EFEKTIVITAS SUBSTITUSI SITOKININ DENGAN AIR KELAPA PADA MEDIUM MULTIPLIKASI TUNAS KRISAN (Chrysanthemum indicum L.) SECARA IN VITRO

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI SITOKININ DENGAN AIR
KELAPA PADA MEDIUM MULTIPLIKASI TUNAS
KRISAN (Chrysanthemum indicum L.)
SECARA IN VITRO

SKRIPSI
disajikan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains Program Studi Biologi

oleh
Betty Shinta Indriani
4411409028

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014

 
 


 
 

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi saya yang berjudul
“Efektivitas Substitusi Sitokinin dengan Air Kelapa pada Multiplikasi Tunas krisan
(Chrysanthemum indicum L.) secara In Vitro” disusun berdasarkan hasil penelitian saya
dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi atau kutipan yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Skripsi ini belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar dalam program sejenis di perguruan tinggi manapun.

ii 
 

 
 

iii 

 

 
 

ABSTRAK
Indriani, B.S. 2014. Efektivitas Substitusi Sitokinin dengan Air Kelapa pada
Medium Multiplikasi Krisan (Chrysanthemum indicum L.) secara In Vitro. Skripsi,
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang. Dr. Enni Suwarsi R, M.Si
dan Drs. Krispinus Kedati Pukan, M.Si.
 

Krisan (Crhysanthemum indicum L) merupakan salah satu komoditas bunga
potong yang sangat digemari di Indonesia. Rendahnya ketersediaan dan kualitas bibit
merupakan masalah yang ada di lapangan. Penggunaan teknik kultur jaringan
diharapkan dapat menjadi solusi atas permasalahan tersebut. Salah satu masalah dalam
teknik kultur jaringan adalah mahalnya zat pengatur tumbuh (ZPT). Penambahan ZPT
sintetik pada medium multiplikasi umumnya menyebabkan biaya produksi bibit
meningkat. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menguji efektivitas air kelapa
yang dapat menggantikan peran sitokinin sintetik. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui konsentrasi air kelapa yang efektif dalam multiplikasi tunas krisan.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental rancangan acak lengkap
dengan dua faktorial. Faktor pertama adalah konsentrasi BA (0 ppm, 0.5 ppm, 1 ppm &
1.5 ppm), sedangkan faktor kedua adalah konsentrasi air kelapa (5%, 10%, 15%, 20%,
25%). Eksplan yang digunakan adalah meristem lateral. Multiplikasi krisan diukur
berdasarkan tiga parameter yaitu tinggi eksplan, jumlah tunas & jumlah daun. Data
dianalisis dengan ANAVA dua jalan dan uji lanjut beda nyata terkecil (BNT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa BA berpengaruh signifikan terhadap
jumlah tunas dan jumlah daun namun tidak signifikan terhadap tinggi tunas. Air kelapa
berpengaruh signifikan terhadap semua parameter pengamatan. Hasil uji BNT
menunjukkan bahwa BA 0.5 ppm berpengaruh paling efektif untuk meningkatkan
jumlah tunas dan jumlah daun, sedangkan air kelapa pada konsentrasi 5%-15%
berpengaruh efektif dalam meningkatkan tinggi tunas, jumlah tunas dan jumlah daun.
Interaksi BA dan air kelapa berpengaruh signifikan terhadap tinggi tunas, jumlah
tunas dan jumlah daun. Interaksi yang paling optimal dalam meningkatkan tinggi tunas
krisan sebesar 5.03-6.57 adalah BA 0 ppm dan 1 ppm yang diinteraksikan dengan air
kelapa sebesar 5%. Interaksi yang paling optimal dalam meningkatkan jumlah tunas dan
jumlah daun adalah BA 0.5 ppm yang diinteraksikan dengan air kelapa 5% dan 15%.
Untuk meningkatkan tinggi tunas dapat menggunakan 5% air kelapa tanpa
penambahan BA, sedangkan untuk meningkatkan jumlah tunas dan jumlah daun

penggunaan 5% & 15% air kelapa masih perlu ditambahkan dengan BA 0.5 ppm.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka perlu dilakukan penelitian
selanjutnya untuk mengetahui pengaruh air kelapa pada multiplikasi tanaman lainnya.
Kata kunci: Chrysanthemum indicum L., Multiplikasi, benzil adenin (BA), air kelapa.

iv 
 

 
 

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat iman, nikmat islam serta rahmat dan hidayah-NYA. Shalawat dan
salam senantiasa tercurah limpahkan kepada Rasulullah SAW yang senantiasa
memberikan inspirasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Efektivitas Substitusi Sitokinin dengan Air Kelapa pada Medium Multiplikasi Tunas
Krisan (Chrysanthemum indicum L.) secara In Vitro”.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam menyusun skripsi ini.
Namun dengan segala upaya, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberi izin penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2. Ketua Jurusan Biologi yang memudahkan jalan penulis dalam menyusun skripsi.
3. Dr. Enni Suwarsi R, M.Si, dosen pembimbing I atas bimbingan, pengarahan dan
dorongannya selama ini.
4. Drs. Krispinus Kedati Pukan, M.Si dosen pembimbing II untuk dukungan, ilmu dan
perhatiannya.
5. Noor Aini Habibah, S.Si, M.Si, dosen penguji untuk waktu dan kesabaran yang
sangat berarti, tanpanya penulisan skripsi ini tidak menjadi lebih baik.
6. Mbak Tika, Mas Solikhin dan segenap pengurus Laboratoium Biologi FMIPA
UNNES atas bantuannya.
7. Bapak Ibu dosen dan seluruh staf pengajar Jurusan Biologi, untuk ilmu yang
diberikan.
8. Ibu, Bapak (alm), Mas Adit, Desi, dan Bagas serta saudara-saudaraku tercinta untuk
kasih sayang, kesabaran, doa dan dukungannya.
9. Mbak Ambar dan Mbak Nida, terimakasih untuk kebaikan dan kesabarannya
mengajari penulis mengolah data.
10. Teman-teman botani (Osi, Ika, Umi semoga lancar penelitiannya), kos IR 28, dan

saudara-saudaraku seperjuangan di kampus tercinta, terimakasih untuk semangat,
kebersamaan, pengingatan dan tegurannya.


 

 
 

11. Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari akan adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini, maka segala
kritik maupun saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang
membutuhkan.

Semarang,
Penulis

vi 

 

 
 

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………

1

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI…………………………………………….

2

PENGESAHAN……………………………………………………………………..

3

ABSTRAK…………………………………………………..……………………….


4

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….

5

DAFTAR ISI………………………………………………………………………...

6

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………...

7

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………..

8

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………


9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………………….

12

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………...

14

C. Penegasan Istilah……………………………………………………………..

14

D. Tujuan Penelitian…………………………………………………………….


15

E. Manfaat Penelitian……………………………………………………………

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka………………………………………………………………
1. Kedudukan taksonomi dan morfologi krisan..............................................

17

2. Kultur Jaringan……………………………………………………………..

19


3. Fisiologi multiplikasi tunas krisan………………………………………..

22

a.

Multiplikasi meristem apikal…………………………………………

22

b.

Peran ZPT dalam multiplikasi………………………………………..

24

c.

Komposisi kimia air kelapa……..…………………………………..

25

d.

Mekanisme multiplikasi……………………………………………......

26

e.

Mekanisme pembelahan dan pembentangan sel oleh sitokinin dan air
kelapa…………………………………………………………………

27

B. Kerangka Berfikir……………………………………………………………..

29

C. Hipotesis……………………………………………………………………....

29

BAB III METODE PENELITIAN

vii 
 

17

 
 

A. Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………………

30

B. Bahan dan Alat Penelitian…………………………………………………….

30

C. Variabel Penelitian…………………………………………………………....

31

D. Rancangan Penelitian………………………………………………………....

32

E. Langkah Kerja…………………………………………………………………

34

F. Analisis Data………………………………………………………………….

36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian……………………………………………………………….

37

B. Pembahasan…………………………………………………………………..

43

1. Pengaruh BA terhadap multiplikasi……………………………………...

43

2. Pengaruh air kelapa terhadap multiplikasi………………………………

45

3. Kenampakan visual planlet krisan………………………………………

48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan…………………………………………………………………...

52

B. Saran………………………………………………………………………….

52

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..

53

LAMPIRAN-LAMPIRAN

viii 
 

 
 

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

1 Rancangan Percobaan substitusi BA dengan air kelapa terhadap
multiplikasi krisan secara in vitro………………………………………
33
2 Rerata tinggi planlet hasil multiplikasi Chrysanthemum indicum L. pada
media subtitusi sitokinin dengan air kelapa........................................
37
3 Rerata jumlah daun hasil multiplikasi Chrysanthemum indicum L. pada
37
media subtitusi sitokinin dengan air kelapa.........................................
4 Rerata jumlah tunas hasil multiplikasi Chrysanthemum indicum L. pada
media subtitusi sitokinin dengan air kelapa.........................................
38
5 Ringkasan hasil ANAVA dua jalan untuk menguji efektivitas subtitusi
sitokinin dengan air kelapa serta interaksinya terhadap parameter
pengamatan tinggi, jumlah tunas dan jumlah daun pada planlet
39
Chrysanthemum indicum L....................................................................
6 Uji BNT pengaruh konsentrasi BA terhadap tinggi, jumlah tunas dan
jumlah daun pada planlet Chrysanthemum indicum L.............................. 40
7 Uji BNT pengaruh konsentrasi air kelapa terhadap tinggi planlet, jumlah
tunas dan jumlah daun pada planlet Chrysanthemum indicum
40
L.........................................................................................................
8 Pengaruh interaksi berbagai kombinasi BA dan air kelapa terhadap
parameter multiplikasi Chrysanthemum indicum L secara in vitro
41
9 Analisis deskriptif visual multiplikasi tunas Chrysanthemum indicum L

ix 
 

41

 
 

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

1 Chrysanthemum indicum L. (Dokumentasi pribadi)………..............................

17

2 Lokasi meristem utama (Campbel et al. 2003)…………..………………......... 23
3 Struktur kimia Sitokinin - BA (Salisbury & Ross 1995)……............................ 25
4 Kerangka berfikir……………………………………………............................ 29
5 Denah pengacakan multiplikasi krisan secara in vitro………...........................

33

6 Multiplikasi krisan pada media B0K1 (a) dan B1K1 (b).................................... 42
7 Kenampakan visual daun hasil multiplikasi Chrysanthemum indicum L. pada
media B0K1 (a) dan B1K5 (b)………………………………………………


 

48

 
 

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran

Halaman

1. Langkah kerja penelitian…………………………………………….

56

2. Hasil multiplikasi tunas krisan secara in vitro pada berbagai
media……………………………………………………………....
3. Pengambilan dan analisis data……………………………………….

xi 
 

61
66

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah
Krisan (Chrysanthemum indicum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hias

berupa bunga potong yang sangat populer di Indonesia (Wediyanto et al. 2007).
Tanaman ini memiliki nilai jual yang tinggi serta memiliki prospek ekonomis yang
cerah. Keindahan warna dan variasi bentuk bunga yang beraneka ragam serta tingkat
kelayuan bunga yang rendah menyebabkan krisan banyak diminati oleh masyarakat.
Pasar potensial penjualan bunga krisan Indonesia antara lain Jerman, Inggris, Italia,
Swiss, Australia, Amerika Selatan, Swedia, Denmark, Jepang dan beberapa negara
Eropa lainnya (Zamroni & Maryani 2005).
Soedarjo et al. (2012) menyatakan bahwa produktivitas dan permintaan bunga
krisan terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga membutuhkan ketersediaan
varietas-varietas unggul baru dan bibit berkualitas secara berkesinambungan. Data
statistik menyatakan bahwa nilai ekspor bunga krisan di Indonesia pada tahun 2003
mengalami surplus sekitar US $ 1 juta tangkai dan pada tahun 2010 produktivitas dan
penjualan bunga krisan sudah mencapai angka 186 juta tangkai (BPS 2011).
Muhit (2007) menyatakan bahwa perkiraan permintaan bunga krisan di
Indonesia selalu meningkat pada kisaran 25% pertahun. Kualitas dan konsistensi
produksi bunga krisan masih menjadi permasalahan umum yang terjadi. Oleh karena itu
sering ditemui harga penjualan bunga krisan yang fluktuatif dengan kualitas bunga yang
tidak seragam. Pengamatan yang telah dilakukan di lapangan memperlihatkan bahwa
perbanyakan krisan yang dilakukan oleh petani masih menggunakan cara konvensional
yaitu dengan cara stek pucuk. Perbanyakan krisan dengan cara ini dapat menyebabkan
terjadinya penurunan produktivitas dan kualitas keturunan krisan (Muhit 2007) .
Yusnita (2003) menerangkan bahwa penggunaan teknik kultur jaringan yang
dilakukan selama ini dirasa cukup efektif untuk mengembangkan bibit yang berkualitas
dan seragam pada berbagai jenis tanaman (tanaman pot, bunga potong, buah-buahan
dan tanaman berumbi). Perbanyakan yang dilakukan dengan cara kultur jaringan
diharapkan dapat menghasilkan kualitas bibit krisan yang unggul dan seragam, tahan


 


 

terhadap penyakit, tingkat produksi tinggi serta waktu yang relatif lebih singkat jika
dibandingkan dengan perbanyakan secara konvensional
Proses penggandaan tunas yang dipelihara dalam kondisi tertentu sehingga
sewaktu-waktu dapat digunakan untuk proses berikutnya disebut multiplikasi. Kondisi
ini memerlukan adanya kerja zat pengatur tumbuh (ZPT) sitokinin seperti benzil adenin
(BA), 2-iP dan kinetin (Yusnita 2003). Aplikasi penambahan ZPT dalam kultur jaringan
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya biaya produksi. Hal ini
dikarenakan harga ZPT sintetik cukup mahal dan tidak selalu ready stock. Oleh
karenanya diperlukan adanya ZPT alami yang dapat digunakan untuk menggantikan
peran ZPT (sitokinin) sintetik. ZPT alami dapat diperoleh dari berbagai buah-buahan,
salah satu diantaranya adalah air kelapa (Seswita 2010).
Pemanfaatan air kelapa sebagai ZPT alami terbukti efektif pada kultur jaringan
temulawak (Seswita 2010, Kristina & Syahid 2012 ), nilam (Surrachman 2011), anggrek
kantong semar (Sari et al. 2011), dan beberapa spesies tanaman lainnya. Seswita (2010)
menerangkan lebih lanjut bahwa penambahan air kelapa dapat meningkatkan respon
tumbuh dan multiplikasi temulawak sebanyak 3,4 tunas/2 bulan, lebih tinggi
dibandingkan dengan penambahaan ZPT BA 1,5 mg/l yaitu 2,4 tunas/2 bulan.
Pada penelitian lain, Surachman (2010) menunjukkan bahwa penggunaan
media MS ditambah dengan air kelapa 10% pada perbanyakan nilam secara in vitro
menunjukkan respon terbaik dengan prosentase tunas hidup rata-rata 100%, jumlah
tunas 3 dan daun sebanyak 9,10 serta tinggi tunas 1.61 cm. Pada penelitian kultur
jaringan krisan, Maltatula (2003) menunjukkan bahwa perlakuan media MS, air kelapa
dengan penambahan Gandasil-9 pada Chrysanthemum sp. berpengaruh sangat nyata
terhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, pertambahan berat basah tunas,
jumlah akar dan berat basah akar tanaman krisan secara in vitro.
Kristina & Syahid (2012) menyebutkan bahwa dalam 1 liter air kelapa muda
mengandung ZPT kinetin (sitokinin) sebesar 273,62 mg dan beberapa mineral lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut belum dapat disimpulkan bahwa adanya
kandungan sitokinin dalam air kelapa dapat menggantikan peran ZPT (sitokinin)
sintetik. Oleh karenanya diperlukan penelitian mengenai konsentrasi air kelapa yang
berpengaruh optimal terhadap peningkatan multiplikasi tunas krisan, sehingga dapat
digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk menggantikan peran sitokinin sintetik.

 
 


 

B.

Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut muncul permasalahan yang dapat

dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi sitokinin (BA) dalam medium terhadap
multiplikasi tunas krisan secara in vitro?
2. Bagaimana pengaruh konsentrasi air kelapa dalam medium terhadap multiplikasi
tunas krisan secara in vitro?
3. Bagaimana pengaruh interaksi antara BA dengan air kelapa terhadap multiplikasi
tunas krisan secara in vitro?
4. Berapakah konsentrasi BA dan air kelapa yang paling efektif dalam meningkatkan
multiplikasi tunas krisan secara in vitro?
Efektivitas substitusi sitokinin dengan air kelapa ditentukan berdasarkan interaksi
BA dengan air kelapa yang paling optimal.

C.

Penegasan Istilah
Dalam penelitian ini perlu dijelaskan batasan istilah yang digunakan untuk

menghindari adanya salah pengertian. Beberapa istilah tersebut yaitu:
1.

Subtitusi
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan subtitusi adalah penggantian
sitokinin sintetik (BA) dengan ZPT alami (air kelapa) pada konsentrasi tertentu
sehingga dapat mempengaruhi multiplikasi krisan secara efektif.

2.

Sitokinin
Sitokinin adalah salah satu ZPT sintetik yang berperan dalam pembelahan dan
diferensiasi sel. Sitokinin sintetik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Benzil Adenin (BA).

3.

Multiplikasi
Multiplikasi adalah tahap perbanyakan atau penggandaan eksplan yang
ditumbuhkan secara in vitro (Gunawan 2004). Pada tahap ini terjadi perbanyakan
tunas dengan mendorong tunas lateral atau merangsang tunas adventif (Yusnita
2003).

 
 


 

4.

Air kelapa
Air kelapa adalah endosperm cair pada kelapa yang terbentuk sekitar 2 bulan
setelah penyerbukan. Menurut penelitian, air kelapa menyumbang 25% dari berat
buah, dengan komposisi dasar terdiri atas

95.5% air, 4% karbohidrat, 0.1%

lemak, 0.02% kalsium, 0.01% fosfor, 0.5% besi. Selain terdapat komposisi
mineral, air kelapa juga mengandung asam amino, vitamin C dan vitamin B
kompleks serta garam mineral (Vigliar et al. 2006). Air kelapa yang digunakan
dalam penelitian ini berasal dari kelapa hijau yang dicirikan dengan volume air
masih memenuhi buah dan keadaan endosperm padat (daging kelapa) yang belum
menebal.
5.

Efektif
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan efektif adalah adanya respon positif
multiplikasi tunas pada parameter jumlah tunas, tinggi tunas, jumlah daun dan
kenampakan visual tunas. Pengertian efektif dalam penelitian ini berdasarkan
hasil analisis statistik pada uji beda nyata terkecil (BNT) dengan parameter
multiplikasi meliputi: tinggi tunas, jumlah tunas dan jumlah daun.

D.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:

1.

menguji pengaruh konsentrasi sitokinin (BA) dalam medium terhadap multiplikasi
tunas krisan secara in vitro.

2.

menguji pengaruh air kelapa dalam medium terhadap multiplikasi tunas krisan
secara in vitro.

3.

menguji interaksi BA dan air kelapa terhadap multiplikasi tunas krisan secara in
vitro.

4.

mengetahui konsentrasi air kelapa yang paling efektif dalam multiplikasi krisan
secara in vitro, sehingga dapat digunakan untuk mensubtitusi peran sitokinin
dalam media.

 
 


 

E.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi yang dapat

digunakan untuk pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
multiplikasi tunas Chrysanthemum indicum L., serta memberikan informasi kepada
petani krisan tentang perbanyakan bibit yang berkualitas dalam skala besar. 

 
 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
4. Kedudukan taksonomi dan morfologi krisan
Krisan merupakan salah satu tanaman semusim yang memiliki habitus berupa
semak setinggi 30-200 cm. Umumnya masyarakat Indonesia mengenal krisan dengan
nama seruni atau bunga emas (golden flower). Tanaman ini memiliki sistem perakaran
tunggang dengan pertulangan daun menyirip. Batang krisan berupa herba yang tumbuh
agak tegak dan umumnya jarang membentuk percabangan. Bunga krisan termasuk
bunga majemuk lengkap terminalis yang terdiri atas bungan pita dan bunga tabung
(Wediyanto et al. 2007).
Tanaman krisan berasal dari daratan China dan dewasa ini dikembangkan
secara komersial di Indonesia (Anonim 2006). Chrysantemum indicum (Gambar 1)
merupakan salah satu varietas unggul krisan nasional. Krisan varietas ini diminati oleh
petani dan masyarakat karena warna bunga yang cerah dan memiliki tingkat resistensi
yang cukup tinggi terhadap penyakit karat (Bety & Suhardi 2009).

Gambar 1. Chrysanthemum indicum L.
(Dokumentasi pribadi)

Kedudukan krisan secara taksonomi menurut National Chrysanthemum Society
(NCS) (2012) adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Sub divisi

: Angiospermae

Divisi

: Magnoliophyta


 


 

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Asterales

Famili

: Asteraceae

Genus

: Chrysanthemum

Spesies

: Chrysanthemum indicum L.

Bety & Suhardi (2009) menyatakan bahwa tingkat keminatan masyarakat
terhadap bunga krisan berdasarkan atas beberapa hal diantaranya adalah warna, bentuk
dan ukuran bunga, produktivitas tanaman, penanganan pasca panen, serta ketahanan
tanaman terhadap hama dan penyakit. C. indicum L. merupakan salah satu varietas
krisan yang telah diuji terbukti resisten terhadap penyakit karat yang umumnya
merugikan petani dalam skala besar.
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa fluktuatifnya harga jual krisan
merupakan salah satu masalah yang belum dapat teratasi. Hal ini dikarenakan kualitas
tanaman yang tidak seragam dan suplai bunga yang tidak tetap. Berbagai cara telah
dilakukan oleh petani untuk menjaga stabilitas bibit krisan yang akan diproduksi. Salah
satunya adalah perbanyakan bibit secara sederhana. Umumnya,metode perbanyakan
yang dilakukan adalah stek pucuk. Walaupun biasa digunakan sebagai metode
perbanyakan, stek pucuk dianggap belum menyelesaikan masalah karena krisan
memiliki sifat degenerasi kualitas bibit sejalan dengan bertambahnya usia vegetatif
tanaman (Muhit 2007). Oleh karenanya diperlukan pembaruan bibit secara kontinyu
agar produktivitas dan kualitas bunga yang dihasilkan dapat seragam dan konsisten .
5. Kultur Jaringan
Kultur jaringan adalah teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman baik
berupa sel, jaringan atau organ yang dilakukan secara in vitro (Yusnita 2003). Kultur
jaringan dianggap suatu teknik yang tepat untuk digunakan sebagai solusi keterbatasan
bibit. Teknik ini dirasa lebih efektif digunakan karena memiliki beberapa kelebihan
yaitu bibit yang dihasilkan lebih banyak, seragam dan bebas dari patogen (Soedarjo et
al. 2012).
Secara garis besar, umumnya teknik kultur jaringan merupakan kegiatan
mengisolasi suatu bagian tanaman yang selanjutnya dikembangkan dalam media
bernutrisi. Yusnita (2003) menyatakan bahwa sifat totipotensi sel merupakan teori dasar
pengembangan teknik kultur jaringan. Teori ini menyatakan bahwa setiap sel tumbuhan

 
 


 

yang hidup mempunyai informasi genetik dan perangkat fisiologis lainnya sehingga
menyebabkan sel tersebut dapat membelah menjadi sel yang utuh sesuai sifat sel
induknya (Salisburry & Ross 1995).
Teknik kultur jaringan merupakan suatu teknik yang memperhatikan faktor
aseptik dimana alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan teknik ini harus
dalam keadaan steril. Wattimena (1988) menyatakan bahwa kesesuaian semua faktor
yang dibutuhan dalam kultur jaringan (ZPT & media tanam) akan mempercepat proses
perbanyakan tanaman dan menghasilkan tanaman yang berkualitas. Sedangkan, adanya
ketidaksesuai

perbandingan

faktor

tersebut

dapat

menyebabkan

terjadinya

hiperhidrisitas, yaitu pertumbuhan eksplan yang tidak normal secara morfologi,
anatomi, maupun fisiologi. Hal ini mengakibatkan daun dan/atau batang menjadi
transparan, berwarna hijau muda hingga pucat dengan kandungan klorofil yang rendah
(Marlina & Rohayati 2009).
Berbagai formulasi media kultur telah dibuat sesuai dengan tujuan
perbanyakan. Murashige and Skoog (MS) adalah salah satu formula media kultur yang
populer digunakan. Yusnita (2003) menyatakan bahwa kompleksitas komposisi nutrisi
pada medium MS menyebabkan media tanam ini sering digunakan dalam pemanfaatan
perbanyakan tanaman. Selain komposisi nutrisi yang komplek, media MS merupakan
media kultur yang sederhana sehingga mudah untuk dibuat. Media kultur tersebut dapat
digunakan dalam bentuk padat maupun cair.
Kandungan medium kultur jaringan terdiri atas makronutrien dan mikronutrien
berupa garam anorganik, sumber karbohidrat, air, asam amino, vitamin dan zat pengatur
tumbuh (ZPT). Selengkapnya, Yusnita (2003) menyatakan komponen-komponen yang
ada dalam media kultur lengkap meliputi:
a. Akuades
Lebih dari 95% komponen media adalah air. Oleh karena itu dperlukan air
penyusun media dengan kualitas yang tinggi. Rendahnya kualitas air yang digunakan
dapat menyebabka terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikuturkan. Untuk tujuan
penelitian, umumnya digunakan air distilata (akuades) atau air distilata ganda
(akuabides)
b. Garam anorganik (hara makro & mikro)

 
 


 

Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in vitro pada
dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhkan di tanah, yaitu
meliputi hara makro dan mikro. Hara makro merupakan hara yang dibutuhkan dalam
jumlah banyak, sedangkan hara mikro merupakan unsur hara yang dibutuhkan dalam
jumlah sedikit. Unsur-unsur tersebut diformulasikan dalam bentuk garam arorganik agar
mudah dilarutkan dalam air hingga dapat diserap dan digunakan oleh tanaman. 
Terdapat 9 unsur yang tergolong dalam hara makro yaitu N, P, K, Ca, Mg dan
S. Sedangkan, unsur-unsur hara yang termasuk dalam hara mikro adalah Fe, Mn, B, Zn,
Cu, Mo, dan Co. Kekurangan satu atau lebih unsur mikro dapat menghambat
pertumbuhan, menurunkan hasil dan kualitas, serta menurunkan resistensi terhadap
hama dan penyakit pada tanaman kultur.
c. Sumber karbohidrat
Sumber karbohidrat yang diperlukan oleh eksplan in vitro biasa dipenuhi
dalam bentuk sukrosa. Adanya sukrosa yang ditambahkan kedalam media kultur
sebagai sumber karbon dan sumber energi yang digunakan tanaman untuk tumbuh. Hal
ini dikarenakan eksplan atau bagian tanaman yang dikulturkan tidak autrotof dan
memiliki laju fotosintesis yang rendah. Penambahan sukrosa dalam medium umumnya
digunakan dengan konsentrasi 2-3% (berat/voume).
d. Vitamin
Vitamin merupakan salah satu komponen dalam perkembangan dan
pertumbuhan tanaman. Vitamin berfungsi sebagai katalisator, stimulator pertumbuhan
dan meminimalkan stres dalam keadaan in vitro. Vitamin yang sering digunakan dari
kelompok vitamin B yaitu: thiamin-HCl (vitamin B1), piridoksin-HCl (vitamin B6),
asam nikotinat, dan riboflavin. Vitamin C seperti asam sitrat dan asam askorbat
seringkali digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan
eksplan. Mio-inositol merupakan heksitol (gula alkohol berkarbon-6) yang ditambahkan
dalam media kultur untuk merangsang pertumbuhan jaringan (pada konsentrasi 100
mg/L).
e. Asam amino
Asam amino merupakan sumber nitrogen organik untuk pembentukan kultur
sel dan protoplas. Asam amino menyediakan sumber nitrogen lebih baik dibandingkan

 
 

10 
 

dengan nitrogen anorganik. Asam amino yang biasa digunakan dalam media kultur
jaringan meliputi L-glutamin, L-asparagin, L-arginin, L-sistein, glisisn dan adenin.
f. Bahan suplemen alami (Complex adenda)
Bahan suplemen alami meliputi jus tomat, jus jeruk, air kelapam ekstrak ragi,
kentang dan bubur pisang. Bahan-bahan ini seringkali ditambahkan dalam media kultur
karena dipercaya merupakan sumber asam amino, peptida, vitamin dan zat pengatur
tumbuh alami. Penggunaan air kelapa sebagai senyawa alami terbukti mampu
menumbuhkan eksplan mawar, krisan dan beberapa tanaman lainnya.
g. Bahan pengatur pH
Medium kultur harus memiliki kadar pH yang sesuai untuk menunjang
metabolisme pertumbuhan tanaman. Dalam proses pertumbuhannya, sel tumbuhan
membutuhkan pH yang sedikit asam yaitu berkisar antara 5,6-6 (Salisburry & Ross
1995). Media tanam dengan pH terlalu basa/asam dapat mengakibatkan perubahan
struktur media yang semula padat menjadi cair. Pengaturan pH dalam medium
dilakukan dengan cara menambahkan NaOH/KOH atau HCl.
h. Bahan pemadat
Media tanam kultur jaringan dapat digunakan dalam bentuk cair ataupun padat.
Medium padat umumnya ditambahkan agar atau gelrite dalam konsentrasi tertentu.
Penggunaan agar sebagai bahan pemadat medium memiliki kelebihan diantaranya
mampu bercampur dengan air membentuk gel pada suhu 60°-100°C dan stabil pada
berbagai suhu inkubasi, tidak dapat diurai enzim dan tidak bereaksi dengan komponen
media.
i. Zat pengatur tumbuh
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) merupakan senyawa-senyawa lain yang memiliki
karakteristik yang sama dengan hormon, tetapi diproduksi secara endogen (Zulkarnain
2009). ZPT bertugas dalam pengaturan metabolik dalam pertumbuhan tanaman. ZPT
ditambahkan karena eksplan belum mampu menciptakan hormon pertumbuhan secara
endogen dengan kadar yang dibutuhkapn dalam proses pertumbuhannya.
Konsentrasi pemberian ZPT dalam media kultur biasanya diberikan sesuai
dengan tujuan kultur. Pada pengulturan untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas
aksilar atau menumbuhkan unas adventif, ZPT yang digunakan adalah sitokinin. Jenis

 
 

11

sitokin
nini yang serring digunakkan adalah BA
B (benzilad
denin) karenna efektivitassnya tinggi
dan haarganya relattif murah.

6. Fisiiologi multipplikasi tunass
f. Muultiplikasi meeristem apikkal
Multiplik
kasi adalah salah satu ttahap dalam
m pertumbuhhan tanamann secara in
vitro dimana terrjadi perkem
mbangan (ddeferensiasi)) sel menjjadi banyak
k sel dan
oss 1995).
membbentuk tunas atau orggan lain yaang dibutuhhkan (Salisbbury & Ro
Pertum
mbuhan adallah bertambahnya jumlaah sel, beratt jaringan daan faktor laiinnya yang
menjadikan suatuu eksplan daapat hidup menjadi
m
inddividu yang utuh (Hidaayat 1995).
Defereensiasi terjaddi pada tingk
kat sitologis yang menyeebabkan pem
mbelahan paada struktur
dan in
nfrastruktur dalam
d
sel (Y
Yusnita 2003)).
Proses multiplikasi
m
s
secara
in vittro ini umum
mnya terjadii pada sel yang
y
belum
mengaalami pertum
mbuhan sek
kunder. Perrtumbuhan sel ini dipengaruhi olleh bagian
tanam
man/eksplan yang
y
diisolaasi. Umumnnya sel yangg belum meengalami peertumbuhan
sekundder terdapat pada bagiann meristem (H
Hidayat 19995).

m
utaama (Campbbel et al. 20003)
Gambaar 2. Lokasi meristem
Campbel et al. (20003) menyaatakan bahw
wa meristem
m (Gambar 2) adalah
populaasi sel-sel yaang memperrbaharui dirii sendiri den
ngan membeelah dan meenghasilkan

12 
 

sel-sel untuk pertumbuhan tumbuhan. Sel dikatakan bersifat meristematik apabila sel
tersebut masih mungkin mengalami pembelahan secara primer dan belum terspesifikasi
dalam bentuk jaringan lain (bersifat embrionik). Dinding sel meristem biasanya tipis
dan bentuk sel lebih isodiametrik dibandingkan sel dewasa serta jumlah protoplasnya
lebih banyak, oleh karenanya bagian tersebut dapat menjelaskan pertumbuhan
organisasi primer dan adanya pertumbuhan bagian tanaman yang tak terbatas (Hidayat
1995).
Abidin (1985) menyatakan bahwa dalam kultur jaringan, sel yang belum
mengalami diferensiasi disebut sebagai kalus. Kalus merupakan hasil dari pembelahan
eksplan yang apabila dipindahkan dalam medium pertumbuhan dapat membentuk tunas
atau organ lainnya. Proses multiplikasi melibatkan faktor-faktor abiotik yang dapat
menunjang pertumbuhan yaitu komposisi medium dan faktor abiotik seperti suhu dan
cahaya inkubasi (Yusnita 2003). Proses multiplikasi suatu eksplan diharapkan dapat
membentuk organ/bagian tubuh lain yang menunjang pertumbuhan selanjutnya seperti
tunas,akar dan daun. Sedangkan parameter terjadinya multiplikasi dapat diukur
berdasarkan jumlah tunas pada tiap eksplan, jumlah daun dan tinggi tunas.
Ozel & Arslan (2006) menyatakan bahwa teknik terpenting dalam multiplikasi
adalah proliferasi meristem, dimana nodus yang menghasilkan tunas aksiler dikulturkan
untuk meregenerasi perbanyakan tunas tanpa melalui fase kalus terlebih dahulu. Teknik
multiplikasi terdiri atas dua metode yaitu metode percabangan tunas lateral dan
pembentukan tunas adventif. Perbanyakan eksplan dengan metode percabangan tunas
lateral lebih banyak digunakan karena relatif sederhana, aberasi genetik sangat kecil,
perbanyakannya berlangsung cukup cepat, dan tanaman yang dihasilkan tumbuh dengan
baik (Yusnita 2003).
g. Peran ZPT dalam multiplikasi
Selain keadaan eksplan yang dikultur, proses multiplikasi juga melibatkan
faktor eksternal lain berupa ZPT. Fungsi ZPT dalam hal ini adalah membantu
pembelahan dan perkembangan sel serta meningkatkan metabolisme dalam tubuh
eksplan. Sitokinin adalah salah satu jenis hormon tumbuhan yang berperan dalam
pembelahan sel serta mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Mekanisme kerja
sitokinin hampir sama dengan kinetin namun dalam praktek kultur jaringan umumnya
peneliti menggunakan sitokinin (Zulkarnain 2009).

 
 

13

Gam
mbar 3. Struk
ktur kimia Siitokinin - BA
A (Salisburyy & Ross 19995)
Golongan
n sitokinin sintesis
s
yangg umumnyaa digunakan dalam kultu
ur jaringan
adalahh benziladen
nin (BA) (Gambar 3). Hal
H ini dikarrenakan BA mampu meenyebabkan
pemannjangan sel yang
y
lebih nyata
n
jika dibandingkann dengan kinnetin ataupuun sitokinin
lainnyya. Mekanissme kerja sitokinin adalah denngan cara memacu sitokinensis
s
(pemb
belahan sel) pada jarin
ngan yang sedang ditu
umbuhkan ddalam mediia in vitro
(Salisbburi & Ross 1995).
p
ZPT pada media kulttur bergantuung pada tuujuan hasil
Alasan penambahan
kultur yang diingginkan. Penaambahan sitookinin dalam
m media in vitro bertujjuan untuk
l
pada tumbuhan. Pemberian ssitokinin inii umumnya
memacu pembentuukan tunas lateral
didam
mpingi dengaan hormon dari
d kelompook auksin unntuk meninggkatkan pem
mbentangan
sel.
h. Kom
mposisi kim
mia air kelapaa
Air kelappa merupakaan endosperm
m atau cadanngan makannan cair, sum
mber energi
dan mengandung
m
zat pengatuur tumbuh. A
Air kelapa yang
y
baik unntuk digunaakan dalam
kultur jaringan addalah air kelaapa muda yaang daging buahnya
b
berw
warna putih dan masih
gan menggu
unakan sendook (Haryadi & Pamenanng 1983).
dapat diambil deng
Air kelappa menganduung hormonn alami kelom
mpok auksinn dan sitokin
nin. Dalam
mbat kerja
kultur jaringan, auksin berpperan memaacu pembenntukan kaluus, mengham
nin, membentuk kloroffil dalam kaalus, mendoorong proses morfogenesis kalus,
sitokin
membbentuk akar, dan mendoorong prosess embriogennesis. Sitokiinin berperaan memacu
pembeelahan sel, proliferasi meristem ujung,
u
menghambat peembentukan akar dan
mendo
orong pembeentukan klorrofil pada kaalus (Surachm
man 2011).

14 
 

Hasil analisis Kristina dan Syahid (2012) menyatakan bahwa kandungan kimia
air kelapa muda menunjukkan komposisi ZPT kinetin (sitokinin) sebesar 273,62 mg/l
dan zeatin 290,47 mg/l, sedangkan kandungan IAA (auksin) adalah 198,55 mg/l. Selain
kandungan ZPT, kandungan vitamin dalam air kelapa dapat dijadikan substitusi vitamin
sintetik yang terkandung pada media MS.
Kandungan hara makro seperti N, P, dan K, serta beberapa jenis unsur mikro
dalam air kelapa muda juga berpeluang dikembangkan lebih lanjut sebagai upaya
substitusi unsur hara makro dan mikro serta sumber karbon, yakni sukrosa. Menurut
Vigliar et al. (2006), konsentrasi garam mineral dan sukrosa air kelapa menurun seiring
dengan bertambahnya umur dari 6-9 bulan.
i. Mekanisme multiplikasi
Wattimena et al. (1991) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan organogenesis tanaman dapat digolongkan menjadi 4, yaitu: (1)
genotipe sumber bahan tanaman yang digunakan, (2) media yang mencakup komponen
penyusunnya, (3) lingkungan tumbuh yaitu keadaan fisik tempat kultur di-tumbuhkan,
dan (4) fisiologi jaringan tanaman.
Adanya kandungan ZPT dalam media merupakan salah satu hal yang
mempengaruhi lingkungan tumbuh eksplan. Pertumbuhan dan organogenesis tanaman
secara in vitro dikendalikan oleh keseimbangan dan interaksi dari ZPT yang berada
dalam eksplan (Kasli 2009). Basri & Muslimin (2001) menjelaskan bahwa ZPT yang
ditambahkan dalam media sebagian akan masuk ke dalam sel tanaman secara difusi
ataupun melalui penyerapan aktif. Masuknya ZPT tersebut akan mengubah gradien atau
keseimbangan ZPT di dalam tubuh tanaman. Dalam mempengaruhi pertumbuhan
tanaman, ZPT harus berada pada gradien tertentu (Kasli 2009).
Kasli (2009) menyatakan bahwa sitokinin memacu sitokinesis yang
menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah sel. Sitokinesis adalah proses pembelahan
sel, dimana sel-sel menyerap air lebih banyak sehingga terjadi penambahan plasma sel
serta diikuti dengan pertumbuhan memanjang sel. Salisbury & Ross (1995) menyatakan
bahwa pemberian sitokinin meningkatkan plastisitas dinding sel sehingga dinding sel
mengendur kemudian terjadi pembentangan lebih cepat secara tak terbalikkan dalam
tekanan turgor yang biasa. Selanjutnya sel mengalami diferensiasi yang menyebabkan
sel-sel tersebut mengalami spesialisasi fungsi. Perkembangan sel-sel atau jaringan yang

 
 

15 
 

mendapat spesialisasi fungsi menyebabkan spesialisasi alat-alat atau organ sehingga
membentuk tunas, akar dan sebagainya (Kasli 2009).
j. Mekanisme pembelahan dan pembentangan sel oleh sitokinin dan air kelapa
Seswita (2010) menyatakan bahwa penambahan sitokinin eksogen dapat
memacu proses pembelahan dan pembentangan sel. Setiap tumbuhan memiliki kadar
sitokinin endogen pada konsentrasi tertentu. Penambahan sitokinin secara eksogen
dimungkinkan akan terjadi dua mekanisme yaitu meningkatnya pembelahan sel atau
menurunnya viabilitas sel.
Wattimena (1988) menyatakan bahwa pergerakan ZPT di dalam tubuh
tumbuhan dilakukan melalui jalur simplas, apoplas atau jaringan berkas pengangkut.
Pemberian ZPT pada jaringan yang bersifat meristematis jelas berbeda respon dengan
pemberian ZPT pada jaringan dewasa. Pemberian sitokinin dengan konsentrasi rendah
dalam media MS yang mengandung auksin dapat membantu inisiasi kalus, namun jika
digunakan dalam konsentrasi yang lebih tinggi akan terjadi pemanjangan dan
pembesaran sel yang lebih mengarah pada terbentuknya tunas.
Fosfet (1981) menyatakan bahwa sitokinin dapat mendorong pembelahan sel
dalam jaringan dengan cara meningkatkan peralihan proses pembelahan dari G2 ke
mitosis. Proses peralihan fase ini disebabkan karena sitokinin mampu menaikkan laju
sintesis protein di dalam sel. Protein tersebut adalah protein pembangun atau enzim
yang berperan dalam proses mitosis. Wijayani et al. (2007) menyebutkan bahwa
sitokinin juga memperpendek fase S yaitu dengan cara mengaktifkan DNA, sehingga
ukuran salinan DNA menjadi dua kali lebih besar sehingga menggandakan laju sintesis
DNA. Selain itu, Sitokinin dapat mempengaruhi ekspresi gen Knotted Like Homeobox
(KNOX) yang mengkode suatu protein yang berfungsi memacu pertumbuhan dan
pemeliharaan meristem ujung batang (MUB) supaya sel-selnya selalu bersifat
meristematik (Harni 2003).
Kristina & Syahid (2008) menyatakan bahwa kombinasi zat pengatur tumbuh
BA dengan TDZ dapat meningkatkan jumlah tunas yang terbentuk pada umur satu
hingga dua bulan setelah perlakuan. Menurut Watimena (1995), pengaruh sitokinin
dalam kultur jaringan tanaman dapat meningkatkan poliferasi tunas ketiak. Sitokinin
dapat menghambat dominansi tunas apikal dan merangsang poliferasi tunas ketiak serta

 
 

16 
 

menginisiasi terbentuknya tunas ketiak baru. Sitokinin juga dapat menghambat
pembentukan akar dan memacu pembentukan klorofil pada kalus (Surachman 2011).
Hasil penelitian Seswita (2010) menyebutkan bahwa penambahan air kelapa
pada konsentrasi 15% sebagai substitusi ZPT sintetik Benzyl Adenin menghasilkan
multiplikasi tunas temulawak terbaik in vitro dengan rata-rata 3,4 tunas dalam waktu 2
bulan. Selanjutnya, Surachman (2011) menyebutkan penggunaan media MS ditambah
air kelapa 10% pada perbanyakan nilam secara in vitro menghasilkan persentase tunas
hidup rata-rata 100%, jumlah tunas 3, tinggi tunas 1,61 cm, dan jumlah daun 9,10,
paling baik dibanding perlakuan lainnya. Hal yang sama juga diteliti Kristina (2012)
dengan penambahan 15% air kelapa pada multiplikasi temulawak memberikan hasil
terbaik yaitu rata-rata 4,6 tunas dalam waktu 8 minggu dan keberhasilan aklimatisasi
sebesar 72%. Sedangkan Maltatula (2003) menyebutkan

media MS 50 % dengan

disubstitusi dengan air kelapa 50% memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan
tanaman krisan (Chrysanthemum morifolium Ramat) secara in vitro dibanding dengan
perlakuan media MS 100 %.
Kerangka berfikir
Meningkatnya permintaan krisan,
belum terpenuhinya bibit secara
maksimal dan berkualitas

Perlu dilakukan budidaya
krisan untuk memenuhi
kebutuhan

Air kelapa
mengandung
sitokinin

Perbanyakan secara konvensional
memiliki banyak faktor pembatas

BA (Benzil
adenin)

Perbanyakan bibit krisan
dengan teknik kultur jaringan

merangsang sitokinesis
dan pertunasan

Multiplikasi tunas secara
langsung

Menghambat dominansi
tunas apikal

Muncul tunas lateral baru dalam
jumlah banyak dengan keadaan
yang normal

Merangsang dan menginisiasi
proliferasi tunas lateral

Gambar 4. Kerangka berfikir

 
 

17 
 

B.

Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut:
1.

BA berpengaruh sigfikan terhadap multiplikasi krisan secara in vitro.

2.

Air kelapa berpengaruh signifikan terhadap multiplikasi krisan secara in vitro.

3.

Interaksi antara BA dan air kelapa berpengaruh signifikan terhadap multiplikasi
krisan secara in vtro.

4.

Interaksi antara BA dan air kelapa pada konsentrasi tertentu dapat mengefektifkan
multipikasi krisan secara in vitro.

 
 

BAB III
METODE PENELITIAN

A.

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan, Jurusan

Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri
Semarang pada bulan Oktober-Desember 2013.
B.

Sample Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah meristem lateral krisan yang sebelumnya

telah dipelihara secara in vitro.
C.

Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Alat gelas terdiri atas: gelas kimia, erlenmeyer ukuran 1 liter, gelas ukur dengan
skala 50 ml, batang pengaduk, botol kultur dengan diameter 2 cm, pipet dan cawan
petri.
b. Laminar Air Flow (LAF) cabinet sebagai meja steril yang dilengkapi dengan blower
vertikal dan lampu UV (Argatama tipe vertikal).
c. Autoclave manual bertekanan 20 psi,bersuhu 121⁰C dan berbahan bakar gas.
d. Kertas pH indikator.
e. Shaker listrik dengan kecepatan 151 rpm (Barnstead).
f. Neraca analitik dengan ketelitian 0.01 gr (Kern).
g. Alat deseksi yang terdiri atas: pinset, gunting, skapel, pinset dan pisau tanam.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

18 
 

19 
 

a. Eksplan berupa meristem lateral krisan sepanjang 2 cm yang telah dipelihara secara in
vitro.
b. Akuades.
c. BA (Merck) 0 ppm, 0.5 ppm, 1 ppm, 1.5 ppm.
d. Air kelapa kelapa muda yang diindikasikan dengan air kelapa yang masih memenuhi
buah dan daging buah yang masih berlendir.
e. Gula pasir 30 g/L.
f. Agar 7,5 g/L.
g. Mikronutrien komposisi media MS (Merck).
h. Makronutrien komposisi media MS (Merck).
i. Vitamin komposisi media MS (Merck).
j. Bahan sterilan

eksplan berupa:

bakterisida, fungisida,

tween20,

detergen

cair,betadine dan clorox.
k. Myo-inositol

D.
1.

Variabel Penelitian
Variabel Bebas
Dalam penelitian ini variabel yang diteliti sebagai berikut:

a. Konsentrasi air kelapa: 5%, 10%, 15%, 20%, 25% (Surachman 2010) .
b. Konsentrasi sitokinin (BA): 0, 0,5, 1, 1,5 ppm (Seswita 2010).
2. Variabel tergantung
a. Tinggi tunas
Tinggi tunas adalah ukuran panjang batang yang diukur dari pangkal batang hingga
ujung batang.
b. Jumlah daun.
Jumlah daun dihitung berdasarkan daun pada tiap tunas dan diukur dari berapa
banyak jumlah daun yang muncul dan membuka.

c. Jumlah Tunas
Jumlah tunas dihitung berdasarkan banyaknya tunas lateral yang muncul.
d. Kenampakan visual kultur

 
 

20 
 

Kenampakan visual adalah kenampakan fisik dari tiap tunas yang tumbuh sehingga
dapat diamati secara visual. Visual kultur tunas diamati berdasarkan warna, teksur
dan normalitas daun serta morfologi tunas.
3.

Variabel kendali

a. Suhu ruang tanam dan ruang inkubasi 240-260C.
b. pH media MS.
c. Cahaya 1000 lux atau setara dengan 1 lampu TL 40 Watt.
E.

Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan mengkombinasikan 2 faktor pengamatan, faktor
pertama adalah konsentrasi BA dengan 4 taraf perlakuan, sedangkan faktor kedua adalah
konsentrasi air kelapa dengan 5 taraf perlakuan. Unit penelitian adalah satu botol kultur
dengan satu eksplan setiap botol. Penelitian ini dilakukan dengan 3 ulangan, sehingga
total botol yang digunakan dalam penelitian berjumlah 60 botol.

 
 

21 
 

Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
Tabel 1. Rancangan Percobaan substitusi BA dengan air kelapa terhadap
multiplikasi krisan secara in vitro.
Konsentrasi BA

air kelapa (K)
5%(K1) 10%(K2)

15%(K3)

20%(K4)

25%(K5)

0 ppm (B0)

B0K1

B0K2

B0K3

B0K4

B0K5

0.5 ppm (B1)

B1K1

B1K2

B1K3

B1K4

B1K5

1 ppm (B2)

B2K1

B2K2

B2K3

B2K4

B2K5

1.5 ppm (B3)

B3K1

B3K2

B3K3

B3K4

B3K5

Denah penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

 

B2K2c

B2K1a

B2K1c

B1K5b

B1K4c

B2K1b

B2K1a

B0K5c

B1K4b

B2K2a

B1K4a

B0K4b

B3K2b

B3K3a

B1K5c

B2K4c

B3K2c

B2K3c

B1K2c

B3K2a

B3K5b

B0K5b

B1K5a

B3K5a

B1K3c

B1K3a

B3K1a

B1K2b

B3K4b

B2K5b

B0K4c

B3K4c

B3K3b

B0K5a

B2K5a

B2K2b

B2K3b

B1K3b

B2K4b

B0K1c

B2K4a

B2K3a

B0K3b

B2K5c

B1K1b

B3K5c

B0K2c

B0K3a

B1K2a

B0K4a

B3K3c

B0K2b

B0K1a

B0K2a

B3K4a

B3K1b

B3K1c

B0K3c

B1K1c

B0K1b

Gambar 5. Denah pengacakan multiplikasi krisan secara in vitro.
Keterangan:
B0:konsentrasi BA 0 ppm.
B1:konsentrasi BA 0.5 ppm.
B2:konsentrasi BA 1 ppm.
B3:konsentrasi BA 1.5 ppm

K1: konsentrasi air kelapa 5%
K2: konsentrasi air kelapa 10%
K3: konsentrasi air kelapa 15%
K4: konsentrasi air kelapa 20%
K5: konsentrasi air kelapa 25%

 
 

22 
 

F.

Langkah Kerja
Langkah kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.

Persiapan

2.

Sterilisasi alat
Alat penelitian berupa satu set alat deseksi (pinset, skapel, gunting dan pisau),
botol kultur dengan diameter 3 cm serta cawan petri, dicuci dan dibersihkan
dengan sabun, dibilas dengan air mengalir kemudian dimasukkan

kedalam

autoclave dan dipanaskan dengan suhu 121⁰C selama 1 jam.
3.

Persiapan & pembuatan media
Bahan yang terdiri atas larutan stok disiapkan, diukur sesuai dengan ukuran
pembuatan media (1 liter), ditambahkan gula sebanyak 30 gram. Media MS yang
telah dibuat kemudian ditambahkan BA dan air kelapa pada konsentrasi sesuai
dengan perlakuan yang diberikan.

4.

Pemasakan media
Larutan media tiap perlakuan dimasak didalam panci selama 5 menit,
ditambahkan agar, diaduk hingga jernih dan homogen selama ±15 menit. Media
perlakuan yang telah dimasak kemudian dituang kedalam botol kultur steril dan
ditutup dengan plastik tahan panas dengan bantuan karet gelang.

5.

Sterilisasi media
Media yang telah dituang kedalam masing-masing botol kultur kemudian
dimasukkan kedalam autoclave dan disterilisasi dengan suhu 121⁰C dalam
tekanan 20 psi selama 20 menit. Media yang telah disterilkan kemudian di
pindahkan di ruang media steril.

6.

Penyiapan eksplan
Eksplan berasal dari tunas apikal tanaman krisan yang diambil dari lahan petani di
desa Jimbaran kec. Bandungan kab. Semarang. Eksplan ini berupa stek pucuk
sepanjang ± 5 cm. Untuk menjaga kesegaran eksplan, eksplan tersebut dipotong
bagian daunnya kemudian di bungkus dengan kertas tissu yang dibasahi kemudian
disimpan dalam suhu 23-26 ⁰C.

7.

Sterilisasi permukaan eksplan

 
 

23 
 

Sterilisasi permukaan eksplan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan
kontaminan yang berasal dari lapangan. Sterilisasi ini dilakukan dengan 3
tahapan. Tahap pertama eksplan dimasukkan kedalam botol kultur steril,
ditambahkan air steril sebanyak 300 ml, ditambahkan sabun cair sebanyak 3 tetes
+ 3 tetes twin 20 dan digojok selama 15 menit menggunakan shaker dengan
kecepatan 151 rpm. Eksplan dibilas dengan aquades steril sebanyak 2-3x. Tahap
sterilisasi kedua yaitu penambahan betadine sebanyak 10 tetes + 2 tetes tween20
dalam 200 ml air steril kemudian digojog dengan shaker selama 20 menit. Tahap
sterilassi yang ketiga dilakukan dengan cara menambahkan fungisida dan
bakterisida sebanyak 1 gr/300 ml + 2 tetes tween20 kedalam beaker glas yang
berisi eksplan k