Latar Belakang ANALISIS PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN USAHATANI TEMBAKAU HITAM DI KECAMATAN BUKIT BARISAN KABUPATEN LIMA PULUH KOTA.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian sebagai bagian dari perekonomian nasional memiliki peranan paling penting, karena sektor ini mampu menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan memanfaatkan sumber daya secara efisien serta merupakan sumber pendapatan mayoritas penduduk Indonesia secara umum. Hasil sensus pertanian tahun 2003 menunjukan bahwa dari 90,8 juta penduduk yang bekerja, sekitar 45,3 bekerja pada sektor pertanian BPS, 2009. Beberapa komoditi pada sector pertanian yang berpotensi adalah tembakau.Tembakau merupakan tanaman herbal semusim yang ditanam untuk diambil daunnya. Komoditi ini mempunyai peranan penting bagi perekonomian Indonesia, dalam periode 5 tahun terakhir 2005-2010 devisa yang dihasilkan dari ekspor tembakau senilai US 100,627 Departemen Pertanian, 2010. Menurut Soenardi 1999 tembakau merupakan komoditi tradisional yang menjadi bahan baku utama industri rokok yang memiliki peranan ekonomi sangat strategis sebagai penghasil devisa, mendatangkan cukai dan pajak serta menunjang penghidupan bagi 16 juta jiwa dan menyerap tenaga kerja 4 juta orang. Baru –baru ini pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah RPP tembakau. RPP tembakau ini membahas peraturan penggunaan penambahan zat adiktif pada rokok, peraturan periklanan rokok, dan pembatasan peredaran rokok. Namun demikian, di dalam RPP tembakau ini pemerintah tidak memberikan larangan kepada petani untuk menanam tembakau dan pedagang untuk menjual rokok yang menjual rokok haruslah berumur 18 tahun ke atas. Sehingga dengan adanya RPP ini pendapatan pemerintah dari industri tembakau tidak akan terpengaruh. Sektor pertanian Sumatera Barat mengalami pertumbuhan relatif tinggi, didorong oleh menggeliatnya subsektor tanaman perkebunan. Sumbangan Pendapatan Daerah Bruto PDB subsektor perkebunan pada tahun 2004 mencapai 16,2 dari total PDB sektor pertanian. Selain itu, volume ekspor komoditi perkebunan juga terus meningkat mencapai sekitar U 5.580 juta atau sekitar 47 dari total ekspor komoditi pertanian pada tahun yang sama BPS, 2005. Kontribusi subsektor perekebunan bagi Pendapatan Daerah Regional Bruto PDRB Sumatera Barat pada tahun 2008 yaitu sebesar 5,18, atau dapat dikatakan bahwa lebih dari 20 distribusi PDRB sektor pertanian Sumatera Barat berasal dari subsektor perkebunan ini BPS,2009. Pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan I-2010 diperkirakan dapat mencapai 6,41, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,87 Bank Indonesia, 2010. Berdasarkan data yang ada di dalam Sumatera Barat Dalam Angka tahun 2010 diketahui bahwa Kabupaten Lima Puluh Kota adalah penghasil utama tanaman tembakau di Sumatera Barat Lampiaran 1, yaitu sebanyak 141,57 ton. Daerah penghasil tembakau lainnya yaitu Kabupaten Tanah Datar sebanyak 31 ton dan Kabupaten Solok 26 ton Badan Pusat Statistik, 2010. Kecamatan Bukit Barisan merupakan penghasil tembakau dengan produksi paling tinggi dari daerah lain yang menghasilkan tembakau di Kabupaten Lima Puluh Kota Lampiran 2. Produksi yang dihasilkan ikut berkontribusi terhadap suplai tembakau nasional. Permintaan tembakau dari industri rokok cukup besar. Produksi dari petani tembakau Kabupaten Lima Puluh Kota tidak mampu memenuhi jumlah permintaan dari industri tembakau dalam negeri seperti: PT Gudang Garam Tbk sebanyak 7.500 tontahun, PT Djarum 6.000 tontahun dan PT Bentoel Internasional Investama Tbk 3.000 tontahun Egi, 2011. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan tembakau untuk industri rokok sangat besar, berdampak pada perkembangan perekonomian rakyat khususnya bagi petani tembakau maupun masyarakat yang bergerak di bidang perkebunan, perdagangan dan industri rokok. Perkembangan luas lahan dan produksi tembakau di Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Lampiran 3. Ketidakmampuan petani untuk mencukupi permintaan industri tembakau nasional disebabkan karena produksi tembakau rakyat sering berfluktuasi. Hal ini disebabkan karena tingkat permintaan pengusaha yang juga cendrung berfruktuasi dan keadaan cuaca yang tidak bisa diprediksi. Jumlah tembakau yang diinginkan oleh pengusaha tembakau mempengaruhi jumlah permintaan dan tingkat harga pada petani. Intensitas hujan yang tinggi akan berpengaruh terhadap produksi tembakau basah dan kualitas tembakau rakyat. Tembakau merupakan tanaman perkebunan jangka pendek, sehingga petani akan mudah beralih ke usahatani lain jika harga komoditi ini kurang menguntungkan Cahyono, 1998. Penurunan produksi tembakau umumnya disebabkan oleh: 1 keterbatasan lahan usahatani tembakau, 2 kurangnya upaya pembibitan dan perbaikan mutu, dan 3 kecendrungan perubahan pola tanam tembakau ke komoditi lain akibat fluktuasi harga yang tidak menguntungkan petani Cahyono, 1998. Hal ini memperlihatkan produksi tembakau terjadi sebagai dampak dari perubahan ekonomi jangka pendek, sehingga keuntungan dari usahatani itu sendiri akan mudah berfluktuasi. Terdapat beberapa jenis tembakau, salah satunya adalah tembakau hitam. Penelitian yang dilaksanakan difokuskan pada jenis tembakau hitam. Hal ini disebabkan karena penelitian yang berhubungan dengan tembakau hitam di Kecamatan Bukit Barisan belum ada dilakukan. Selain itu usahatani tembakau hitam mempunyai potensi yang baik untuk berkembang. Tembakau hitam memiliki tingkat harga yang bagus, karena tembakau hitam merupakan komoditi yang berpontensi untuk diekspor wawancara dengan staf Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lima Puluh Kota. Namun produktsi dari usahatani tembakau hitam di Kabupaten Lima Puluh Kota cendrung mengalami penurunan yaitu pada tahun 2005 adalah 299,50 ton pada tahun 2009 jauh merosot menjadi 141,57 ton Lampiran 3. Analisa usahatani tembakau hitam ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana usahatani tembakau hitam yang diusahakan oleh petani memberikan keuntungan atau tidak dengan cara membandingkan biaya dan penerimaan dari suatu proses produksi di dalam usahatani tersebut. Usahatani yang dilakukan oleh petani akan menguntungkan apabila penerimaan petani lebih tinggi dari total biaya.

1.2. Rumusan Masalah