Keadaan Lingkungan Penyelidik Terdahulu Penyelidik terdahulu yang menulis mengenai Pulau

ketebalan endapan bitumen padat, demikian pula dengan kualitas dan kuantitasnya, sehingga diharapkan dapat mengetahui besarnya sumberdaya endapan bitumen padat yang terdapat di daerah tersebut.

1.5 Waktu Penyelidikan

1.3 Lokasi Daerah Penyelidikan

Daerah penyelidikan secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Wakarumba, Kecamatan Maligano dan Kecamatan Ereke, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara, sedangkan secara geografis menempati suatu wilayah dalam koordinat 4 ° 25′ 00″ – 4° 40′ 00″ LS dan 122° 55 ′ 00″ – 123° 10′ 00° BT, dari lembar peta 2311 – 13 Waodeburi, 2211 – 34 Maligano, 2211-62 Labuan, 2311 – 41Korolabu, peta rupabumi dari Bakosurtanal Gambar 1. Lokasi daerah penyelidikan dapat ditempuh dengan melalui dua jalur, yaitu jalur laut dan jalur udara. Untuk jalur laut dapat ditempuh dengan menggunakan kapal laut jurusan Surabaya – Baubau Buton, yang kemudian dilanjutkan dengan perjalanan darat menuju Maligano atau Ereke dengan waktu tempuh 5 hingga 7 jam, selanjutnya menggunakan kapal kayu kurang lebih 5 jam. Untuk jalur udara daerah penyelidikan dapat ditempuh dengan menggunakan penerbangan Jakarta - Kendari yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan kapal cepat Kendari- Raha. Dari Raha menuju lokasi daerah penyelidikan ditempuh dengan menggunakan Speedboat, dengan waktu tempuh lebih kurang 4 jam. Pelaksanaan pekerjaan lapangan bitumen padat di daerah Labuan Kulisusu dan sekitarnya, dilakukan selama 60 hari termasuk pengurusan ijin penyelidikan untuk memasuki wilayah yang akan dituju. Pengurusan surat perijinan ini dilakukan mulai dari tingkat provinsi , kemudian dilanjutkan ke kabupaten dan seterusnya sampai ke tingkat yang paling bawah yaitu tingkat desa yang akan dikunjungi. Waktu penyelidikan dilaksanakan mulai dari tanggal 23 Mei 2005 hingga 21Juli 2005, dengan pekerjaan meliputi pemetaan geologi yang dibantu oleh outcrop drilling pada beberapa lokasi, dan pengambilan conto endapan bitumen baik dari singkapan batuan maupun pemboran, dimana conto batuan yang diambil diperlukan untuk analisa laboratorium. 1.6. Pelaksana dan peralatan Pelaksana pekerjaan lapangan melibatkan ahli geologi, teknisi pengukuran dan preparator, serta tim pemboran. Sebagian besar anggota tim berasal dari Sub Direktorat Batubara, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, yang dibantu oleh satu orang ahli geologi dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Muna serta beberapa tenaga setempat yang turut dalam pekerjaan pemboran dan pemetaan geologi. Peralatan yang dipergunakan untuk pemetaan geologi terdiri atas : - Kompas geologi 2 buah - Palu geologi 2 buah - Peta dasar skala 1: 50.000 terbitan Bakosurtanal

1.4 Keadaan Lingkungan

Daerah penyelidikan sebagian besar merupakan kawasan perbukitan gamping yang umumnya ditumbuhi oleh pohon jati dan jenis pohon tropis lainnya, baik yang tumbuh secara alami maupun kawasan perkebunan yang dikelola oleh perusahaan. - GPS Garmin 12 CX dan 12 XL - Alat-alat tulis - Meteran dan tambang plastik - Kamera Film Pemukiman penduduk sebagian besar menempati pesisir pantai yang terdiri dari penduduk asli suku Buton dan suku Muna serta sebagian pendatang dari Ambon, Makasar dan Jawa. Pesisir barat Buton Utara ditempati oleh suku Muna, sedangkan pesisir timur Buton Utara ditempati oleh suku Buton. Sebagian besar matapencaharian penduduk umumnya sebagai nelayan sesuai dengan keadaan alamnya yang dikelilingi oleh laut, dan sebagian kecil penduduk bekerja sebagai pencari rotan atau petani jambu mete, kopi dan coklat, yg dikelola secara tradisional. Pemboran inti dilaksanakan dengan memakai 1 alat mesin bor yang terdiri dari satu unit alat bor merk Sander, beserta seluruh alat pendukungnya yang terdiri dari pompa pembilas dan pompa pengantar.

1.7. Penyelidik Terdahulu Penyelidik terdahulu yang menulis mengenai Pulau

Buton cukup banyak, akan tetapi hampir seluruhnya menulis mengenai sejarah geologi dan penyelidikan yang berkaitan dengan sumberdaya aspal di daerah tersebut, sedangkan yang menulis mengenai endapan bitumen padat belum banyak dilakukan. Beberapa penyelidik terdahulu yang menulis mengenai Pulau Buton dan kemudian dijadikan sebagai acuan penyelidikan diantaranya adalah : Seperti umumnya di daerah tropis, daerah penyelidikan mengalami musim hujan pada bulan Nopember hingga bulan Mei, dan musim kemarau berlangsung dari bulan Juni hingga bulan Oktober, dengan suhu udara maksimum berkisar antara 31 o C - 34 o C, sedangkan suhu minimum berkisar antara 19 o C – 22 o C. Tataguna lahan di daerah penyelidikan umumnya merupakan kawasan hutan dan sebagian diantaranya merupakan kawasan hutan lindung yang dijaga kelestariannya. Kawasan perkebunan yang dikelola oleh penduduk setempat umumnya di sekitar pemukiman dan jarang sekali sampai ke pelosok pedalaman hutan N. Sikumbang, P. Sanyoto, R.J.B. Supandjono dan S. Gafoer.dari Puslitbang Geologi Bandung, tahun 1995 yang telah membuat laporan dan peta geologi Lembar Buton, Sulawesi Tenggara. Peta geologi tersebut disusun berdasarkan data dari penulis sebelumnya, antara lain Zwierzcky 1925, Kundig 1930, Hetzel 1936, Weibel 1941, Van Bemmellen 1946, Ubhaghs Zeilmans 1947, Marks 1961, serta Wiryosujono Hainim 1975. PEMAPARAN HASI L KEGI ATAN LAPANGAN SUBDI T BATUBARA – 2005 BI TUMEN PADAT – KALI SUSU MUNA Agus Subarnas dkk 2001, telah membuat laporan hasil penyelidikan bitumen padat di daerah Pasar Wajo, dimana hasil penyelidikannya menyebutkan bahwa endapan bitumen padat terdapat pada Formasi Winto dan Formasi Sampolakosa. Asep Suryana dkk 2002, telah membuat laporan hasil penyelidikan bitumen padat di daerah Sampolawa, dimana hasil penyelidikannya juga menyebutkan bahwa endapan bitumen padat terdapat pada Formasi Winto dan Formasi Sampolakosa.. Asep Suryana dkk 2003, telah membuat laporan hasil penyelidikan bitumen padat di daerah Kapontori, dimana hasil penyelidikannya menemukan endapan bitumen padat berupa aspal di daerah Lawele dan Lasalimu, yang terdapat pada Formasi Tondo Formasi Sampolakosa. S.M. Tobing dkk 2004, telah membuat laporan hasil penyelidikan bitumen padat dengan Outcrop Drilling di daerah Sampolawa, dimana hasil pemboran Formasi Winto menyebutkan bahwa lapisan serpih merupakan sumber bitumen padat di daerah Buton. Untung Triono dkk 2004, telah membuat laporan hasil penyelidikan pendahuluan endapan bitumen padat di daerah Waodeburi dan sekitarnya, dimana hasil penyelidikan menyebutkan bahwa Formasi Winto dan Formasi Tondo serta Formasi Sampolakosa sebagai pembawa bitumen padat. PT Timah, telah melakukan penyelidikan aspal di daerah Lasalimu, dimana hasil penyelidikannya juga digunakan untuk membantu dalam penarikan korelasi lapisan batupasir aspal. 2. GEOLOGI UMUM Daerah Buton telah lama dikenal sebagai daerah penghasil aspal alam yang terdapat di Indonesia. Pulau Buton merupakan satu bagian dari Kepulauan Tukangbesi-Buton, dimana para ahli geologi berpendapat Kepulauan Tukangbesi-Buton ini sering bersentuhan dengan Mandala Sulawesi Timur. Mandala Sulawesi Timur terdiri dari gabungan batuan ultramafik, mafik dan malihan, sedangkan Kepulauan Tukangbesi-Buton disusun oleh kelompok batuan sedimen pinggiran benua serta oleh batuan malihan berumur Permo-Karbon sebagai batuan alasnya. Menurut penyelidik terdahulu yaitu N. Sikumbang dan P. Sanyoto, tektonik yang terdapat di P. Buton terjadi beberapa kali yang dimulai sejak pra-Eosen. Pola tektonik yang terdapat di Pulau Buton sukar untuk ditentukan yang disebabkan oleh seluruh batuannya telah mengalami beberapa kali perlipatan dan penyesaran. Gerak tektonik utama yang membentuk pola struktur hingga sekarang diperkirakan terjadi pada Eosen-Oligosen yang membentuk struktur imbrikasi berarah timurlaut – baratdaya. Tektonik ini kemungkinan menyebabkan pula terjadinya sesar mendatar antara Buton Utara dan Buton Tengah sepanjang Bubu-Matewe yang diperkirakan berhubungan dengan sesar mendatar Palu-Koro. Kegiatan tektonik berikutnya terjadi antara Pliosen – Plistosen yang mengakibatkan terlipatnya batuan pra- Pliosen Kegiatan tektonik terakhir terjadi sejak Plistosen dan masih berlangsung hingga saat ini. Tektonik ini mengakibatkan terangkatnya P. Buton dan P. Muna secara perlahan, seirama dengan pembentukan batugamping terumbu Formasi Wapulaka yang menunjukkan undak-undak. 2.1.Stratigrafi Regional Daerah Buton disusun oleh satuan batuan yang dapat dikelompokan ke dalam batuan Mesozoikum dan Kenozoikum. Kelompok batuan Mesozoikum berumur Trias hingga Kapur Atas, sedangkan kelompok Kenozoikum berumur Miosen dan Plistosen Tabel 1. Kelompok batuan yang termasuk Mesozoikum terdiri atas Formasi Winto, Formasi Ogena, Formasi Rumu dan Formasi Tobelo yang diendapkan dari Trias hingga Kapur Akhir. Kelompok batuan sedimen yang termasuk Kenozoikum kemudian menutupi sebagian besar Buton yang terdiri atas Formasi Tondo, Formasi Sampolakosa dan Formasi Wapulaka yang diendapkan pada Miosen Awal hingga Plistosen. Formasi Winto, merupakan formasi tertua yang tersingkap di daerah Buton Utara, berumur Trias Akhir. Ciri litologinya terdiri atas perselingan serpih, batupasir, konglomerat dan batugamping, mengandung sisa tumbuhan, kayu terarangkan dan sisipan tipis batubara dengan lingkungan pengendapan neritik tengah hingga neritik luar. Formasi Ogena, berumur Yura Bawah, terdiri atas batugamping berlapis baik, berwarna kelabu dan ungu muda serta sisipan napal yang diendapkan dalam lingkungan laut dalam.. Formasi Rumu terdiri atas kalsilutit, napal, batulumpur dan kalkarenit, berumur Yura Atas dan hanya ditemukan di sekitar G. Rumu dengan lingkungan pengendapan laut dalam. Formasi Tobelo, terdiri atas kalsilutitmikrit dengan warna putih kekuningan, kelabu terang hingga coklat muda, berlapis baik dan di beberapa tempat terdapat lapisan atau konkresi rijang. Formasi ini berumur Kapur Atas hingga Paleosen. Formasi Tondo terdiri atas konglomerat, batupasir kerikilan, batupasir dengan sisipan batulanau serta perselingan batupasir, batulanau dan batulempung. Bagian bawah formasi terdiri dari batugamping terumbu yang dikenal sebagai Anggota Batugamping Formasi Tondo. Kedua satuan batuan ini diperkirakan mempunyai hubungan stratigrafi menjari yang berumur Miosen dan diendapkan pada lingkungan neritik hingga batial bawah. Formasi Tondo mempunyai hubungan tidak selaras dengan formasi dibawahnya yaitu Formasi Winto , Formasi Ogena, Formasi Rumu dan Formasi Tobelo. Formasi Sampolakosa terletak selaras diatas Formasi Tondo, dengan batuan penyusunnya terdiri atas napal, berlapis tebal sampai masif, sisipan kalkarenit pada bagian tengah dan atas formasi, berumur Miosen Atas – Pliosen Awal yang diendapkan dalam lingkungan neritik – batial. PEMAPARAN HASI L KEGI ATAN LAPANGAN SUBDI T BATUBARA – 2005 BI TUMEN PADAT – KALI SUSU MUNA Formasi Wapulaka terletak selaras diatas Formasi Sampolakosa akan tetapi pada beberapa bagian menunjukkan hubungan tidak selaras. Batuan penyusunnya terdiri atas batugamping terumbu ganggang dan koral, memperlihatkan undak-undak pantai purba dan topografi karst, endapan hancuran terumbu, batukapur, batugamping pasiran, batupasir gampingan, batulempung dan napal kaya foraminifera plankton. Formasi ini berumur Plistosen yang diendapkan dalam lingkungan laguna – litoral. Dalam pelaksanaan kegiatan lapangan, tentu sebelumnya terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data sekunder yang diambil dari hasil kegiatan lapangan terdahulu. Data sekunder ini diperlukan sebagai panduan dalam pelaksanaan penyelidikan lapangan seperti peta geologi Lembar Buton hasil penyelidikan N. Sikumbang dkk, serta laporan penyelidikan bitumen padat daerah Waodeburi hasil penyelidikan Untung Triono dkk tahun 2004. Berdasarkan data penyelidikan tersebut, kemudian dilakukan penyelidikan lanjutan khususnya di daerah Labuan, Kabupaten Muna. Pekerjaan yang dilakukan dilapangan sebagian besar merupakan pemetaan geologi dan outcrop drilling dengan dibeberapa tempat dibuat lintasan terukur guna mengetahui ketebalan formasi yang terdapat di daerah penyelidikan. Aluvium merupakan endapan hasil rombakan saat ini yang terdiri atas kerikil, kerakal, pasir lumpur dan gambut hasil endapan sungai, rawa dan pantai. 2.2.Struktur Geologi Regional Peristiwa tektonik yang terjadi pada Kepulauan Tukangbesi – Buton menyebabkan terjadinya struktur perlipatan berupa antiklin dan sinklin, serta struktur sesar yang terdiri dari sesar naik, sesar normal dan sesar geser mendatar. Umumnya struktur berarah timurlaut – baratdaya di Buton Selatan, kemudian berarah utara – selatan di Buton Tengah, dan utara-baratlaut hingga selatan- tenggara di Buton Utara. Sesar-sesar mendatar umumnya memotong struktur utama yang merupakan sruktur antiklin sinklin, dimana secara garis besar struktur antiklin sinklin berarah relatif sejajar dengan arah memanjangnya tubuh batuan pra-Tersier. Pemetaan geologi permukaan dilakukan dengan menyusuri sungai-sungai yang terdapat di daerah penyelidikan, dimana titik berat pekerjaannya adalah mencari singkapan-singkapan sedimen klastik halus, terutama serpih dan batupasir yang terisi rembasan aspal yang mungkin tersingkap di dasar atau tebing sungai. Singkapan serpih atau batupasir yang ditemukan kemudian diukur arah jurus dan kemiringannya serta ditentukan posisinya dengan bantuan alat Global Positioning System GPS Garmin tipe 12 CX, yang kemudian hasilnya dicatat dan diplot pada peta dasar 1 : 50.000 dari Bakosurtanal. Pemetaan ini masih merupakan pemetaan regional sebagai kelanjutan dari pemetaan tahun 2004, dengan di beberapa tempat yang dianggap mempunyai kandungan bitumen padat dilakukan pemboran guna mengetahui variasi ketebalannya. Peristiwa tektonik yang terjadi berulang-ulang ini menyebabkan batuan-batuan yang berumur lebih tua mengalami beberapa kali aktivitas struktur, sehingga batuan tua umumnya ditemukan pada lokasi dengan kemiringan lapisan yang relatif tajam. Sedangkan pada batuan yang lebih muda kemiringan lapisan relatif lebih landai dibandingkan dengan batuan berumur tua. Pengamatan singkapan bitumen padat dan litologi lainnya dilakukan pada seluruh formasi yang terdapat di daerah penyelidikan, akan tetapi lebih dikonsentrasikan pada Formasi Winto, Formasi Tondo dan Formasi Sampolakosa yang diperkirakan mengandung endapan bitumen padat. Sedangkan untuk kegiatan pemboran outcrop drilling lebih ditekankan pada formasi batuan yang mengandung serpih bitumen, dalam hal ini Formasi Winto dan Formasi Tondo sebagai sasaran pemboran.

2.3. Indikasi Endapan Bitumen Padat Dalam