7
sebagainya. Sementara itu terjadi mobilisasi pembentukan KSM dan BKM secara prematur yang semata-mata dipahami untuk memenuhi tujuan pencairan dana proyek, tanpa diiringi
SHPDKDPDQPHQJHQDL³PHQJDSDSURVHVSHPEHQWXNDQNHOHPEDJDDQPHODOXLNDLGDK-kaidah CBD PHQMDGL SHQWLQJ GDODP PHPEDQJXQ LQVWLWXVL GL PDV\DUDNDW´ 6DODK VDWX SHQ\HEDE PHQJDSD
pendekatan proyek ini mengalir deras tentunya karena pemahaman konsep P2KP yang lemah tadi.
3. Tidak terjadi penguatan institusi lokal di masyarakat
Peran KMW dan Faskel di dalam penguatan institusi lokal di lapangan ternyata pada umumnya minimal sekali, padahal kedua unsur pelaku ini mestinya menjadi katalisator bagi penguatan
institusi lokal melalui proses-proses sosialisasi yang dilakukannya. Muatanisi sosialisasi selama ini lebih dititikberatkan pada aspek pemenuhan syarat-syarat administratif proyek, sementara
prinsip-prinsip P2KP seperti pemahaman BKM sebagai lembaga musyawarah masyarakat dan UPK sebagai lembaga pelaksana BKM, serta mengapa peran strategis BKM dan KSM menjadi
penting, peran strategis pertemuan-pertemuan warga, maupun peran strategis dari pembuatan proposalusulan, justru diabaikan. Tentu saja membangun institusi lokal di masyarakat perlu
diakui sebagai sebuah proses yang panjang, tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Namun, tidak jelasnya strategi sosialisasi oleh KMW dan Faskel dalam rangka penguatan institusi lokal,
serta minimnya intensitas pendampingan atau proses fasilitasi di masyarakat telah menyebabkan hampir tidak terjadinya proses transformasi nilai, asas, dan prinsip P2KP di masyarakat.
Akhirnya, cita-cita mewujudkan learning community tidak tercapai.
4. Manajemen penyelenggaraan P2KP di luar kapasitas para pelakunya
Sebagian besar pemanfaat P2KP menyatakan bahwa mereka sedikit sekali mendapat pelayanan konsultasi dari KMW terutama tenaga ahli KMW, bahkan sejumlah kelompok menyatakan
bahwa KMW hanya sekali saja datang ke kelurahan itu pun dalam kaitan pencairan dana saja. Sangat disadari bahwa secara kalkulasi sederhana saja KMW tidak mungkin melayani proses
konsultasi untuk cakupan jumlah BKM apalagi KSM yang begitu besar. Sejarah membuktikan tidak ada satu lembaga pun di Indonesia ini meskipun dia adalah lembaga yang sudah
berpengalaman dalam pendampingan masyarakat yang sukses menjalankan program pengembangan komunitas community development secara massal. Justru pada umumnya
pengalaman sukses hanya dijumpai pada lembaga-lembaga dengan jumlah personel kecil sampai sedang dan dengan kualifikasi tenaga ahli yanJ ³ELDVD-ELDVD´ VDMD QDPXQ PHPLOLNL
kemampuan mobilisasi sumber daya dan intensitas pendampingan yang intensif.
Kelemahan Utama P2KP Terjadi pada Proses Sosialisasinya Dari berbagai persoalan yang dipantau dan ditelusuri melalui proses-proses yang terjadi di balik
semua itu, dapat disimpulkan bahwa kelemahan P2KP tahap-I yang utama ternyata terjadi pada proses sosialisasinya. Proses sosialisasi lebih banyak dipahami hanya sebatas penyebarluasan
informasi proyek saja oleh para penyelenggaranya, bukan sebagai suatu proses internalisasi sosial atau penyadaran masyarakat terhadap visi dan misi P2KP dalam meningkatkan kapasitas
keswadayaan masyarakat dalam mengelola potensi yang ada untuk menanggulangi masalah yang dihadapinya secara mandiri dan berkelanjutan. Dengan kata lain, tidak terjadi suatu transformasi nilai
dan norma P2KP secara baik kepada para pelaku penyelenggaraan proyek maupun kepada masyarakat luas.
Ekses langsung yang sering terjadi di P2KP pada dasarnya lebih banyak disebabkan oleh pemahaman konsep P2KP yang tidak utuh karena proses sosialisasi yang lemah. Ekses persoalan-
persoalan yang sering terjadi antara lain: 1 Menafsirkan dan menyikapi Panduan P2KP seperti ³.LWDE6XFL´3HQ\LPSDQJDQIXQJVL.0GDULSHQHQWu kebijakan menjadi eksekutor kegiatan, dan
dominasi peran dari para pengurusnya; 3 Penyimpangan penggunaan dana. Membangun institusi lokal di masyarakat yang mandiri, peduli terhadap persoalan-persoalan
kemiskinan, dan berkelanjutan, mestinya menjadi fokus utama pencapaian hasil P2KP. Kenyataan yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa semua upaya yang dilakukan dalam rangka membangun
LQVWLWXVL GL PDV\DUDNDW DGDODK PDVDODK ³dealing with people.´ UWLQ\D PHPbangun hubungan- hubungan relasi berdasarkan nilai, asas, dan prinsip P2KP di masyarakat adalah fondasi
keberhasilan P2KP itu sendiri. Ini yang kemudian kita kenal dengan istilah membangun social capital. Suatu prakondisi yang perlu dicapai adalah kesamaan visi terhadap penanggulangan kemiskinan,
pemahaman konsepsi P2KP sebagai suatu strategi untuk menyentuh akar persoalanpermasalahan mendasar isu kemiskinan, daripada sekadar meningkatkan pendapatan keluarga. Semua pelaku
8
P2KP harus mampu mendefinisikan secara jelas dan terpadu visi dan hasil-hasil yang ingin dicapai DJDUPDPSXPHPEHQWXNGDQPHQJDUDKNDQVHPXDQ\DSDGDVXDWX³
kolaborasi´GLPDVDPHQGDWDQJ
GDQPHQMDGLVXDWXJHUDNDQ³ anti kemiskinan´GLPDV\DUDNDW
Untuk itu diperlukan suatu reposisi fasilitasi P2KP: dari institusi proyek menuju institusi masyarakat GHPL PHPEDQJXQ LQWL JHUDNDQ PDV\DUDNDW ³anti kemiskinan.´ 6HODQMXWQ\D SHUVRDODQ NULWLV 3.3
adalah menggeser kerangka kerja: 1. DUL³UDQJVDQJDQPDVDODK´PHQMDGL³UDQJVDQJDQYLVL´
2. DUL ³WDQJJXQg jawab dan peran-SHUDQ \DQJ FDPSXU DGXN´ PHQMDGL ³KXEXQJDQ-hubungan kerja
WHUWHQWX´ 3. DUL³GRURQJDQNHJLDWDQ´PHQMDGL³KDVLO\DQJWHUIRNXV´
Fakta yang dapat dilihat saat ini adalah: telah ada social capital di masyarakat berupa semangat untuk maju dan mandiri, telah tersalurkannya sejumlah dana di masyarakat dengan jumlah yang
cukup besar, serta telah berhasilnya masyarakat mengelola pengguliran dana, meskipun disadari bahwa institusi lokal di masyarakat masih lemah dan kapasitas manajemen penyelenggaraan proyek
masih di luar kemampuan pelaku-pelakunya. Selanjutnya apa yang harus dilakukan adalah: PHQJJHUDNNDQ³learning community.´
Catatan Penutup: Menuju P2KP Tahap-2 P2KP tahap-2 merupakan pengembangan dari P2KP tahap-I dengan memperluas orientasi dari
³JHUDNDQ NRPXQLWDV´ PHQMDGL ³JHUDNDQ EHUVDPD´ GDODP XSD\D SHQDQJJXODQJDQ NHPLVNLQDQ VHFDUD EHUNHODQMXWDQ µHUDNDQ EHUVDPD¶ KDQ\D GDSDW GLFDSDL DSDELOD DGD XSD\D SHQJXDWDQ SHUDQ
masing-masing pelaku sesuai proporsinya, 2 ada kontribusi peran pemerintah serta kelompok ahli dalam rangka mendukung pemampuan peran dan keberdayaan masyarakat sebagai pelaku utama
pembangunan, serta 3 terjadi sinergi kebersamaan berlandaskan kepentingan yang sama, yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Visinya adalah masyarakat mampu menjalin sinergi dengan pemerintah dan kelompok pemeduli setempat dan mampu menanggulangi kemiskinan secara mandiri, efektif, dan berkelanjutan. Dan misi
P2KP adalah: memberdayakan masyarakat, utamanya masyarakat miskin yang didukung dengan gerakan sinergi perangkat pemerintah dan kelompok pemeduli ahli setempat, dalam upaya
penanggulangan kemiskinan yang dihadapi masyarakat Nilai-nilai yang harus dikembangkan serta dijunjung tinggi adalah kejujuran dan dapat dipercaya,
menghargai bekerja bersama dengan ikhlas dan dalam keragaman, serta selalu mengutamakan keadilan dan kesetaraan.
Strategi umum yang akan dikembangkan adalah: a. Meningkatkan kapasitas masyarakat kelurahan penerima untuk mampu membangun
kelembagaan dan organisasi yang berakar di masyarakat. b. Penyediaan dana bantuan langsung ke masyarakat bantuan langsung masyarakat yang dikelola
oleh organisasi masyarakat secara transparan untuk membiayai kegiatan penanggulangan kemiskinan.
c. Penyediaan dana PAKET yang akan dikelola oleh pemerintah daerah untuk membiayai proyek- proyek kerja sama antara pemerintah dan masyarakat.
d. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan para pemeduli stakeholders untuk mampu bekerja sama dengan masyarakat.
Komponen pengembangan masyarakat berbentuk intervensi dalam rangka
pemberdayaan masyarakat kelurahan penerima proyek. Mencakup serangkaian kegiatan dari mulai membangun
kesadaran kritis masyarakat, pengorganisasian masyarakat sampai dengan penyusunan program jangka menengah penanggulangan kemiskinan dari, oleh, dan untuk masyarakat dan upaya nyata
yang diarahkan untuk memperbaiki kondisi kehidupan dan penghidupan masyarakat miskin. Tiga hasil utama yang harus terjadi dalam kegiatan komponen ini, yaitu:
1. Masyarakat sadar akan kondisi yang dihadapinya dan peluang yang di-tawarkan P2KP. 2. Masyarakat mampu memanfaatkan dan mengendalikan secara efektif berbagai peluang yang
ditawarkan P2KP yang diwujudkan dalam bentuk perencanaan PJM Pronangkis, program tahunan dan rencanausulan kegiatan KSM, dan kegiatan-kegiatan evaluatif sebagai kontrol
sosial.