Profil Hematologi dan Performa Ambing Kambing Peranakan Etawah (PE) Dara yang Diberi Bawang Putih (Allium sativum)

PROFIL HEMATOLOGI DAN PERFORMA AMBING
KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DARA
YANG DIBERI BAWANG PUTIH
(Allium sativum)

RAMA BAROTO ILMAR

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Hematologi dan
Peforma Ambing Kambing Peranakan Etawah (PE) Dara yang Diberi Bawang
Putih adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014

Rama Baroto Ilmar
NIM D24090114

ABSTRAK
RAMA BAROTO ILMAR. Profil Hematologi dan Performa Ambing Kambing
Peranakan Etawah (PE) Dara yang Diberi Bawang Putih (Allium sativum).
Dibimbing oleh DEWI APRI ASTUTI dan IDAT GALIH PERMANA.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek pemberian bawang
putih pada pakan kambing Peranakan Etawah (PE) dara terhadap profil
hematologi dan peforma ambing. Pada penelitian ini menggunakan kambing
Peranakan Etawah (PE) dara sebanyak 10 ekor dan dikandangkan secara
kelompok yang dibagi 2 kelompok secara random. Kelompok 1 adalah kambing
kontrol (R0) yang diberi pakan tanpa bawang putih dan kelompok 2 adalah
kambing perlakuan (R1) dengan pakan yang sama dengan kambing kontrol
ditambah bawang putih dengan dosis 0.15%. Perbandingan pemberian konsentrat

dan hijauan adalah 16:84. Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu konsumsi
bahan kering dan nutrien, pertambahan bobot badan, profil hematologi, dan
performa ambing. Analisis data menggunakan rancangan Uji T. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian bawang putih sebanyak 0.15% ke dalam ransum
pakan kambing Peranakan Etawah (PE) tidak berpengaruh terhadap konsumsi
nutrient, gambaran hematologi dan performa ambing.
Kata kunci: bawang putih, kambing PE, performa ambing, profil hematologi

ABSTRACT
RAMA BAROTO ILMAR. Hematology Profile and Udder Performance of
Etawah Crossbred Goat Fed Garlic (Allium sativum). Supervised by DEWI APRI
ASTUTI and IDAT GALIH PERMANA.
The aim of this research was to evaluate the effect of garlic in etawah
crossbred goat ration on hematology profile and udder performance. This research
used 10 etawah crossbred goats devided into 2 treatment groups. First group was
given control feed (R0) without garlic, and second group was given control feed
plus 0.15% garlic (R1). The ratio of forage to concentrate in dry matter base was
16:84. Parameter measured were dry matter consumption, nutrient intake, body
weight gain, hematology profile, and udder performance. The data was compared
with T-test analysis. The results showed that 0.15% garlic at ration had not

affected to nutrient consumption, hematology profile and udder performance.
Keywords: etawah crossbred goat, garlic, hematology profile, udder performance

PROFIL HEMATOLOGI DAN PERFORMA AMBING
KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG
DIBERI BAWANG PUTIH (Allium sativum)

RAMA BAROTO ILMAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Profil Hematologi dan Performa Ambing Kambing Peranakan
Etawah (PE) Dara yang Diberi Bawang Putih (Allium sativum)
Nama
: Rama Baroto Ilmar
NIM
: D24090114

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS
Pembimbing I

Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi
Ketua Departemen


Tanggal Lulus: (

)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Salawat dan salam semoga selalu
dilimpahkan kepada junjungan Muhammad SAW dan kepada seluruh kaum
muslimin dan muslimat.
Tema dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 sampai
November 2013 adalah Profil Hematologi dan Peforma Ambing Kambing
Peranakan Etawah (PE) Dara yang Diberi Bawang Putih (Allium sativum). Pada
penelitian ini bawang putih (Allium sativum) digunakan sebagai pakan aditif. Hal
ini dilakukan karena bawang putih bersifat antibakteri dan memiliki senyawa
Gurwithrays yang dapat merangsang pertumbuhan ambing. Penelitian ini dibawah
bimbingan Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti MS dan Dr Ir Idat Galih Permana
MScAgr.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di
masa mendatang. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan

informasi, wawasan maupun sesuatu yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan dan semoga kekurangan yang terdapat pada tulisan ini dapat
diperbaiki dalam tulisan selanjutnya.

Bogor, Mei 2014
Rama Baroto Ilmar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
Bahan
Alat
Lokasi dan Waktu
Prosedur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Bahan Kering (BK) dan Nutrien
Pertumbuhan Bobot Badan Harian

Hematologi
Hemtokrit
Hemoglobin
Eritrosit
Leukosit
Diferensiasi Leukosit
Limfosit
Monosit
Neutrofil
Eosinofil
Basofil
Performa Ambing
Volume Ambing
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMA KASIH


vii
vii
vii
1
2
2
2
3
3
6
6
7
8
8
8
9
9
9
9
10

10
10
10
10
11
12
12
12
12
20
20

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Komposisi ransum penelitian
Komposisi nutrien berdasarkan bahan kering dan ransum

Konsumsi nutrien dan bobot badan kambing PE dara
Hematokrit, hemoglobin, eritrosit, leukosit, diferensiasi leukosit
(monosit, limfosit, basofil, eosinofil, neutrofil)
5 Performa ambing kambing Peranakan Etawah (PE) dara

3
3
7
8
11

DAFTAR GAMBAR
1 Kamar hitung counting chamber (dilihat di bawah mikoskop), R untuk
eritrosit dan W untuk leukosit.
2 Pengukuran organ Ambing
3 Pengukuran organ Putting

4
5
6


DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji T-test benda darah putih awal penelitian
2 Hasil uji T-test benda darah merah awal penelitian
3 Hasil uji T-test limfosit awal penelitian
4 Hasil uji T-test neutrofil awal penelitian
5 Hasil uji T-test monosit awal penelitian
6 Hasil uji T-test eosinofil awal penelitian
7 Hasil uji T-test benda darah putih akhir penelitian
8 Hasil uji T-test benda darah merah akhir penelitian
9 Hasil uji T-test limfosit akhir penelitian
10 Hasil uji T-test neutrofil akhir penelitian
11 Hasil uji T-test monosit akhir penelitian
12 Hasil uji T-test eosinofil akhir penelitian
13 Hasil uji T-test PCV akhir penelitian
14 Hasil uji T-test hemoglobin akhir penelitian
15 Hasil uji T-test lingkar ambing awal penelitian
16 Hasil uji T-test panjang ambing awal penelitian
17 Hasil uji T-test tinggi ambing awal penelitian
18 Hasil uji T-test lingkaran puting awal penelitian
19 Hasil uji T-test panjang puting awal penelitian
20 Hasil uji T-test lingkar ambing akhir penelitian
21 Hasil uji T-test panjang ambing akhir penelitian
22 Hasil uji T-test tinggi ambing akhir penelitian
23 Hasil uji T-test lingkar puting akhir penelitian
24 Hasil uji T-test panjang puting akhir penelitian
25 Hasil uji T-test volume ambing
26 Hasil uji T-test bobot badan

15
15
15
15
15
15
16
16
16
16
16
16
17
17
17
17
17
17
18
18
18
18
18
18
19
19

PENDAHULUAN
Jumlah populasi kambing di Indonesia tiap tahun mengalami peningkatan.
Pada tahun 2009 sampai 2011 tercatat populasi kambing mengalami peningkatan
sekitar 7.15% (BPS 2011). Ternak kambing produksi yang dihasilkan berupa
daging dan susu. Di Indonesia kambing yang dijadikan penghasil susu adalah
kambing Peranakan Etawah (PE) dan kambing Saanen. Kambing Peranakan
Etawah (PE) memiliki potensi produksi susu cukup baik, yang merupakan bangsa
kambing asli Indonesia. Kambing tersebut merupakan hasil persilangan antara
kambing Etawah yang berasal dari India dengan kambing Kacang yang
merupakan bangsa kambing asli Indonesia.
Kambing Peranakan Etawah (PE) memiliki karakteristik yang khas, telinga
panjang dan terkulai 18 sampai 30 cm, warna bulu bervariasi dari coklat muda
sampai hitam, bentuk muka cembung melengkung dan dagu berjanggut, terdapat
gelambir di bawah leher yang tumbuh berawal dari sudut janggut, telinga panjang,
lembek menggantung dan ujungnya agak berlipat, ujung tanduk agak melengkung,
tubuh tinggi, pipih, bentuk garis punggung mengombak ke belakang, bulu tumbuh
panjang di bagian leher, pundak, punggung dan paha, bulu paha panjang dan
tebal, bobot badan rata-rata pejantan dewasa 40 kg dan betina 35 kg, tinggi
pundaknya 76 sampai 100 cm (Devendra dan Burns 1994). Kambing Peranakan
Etawah (PE) termasuk penghasil susu dan daging atau dwiguna. Susu kambing
mengandung 4.9% protein dan 4.0% lemak. Menurut Atabany (2001) produksi
susu pada kambing Peranakan Etawah (PE) di peternakan Barokah 0.99 liter ekor1
hari-1, hingga 1.0 sampai 1.5 liter ekor-1 hari-1 (Balitnak 2004). Pemeliharaan
kambing perah merupakan salah satu alternatif diversifikasi ternak penghasil susu
disamping sapi perah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan susu di Indonesia.
Faktor yang mempengaruhi produksi susu adalah mutu genetik, umur induk,
ukuran dimensi ambing, bobot hidup, pakan, lama laktasi, tata laksana yang
diberlakukan terhadap ternak (perkandangan dan kesehatan), kondisi iklim
setempat, daya adaptasi ternak dan aktivitas pemerahan (Phalepi 2004). Phalepi
(2004) menambahkan, produksi susu pada ternak yang umur tua lebih tinggi dari
pada ternak umur muda karena ternak umur muda masih mengalami pertumbuhan.
Menurut Atabany (2001) umur kawin kambing Peranakan Etawah (PE) adalah
pada usia 7 sampai 8 bulan.
Kambing dan domba memiliki dua buah puting pada ambingnya. Bentuk
ambing domba dan kambing pada umumnya berbentuk seperti gelas anggur (bulat
memanjang), kisaran panjang ambing sekitar 10 sampai 20 cm, sedang panjang
puting 5 sampai 10 cm (Mukhtar 2006). Bobot ambing bergantung pada umur,
faktor genetik, masa laktasi dan jumlah susu didalamnya. Semakin banyak susu
dihasilkan maka semakin besar volume ambing, sehingga produksi susu yang
diperah akan semakin banyak (Mukhtar 2006), Menurut Gall (1981) selain
volume ambing, produksi susu juga dipengaruhi oleh ukuran dan bobot tubuh,
umur, jumlah anak yang dilahirkan, bentuk dan kesehatan ambing, pakan, suhu
dan faktor lingkungan.
Bawang putih merupakan tanaman obat yang memiliki kandungan minyak
atsiri dan bersifat antibakteri (Hadi 1996). Selain itu bawang putih juga memiliki
beberapa manfaat untuk ternak, diantaranya adalah mengandung minyak atsiri

2
yang merupakan bahan dasar pengobatan alami dan juga sebagai antioksidan yang
dapat meningkatkan efisiensi konsumsi pakan ternak dan menurunkan radikal
bebas sehingga meningkatkan kualitas susu. Metilallil trisulfida pada bawang
putih, mencegah pengentalan darah (antikoagulan) yang dapat menyumbat
pembuluh darah ke jantung dan otak, bawang putih mengandung senyawa
Gurwithrays yaitu sinar atau radiasi mitogenetik ini dapat merangsang
pertumbuhan sel tubuh dan mempunyai daya peremajaan (rejuvenating effect)
pada semua fungsi tubuh (Santoso 1991).
Beberapa penelitian menghasilkan efek positif pemberian bawang putih
terhadap berbagai hewan. Contohnya pemberian ekstrak bawang putih dapat
berpengaruh positif terhadap ambing tikus putih yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri S.agalactie, S.aureus, dan E.coli sebagai bakteri penyebab
penyakit mastitis pada dosis 5, 10, 15, 20 dan 25 g (Safithri 2004). Pada penelitian
Lastari (1998) beberapa jenis ekstrak bawang putih berpengaruh terhadap
peningkatan aktifitas sitolitik sel limfosit dan dapat menghambat pertumbuhan sel
kanker. Menurut Zhu et al. (2012) minyak bawang putih merubah profil fatty acid
(FA) susu dan tidak berpengaruh terhadap ekspresi gen terkait mammary
lipogenesis. Sampai saat ini belum banyak informasi terkait efek senyawasenyawa aktif pada bawang putih sebagai anti bakteri terhadap gambaran sel darah
putih dan senyawa yang merangsang pertumbuhan sel terhadap perkembangan
ambing. Pengalaman di lapangan pada peternakan Bangun Karso Farm pemberian
2 siung bawang putih pada kambing Peranakan Etawah (PE) dapat meningkatkan
produksi susu hingga 3.5 liter ekor-1 hari-1.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek pemberian bawang putih
pada pakan kambing Peranakan Etawah (PE) dara terhadap profil hematologi dan
performa ambing.

METODE PENELITIAN
Bahan
Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah kambing Peranakan
Etawah (PE) dara umur 3 sampai 4 bulan sebanyak 10 ekor yang dikandangkan
dalam kandang kelompok. Kambing Peranakan Etawah (PE) dara yang digunakan
diikuti perkembangannya dan pengkuran parameternya mulai sebelum
dikawinkan. Bahan pakan yang akan digunakan adalah mix grass dan konsentrat
yang terdiri dari lactofeed, onggok, pollard dan bawang putih sebanyak 2 siung
atau di konsentrat sebesar 0.15% sebagai pakan aditif. Bahan kimia yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu alkohol 70%, HCl 0.1 N, aquadestilata, zat
warna Giemsa, larutan Turk, dan Hayem.

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kandang yang
dilengkapi tempat pakan dan minum, timbangan kapasitas 5 kg dan 150 kg,

3
tabung EDTA, haemometer, tabung hematokrit, microsentrifuge, hematocrit
reader, pipet eritrosit, pipet leukosit, mikroskop, dan counting chamber.

Lokasi dan Waktu
Penelitian dimulai dari bulan Juli 2013 hingga November 2013. Penelitian
dilaksanakan di Kandang A dan Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja,
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Prosedur Penelitian
Pembuatan Ransum
Bahan pakan penyusun ransum adalah lactofeed, onggok, pollard, mix grass,
dan bawang putih. Penelitian ini menggunakan dua macam perlakuan. Formula
ransum setiap perlakuan dalam penelitian ini adalah terdiri dari:
R0: mix grass 50% + lactofeed 38% + onggok 11% + pollard 1%
R1: R0 + bawang putih ± 2 siung atau ± 62.5 g segar ∞ 0.15% dalam konsentrat
Tabel 1 Komposisi ransum penelitian
Bahan pakan
Mix Grass
Konsentrat

Segar (%)

BK (%)

50
50

16
84

Tabel 2 Komposisi mix grass dan konsentrat serta ransum berdasarkan % BK
Mix Grass
Konsentrat
Komposisi Nutrien
Ransum (100%)
(16%)
(84%)
Bahan Kering (%)
17.33
91.84
79.90
Protein Kasar (%)
6.38
11.09
10.34
Lemak Kasar (%)
1.36
4.37
3.89
Serat Kasar (%)
25.60
17.99
19.21
Sumber: Hasil analisa Laboratorium ITP FAPET IPB (2013).

Konsumsi Pakan
Jumlah konsumsi pakan dihitung dengan cara mengurangi jumlah pakan
yang diberikan dengan sisa pakan.
Konsumsi pakan (g) = pemberian (g) – sisa (g)
Konsumsi BK = konsumsi pakan (g) x % BK pakan
BK: Bahan Kering
Konsumsi Bahan Kering dan Nutrien (Protein Kasar, Lemak Kasar, Serat
Kasar)
Konsumsi nutrien dihitung dengan cara konsumsi BK dikali dengan kadar
masing-masing nutrien. Konsumsi bawang putih selalu habis terkonsumsi.

4
Pertambahan Bobot Badan
Penimbangan bobot badan kambing dilakukan pada awal penelitian dan
diakhir penelitian dengan menggunakan timbangan kapasitas 5kg dan 150kg.
PBB/hari = (BB akhir – BB awal) / lama pemeliharaan (g ekor-1 hari-1).
Pengambilan Sampel Darah
Darah diambil dari vena jugularis sebanyak 3 ml diawal dan diakhir
penelitian dengan menggunakan syring dan spoit steril lalu dimasukkan ke dalam
tabung EDTA, selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk disentrifuge dan
dianalisis.
Penghitungan Jumlah Eritrosit dan Leukosit
Penghitungan jumlah eritrosit dan leukosit dengan menggunakan metode
menurut Sastradipradja dan Hartini (1989). Sampel darah dihisap dengan
menggunakan pipet eritrosit untuk butir darah merah dan pipet leukosit untuk
butir darah putih hingga tanda tera 0.5 dengan aspirator, lalu larutan pengencer
Hayem dihisap hingga tanda 101 untuk eritrosit dan larutan pengencer Turk
hingga tanda 11 untuk leukosit. Campuran darah dihomogenkan, setelah homogen
diteteskan kedalam counting chamber yang sudah ditutup dengan cover glass dan
dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 45 x 10.

Gambar 1 Kamar hitung counting chamber (dilihat di bawah mikoskop), R untuk
eritrosit dan W untuk leukosit.
Eritrosit dihitung dalam counting chamber, digunakan kotak yang berjumlah
25 buah dengan mengambil satu kotak pojok kanan atas, pojok kiri atas, di tengah,
pojok kanan bawah, pojok kiri bawah seperti pada Gambar 1. Jumlah eritrosit
yang dihitung dibawah mikroskop dikalikan 104. Leukosit dihitung dalam
counting chamber yang berjumlah 16 kotak kecil, digunakan 4 kotak pada pojok
kanan atas, pojok kiri atas, pojok kanan bawah dan pojok kiri bawah seperti pada
Gambar 1 Jumlah leukosit yang dihitung dibawah mikroskop dikalikan 50.
Kadar Hemoglobin (Metode Sahli)
Penentuan kadar hemoglobin dengan menggunakan metode menurut
Sastradipradja dan Hartini (1989). Larutan HCl 0.1 N dimasukkan dalam tabung
sahli sampai tanda angka 10 pada garis batas bawah, kemudian sampel darah
dihisap menggunakan pipet sahli hingga mencapai tanda tera atas (0.02 ml).

5
Sampel darah segera dimasukkan kedalam tabung lalu diaduk rata dan ditunggu
selama 3 menit hingga berubah menjadi warna cokelat, setelah itu larutan
ditambah dengan aquades, dan diteteskan sedikit demi sedikit hingga warna
larutan sama dengan warna standar haemometer. Nilai hemoglobin dilihat di
kolom gram % yang tertera pada tabung hemoglobin.
Nilai Hematokrit
Penentuan hematokrit dilakukan dengan cara pipet mikrohematokrit diisi
dengan darah yang mengandung antikoagulan sebanyak 4/5 bagian pipet dan
ujung tabung ditutup dengan sumbat berupa lilin. Pipet diputar menggunakan
centrifuge dengan kecepatan 10 000 rpm selama 5 menit, kemudian terbentuk
lapisan eritrosit, buffy coat, dan plasma, nilai hematokrit (%) dibaca dengan
microhematocrit reader.
Deferensiasi Leukosit
Perhitungan deferensiasi dengan membaca preparat ulas di bawah
mikroskop dengan pembesaran 100 x 10. Preparat ulas di buat dengan gelas objek
sebanyak 2 buah. Darah domba diteteskan pada gelas objek pertama dengan posisi
mendatar. Gelas objek kedua ditempatkan pada bagian yang berlawanan dengan
letak tetes darah membentuk sudut 30°, lalu digeserkan sehingga darah menyebar
sepanjang garis kontak antara kedua gelas objek. Ulasan darah tersebut
dikeringkan di udara kemudian difiksasi dalam larutan methanol selama 5 menit
lalu dimasukkan dalam pewarna Giemsa selama 30 menit. Preparat dibilas dengan
air mengalir kemudian dikeringkan di udara.
Leukosit dibagi menjadi dua, yaitu leukosit granulosit dan leukosit
agranulosit. Leukosit granulosit yang mempunyai granula di sitoplasmanya terdiri
atas basofil, eosinofil, dan netrofil, sedangkan leukosit agranulosit tidak memiliki
granula disitoplasmanya terdiri atas limfosit dan monosit. Persentase masingmasing leukosit diperoleh dari jumlah masing-masing leukosit dibagi jumlah
keseluruhan deferensiasi leukosit.
Performa Ambing
Pengukuran performa ambing dilakukan dengan mengukur ambing dan
puting. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita ukur. Bagian ambing
dan puting yang diukur selama penelitian adalah panjang ambing, lebar ambing,
lingkar ambing, jarak antara puting, jarak antara puting dengan tanah, panjang
puting, lebar puting dan lingkar puting (Akporhuarho et al. 2010). Pada penelitian
ini bagian ambing (Gambar 2) dan puting (Gambar 3) yang diukur adalah panjang
ambing dari A-B, lingkar ambing dari E−E, tinggi ambing dari C−D, panjang
putting dari C−B dan lingkar putting dari A−A.

Gambar 2 Pengukuran organ ambing

6

Gambar 3 Pengukuran organ puting
Volume Ambing
Pengukuran volume ambing dilakukan berdasarkan hukum Archimedes
yaitu volume benda yang tak beraturan bentuknya memiliki besar sebanding
dengan volume air yang ditumpahkan. Cara mengukurnya yaitu tempat yang terisi
air penuh lalu ambing dimasukkan ke dalam tempat tersebut, kemudian air yang
tumpah ditampung untuk diukur volumenya dengan gelas ukur. Volume air yang
tumpah sama dengan volume ambing (Akporhuarho et al. 2010).
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati yaitu konsumsi bahan kering dan nutrien, dan
hematologi darah yang terdiri dari hemoglobin, hematokrit, jumlah benda darah
merah (eritrosit), jumlah benda darah putih (leukosit), deferensiasi leukosit,
performa ambing, dan volume ambing.
Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan Uji T. Rumus yang
digunakan untuk mencari nilai t dalam uji-t adalah:
atau apabila µd = 0 maka
Dimana derajat bebasnya (df) = n-1
D = selisih diantara masing-masing individu/objek yang berpasangan
µd = nilai rata-rata perbedaan d populasi dari keseluruhan pasangan data, bisanya
0
đ = nilai rata-rata dari d
sd = nilai standar deviasi dari d
n = banyaknya pasangan data

HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Bahan Kering (BK) dan Nutrien
Konsumsi bahan kering berpengaruh langsung terhadap konsumsi nutrien
ternak. Pada penelitian ini pemberian kosentrat dan hijauan dipisah, konsentrat
pada pagi hari pukul 07.00 WIB dan hijauan pada siang hari pukul 13.30 WIB.
Konsumsi bahan kering pada kambing kontrol (R0) adalah 527.9 g ekor-1 hari-1

7
atau 2.48% dari BB dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) adalah 527.4
g ekor-1 hari-1 atau 2.18% dari BB.Kebutuhan bahan kering sudah terpenuhi,
karena menurut NRC (1981) kebutuhan bahan kering kambing tumbuh 480 g
ekor-1 hari-1.
Tabel 3 Konsumsi nutrien dan bobot badan kambing PE dara
R0
R1
Konsumsi BK (g ekor-1 hari-1)
528.0±5.80
527.5±4.80
Konsumsi PK (g ekor-1 hari-1)
84.4±0.77
84.4±0.61
Konsumsi LK (g ekor-1 hari-1)
27.7±0.28
27.7±0.23
-1
-1
Konsumsi SK (g ekor hari )
210.4±1.64
210.3±1.33
PBBH (g ekor-1 hari-1)
55.2±8.59
51.7±8.64
R0: tanpa bawang putih, R1: penambahan 0.15% bawang putih, BK : bahan kering, PK : protein
kasar, LK : lemak kasar, SK : serat kasar, PBBH: pertambahan bobot badan harian

Konsumsi protein kasar pada kambing kontrol (R0) adalah 84.4 g ekor-1
hari-1 dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) adalah 84.4 g ekor-1 hari-1.
Kebutuhan protein kasar kambing menurut NRC (2006) adalah 120 sampai 130 g
ekor-1 hari-1.
Konsumsi serat kasar pada kambing kontrol (R0) adalah 210.4 g ekor-1 hari-1
dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) adalah 210.3 g ekor-1 hari-1. Hasil
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Widaningsih
(2012) pada kambing Peranakan Etawah (PE) yang berkisar antara 100.20 sampai
111.37 g ekor-1 hari-1. Konsumsi lemak kasar pada kambing kontrol (R0) adalah
27.7 g ekor-1 hari-1 dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) adalah 27.7 g
ekor-1 hari-1. Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian
Widaningsih (2012) pada kambing Peranakan Etawah (PE) yang berkisar antara
18.64 sampai 20.78 g ekor-1 hari-1.
Selama penelitian pemberian bawang putih dengan dosis 0.15% dikonsumsi
habis oleh kambing. Hal ini menunjukan pemberian bawang putih dalam ransum
tidak mempengaruhi nafsu makan kambing. Dalam penelitian ini konsumsi bahan
kering bawang putih sebesar 3.60 g ekor-1 hari-1.

Pertambahan Bobot Badan Harian
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu cerminan kualitas pakan
yang diberikan kepada ternak. Pada ternak muda pertambahan bobot badan
merupakan salah satu tujuan penting yang ingin dicapai. Kelebihan makanan yang
berasal dari kebutuhan hidup pokok akan digunakan untuk meningkatkan bobot
badan.
Pertambahan bobot badan harian kambing menunjukkan hasil tidak berbeda
nyata, pada perlakuan kontrol (R0) pertambahan bobot badan harian kambing
sebesar 55.21±8.59 g ekor-1 hari-1 sedangkan untuk kambing dengan perlakuan
bawang putih (R1) sebesar 51.67±8.64 g ekor-1 hari-1. Pertambahan bobot badan
secara keseluruhan sudah ideal, hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2003)
bahwa pertambahan bobot badan ideal kambing berkisar antara 40 g ekor-1 hari-1

8
sampai 50 g ekor-1 hari-1. Menurut NRC (1985) bahwa kambing pada berat badan
20 kg pertambahan bobot badan minimal 50 g ekor-1 hari-1.

Hematologi
Hasil pada penelitian ini menunjukan bahwa penambahan pakan aditif
bawang putih sebanyak 0.15% pada ransum tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap gambaran darah yang dihasilkan. Gambaran darah yang diamati meliputi
hematokrit, kadar hemoglobin, eritrosit, leukosit dan diferensiasi leukosit.
Tabel 4 Hematokrit, hemoglobin, eritrosit, leukosit, diferensiasi leukosit
(monosit, limfosit, basofil, eosinofil, neutrofil)
Awal
Akhir
Peubah
R0
R1
R0
R1
Hematokrit (%)
30.25 ± 2.95
34.0 ± 3.60
Hemoglobin (g%)
8.55 ± 0.79
8.8 ± 0.67
6
Eritrosit (10 )
10.88 ± 2.93 13.50 ± 1.89
10.28 ± 2.35 11.98 ± 3.75
Leukosit (103)
14.41 ± 4.10 13.36 ± 1.47
15.15 ± 1.62 11.39 ± 3.64
Limfosit (%)
47.6 ± 11.41 46.2 ± 11.84 54.75 ± 5.07
55.4 ± 6.39
Monosit (%)
1.6 ± 1.14
1.6 ± 1.14
2.8 ± 1.78
2.4 ± 1.14
Neutrofil (%)
48.4 ± 10.33 54.0 ± 9.30
39.0 ± 7.35
41.0 ± 5.15
Eosinofil (%)
2.0 ± 1.58
2.0 ± 1.22
2.6 ± 2.19
3.4 ± 2.41
Basofil (%)
Tt
Tt
tt
tt
R0: tanpa bawang putih, R1: penambahan 0.15% bawang putih, tt : tidak terukur
Hematokrit
Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam 100 ml darah.
Berdasarkan hasil penelitian, kadar hematokrit kambing perlakuan bawang putih
(R1) lebih tinggi dari kambing kontrol (R0). Hal ini sejalan dengan data
hemoglobin dan eritrosit. Pada hewan normal, hematokrit sebanding dengan
jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin (Widjajakusuma dan Sikar 1986). Pada
kambing kontrol (R0) memiliki kadar hematokrit 30.25%, sedangkan kambing
perlakuan bawang putih (R1) memiliki kadar hematokrit 34%. Jain (1993)
menyatakan bahwa kisaran nilai hematokrit pada kambing berkisar antara 22%
sampai 38%. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh waktu pengambilan sampel,
tempat pengambilan dan kondisi hewan pada waktu pengambilan darah.
Hemoglobin
Hemoglobin berada di dalam sel darah merah yang berfungsi membawa
oksigen ke jaringan dan mengeksekresikan CO2 dari jaringan (Cunningham 2002).
Meningkatnya kadar hemoglobin menyebabkan kemampuan membawa oksigen
ke dalam jaringan lebih baik dan ekskresi CO2 lebih efisien sehingga keadaan dan
fungsi sel akan lebih baik (Cunningham 2002). Kadar hemoglobin dalam darah
pada umumnya berbanding lurus dengan hematokrit dan jumlah eritrosit. Hasil
penelitian ini memperlihatkan kadar hemoglobin pada kambing kontrol (R0) 8.55
g% dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) 8.8 g%. Nilai tersebut tidak
berbeda dibandingkan dengan penelitian Desiwanti (2006) yang menyatakan

9
bahwa kadar hemoglobin pada kambing Peranakan Etawah (PE) 7.5 g% sampai
8.5 g%.
Eritrosit
Benda darah merah yang dihitung dalam jumlah eritrosit per 1 mm3 darah.
Hasil penelitian memperlihatkan rata-rata jumlah eritrosit pada kelompok yang
diberi pakan aditif bawang putih (R1) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
yang tidak diberi bawang putih (R0). Pada pengambilan darah diawal penelitian,
jumlah eritrosit kambing kontrol (R0) 10.88x106 dan pada kambing perlakuan
bawang putih (R1) 13.50x106. Pada pengambilan darah diakhir penelitian, jumlah
eritrosit kambing kontrol (R0) 10.28x106 dan pada kambing perlakuan bawang
putih (R1) 11.98x106. Jain (1993) menyatakan jumlah benda darah merah pada
kambing berkisar antara 8x106 sampai 18x106. Peningkatan atau penurunan
jumlah benda darah merah dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah
ras, aktifitas, dan ketinggian tempat (Schalm dan Carroll 1975).
Leukosit
Benda darah putih yang dihitung dalam jumlah leukosit per 1 mm3 darah.
Jumlah leukosit dapat dijadikan tolak ukur terhadap kondisi kesehatan ternak.
Peningkatan jumlah leukosit biasanya terjadi ketika ternak diserang oleh penyakit.
Hal ini karena fungsi leukosit sendiri untuk kekebalan tubuh. Pada pengambilan
darah diawal penelitian, jumlah leukosit kambing kontrol (R0) berkisar antara
14.41x103 dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) 13.36x103. Pada
pengambilan darah diakhir penelitian, jumlah leukosit kambing kontrol (R0)
15.15x103 dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) 11.39x103. Jumlah
leukosit pada kambing berkisar antara 7x103 sampai 12x103 (Smith dan
Mangkuwidjojo 1998).

Diferensiasi Leukosit
Diferensiasi leukosit terdiri dari limfosit, neutrofil, monosit, eosinofil dan
basofil. Basofil, eosinofil dan neutrofil merupakan leukosit granulosit yang
mempunyai granula di sitoplasmanya, sedangkan limfosit dan monosit merupakan
leukosit agranulosit yang tidak memiliki granula di sitoplasmanya (Tizard 1988;
Guyton dan Hall 1997). Hasil penelitian didapatkan bahwa penambahan pakan
aditif bawang putih (Allium sativum) pada ransum tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap diferensiasi leukosit.
Limfosit
Limfosit berperan dalam sistem kekebalan tubuh (Guyton 1993). Persentase
limfosit kambing kontrol (R0) pada pengambilan darah diawal penelitian 47.6%
dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) 46.2%. Pada pengambilan darah
diakhir penelitian, persentase limfosit pada kambing kontrol (R0) berkisar antara
54.75% dan 55.4% pada kambing perlakuan bawang putih (R1). Jumlah limfosit
pada kambing 56% (Soeharsono 2010).

10
Monosit
Monosit mempunyai fungsi dalam sistem imun yaitu merespon adanya
tanda-tanda inflamasi dengan cara bergerak cepat (kira - kira 8 sampai 12 jam) ke
tempat yang terinfeksi, mengirim makrofag dan sel dendrit untuk merespon imun,
membentuk protein dari suatu komplemen dan untuk mengeluarkan substansi
yang mempengaruhi terjadinya proses peradangan kronik (Swenson dan Reece
1993). Hasil penelitian didapatkan kambing dengan perlakuan R0 dan R1 pada
pengambilan darah diawal penelitian memiliki rata-rata persentase monosit dalam
jumlah normal yaitu 1.6%. Pada pengambilan darah diakhir penelitian rata-rata
persentase monosit juga masih dalam jumlah normal yaitu 2.8% (R0) dan 2.4%
(R1). Jumlah monosit pada kambing 2.5% (Soeharsono 2010).
Neutrofil
Neutrofil berperan sebagai garis pertama dalam melawan mikroorganisme
asing khususnya infeksi bakteri (Meyer et al. 1992). Neutrofil dalam sirkulasi
darah merupakan sel - sel matang yang dapat menyerang dan menghancurkan
bakteri dan virus (Guyton 1997). Hasil penelitian didapatkan kambing dengan
perlakuan R0 dan R1 pada pengambilan darah diawal penelitian memiliki rata-rata
persentase neutrofil dalam jumlah normal yaitu 48.4% dan 54%. Pada
pengambilan darah diakhir penelitian rata-rata persentase neutrofil juga masih
dalam jumlah normal yaitu 39% (R0) dan 41% (R1). Jumlah neutrofil pada
kambing 36% (Soeharsono 2010).
Eosinofil
Peningkatan jumlah eosinofil dapat terjadi bila tubuh mengalami infeksi,
misalnya cacingan (Guyton 1997). Hasil penelitian didapatkan kambing dengan
perlakuan R0 dan R1 pada pengambilan darah diawal penelitian memiliki rata-rata
persentase eosinofil dalam jumlah normal yaitu 2%. Pada pengambilan darah
diakhir penelitian rata-rata persentase eosinofil juga masih dalam jumlah normal
yaitu 2.6% (R0) dan 3.4% (R1). Pada hewan jumlah eosinofil berkisar antara 1%
sampai 4% atau kurang dari 5% dari total leukosit. Jumlah eosinofil pada kambing
5% (Soeharsono 2010).
Basofil
Basofil merupakan leukosit granulosit dengan jumlah yang paling sedikit
0.5% sampai 1.5% dari total leukosit. Granula basofil mengandung heparin,
histamin, asam hialunat, kondroitin sulfat, serotonin dan beberapa faktor
kemotaktik. Heparin berfungsi untuk mencegah pembekuan darah dan histamin
berfungsi untuk menarik oesinofil untuk mengaktifkan heparin (Lubis 1993). Pada
penelitian ini basofil tidak terdeteksi, hal ini disebabkan hanya dilakukan
perhitungan jumlah benda darah sebanyak 100 butir, dan masih belum ditemukan
basofil. Jumlah basofil pada kambing 0.5% (Soeharsono 2010).

Performa Ambing
Hasil uji T pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian pakan aditif
bawang putih (Allium sativum) sebanyak 0.15% tidak berbeda nyata terhadap

11
parameter performa ambing yang diukur. Hal ini dikarenakan pertumbuhan
kelenjar ambing pada fase pertumbuhan (dara) masih belum maksimum
dibandingkan pada fase laktasi.
Tabel 5 Performa ambing kambing Peranakan Etawah (PE) dara
Awal
Akhir
Peubah
R0
R1
R0
R1
LA (cm)
10.80±0.53
11.71±0.94
10.94±0.52
11.81±0.93
PJA (cm)
6.90±0.64
7.32±1.29
6.95±0.63
7.44±1.31
TA (cm)
1.61±0.30
1.80±0.39
1.73±0.34
1.89±0.34
LP (cm)
7.11±0.31
7.14±0.53
7.30±0.35
7.43±0.50
PJP (cm)
5.91±0.51
6.02±0.54
6.09±0.48
6.19±0.57
VA (ml)
64.67±2.40
68.14±3.95
R0: tanpa bawang putih, R1: penambahan 0.15% bawang putih, LA: lingkar ambing, PJA: panjang
ambing, TA: tinggi ambing, LP: lingkar puting, PJP: panjang puting, VA: Volume ambing

Menurut Wahab dan Anderson (1989) pertumbuhan dan perkembangan
kelenjar ambing yang paling pesat terjadi pada saat kebuntingan. Kondisi ini
terjadi akibat pengaruh interaksi kerja hormon-hormon kebuntingan diantaranya
progesteron, estradiol dan hormon mammogenik lainnya (Manalu et al. 1998;
Tucker 1987; Adriani et al. 2003). Peningkatan ketiga hormon tersebut
bertanggung jawab atas pengendalian pertumbuhan dan perkembangan kelenjar
ambing (Turner dan Bagnara 1976) di samping hormon-hormon lainnya. Hal ini
sejalan dengan penelitian Krismanto (2011) pada kambing Peranakan Etawah
(PE) laktasi yang menunjukkan rata - rata nilai pada lingkar ambing 20.53 cm,
panjang puting 17.86 cm, lingkar puting 15.20 cm dan volume puting 330.26 ml.

Volume Ambing
Hasil uji T menunjukkan bahwa pemberian pakan aditif bawang putih
(Allium sativum) tidak berbeda nyata terhadap volume ambing. Pada perlakuan
kontrol (R0) volume ambing kambing sebesar 64.67±2.4 ml sedangkan untuk
kambing dengan perlakuan bawang putih (R1) sebesar 68.14±3.95 ml. Hasil ini
berkolerasi dengan data performa ambing. Menurut Taofik dan Depison (2008)
produksi susu ditentukan sebesar 43.6% oleh volume ambing. Volume ambing
kambing Peranakan Etawah (PE) akan semakin besar seiring dengan
bertambahnya periode laktasi, umur dan kesehatan (Prabowo 2005). Hal tersebut
sesuai dengan penelitian Krismanto (2011) bahwa volume ambing pada kambing
Peranakan Etawah (PE) laktasi 1036.03 ml.

12

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan bawang putih (Allium sativum) dosis 0.15% dalam ransum
selama 4 bulan belum berpengaruh terhadap konsumsi nutrien dan performa
ambing kambing Peranakan Etawah (PE) dara. Profil hematologi pada status yang
normal sesuai dengan kondisi kambing sehat.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut hingga hewan memasuki masa laktasi
dan dosis bawang putih yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Sudono A, Sutardi T, Manalu W, Sutama IK. 2007. Prenatal growth in
uterus of does by superovulation. HAYATI J Biosci. 14(2): 44-48.
Akporhuarho PO, Orheruata JA, Otoikhian CSO, Igene FU. 2010. Evaluation of
udder size and milk yield of White Bornu (WB) goats reared under onfield research environment. Natur In Ap Scien J. 11(1): 2-4.
Atabany A. 2001. Studi kasus produktivitas kambing Peranakan Etawah dan
kambing Saanen pada peternakan Barokah dan PT Taurus Dairy Farm.
[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Balitnak] Balai Penelitian Ternak. 2004. Kambing Peranakan Etawah: Kambing
Perah Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Deptan. [Terhubung Berkala].
http://www.peternakan.litbang.deptan.go.id [20 Januari 2014]
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Populasi Ternak. Jakarta (ID): Badan
Pusat Statistik.
Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. 3rd Ed. Philadelphia
(US): WB Saunders Company.
Desiwanti HH. 2006. Profil sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai
hematokrit selama periode kebuntingan dan partus pada kambing
peranakan etawah yang diberi suplementasi seng (Zn). [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Devendra C, Bums M. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Bandung (ID):
Institut Teknologi Bandung.
Gall C. 1981. Goat Production. London (GB): Academic Pr.
Guyton AC. 1993. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-7. Tengadi KA,
penerjemah. Jakarta (ID): EGC.
Guyton AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Setiawan I,
penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran ECG. Terjemahan
dari: Text Book of Medical physiology.
Hadi S. 1996. Khasiat Fitofarmaka pada Hepatitis. Simposium Hepatitis Dalam
Rangka Hut Ke 50 Fakultas Kedokteran UGM, Yokyakarta (ID).

13
Jain NO. 1993. Essential of Verterinary Hematology. Philadelphia (US): Lea and
Febiger.
Krismanto Y. 2011. Hubungan ukuran-ukuran tubuh ternak kambing Peranakan
Etawah betina terhadap produksi susu. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Lastari DS. 1998.Mempelajari pengaruh komponen bioaktif bawang putih
terhadap aktifitas sitolitik sel limfosit manusia secara in vitro. [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lubis S. 1993. Diferensiasi leukosit pada infeksi Eimeria tenela dengan sediaan
ulas darah tipis. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Manalu W, Sumaryadi MY, Sudjatmogo, Satyaningtijas AS. 1998. Effect of
superovulation on maternal serum progesterone concentration, uterine and
fetal weights at weeks 7 and 15 of pregnancy in Javanese Thin-Tail ewes.
Small Rumin Res 30:171-176.
Meyer DJ, Coles EH, Rich LJ. 1992. Veterinary Laboratory Interpretation and
Diagnosis. Philadelphia (US): WB Saunders Company.
Mukhtar A. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah. Surakarta (ID): Univ Negeri
Sebelas Maret.
[NRC] National Research Council. 1981. Nutrient Requirement of Goats.
Washington DC (US): National Academy Pr.
[NRC] National Research Council. 1985. Nutrient Requirment of Goats.
Washington DC (US): National Academi Pr.
[NRC] National Research Council. 2006. Nutrient Requirment of Goats.
Washington DC (US): National Academi Pr.
Phalepi MA. 2004. Performa kambing Peranakan Etawah (studi kasus di
peternakan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya Citarasa).
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Prabowo I. 2005. Kajian ukuran-ukuran bagian ambing dan produksi susu
kambing Peranakan Etawa [skripsi]. Bandung (ID): Univ Padjajaran.
Safithri M. 2004. Aktivitas antibakteri bawang putih (Allium sativum) terhadap
bakteri mastitis subklinis secara in vitro dan in vivo pada ambing tikus
putih (Rattus novergicus). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Santoso, H.B. 1991. Bawang Putih. Jogjakarta (ID): Kanisius.
Sarwono B. 2003. Beternak Kambing Unggul. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sastradipradja D, Hartini S. 1989. Fisiologi Veteriner. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Schalm OW, Carroll EJ. 1975. Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea and
Febiger.
Smith JB, Mangkuwidjodjo S. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Percobaan di daerah Tropis. Ed ke-1. Jakarta (ID): UI Pr.
Soeharsono. 2010. Fisiologi Ternak. Bandung (ID): Widya Padjadjaran.
Soetomo S. 1987. Bertanam Bawang. Jakarta (ID): BP Karya Seni.
Swenson MJ, Reece WO. 1993. Duke’s Physiology of Domestic Animal. 7th ed.
London (GB): Cornell Univ Pr
Taofik A, Depison. 2008. Hubungan antara lingkar perut dan volume ambing
dengan kemampuan produksi susu kambing Peranakan Ettawa. JIIP.
11(2). 59-74.

14
Tizard I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. (Edisi. S. Hasdjosworo).
Surabaya (ID): Airlangga Univ Pr.
Tucker HA. 1987. Quantitative estimate of mammary growth during various
physiological. J Dairy Sci. 9(70): 1958–1966.
Turner CD, Bagnara JT. 1976. General Endocrinology. Ed ke-6. Philadelphia.
London. Toronto. Saunders company.
Wahab IM, Anderson RR. 1989. Physiologic role of relaxin on mammary gland
growth in rats. Proc Soc Exp Biol Med 192: 285-289.
Widaningsih E. 2012. Performa kambing Peranakan Etawah muda dan
produktivitas induk laktasi dengan sistem pemberian pakan yang berbeda
di lahan pasca galian pasir. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Widjajakusuma R, Sikar H. 1986. Fisiologi Hewan Laboratorium, Fisiologi dan
Farmakologi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Zhu Z, Hang S, Zhu H, Zhong S, Mao S, Zhu W. 2010. Effects of garlic oil on
milk fatty acid profile and lipogenesis-related gene expression in
mammary gland of dairy goats. J Sci Food Agric. 93(3): 560-567.

15
Lampiran 1 Hasil uji T-test benda darah putih awal penelitian
N
Rataan
SD
Sig.
R0
5
14.41
4.11
R1
5
13.36
1.47
0.67
D
5
1.05
5.12
Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P