commit to user
5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian yang disebabkan karena kecelakaan kerja
Suma’mur, 1996. Menurut Rika 2009, Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan
hal yang penting bagi perusahaan karena dampak terjadinya kecelakaan tidak hanya merugikan karyawan, tetapi juga perusahaan secara langsung
maupun secara tidak langsung. Dengan keselamatan kerja yang baik, maka keamanan karyawan atau tenaga kerja akan terjamin. Selain itu akan dapat
menghindarkan kerugian-kerugian tidak langsung yaitu berupa kerusakan mesin atau peralatan kerja, terhentinya proses produksi, kerusakan
lingkungan, dan kerugian-kerugian biaya lainnya baik langsung maupun tidak langsung.
2. Tempat Kerja
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 1, menyatakan bahwa tempat kerja adalah tiap ruangan atau
lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu
commit to user 6
usaha dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya, termasuk tempat kerja adalah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya
yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
3. Dasar-Dasar Kebakaran
a. Pengertian Kebakaran
Menurut Suma’mur 1996, yang dimaksud dengan kebakaran merupakan suatu kejadian api yang tidak diinginkan, tidak dapat
dikendalikan karena dapat menimbulkan kerugian baik harta benda, korban jiwa, maupun terhentinya proses pekerjaan atau produksi yang
direncanakan sebelumnya, bahkan dapat menurunkan tingkat kredibilitas, dimana penyebabnya adalah karena adanya 3 komponen,
yaitu adanya bahan mudah terbakar, panas, dan oksigen. Tiga komponen tersebut selanjutnya akan disebut dengan Teori
Segitiga Api. Berikut ini keterangan komponen teori segitiga api menurut Tardianto 2006 :
1 Bahan mudah terbakar
Dalam pengujian resiko kebakaran yang ditimbulkan oleh bahan mudah terbakar ini dapat dilihat dari jenis bahan kimia dan
sifat-sifatnya, yaitu : a
Titik nyala bahan cair Salah satu ciri bahan kimia mudah terbakar adalah
berdasarkan dari titik nyala. Titik nyala merupakan suhu
commit to user 7
terendah dimana bahan kimia mengeluarkan uap yang mudah sekali terbakar. Berikut ini contoh titik nyala dari bahan kimia
Tabel 1. Titik Nyala Bahan Kimia
Bahan kimia Titik Nyala
o
C
Gasoline -43
Aseton -19
Heptane -4
Toluene 6
Methyl Alcohol 11
Kerosene Minyak Tanah 43
Sumber : Sistem Manajemen dan Standar Pemeriksaan K3 Pedoman bagi Supervisor
Faktor-faktor lain yang menunjukkan bahan kimia adalah kemampuan dari bahan kimia tersebut untuk berubah
mendekati titik nyala. Misalnya apabila cairan seperti kerosene minyak tanah
terurai menjadi atom-atomnya, sehingga menghasilkan uap-uap yang mudah terbakar, akan menyala pada temperatur yang lebih
rendah dari titik nyala semula. Oleh karenanya perlu kehati-hatian dalam penyimpanan
bahan kimia berbahaya. Bahan kimia yang mempunyai titik nyala yang tinggi mengalami pemanasan sehingga titik nyala
menjadi lebih rendah dari titik nyala bahan-bahan semula. Hal inilah yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran.
b Bahan padat
Bahan kimia berbentuk padat akan cepat terbakar apabila terkena percikan api.
commit to user 8
c Aneka gas
Ada berbagai macam jenis gas yang mudah terbakar. Misalnya acetylene, hydrogen, dan methane biasa merupakan
hasil samping produksi akan terbakar dalam konsentrasi gas dan oksigen yang tepat, bila terjadi suatu percikan api.
Perlu diperhatikan penyimpanan pada gas-gas yang dipampatkan di dalam bejana-bejana tekan. Gas-gas tersebut
apabila dipanaskan di dalam wadahnya dapat mengembang ke suatu titik lemah dimana wadahnya tak mampu menahannya,
maka akan menimbulkan situasi yang berbahaya biasanya terjadi peledakan.
2 Panas
Panas merupakan elemen kedua dari segitiga api. Sumber- sumber panas yang dapat mengeluarkan percikan api meliputi
aliran listrik, listrik statis, reaksi kimia, panas karena gesekan, panas matahari, pancaran panas, dan petir.
a Aliran listrik
Panas yang dibangkitkan melalui aliran listrik ada 3 jalan, yaitu :
1 Tahanan atau resistansi
Panas karena tahanan akan muncul apabila listrik mengalir melalui kabel yang tidak cukup besra untuk
menampung aliran listrik itu sendiri. hasilnya akan terjadi
commit to user 9
pemanasan pada kabel saluran atau pemutusan pengaman lebur atau menurunkan sakelar sehingga daya terputus.
Sirkit ini dapat mencapai temperature yang tinggi dan menyulut uap yang mudah terbakar di udara, sehingga dapat
membakar bahan karena suhu disekitarnya telah mencapai pada titik nyala atau titik apinya.
Listrik akan menimbulkan busur api ketika loncanatn sirkit listrik dari satu titik ke titik lainnya. Hal ini dapat
terjadi di dalam kotak switch atau penghubung bila kabel pembagi dari penghubung atau bila asolasi dari kabel di
dekatkan antara positif dan netralnya. 2
Busur api atau arcing Busur api yang timbul dapat memicu uap-uap yang
mudah menyala . 3
Percikan atau sparking Percikan api juga dapat menyulut uap yang mudah
menyala yang ada. b
Listrik statis Listrik statis akan timbul apabila terdapat dua permukaan
yang saling bergesekan satu sama lainnya sehingga menghasilkan arus positif dan negatif. Dari listrik statis tersebut
kemudian akan timbul percikan api yang mana dapat menyulut uap yang mudah menyala atau yang mudah meledak. Listrik
commit to user 10
statis juga dapat timbul apabila terdapat cairan yang dipindahkan dari satu wadah ke wadah lain tanpa pentanahan
yang baik. c
Reaksi kimia Apabila terdapat dua macam bahan kimia atau lebih yang
bercampur, maka efek gabungan akan lebih berbahaya karena akan memperbesar kemungkinan resiko kebakaran. Reaksi dua
macam bahan kimia secara bersama-sama akan menghasilkan panas yang cukup untuk bahan-bahan kimia yang mudah
terbakar di sekitarnya. d
Letupan Apabila terdapat dua permukaan benda bergesekan satu
sama lain, maka dapat menimbulkan bunga api atau panas. Panas yang timbul karena gesekan ini dikenal dengan letupan.
Misalnya pada ban penggerak yang bergesekan dengan cakramnya atau pelindung, atau permukaan logam yang
bergesekan satu sama lain sehingga menimbulkan sejumlah panas yang cukup untuk menghasilkan bunga api yang akan
membakar uap yang mudah terbakar. 3
Oksigen Bahan mudah terbakar hanya memerlukan paling sedikit 15
oksigen untuk bisa terbakar, dan pada kadar oksigen melebihi dari 21 dapat menyebabkan proses pembakaran berjalan lebih cepat.
commit to user 11
Yang dimaksud dengan bahaya kebakaran menurut Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10KPST2000 tentang
Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah bahaya yang diakibatkan
oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap, dan gas yang
ditimbulkan. Peristiwa terbakar, merupakan suatu reaksi hebat dari zat yang
mudah terbakar dengan zat asam. Reaksi kimia yang terjadi bersifat mengeluarkan panas. Pada beberapa zat, reaksi timbulnya panas terjadi
pada suhu normal suhu kamar, akan tetapi umumnya reaksi tersebut berlangsung sangat lambat dan panas yang dihasilkan hilang ke
sekelilingnya Suma’mur, 1996.
Adapun bahaya-bahaya kebakaran yang umum terjadi menurut Suma’mur 1996 adalah sebagai berikut :
1 Akibat merokok
2 Adanya zat cair yang mudah terbakar
3 Adanya nyala api terbuka
4 Tata letak atau desain tempat yang kurang baik
5 Mesin-mesin yang menghasilkan panas dan tidak terawatt
6 Kabel listrik
Menurut Suma’mur 1996, salah satu penyebab kebakaran dari sebuah bangunan adalah disebabkan oleh nyala api yang
commit to user 12
berasal dari instalasi listrik. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya nyala api dari instalasi listrik adalah sebagai berikut :
a Instalasi tidak memakai sekering atau sekering diganti oleh
kawat. b
Pemasangan kabel-kabel yang tidak tepat yang dapat menimbulkan hubungan arus pendek.
c Keadaan kabel-kabel, baik dalam instalasi listrik maupun pada
peralatan listrik yang sudah usang atau rusak. Oleh karena itu, maka perlu diperhatikan untuk upaya
pencegahan kebakaran akibat instalasi listrik, adalah sebagai berikut :
a Sekring harus dipakai dan merupakan perlindungan efektif
yang tidak hanya diberlakukan untuk arus induk, akan tetapi juga pada setiap alat listrik harus dilindungi dengan sekring.
b Instalasi harus dikerjakan sesuai dengan standar operasional
yang berlaku oleh tenaga ahli. c
Jaringan listrik harus selalu dirawat, dilindungi dari pengaruh- pengaruh yang ada, dan dilakukan peremajaan jika keadaannya
dapat memungkinkan bahaya. Sambungan-sambungan kawat harus dipasang sedemikian
rupa sehingga sambungan tersebut tidak dalam keadaan terbuka yang dapat menyebabkan terjadinya arus pendek.
7 Kelistrikan statis
commit to user 13
8 Peralatan mengelas
b. Potensi Bahaya Kebakaran
Potensi bahaya dapat didefinisikan sebagai keadaan yang dapat menimbulkan atau meningkatkan terjadinya chance of loss dari suatu
bencana tertentu. Rika, 2009 Sedangkan yang dimaksud dengan potensi bahaya kebakaran
adalah segala sesuatu keadaan yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran. Oleh karena itu, diperlukan untuk identifikasi bahaya
kebakaran. Untuk dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi bahaya kebakaran secara akurat dan tepat, diperlukan pemahaman
secara rinci tentang karakteristik dari tipikal kebakaran yang mungkin terjadi berdasarkan kategori dan klasifikasi potensi kebakaran,
sehingga dengan demikian maka dapat diketahui upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran yang tepat dan sesuai dengan
potensi bahayanya Tardianto, 2006. c.
Klasifikasi Api Menurut Iskandar 2005, api dapat diklasifikasikan menurut
bahan bakar dan pemadamnya sebagai berikut : 1
Api tipe A Merupakan api yang timbul akibat adanya bahan bakar yang
bahannya terbuat dari bukan logam, seperti kayu, plastik, bahan tekstil, dan karet. Pemadaman api tipe A dapat dilakukan dengan
pendingin cooling dengan bahan pemadam yang tepat berupa air.
commit to user 14
2 Api tipe B
Api tipe ini tipe B merupakan api yang timbul akibat adanya bahan-bahan bakar dari bahan cair dan gas, seperti minyak,
oli, gas minyak, maupun gas alam cair. Pemadaman api tipe B adalah:
a Penyelimutan smotering dengan bahan pemadam api, busa,
serbuk kimia kering, air dalam bentuk kabut. b
Menghentikan persediaan bahan bakar. 3
Api tipe C Api tipe C merupakan api yang disebabkan adnya aliran
listrik. Pemadaman api tipe C adalah sumber api dari listrik tidak dapat dipadamkan, kecuali bila listrik telah dimatikan. Kemudian
yang harus dilakukan adalah membatasi api agar tidak menjalar starving dengan media pemadam api yang tidak mengandung air.
4 Api tipe D
Merupakan api yang timbul akibat adanya bahan-bahan bakar dari logam, seperti : Magnesium, Titanium, Sodium, Uranium,
Plutonium dan Potasium. Pemadaman api tipe D adalah dengan menggunakan bahan pemadam api khusus, seperti ; met-LX, GL
Powder, Na-X. d.
Peristiwa penyebab kebakaran Adapun peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran
menu rut Suma’mur 1996, antara lain :
commit to user 15
1 Nyala api dan bahan-bahan pijar
Apabila suatu benda padat ditempatkan dalam nyala api maka benda tersebut akan mengalami kenaikan suhu, sehingga pada suhu
tertentu benda tersebut akan mulai terbakar dan terus menyala sampai habis. Kemungkinan benda tersebut akan terbakar atau
tidak tergantung dari : a
Sifat benda padat itu sendiri, dengan klasifikasi sangat mudah terbakar, agak mudah terbakar, dan sulit terbakar.
b Besarnya zat padat, apabila jumlah zat padat tersebut sedikit,
panas yang timbul tidak cukup ubtuk menimbulkan kebakaran. c
Keadaan zat padat yang mana benda padat tersebut memiliki sifat mudah terbakar.
d Cara menyalakan zat padat
Benda pijar, baik mudah terbakar maupun tidak mudah terbakar, akan menyebabkan terbakarnya benda lain apabila
bersentuhan dengan benda tersebut. 2
Penyinaran Terbakarnya suatu bahan yang mudah terbakar oleh benda
pijar atau nyala api tanpa bersentuhan langsung. Semua sumber panas memancarkan gelombang elektromagnetis, yaitu sinar
inframerah. Jika gelombang ini mengenai benda, maka benda tersebut akan melepaskan energi yang berubah menjadi panas, dan
suhunya terus meningkat, sehingga benda tersebut akan menyala.
commit to user 16
3 Peledakan uap dan gas
Setiap campuran gas atau uap yang mudah terbakar bereaksi dengan oksigen akan menimbulkan nyala api. Apabila terkena
benda pijar atau nyala api, maka pembakaran akan dapat meluas dengan sangat cepat dengan kadar gas atau uap dalam kadar atau
batas pada titik nyala atau meledak. Kadar tersebut tergantung dangan jenis uap atau gas.
Kecepatan api yang menjalar tergantung pada sifat bahan, suhu, dan tekanan udara. Kecepatan ini berpengaruh terhadap
besarnya kerusakan yang diakibatkan. 4
Peledakan debu atau noktah-noktah zat cair Debu-debu dari zat-zat yang mudah terbakar atau noktah-
noktah cair yang berupa suspensi di udara yang bersifat seperti campuran gas dan udara atau uap dalam udara dapat meledak.
5 Percikan api
Percikan api yang bertemperatur cukup tinggi menyebabkan terbakarnya percampuran gas, uap, debu dan udara. Percikan api
tidak dapat membakar benda padat, dikarenakan energi dan panas yang ditimbulkan dari percikan api akan menghilang disekitar
benda padat. Percikan api dapat terbentuk melalui listrik statis yang dihasilkan dari gesekan dua benda yang bergerak, diantara
benda yang bergerak dan udara, dan di antara cairan atau gas yang bukan penghantar listrik dengan pipa yang dilaluinya, seperti pada
commit to user 17
saat pengisian bahan bakar minyak. Dalam hal ini bahan bakar dengan berat jenis lebih besar adalah berbahaya, oleh karena bahan
yang ringan akan cepat menguap dan tak terjadi pembakaran. Termasuk percikan api yang timbul akibat gesekan dua permukaan
juga sangat berbahaya. Misalnya seperti pada saat penggerindaan logam.
6 Terbakar sendiri
Terbakar sendiri dapat diakibatkan adanya onggokan bahan bakar mineral yang padat atau zat-zat organik. Yang mana apabila
terdapat peredaran udara yang cukup, maka dapat menyebabkan terjadinya proses oksidasi, akan tetapi tidak cukup untuk
mengeluarkan panas. 7
Reaksi kimiawi Reaksi
kimiawi tertentu
menghasilkan juga
dapat menghasilkan panas yang dapat mengakibatkan terjadinya
kebakaran. Misalnya pada fosfor kuning yang dapat teroksidasi dengan cepat apabila bersinggungan dengan udara. Zat-zat yang
bersifat mengoksidasi dapat menyebabkan terjadinya kebakaran meskipun tidak ada panas yang datang dari luar, khususnya pada
zat-zat organik. 8
Peristiwa-peristiwa lain Adapun peristiwa-peristiwa lain yang dapat menyebabkan
terjadinya kebakaran.
commit to user 18
e. Sifat-Sifat Api
Adapun klasifikasi sifat-sifat api berdasarkan titik nyala api pada temperature tertentu, antara lain :
1 Flash point, yaitu nyala api apabila pada temperatur tertentu maka
uap bahan bakar akan menyala sebentar-bentar bila diberi api. 2
Fire point, merupakan nyala api, apabila pada temperatur tertentu maka uap bahan bakar akan menyala dengan sendirinya.
3 Spontanous Combution, merupakan nyala api pada temperatur
tertentu maka bahan bakar akan menyala dengan sendirinya. 4
Flash Back, dapat dikatakan hampir sama dengan spontaneous combustion.
5 Explosion, nyala api pada temperatur tertentu dimana bahan bakar
akan meledak 6
Flammable range, persentase uap bahan bakar di udara batas atas dan batas bawah.
7 Ignition point, suhu terendah dimana bahan terbakar atau menyala
sendiri tanpa diberikan sumber nyala. 4.
Pencegahan dan Penaggulangan Kebakaran Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186MEN1999 tentang
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, yang dimaksud dengan penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk mencegah timbulnya
kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan energi,
commit to user 19
pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran.
Oleh karena itu perlu adanya upaya pencegahan terhadap timbulnya bahaya kebakaran. Upaya pencegahan terhadap timbulnya bahaya
kebakaran menurut Suma’mur 1996 adalah sebagai berikut : a.
Penyimpanan Dalam pengupayaan perlindungan terhadap bahaya kebakaran
perlu memperhatikan dengan cermat terhadap lokasi dan desain gudang. Zat-zat cair yang dapat terbakar dan bahan-bahan yang kurang
baik dalam penyimpanannya merupakan sumber bahaya terjadinya kebakaran. Tidak adanya tempat penyimpanan yang tepat seperti rak-
rakan dapat menyebabkan bahan kimia berceceran di lantai sehingga menambah adanya potensi bahaya kebakaran. Selain itu juga dapat
menimbulkan kesulitan pada saat pengupayaan pemadaman api apabila terjadi kebakaran.
b. Pengolahan
Apabila memungkinkan, bahan yang digunakan diganti dengan bahan yang tidak mudah terbakar, sehingga resiko terbakarpun dapat
dikurangi ataupun dihilangkan. Misalnya pada pencucian dan pembersihan gemuk.
Sedapat mungkin jumlah bahan yang mudah terbakar digunakan dalam proses produksi. Zat-zat padat yang mudah terbakar harus
diletakkan dan disusun secara rapi dan aman agar tidak menghalangi
commit to user 20
kegiatan produksi. Bahan-bahan cair yang mudah terbakar harus disalurkan ke tempat kerja melalui pipa-pipa penyalur atau pada drum-
drum yang dilengkapi dengan pompa tangan. c.
Meniadakan sumber-sumber terjadinya awal kebakaran Pada semua proses pemanasan, harus terdapat pemisah yang
antara bahan-bahan mudah terbakar dan alat pemanas. Apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan, maka harus ada pengendalian yang
tepat. Segala kegiatan pengeringan harus dilengkapi ventilasi mekanis yang memadai dan disertai dengan sistem control di antara pemanasan
dan ventilasi. Bahan-bahan yang dapat terbakar sendiri harus selalu di amati, agar tidak ada kenaikan suhu. Untuk reaksi-reaksi kimia
eksotermis yang sangat hebat dilakukan pada ruangan yang terisolasi dengan tepat tergantung dengan besarnya bahaya dari bahan kimia.
Pemasangan jaringan listrik dan peralatan-peralatan listrik lainnya harus memenuhi standar yang berlaku. Demikian pula terhadap
perawatan mesin dilakukan dengan sebaik-baiknya agar tidak terjadi panas akibat gesekan.
Selain adanya tindakan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, untuk menaggulangi bahaya kebakaran juga diperlukan adanya
perencanaan pemasangan sistem proteksi kebakaran sebagai syarat kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap
bahaya kebakaran.
commit to user 21
5. Sistem Proteksi Kebakaran
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang termasuk sistem proteksi kebakaran adalah sebagai berikut :
a. Sistem Proteksi kebakaran pasif
Proteksi kebakaran pasif adalah suatu teknik desain tempat kerja untuk membatasi atau menghambat penyebaran api, panas dan gas baik
secara vertikal maupun horizontal dengan mengatur jarak antara bangunan, memasang dinding pembatas yang tahan api, menutup
setiap bukaan dengan media yang tahan api atau dengan mekanisme tertentu. Adapun yang termasuk proteksi kebakaran pasif yang
dimaksud dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, antara lain :
1 Kompartemenisasi
Pencegahan kebakaran dimulai sejak perencanaan perusahaan dan pengaturan proses produksi. Suatu prinsip penting pada semua
perencanaan adalah tidak melusanya kebakaran yang terjadi dan dimungkinkan penanggulangan kebakaran yang efektif Suma’mur,
1996. Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung, kompartemenisasi adalah penyekatan ruang dalam luasan maksimum danatau volume maksimum ruang sesuai
dengan klasifikasi bangunan dan tipe konstruksi tahan api yang diperhitungkan. Dinding penyekat pembentuk kompartemen
commit to user 22
dimaksudkan untuk melokalisir api dan asap kebakaran, atau mencegah penjalaran panas ke ruang bersebelahan.
2 Sarana Evakuasi
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa sarana evakuasi adalah
penyediaan tanda peringatan bahaya, jalur evakuasi, pintu darurat, dan tempat berkumpul sementara assembly point yang dapat
menjamin kemudahan pengguna bangunan gedung untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan gedung secara aman
apabila terjadi bencana atau keadaan darurat. b.
Sistem Proteksi Kebakaran Aktif Sistem proteksi kebakaran aktif adalah penerapan suatu desain
sistem atau instalasi deteksi, alarm dan pemadan kebakaran pada suatu bangunan tempat kerja yang sesuai dan handal sehingga pada
bangunan tempat kerja tersebut mandiri dalam hal sarana untuk menghadapi bahaya kebakaran. Dalam penjelasan Undang-Undang No.
28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, sistem proteksi aktif meliputi:
1 Sistem proteksi aktif dalam mendeteksi kebakaran
Sistem proteksi aktif dalam mendeteksi kebakaran ini adalah sistem deteksi dan alarm kebakaran.
Menurut Suma’mur 1996, terdapat dua jenis sistem tanda kebakaran, antara lain :
commit to user 23
a Sistem tak otomatis yang memungkinkan seseorang
menyatakan tanda-tanda bahaya dengan segera secara memijit atau menekan tombol dengan tangan.
b Sistem otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan
tanda sendiri tanpa dikendalikan oleh orang. Kedua sistem tersebut sangat berguna sebagai bagian-bagian
dari cara pencegahan terhadap kebakaran dalam perusahaan. 2
Sistem proteksi aktif dalam memadamkan kebakaran Sistem proteksi aktif dalam memadamkan kebakaran adalah
sistem hidran, hose-reel, sistem sprinkler, dan pemadam api ringan. a
APAR Peralatan yang mudah dipindahkan, salah satu contohnya
APAR Alat Pemadam Api Ringan. Pengertian APAR dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
4MEN1980 tentang
Syarat-Syarat Pemasangan
dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan adalah alat yang
ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran. Alat tersebut
hanya digunakan untuk memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran dan pada saat api belum membesar.
Adapun jenis-jenis APAR, antara lain : 1
APAR jenis cairan air 2
APAR jenis busa
commit to user 24
3 APAR jenis tepung kering
4 APAR jenis gas Hydrocarbon berhalogen, dan lain
sebagainya b
Hidran Dalam Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No.
10KPST2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan,
menjelaskan bahwa hidran adalah suatu sistem pemadam kebakaran yang dilengkapi dengan selang dan mulut pancar
nozzle untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran. Berdasarkan lokasi
penempatannya, hidran diklasifikasikan menjadi 3, antara lain : 1
Hidran kota 2
Hidran halaman 3
Hidran gedung c
Hose-reel Dalam Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No.
10KPST2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan,
yang dimaksud dengan hose-reel adalah selang gulung yang dilengkapi dengan mulut pancar nozzle untuk mengalirkan air
bertekanan dalam slang umumnya dari bahan karet berdiamater 1 inch.
commit to user 25
d Sprinkler
Dalam Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10KPST2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap
Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, yang dimaksud dengan sprinkler adalah alat pemancar air untuk
pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat
memancar kesemua arah secara merata. 3
Sarana Penyelamatan Kebakaran Selain dari sistem proteksi yang ada tersebut, proteksi aktif
juga harus dilengkapi dengan sarana penyelamatan kebakaran. Dalam Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No.
10KPTS2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, yang
dimaksud dengan sarana penyelamatan kebakaran adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun
petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran pada suatu
bangunan gedung dan lingkungan. c.
Manajemen Pengamanan Kebakaran Fire Safety Management Dalam Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No.
10KPTS2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, yang
commit to user 26
termasuk dalam unsur manajemen pengamanan kebakaran Fire Safety Management adalah terutama yang menyangkut kegiatan pemeriksaan
berkala, perawatan dan pemeliharaan, audit keselamatan kebakaran dan latihan penanggulangan kebakaran harus dilaksanakan secara
periodik sebagai bagian dari kegiatan pemeliharaan sarana proteksi aktif yang terpasang pada bangunan.
Sedangkan yang termasuk dalam Fire Safety Management menurut Tardianto 2006, adalah sebagai berikut :
1 Kebijakan fire safety policy
2 Identifikasi dan pengendalian pre-fire sistem
3 Pengorganisasian fire team
4 Pembinaan dan latihan
5 Tanggap darurat
6 Gladi terpadu fire drill
7 Riksa-uji inspection and testing
8 Pemeliharaan preventive maintenance
9 Audit fire safety audit
10 Sistem informasi dan komunikasi
11 Posko pengendalian darurat
6. Persiapan Keadaan Darurat
Keadaan aman sepenuhnya tidak mungkin tercapai, karena selalu terdapat kemungkinan ada faktor yang tidak diperhitungkan. Oleh karena
itu, di semua industri tidak cukup apabila manajemen hanya melakukan
commit to user 27
perencanaan untuk keadaan operasi normal. Melainkan harus membuat perencanaan dan persiapan keadaan darurat. Tujuannya untuk membatasi
kerugian baik berupa materil maupun korban manusia jika terjadi suatu keadaan darurat di tempat kerja Sahab, 1997.
Suatu perencanaan keadaan darurat harus praktis, sederhana, dan mudah dimengerti. Rencana harus sudah mengantisipasi berbagai skenario
keadaan darurat. Bila hal ini tidak diantisipasi dan tidak diambil langkah penanggulangannya yang memadai, maka akan dapat menimbulkan
kerugian total, karena musnahnya seluruh asset perusahaan. Menurut Sahab 1997 perencanaan keadaan darurat memuat antara lain :
a. Pembagian tanggung jawab yang jelas pada tiap satuan kerja baik
tangggung jawab kelompok maupun perorangan. b.
Tersedia tenaga terampil setiap saat, untuk melaksanakan tugas yang telah ditentukan dengan cepat dan baik.
c. Gerakan segera setiap satuan atau unit atau perorangan yang sesuai
pembagian tugas dan tanggung jawab dalam rencana keadaan darurat bila tanda bahaya berbunyi.
commit to user 28
B. Kerangka Pemikiran