ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI TEMBAKAU DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

(1)

TOBACCO FARMING IN EASTLAMPUNGREGENCY By

Erzia Estariza

This study aims to analyze the following aspects of tobacco farming in East Lampung : (1) partnership (2) production’s efficiency (3) factors that influence technical efficiency of tobacco farm ing, and (4) farmer’s income.

The research islocated in East Lampung Regency by selecting purposively two subdistricts as center of tobacco production namely Batanghari Nuban and Purbolinggo. From each of subdistricts one village is chosen, village with the

most tobacco’s farmers, Tegal Gondo Village and Sukaraja Nuban Village. Sixty respondents of tobacco farmers were taken with simple random sampling. First purpose is answered by using qualitative descriptive analysis, the second purpose using frontier production function, the third purpose using multiple linear

regression analysis and the fourth purpose is answered by using income analysis.

The results showed that: (1) tobacco farming in East Lampung Regency was implemented in partnership with PT Export Leaf Indonesia as a core-plasma partnership, (2) tobacco farming in East Lampung Regencyis technically not efficient with average technical efficiency of tobacco farming in East Lampung Regency is 73,85% and the most of farmers in the range of 80-90% technical efficiency, (3) The factors that significantly influence in technical efficiency of tobacco farming in East Lampung Regency were farming experience, formal education, counseling frequency, and spacing of tobacco planting, (4) tobacco farming in East Lampung Regency is profitable because it has R/C value of 1.85 with income Rp 21,046,199.79.


(2)

ABSTRAK

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI TEMBAKAU DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh Erzia Estariza

Penelitian ini bertujuan untuk :(1) mengkaji kemitraan yang terjadi pada usahatani tembakau di Kabupaten Lampung Timur, (2) menganalisis efisiensi produksi usahatani tembakau di Kabupaten Lampung Timur, (3) mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani tembakau di Kabupaten Lampung Timur, dan (4) mengetahui besarnya pendapatan usahatani tembakau di Kabupaten Lampung Timur.

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur yaitu di kecamatan sentra produksi tembakau yaitu Kecamatan Purbolinggo dan Kecamatan Batanghari Nuban. Dari masing-masing kecamatan dipilih satu desa yang memiliki populasi petani tembakau terbanyak yaitu Desa Tegal Gondo dan Desa Sukaraja Nuban. Jumlah responden sebesar 60 orang petani tembakau yang diambil dengan menggunakan metode acak sederhana (Simple Random Sampling). Untuk

menjawab tujuan pertama menggunakan analisis deskriptif kualitatif, tujuan kedua menggunakan fungsi produksi frontier, tujuan ketiga menggunakan analisis

regresi linier berganda serta tujuan keempat dijawab menggunakan analisis pendapatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Usahatani tembakau di Kabupaten Lampung Timur dilaksanakan secara kemitraan dengan PT Eksport Leaf Indonesia dengan pola kemitraan inti-plasma, (2) usahatani tembakau di

Kabupaten Lampung Timur belum efisien secara teknis, efisiensi teknis usahatani di Kabupaten Lampung Timur yaitu sebesar 73,85% dan sebagian besar petani berada pada kisaran efisiensi teknis 80-90%, (3) faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani tembakau di Kabupaten Lampung Timur yaitu

pengalaman usahatani, pendidikan formal, frekuensi penyuluhan dan jarak tanam, (4) usahatani tembakau di Kabupaten Lampung Timur merupakan usahatani yang menguntungkan karena memiliki nilai R/C lebih dari satu yaitu sebesar 1,86 dengan pendapatan sebesar Rp 21.046.199,79.


(3)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam

perekonomian nasional mempunyai fungsi ganda. Selain bertujuan untuk

meningkatkan pendapatan petani juga terkait dengan upaya untuk membuka

kesempatan kerja, peningkatan eksport, pemenuhan kebutuhan bahan baku

industri dalam negeri serta pemerataan pembangunan dan penciptaan

pertumbuhan ekonomi regional suatu daerah. Era baru pertanian ke depan

menghendaki orientasi pada pencapaian nilai tambah, pendapatan, serta

kesejahteraan petani sebagai acuan utama dalam pembangunan pertanian melalui

peningkatan dalam usahatani (Hafsah, 2003).

Fauziyah (2010) mengemukakan bahwa dalam pembangunan pertanian sumber

daya alam, sumberdaya manusia teknologi dan kelembagaan merupakan empat

faktor penggerak ( four prime movers). Keempat faktor tersebut merupakan syarat

kecukupan (sufficient condition) untuk mencapai performance pembangunan yang

dikehendaki, artinya apabila satu atau lebih dari faktor tersebut tidak tersedia atau


(4)

performance tertentu yang dikehendaki seperti produksi tembakau dan

kesejahteraan petani tidak akan dapat terwujud.

Tanaman perkebunan disebut sebagai komoditas masa depan yang menjanjikan

dan memiliki berbagai keuntungan. Salah satu tanaman perkebunan yang

memiliki nilai komersial adalah tanaman tembakau. Umumnya tembakau cocok

ditanam di daerah yang beriklim panas atau sedang sehingga dapat menghasilkan

jenis-jenis tembakau yang istimewa dengan keadaan setempat. Meskipun

tembakau termasuk tropis, daerah penanamannya sangat luas, mulai dari daerah

panas seperti Indonesia, sampai daerah yang beriklim dingin seperti Norwegia.

Tembakau juga merupakan jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang

sangat tinggi.

Pada sektor agroindustri menunjukkan bahwa produksi rokok Indonesia yang

berbahan baku tembakau selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Sebagaimana kita ketahui bahwa dewasa ini merokok bukan hal yang dilakukan

oleh kaum laki-laki namun para wanita dan remaja sehingga berdampak adanya

permintaan dalam jumlah besar dengan kata lain juga akan memacu peningkatan

permintaan tembakau dalam jumlah besar.

Kebutuhan tembakau untuk industri rokok sangat besar, hal ini akan berdampak

pada perkembangan perekonomian rakyat khususnya bagi petani tembakau

maupun masyarakat yang bergerak di bidang perkebunan, perdagangan maupun

industri rokok. Sesuai dengan proses pengolahannya, mayoritas tembakau rakyat

merupakan tembakau rajangan yang diusahakan oleh petani sedangkan tembakau


(5)

(PTPN X), perusahaan swasta asing seperti PT Ekspor Leaf Indonesia serta

perusahaan rokok tertentu dalam areal yang relatif terbatas.

Dalam perkembangannya tanaman tembakau diusahakan secara cukup meluas

oleh petani rakyat baik di Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur) dan di Luar Jawa

(Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan) yang kemudian sekarang mulai

dikembangkan di Lampung. Pengusahaan tembakau oleh petani rakyat terutama

ditujukan untuk ekspor. Luas areal tanaman perkebunan rakyat dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Luas areal tanaman perkebunan rakyat Provinsi Lampung tahun 2011 (ha)

Jenis Tanaman

Komposisi Luas Areal (ha)

TBM TM TR Jumlah

Kopi Robusta 10.004 145.022 8.097 163.123

Kopi Arabika - 70 20 90

Lada 8.814 47.414 7.392 63.620

Cengkeh 1.814 3.664 1.811 7.289

Karet 28.824 44.801 1.825 75.450

Kelapa Dalam 12.371 108.182 7.468 128.021

Tebu - 12.380 - 63.620

Tembakau - 452 - 452

Vanili 138 313 76 527

Kayu Manis 633 953 241 1.827

Kapuk 233 1.462 140 1.835

Kelapa Hibrida 497 1.936 896 3.329

Kakao 17.149 24.326 1.042 42.427

Kelapa Sawit 24.196 55.511 831 80.538

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung 2011

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa luas areal tanaman tembakau menempati urutan

kedua terendah setelah kopi arabika. Hal ini mengindikasikan bahwa luasan areal

tembakau di Lampung masih tergolong rendah apabila kita bandingkan dengan

luasan areal tanaman perkebunan lainnya. Selain itu tingkat permintaan tembakau


(6)

yang dimiliki oleh Provinsi Lampung, pemerintah mencanangkan upaya

pengembangan tanaman tembakau di beberapa kabupaten di Provinsi Lampung .

Kondisi petani tembakau yang sangat lemah, baik dalam hal manajemen dan

profesionalisme, serta terbatasnya akses terhadap permodalan, teknologi dan

jaringan pemasaran, maka diperlukan peran serta pengusaha besar (pemilik

modal) untuk membantu mengembangkan usahatani petani kecil dalam bentuk

kemitraan. Oleh karena itu pengembangan usahatani tembakau di Provinsi

Lampung dikelola secara kemitraan. Menurut Hafsah (2003), kemitraan usaha

merupakan suatu bentuk kerjasama yang tepat untuk mengatasi permasalahan.

Dampak dari program kemitraan diharapkan tidak hanya menguntungkan para

pelaku ekonomi atau perusahaan saja, melainkanjuga harus membawa dampak

positif bagi seluruh kehidupan petani. Hubungan kemitraan diharapkan dapat

menyelesaikan segala permasalahan, seperti dalam hal permodalan, teknologi,

saprodi, penetapan harga serta pemasaran hasil dengan mendapat bantuan dari

pihak luar.

Kemitraan yang terjalin diartikan sebagai kerjasama yang sinergis antara dua

belah pihak untuk melaksanakan suatu kegiatan usahatani tembakau. Hasilnya,

para pemasok dan petani yang menjadi mitra telah senantiasa sanggup memasok

tembakau yang berkualitas bagi fasilitas produksi perusahaan pengelola. Program

kemitraan PT Export Leaf Indonesia (ELI) bertujuan untuk membantu para petani

mengembangkan usaha pertanian tembakau berkualitas yang berkesinambungan.

Kondisi Provinsi Lampung sangat cocok untuk ditanami tembakau. Tembakau


(7)

ditanam di areal persawahan. Sehingga pada saat petani padi sawah tidak

mendapat jatah air untuk bercocok tanam padi sawah, maka lahan sawah tersebut

dapat dimanfaatkan untuk budidaya tembakau. Oleh karena itu pengembangan

tembakau secara kemitraan ini diharapkan akan mampu meningkatkan pendapatan

petani yang biasanya hanya menanam tanaman palawija serta kacang-kacangan

pada saat musim kemarau. Luas areal dan produksi menurut kabupaten dan kota

di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas areal dan produksi menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2011 (ha)

Kabupaten/Kota Luas Areal (ha) Produksi Daun Kering Tembakau (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Lampung Timur 159 145 0,91

Lampung Tengah 162 140 0,86

Lampung Utara 25 18 0,72

Way Kanan 15 8 0,53

Pesawaran 6 2 0,33

Pringsewu 91 41 0,45

Provinsi Lampung 452 354 0,78

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, 2011

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa Kabupaten Lampung Tengah memiliki

areal tembakau terluas yaitu dengan luas areal sebesar 162 ha kemudian

dilanjutkan oleh Kabupaten Lampung Timur yang memiliki luas areal sebesar 159

ha. Namun dari segi produksi Kabupaten Lampung Timur memiliki tingkat

produksi tertinggi yaitu sebanyak 145 ton dan urutan produksi tertinggi kedua

yaitu Kabupaten Lampung Tengah dengan tingkat produksi sebanyak 140 ton.

Disamping itu wilayah Lampung Timur juga sangat sesuai untuk budidaya

tembakau. Kabupaten Lampung Timur sudah mengembangkan tembakau di


(8)

Kabupaten Lampung Timur adalah salah satu dari 6 kabupaten wilayah

pengembangan tembakau di Provinsi Lampung yang animo masyarakat untuk

menanam tembakau sangat besar hal ini dapat diketahui dari data perkembangan

areal pada musim tanam tahun terakhir 2011 meningkat sampai 112% (159 ha)

dibandingkan empat tahun yang lalu yaitu tahun 2009 (75 ha). Namun disisi lain

produktivitas tembakau masih tergolong rendah yaitu sebesar 0,78 ton per hektar

sedangkan kebijakan pemerintah atas sasaran intensifikasi tembakau yaitu sebesar

1,2 ton per hektarnya (Larsito,2005).

Rendahnya produktivitas tembakau rakyat secara teknis dipengaruhi oleh berbagai

faktor produksi iklim cara budidaya serta keterbatasan modal / pendapatan petani

sehingga petani belum mengalokasikan faktor-faktor produksi secara efisien.

Menurut Prabowo (2007), untuk memperoleh pendapatan bersih suatu usahatani

atau bisnis harus dapat menguasai modal dan pada umumnya usaha tani

memerlukan investasi modal yang cukup besar dibandingkan bisnis lain (non

pertanian) untuk mendapatkan tingkat pendapatan yang sama karena alasan ini

proses memperoleh modal menjadi sangat penting dan pendapatan didasarkan atas

produksi dan harga yang normal.

Tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sangat baik

dikembangkan di Kabupaten Lampung Timur dalam mensejahterakan petani. Hal

itu yang membuat pemerintah Kabupaten Lampung Timur bekerjasama dengan

PT Eksport Leaf Indonesia sejak 4 tahun lalu untuk mengembangkan

komoditasyang cukup menjanjikan tersebut. Usahatani yang dilakukan oleh petani


(9)

Meskipun pada saat ini sudah dikeluarkan kampanye anti rokok seperti yang

tertuang dalam PP No. 81/ 1999 tentang pengaruh rokok bagi kesehatan, PP

No.38 / 2000 yang merupakan penyempurnaan dari PP No. 81/ 1999, serta PP No.

19 / 2003 tentang pembatasan kadar nikotin dalam rokok, namun bagi petani

tembakau di Kabupaten Lampung Timur keadaan ini tidak menyurutkan mereka

untuk tetap menanam tembakau, bahkan dari tahun ke tahun ada kecenderungan

terjadi peningkatan luas areal tanam selama penggalakkan budidaya tembakau di

Lampung. Ini terjadi karena menurut persepsi para petani menanam komoditas

tembakau lebih menguntungkan dibandingkan dengan menanam komoditas lain

(Dinas Perkebunan, 2012).

B. Perumusan Masalah

Kabupaten Lampung Timur merupakan produsen tembakau terbesar di Provinsi

Lampung dengan luas areal dan produksi cukup besar daripada wilayah kabupaten

lain. Usahatani tembakau di Kabupaten Lampung Timur merupakan hasil kerja

sama antara PT Export Leaf Indonesia (ELI) dengan petani mitra. Ditinjau dari

pengembangan areal serta total produksi tembakau di Kabupaten Lampung Timur

pada beberapa tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Hal ini

menunjukkan bahwa animo petani dalam usahatani tembakau masih cukup besar .

Namun produktivitas yang dihasilkan masih tergolong rendah apabila

dibandingkan dengan sasaran kebijakan pemerintah mengenai intensifikasi

tembakau. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa produksi tembakau di

Kabupaten Lampung Timur belum efisien. Produktivitas yang rendah


(10)

Berdasarkan kondisi tersebut, maka dibutuhkan cara untuk meningkatkan

produktivitas yaitu dengan meningkatkan tingkat efisiensi penggunaan

faktor-faktor produksi pada usahatani tembakau.

Dari segi ekonomi, ciri yang sangat penting pada petani kecil adalah terbatasnya

sumberdaya dasar tempat ia berusahatani. Pada umumnya, petani hanya

menguasai sebidang lahan kecil, kadang-kadang disertai ketidakpastian dalam

pengelolaannya. Lahannya sering tidak subur dan terpencar-pencar dalam

beberapa petak. Bersamaan dengan itu, petani juga tidak dapat menentukan harga

karena harga hanya dapat ditentukan oleh perusahaan yang bermitra dengan para

petani, sehingga berpengaruh terhadap areal serta pendapatan dari usaha tani

tembakau rakyat.

Luas areal tanaman tembakau disesuaikan dengan kebutuhan tembakau oleh

perusahaan pengelola dan diharapkan terjadi keseimbangan antara jumlah

kebutuhan dengan jumlah produksi tembakau, sehingga dengan demikian akan

memperbaiki harga tembakau dan tingkat pendapatan petani tembakau. Oleh

karena itu, peran kemitraan antara PT Export Leaf Indonesia (ELI) dengan petani

mitra tembakau juga diharapkan lebih mampu menciptakan perbaikan pendapatan

dan kesejahteraan petani mitra. Dengan demikian dapat diambil manfaat yang

sesungguhnya dari hadirnya kemitraan untuk dapat memperbaiki kesejahteraan

petani yang bermitra dengan PT Export Leaf Indonesia (ELI).

Dalam upaya pengembangan tembakau selain menghadapi permasalahan seperti

produktivitas rendah, harga faktor produksi (upah tenaga kerja, harga bibit, harga


(11)

tembakau berfluktuasi tidak menentu, cara budidaya yang kurang maju, serta

terbatasnya penguasaan lahan garapan usahatani yang tersedia. Oleh karena itu

petani dituntut untuk dapat memanfaatkan sumberdaya yang terbatas secara

efisien.

Permasalahan mengenai produktivitas terkait dengan efisiensi. Efisiensi dapat

mempengaruhi tingkat produksi dengan menunjukkan pada seberapa besar output

maksimum dapat dihasilkan dari tiap atau kombinasi input yang tersedia. Petani

dapat dikatakan efisien jika menghasilkan output dengan kuantitas yang sama

tetapi penggunaan input yang lebih sedikit dari petani lainnya atau menggunakan

kuantitas dan kombinasi yang sama tetapi menghasilkan output yang lebih banyak

dari petani lainnya.

Teknik budidaya yang dilakukan petani, termasuk penggunaan dari faktor-faktor

produksi mempengaruhi efisiensi teknis dari suatu usahatani. Jika semakin tinggi

efisiensi petani, maka inefisiensinya semakin kecil. Adanya pengaruh terhadap

efisiensi ini terlihat dari kondisi terdapatnya gap atau kendala yang membuat

petani tidak mampu memperoleh output yang seharusnya diperoleh dari kegiatan

usahatani. Jadi, perlu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

efisiensi. Jika efisiensi tinggi maka pendapatan yang diterima petani semakin

maksimal. Meningkatnya produktivitas ini, maka berpengaruh pada penerimaan

dan pendapatan yang petani peroleh. Oleh karena itu penelitian tentang efisiensi

produksi tembakau sangat relevan untuk dilakukan.


(12)

(1) Bagaimana kemitraan yang terjadi pada usahatani tembakau di Kabupaten

Lampung Timur?

(2) Bagaimana efisiensi produksi usahatani tembakau di Kabupaten Lampung

Timur?

(3) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani

tembakau di Kabupaten Lampung Timur?

(4) Berapa besarnya pendapatan petani tembakau di Kabupaten Lampung Timur?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :

(1) Mengkaji kemitraan yang terjadi pada usahatani tembakau di Kabupaten

Lampung Timur.

(2) Menganalisis efisiensi produksi usahatani tembakau di Kabupaten Lampung

Timur.

(3) Mengkaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi teknis

usahatani tembakau di Kabupaten Lampung Timur.

(4) Menghitung besarnya pendapatan usahatani tembakau di Kabupaten

Lampung Timur.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan oleh penelitian ini adalah:


(13)

(2) Sebagai pertimbangan bagi instansi terkait dalam penentuan kebijakan dan

pengambilan keputusan.

(3) Sebagai pembanding dan referensi bagi peneliti lain yang melakukan


(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A.Tinjauan Pustaka

1. Usahatani Tembakau ( Nicotiana tabaccum L)

Tanaman tembakau merupakan tanaman berakar tunggang yang tumbuh tegak ke

pusat bumi. Akar tunggangnya dapat menembus tanah kedalaman 50- 75 cm,

sedangkan akar serabutnya menyebar ke samping. Selain itu, tanaman tembakau

juga memiliki bulu-bulu akar. Perakaran akan berkembang baik jika tanahnya

gembur, mudah menyerap air,dan subur. Tanaman Tembakau memiliki bentuk

batang agak bulat, agak lunak tetapi kuat, makin ke ujung, makin kecil. Ruas-ruas

batang mengalami penebalan yang ditumbuhi daun, batang, tanaman bercabang

atau sedikit bercabang. Pada setiap ruas batang selain ditumbuhi daun, juga

ditumbuhi tunas ketiak daun, diameter batang sekitar 5 cm. Daun tanaman

tembakau berbentuk bulat lonjong (oval) atau bulat, tergantung pada varietasnya.

Daun yang berbentuk bulat lonjong ujungnya meruncing, sedangkan yang

berbentuk bulat, ujungnya tumpul. Daun memiliki tulang-tulang menyirip, bagian

tepi daun agak bergelombang dan licin. Lapisan atas daun terdiri atas lapisan

palisade parenchyma dan spongy parenchyma pada bagian bawah. Jumlah daun dalam satu tanaman sekitar 28- 32 helai.


(15)

Tanaman tembakau pada umumnya tidak menghendaki iklim yang kering ataupun

iklim yang sangat basah. Angin kencang yang sering melanda lokasi tanaman

tembakau dapat merusak tanaman (tanaman roboh) dan juga berpengaruh terhadap

mengering dan mengerasnya tanah yang dapat menyebabkan berkurangnya

kandungan oksigen di dalam tanah. Untuk tanaman tembakau dataran rendah,

curah hujan rata-rata 2.000 mm/tahun, sedangkan untuk tembakau dataran tinggi,

curah hujan rata-rata 1.500-3.500 mm/tahun. Penyinaran cahaya matahari yang

kurang dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik sehingga

produktivitasnya rendah. Sehingga, lokasi untuk tanaman tembakau sebaiknya

dipilih di tempat terbuka dan waktu tanam disesuaikan dengan jenisnya. Suhu

udara yang cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau berkisar antara 21-32,30

derajat celcius. Tanaman tembakau dapat tumbuh pada dataran rendah ataupun di

dataran tinggi bergantung pada varietasnya. Ketinggian tempat yang paling cocok

untuk pertumbuhan tanaman tembakau adalah 0 - 900 mdpl (Cahyono,1998).

Secara umum pedoman teknis budidaya tembakau tidak jauh berbeda pada tiap

jenisnya. Pada proses pengolahan tanah dilaksanakan dengan menggunakan alat

pertanian berupa hand Tractor minimal 2x pembajakan untuk mempersiapkan

media terbaikbagi proses penanaman tembakau dengan menjaga kesuburan tanah.

Empat puluh lima hari sampai dengan lima puluh hari (45 s/d 50) setelah benih

ditabur, bibit ditanam pada tanah gulud dan di lahan yang telah dipilih dengan

luasan yang sesuai dan perlu diketahui sebelum penanaman bibit perlu diadakan

pemangkasan, agar tidak terjadi stagnasi. Jarak tanam yang digunakan adalah 115

x 55 cm. Pada tahapan penanaman ini dilakukan pemupukan I dengan


(16)

digunakan pupuk fertila dengan dosis 10 gr/batang. Pemupukan ke II dengan

umur tanaman 21 hari dilakukan Pemupukan dengan KNO3 dengan dosis 5

gr/batang.

Setelah dilakukan pemupukan, kemudian tahap selanjutnya yaitu pembumbunan.

Pembumbunan adalah proses yang dilakukan untuk tanah tetap gembur,sebagai

persiapan media tumbuh yang baik bagi tanaman tembakau dan sekaligus untuk

membersihkan tanaman pengganggu (gulma). Adapun sistim irigasi (pengairan)

yang tepat sangat penting dalam menjamin kualitas clan tingkat produktifitas

tembakau virginia. Pengendalian hama penyakit juga sangat penting untuk

dilakukan dalam budidaya tembakau. Pengendalian hama terpadu dilaksanakan

sesuai kondisi tanaman yang ada dengan memprioritaskan penggunaan Bio

pestisida dengan pengawasan secara berkala, terhadap residu pestisida baik pada

tanaman tembakau virginia. Adapun penggunaan pestisida dan bahan kimia bisa

digunakan tergantung serangan hama yang ada.

Setelah 3-4 bulan ditanam di ladang, tembakau siap dipanen. Bagi berbagai jenis

tembakau, terdapat beberapa metode panen. Dua metode yang paling lazim

diterapkan adalah – priming, yaitu di mana tembakau dipanen secara berurutan dalam beberapa tahap, mulai dari daun yang berada di dekat permukaan tanah

yang matang lebih dulu, lalu ke bagian yang lebih atas setelah matang. Potensi

hasil produksi tembakau yaitu sebesar 1,75- 2,25 ton/ha daun kering.

Tembakau dapat dijual dalam wujud kering oven atau pengomprongan

(Curing). Curing merupakan proses biologis yaitu melepaskan kadar air dari daun


(17)

menentukan kualitas akhir daun yang didapat, dan kecakapan si petani berperan

penting dalam mendapatkan cita rasa khas masing-masing jenis tembakau.

Tembakau Virginia dikeringkan melalui proses yang disebut flue curing yaitu

tembakau digantung dalam omprong pengering khusus untuk mengeringkan

airnya (Abdullah, 2002).

2. Konsep Kemitraan

Menurut Partomo dan Soejoedono (2002), kemitraan usaha adalah hubungan kerja

sama usaha di antara berbagai pihak yang sinergis, bersifat sukarela dan

berdasarkan prinsip saling membutuhkan, saling mendukung dan saling

menguntungkan, dengan disertai pembinaan dan pengembangan UKM oleh usaha

besar. Martodireso dan Suryanto (2002) menyatakan bahwa kemitraan usaha

pertanian merupakan salah satu instrumen kerja sama yang mengacu kepada

terciptanya suasana keseimbangan, keselarasan, dan keterampilan yang didasari

saling percaya antara perusahaan mitra dan kelompok melalui perwujudan sinergi

kemitraan, yaitu terwujudnya hubungan yang saling membutuhkan, saling

menguntungkan dan saling memperkuat.

Menurut Mardikanto (2009), kemitraan adalah kerjasama yang sinergis antar dua

atau lebih pihak untuk melaksanakan suatu kegiatan. Kerjasama tersebut

merupakan pertukaran sosial yang saling memberi, bersifat timbal balik dan saling

menerima. Kemitraan yang sinergis berjalan jika semua informasi, teknologi,

kelembagaan, input, pasar, dan risiko kegagalan berlangsung transparan.


(18)

dalam tatanan yang seimbang dan berlangsung dua arah. Pada tatanan bisnis,

program kemitraan agribisnis, melibatkan petani plasma, organisasi kelompok

tani, dan perusahaan inti. Pemerintah berperan sebagai regulasi dan fasilitasi,

sedangkan tiga pihak yang disebut terdahulu berperan kunci dalam pembangunan

kemitraan agribisnis.

Hafsah (2003), menyatakan bahwa tujuan kemitraan yang ingin dicapai dalam

pelaksanaan kemitraan adalah meningkatkan pendapatan usaha kecil dan

masyarakat, meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan,

meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat, meningkatakan

pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, memperluas kesempatan

kerja, meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Kemudian Hafsah (2003)

menyatakan bahwa manfaat kemitraan adalah segala sesuatu atau hasil yang

didapat perusahaan atau petani (tembakau) dari pelaksanaan kemitraan tersebut,

seperti peningkatan ketrampilan, pengetahuan, pendapatan, serta peningkatan

hasil produksi.

Keberhasilan program kemitraan dapat dilihat dari berbagai sisi. Dari sisi persepsi

petani, kemitraan yang berhasil adalah kemitraan yang mampu meningkatkan

taraf hidup dan kesejahteraan mereka. Dari sisi persepsi perusahaan inti dan petani

plasma, kemitraan yang berhasil adalah jika menguntungkan dan membuat usaha

agribisnis mereka berkelanjutan. Dari sisi persepsi pemerintah, kemitraan yang

berhasil adalah apabila kemitraan tersebut mampu menggerakkan kegiatan


(19)

Pola kerjasama melalui kemitraan usaha yang berjalan di sektor tananam pangan

selama ini ada beberapa macam dan penerapannya disesuaikan dengan

perusahaan, petani dan kondisi daerah setempat. Hafsah (2003) menyatakan

bahwa secara umum pola kemitraan yang berkembang di Indonesia dapat

dikelompokkan menjadi :

(1) Pola Inti Plasma

Pola inti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra

usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Perusahaan inti

menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen,

manampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi, sedangkan kelompok

mitra usaha plasma memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan

persyaratan yang telah disepakati sehingga hasil yang diciptakan harus

mempunyai daya kompetitif dan nilai jual yang tinggi.

(2) Pola Subkontrak

Pola subkontrak merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan

dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan

oleh perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Pola subkontrak

memiliki kecenderungan mengisolasi produsen kecil sebagai subkontrak pada

suatu bentuk hubungan monopoli dan monopsoni, terutama dalam hal

penyediaan bahan baku dan pemasaran.

(3) Pola Dagang Umum

Pola dagang umum merupakan pola kemitraan di mana perusahaan


(20)

yang diperlukan oleh perusahaan. Pola kemitraan ini memerlukan struktur

pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra, baik perusahaan besar maupun

perusahaan kecil. Sifat dari kemitraan ini pada dasarnya adalah membeli dan

menjual produk dari kelompok mitra petani.

(4) Pola Keagenan

Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan di mana

usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha

menengah atau usaha besar sebagai mitranya.

(5) Pola Waralaba

Pola waralaba merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra

usaha dengan perusahaan mitra usaha di mana perusahaan memberikan hak

lisensi, merek dagang, maupun saluran distribusi perusahaanya kepada

kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai dengan

hubungan bimbingan manajemen.

3. Konsep Usahatani

Menurut Soekartawi (1995), ilmu usahatani biasanyadiartikan sebagai ilmu yang

mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir

faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga

memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu

usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan,

mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi


(21)

semaksimal mungkin. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa tujuan akhir dari

usahatani adalah memperoleh pendapatan setinggi-tingginya. Salah satu manfaat

dari análisis usahatani ini adalah untuk memperkirakan perkembangan bisnis

komoditas ini di masa depan.

Suatu usahatani dikatakan berhasil atau tidak diketahui dari besarnya pendapatan

atau keuntungan yang diperoleh. Besarnya tingkat perolehan pendapatan petani

dari usahataninya merupakan keberhasilan petani dalam mengkombinasikan

penggunaan faktor-faktor produksi. Faktor produksi merupakan korbanan yang

diberikan pada tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik.

Faktor-faktor produksi ini akan menentukan besar kecilnya produksi yang

dihasilkan (Mubyarto, 1989). Faktor-faktor produksi merupakan benda atau jasa

yang disediakan oleh alam atau dihasilkan oleh manusia dan digunakan untuk

menghasilkan berbagai macam barang atau jasa. Faktor-faktor produksi yang

umum digunakan di bidang pertanian antara lain lahan, benih, pupuk, pestisida,

tenaga kerja, dan lain sebagainya.

Usahatani yang baik adalah usahatani yang bersifat efisien, mempunyai

produktivitas yang tinggi dan bersifat terus menerus. Menurut Mubyarto (1989),

produktivitas dan produksi pertanian yang tinggi dapat dicapai melalui dua cara,

yaitu:

a) Perbaikan alokasi sumberdaya yang dimiliki petani termasuk penggunaan

lahan, tenaga kerja, serta penyempurnaan kombinasi usahatani. Tinggi


(22)

petani. Pada tingkat biaya dan harga produk yang sama, maka keuntungan

akan lebih tinggi apabila produktivitasnya tinggi.

b) Memperkenalkan sumberdaya baru dalam bentuk modal dan teknologi.

Teknologi baru dapat berupa jenis tanaman dan sarana lainnya yang dapat

digunakan dalam proses produksi. Suatu teknologi baru dapat diterima

petani jika mampu memberikan keuntungan yang berarti, dan dengan

penerapan teknologi akan meningkatkan keuntungan petani.

4. Konsep Produksi

Produksi merupakan suatu proses untuk merubah faktor produksi (input) menjadi

produk (output). Secara lebih luas, produksi diartikan sebagai suatu proses

pengombinasian penggunaan faktor produksi dan sumber daya untuk

menghasilkan suatu produk berupa barang atau jasa (Arifin, 1995). Hubungan

antara faktor produksi dengan produk yang dihasilkan merupakan hubungan

fungsional yang disebut sebagai fungsi produksi. Fungsi produksi dinyatakan

dalam bentuk persamaan matematika sederhana sebagai :

Y = f (X1, X2, X3, ..., Xn) ... (1)

dimana : Y = Jumlah produk yang dihasilkan X1, ..., Xn = Faktor-faktor produksi

f = Fungsi yang menunjukkan hubungan dari perubahan input menjadi output

Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan fungsi logaritma yang umum

digunakan untuk menduga fungsi produksi dan dinilai lebih sesuai untuk


(23)

logis. Keistimewaan dari fungsi produksi Cobb-Douglas antara lain adalah

penyelesaiannya relatif mudah dan dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk

satuan linier, pendugaan garis menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus

merupakan besaran elastisitas produksi, dan jumlah besaran elastisitas tersebut

juga merupakan tingkat besaran return to scale. Fungsi produksi Cobb-Douglas

memiliki kelemahan karena sering terjadi multikolineritas, yaitu selang

kepercayaan menjadi lebih besar sehingga mengakibatkan uji hipotesis menjadi

lemah. Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi multikolinearitas, yaitu :

mencari informasi pendahuluan, mengeluarkan satu atau lebih variabel

pengganggu, transformasi tabel, dan penambahan data baru.

Dalam perhitungan ekonomi usahatani dikenal tiga macam produk, yaitu produk

total (PT), produk rata-rata (PR), dan produk marginal (PM). Produk total (PT)

adalah jumlah produk (hasil yang diperoleh dalam proses produksi) yang

diproduksi selama periode waktu tertentu, dengan menggunakan semua faktor

produksi yang dibutuhkan dalam proses produksi. Produk rata-rata (PR) adalah

perbandingan antara produk total dengan input produksi. Produk marginal (PM)

adalah perubahan produksi (output) karena kenaikan satu-satuan faktor produksi

(input). Secara grafik, hubungan antara PT, PR, dan PM dinyatakan dalam kurva


(24)

Gambar 1. Hubungan antara PT, PR, dan PM Sumber : Soekartawi, 1990

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat tiga tahapan produksi, yaitu :

Daerah I : terjadi kenaikan hasil yang semakin bertambah (increasing return to

scale), di mana nilai dari elastisitas produksi lebih dari satu (Ep > 1), dan daerah ini termasuk daerah irrasional karena penggunaan faktor produksi masih dapat

ditingkatkan lagi untuk menambah hasil (output/produksi).

Daerah II : terjadi kenaikan hasil berkurang (diminishing return to scale), di

mana nilai dari elastisitas produksi lebih besar dari nol tetapi lebih kecil dari satu

(0 < EP <1). Ketika unit tambahan suatu input variabel ditambahkan pada

input tetap setelah suatu titik tertentu, produk marjinal input variabel akan

menurun. Daerah ini termasuk daerah rasional, karena produksi optimal tercapai

pada daerah tersebut.

Daerah III : terjadi penurunan hasil (decreasing return to scale), di mana nilai

dari elastisitas produksi kurang dari nol (Ep < 0), dan termasuk daerah irrasional,

Daerah II (0<Ep<1) rasional Daerah I

(Ep>1) irrasional

Daerah III (Ep<0) irrasional

0 Ep = 1 Ep = 0 X PT

Y

PR


(25)

karena peningkatan penggunaan faktor produksi justru menyebabkan hasil

produksi menurun.

Mubyarto (1989) menjelaskan bahwa efisiensi produksi adalah banyaknya hasil

produksi fisik yang diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi. Dalam

melakukan usahatani, seorang petani akan berfikir bagaimana ia mampu

mengalokasikan sarana produksi (input) yang dimiliki seefisien mungkin untuk

dapat memperoleh produksi yang maksimal. Dalam ilmu ekonomi, cara berfikir

demikian sering disebut dengan pendekatan memaksimumkan keuntungan atau

profit maximization.

Di lain pihak, manakala petani dihadapkan pada keterbatasan biaya dalam

melaksanakan usahataninya, maka mereka juga tetap mencoba bagaimana

meningkatkan keuntungan tersebut dengan kendala biaya usahatani yang ia miliki,

yang jumlahnya terbatas. Suatu tindakan yang dapat dilakukan adalah bagaimana

memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan menekan biaya produksi

sekecil-kecilnya. Pendekatan seperti ini dikenal dengan istilah meminimumkan

biaya atau cost minimization.

5. Konsep Efisiensi Produksi

Menurut Mubyarto (1989), yang dimaksud dengan efisiensi adalah usaha untuk

menghasilkan output tertentu dengan menggunakan input minimal (minimisasi)

atau menggunakan input tertentu untuk menghasilkan output yang maksimal

(maksimisasi). Pada umumnya efisiensi diartikan sebagai perbandingan antara


(26)

dikatakan lebih efisien dari metode produksi lainya apabila menghasilkan output

yang lebih tinggi nilainya untuk tingkatan korbanan yang sama atau dapat

mengurangi input untuk memperoleh output yang sama, jadi konsep efisiensi

merupakan suatu konsep yang relatif.

Fungsi produksi frontier menggambarkan produksi maksimum yang dapat

dihasilkan untuk sejumlah masukan produksi yang dikorbankan. Model produksi

frontier dimungkinkan menduga atau memperkirakan efisiensi relatif suatu

kelompok atau usahatani tertentu yang didapatkan dari hubungan antara produksi

dan potensi produksi yang dapat dicapai. Karakteristik yang cukup penting dari

model produksi frontier untuk menduga efisiensi teknik adalah adanya pemisahan

dampak dari goncangan peubah eksogen terhadap keluaran melalui kontribusi

ragam yang menggambarkan efisiensi teknik.

Gambar 2. Tiga komponen efisiensi dalam fungsi produksi frontier Sumber : Soekartawi,1994

Q’ = produksi frontier

Q” = produksi aktual tingkat petani OQ’’/OQ’ = Efisiensi Teknis (ET) OQ’/OQ

OQ’/OQ* = Efisiensi Ekonomi (EE)

Q*

Q’’

X1’ X1* X1

O

Px

Py

Fungsi Produksi Frontier A B C Q’ * * * * * * * * * * * * ● ● ● Produksi


(27)

Keterangan :

Q’ = produksi frontier

Q” = produksi aktual tingkat petani Q* = produksi pada efisiensi ekonomis

X = input usahatani

OQ”/OQ’ = efisiensi teknis

OQ;/OQ = efisiensi harga

OQ’/OQ* = efisiensi ekonomi

Secara ekonomi keadaan yang paling efisien adalah keadaan keuntungan

maksimum. Keadaan tersebut tercapai pada saat titik A (Gambar2), yaitu pada

penggunaan input sebesar 0X1* dan produk yang dicapai sebesar OQ*.

Penggunaan input sebesar OX1’, bilaproduksi yang dicapai OQ’ (titik B), maka

dapat dikatakan bahwa usahatani yang dilakukan petani dalam keadaan price

inefficient sebab penggunaan input masih dapat ditingkatkan agar efisiensi ekonomi tercapai, dalam hal ini petani mempertimbangkan input – output rasio. Pada keadaan tersebut usaha petani dalam keadaan efisien secara teknis, karena

produksinya yang dihasilkan tinggi, yaitu dapat mencapai fungsi produksi

frontiernya. Penggunaan input sebesar OX1’, produk yang dicapaisebesar OQ” (titik C), maka usahatani dalam keadaan economic inefficient, yaitu terjadi

technical inefficient karena produksi rendah, dan terjadi price inefficient karena sebenarnya penggunaan input terlalu sedikit.

Menurut Widodo (1989), mengukur efisiensi dapat dilakukan dengan cara

membandingkan antara produksi dengan fungsi produksi frontiernya. Kelebihan

pendekatan fungsi produksi frontier adalah dapat menduga tingkat efisiensi pada


(28)

apabila petani mampu memperoleh produksi yang lebih tinggi mendekati fungsi

frontiernya.

Menurut Soekartawi (1994), fungsi produksi frontier adalah hubungan fisik

antara faktor produksi dan produksi pada frontier yang posisinya terletak pada

garis isokuan. Garis isokuan merupakan tempat kedudukan titik-titik yang

menunjukkan titik kombinasi penggunaan masukan produksi yang optimal.

Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar3.

Gambar 3. Ukuran efisiensi menurut cara Farrel

UU’ adalah garis isokuan. Semua titik yang terletak di garis tersebut adalah titik yang menunjukkan bahwa di titik tersebut terdapat produksi yang maksimum.

Garis PP’ adalah garis biaya, maka setiap titik yang berada di garis tersebut adalah menunjukkan biaya optimal yang dapat digunakan untuk memberi input X1 dan X2

untuk mendapatkan produksi yang optimum. Usahatani di titik B adalah usahatani

yang efisien secara teknis, tetapi bukan merupakan usahatani yang efisien secara

harga. Usahatani yang dilakukan di titik C merupakan usahatani yang tidak efisien


(29)

Fungsi frontier diklasifikasikan sebagai deterministic non parametric frontier

dimana nilai X mempunyai nilai tertentu dan tidak stokastik. Pada konsep

deterministic non parametric frontier berlaku anggapan bahwa perbandingan

faktor produksi dan produksi dapat diturunkan langsung melalui teknik linier

programing. Kelemahannya jika terdapat pengamatan yang ekstrim, maka data

akan mengganggu. Persamaan konsep non deterministik parametrik frontier :

a

i

X

ibieu

LogYi = Logai + biLogXi + u

Dimana u > 0

Pada konsep berlaku anggapan bahwa Y pada persamaan adalah diperlakukan

lebih kecil dari f(X) sehingga

Yi < aiXibieu atau Y < f(X)

Dengan demikian besaran a dan b dapat diduga dengan menggunakan linier

programing.

Timmer (1971) dalam Soekartawi (1994) mengembangkan pendapat Farrel yang

mengukur efisiensi pada masing-masing individu yang diamati dengan rumus :

i

Y ^ i Y ET

Keterangan :

ET : tingkat efisiensi teknis (produksi)

Yi : produksi aktual ke-i


(30)

Untuk menduga fungsi produksi frontier, maka diasumsikan bahwa fungsi

produksinya berbentuk sebagai berikut :

m j bj Ei Xij 1 A

Yi ……..………...….. (9)

i = 1,2,3,………n,; j = 1,2,3,………m.

atau dalam bentuk logaritma natural :

m j xij bj bo 1 ^ ^ ei

yi ……..………... (10)

dimana :

yi = 1og Yi xj = 1og Xj ei = 1og Ei

Yi = output usahatani ke-i A = konstanta

= elastisitas untuk output ke j

Xij = kuantitas penggunaan input ke-j untuk usahatani ke i Ei = kesalahan-kesalahan (error)

Produksi frontier merupakan produksi potensial suatu usahatani, dengan demikian

produksi frontier besarnya selalu lebih besar atau paling tidak sama dengan

produksi aktual. Misalnya produksi aktual adalan Yai, maka :

y1≥ yi ...……..………. . (11)

Atau

j

bj

bo xij yi

^ ^

...……..……….. (12)

Apabila ei pada persamaan (10) diberikan batasan ei > 0, maka pertidaksamaan


(31)

yi ei xij ^ ^ j bj

bo ...……..………... (13)

Atau

j

bj

bo xij yi

ei

^ ^

...……..………. . (14)

Oleh karena ada n usahatani, maka persamaan (14) dapat ditulis menjadi :

i j

bj bo

n

ei xnj yi

^ ^

...……..……….. (15)

Apabila persamaan (15) dibagi dengan n, maka diperoleh :

j bj bo n ei a y xj ^ ^ ^

...……..………. (16) dimana :

xj = rerata penggunaan input ke-j

a y

^

= rerata output aktual

Karena n dan ŷ a adalah suatu konstanta, maka dapat dihilangkan dari struktur

program linier yang digunakan untuk mengestimasi koefisien-koefisien fungsi produksi.

Teknik yang digunakan untuk meminimalkan persamaan (16) adalah linier

programming sebagai berikut :

Minimalkan :

j

bj

bo xj

^ ^

...……..………(17)

Dengan syarat :

j

bj

bo xj Yi

^ ^ ……… ……… ……… j bj

bo xnj Yi

^ ^


(32)

Diminimalkan : 8 1 o i i i x b b

Dengan syarat :

8

1 o

i i

i x Yi

b b ……… ……… 8 1 o i i

i x Yi

b b

Keterangan :

xi = kuantitas penggunaan input ke-i

Yi = hasil produksi aktual usahatani ke-i

bo dan bi adalah parameter yang diduga

Seluruh variabel ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma. Output frontier

diperoleh dengan cara memasukkan penggunaan input-input kedalam fungsi

produksi frontier :

8 1 o i i i

i b b x

Y

Efisiensi teknis masing-masing dihitung dengan rumus (Soekartawi, 1994)

persen 100

Y ET ^i

i x

Yi

Keterangan :

ETi = tingkat efisiensi teknis (produksi) usahatani ke-i

Yi = produksi aktual usahatani ke-i


(33)

Formulasi hipotesis yang digunakan sebagai berikut :

Ho : ET = 1 (rata-rata efisiensi teknis sama dengan satu) berarti usahatani yang

dilakukan sudah efisien secara teknis.

H1 : ET ≠ 1 (rata-rata efisiensi teknis tidak sama denga satu) berarti usahatani

yang dilakukan belum efisien secara teknis.

6. Faktor – Faktor Penentu Efisiensi

Dalam kenyataan sering terjadi senjang produktifitas antara produktifitas yang

seharusnya dengan produktifitas yang dihasilkan oleh petani. Senjang

produktifitas tersebut dikarenakan adanya faktor yang sulit untuk diatasi manusia

(petani) seperti teknologi yang tidak dapat dipindahkan dan adanya perbedaan

lingkungan misalnya iklim. Perbedaan hasil yang disebabkan oleh 2 faktor

tersebut menyebabkan senjang produktifitas antara hasil penelitian dengan

potensial suatu usahatani. Selain itu, senjang produktifitas biasanya juga terjadi

antara produktifitas potensial usahatani dengan produktifitas yang dihasilkan oleh

petani. Faktor utama yang menyebabkan senjang produktifitas tersebut

diantaranya: (1) adanya kendala biologis misalnya perbedaan varietas, masalah

tanah, serangan hama, perbedaan kesuburan dan sebagainya, dan (2) karena

kendala sosial ekonomi misalnya perbedaan besarnya biaya dan penerimaan

usahatani, kurangnya biaya usahatani, harga produksi, kebiasaan dan sikap,

kurangnya pengetahuan, tingkat pendidikan, adanya faktor ketidakpastian, resiko

berusahatani dan sebagainya (Soekartawi, 2002). Model yang menjelaskan


(34)

Gambar 4. Perbedaan hasil antara hasil lembaga penelitian dan hasil yang dicapai usahatani

Sumber : Soekartawi, 2002

Pada kenyataannya, senjang produktivitas ini terjadi karena adanya faktor yang

sulit diatasi oleh petani, seperti teknologi yang tidak dapat dipindahkan dan

perbedaan lingkungan (misalnya, iklim). Karena dua faktor tersebut amat sulit

diatasi petani maka perbedaan hasil yang disebabkan kedua faktor itu

menyebabkan senjang produktivitas dari hasil-hasil penelitian dan dari potensial

suatu usahatani. Hal tersebut sering pula disebut dengan istilah “senjang

produktivitas pertama”. Selanjutnya, dikenal pula “senjang produktivitas kedua”

(yield gap II), yaitu perbedaan produktivitas dari suatu potensial usahatani dan

dari apa yang dihasilkan oleh petani.

Ada 2 faktor utama yang menyebabkan terjadinya yield gap II, antara lain:


(35)

pengganggu, serangan hama penyakit, masalah tanah dan kesuburannya, dan

lain-lain.

2) Kendala sosial-ekonomi, misalnya perbedaan besarnya biaya dan penerimaan

usahatani, kurangnya biaya usahatani yang didapatkan dari kredit, harga produksi,

kebiasaan dan sikap, kurangnya pengetahuan, tingkat pendidikan petani, adanya

faktor ketidakpastian, risiko usahatani, dan sebagainya.

Kedua kendala tersebut yaitu kendala biologi dan kendala sosial-ekonomi

seringkali berbeda untuk daerah yang satu dengan daerah lainnya. Sifatnya sangat

lokal dan spesifik atau sangat kondisional sekali. Situasi pertanian di dataran

tinggi akan berbeda dengan situasi pertanian di dataran rendah, demikian pula

halogya pertanian di daerah pasang-surut akan sangat berbeda dengan pertanian di

daerah persawahan, dan sebagainya.

Senjang produktivitas akan semakin lebar manakala terjadi in-efisiensi teknis dan

in-efisiensi harga. Senjang produktivitas dapat pula terjadi manakala petani tidak

berupaya mengejar keuntungan yang tinggi. Kalau prinsip-prinsip efisiensi

usahatani benar-benar diperhatikan oleh petani, ditambah dengan upaya

memanfaatkan kesempatan ekonomi maka persoalan meningkatkan produksi

bukan lagi merupakan masalah pokok dalam usaha pertanian. Masalah lainnya

tergantung pada keberhasilan petani atau produsen untuk memasarkan produknya.

Ada dua pendekatan untuk menguji sumber efisiensi teknis (tehnical

efficiency/TE) dan sekaligus sumber ketidakefisienan. Pertama merupakan


(36)

merupakan prosedur dua langkah. Langkah pertama, meliputi estimasi nilai

efisiensi (atau efek inefisiensi) untuk petani secara individu, sesudah

mengestimasi fungsi produksi frontier. Kedua, melakukan estimasi model regresi

dimana nilai efisiensi (inefisiensi yang diestimasi) dinyatakan sebagai fungsi

variabel sosio-ekonomi yang diasumsikan mempengaruhi inefisiensi. Metode lain

adalah prosedur satu langkah, di mana efek inefisiensi dalam frontier yang dibuat

model dalam bentuk variabel yang dianggap relevan dalam menerangkan

inefisiensi produksi seperti dalam model (Coelli et al., 1998).

Hasil dari analisis fungsi produksi frontier ini yaitu akan diketahui faktor-faktor

apa saja berpengaruh terhadap efisensi teknis usahatani tembakau. Dengan

melakukan analisis fungsi produksi frontier akan terlihat tingkat efisiensi dari

masing-masing petani. Hasil ini dapat digunakan untuk pengambilan keputusan

pengkombinasian input-input usahatani yang optimal serta melihat faktor efisiensi

teknis yang mempengaruhi usahatani. Faktor-faktor tersebut diuji dengan

menggunakan metode statistik menurut Coelli (1998) yaitu :

Keterangan :

Y = efisiensi usahatani S1 = skala usaha (ha)

S2 = umur (th)

S3 = pendidikan petani (th)

S4 = pengalaman petani (th)

S5 = jarak tanam (cm)


(37)

7. Konsep Pendapatan

Menurut Hernanto (1994), besarnya pendapatan yang akan diperoleh dari suatu

kegiatan usahatani tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya,

seperti luas lahan, tingkat produksi, intensitas, pertanaman, dan efisiensi

penggunaan tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan usahatani, petani berharap

dapat meningkatkan pendapatannya sehingga kebutuhan hidup sehari-hari dapat

terpenuhi. Harga dan produktivitas merupakan sumber dari faktor ketidakpastian,

sehingga bila harga dan produksi berubah, maka pendapatan yang diterima petani

juga berubah (Soekartawi, 1994).

Dalam pendapatan usahatani ada dua unsur yang digunakan, yaitu unsur

penerimaan dan unsur pengeluaran dari usahatani tersebut. Penerimaan adalah

hasil perkalian jumlah produk total dengan satuan harga jual, sedangkan

pengeluaran atau biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain

yang dikeluarkan pada proses produksi tersebut. Produksi berkaitan dengan

penerimaan dan biaya produksi. Penerimaan yang diterima petani masih harus

dikurangi dengan biaya produksi, yaitu keseluruhan biaya yang dipakai dalam

proses produksi tersebut (Mubyarto, 1989).

Menurut Hernanto (1994), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan

usahatani:

(a) Luas usaha, meliputi areal pertanaman.

(b) Tingkat produksi, yang diukur lewat produktivitas/ha dan indeks

pertanaman.


(38)

(d) Intensitas perusahaan pertanaman.

(e) Efisiensi tenaga kerja.

Soekartawi (1995) menyatakan bahwa biaya usahatani adalah semua pengeluaran

yang dipergunakan dalam usahatani. Biaya usahatani dibedakan menjadi dua,

yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya

tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang akan dihasilkan, sedangkan

biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh volume

produksi.

Secara matematis pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai:

– – ... (18) dimana :

π = pendapatan (Rp)

Y = hasil produksi (Kg)

Py = harga hasil produksi (Rp)

Xi = faktor produksi (i = 1,2,3,….,n)

Pxi = harga faktor produksi ke-i (Rp) BTT = biaya tetap total (Rp)

Untuk mengetahui usahatani menguntungkan atau tidak secara ekonomi

dapat dianalisis dengan menggunakan nisbah atau perbandingan antara

penerimaan dengan biaya (Revenue Cost Ratio R/C). Secara matematis R/C dapat

dirumuskan sebagai:


(39)

dimana :

R/C = nisbah penerimaan dan biaya PT = penerimaan Total (Rp) BT = biaya Total (Rp)

Kriteria pengambilan keputusan adalah:

(a) Jika R/C > 1, maka usahatani mengalami keuntungan, karena

penerimaan lebih besar dari biaya.

(b) Jika R/C < 1, maka usahatani mengalami kerugian, karena

penerimaan lebih kecil dari biaya.

(c) Jika R/C = 1, maka usahatani mengalami impas, karena penerimaan sama

dengan biaya.

8. Konsep Risiko Usahatani

Hampir setiap hari petani-petani dihadapkan pada kondisi usahatani dan hasil

produksi yang tidak pasti. Kejadian ini memiliki dampak yang signifikan terhadap

usahatani. Sebagai contoh : kondisi kurang hujan atau hujan terlalu besar, kondisi

tanaman-tanaman terserang penyakit dan hama yang menyebabkan kerusakan,

sehingga secara alami pertanian seringkali dianggap sebagai bagian dari alam.

Kondisi pasar yang dihadapi oleh petani juga sering mengandung ketidakpastian.

Ketika harga pasar tinggi petani tidak memiliki produk untuk dijual, sebaliknya

ketika petani berada dalam fase panen mereka menghadapi harga pasar yang

rendah. Harga dari komoditas pertanian sebagain besar tergantung pada kekuatan


(40)

pertanian dicirikan dengan kondisi yang penuh risiko dan ketidakpastian

(Debertin 1986).

Risiko merupakan kemungkinan kejadian yang akan menimbulkan dampak

kerugian. Dalam menjalankan suatu usahatani, setiap keputusan selalu

mengandung risiko. Oleh sebab itu kejelian menanggapi dan meminimalisir risiko

merupakan hal wajib yang harus dilakukan. Terutama agribisnis yang merupakan

usaha dengan makhluk hidup sebagai objek usaha akan sangat membutuhkan

penanganan risiko yang efektif. Risiko dalam agribisnis diantaranya risiko

produksi, disini dapat dilihat dalam hal produk yaitu produk tersebut gagal panen,

dan rendahnya kualitas produk. Risiko produksi di sektor pertanian lebih besar

dibandingkan dengan sektor non pertanian karena pertanian sangat berpengaruh

oleh alam seperti cuaca, hama penyakit, suhu, kekeringan, dan banjir. Risiko

berubah secara regional dan tergantung pada jenis dan kualitas tanah, iklim, dan

penggunaan irigasi. Hampir setiap proses produksi khususnya produksi pertanian,

risiko memainkan peranan yang sangat penting dalam keputusan penggunaan

input, yang pada akhirnya berpengaruh pada produktivitas (Just and Pope,1979).

9. Konsep Penyuluhan Pertanian

Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi

informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat

sehingga dapat membuat keputusan yang benar. Kegiatan tersebut dilakukan oleh

seseorang yang disebut penyuluh pertanian (Van Den Ban dan Hawkins, 1999).


(41)

penyuluh pertanian merupakan agen bagi perubahan perilaku petani, yaitu

mendorong petani mengubah perilakunya menjadi petani dengan kemampuan

yang lebih baik dan mampu mengambil keputusan sendiri, yang selanjutnya akan

memperoleh kehidupan yang lebih baik. Melalui peran penyuluh, petani

diharapkan menyadari akan kebutuhannya, melakukan peningkatan kemampuan

diri, dan dapat berperan di masyarakat dengan lebih baik.

Penyuluhan pertanian merupakan pendidikan nonformal bagi petani beserta

keluarganya agar mereka mau dan mampu untuk meningkatkan kesejahteraan

mereka. Sebagai pendidikan nonformal, penyuluhan pertanian mempunyai potensi

yang besar untuk memperluas jangkauan pendidikan bagi masyarakat pedesaan

karena terbatasnya pendidikan formal yang ada dan pada waktu yang sama dapat

meningkatkan produktivitas serta kualitas usahatani dalam meningkatkan standar

hidup mereka.

Penyuluh pertanian kaitannya dengan pelaksanaan tugas dalam pembangunan

pertanian seringkali diungkapkan sebagai ujung tombak. Hal ini berarti ujung

tombaklah yang harus membawa dan menggerakkan bagian-bagian lainnya kearah

sasaran penyuluhan. Oleh karena itu kemampuan para penyuluh pertanian menjadi

sangat penting dalam membuka sasaran agar seluruh batang dari tombak turut

mengena sasaran. Seorang penyuluh membantu para petani di dalam usaha

mereka meningkatkan produksi dan mutu hasil produksinya guna meningkatkan

kesejahteraan mereka. Oleh karena itu penyuluh mempunyai banyak peran, antara

lain penyuluh sebagai pembimbing petani, organisator dan dinamisator, pelatih


(42)

pertanian. Para penyuluh juga berperan sebagai agen pembaruan yang membantu

petani mengenal masalah-masalah yang mereka hadapi dan mencari jalan keluar

yang diperlukan.

10. Kajian Penelitian Terdahulu

Wianno (2008) menganalisis usahatani tembakau di Desa Kali Anget, Kecamatan

Banyu Glugur, Kabupaten Situbondo. Dalam penelitian ini di dapat bahwa rata-rata

per kilogram tembakau di daerah penelitian adalah sebesar Rp10.000,00 dengan rata-rata produksi per hektar 1.348,18 Kg, sehingga dalam setiap hektarnya akan

menghasilkan penerimaan sebesar Rp 13.481.818,00 dengan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 5.939.566. Jadi dapat dihitung pendapatan bersih petani tambakau di Desa Kali Anget dalam setiap hektarnya yaitu Rp 7.542.252,00. Perhitungan R/C pada penelitian ini yaitu 2,3. Sehingga setiap mengeluarkan biaya sebesar 1 kali maka akan menghasilkan penerimaan sebesar 2,3 kali, jadi jika mengeluarkan biaya sebesar Rp 1000.000,00 maka akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2.300.000,00.

Suginingsih (2005) meneliti tentang pendapatan dan efisiensi usahatani tembakau

voor oogst . Dalam penelitian ini didapat bahwa rata-rata produksi per hektar

2.048,13 kg, sehingga akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 49.155.017,00,

dengan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 14.561.713,00. Jadi dapat

dihitung pendapatan bersih petani tembakau di Desa Karang Budi rata-rata per

hektar yaitu Rp 34.593.304,00. Perhitungan R/C pada penelitian ini yaitu 3,40

sehingga usahatani tembakau di Desa Karang Budi, Kecamatan Gapura,


(43)

Fauziyah (2010) menganalisis tentang efisiensi teknis dan faktor-faktor yang

mempengaruhi efisiensi usahatani tembakau di Kabupaten Pamekasan. Hasil

yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat 4 jenis input yang berpengaruh

positif terhadap produksi tembakau yaitu bibit, pupuk urea, pupuk TSP dan pupuk

kandang. Analisis return to scale diperoleh sebesar 0,78 yang menunjukkan bahwa

produksi tembakau berada pada daerah decreasing return to scale. Terdapat 4

faktor yang berpengaruh terhadap inefisiensi usahatani tembakau yaitu

pendidikan, pendapatan lain, penyuluhan pertanian dan kontrak. Nilai efisiensi

teknis yang dicapai oleh petani tembakau berada pada kisaran 0,55 sampai 0,99

dengan rata-rata sebesar 0,78 dan sebagian besar petani berada pada kisaran

efisiensi teknis antara 0,70 sampai 0,89.

Ihsannudin (2010) meneliti tentang risiko usahatani tembakau di Kabupaten

Magelang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko usahatani tembakau jenis

Temanggung lebih tinggi dibandingkan jenis Muntilan karena tingginya curah

hujan, keadaan lahan dan harga jual rendah. Hasil analisis menunjukkan risiko

produksi tembakau jenis Temanggung dan Muntilan mengalami perbedaan.

Usahatani tembakau jenis Temanggung memiliki risiko yang lebih besar,

dikarenakan ditanam gunung dengan curah hujan yang tinggi. Tembakau jenis

Temanggung yang dibudidayakan pada lereng gunung memiliki permasalahan


(44)

B.Kerangka Pemikiran

Proses produksi tembakau dapat dikatakan sebagai cara, metode, teknik,

pelaksanaan produksi dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang tersedia.

Produksi terjadi hanya apabila sejumlah unsur-unsur produksi telah

dikombinasikan. Penggunaan faktor-faktor produksi yang efisien merupakan hal

yang mutlak ada dalam proses produksi untuk keberhasilan produksi karena

keuntungan maksimum hanya akan tercapai dengan mengkombinasikan

faktor-faktor produksi secara efisien dan mencapai hasil yang maksimal. Peningkatan

produksi tembakau akan dapat meningkatkan pendapatan usahatani jika

kombinasi input-input yang digunakan optimal. Faktor-faktor produksi yang

diduga berpengaruh terhadap produksi tembakau adalah luas lahan, bibit, pupuk

KNO3, pupuk dolomite, pupuk fertila, obat-obatan, dan tenaga kerja.

Tujuan akhir dari suatu usahatani adalah memperoleh keuntungan yang

maksimum. Keuntungan merupakan selisih antara biaya dan penerimaan.

Besarnya keuntungan yang diterima petani ditentukan oleh harga hasil produksi

dan harga input. Oleh sebab itu, semakin tinggi harga yang diterima petani maka

semakin tinggi keuntungan petani. Keuntungan petani dapat ditingkatkan melalui

peningkatan kegiatan produksi, sedangkan produksi dapat ditingkatkan melalui

perbaikan penggunaan faktor produksi.

Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas

areal dan produksi terbesar dalam membudidayakan tanaman perkebunan

tembakau di daerah Provinsi Lampung dengan kondisi alam yang mendukung


(45)

dengan sistem kemitraan dengan PT Export Leaf Indonesia (ELI). Kerjasama ini

diharapkan dapat meningkatkan produksi tanaman tembakau di Kabupaten

Lampung Timur dan memenuhi permintaan di pasar dunia. Kondisi yang sesuai

untuk usahatani tembakau ditunjang dengan semakin luasnya areal pengembangan

tembakau seharusnya membuat produktivitas tembakau di Kabupaten Lampung

Timur dalam memproduksi tembakau juga besar, namun kondisi sebenarnya

adalah produktivitas tembakau masih relatif rendah apabila dibandingkan dengan

produktivitas kebijakan pemerintah sasaran intensifikasi tembakau. Produktivitas

yang rendah ini mengindikasikan bahwa terdapat permasalahan dalam usahatani

tembakau di Provinsi Lampung. Dengan adanya produktivitas yang relatif rendah

ini maka akan berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diperoleh oleh petani.

Untuk itu perlu diketahui/dikaji bagaimana efisiensi produksi usahatani tembakau.

Teknik budidaya yang dilakukan petani, termasuk penggunaan dari faktor-faktor

produksi juga mempengaruhi efisiensi teknis dari suatu usahatani. Faktor-faktor

yang diduga berpengaruh terhadap efisiensi teknis usahatani tembakau yaitu skala

usaha, umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, penyuluhan pertanian,

jarak tanam serta risiko. Faktor-faktor ini dirunut dari teori Gomes mengenai

senjang produktivitas dimana perbedaan hasil II disebabkan karena kendala

biologi (varietas, tanaman pengganggu, hama penyakit, masalah tanah dan

kesuburannya) dan kendala sosial ekonomi (biaya dan penerimaan, kredit,

kebiasaan dan sikap, pengetahuan, kelembagaan, ketidakpastian, risiko). Pada

lokasi penelitian usahatani tembakau dilakukan secara kemitraan sehingga

varietas yang digunakan adalah seragam. Kendala sosial ekonomi yaitu kebiasaan


(46)

penyuluhan pertanian, pengetahuan dicerminkan dari tingkat pendidikan, serta

variabel risiko.

Semakin tinggi efisiensi petani, usahatani yang dilakukan akan semakin efisien

dan mampu memberikan hasil yang optimal. Sehingga perlu diteliti mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi, karena apabila efisiensi tinggi maka

pendapatan yang diterima petani semakin tinggi. Pendapatan yang diperoleh oleh

petani dapat menjadi ukuran kesejahteraan petani tembakau. Selain itu dirasa

sangat perlu untuk dilakukan penelitian mengenai efisiensi produksi tembakau di

wilayah Kabupaten Lampung Timur ini sebagai daerah pengembangan baru dan

apakah usahatani tembakau menguntungkan bagi petani. Kerangka pemikiran

analisis efisiensi produksi dan pendapatanusahatani tembakau disajikan pada


(47)

Gambar 5. Kerangka pemikiran analisis efisiensi produksi dan pendapatan usahatani tembakau di Kabupaten Lampung Timur

Faktor Produksi 1. Lahan (X1) 2. Benih (X2) 3. Pupuk Fertila (X3) 4. Pupuk KNO3 (X4) 5. Pupuk Ferthipos (X5) 6. Pupuk Dolomite (X6) 7. Tenaga Kerja (X7)

Produksi Harga Tembakau Penerimaan Petani Biaya Produksi Pendapatan Usahatani Tembakau Efisiensi produksi Fungsi produksi Frontier

Faktor yang mempengaruhi efisiensi :

1. Skala usaha 2. Umur 3. Pendidikan

4. Pengalaman Berusahatani 5. Penyuluhan Pertanian 6. Risiko

7. Jarak Tanam Harga Faktor

Produksi

PT Eksport Leaf Indonesia

Kemitraan Tembakau

Petani Tembakau Pengembangan Tembakau


(48)

C. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

(1) Diduga penggunaan faktor-faktor produksi secara teknis pada usahatani

tembakau di Kabupaten Lampung Timur belum efisien.

(2) Diduga skala usaha, umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani,

penyuluhan pertanian, risiko dan jarak tanam berpengaruh terhadap


(49)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan

untuk menciptakan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

penelitian, didefinisikan sebagai berikut :

Usahatani adalah himpunan sumber-sumber alam yang terdapat di tempat yang

diperlukan untuk produksi seperti tanah, air, perbaikan-perbaikan yang telah

dilakukan di atas tanah itu, sinar matahari, bangunan, dan lain sebagainya.

Kemitraan adalah adanya kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah

atau dengan usaha besar disertai oleh pembinaan dan pengembangan

berkelanjutan oleh usaha menengah atau besar dengan memperhatikan prinsip

saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan.

Produksi tembakau adalah jumlah output atau hasil panen tanaman tembakau yang

berupa daun kering dari luas lahan petani per musim tanam yang diukur dalam

satuan ton.

Produktivitas tembakau adalah hasil produksi per satuan luas lahan yang

digunakan dalam berusahatani tembakau. Produktivitas diukur dalam satuan ton


(50)

Luas lahan adalah tempat yang digunakan oleh petani untuk melakukan usahatani

tembakausecara monokultur selama satu musim tanam yang diukur dalam satuan

hektar (ha).

Benih tembakau adalah benih yang ditanam petani selama satu kali periode

produksi untuk menghasilkan produksi tembakau, diukur dalam satuan gram (gr).

Pupuk fertila adalah pupuk NPK dengan kandungan N: 8%, P:15%, K: 19%

dilengkapi dengan hara makro sekunder dan mikro yang diformulasikan khusus

untuk dipakai di tanaman tembakau yang diukur dalam satuan kilogram (kg).

Pupuk KNO3 adalah pupuk Kalium Nitrat yang diformulasikan dari bahan alami

dari tambang sumber Nitrat dan Kalium dari Chille. Mengandung nitrogen dalam

bentuk nitrat dan kalium yang mudah larut. KNO3 tidak memproduksi air

berlebihan pada daun tembakau yang diukur dalam satuan kilogram (kg).

Pupuk fertiphos adalah pupuk majemuk untuk mengoptimalkan penyerapan fosfat

pada tanaman tembakau yang diukur dalam satuan kilogram (kg).

Pupuk dolomit adalah pupuk yang berperan dalam transportasi fosfat pada

tanaman guna meningkatkan efisiensi serapan tanaman serta keseimbangan unsur

essensial yang dibutuhkan tanaman tembakau yang diukur dalam satuan kilogram

(kg).

Umur panen adalah jumlah hari/umur tembakau yang diusahakan tersebut di


(51)

Tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dicurahkan dalam proses produksi

dalam satu kali musim tanam. Satuan ukuran yang digunakan adalah Hari Kerja

Pria (HKP). Tenaga kerja mesin, wanita, hewan, dan anak-anak dikonversikan ke

dalam HKP berdasarkan tingkat upah yang berlaku.

Upah tenaga kerja merupakan jumlah upah tenaga kerja yang dikeluarkan oleh

petani untuk membayar tenaga kerja yang diukur dalam satuan rupiah per HKP

(Rp/HKP).

Skala usaha adalah luas lahan yang digunakan oleh petani untuk usahatani

tembakau yang dinyatakan dalam hektar (ha).

Umur adalah usia responden dari awal kelahiran sampai pada saat penelitian

dilaksanakan. Umur responden diukur dalam satuan tahun.

Tingkat pendidikan adalah jumlah tahun sukses responden mengikuti pendidikan

formal. Lamanya pendidikan yang telah ditempuh oleh responden diukur dalam

tahun.

Pengalaman berusahatani adalah lamanya petani berusahatani yang dinyatakan

dalam tahun.

Penyuluhan Pertanian adalah pemberdayaan petani melalui kegiatan pendidikan

non formal di bidang pertanian. Penyuluhan diukur dari intensitas kedatangan

petani dalam setiap kegiatan penyuluhan.

Risiko adalah besarnya penyimpangan produksi dari produksi yang diharapkan pada usahatani tembakau. Risiko diukur dengan simpangan produksi.


(52)

Jarak tanam merupakan pengaturan pertumbuhan dalam satuan luas. Jarak tanam

sangat erat kaitannya dengan jumlah tanaman yang akan dihasilkan.Jarak tanam

diukur sebagai variabel boneka (dummy). 1 = sesuai anjuran perusahaan, 0=tidak

sesuai anjuran perusahaan.

Biaya produksi adalah biaya pemakaian faktor-faktor produksi yang dikeluarkan

untuk kegiatan usahatani dalam satu kali musim tanam yang diukur dalam nilai

satuan rupiah (Rp).

Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani yang besar-kecilnya

tidak tergantung dari besar-kecilnya output yang diperoleh yang diukur dalam

satuan rupiah (Rp).

Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani yang besarnya

dipengaruhi oleh perolehan output dan berhubungan langsung dengan jumlah

produksi, merupakan biaya yang dipergunakan untuk memperoleh faktor produksi

berupa tenaga kerja, benih, pupuk, dan pestisida yang diukur dalam satuan rupiah

(Rp).

Biaya angkut panen adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut tembakau

yang telah dipanen ke perusahaan mitra yang diukur dalam satuan rupiah (Rp)

Biaya transport adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk membeli saprodi dari

perusahaan yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya solar adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk solar sebagai bahan bakar


(53)

Biaya bahan bakar oven adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk bahan bakar

dalam mengeringkan tembakau menggunakan oven dengan batubara sebagai

bahan bakarnya yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Bunga adalah besarnya bunga yang harus dikeluarkan petani atas modal yang

telah dipinjamkan oleh perusahaan yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani secara langsung dalam

proses produksi atau usahatani. Contohnya : biaya pembelian benih, pupuk,

pestisida, upah tenaga kerja dari luar keluarga diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani tetapi tidak

dalam bentuk modal tunai, tetapi dalam bentuk penggunaan faktor produksi dari

dalam keluarga dan dihitung dalam satuan rupiah (Rp).

Harga tembakau adalah nilai tukar tembakau di tingkat petani setelah penanganan

pascapanen, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

Harga benih adalah jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh petani untuk

membeli benih guna keperluan usahatani tembakau, diukur dalam satuan rupiah

per kilogram (Rp/Kg).

Harga pupuk adalah jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh petani untuk

membeli pupuk guna keperluan usahatani tembakau, diukur dalam satuan rupiah


(54)

Penerimaan usahatani adalah jumlah produksi total tembakau selama satu tahun

dikalikan dengan harga tembakau ditingkat petani dan diukur dalam satuan rupiah

(Rp).

Pendapatan adalah penerimaan usahatani dikurangi dengan biaya-biaya yang

dikeluarkan selama proses produksi dalam satu kali musim tanam, diukur dalam

satuan rupiah (Rp).

B. Lokasi, Responden dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Pemilihan lokasi

dilakukan secara purposive (sengaja). Dipilihnya Kabupaten Lampung Timur

menjadi daerah penelitian atas dasar pertimbangan bahwa Kabupaten Lampung

Timur merupakan produksi tembakau terbesar dan terluas di Provinsi Lampung.

Produksi tembakau di Kabupaten Lampung Timur tersebar di beberapa kecamatan

Lampung Timur. Luas areal dan produksi tembakau di Kabupaten Lampung

Timur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi tembakau menurut kecamatan di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2012 (ha)

Kecamatan Luas (ha) Produksi (ton) Produktivitas

Batang Hari 8,00 7,00 0,87

Marga Tiga 1,50 0,75 0,50

Jabung 2,00 1,75 0,87

Batanghari Nuban 33,00 24,50 0,74

Pekalongan 40,00 20,00 0,50

Raman Utara 28,50 23,75 0,83

Purbolinggo 46,25 68,13 1,47


(55)

Penelitian dilakukan di Kecamatan Purbolinggo dan Kecamatan Batanghari

Nuban. Pemilihan kecamatan tersebut karena kecamatan tersebut merupakan

kecamatan dengan produksi terbesar di Kabupaten Lampung Timur sehingga

dianggap mampu mewakili Kabupaten Lampung Timur. Selain itu kecamatan

tersebut memiliki potensi yang sangat baik dalam usahatani tembakau serta

memiliki akses pemasaran yang baik karena adanya program kemitraan dengan

PT Export Leaf Indonesia (ELI). Survai ke lapangan dilaksanakan pada bulan

Oktober 2012.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data

primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dengan petani

responden berdasarkan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan. Data

sekunder diambil dari sumber-sumber atau instansi-instansi terkait,

laporan-laporan, publikasi, dan pustaka lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

Responden dalam penelitian ini terdiri dari petani tembakau yang ada di

Kecamatan Purbolinggo dan Kecamatan Batanghari Nuban, Kabupaten Lampung

Timur dengan tingkat populasi sebesar 180 petani. Populasi petani tembakau di

Kecamatan Purbolinggo sebesar 135 petani dan di Kecamatan Batanghari Nuban

adalah 45 petani (Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Timur, 2012). Dari

jumlah populasi petani tersebut ditentukan jumlah sampel dengan menggunakan

rumus yang merujuk pada teori Sugiarto, dkk (2003), yaitu :

n = NZ2S2 ...(20) Nd2 + Z2S2


(56)

N = Jumlah populasi

S2 = Variasi sampel (5% = 0,05)

Z = Tingkat kepercayaan (95% = 1,96)

d = Derajat penyimpangan (5% = 0,05)

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus pada persamaan (20) maka

jumlah sampel adalah :

n = 180 x (1,96)2 x (0,05) (180x 0,052) + (1,962 x 0,05)

= 34,57 0,64

= 60,01≈60 petani

Kemudian dari jumlah sampel tersebut dapat ditentukan alokasi proporsi sampel

tiap desa dengan rumus :

na = Na x nab ... (21)

Nab

dimana : na= Jumlah sampel desa A

nab= Jumlah sampel keseluruhan

Na = Jumlah populasi desa A

Nab= Jumlah populasi keseluruhan

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus (persamaan 21), maka

diperoleh jumlah sampel dari Kecamatan Purbolinggo adalah 45 petani dan dari

Kecamatan Batanghari Nubana adalah 15 petani. Kecamatan Batanghari Nuban

terdiri dari dua desa, namun yang mengusahakan tembakau hanya satu desa yaitu


(57)

yang memiliki petani tembakau terbanyak yaitu Desa Tegal Gondo, sehingga desa

yang dipilih sebagai lokasi penelitian yaitu Desa Sukaraja Nuban di Kecamatan

Batanghari Nuban dan Desa Tegal Gondo di Kecamatan Purbolinggo secara

purposive sampling. Desa ini dipilih karena desa tersebut merupakan desa dengan

jumlah petani tembakau terbanyak. Responden petani dipilih secara acak

sederhana (Simple Random Sampling). Teknik ini dilakukan dengan pertimbangan

bahwa populasi dianggap homogen dalam hal: (1) semua petani tiap tanaman

memiliki teknik budidaya yang sama, (2) semua petani bermaksud menjual

produknya, dan (3) semua petani mencari keuntungan dalam menjual produknya

(Sevilla, 1993). Pra survai ke lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2012.

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2013.

C.Jenis data dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode survai dan pengamatan langsung di

lapangan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer disini merupakan data yang dikumpulkan melalui

wawancara secara langsung menggunakan kuesioner kepada responden. Tahap

wawancara ini merupakan tahap awal untuk menggali data dan informasi yang

diperlukan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan sebagai alat bantu

pengumpulan data. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga/instansi

terkait seperti Badan Pusat Statistik, laporan-laporan, dan pustaka lainnya yang


(58)

D. Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk

mengetahui kemitraan tembakau. Analisis kuantitatif digunakan untuk analisis

efisiensi produksi dan pendapatan usahatani tembakau.

1. Analisis Kemitraan

Kemitraan adalah jalinan kerjasama usaha yang menguntungkanantara pengusaha

kecil dengan pengusaha menengah atau besar (Perusahaan Mitra). Kemitraan ini

biasanya disertai oleh pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar

sehingga terjadi proses saling memerlukan yang hasilnya dapat menguntungkan

bagi kedua belah pihak.

Analisis kemitraan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode

analisis deskriptif. Menurut Sugiyono (2004), analisis deskriptif adalah analisis

yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud

membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Analisis kemitraan pada penelitian ini akan dipaparkan secara deskriptif mengenai

latar belakang berdirinya kemitraan, hak dan kewajiban perusahaan dalam

kemitraan, hak dan kewajiban petani dalam kemitraan, kontrak kemitraan yang

berlangsung antara petani dan perusahaan mitra, sanksi yang akan diberikan

apabila terjadi pelanggaran terhadap kontrak, dan manfaat apa saja yang


(1)

Keterangan : π= keuntungan

Y = hasil produksi (kg)

Py = harga hasil produksi (Rp)

Xi = faktor produksi ke-i (1, 2, 3, 4, 5,n) Pxi = harga faktor produksi k-i (Rp/satuan) BTT = biaya tetap total

Untuk mengetahui apakah usahatani tembakau menguntungkan petani atau tidak, analisis di atas diteruskan dengan mencari rasio antara penerimaan dengan biaya yang dikenal dengan Return Cost Ratio (R/C). Secara matematis, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 1995):

Keterangan :

TR = Total penerimaan TC = Total biaya

Terdapat dua kemungkinan hasil yang akan diperoleh dengan perhitungan tersebut, yaitu :

1. Jika R/C = 1, maka usahatani tembakau yang diusahakan berada dalam titik impas.

2. Jika R/C < 1, maka usahatani tembakau tidak menguntungkan. 3. Jika R/C > 1, maka usahatani tembakau menguntungkan.


(2)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Usahatani tembakau di Kabupaten Lampung Timur dilaksanakan secara

kemitraan dengan PT Eksport Leaf Indonesia dengan pola kemitraan inti-plasma dimana perusahaan memberikan pinjaman modal dan petani membayarnya dengan hasil panen tembakau. Kemitraan ini berjalan pada bidang budidaya tembakau dan pemasaran hasil yang berprinsip saling menguntungkan antara petani mitra dan perusahaan .

2. Usahatani tembakau di Kabupaten Lampung Timur baik belum efisien secara teknis. Efisiensi teknis usahatani di Kabupaten Lampung Timur yaitu sebesar 73,85% dan sebagian besar petani berada pada kisaran efisiensi teknis 80-90%.

3. Faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani tembakau di

Kabupaten Lampung Timur yaitu pengalaman usahatani, lama pendidikan formal, frekuensi penyuluhan dan jarak tanam.


(3)

4. Usahatani tembakau di Kabupaten Lampung Timur merupakan usahatani yang menguntungkan karena memiliki nilai R/C per hektar lebih dari satu yaitu sebesar 1,86 dengan pendapatan sebesar Rp 21.046.199,79.

B. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Produktivitas tembakau dapat ditingkatkan dengan meningkatkan efisiensi teknis dengan cara menambah penggunaan pupuk fertila dan pupuk KNO3 sesuai dengan dosis yang dianjurkan sehingga pendapatan petani tembakau dapat meningkat.

2. Kerjasama antara perusahaan mitra dengan petugas penyuluh lapang sebagai jembatan informasi perlu ditingkatkan dengan cara meningkatkan komunikasi yang intens dalam memberikan informasi mengenai

kemitraan,bimbingan teknis, dan pelatihan teknologi pertanian yang baru kepada petani mitra. Selain itu penambahan jumlah petugas penyuluh lapang juga diperlukan terkait dengan jumlah petani yang sudah cukup banyak di wilayah penelitian ini.

3. Pemerintah atau dinas terkait hendaknya senantiasa berusahamenjadi fasilitator antara petani dengan perusahaan mitra dengan cara

mengupayakan agar kontrak perusahaan dengan petani semakin ditingkatkan dan menguntungkan khususnya bagi petani.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulloh, A., Soedarmanto. 2002. Budidaya Tembakau. Yasaguna. Jakarta. Arifin, B. 1995. Ekonomi Produksi Pertanian. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian.

Universitas Lampung. Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2011. Lampung Dalam Angka. BPS Propisi Lampung Bandar Lampung.

. 2011. Lampung Timur Dalam Angka. BPS Propinsi Lampung. Bandar Lampung.

. 2012. Lampung Timur Dalam Angka. BPS Propinsi Lampung. Bandar Lampung.

Cahyono, B. 1998. Tembakau Budidaya dan Analisa Usaha Tani. Kanisius Yogyakarta.

Coelli, T.J. (1998). Measurement of total factor productivity growth and biases in tecnological change in western Australian agriculture. Journal of Applied Econometrics (JAE), 11(1) January-February, p. 77-92.

Debertin, D.L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publisihing Company, New York.

Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2011. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara, Perkebunan Besar Swasta di Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Timur. 2012. Luas Areal dan produksi Tembakau Tanaman Perkebunan Rakyat menurut Kecamatan di

Kabupaten Lampung Timur. Sukadana.

Farrel, M. J. 1957. The Measurement of Productive Efficiency. Journal of Royal Statistic Society, Series A : 53-81.

Fauziyah, E. 2010. Analisis Efisiensi Usahatani Tembakau. Jurnal Embryo, Volume 7, Nomor 1.


(5)

Hafsah, M.J. 2003. Hubungan Hukum Petani Tembakau Dengan Perusahaan Pengelola Dalam Perjanjian. Transformasi Ekonomi Rakyat. Pustaka Cidesindo, Jakarta

Hernanto. 1994. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ihsannudin. 2010. Risiko Usahatani Tembakau di Kabupaten Magelang. Jurnal EMBRYO Vol.7 No.1. Universitas Trunojoyo.

Indriana, A. 2011. Analisis Produksi Usahatani Jambu Air Di Kabupaten Demak. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Diponegoro.

Just, E.R. dan R.D. Pope. 1979. Production Function Estimation and Related Risk Consideration. American Journal of Agricultural Economics,6(2): 276-284.

Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bina Aksara. Jakarta.

Larsito, S. 2005. Analisis Keuntungan Usahatani Tembakau Rakyat dan Efisiensi Ekonomi Relatif Menurut Skala Luas Lahan Garapan. (Tesis). MIESP UNDIP.

Mantra, I. B. 2004. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Martodireso, S., Suryanto, W.A. 2002. Agribisnis Kemitraan Usaha Bersama. Kanisius. Yogyakarta.

Mardikanto. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press Surakarta. Jawa Tengah.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Partomo, T.S dan Soejoedono, R. 2002. Ekonomi Skala Kecil Atau Menengah Dan Koperasi. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Prabowo, A.Y. 2007. Budidaya Tembakau. 10 November 2012 http://teknis budidaya. blogspot.com/2007/10/budidaya-tembakau.html.

Prasmatiwi, F.E. 1995. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Produksi Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi di Kabupaten Lampung Utara. Jurnal Sosio Ekonomika Vol. 1. No. 2. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 20-28.

Republik Indonesia. 1995. Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Lembaran Negara RI Tahun 1995, No. 74. Sekretariat Negara. Jakarta.


(6)

Soekartawi, Rusmadi, Effi,D. 1993. Risiko dan Ketidakpatian Dalam Agribisnis, Teori dan Aplikasi. Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglass. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

. 1994. Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb Douglas. Jakarta: Rajawali Pers.

. 1995. Analisis Usahatani. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 87 hlm. . 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sugiarto. 2003. Teknik Sampling. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suginingsih. 2005. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Tembakau Voor Oogst. (Skripsi). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas

Muhammadiyah Malang.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung

Susanto, A. 2007. Analisis Efisiensi Produksi dan Pemasaran Jagung di

Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan. (Skripsi). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Lampung.

Van Den Ban dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Wardhani, D.K. 2003. Efisiensi Ekonomi Relatif dan Analisis Pendapatan Usaha

Tani Tembakau Berdasarkan Sistem Penguasaan Lahan Sawah di Kabupaten Temanggung. (Tesis). MIESP UNDIP.

Wianno, B. 2008. Analisis Usahatani Tembakau (Nicotiana Tabaccum L). (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang.