Analisis Kelelahan Fisik Dan Kondisi Tidak Aman Pada Sistem Kerja Perakitan Sub Assy Distributor Valve Dengan Menggunakan Pendekatan Ergonomi Di PT. PINDAD Persero

(1)

Nama : Ayep Mamduh

NIM

; IBSiI$I9

Menyatakan bahwa Tugas

Akhir

dengaa

judul

ANALISIS KELILAHAF{

FISIK

BAN

KONDISI

TIDAK

AMAN

PAI}A

SISTEM KERJA

PERAKITAN

SAB IS,ST

.OT$fl?IBUTOfi

TIALT{E DENGAN

MENGGUHAI{A.N PENDEKATAN gRGONCIM

I}I PT.

PINDAD PERSERO adaiah hasil karya seadiri dan bukaa merupakmr duptrikasi sebagi*n atat selumhrya dari hasil karya orang lair yarg pernah dipublikasikan atau fang

Pduh pemah dipakai untuk mendapitkan gelar di Universitas laix, kecuali pada

bagian dima:ra sumber informasi dicaflturnkan dengan *ara referen*i

y*s

semesti*ya.

Pemyataali

ini dibuat

dengan seb*aar-benarnya secara sadar dan bertanggung jawab pen*h tanpa melibatkan pihak laia serta bersedia menerima sanksi

h"L;

dan akademik apabila terbukti melakukan duplikasi terhadap ?ugas Akhir yang

sudah ada.


(2)

DENGAI\I lt/ffi,Ncct NAKAI{ PENDEKATAI{ ERGONOMI DI PT, PNYDAD PERSERO

Aveo Mamduh IYrM.10311019

Telah disetujui dan disahkan di Bandung sebagar Laporan Tuqas Akhir pada

tang$l: ... 3!t..hs.u.ttu; - - 2P-t9..

Dr. Hennv. S.T,. M.T. NrP. 4127 70 03 002

Teknik dan IImu KomPuter i Tekniklndustri

Menyetujui, Pembimbing

,1,",.L

wrp. +tzz 70 a3 002 .4127 70 015


(3)

Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini, penulis dan pihak perusahaan tempat penelitian, Menyetujui:

"Unfirk

memberikan kepada Universitas Komputer Indonesia

Hak

Bebas Rovaltv Noneksklusif atas penelitian ini dan bersedia untuk dr-online-kar_ sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk kepentingan riset dan pendidikan,.

Bandung, 2 6agustus ZO t S

Penulis,

Mengetahui, Pembimbing

t\

i\.*$

Dr. Henntv. S.T.. MT

RENDALPROD

w


(4)

TUGAS AKHIR

Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Industri

Oleh:

Ayep Mamduh NIM. 10311019

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(5)

v

DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ERGONOMI DI PT. PINDAD PERSERO

Ayep Mamduh NIM. 10311019

Berat seluruh material Sub Assy Distributor Valve yang rata-rata

memiliki berat diatas 5kg, bahkan berat produk jadi distributor valve mencapai 35Kg, hal ini akan menjadi beban fisik yang menjadi sebuah resiko bagi operator, bila harus mengangkat secara manual dengan menggunakan tangan. Kondisi ini akan sangat berbahaya bila dilakukan secara terus menerus. kondisi berbahaya lainnya ialah, perpindahan material dari meja perakitan satu ke meja perakitan lainnya, harus dipindahkan secara manual. Hal itu akan berbahaya bagi operator, kualitas produk, dan waktu pengerjaan.

Ergonomi dapat didefinisikan sebagai suatu disiplin yang mengkaji keterbatasan, kelebihan serta karakteristik manusia, dan memanfaatkan informasi tersebut dalam merancang produk, mesin, fasilitas, lingkungan, dan bahkan sistem kerja, dengan tujuan utama tercapainya kualitas kerja yang terbaik tanpa mengabaikan aspek kesehatan keselamatan, serta kenyamanan manusia penggunanya. (Hardianto Iridiastadi, 2014). Kajian yang dipakai dalam studi kasus ini ialah mengenai Anthropometri, Biomekanika Kerja dan Lingkungan.

Permasalahan yang terjadi pada kondisi kelelahan dan kondisi tidak aman pada operator, dilihat dari sistem kerja yang ada pada produksi tersebut. Adapun komponen sistem kerja ialah pada Manusia, Mesin, Material dan Lingkungan.

Keempat faktor tersebut dapat diolah dengan Kuesioner Nordic Body Map dan

RULA pada manusia, pada mesin dan material menggunakan perbandingan antara dimensi mesin dengan anthropometri manusia, dan pada lingkungan melakukan pengamatan terhadap pencahayaan dan kebisingan di ruangan produksi.

Pada manusia, dengan menggunakan nordic body map diperoleh operator

memiliki keluhan di sebagian tubuhnya yang diakibatkan pekerjaannya, dengan RULA terbukti bahwa postur tubuh saat bekerja dalam kondisi berbahaya dan memerlukan perbaikan secepatnya. Pada mesin hanya mesin uji kualitas saja yang dalam keadaannya menyebabkan kelelahan. Sebagian material kondisi ukuran atau dimensinya akan menyebabkan kelelahan pada operator. Dari lingkungan baik pencahayaan maupun kebisingan, keduanya tidak sesuai dengan standar normal, sehingga menyebabkan berkurangnya konsentrasi operator saat bekerja. Maka dari itu peralatan pemindahan material diperlukan untuk membantu pekerjaan operator.


(6)

v

USING ERGONOMICS APPROACH IN PT. PINDAD PERSERO

Ayep Mamduh NIM. 10311019

The whole weight of material Sub Assy Distributor Valve which have an average weight of over 5kg, even the weight of the finished product distributor valve reaches 35kg, this will be a physical burden that becomes a risk to the operator, when it should be lifted manually using a hand. This condition would be very dangerous if done continuously. Other dangerous condition is, displacement of material from the assembly table to table other assembly, must be moved manually. It would be dangerous for the operator, product quality and processing time.

Ergonomics can be defined as a discipline that examines the limitations, advantages and characteristics of the human, and utilize that information in designing products, machinery, facilities, environmental, and even the working system, with the main goal to achieve the best quality work without neglecting aspects of health, safety, as well as its human comfort. (Hardianto Iridiastadi, 2014). Studies used in this case study is about anthropometry, biomechanics and Environment.

Problems that occur in a state of exhaustion and unsafe conditions on operators, views of existing work systems in production. The components of working system is Humans, Machines, Materials and Environment. These four factors can be processed by questionnaire Nordic Body Map and RULA in humans, on the machine and material using a comparison between the machine dimensions of the human anthropometric, and the environment doing the observations of the lighting and the noise in the room production.

In humans, by using nordic body map, obtainable operators have complaints in most of his body caused by work, by RULA proved that posture while working in hazardous conditions and require urgent repair. On the machine only quality testing machine are in the situation causes fatigue. Most conditions of size or dimensions of the material will cause fatigue to the operator. Of environmental lighting and noise, the two are not in accordance with the normal standards, resulting in reduced operator concentration at work. So the material moving equipment needed to assist the work of the operator.


(7)

vi

Puji syukur penulis panjatkan kepada hadirat Allah SWT serta junjungan kami pemimpin kita semua Nabi Muhamad SAW, yang telah memberikan kesehatan, keselamatan, kelancaran rahmat dan seluruh hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian Tugas Akhir di PT. PINDAD (Persero) ini tepat pada waktunya. Penelitian yang berlangsung hampir satu semester dari awal tahun sampai pertengahan tahun 2015 ini berjudul:

ANALISIS KELELAHAN FISIK DAN KONDISI TIDAK AMAN PADA SISTEM KERJA PERAKITAN SUB ASSY DISTRIBUTOR VALVE

DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ERGONOMI DI PT. PINDAD PERSERO”

Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian secara keseluruhan sebagai salah satu syarat dari kelulusan Sarjana 1 (S1) Teknik Industri UNIKOM. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan segala pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada:

1. Ayah dan Ibu yang telah memberikan motivasi, semangat dan juga dukungan

baik itu dalam bentuk materi, moril dan juga doa selama melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi di kota Bandung, Jawa Barat.

2. Adik dan Kaka yang selalu mengerti dan memberi perhatian terhadap kondisi

yang dihadapi peneliti.

3. Ibu Dr. Henny ST.,MT selaku dosen pembimbing Tugas Akhir sekaligus

sebagai ketua prodi yang selalu sabar dan tidak hentinya memberikan bimbingan dan ilmu baru yang sangat bermanfaat dan selalu memberikan solusi yang tepat terhadap penelitian.

4. Bapak Wikan Ziarso ST. selaku KASUBDEP RENDALPROD PT. PINDAD

(Persero) dan juga sebagai pembimbing. Selama penelitian dilakukan beliau telah memberikan banyak ilmu dan motivasi untuk melakukan penelitian Tugas Akhir yang dilaksanakan.


(8)

vii

yang tidak pernah sungkan untuk memberikan informasi mengenai data yang peneliti perlukan, bahkan peneliti telah dianggap sebagai saudara.

7. Rekan-rekan Teknik Industri 2011 yang solid dan teman-teman yang telah

memberikan motivasi serta membantu dalam penyusunan laporan ini.

8. Rekan-rekan seperjuangan yang mengambil TA ditahun 2015 awal yang telah

memberikan berbagai informasi mengenai tugas akhir, sehingga penelitian berjalan dengan lancar.

9. Untuk team BKMC, terima kasih kawan, kalian telah mengisi kegembiraan

selama berjalannya kuliah sampai berjalannya tugas akhir ini. Keluh kesah, canda tawa kita berbagi bersama. Tanpa kalian tidak akan bisa setenang ini dalam menghadapi Tugas Akhir, bahkan masalah berat sekalipun bisa dihadapi. Terima kasih untuk semua jamuannya. Buat Ojjos, Empi, dan Uncip segeralah menyusul kami Keyeup dan Iko, biarpun seluruh aktifitas dihadapi dengan tenang tapi harus bisa bersikap dan dilakukan secara serius.

Peneliti menyadari dalam penelitian ini masih banyak kekurangan baik dalam materi, penjelasan materi dan lain-lain. Oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik maupun saran yang membangun dan dapat dijadikan sebuah referensi untuk penelitian selanjutnya yang memiliki materi yang sama bisa menjadi lebih baik.

Bandung, Agustus 2015

Ayep Mamduh 10311019


(9)

viii

Lembar Pernyataan... iii

Lembar Peruntukan ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xv

Daftar Lampiran ... xvii

Bab 1Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Pembatasan Masalah ... 6

1.5. Sistematika Penulisan ... 6

Bab 2Tinjauan Pustaka 2.1. Ergonomi ... 8

2.1.1. Anthropometri ... 10

2.1.2. Biomekanika kerja, ... 14

2.1.3. Lingkungan ... 30

Bab 3Metodologi Penelitian 3.1. Flowchart Penelitian ... 36

3.2. Langkah-langkah Pemecahan Masalah pada Metode Penelitian... 37

3.2.1. Studi Pendahuluan ... 37


(10)

ix

3.2.7. Analisis ... 38

3.2.8. Kesimpulan ... 39

Bab 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data 4.1. Pengumpulan Data ... 40

4.1.1. Objek Penelitian ... 40

4.1.2. Data Sistem Kerja ... 45

4.1.2.1. Kuesioner Nordic ... 45

4.1.2.2. Data Postur Tubuh ... 51

4.1.2.3. Mesin ... 57

4.1.2.4. Material ... 61

4.1.2.5. Lingkungan ... 64

4.2.Pengolahan Data ... 66

4.2.1. Koesioner Nordic Body Map ... 66

4.2.2. Perhitungan Postur Kerja dengan Worksheet RULA ... 70

4.2.3. Pengolahan Data pada Mesin ... 100

4.2.3.1. Anthropometri Mesin... 100

4.2.3.2. Hasil Koesioner Kondisi Kerja dan Peralatan Kerja ... 121

4.2.4. Pengolahan Data pada Material ... 122

4.2.4.1. Anthropometri Material ... 122

4.2.5. Pengolahan Data Lingkungan ... 150

4.2.5.1. Pencahayaan ... 150

4.2.5.2. Kebisingan ... 152

Bab 5 Analisis 5.1. Analisis ... 154


(11)

x

5.2.1. Manusia ... 163

5.2.2. Mesin ... 164

5.2.3. Material ... 165

5.2.4. Lingkungan ... 165

5.3. Rancangan Alat Bantu Pemindahan Material ... 165

Bab 6 Kesimpulan dan Saran 6.1. Kesimpulan ... 167

6.2. Saran ... 169

Daftar Pustaka Lampiran


(12)

1

1.1. Latar Belakang Masalah

Tidak sedikit dari pekerja manusia yang mengalami rasa sakit akibat pekerjaan berat yang terlalu membebaninya. Peralatan yang tidak mendukung membuat manusia harus mengerjakannya secara manual. Pekerjaan manual ini yang membuat perubahan fisik manusia bahkan kurang maksimalnya hasil pekerjaan yang dilakukan. Setiap tahap proses produksi harus dirancang sedemikian rupa agar menghasilkan sistem kerja baik yang bisa digunakan dalam proses produksi. Pada dasarnya manusia merupaka faktor utama dalam berjalannya proses produksi, tanpa adanya pekerja maka proses produksi tidak akan berjalan, pekerjaan dengan sistem dan prosedur yang baik akan menghasilkan sebuah produksi yang baik pula, sehingga proses produksi tidak akan mengalami kesalahan dalam pembuatan sebuah produk. Tapi tidak menutup kemungkinan setiap pekerjaan yang dilakukan oleh manusia tentu memerlukan peralatan-peralatan tertentu untuk membantu pekerjaanya. Selain membantu pekerjaan manusia, peralatan atau mesin pula akan mengurangi beban fisik bagi manusia itu sendiri.

Sistem kerja memiliki komponen yang perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap kelangsungan proses produksi yang maksimal. Komponen dari sistem kerja ialah Manusia, Mesin, Material dan Lingkungan, dimana keempat komponen tersebut harus saling mendukung satu sama lain. Manusia harus memiliki kondisi fisik yang baik agar pekerjaan bisa dilaksanakan sebagaimana mestinya. Manusia memiliki organ-organ sempurna dengan fungsi-fungsi tertentu yang berguna untuk kelangsungan hidup manusia. Namun manusia pula juga memiliki masa dimana manusia akan merasakan ketidakfungsian setiap anggota tubuh yang sering dipakai, karena pemakaian dalam proporsi yang sangat besar dengan mengabaikan batas kemampuan kemampuannya. Oleh karena itu


(13)

manusia memerlukan alat bantu untuk mempermudah segala kegiatannya, baik pekerjaan, aktifitas maupun hal-hal yang perlu dilakukan oleh manusia. Mesin ataupun peralatan merupakan komponen kedua yang menjadi hal penting dalam sistem pekerjaan. Dengan mesin maupun peralatan, manusia akan merasa lebih mudah dalam mengerjakan pekerjaannya. Pada saat ini sudah sangat banyak mesin otomatis untuk membantu pekerjaan manusia. Dengan otomatisasi mesin ini, maka beban kerja manusia akan berkurang. Selanjutnya yaitu material yang dipakai dalam proses produksi, material memiliki spesifikasi tertentu dimana hal itu manusia maupun mesin harus mampu menyesuikan dengan tipe material yang berbeda-beda. Sebagian material ada yang berbahaya bagi manuisa, adapun material yang memiliki spesifikasi yang tidak memungkinkan manusia untuk mengolahnya secara manual tanpa bantuan mesin atau alat. Yang terakhir ialah lingkungan, dimana lingkungan akan memliki pengaruh terhadap mausia itu sendiri. Keefektifan kerja manusia akan dipengaruhi berbagai faktor lingkunga seperti pencahayaan, suhu, kebisingan dan getaran. Sebagian faktor lingkungan yang sangat berpengaruh di area produksi terutama Pabrik ialah kebisingan dan pencahayaan. Jika dalam ruangan memiliki kebisingan diatas batas normal maka operator akan sangat terganggu, konsentrasi pekerjaan akan berkurang, menyebabkan kualitas produksi secara bersamaan akan berkurang. Begitupun dengan faktor pencahayaan, apabila kurang dari batas normal cahaya ruangan maka kualitas produksi akan berkurang seiring berjalannya waktu.

PT. PINDAD merupakan perusahaan besar yang harus mampu memperhatikan kesehatan, keselamatan, kenyamanan dan keamanan operator saat melaksanakan proses produksi. Keefektifitasan dalam melakukan pekerjaan juga perlu untuk diperhatikan untuk kelangsungan produksi yang lebih menguntungkan baik bagi perusahaan maupun operator. Pada dasarnya operator menginginkan pekerjaan yang tidak memberatkan dirinya, dimana kenyamanan saat bekerja menjadi faktor utama operator mencintai pekerjaannya. Saat operator masuk pertama kali pada pekerjaan yang dibebankan perusahaan tentunya dalam kondisi yang baik, maka dari itu perusahaan harus menjaga kesehatan operator dari awal sampai akhir


(14)

tanpa membuat banyak perubahan buruk pada struktur tubuh dan kesehatan operator. Standarisasi peralatan dan mesin bantu pekerjaan dalam perusahaan besar, harus dimiliki untuk kepercayaan bahwa perusahaan dapat menjamin keselamatan dan keamanan operator.

Pada tahun 1980-an pemerintah Indonesia semakin gencar menggalakan program alih teknologi, saat inilah muncul gagasan untuk mengubah status pindad menjadi perusahaan berbentuk perseroan terbatas. Berdasarkan keputusan Presiden RI No.47 Tahun 1981, Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) yang sudah berdiri sejak tahun 1978, harus lebih memperhatikan proses transformasi teknologi yang ditetapkan pemerintah Indonesia itu, termasuk pengadaan mesin-mesin untuk kebutuhan Industri. Dikarenakan hal itu PT. PINDAD harus mampu membuat suatu rancangan alat atau mengadakan alat bantu berupa mesin otomatis ataupun semi otomotasi yang mana sedikitnya mampu mengurangi beban pekerjaan fisik operator di area kerja.

Tidak hanya perlengkapan dan peralatan senjata perang saja yang diproduksi oleh PT. PINDAD persero, melainkan masih banyak produk yang dibuat oleh perusahaan ternama dan terkenal di dunia ini. Salah satunya ialah produk sarana industri dan jasa, yang mana didalamnya memproduksi sarana untuk perlengkapan transportasi jasa yaitu kereta api. Hampir seluruh perusahaan kereta api di

Indonesia memesan perlengkapan keretanya di PT. PINDAD. Distributor Valve

merupakan salah satu produk dari PT. PINDAD yang disalurkan ke seluruh

perusahaan kereta api di Indonesia. Distributor Valve merupakan alat yang

digunakan dalam proses pengereman kereta api. Proses kerjanya ialah dengan memberikan tekanan angin terhadap mekanika rem, sehingga terjadi proses gerakan pada mekanika rem yang selanjutnya terjadilah pengereman pada roda kereta api. Oleh sebab itu pada produksi ini, perusahaan diharuskan memiliki sistem kerja yang baik agar kualitas produk terjaga. Karena hal ini menyangkut dengan keselamatan orang banyak yang menjadi penumpang kereta api. Namun beberapa sistem kerja yang masih kurang baik telah ditemukan di dalamnya.


(15)

Beberapa kondisi tersebut ialah tidak adanya tempat penyimpanan material yang datang sesuai dengan tinggi siku operator. Adapun karena tidak adanya alat untuk mengangkat material dari lantai ke meja perakitan, sehingga dengan menimbang

beratnya material Sub Assy Distributor Valve yang terdiri dari Basic Valve,

Control Chamber, Auxilary Reservoir Valve, Presure dan Insert yang rata-rata memiliki berat diatas 5kg, tinggi meja kerja yang untuk penyimpanan material setinggi sekitar satu meter dari dasar lantai, hal ini adalah beban fisik yang akan menjadi sebuah resiko bagi operator, bila harus mengangkat secara manual dengan menggunakan tangan. Selain itu posisi yang membungkuk saat mengangkat beban menjadi postur berbahaya bagi opretor. Kondisi ini akan sangat berbahaya bila dilakukan secara terus menerus. Melihat bahwa produksi

yang kontinue atau produksi banyak secara terus-menerus maka seiring

berjalannya waktu akan menyebabkan keluhan fisik operator. Akibat fatalnya ialah, operator akan mengalami sakit dibagian tubuh menyebabkan tidak mampu bekerja dalam jangka waktu lama. Bila tidak, karena kondisi fisik operator yang berkurang maka ketelitian terhadap pekerjaan akan berkurang sehingga kualitas produk tidak akan baik, selain itu waktu pengerjaan akan menjadi lebih lama. Selain dari kondisi tadi, kondisi berbahaya lainnya ialah, perpindahan material dari meja perakitan satu ke meja perakitan lainnya, harus dipindahkan secara manual. Hal itu akan berbahaya bagi operator, kualitas produk, dan waktu pengerjaan.

Melihat kondisi ini maka perlunya sebuah alat yang mampu memindahkan material secara mudah, tanpa mengangkat secara manual oleh operator untuk mengurangi beban kerja secara fisik. Perancangan alat pemindahan ini harus dalam bentuk alat dalam kondisi statis, dengan artian bahwa alat ini harus tetap, namun material dapat digeser dengan aman dan mudah tanpa menggunakan tenaga yang besar dari operator. Beberapa pertimbangan yang diperlukan ialah

mengetahui kondisi fisik dari operator yang bekerja di perakitan distributor valve,

dengan meneliti bagian-bagian tubuh yang sakit dari leher sampai telapak kaki, serta perhitungan beban fisik untuk mengetahui keperluan perbaikan atau tidak


(16)

terhadap standar pekerjaan. Pengaruh dimensi dan kondisi mesin terhadap operator. Spesifikasi material yang berpengaruh terhadap kondisi fisik operator serta lingkungan pabrik yang mempengaruhi konsentrasi operator dengan mengacu pada pengukuran kebisingan dan pengukuran pencahayaan.

Dari pemaparan diatas maka penulis mencoba membuat penelitian untuk tugas

akhir dengan judul “ANALISIS KELELAHAN FISIK DAN KONDISI TIDAK

AMAN PADA SISTEM KERJA PERAKITAN SUB ASSY DISTRIBUTOR

VALVE DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ERGONOMI DI PT.

PINDAD PERSERO”.

1.2. Identifikasi Masalah

Permasalahan yang dapat di identifikasi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah operator mengalami keluhan rasa sakit di bagian tubuh yang

diakibatkan dari pekerjaan mereka, dikarenakan operator mengangkat dan

memindahkan material Sub Assy beserta produk yang telah jadi secara

manual, dengan berat komponen diatas batas normal?.

2. Tidak adanya alat bantu pemindahan material, dari meja perakitan awal

sampai ke meja uji kualitas. Sehingga, apakah operator membutuhkan alat pemindahan material yang akan memudahkan kinerja operator?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis keluhan operator terhadap rasa sakit yang dialami pada bagian

anggota tubuh, karena beban fisik yang dirasakan operator akibat pekerjaan mengangkat dan memindahkan material secara manual tanpa alat bantu.

2. Menganalisis keperluan alat bantu pemindahan material sesuai dengan

kebutuhan operator dalam proses perakitan Distributor Valve.


(17)

1.4. Pembatasan Masalah

Dari penjelasan di atas untuk memperkuat pembahasan yang sesuai dengan latar belakang, maka dari itu peneliti membatasi masalah agar lebih terarah dan sesuai dengan yang diharapkan. Batasan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dilakukan di Divisi Mesin Industri dan Jasa bagian Airbrake

System perlengkapan kereta api. Penelitian melingkupi perakitan Sub Assy Distributor Valve, ialah material besar perakitan terakhir tanpa

komponen-komponen assy atau komponen kecil.

2. Dengan mengarahkan pada alat bantu perakitan dan keluhan operator terhadap

proses kerja, sehingga peneliti terfokus pada sistem kerja setiap proses

pekerjaan perakitan disetiap tahapan perakitan material Sub Assy Distributor

Valve.

3. Peneliti menggunakan data antropometri dari hasil Praktikum Sistem Kerja dan

Ergonomi tahun 2012 untuk penghitungan perbandingan dimensi mesin dan material. Karena rata-rata ukuran tubuh orang dewasa, baik dari operator kerja

di PT PINDAD maupun Mahasiswa, rata-rata ukuran dimensi

anthropometrinya sama.

1.5. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penyusunan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab 1. Pendahuluan

Berisikan Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Pembatasan Masalah dan Sistematika Penulisan.

Bab 2. Tinjauan Pustaka

Bagian ini memuat tentang landasan teori yang berkaitan langsung dengan permasalah yang akan diteliti.


(18)

Bab 3. Metodologi Pemecahan Masalah

Memuat uraian tentang bagaimana cara sistematika penelitian yang dilakukan, variabel dan data yang dikaji dan cara analisis.

Bab 4. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Berisikan pengumpulan data-data yang diambil dan memuat tentang bagaimana melakukan pengolahan terhadap data-data yang telah diambil dengan melakukan pendekatan yang sesuai dengan metode yang dipergunakan.

Bab 5. Analisis

Berisi analisis dari hasil perhitungan yang diperoleh dari proses pengolahan data serta pengajuan usulan pengambilan keputusan.

Bab 6. Kesimpulan dan Saran

Berisikan tentang kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan dan saran bagi perusahaan.


(19)

8 2.1. Ergonomi

Ergonomi terdiri dari dua suku kata yaitu ergos dan nomos yang berasal dari

bahasa Yunani. Ergos yang berarti “kerja” dan nomos yang berarti “kajian atau

hukum”. Sehingga ergonomi dapat diartikan dengan singkat kata ialah sebuah

kajian atau hukum dalam suatu pekerjaan.

Ergonomi dapat didefinisikan sebagai suatu disiplin yang mengkaji keterbatasan, kelebihan serta karakteristik manusia, dan memanfaatkan informasi tersebut dalam merancang produk, mesin, fasilitas, linkungan, dan bahkan sistem kerja, dengan tujuan utama tercapainya kualitas kerja yang terbaik tanpa mengabaikan aspek kesehatan keselamatan, serta kenyamanan manusia penggunanya. (Hardianto Iridiastadi, 2014).

Ergonomi merupakan kajian interaksi antara manusia dan mesin serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja sistem secara keseluruhan (Bridger, 2009). Ergonomi merupakan suatu ilmu antar disiplin, yang megkaji interaksi antara manusia dan objek yang mereka gunakan (Pulat,1997)

Ergonomi merupakan aplikasi prinsip-prinsip ilmiah, metode dan data yang diperoleh dari beragam disiplin yang ditujukan dalam pengembangan suatu sistem rekayasa, dimana manusia memiliki peran yang signifikan (Kroemer et al., 2004)

Ergonomi merupakan suatu aktivitas multidisiplin yang diarahkan untuk mengumpulkan informasi tentang kapasitas dan kemampuan manusia, dan memanfaatkannya dalam merancang pekerjaan, produk, tempat kerja dan peralatan kerja (Chengalur et al., 2004).


(20)

Ergonomic (or human factors) ir the scientific discipline concered with the understanding of interactions among humans and other elements of system, and the profession that aplies theory, other principles, data and methods to design and order to optimize human well-being and overall system performance

(International Ergonomics Association).

Tujuan penerapan ergonomi dapat pula dibuat dalam suatu hierarki (kroemer et al.,2004), dengan tujuan yang paling rendah adalah sistem kerja yang masih dapat

diterima (tolerable) dalam batas-batas tertentu, asalkan sistem ini tidak memiliki

potensi bahaya terhadap kesehatan dan nyawa manusia. Tujuan yang lebih tinggi adalah suatu keadaan ketika pekerja dapat menerima kondisi kerja yang ada (acceptable), dengan mengingat keterbatasan yang bersifat teknis maupun oraganisatoris. Pada tingkat yang paling tinggi, ergonomi bertujuan untuk menciptakan kondisi kerja yang optimal, yaitu beban dan karakteristik pekerja telah sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan individu pengguna sistem kerja (Hardianto Irisdiastadi., 2014).

Manusia dengan segala sifat dan tingkah lakunya merupakan mahluk yang sangat kompleks. Untuk mempelajari manusia, tidak cukup ditinjau dari satu disiplin ilmu saja. Oleh sebab itulah untuk mengembangkan ergonomi diperlukan dukungan dari berbagai disiplin ilmu, antara lain psikilogi, antropologi, faal kerja atau fisiologi, biologi, sosiologi, perencanaa kerja, fisika dan lain-lain. Masing-masing disiplin tersebut berfusngsi sebagai pemberi informasi. Pada gilirannya, para perancang, dalam hal ini para ahli teknik, bertugas untuk meramu masing masing informasi tersebut, dan menggunakannya sebagai pengetahuan untuk merancang fasilitas kerja sehingga mencapai kegunaan yang optimal (Iftikar Z.Sutalaksana, 2006).

Kemampuan untuk dapat membentuk atau menciptakan tatanan sistem kerja yang baik merupakan kebutuhan utama dalam suatu kegiatan, yaitu mencari satu sistem


(21)

kerja yang baik dari yang lainnya, karena dari alternatif cara-cara kerja yang baiklah diadakan pemiliha tersebut dan bukan dari cara-cara yang dibentuk dengan sembarangan. Mendapatkan sistem kerja yang lebih baik dari sistem kerja yang telah ada atau memilih salah satu sistem kerja dari beberapa sistem kerja yang diajukan merupakan salah satu hal yang ingin dicapai dengan mempelajari Perancangan Sistem Kerja. Untuk dapat merancang sistem kerja yang baik, perancangannya harus dapat mengenali dan mengatur faktor-faktor yang membentuk suatu sistem kerja. Faktor-faktor tersebut bila dilihat dalam kelompok besarnya terdiri atas pekerja, mesin, dan peralatan serta lingkungannya (Iftikar Z. Sutalaksana, 2006).

2.1.1. Anthropometri

Anthropometri yaitu bidang yang mengkaji dimensi fisik tubuh manusia, termasuk usia, tinggi berdiri bobot, panjang jangkauan tangan, tinggi duduk dan lain sebagainya. Data anthropometri banyak dimanfaatkan dalam perancangan produk, peralatan, serta tempat kerja (Iftikar Z. Sutalaksana,2006).

Iftikar Z. Sutalaksana,2006, dalam bukunya mengungkapkan, data-data dari hasil pengukuran dalam keadaan statis maupun dinamis, disebut data anthropometri. Data ini digunakan sebagai data untuk perancangan peralatan dan objek-objek lain yang berinteraksi dengan pekerja. Mengingat keadaan dan ciri fisik manusia dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga berbeda satu sama lainnya, maka terdapat tiga prinsip dalam pemakaian data tersebut, yaitu: perancangan fasilitas berdasarkan individu ekstrim, perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan, dan perancangan individual.

A.Perancangan berdasarkan individu yang ekstrim

Prinsip ini digunakan apabila kita mengharapkan agar fasilitas yang dirancang tersebut dapat dipakai dengan enak dan nyaman oleh sebagian besar orang yang akan memakainya (Biasanya minimal oleh 95% pemakai).


(22)

B.Perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan

Prinsip ini digunakan untuk merancang objek agar objek dapat menampung atau bisa dipakaidengan enak dan nyaman oleh semua pengguna potensial. Kursi pengemudi mobil yang bisa diatu maju mundur dan kemiringan sandarannya sera tinggi kursi sekertaris dan tinggi permukaan mejanya yang dapat dinaik turunkan, merupakan contoh-contoh dari pemakaian prinsip ini dalam praktik.

C.Perancangan individual

Prinsip ini hanya digunakan apabila objek yang bersangkutan khusus dirancang bagi satu individu tertentu. Berarti ukuran bagian-bagian objek dibuat tepat

untuk tubuh “pemesanannya”. Memang, biasanya ini adalah untuk pemakai khusus seperti orang yang berukuran tubuh ekstrim: amat gemuk, sangat tinggi, dan sebagainya. Begitu pula produk-produk bagi penderita cacat tubuh.

Data anthropometri sangat berguna dalam perancangang produk, tidak ayalnya untuk perancangan mesin dan menentukan ukuran material yang berpengaruh terhadap kondisi fisik manusia. Karena material adalah segala sesuatu yang mempunyai massa dan menempati ruangan, begitupun juga dengan mesin.

Bisuk Siahaan, 2000, mengungkapkan bahwa pada tahun 1948 diterima mesin perkakas dari jepang sebanyak 1.637 buah diantaranya ada yang diteruskan ke Negeri Belanda dan sisanya untuk Indonesia, 43% untuk keperluan pemerintah dan 57% untuk perusahaan swasta. Pemerintah memperoleh jatah sebanyak 674 mesin dibagikan kepada jawatan pelabuhan, Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Pembagian mesin untuk swasta diatur sebagai berikut:

Industri permesinan : 200 mesin

Perusahaan lain-lain : 517 mesin

Perusahaan perkebunan : 167 mesin

Deli Spoorweg Mij : 9 Mesin


(23)

Bila suatu alat dapat dirancang memiliki beberapa kegunaan dalam pemakaiannya, diharapkan alat tersebut akan mengakibatkan peningkatan efisiensi dalam bekerja. Dengan pemakaian alat yang mempunyai lebih dari satu kegunaan, diharapkan proses mengambil alat yang lain dalam suatu pekerjaan dapan ditiadakan karena pekerjaan tersebut dapat pula dikerjakan oleh alat yang sedang dipakai. Iftikar .Z. Sutalaksana, 2006. Selain itu Iftikar juga menjelaskan dalam bukunya tentang manusia-mesin, yaitu kombinasi antara satu atau beberapa

manusia dengan satu atau beberapa “Mesin” dan salah satu mesin dengan lainnya

saling berinteraksi untuk menghasilkan keluaran-keluaran berdasarkan

masukan-masukanyang diperoleh. “Mesin” dalam hal ini mempunyai arti yang luas, yaitu

mencakup semua objek fisik seperti peralatan perlengkapan, fasilitas, dan benda-benda yang bisa digunakan oleh manusia dalam melaksanakan kegiatannya.

Tabel 2.1. Perbandingan Kemampuan Antara Manusia dan Mesin Konvensional

No Masalah Manusia Mesin

1 Kecepatan Lambat Sangat cepat

2 Tenaga

Kira-kira 2 daya kuda (DK) untuk 10deti, 0,5DK untuk beberapa detik, dan 0,2DK untuk pekerjaan terus menerus sehari.

Dapat diatur dengan baik: bisa besar dan tetap.

3 Keseragaman

Tidak dapat diandalkan, perlu dimonitor dengan mesin. Cocok untuk pekerjaan-pekerjaan rutin, berulang dan perlu ketepatan** 4 Kegiatan kompleks Satu saluran Banya ksaluran

5 Ingatan

Bisa mengingat berbagai hal, dengan pendekatan

dariberbagai sudut baik untuk menentukan dasar-dasar pikiran maupun strategi.

Baik untuk

memproduksi sesuatu yang sudah ditentukan dan bisa menyimpan ingatan dalam jangka pendek.

6 Berpikir Induktif baik Deduktif baik

7 Hitung-menghitung

Lambat dan sangat mungkin melakukan kesalahan, tetapi cukup memiliki kemampuan untuk mengoreksi.

Cepat dan tepat, tapi tidak memiliki kemampuan untuk koreksi**

8 Kemampuan mengindera

-Menerima rangsangan dari

-Dapat menjadi indra tambahan seperti


(24)

berbagai energi dan kemudian mengolahnya bersama-sama untuk kemudian memberikan reaksi. -Dipengaruhi oleh kondisi lingkungan(suhu, kelembabab, getaran, dll) yang melampaui batas.

kemampuan menangkap gelombang. -Dapat dibuat tidak peka terhadap rangsangan-rangsangan luar

9 Reaksi terhadap beban

yang berlebihan. Degradasi Kerusakan tiba-tiba

10 Kepintaran

Dapat menyesuaikan sesuatu yang tak terduga atau tak dapat diduga. Dapat meramal,

mengintepolasi dan ekstrapolasi serta membuat keputusan.

Tidak ada, hanya bisa memutuskan iya atau tidak**

11 Kecakapan manipulasi Sangat besar Khusus

Data anthropometri akan menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat

berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang memakai produk tersebut, dalam hal ini perancangan peralatan kerja ini harus mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dan populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangan tersebut.

Rancangan suatu peralatan kerja harus sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang mengoperasikannya. Untuk kepentingan tersebut, maka perlu diperhatikan

prinsip-prinsip yang perlu diambil dalam mengaplikasikan data anthropometri

tersebut, yaitu:

a. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrim Disini

rancangan produk dibuat supaya memenuhi dua sasaran produk, yaitu:

 Bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi

ekstrim dalam arti terlalu besar atau terlalu kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.


(25)

 Tetap bisa digunakan untuk ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada).

Kedua Kedua hal diatas dapat diaplikasikan dengan cara:

a) Rancangan peralatan kerja untuk dimensi maksimum didasarkan pada nilai

persentil terbesar, seperti 90,95,99.

b) Rancangan peralatan kerja untuk dimensi minimum didasarkan pada nilai

persentil terkecil,seperti 1,5 dan 10.

Pada umumnya perancangan peralatan dan fasilitas kerja akan menetapkan nilai persentil 95 untuk dimensi maksimum dan persentil 5 untuk dimensi minimum.

b. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang ukuran

tertentu. Disni rancangan bisa diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel untuk dioperasikan oleh setiap orang, contoh yang umum dijumpai adalah kursi mobil yang bisa digeser maju mundur dan sudut sandaran yang bisa diubah-ubah.

c. Prinsip perancangan dengan ukuran rata-rata

prinsip perancangan ini berkaitan dengan langkah-langkah yang harus

dilakukan dalam pengolahan data anthropometri untuk perancangan peralatan

kerja.

2.1.2. Biomekanika Kerja

Biomekanika kerja yaitu suatu bidang yang memfokuskan pada proses mekanika (gaya, momen, kecepatan, percepatan serta tekanan) yang terjadi pada tubuh manusia, terkait dengan aktifitas fisik yang dilakukan pekerja. Contoh penerapan biomekanika ialah dalam penentuan bobot beban maksimal yang boleh diangkut oleh seseorang, dengan meminimalkan risiko cedera pada tulang belakang, atau dalam memahami bagaimana proses terpeleset atau terjatuh dapat terjadi (Hardianto., 2014).


(26)

Fisiologi kerja, yaitu bidang ergonomi yang mengkaji respon fungsi-fungsi tubuh (misalnya sistem kardiovaskular), yang terjadi saat bekerja. Aplikasinya dapat berupa penentuan besar beban kerja (energi yang dikeluarkan) bila dibandingkan dengan kemampuan metabolik pekerja (misalnya kapasitas aerobik maksimal), serta penentuan jadwal kerja istirahat optimal yang meminimalkan stress dan kelelahan (Hardianto., 2014).

Hardianto Iridiastadi, 2014 dalam bukunya mengungkapkan salah satu prinsip

dasar ergonomi dalam perancangan adalah human centered design. Maksudnya

adalah suatu rancangan hendaknya memperhatikan faktor manusia sebagai pengguna yang mempunyai berbagai keterbatasan secara individu. Selain itu, manusia sebagai pengguan juga memiliki fariasai antar individu. Aspek dimensi fisik merupakan salah satu hal mendasar yang harus dipertimbangkan dalam perancangan untuk mendapatkan produk yang ergonomis. Bagaimana kita dapat berjalan dengan baik jika menggunakan sepatu yang terlalu besar atau terlalu kecil? Bagaimana suatu palu atau gunting dapat dipakai dengan aman untuk bekerja jika pegangannya tidak pas dengan genggaman penggunanya? Dengan memperhatikan aspek karakteristik pengguna maka kenyamanan, kepuasan, keselamatan kerja, dan tingkat produktifitas dapat diperbaiki. Disinilah peran utama keilmuan ergonomi.

Manusia memiliki dimensi fisik yang beraneka ragam. Coba perhatikan keragaman manusia disuatu kelas. Satu sampel kelas mahasiswa di ITB bandungdengan jumlah 120 orang, misalnya, mempunyai tinggi badan yang berkisa antara 148-178cm denga bobot badan antara 42-103Kg, ketika berdiri, tinggi jangkawan tangan ke atas mereka berkisar antara 180-231cm. Variasai fisik seperti ini juga terlihat ditempat kerja. Dalam lingkup populasi yang besar, variasi ini akan semakin terlihat karena adanya perbedaan usia, ras dan etnis, misalnya populasi disuatu propinsin atau bahkan populasi suatu negara. Hardianto Iridiastadi, 2014.


(27)

Francis D.K. Ching, 2011, dalam bukunya menyatakan, ada perbedaan antara dimensi struktur tubuh kita dan persyaratan dimensi yang dihasilkan dari cara kita menggapai sesuatu di rak, duduk di meja, menuruni serangkaian anak tangga, atau berinteraksi dengan orang lain. Sebagian besar orang akan mengalami kisaran fisik dan kemampuan yang berbeda-beda ketika mereka tumbuh dan bertambah tua serta adanya perubahan berat, tinggi dan kebugaran fisik. Perubahan dari waktu ke waktu ini memengaruhi kesesuaian lingkungan interior dengan pengguna atau kemampuan lingkungan itu mengakomodasi penggunanya.

Menurut Hardianto Iridiastadi, 2014: Survei keluhan otot rangka ditujukan untuk mendapatkan umpan balik langsung dari pekerja tentang keluhan-keluhan yang dirasakan berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan. Biasanya, umpan balik tersebut berisi keluhan yang dirasakan dalam setahun terakhir. Survei dapat dilakukan dengan wawancara atau kuisioner dengan menanyakan secara umum bentuk dan tingkat keluhan yang diraskan atau spesifik untuk setiap anggota tubuh, mulai dari leher hingga kaki. Survei seperti ini merupakan salah satu langkah utama dalam evaluasi ergonomi sistem kerja dan harus menjadi program tahunan dalam monitoring aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada perusahaan, dengan penekanan pada aspek kesehatan kerja. Hasil survei dapat digunakan sebagai dasar untuk hal-hal berikut:

1. Indikasi awal untuk menentukan pekerjaan yang tidak erginomis. Jika beberapa

pekerja di area yang sama menyampaikan keluhan yang juga sama, misalnya nyeri pada punggung ketika bekerja, maka hal ini menunjukan indikasi awal bahwa indikasi tersebut tidak ergonomis. Artinya, keluhan tersebut mungkin berkaitan dengan faktor pekerjaan bukan faktor diluar pekerjaan.

2. Memilih unit kerja yang menjadi prioritas studi ergonomi. Unit kerja yang

memiliki yang memiliki keluhan paaling banyak berdasarkan hasil survei keluhan otot rangka harus lebih dipriorotas untuk mendapatkan intervensi ergonomi dari unit kerja yang memiliki keluhan lebih sedikit.


(28)

3. Mengetahui secara umum tingkat permaslahan ergonomi di suatu perusahaan. Semakin banyak keluhan yang ditunjukan oleh hasil survei keluhan otot rangka menunjukan bahwa permasalahn ergonomi juga semakin besar.

4. Indikator keberhasilan ergonomi. Survei keluhan sebaiknya dilakukan setiap

tahun. Hasil survei dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan ergonomi dalam melakukan kualitas kerja disuatu perusahaan. Diharapkan setiap tahun terjadi penurunan tingkat keluhan otot rangka, yang menandakan semakin ergonomisnya sistem kerja yang ada.

5. Langkah antisipasi dalam meminisasi resiko kelainan pada otot rangka

(MSDs). Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa MSDs dimulai dari adanya keluhan nyeri dari pekerja. Keluhan seperti ini harus ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan cara dan alat kerja sesuai prinsip ergonomi. Jika dibiarkan, maka keluhan tersebut akan semakin parah dan dapat mengakibatkan kelainan dalam morfologi dan fungsional pada sistem otot rangka.

1. Koesioner NORDIC

Salah satu kuisioner yang sering digunakan diindustri adalah kuisioner NORDIC (Kurorinka dkk.1987), yang kemudian dapat dimodifikasi seperti pada yang mungkin dikeluhkan oleh pekerja mulai dari leher hingga pergelangan kaki, yang dibagi atas sembilan area, yaitu leher, bahu, punggung atas, punggung bawah, siku, tangan/pergelangan tangan, paha, lutut dan telapak kaki/pergelangan kaki. Kuesioner ini juga mampu menggambarkan persepsi pekerja apakah keluhan yang dirasak dengan pekerjaan atau tidak. Pada pengisiannya, sebaiknya pekerja tidak diminta untuk menulisakan nama agar mereka maumengisi dengan jujur. Namun, pengisiannya dilengkapi dengan pertanyaan umum yang melingkupi usia, jenis kelamin, tinggi tubuh, bobot badan, tangan yang dominan (Kanan atau kiri), lama menangani pekerjaan saat ini (tahun dan bulan), lama jam kerja seminggu, serta nama unit kerja. Kelengkapan pertanyaan tersebut akan bermanfaat dalam menganalisis untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut:


(29)

1. apakah terdapat usia tertentu yang mengalami keluhan yang lebih tinggi? Pada bagian tubuh yang mana. Dapatkah dikaitkan dengan unit pekerjaannya?.

2. Apakah terdapat tingkat keluhan yang signifikan antara responden laki-laki

dengan perempuan? Pada bagian anggota tubuh yang mana? Dapatkah dikaitkan dengan unit kerjanya?.

3. Apakah terdapat faktor tinggi tubuh, bobot badan, dan tangan yang dominan

yang mengakibatkan perbedaan yang signifikan dalam tingkat keluhan? Pada anggota tubuh yang mana? Dapatkah dikaitkan dengan unit kerjanya?.

4. Apakah terdapat perbedaan tingkat keluhan yang signifikan antara pekerja

yang lama dan baru? Pada bagian anggota tubuh yang mana? Dapatkah dikaitkan dengan unit kerjanya?.

5. Apakah faktor lama jam kerja mengkibatkan tingkat keluhan? Pada

bagiananggota tubuh yang mana? Dapatkah dikaitkan dengan unit kerjanya?

6. Unit kerja mana yang memiliki tingkat keluhan yang paling tingggi? Keluhan

tersebut pada bagian angota tubuh yang mana?

Perhitungan sebagai pertimbangan terhadap keluhan yang dirasakan ialah, jumlah orang yang mengalami keluhan dibagi dengan jumlah seluruh operatora dikali jumlah hari penelitian dan dikali 100%. Makan persentesae akan diperoleh sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan. Sebagai contoh dalam 5 operator terdapat 2 operator yang mengalami sakit pada leher, dan penelitian dilakukan dalam satu hari maka: (2/(5x1))x100% hasilnya ialah 40% operator mengalami keluhan pada leher.

Iftikar Z. Sutalaksana,2006, menulis dalam bukunya tentang proses terjadinya kelelahan. Ada banyak definisi kelelahan, tetapi secara garis besar dapat dikatakan bahwa kelelahan merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap individu yang sudah tidak sanggup lagi melakukan aktivitasnya. Pada dasarnya pola ini ditimbulkan oleh dua hal, yaitu kelelahan fisiologis (fisik atau kimia) dan kelelahan psikologis (mental atau fungsional). Disisi lain dapat bersifat objektif (Dapat dilihat pada akibat-akibatnya


(30)

dalam berbagai kinerjanya) dan dapat bersifat subjektif (akibat perubahan dalam kesadaran dan perasaan).

2. RULA (Rapid Upper Limb Assesment)

RULA (Rapid Upper Limb Assesment) adalah sebuah metode survei yang

dikembangkan untuk kegunaan investigasi ergonomi pada tempat kerja dimana penyakit otot-rangka pada tubuh bagian atas yang terkait kerja teridentifikasi (McAtamney dan Corlett, 1993). RULA ini merupakan bantuan khusus dalam

memenuhi kebutuhan pengukuran oleh European Community Directive (ECD)

pada kebutuhan keselamatan dan kesehatan minimum untuk pekerjaan

menggunakan perlengkapan layar display dan UK Guidelines on the prevention of

work-related upper limb disorders.

RULA yang dikembangkan oleh McAtamney dan Corlett (1993) ini telah diuji kevalidan dan keandalannya. Sebagian pengembangan RULA ini sendiri mengambil tempat di industri pembuatan garmen, dimana pengukuran dilakukan pada pekerja yang mengerjakan pekerjaan menggunting sambil berdiri pada sebuah kotak pengguntingan, permesinan menggunakan salah satu mesin jahit dan pengepakan.

RULA juga dikembangkan melalui evaluasi mengenai postur yang diadopsi oleh pekerja, tenaga yang dibutuhkan serta gerak otot baik oleh operator display terminal maupun operator yang bekerja dalam berbagai tugas manufaktur dimana resiko yang terkait dengan kelainan otot-rangka pada tubuh bagian atas yang mungkin ada.

Metode ini menggunakan diagram-diagram dari postur tubuh dan tabel-tabel penilaian untuk menyediakan evaluasi paparan faktor-faktor resiko. Faktor-faktor resiko yang dijelaskan merupakan faktor beban dari eksternal, yaitu:


(31)

o Pekerjaan dengan otot statis.

o Tenaga.

o Postur kerja yang ditentukan oleh perlengkapan.

o Waktu kerja tanpa istirahat.

McAtamney dan Corlett, 1993, Dalam usaha untuk 4 penilaian faktor beban eksternal (jumlah gerakan, kerja otot statis, tenaga atau kekuatan, dan postur), RULA dikembangkan untuk

1. Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja dengan cepat,

yang berhubungan dengan kerja yang beresiko yang menyebabkan gangguan pada anggota badan bagian atas.

2. Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja,

penggunaan tenaga dan kerja berulang-ulang, yang dapat menimbulkan

kelelahan (fatigue) otot.

3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode penilaian

ergonomi, fisik, mental, lingkungan dan faktor organisasi.

Pengembangan RULA terdiri atas tiga tahapan, yaitu

Tahap 1: Pengembangan Metode untuk Merekam Postur Kerja

Dalam mempermudah menghasilkan metode yang cepat untuk digunakan, maka tubuh dibagi atas 2 segmen grup, yaitu grup A dan grup B. Grup A terdiri dari atas

lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm) dan pergelangan tangan

(wrist). Sedangkan grup B terdiri dari leher (neck), punggung (trunk) dan kaki (legs).

Grup A

1. Lengan Atas (upper arm)

a b c d e


(32)

Pemberian skor untuk postur lengan atas adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2. Skor Bagian Lengan Atas

Pergerakan Skor Skor Perubahan

200 (ke depan maupun ke belakang dari tubuh)

1 +1 jika bahu naik

+1 jika lengan berputar atau bengkok -1 jika operator dapat bersandar atau berat lengan dapat disokong >200 (ke belakang) atau 20-450 (ke depan) 2

450-900 (ke depan) 3

>900 (ke depan) 4

2. Lengan Bawah (lower arm)

a b c d

Gambar 2.2. Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah Bagian Kanan

Penilaian postur lengan bawah adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3. Skor Bagian Lengan Bawah

Pergerakan Skor Skor Perubahan

600-1000 (ke depan) 1 +1 jika lengan bawah bekerja melewati garis tengah atau keluar dari sisi tubuh

<600 atau >1000 (ke depan) 2

1. Pergelangan Tangan (wrist)

a b c d e


(33)

Penilaian postur pergelangan tangan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4. Skor Bagian Pergelangan Tangan

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Netral 1 +1 jika pergelangan tangan menjauhi

sisi tengah (bengkok ke kanan atau ke kiri)

00-150 (ke atas dan ke bawah) 2 >150 (ke atas dan ke bawah) 3

Untuk putaran pergelangan tangan (wrist twist) pada posisi postur yang netral

diberi skor :

1 = posisi tengah dari putaran.

2 = posisi pada atau dekat dari putaran.

Grup B

1. Leher (neck)

a b c d

berputar

bengkok

Gambar 2.4. Postur Tubuh Leher

Penilaian postur leher adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5. Skor Bagian Leher

Pergerakan Skor Skor Perubahan

00-100 (ke depan) 1

+1 jika leher berputar +1 jika leher bengkok

100-200 (ke depan) 2

>200 (ke depan) 3


(34)

2. Batang Tubuh (trunk)

a b c d

Gambar 2.5. Postur Batang Tubuh

Penilaian postur batang tubuh adalah sebagai berikut:

Tabel 2.6. Skor Bagian Batang Tubuh

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Duduk dengan sudut antara paha dan batang tubuh 900 atau lebih

1 +1 jika batang tubuh berputar + jika batang tubuh

bengkok/bungkuk

00-200 (ke depan) 2

200-600 (ke depan) 3

>600(ke depan) 4

2. Kaki (legs)

a b Gambar 2.6. Postur Kaki

Penilaian postur kaki adalah sebagai berikut:

Tabel 2.7. Skor Bagian Kaki

Pergerakan Skor

Kaki dan telapak kaki disokong dengan baik saat duduk dan beban seimbang 1 Berdiri dengan beban tubuh terdistribusi seimbang pada dua kaki, dengan ruang untuk perubahan posisi

1 Kaki tidak disokong dan beban tidak terdistribusi seimbang 2


(35)

Menyimpan Skor Postur

Pengukuran dimulai mengobservasi operator selama beberapa siklus kerja untuk memilih tugas dan postur untuk pengukuran. Pemilihan mungkin dilakukan pada postur yang dipertahankan dengan persentase besar dalam satu siklus kerja atau postur dengan beban terberat. Karena RULA dapat diselesaikan dengan cepat, sebuah pengukuran dapat diterapkan pada masing-masing postur dalam siklus kerja. Ketika menggunakan RULA, hanya sisi kanan atau sisi kiri yang diukur dalam sekali waktu. Setelah mengobservasi operator, mungkin akan jadi tampak nyata bahwa hanya satu lengan yang dibebani.

Bagaimanapun, jika hal tersebut tidak dapat disimpulkan, observer dapat mengukur kedua sisi. Menggunakan panduan gambar untuk masing-masing bagian badan, observer menyimpan skor postur untuk lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan pada kotak A bagian kiri dari

lembar penilaian (gambar 2.3.). Hampir sama, menggunakan panduan gambar

masing-masing bagian badan terkait, skor postur untuk leher batang tubuh dan kaki dikalkulasi dan disimpan pada kotak B pada lembar penilaian.

Tingkat kedetilan yang dibutuhkan dalam RULA dipilih untuk menyediakan informasi yang cukup agar rekomendasi awal dapat dibuat, tapi juga supaya cukup

singkat untuk dapat diadministrasi secara cepat piranti penyaringan awal (initial

screening). Keseimbangan dari tingkat kedetilan dibahas dan dikembangkan beberapa lama dengan asistensi dari empat orang ahli ergonomi dan seorang fisioterapis kerja. Lengan Atas Putaran Pergelangan Pergelangan Lengan Bawah Leher Kaki Batang Tubuh Skor Postur A Skor Postur B

Gunakan Tabel C

Gunakan Tabel B

+ + Otot Otot + Tenaga + Tenaga = = Skor C Skor D Skor Final


(36)

Untuk menyediakan piranti awal (initial screening) yang cepat teradministrasi, beberapa detil dikeluarkan dari metode RULA dan dapat dipertimbangkan pada pengembangan lebih jauh. Yang paling dapat diperhatikan pengukuran postur jari dan ibu jari mungkin diperlukan pada beberapa investigasi dimana paparan faktor resiko sangat tinggi untuk digit ini. RULA tidak memasukkan detil seperti tersebut, meskipun tenaga yang dikeluarkan oleh jari dan ibu jari terekam sebagai bagian dari prosedur pengukuran.

Tahap 2: Pengembangan Sistem Pengelompokan Skor Bagian Tubuh

Sebuah skor tunggal diperlukan dari masing-masing grup (grup A dan grup B) yang akan memrepresentasikan tingkat pembebanan postur dari sistem muskuloskeletal yang diakibatkan kombinasi postur-postur bagian tubuh. Langkah pertama dalam membangun sistem seperti itu adalah untuk meranking masing-masing kombinasi postur dari pembebanan terkecil hingga terbesar berdasarkan kriteria fungsi biomekanis dan fungsi otot. Proses ini dilakukan oleh dua ahli muskuloskeletal dan seorang fisioterapis kerja. Masing-masing merangking postur-postur dalam skala 1 sampai 9. Skor 1 didefinisikan sebagai postur dimana pembebanan muskuloskeletal adalah minimum atau terkecil. Dimana perbedaan skor muncul, beban pada sistem muskuloskeletal tersebut kemudian dibahas dan sebuah skor disepakati. Ini menghasilkan tabel yang berisi skor postur bagian tubuh yang terkonsolidasi dan disebut skor postur A dan skor postur B.

Langkah selanjutnya adalah mengobservasi rekaman video. Kemudian

postur-postur yang terekam dalam video-tape dilihat ulang dengan memperhatikan

skornya, yakni supaya tingkat pembebanan muskuloskeletal dapat dibandingkan untuk masing-masing postur untuk mengungkap penilaian yang tidak konsisten. Ketidak-konsistenan yang ditemukan kemudian dibahas dan beberapa perbaikan pada skor kemudian dibuat. Dari proses ini, tabel-rabel dikembangkan untuk grup A dan grup B yang dinamai tabel A dan tabel B dan disajikan di bawah. Ketika skor postur untuk masing-masing bagian badan direkam pada kolom kotak A dan B pada gambar 2.10., mereka akan digunakan di tabel 2.7. dan 2.8. untuk


(37)

menemukan skor kombinasi yang disebut sebagai skor A dan skor B. Hal ini biasa dilakukan setelah survei diselesaikan.

Tabel 2.8. Tabel A Dimana Skor Postur Individual untuk Bagian Tubuh dalam Grup A Dimasukkan untuk Memperoleh Skor Postur A

Lengan Atas

Lengan Bawah

Skor Postur Pergelangan

1 2 3 4

Pp Pp Pp pp

1 2 1 2 1 2 1 2

1

1 1 2 2 2 2 3 3 3

2 2 2 2 2 3 3 3 3

3 2 3 3 3 3 3 4 4

2

1 2 3 3 3 3 4 4 4

2 3 3 3 3 3 4 4 4

3 3 4 4 4 4 4 5 5

3

1 3 3 4 4 4 4 5 5

2 3 4 4 4 4 4 5 5

3 4 4 4 4 4 5 5 5

4

1 4 4 4 4 4 5 5 5

2 4 4 4 4 4 5 5 5

3 4 4 4 5 5 5 6 6

5

1 5 5 5 5 5 6 6 7

2 5 6 6 6 6 7 7 7

3 6 6 6 7 7 7 7 8

6

1 7 7 1 7 7 8 8 9

2 8 8 8 8 8 9 9 9

3 9 9 9 9 9 9 9 9

Keterangan: pp = putaran pergelangan.

Tabel 2.9. Tabel B Dimana Skor Postur Individual untuk Bagian Tubuh dalam Grup B Dimasukkan untuk Memperoleh Skor Postur B

Skor Postur

Leher

Skor Postur Batang Tubuh

1 2 3 4 5 6

kaki Kaki kaki Kaki kaki kaki

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7

2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7

3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7

4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8

5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8

6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9

Skor Penggunaan Otot dan Tenaga

Sebuah sistem penilaian dikembangkan untuk memasukkan beban tambahan pada sistem muskuloskeletal yang diakibatkan oleh kerja otot statis, gerakan repetitif dan kebutuhan untuk mengerahkan tenaga atau memelihara sebuah beban


(38)

eksternal sambil bekerja. Skor-skor ini dihitung untuk masing-masing grup (A dan B) dan disimpan dalam kotak yang berpadanan pada lembar penilaian. Setelah skor A dan B dihitung dari tabel 1 dan tabel 2, skor penggunaan otot dan tenaga ditambahkan seperti ditunjukkan di bawah ini (lihat gambar 2.11. dan 2.12.):

Berikan skor 1 jika postur:

a. Sebagian besar statis, yaitu dipertahankan hingga lebih dari 1 menit

b. Diulang lebih dari 4 kali per menit

Gambar 2.8. Skor Penggunaan Otot yang Ditambahkan pada Skor Postur A dan B

Skor = 0

Tidak memerlukan kekuatan atau beban (tenaga)

intermittent kurang dari 2 kg

Skor = 3

a. 10 kg atau lebih beban statis

b. 10 kg atau lebih beban atau tenaga terulang c. tenaga atau goncangan dengan tubuh bangun Skor = 2

a. 2-10 kg beban statis

b. 2-10 kg beban atau tenaga terulang Skor = 1

2-10 kg beban atau tenaga intermittent

dengan cepat

Gambar 2.9. Skor Tenaga dan Beban yang Ditambahkan pada Skor Postur A dan B

Penaksiran besar pembebanan statis atau tenaga yang dikerahkan yang akan

menyebabkan kelelahan (fatigue) dan kerusakan jaringan bergantung kepada

waktu di saat operator (pekerja) terkena paparan faktor resiko. RULA

menyediakan sistem rating yang sederhana dan konservatif untuk digunakan

sebagai panduan untuk mengindikasi apakah faktor resiko-faktor resiko memang ada. Ini akan menjadi fungsi dari pengukuran lebih lanjut yang lebih detil untuk membangun perluasan dan pengaruh pada kebaikan dan kerja dari operator.

Pada beberapa tahun sebelum metode ini dikembangkan, studi-studi telah menunjukkan bahwa tingkat pembebanan statis yang sangat rendah terhubung dengan kelelahan otot. Björkstén dan Jonsson (1977) telah menunjukkan bahwa


(39)

kerja otot statis yang dipertahankan hingga lebih dari satu jam sebaiknya tidak

melebihi 5-6% dari maximal voluntary contraction (MVC). Jonsson (1982) lebih

jauh menyarankan bahwa pembebanan statis dapat diterima hanya jika pembebanan tersebut lebih rendah dari 2% MVC ketika dipertahankan untuk pekerjaan sehari penuh. Grandjean (1988) mengkuantifikasi pembebanan statis dalam tiga kategori berhubungan dengan tenaga yang dibutuhkan. Jika tenaga yang tinggi dikerahkan maka gerakan otot statis sebaiknya kurang dari 10 detik, untuk tenaga yang sedang sebaiknya kurang dari 1 menit dan untuk tenaga yang rendah sebaiknya kurang dari 4 menit. Hal ini digeneralisir dalam metode RULA sehingga skor postur (A dan B) ditambah 1 jika postur terutama statis, yaitu dipertahankan lebih lama dari 1 menit.

Penggunaan otot didefinisikan sebagai repetitif jika gerakan diulangi lebih dari satu menit. Hal ini diakui sebagai definisi umum konservatif dimana resiko mungkin ada; bagaimanapun, pengukuran lebih lanjut diperlukan. Drury (1987) menyediakan pengukuran secara detil akan tingkat repetisi yang dihitung dengan berdasarkan postur yang teradopsi.

Kontribusi gerakan yang bertenaga atau beban penggenggaman, seperti hand tool,

bergantung pada berat objek, panjang holding dan waktu istirahat juga postur

kerja yang teradopsi. Jika beban atau tenaga adalah 2 kg atau kurang dan

dipertahankan sebentar-sebentar (intermittently) maka skor adalah 0.

Bagaimanapun, jika beban sebentar-sebentar adalah 2-10 kg maka skor 1 diberikan. Jika beban 2-10 kg statis atau diulangi maka skor adalah 2, skor juga 2

jika bebab intermittent tapi melebihi 10 kg. Terakhir, jika beban atau tenaga

melebihi 10 kg dialami secara statis atau berulang, maka skor adalah 3. Jika sebuah beban atau tenaga sebesar apapun dialami dengan tubuh bangun yang

cepat atau gerkan bergoyang maka skor juga 3. Range ini dikembangkan dari


(40)

Skor penggunaan otot dan tenaga diukur untuk bagian badan grup A dan B dan disimpan pada kotak berpadanan pada lembar penilaian gambar 2.3. Kemudian skor tersebur ditambahkan pada skor postur yang diturunkan dari tabel 2.7. dan 2.8. untuk menghasilkan skor C dan skor D.

Tahap 3: Pengembangan Skor Final dan Urutan Tindakan

Tahap terakhir dari RULA adalah untuk menggabungkan skor C dan skor D menjadi skor final tunggal yang besarnya memberikan panduan untuk menentukan prioritas investigasi yang berurutan. Masing-masing kombinasi yang mungkin

dari skor C dan skor D diberi rating, disebur skor final (grand score), dari 1-7

berdasar pada resiko atau cedera karena pembebanan muskuloskeletal (lihat gambar 2.9.)

Gambar 2.10. Matriks yang Disebut Tabel C Dimana Skor C dan Skor D Dimasukkan Untuk Memperoleh Skor Final

SKOR D

S

K

O

R C

1 2 3 4 5 6 7+

1 1 2 3 3 4 5 5

2 2 2 3 4 4 5 5

3 3 3 3 4 4 5 6

4 3 3 3 4 5 6 6

5 4 4 4 5 6 7 7

6 4 4 5 6 6 7 7

7 5 5 6 6 7 7 7

8 5 5 6 7 7 7 7

Untuk skor final 1 atau 2, artinya postur kerja dinilai atau diberi skor 2 atau kurang untuk kedua segmen badan atau tubuh grup A dan B serta skor untuk penggunaan otot dan tenaga adalah 0. Postur kerja dan gerakan yang memiliki skor final 1 atau 2 dianggap dapat diterima jika tidak dipertahankan atau diulang untuk periode yang lama. Skor final 3 atau 4 akan diberikan pada postur kerja

yang berada di luar range gerakan yang sesuai seperti didefinisikan dalam literatur

dan juga postur kerja yang berada di dalam range gerakan yang sesuai tapi

gerakan repetitif, pembebanan statis atau pengerahan tenaga diperlukan. Investigasi lebih jauh diperlukan untuk operasi ini dan perubahan mungkin diperlukan. Skor final 5 atau 6 mengindikasikan postur kerja yang tidak berada di

dalam range yang sesuai, operator atau pekerja harus mengerjakan gerakan


(41)

tenaga. Disarankan operasi-operasi ini diinvestigasi segera dan perubahan dibuat dalam waktu singkat sambil pengukuran jangka panjang untuk mengurangi tingkat paparan direncanakan. Skor final 7 diberikan pada setiap postur kerja yang berada atau dekat pada luar daerah gerakan dimana gerakan repetitif atau statis diperlukan. Setiap postur dimana tenaga dan pembebanan mungkin berlebih juga termasuk dalam kategori ini. Investigasi dan modifikasi operasi-operasi ini dibutuhkan secepat mungkin untuk mengurangi pembebanan berlebih pada sistem muskuloskeletal dan resiko cedera pada operator. Kebutuhan akan tindakan untuk masing-masing skor final dirangkum dalam Tingkat Tindakan sebagai berikut:

a. Tingkat Tindakan 1

Skor 1 atau 2 mengindikasikan postur dapat diterima jika tidak dipertahankan atau diulang dalam periode yang lama.

b. Tingkat Tindakan 2

Skor 3 atau 4 mengindikasikan bahwa investigasi lebih jauh diperlukan dan perubahan mungkin diperlukan.

c. Tingkat Tindakan 3

Skor 5 atau 6 mengindikasikan bahwa investigasi dan perubahan diperlukan segera.

d. Tingkat Tindakan 4

Skor 7 mengindikasikan investigasi dan perubahan diperlukan secepat mungkin.

2.1.3. Lingkungan

Human information processing dan ergonomi kognitif, yaitu bidang ergonomi yang mempelajari bagaimana manusia memproses informasi dari lingkungannya, dimulai dari tahap mengindra adanya stimulus dan mempersepsikannya, sampai dengan mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang diperlukan. Bidang ini mempelajari proses persepsi, mengingat, pemberian perhatian, serta pengambilan keputusan. Bidang ini sangat bermanfaat, sebagai contoh, dalam memahami bagaimana seorang operator mengartikan data yang diberikan oleh


(42)

gambar), dalam menyampaikan informasi kritis kepada pengguna, atau dalam emnentukan besarnya beban mental seorang operator (Hardianto., 2014).

Lingkunga kerja, yaitu bidang yang mencoba memahami respon manusia terhadap lingkungan fisik kerja, termasuk kebisingan, temperatur pencahayaan, getaran, dan lain sebagainya. Informasi yang diperoleh dari bidang kajian ini dafat dimanfaatkan dalam menentukan, contohnya, penempatan lampu penerangan, lama waktu istirahat, dampak rotasi kerja, serta efek penggunaan alat pelindung diri.

1. Cahaya

Cahaya merupakan pancaran energi yang dapat dievaluasi secara visual. Sebagai bagian dari spektrum radiasi elektro magnetik, cahaya yang secara visual tampak bagi manusia memiliki panjang gelombang berkisar antara 400-700nm, denga spektru warna melingkupi ungu, biru, hijau, kuning dan merah (Berurut dari panjang gelombang yang paling pendek. Spektrum tersebut dibatasi oleh sinar ultraviolet dan infra merah. Hardianto Iridiastadi, 2014

Tabel 2.11. Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja (KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02) JENIS KEGIATAN TINGKAT PENCAHAYAAN MINIMAL (LUX) KETERANGAN

Pekerjaan kasar dan tidak

terus – menerus 100

Ruang penyimpanan & ruang peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu Pekerjaan kasar dan terus –

menerus 200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar Pekerjaan rutin 300 Ruang administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin

& perakitan/penyusun Pekerjaan agak halus 500

Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin

Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan teksti, pekerjaan

mesin halus & perakitan halus Pekerjaan amat halus

1500

Tidak menimbulkan bayangan

Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus

Pekerjaan terinci

3000

Tidak menimbulkan bayangan


(43)

Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat objek secara jelas, cepat, tanpa menimbulkan kesalahan. Kebutuhan akan pencahayaan yang baik akan makin diperlukan apabila kita mengerjakan suatu pekerjaan yang

memerlukan ketelitian penglihatan. Pencahayaan yang terlalu suran

mengakibatkan mata pekerja makin cepat lelah karena mata akan berusaha untuk bisa melihat, lelahnya mata akan menyebabkan kelelahan mental; lebih jauh lagi keadaan tersebut bisa menimbulkan rusaknya mata karena bisa menyilaukan. Iftikar Z. Sutalaksana, 2006.

Untuk menghitung pencahayaan maka diperlukan suatu alat yang bernama lux

meter. Alat ini cara kinerjanya ialah dengan mengarahkan sensor cahaya ke ruangan yang akan diketahui tingkat pencahayaannya. Untuk penelitian maka diperlukan data pencahayaan dengan sampel jangka waktu yang ditentukan, misalnya 10 menit sekali atau 20 menit sekali dalam satu hari pekerjaan. Setelah mendapatkan data pencahayaan maka dari sampel tersebut selanjutnya hitung rata-rata pencahayaan di ruangan yang diteliti, misalnya tercantum dalam tabel 2.

Tabel 2.12. Tabel Data Pencahayaan

Sampling Test : 10 Menit

No Jam Lux Meter

1 9:00 140

2 9:10 150

3 9:20 142

4 9:30 144

5 9:40 145

6 9:50 146

7 10:00 143

8 10:10 147

9 10:20 145

10 10:30 145

Selanjutnya membuat tabel sesuai dengan subgrup yang ditentukan

Tabel 2.13. Tabel Data Pencahayan Berdasarkan Subgrup

n

k 1 2 3 4 5 x

1 140 150 142 144 145 144,2

2 146 143 147 145 145 145,2


(44)

X = k

X

X=

2 289,4

X = 144,7

Setelah diperoleh rata-rata dari pencahayaan tersebut maka dibandingkan dengan pencahayaan normal ruangan. Bila kurang dari pencahayaan normal maka diperlukan tambahan pencahayaan.

Kemampuan kita berfokus dan merasakan detail dibatasi oleh sudut pandang yang cukup sempit. Dalam mensurvey bidang visual kita, mata kita secara terus menereus bergerak, menyerenta memfokus dan memfokuskan kembali untuk menemukan informasi visual. Untuk merasai apa yang kita lihat, otak kita menerjemahkan data visual yang dikumpulkan oleh mata dan digabungkan informasi itu ke pola visual yang dapat kita sadari dan mengerti. Persepsi kita akan bentuk, ukuran, warna dan tekstur visual terhadap benda-benda dipengaruhi oleh lingkungan optik yang kita gunakan melihat semua faktor itu dan hubungan yang dapat kita kenali antara semua faktor itu dan hubungan yang dapat kita kenali antara semua faktor itu dan semua setinga visualnya. Jika bidang visual kita tidak terbeda-bedakan, kita akan melihat kemampuan. Akan tetapi, karena ada perubahan yang dapat dirasakan atas nilai rona, warna, dan tekstur yang terjadi, kita dapat mengenali objek atau figur tertentu berbeda dari latar belakangnya Francis D.K. Ching, 2011.

2. Kebisingan

Iftikar Z. Sutalaksana berpendapat bahwa kemajuan teknologi ternyata banyak menimbulkan masalah diantaranya pencemaran. Salah satu bentuk yang sekarang menyibukkan para ahli untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki telinga kita, terutama karena dalam jangka pendek dapatmengurangiketenangan kerja, mengganggu konsentrasi, dan


(45)

menyulitkan komunikasi. Dalam jangka panjang dapat merusak pendengaran. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi yang bisa menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu lama, intensitas, dan frekuensinya.

Iftikar Z. Sutalaksana dalam bukunya menyatakan intensitas biasanya diukur dengan satuan desibel (dB), yang menunjukkan besarnya arus energi per satuan luas. Berikut ini skala intensitas yang biasa terjadi di suatu tempat atau akibat suatu alat/keadaan:

Tabel 2.14. Intensitas Kebisingan dan contoh-contoh keberadaannya.

Kondisi pendengaran Desibe Batas Dengar tertinggi

Menulikan Sangat Kuat Kuat Sedang Tenang Sangat tenang 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Halilintar Meriam Mesin Uap Jalan hiruk-pikuk Pabrik sangat gaduh Peluit polisi Kantor gaduh Jalan pada umumnya Radio Perusahaan Rumah gaduh Kantor umumnya Percakapan kuat Radio perlahan Rumah tenang Kantor perorangan Auditorium Percakapan Suara daun-daun Berdesis

Batas dengar terrendah

Frekuensi menunjukkan jumlah gelombang suara yang sampai ke telinga kita setiap detik, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau hertz (Hz). Lamanya telinga kita menerima kebisingan akan mempengaruhi tingkat pendengaran kita.

Sama seperti penghitungan terhadap pencahayaan, maka untuk menghitung


(46)

dari alat ini ialah dengan mengarahkan sensor suara ke ruangan yang akan diketahui tingkat kebisingannya. Untuk penelitian maka diperlukan data kebisingan dengan sampel jangka waktu yang ditentukan, misalnya 10 menit sekali atau 20 menit sekali dalam satu hari pekerjaan. Setelah mendapatkan data kebisingan maka dari sampel tersebut selanjutnya hitung rata-rata kebisingan di ruangan yang diteliti, misalnya tercantum dalam tabel 2.14.

Tabel 2.15. Tabel Data Kebisingan

Sampling Test : 10 Menit

No Jam Sound Level

1 9:00 80

2 9:10 81

3 9:20 82

4 9:30 83

5 9:40 80

6 9:50 81

7 10:00 82

8 10:10 83

9 10:20 84

10 10:30 80

Selanjutnya membuat tabel sesuai dengan subgrup yang ditentukan

Tabel 2.16. Tabel Data Pencahayan Berdasarkan Subgrup

n

k 1 2 3 4 5 x

1 80 81 82 83 80 81,2

2 81 82 83 84 85 83

x 164,2

X = k

X

X=

2 164,2

X = 82,1

Setelah diperoleh rata-rata dari kebisingan tersebut maka dibandingkan dengan kebisingan normal ruangan.


(47)

36 3.1. Flowchart Penelitian

Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka sebelumnya peneliti membuat perencanaan tentang langkah-langkah pemecahan masalah yang akan dilalui seperti tersaji pada gambar 3.1.

Mulai

Identifikasi Masalah

Studi Pustaka

Pengolahan Data:

- Pengolahan terhadap kondisi fisik manusia dengan metode Nordic Body Map dan RULA

- Pengolahan pada mesin dengan analisis hasil koesioner dan perbandingan dimensi mesin dengan hasil perhitungan terhadap data Antropometri. - Pada material dengan pengolahan hasil wawancara dan an perbandingan dimensi mesin dengan hasil perhitungan terhadap data Antropometri - Pada lingkungan dengan pengolahan hasil pengamatan terhadap intensitas cahaya dan kebisingan

Kesimpulan dan Saran

Selesai Tujuan Penelitian

Analisis Studi Pendahuluan Wawancara dengan pihak perusahaan

di kantor PT. PINDAD (Persero)

Pengumpulan Data :

Dengan pengumpulan data sistem kerja yaitu: - Manusia

Dengan menggunakan koesioner dan pengamatan langsung. - Mesin

Dengan penyebaran koesioner dan pengamtan langsung.

Pengambilan data Antropometri (data primer dari praktikum PSK&E 2012)

- Material

Dengan pengamatan langsung dan pengambilan data Antropometri (data primer dari praktikum PSK&E 2012)

- Lingkungan

dengan pengamatan langsung.


(48)

3.2. Langkah-langkah Pemecahan Masalah pada Metode Penelitian

Merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan untuk melakukan penelitian sehingga tercapainya pemecahan masalah yang diinginkan.

3.2.1. Studi Pendahuluan

Penelitian dilakukan di PT PINDAD (Persero) yaitu perusahaan yang bergerak dalam pembuatan fasilitas pertahanan negara. Pada studi pendahuluan ini peneliti melakukan observasi dan mewawancarai pihak perusahaan di kantor PT. PINDAD (Persero), untuk mengetahui gambaran umum tentang perusahaan dan permasalahan yang terjadi, sehingga peneliti mampu menentukan titik masalah yang ada di perusahaan untuk dilakukan penelitian.

3.2.2. Studi Pustaka

Melakukan studi kepustakaan untuk mendukung studi lapangan yang akan dilakukan menggunakan acuan pada buku aplikasi teknik pengambilan keputusan dalam studi ergonomi, materi-materi pada kuliah proses pengambilan keputusan. Sehingga peneliti mampu menggunakan data-data atau metode yang tepat untuk pemecahan masalah yang ditentukan.

3.2.3. Identifikasi Masalah

Melakukan identifikasi masalah yang dialami oleh perusahaan yang akan diangkat dalam penelitian. Dengan identfikasi masalah ini maka peneliti akan lebih terarah untuk menyelesaikan permasalahan yang diambil peneliti. Dari latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu untuk memberikan kekurangan beban fisik pada operator yang bekerja di bagian

produksi perakitan Distributor Valve.

3.2.4. Tujuan Penelitian

Menentukan tujuan penelitian dari permasalahan yang ada untuk bisa melakukan pengumpulan data-data yang diperlukan atas jawaban-jawaban pada identifikasi masalah.


(1)

5.2.3. Material

Analisis keseluruhan material menyatakan, ada sebagian ukuran dimensi mesin yang tidak sesuai dengan ukuran anthropometri diantaranya, Pangkal ke tangan, LT (Lebar Tangan) dan Panjang Telapak Tangan pada material Basic Valve, Control Chamber, Presure dan Produk jadi Distributor Valve. Namun untuk JT (Jangkauan Tangan) dan RT (Rentang Tangan) untuk semua material tersebut telah sesuai dengan anthropometri. Adapun dimensi material dengan anthropometri keseluruhannya telah sesuai, yaitu pada material Auxilary Reservoir Valve dan Insert E1.

5.2.4. Lingkungan

Ukuran rata-rata tingkat pencahayaan ruangan perakitan distributor valve sebesar 149,43lux kurang dari cahaya normal ruangan sebesar 300 lux. Ukuran rata-rata tingkat kebisingan sebesar 85,67dB melebihi batas kebisingan normal untuk konsentrasi yang baik yaitu 50 dB. Sehingga dari kedua aspek lingkungan tersebut, akan membuat kurangnya konsentrasi operator saat melakukan pekerjaannya dan menyebabkan kelelahan bagi operator dan kualitas produksi tidak maksimal.

5.3. Rancangan Alat Bantu Pemindahan Material

Rancangan alat bantu yang diperlukan dalam proses perakitan Sub Assy Distributor Valve agar operator bisa melakukan pekerjaan dalam kondisi yang tidak berbahaya yang menyebabkan kelelahan. Alat ini merupaka sebuah conveyor otomotasi yang bisa bergerak sendiri, sehingga material bisa dipindahkan oleh alat ini dengan mudah. Operator tidak perlu lagi melakukan gerakan membungkuk ketika pemindahan setiap material dari meja satu ke meja lainnya. Sehingga resiko kelelahan akan berkurang dalam kondisi ini. Adapun rancangan dari conveyor yang diperlukan ditampilkan pada gambar 5.1. dibawah ini.


(2)

Penerimaan Material Meja Perakitan Basic Valve

Meja Perakitan Control Chamber dan Presure Meja Perakitan Auxilary Reservoir Valve dan Insert E1 Meja Uji Kualitas

Area Penyimpanan Produk Siap Kirim Conveyor Material No 1 2 3 4 5 6 2 3 4 5 1 6 7 Keterangan 7

Gambar 5.1. Rancangan 3D Conveyor Pemindah Material

Keterangan

Meja Perakitan Basic Valve

Meja Perakitan Control Chamber dan Presure Meja Perakitan Auxilary Reservoir Valve dan Insert E1

Meja Uji Kualitas

Area Penyimpanan Produk Siap Kirim Conveyor Material No 1 2 3 4 5 6 Penerimaan Material Mesin Uji Basic Valve

Mesin Uji Control Chamber dan Presure Mesin Uji Auxilary Reservoir Valve dan Insert E1 8 A B C Penerimaan Material 7

2 3 4

5

9

A

B

C

665cm 5 3 0 c m

1 7 6


(3)

167 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data yang menggunakan data-data sistem kerja dari perakitan Sub Assy Distributor Valve, maka skripsi ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan berdasar sistem kerja yang menyebabkan keluhan pada operator, diperoleh dengan data-data yang diolah yaitu pada:

A. Manusia

Dari pengolahan menggunakan kuesioner Nordic, menjelaskan bahwa dari pekerjaan yang dilakukan oleh operator dalam jangka waktu 12 bulan telah mengakibatkan beberapa keluhan rasa sakit di sebagian tubuh operator. Adapun worksheet RULA yang menyimpulkan bahwa, rata-rata postur kerja operator di setiap meja perakitan saat ini, memerlukan perbaikan secepat mungkin, karena dari postur tubuh yang tidak baik tersebut akan menyebabkan keluhan rasa sakit.

B. Mesin

Dari data dimensi mesin uji Basic Valve, mesin uji Control Chamber, mesin uji Auxilary Reservoir Valve yang memiliki ukuran dimensi yang sama, yang telah disesuaikan dengan nilai persentil ukuran anthropometri masing-masing, menyimpulkan bahwa kondisi dimensi mesin tersebut tidak akan menyebabkan kelelahan bagi operator yang mengoprasikannya. Namun untuk mesin Uji Kualitas ada beberapa bagian yang tidak sesuai dengan ukuran anthropometri yang akan menyebabkan kelelahan suatu waktu pada bagian tubuh.


(4)

C. Material

Material yang tidak menyebabkan kelelahan yaitu pada material Auxilary Reservoir Valve dan Material Insert E1, dimana material ini dimensi ukurannya telah sesuai dengan anthropometri yang telah di hitung. Adapun material yang akan menyebabkan karena ukuran dimensi material tersebut melebihi batas anthropometri yang telah di hitung ialah material Basic Valve, Control Chamber, Pressure dan Produk Distributor Valve itu sendiri.

D. Lingkungan

Pencahayaan masih kurang memenuhi pencahyaan normal dan tingkat kebisingan melebihi batas normal, Sehingga dari kedua aspek lingkungan tersebut akan membuat kurangnya konsentrasi operator saat melakukan pekerjaannya, dan menyebabkan kelelahan bagi operator saat bekerja.

2. Menganalisis keperluan alat bantu pemindahan material sesuai dengan kebutuhan operator dalam proses perakaitan Distributor Valve.

A.Hasil dari analisis mengenai sistem kerja yang telah dilakukan, dimana sistem kerja saat ini hasilnya ialah membuat operator merasakan kelelahan diakibatkan peralatan yang tidak mendukung pekerja dalam mengangkat dan memindahkan material dari meja perakitan satu sampai meja perakitan lainnya.

B. Adapun hasil dari kuesioner yang telah disebar mengenai mesin dan peralatan yang digunakan operator, hasilnya ialah bahwa alat bantu yang menghambat pekerjaan perlu untuk diganti, alat bantu yang digunakan belum mencukupi, adanya kesulitan dalam menggunakan alat bantu yang di pakai, kondisi tempat pekerjaan belum baik, penempatan setiap mesin yang dipakai belum baik dan layout atau lokasi tempat kerja perlu untuk diperbaiki. Dari hal ini disimpulkan bahwa perlunya alat yang bisa membantu pekerjaan operator terutama dari pemindahan material.


(5)

C.Selain dari pada itu, karena masalah yang ditemukan tersebut maka dalam skripsi ini, untuk mengurangi beberapa kondisi yang akan membuat kondisi tidak aman dan kelelahan pada operator diakibatkan sistem kerja yang tidak baik, peneliti membuat sebuah rancangan alat yang bisa membantu untuk memindahkan material tanpa harus mengangkat secara manual. Pada rancangan alat tersebut dapat diprediksi bahwa tidak akan ada postur tubuh dalam sistem kerja dengan kondisi yang tidak aman. Alat ini dapat menutupi beberapa kondisi dari sistem kerja seperti yang diakibatkan dari dimensi mesin dan dimensi material yang tidak sesuai dengan anthropometri, serta kondisi lingkungan yang mengganggu konsentrasi operator dalam bekerja.

6.2. Saran

Setelah mendapatkan kesimpulan dari hasil skripsi ini, adapun saran yang akan saya sampaikan terhadap pihak perusahaan, diman guna saran ini bisa dipakai untuk kebaikan sistem kerja dalam perakitan Sub Assy Distributor Valve di PT PINDAD Persero. Berikut ini merupakan saran yang telah peneliti pertimbangkan agar sesuai dengan sistem kerja yang ada ialah:

1. Sebaiknya perusahaan lebih menegaskan akan SOP (Standar Operational Production) pada proses perakitan Distributor Valve, sehingga SOP apa yang telah dibuat oleh pihak perusahaan dapat diikuti secara benar oleh operator pada bagian perakitan tersebut.

2. Perusahaan menyediakan alat bantu untuk mengangkat material, sehingga material berat tidak diangkat secara manual oleh operator.

3. Perhatikan bebab fisik yang akan dialami oleh operator dalam setiap pekerjaannya.

4. Perubahan sebagian layout untuk menyesuaikan bila perusahaan menyediakan alat bantu pemindahan material (Conveyor) yang diusulkan dalam penelitian ini.


(6)

Cipangasaman RT/RW: 09/03 Ds: Legokhuni Kec:Wanayasa Kab: Purwakarta 41174

E-Mail: ayepmamduh9@gmail.com Phone: +62-85721333460

Pendidikan

Universitas Komputer Indonesia (2011-2015)

Sarjana Teknik (Teknik Industri) – Dengan IPK 3,27

Praktek kerja di PT Dirgantara Indonesia

-

Membuat penyeimbangan jadwal kegiatan untuk proses produksi integrasi fuselage medger pesawat CN-235

-

Membuat manajemen proyek perbaikan untuk proses produksi integrasi fuselage medger pesawat CN-235, sehingga akan mempercepat waktu kerja dan meminimalkan biaya pekerja tambahan,

Kemampuan/Skill:

- Komputer: Microsoft Office, Coreldraw, SPSS, Perakitan Unit Computer - Bahasa Inggris Pasif

Aktifitas Ekstrakurikuler

Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Teknik Industri Unikom 2013-2014

- Menyusun administrasi setiap kegiatan yang dilakukan dengan baik

- Membuat pengajuan kegiatan dengan ulet dan semangat sampai kegiatan dilakukan

Pengalaman Kerja

Operator Produksi Divisi Packing & Vaning, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia

Maret 2010 – Maret 2011

- Melakukan distribusi dan suplay material dari pengepakan sampai pada tempat penyimpanan dengan ketelitian yang sangat ketat.

- Membuat sebuah improvment atau perbaikan serta usulan perbaikan untuk setiap pekerjaan yang tidak sesuai dengan kenyamanan dan kepuasan hasil pekerjaan.

- Membuat prestasi pekerjaan yang baik setiap bulannya.

Ketua Pelaksanan Kegiatan Industrial Game