bahwa yang disebut dengan sebab yang halal adalah :

2) Bukan sebab yang palsu; 3) Bukan sebab yang terlarang.

Di dalam Pasal 1336 KUH Perdata, dapat dilihat bahwa yang diperhatikan oleh undang-undang adalah “isi perjanjian” yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai, apakah bertentangan dengan undang-undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak dalam pelaksanaan suatu perjanjian.

38

Ibid., hlm. 155.


(38)

Sementara didalam Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang.Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebab yang halal adalah prestasi yang wajib dilakukan oleh para pihak sebagaimana yang telah diperjanjikan, tanpa adanya prestasi yang telah diperjanjikan untuk dilakukan maka perjanjian tidak akan ada diantara para pihak.39

Akibat hukum dari perjanjian yang berisi sebab yang tidak halal adalah perjanjian itu batal demi hukum.Dengan demikian tidak ada yang menjadi dasar untuk menentut pemenuhan prestasi karena sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian.Dan begitu pula sebaliknya apabila perjanjian itu tanpa sebab maka perjanjian itu dianggap tidak pernah ada.40

C. Unsur-Unsur Perjanjian

Unsur pokok perjanjian menjadi hal yang sangat penting dalam hal membedakan jenis-jenis perjanjian khusus. Dengan dapat diidentifikasikannya unsur pokok dalam suatu perjanjian dalam suatu perjanjian kedalam salah satu dari 3 (tiga) jenis perikatan yang disebutkan dalam Pasal 1234 KUH Perdata yaitu, perikatan untuk menyerahkan sesuatu, perikatan untuk berbuat sesuatu, atau perikatan untuk tidak berbuat sesuatu dengan segala akibat hukumnya.41

Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya tiga unsur dalam perjanjian :42

1. Unsur essensialia;

39

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit.,Hlm. 164.

40

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit.,Hlm. 96.

41

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit., Hlm. 84.

42


(39)

29

2. Unsur naturalia; 3. Unsur aksidentalia.

Ad. 1. Unsur essensialia dalam perjanjian43

Ad. 2. Unsur naturalia dalam perjanjian

Unsur essensialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya.Unsur essensialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, definisi, atau pengertian dari sebuah perjanjian.

Unsur essensalia adalah unsur yang harus ada dalam suatu perjanjian, dan tanpa keberadaan unsur tersebut maka perjanjian yang dimaksudkan untuk dibuat dan diselenggarakan oleh para pihak dapat menjadi beda dan karenanya menjadi tidak sejalan dan sesuai dengan kehendak para pihak. Dan oleh karena itu, unsur essensialia ini pula yang seharusnya menjadi pembeda antara suatu perjanjian dengan perjanjian lainnya, dan karenanya memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda pula antara satu dengan yang lain.

44

Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur essensialianya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur essensialia jual-beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi. Ketentuan ini tidak dapat disimpangi oleh para pihak, karena sifat dari jual beli mengkhendaki hal yang demikian.Masyarakat tidak akan mentolerir suatu bentuk jual-beli, dimana penjual tidak mau

43

Ibid., Hlm. 85.

44

Ibid., Hlm. 88.


(40)

menanggung cacat-cacat tersembunyi dari kebendaan yang dijual olehnya. Dalam hal ini maka berlakulah ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata.

Ad. 3. Unsur aksidentalia dalam perjanjian45

D. Jenis-Jenis Perjanjian

Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak sesuai dengan kehendak para pihak yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak.Dengan demikian pula unsur ini pada hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak.Misalnya, dalam jual-beli yaitu ketentuan mengenai tempat dan saat penyerahan kebendaan yang dijual atau dibeli.

Para ahli di bidang perjanjian tidak adu kesatuan pandangan tentang pembagian perjanjian.Ada ahli yang mengkajinya dari sumber hukumnya, namanya, bentuknya.aspek kewajibannya, maupun aspek larangannya. Berikut ini disajikan jenis-jenis perjanjian berdasarkan pembagian di atas.46

1. Perjanjian Menurut Sumber Hukumnya (Sudikno Mertokusumo, 1987:11) Perjanjian berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan perjanjian yang didasarkan pada tempat perjanjian itu ditemukan. Sudikno Mertokusumo menggolongkan perjanjian (perjanjian) dari sumber hukumnya. Ia membagi jenis perjanjian (perjanjian) menjadi lima macam, yaitu :

a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan;

45

Ibid.,Hlm. 89.

46


(41)

31

b. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;

c. Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban; d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara yang disebut dengan

bewijsovereenkomst;

e. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan

publieckrechtelijke overeenkomst. 2. Perjanjian Menurut Namanya

Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam Pasal 1319 KUH Perdata hanya disebutkan dua macam perjanjian menurut namanya, yaitu perjanjian nominaat (bernama) dan perjanjian innominaat (tidak bernama). Perjanjian nominnat adalah perjanjian yang dikenal dalam KUHPerdata.Yang termasuk dalam perjanjian nominaat adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian.Sedangkan perjanjian innominaat adalah perjanjian yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

Jenis perjanjian ini belum dikenal dalam KUH Perdata.Yang termasuk dalam perjanjian innominat adalah leasing, beli sewa, franchise, perjanjian rahim,

joint venture, perjanjian karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain.Namun, Vollmar mengemukakan perjanjian jenis yang ketiga antara bernama dan tidak bernama, yaitu perjanjian campuran.

Perjanjian campuran yaitu perjanjian atau perjanjian yang tidak hanya diliputi oleh ajaran umum (tentang perjanjian), tetapi terdapat hal mana juga ada


(42)

ketentuan-ketentuan khusus untuk sebagian menyimpang dari ketentuan umum.Contoh perjanjian campuran, pengusaha sewa rumah penginapan (hotel) menyewakan kamar-kamar (sewa menyewa), tetapi juga menyediakan makanan (jual beli), dan menyediakan pelayanan (perjanjian untuk melakukan jasa-jasa).Perjanjian campuran disebut juga dengan contractus sui generis.

3. Perjanjian Menurut Bentuknya

Di dalam KUH Perdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk perjanjian. Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata maka perjanjian menurut bentuknya dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu perjanjian lisan dan tertulis. Perjanjian lisan adalah perjanjian atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320 KUH Perdata). Dengan adanya konsensus maka perjanjian ini telah terjadi.Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil.Pembedaan ini diilhami dari hukum Romawi.Dalam hukum Romawi, tidak hanya memerlukan adanya kata sepakat, tetapi perlu diucapkan kata-kata dengan yang suci dan juga harus didasarkan atas penyerahkan nyata dari suatu benda.Perjanjian konsensual adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada kesepakatan para pihak.

Sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata.Perjanjian tertulis merupakan perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan.Hal ini dapat kita lihat pada perjanjian hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris (Pasal 1682 KUH Perdata).Perjanjian ini dibagi menjadi dua macam, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta autentik.Akta autentik terdiri dari akta pejabat dan akta para pihak.Akta yang


(43)

33

dibuat oleh notaris itu merupakan akta pejabat.Contohnya, berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam sebuah PT. Akta yang dibuat di hadapan notaris merupakan akta yang dibuat oleh para pihak di hadapan notaris.Di samping itu, dikenal juga pembagian menurut bentuknya yang lain, yaitu perjanjian standar.Perjanjian standar merupakan perjanjian yang telah dituangkan dalam bentuk formulir.

4. Perjanjian Timbal Balik

Menurut Sutarno, perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUH Perdata dan perjanjian sewa menyewa Pasal 1548 KUH Perdata.Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak.Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak menerima barangnya.

5. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak yang Membebani

Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lainnya.Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian, yang menurut hukum hanyalah menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak.Contohnya, hadiah dan pinjam pakai.Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian, disamping prestasi pihak yang satu senantiasa ada prestasi (kontra) dari pihak lain, yang menurut hukum saling berkaitan.Misalnya, A menjanjikan kepada B suatu jumlah tertentu, sebaliknya B juga menyerahkan sebuah benda tertentu pula kepada A.


(44)

6. Perjanjian Berdasarkan Sifatnya

Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut.Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan perjanjian obligatoir.Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian, yang ditimbulkan hak kebendaan, diubah atau dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi perikatan.Contoh perjanjian ini adalah perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik.Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari para pihak.Disamping itu, dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir.Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang utama, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang, baik kepada individu maupun pada lembaga perbankan.Sedangkan perjanjian

accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia.

7. Perjanjian dari Aspek Larangannya

Penggolongan perjanjian berdasarkan larangannya merupakan penggolongan perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk membuat perjanjian yang bertentang dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.Ini disebabkan perjanjian itu mengandung praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perjanjian yang dilarang dibagi menjadi tiga belas jenis, sebagaimana disajikan sebagai berikut :

a. Perjanjian oligopoli, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya untuk secara bersama melakukan penguasaan


(45)

35

produksi dan atau pemasaran barang atau jasa. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

b. Perjanjian penetapan harga, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggaran pada pasar yang bersangkutan sama. Pengecualian dari ketentuan ini adalah :

1) Suatu perjanjian yang dibuat usaha patungan, dan

2) Suatu perjanjian yang didasarkan pada undang-undang yang berlaku. c. Perjanjian dengan harga berbeda, yaitu perjanjian yang dibuat antara

pelaku-pelaku usaha yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang atau jasa yang berbeda.

d. Perjanjian dengan harga di bawah harga pasar, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga yang berada di bawah harga pasar, perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

e. Perjanjian yang memuat persyaratan, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya. Tindakan ini dilakukan dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.


(46)

f. Perjanjian pembagian wilayah, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

g. Perjanjian pemboikotan, yaitu suatu perjanjian yang dilarang, yang dibuat pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk mengahalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usah yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.

h. Perjanjian kartel, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

i. Perjanjian trust, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perseroan anggotanya. Perjanjian ini bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

j. Perjanjian oligopsoni, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama


(47)

37

menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jas dalam pasar yang bersangkutan. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

k. Perjanjian integrasi vertikal, perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan/ atau jasa tertentu. Setiap rangkaian produksi itu merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

l. Perjanjian tertutup, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepad pihak dan atau pada tempat tertentu.

m.Perjanjian dengan pihak luar negeri, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pihak lainnya di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

Dari berbagai perjanjian yang dipaparkan di atas menurut Salim H.S, jenis atau pembagian yang paling asasi adalah pembagian berdasarkan namanya, yaitu perjanjian nominaat dan innominaat.Dari kedua perjanjian ini maka lahirlah perjanjian-perjanjian jenis lainnya, seperti segi bentuknya, sumbernya, maupun


(48)

dari aspek hak dan kewajiban.Misalnya, perjanjian jual beli maka lahirlah perjanjian konsensual, obligator dan lain-lain.

E. Asas-Asas Perjanjian

Ada beberapa asas yang terjadi dalam hukum perjanjian, yaitu : a. Asas Kebebasan Mengadakan Perjanjian (Asas Kebebasan Berkontrak)

Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak yang bebas pancaran hak asasi manusia. Asas ini terdapat dalam Pasal 1337 KUH Perdata, yang menentukan bahwa para pihak bebas untuk menentukan apa yang disepakati tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan kepatutan, kesusilaan dan ketentuan undang-undang. Selain dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata disebutkan bahwa :

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya”.

Substansi dari Pasal 1338 KUH Perdata mencerminkan bahwa Buku III KUH Perdata menganut sistem terbuka, artinya memberikan keleluasaan kepada para pihak untuk mengatur sendiri pola hubungan hukumnya.Secara langsung telah tampak pengertian bahwa orang bebas untuk membuat perjanjian.Dimana perjanjian yang telah dibuat diberlakukan sebagai undang-undang bagi para pihak. Menurut Subekti47

47

Subekti, Aneka PerjanjianCetakan Keenam, Alumni, Bandung, 1995, hlm. 4-5.

, cara menyimpulkan asas kebebasan berkontrak adalah dengan jalan menekankan pada perkataan “semua” yang ada di muka perkataan “perjanjian”. Dikatakan bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja


(49)

39

dan itu akan mengikat kita sebagaimana mengikatnya undang-undang. Dan juga Mariam Darus berpendapat bahwa48

b. Asas Konsesualisme

:

“Di dalam Hukum Perjanjian Nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab dan mampu memelihara keseimbangan antara pengguna hak asasi dengan kewajiban asasi ini perlu tetap dipertahankan yaitu dengan cara pengembangan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin yang serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat”.

Apabila menyimak rumusan Pasal 1338 (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa ”Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Istilah “secara sah” bermakna bahwa dalam pembuatan perjanjian yang sah (menurut hukum) adalah mengikat (berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata), karena di dalam asas ini terkandung “kehendak para pihak” untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan (vertouwen) di antara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian. Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata terkandung asas yang esensial dari hukum perjanjian yaitu asas “konsensualisme” yang menentukan “ada” nya perjanjian49. Di dalam asas ini terkandung kehendak para pihak untuk mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan diantara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian.Asas kepercayaan merupakan nilai etis yang bersumber pada moral.50

Asas ini ditemukan dalam Pasal 1338 KUH Perdata dan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan asas kebebasan berkontrak.Asas ini berkaitan dengan kehendak para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian.Asas ini berkenaan

48

Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeini, dkk, Kompliasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 86.

49

Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hlm. 82.

50

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenada Media Group, Surabaya, 2009, hlm. 121.


(50)

dengan adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang mengadakan perjanjian sehingga dicapai suatu kesepakatan membuat perjanjian.Pesan yang terkandung dalam asas ini adalah bahwa setiap orang yang sepakat berjanji tentang suatu hal, berkewajiban untuk memenuhinya.

Secara implisit asas ini lebih menekankan pada moral para pelaku.Pada perkembangannya asas ini dijelmakan dalam klausa perjanjian yang berisi tentang hak dan kewajiban para pihak yang berjanji. Apabila salah satu pihak ingkar maka pihak yang diingkari dapat memohon kepada hakim agar kalusa tersebut mengikat dan dapat dipaksanakan berlakunya.

c. Asas Kepercayaan51

Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain menumbuh kembangkan kepercayaan di antara kedua belah pihak, yang menunjukkan bahwa satu sama lain akan memegang janjinya. Dengan kata lain, akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa adanya kepecayaan itu maka perjanjian tiak mungkin akan diadakan oleh para pihak.

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, harus dapat menumbuhkan kepercayaan di antara para pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Dengan adanya kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.

d. Asas Persamaan Hak

Asas ini terdapat dalam Pasal 1341 KUH Perdata. Dalam asas ini, para pihak diletakkan pada posisi yang sama. Dalam perjanjian sudah selayaknya tidak

51


(51)

41

ada pihak yang bersifat dominan dan tidak ada pihak yang tertekan sehingga tidak terpaksa untuk menyetujui syarat yang diajukan karena tidak ada pilihan lain.

Mereka melakukannya walaupun secara formal hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai paksaan.Dalam perjanjian, para pihak harus menghormati pihak lainnya.Jika prinsip sama-sama menang (win win solution) tidak dapat diwujudkan secara murni, namun harus diupayakan agar mendekati perimbangan di mana segala sesuatu yang merupakan hak para pihak tidaklah dikesampingkan begitu saja.

e. Asas Kepentingan Umum

Asas ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata.Ditegaskan agar dalam menyusun dan melaksanakan suatu perjanjian kedua belah pihak, bak kreditur maupun debitur memperhatikan kepentingan umum. Asas ini juga mencakup suatu pesan bahwa walaupun subjek hukum diberikan kebebasan berkontrak, akan tetapi mereka harus berbuat bahwa apa yang mereka lakukan tidak mengganggu kepentingan umum.

f. Asas Perjanjian Mengikat

Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata dan Pasal 1339 KUH Perdata.Dapat diambil suatu kesimpulan bahwa di dalam perjanjian mengandung suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada apa yang diperjanjikan dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan tersebut akan mengikat para pihak. Asas ini hampir sama dengan asas kepatutan, karena memang mengaitkan hal yang patut sebagai kewajiban bagi para pihak yang mengikat suatu perjanjian.


(52)

Menurut Grotius, dalam buku Mariam Darus Badrulzaman, dikatakan bahwa “Pasca sunt servanda” (janji itu mengikat). Selanjutnya ia mengatakan lagi “promissorum implemndroum obligation”. (kita harus memenuhi janji kita).52 g. Asas Moral53

Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbukan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari debitur. Hal ini terlihat juga di dalam zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan sukarela (moral) maka yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Asas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUH Perdata.Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan (moral), sebagai panggilan dari hati nuraninya.Asas ini terdapat di dalam Pasal 1339 KUH Perdata.Faktor-faktor yang memberi motivasi pada orang yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum adalah berdasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.

h. Asas Kepatutan

Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUH Perdata.Dalam hal ini, asas kepatutan berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.Akan tetapi dalam prakteknya, asas kepatutan ini selalu dibandingkan dengan kesadaran hukum masyarakat itu sendiri. Mariam Darus berpendapat bahwa54

52

Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku II Hukum Perikatan dengan penjelasannya. Alumni, Bandung, 1993, hlm. 109.

53

Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeni, dkk, Op.Cit., hlm. 88-89.

54

Ibid.


(53)

43

“Asas kepatutan ini harus dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang

hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat”.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ukuran kepatutan dalam masyarakat, pedoman utamanya adalah rasa keadilan dalam masyarakat.

i. Asas Kebiasaan

Asas ini diatur dalam Pasal 1339 KUH Perdata Jo.1347 KUH Perdata yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang diatur secara tegas dalam perjanjian tersebut, akan tetapi juga pada hal-hal yang dalam kebiasaan diikuti.

Pasal 1347 KUH Perdata menyatakan pula bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan di dalam perjanjian meskipun dengan tegas dinyatakan.

Kebiasaan yang dimaksud oleh Pasal 1339 KUH Perdata menurut Mariam Darus Badrulzaman ialah kebiasaan pada umumnya dan kebiasaan yang diatur oleh Pasal 1347 KUH Perdata ialah kebiasaan setempat (khusus) atau kebiasaan yang lazim berlaku di dalam golongan tertentu.

j. Asas Kepastian Hukum55

Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung unsur kepastian hukum.Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian.

k. Asas Keseimbangan56

Asas ini diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata dan Pasal 1244 KUH Perdata yang menghendaki kedua belah pihak untuk memenuhi dan melaksanakan

55

Ibid.

56

Ibid.


(54)

perjanjian itu. Asas keseimbangan itu merupakan kelanjutan dari asas persamaan hak.Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur.Namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.Dapat dilihat disini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

l. Asas Sistem Terbuka

Asas ini penting diperhatikan dalam suatu perjanjian.Sitem perjanjian yang bersifat terbuka berarti dapat dipertanggungjawabkan dan dipertahankan terhadap pihak ketiga.Pihak ketiga dapat menuntut bila perjanjian tersebut dianggap merugikan kepentingannya.


(55)

45

BAB III

KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA OPERASI PENGUSAHAAN AIR MINUM DI PELABUHAN BELAWAN

A. Profil PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dan PT. Metito Indonesia

1. Profil PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero)57

PT. Pelabuhan Indonesia I Medan merupakan perusahaan yang bergerak menyelenggarakan pelayanan jasa kepelabuhanan. PT. Pelabuhan Indonesia I didirikan berdasarkan peraturan pemerintah No. 56 tahun 1991 dengan akta notaris Imas Fatimah SH No. 1 tanggal 01 Desember 1992 sebagai mana dimuat dalam tambahan berita negara RI No. 8612 tahun 1994, beserta perubahan terakhir sebagaimana telah diumumkan dalam tambahan berita negara RI tanggal 02 Januari 1999 No. 1. Nama lengkap perusahaan adalah PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) disingkat PT. Pelabuhan I.

Pada masa penjajahan Belanda Perseroan ini diberi namaHaven Badrift. Selanjutnya setelah kemerdekaan RI tahun 1945 s/d 1950 Perseroan berstatus sebagai jawatan Pelabuhan. Pada tahun 1960 s/d 1969 jawatan pelabuhan berubah menjadi Badan Usaha Milik Negara dengan status Perusahaan Negara Pelabuhan disingkat dengan nama PN Pelabuhan.Pada periode 1969 s/d 1983 PN Pelabuhan berubah menjadi Lembaga Penguasa Pelabuhan dengan nama Penguasahaan Pelabuhan disingkat BPP. Pada tahun 1983 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1983 Badan Penguasahaan Pelabuhan diubah menjadi Perusahaan Umum Pelabuhan disingkat PERUMPEL.

57

Profil PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero),

tanggal 20 Februari 2015.


(56)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 1991 PERUMPEL I berubah status menjadi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) berkedudukan dan berkantor pusat di Medan. Berdasarkan peraturan pemerintah No. 64 tahun 2001 kedudukan tugas, dan kewenangan Menteri Keuangan selaku pemegang saham pada Persero atau Perseroan Terbatas diahlikan kepada Menteri BUMN. Visi dan misi perusahaan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) adalah sebagai berikut :

a. Visi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) :

“Menjadi nomor satu di bisnis kepelabuhanan di Indonesia.” b. Misi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) :

“Menyediakan jasa kepelabuhanan yang terintegrasi, berkualitas dan bernilai tambah untuk memacu pertumbuhan ekonomi wilayah.

Maksud dan tujuan Perusahaan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) sesuai anggaran dasar perusahaan adalah melakukan usaha dibidang penyelenggaraan dan pengusahaan jasa kepelabuhanan, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan atau mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut maka PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) melaksanakan kegiatan usaha utama sesuai Anggaran Dasar Perusahaan sebagai berikut:

1. Penyedia dan atau pelayanan kolam-kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas dan tempat berlabuhnya kapal;


(57)

47

2. Penyedia dan atau pelayanan jasa-jasa yang berhubungan dengan pemanduan (pilotage) dan penundaan kapal;

3. Penyedia dan atau pelayanan dermaga dan fasilitas lain untuk bertambat, bongkar muat peti kemas, curah cair, curah kering (general cargo), dan kendaraaan;

4. Penyedia dan atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering, multi purpose, penumpang, dan pelayaran rakyat;

5. Penyedia dan atau pelayanan gudang-gudang dan lapangan penumpukan dan tangki tempat penimbunan barang-barang, angkutan bandar, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;

6. Penyedia dan atau pelayanan tanah untuk berbagai bangunan dan lapangan, industri dan gedung-gedung atau bangunan yang berhubungan dengan kepentingan kelancaran angkutan multi moda;

7. Penyedia dan atau pelayanan listrik, air minum, dan instalasi limbah serta pembuangan sampah;

8. Penyedia dan atau pelayanan jasa pengisian bahan bakar minyak untuk kapal dan kendaraan di lingkungan pelabuhan;

9. Penyedia dan atau pelayanan kegiatan konsilidasi dan distribusi barang termasuk hewan;

10. Penyedia dan atau pelayanan jasa konsultansi, pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan kepelabuhanan;

11. Pengusahaan dan pelayanan depo peti kemas dan perbaikan, cleaning, fumigasi, serta pelayanan logistic.


(1)

79

dengan musyawarah atau dengan diskusi terlebih dahulu agar menemukan jalan keluar untuk kemudian mencapai mufakat.

2. Penyelesaian melalui Pengadilan

Berdasarkan waktu yang telah diperjanjikan selama 30 (tiga puluh) hari, apabila para pihak tidak ditemukan persesuaian pendapat atau mufakat atau dengan kata lain, upaya penyelesaian diluar pengadilan tidak berjalan dengan lancar, misalnya ketika salah satu pihak tidak ada yang mau mengakui kesalahan atau kelalaiannya sehingga tidak mau membayar ganti rugi barulah digunakan jalan penyelesaian melalui proses hukum. Dimana para pihak sepakat untuk menyelesaikan permasalahannya dan di teruskan ke Pengadilan Negeri, dan kedudukan hukum yang telah disepakati oleh para pihak adalah di Pengadilan Negeri Medan.

Berdasarkan hasil wawancara penulis, selama berlangsungnya perjanjian kerjasama pengusahaan air minum di Pelabuhan Belawan sejauh ini tidak pernah terjadi sengketa diantara para pihak, sebaliknya dalam pelaksanaan kerjasama ini memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak baik bagi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) maupun PT. Metito Indonesia.


(2)

A. Kesimpulan

Berdasarkan tulisan yang telah disusun oleh penulis, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Perjanjian Kerjasama Nomor :Um.58/41/18/P.I-04 jo. 001/AGR/PI-MI/04merupakan Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum di Pelabuhan Belawan, Dumai, dan Tanjung Balai Karimun antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Metito Indonesia. Pelaksanaan perjanjian kerjasama operasi pengusahaan air minum di Pelabuhan Belawan didahului dengan pelaksanaan modifikasi, perbaikan dan pembangunan terhadap sarana dan prasana pengolahan air minum di Pelabuhan Belawan, Dumai dan Tanjung Balai Karimun guna mendapatkan mutu air minum yang bersih dan sehat sesuai dengan standar WHO atau internasional.

2. Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum di Pelabuhan Belawan antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Metito Indonesia merupakan suatu hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian. Disamping hak dan kewajiban, perjanjian juga melahirkan tanggungjawab bagi para pihak yang terikat terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban agar sesuai dengan yang diperjanjikan. Setiap klaim dan risiko yang terjadi atau mungkin terjadi sebagai akibat dari kelalaian atau kesalahan dari para pihak


(3)

81

sehubungan dengan pelaksanaan jasa penyediaan air minum menjadi tanggung jawab penuh dari pihak tersebut.

3. Penyelesaian sengketa yang timbul dalam melaksanakan perjanjian kerjasama operasi pengusahaan air minum di Pelabuhan Belawan sedapat mungkin diselesaikan secara musyawarah mufakat. Namun, apabila para pihak tidak mencapai kesepakatan dalam menyelesaikan perselisihan tersebut maka permasalahannya akan diselesaikan ke Pengadilan Negeri Medan.

B. SARAN

1. Dalam Perjanjian Kerjasama Operasi antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Metito Indonesia hendaknya para pihak mencantumkan waktu berlaku dan berakhirnya perjanjian secara jelas dalam membuat suatu perjanjian, untuk menghindari perbedaan penafsiran diantara para pihak dalam perjanjian pelaksanaan kerjasama tersebut. 2. Dalam Perjanjian Kerjasama Operasi antara PT. Pelabuhan Indonesia I

(Persero) dengan PT. Metito Indonesia hendaknya para pihak mencantumkan bentuk sanksi yang jelas dan terperinci untuk setiap klaim dan risiko yang terjadi akibat dari kelalaian atau kesalahan dari pihak yang bersangkutan, untuk menghindarkan kerugian yang ditimbulkan terhadap pihak lainnya.


(4)

Badrulzaman, Mariam Darus, Sutan Remy Sjahdeni, dkk, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Badrulzaman, Mariam Darus, 1993, KUH Perdata Buku II Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung.

Budiono, Herlien, 2011, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Gultom, Elfrida, 2007, Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan Untuk Meningkatkan Ekonomi Nasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

H.S, Salim, 2014, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia Buku Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.

_________, 2003, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia Buku Kesatu, Sinar Grafika, Jakarta.

_________, 2003, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta.

Hernoko, Agus Yudha, 2010, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Miru, Ahmadi, 2011, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Muhammad, Abdul Kadir, 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.


(5)

83

Mulhadi, 2010, Hukum Perusahaan, Ghalia Indonesia, Bogor.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, 2006, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Pakpahan, Normin S, 1998, Hukum Kontrak di Indonesia, Elips, Jakarta.

Purba, Hasim, 2005, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan.

Raharjo, Handri, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia: Yogyakarta.

Santiago, Faisal, 2012, Pengantar Hukum Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta. Soekanto, Soerjono, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta. Subekti, R, Hukum Perjanjian. 2004, Intermasa, Jakarta.

_________, 1995, Aneka Perjanjian Cetakan Kesepuluh, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

2. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terjemahan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, PT. Pradnya Paramita, 2004, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan.

3. Internet

Situs resmi PT. Pelabuhan Indonesia I, website:

http://portal.inaport1.co.id/, diakses pada 20 Februari 2015. Situs resmi PT. Metito Indonesia, website:


(6)

Perjanjian Kerjasama, website:

diakses pada 26 Februari 2015.

Kerjasama Operasi (KSO), website :

diakses pada 26 Februari 2015.


Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Penyediaan Pengemudi Head Truck Angkutan Peti Kemas antara PT. Pelabuhan Indonesia I (PERSERO) Belawan International Container Terminal dengan Koperasi Karyawan Pelabuhan I Kantor Pusat

2 74 90

Pelaksanaan Perjanjian Pinjaman Dana Program Kemitraan Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan Dengan Mitra Binaannya

5 56 146

Analisa Laporan Arus Kas PT. (PERSERO) Pelabuhan Indonesia I Medan

7 56 56

Analisis Pusat Pelayanan Satu Atap (PPSA) PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Untuk Meningkatkan Pelayanan Jasa Kepelabuhan

1 38 144

Kajian Hukum Terhadap Kontrak Kerja Untuk Kegiatan Bongkar Muat Antara PT. Pelindo I Cabang Belawan Dengan PT. FKS Multi Agro Tbk (Studi Pada PT. Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan)

4 53 90

Kajian Hukum Terhadap Kontrak Kerja Untuk Kegiatan Bongkar Muat Antara PT. Pelindo I Cabang Belawan Dengan PT. FKS Multi Agro Tbk (Studi Pada PT. Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan)

0 1 8

Kajian Hukum Terhadap Kontrak Kerja Untuk Kegiatan Bongkar Muat Antara PT. Pelindo I Cabang Belawan Dengan PT. FKS Multi Agro Tbk (Studi Pada PT. Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan)

0 0 1

Kajian Hukum Terhadap Kontrak Kerja Untuk Kegiatan Bongkar Muat Antara PT. Pelindo I Cabang Belawan Dengan PT. FKS Multi Agro Tbk (Studi Pada PT. Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan)

0 0 16

Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum Di Pelabuhan Belawan Antara Pt. Pelindo I Dengan Pt. Metito Indonesia

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum Di Pelabuhan Belawan Antara Pt. Pelindo I Dengan Pt. Metito Indonesia

1 2 16