Pengaruh Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Kadar Kolesterol Mencit (Mus Musculus L. Strain DDW) yang Diinduksi Alloxan

(1)

PENGARUH EKSTRAK BAWANG PUTIH (ALLIUM

SATIVUM) TERHADAP KADAR KOLESTEROL

MENCIT (MUS MUSCULUS L.STRAIN DDW) YANG

DIINDUKSI ALLOXAN

Oleh:

SITI NABILAH BORHAN

080100316

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PENGARUH EKSTRAK BAWANG PUTIH (ALLIUM

SATIVUM) TERHADAP KADAR KOLESTEROL

MENCIT (MUS MUSCULUS L.STRAIN DDW) YANG

DIINDUKSI ALLOXAN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

SITI NABILAH BORHAN

080100316

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

LEMBAR PENGESAHAN 2011

Pengaruh Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Kadar Kolesterol Mencit (Mus Musculus L. Strain DDW) yang Diinduksi Alloxan.

NAMA : SITI NABILAH BORHAN NIM : 080100316

Pembimbing

(dr Tri Widyawati, MSi)

Penguji I

(dr Isti Ilmiati Fujiati, MSc. CM-FM)

Penguji II

(dr T. Ibnu Alferalli, Sp PA)

Mengetahui:

Universitas Sumatera Utara Fakultas Kedokteran

Dekan

Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD, KGEH NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Latar Belakang: Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik berupa perubahan homeostasis glukosa yang menyebabkan kadar glukosa darah (KGD) di atas normal. Diabetes Mellitus menyebabkan pelbagai komplikasi metabolik diantaranya ialah hiperlipidemia. Maka untuk penatalaksanaan bukan untuk keadaan hiperglikemia harus juga meliputi keadaan hiperlipidemia.Salah satu obat herba alternatif yang diyakini memiliki khasiat hipoglikemik adalah bawang putih (Allium sativum).

Tujuan: Mengkaji pengaruh pemberian ekstrak bawang putih terhadap kadar kolesterol mencit yang diinduksi Alloxan.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian jenis analitik eksperimental laboratorik yang menggunakan Randomized Pre dan Post Test Control Group Design yang dijalankan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Sampel adalah sebanyak 15 ekor mencit (Mus Musculus L. Strain Double Ditch Webster (DDW) jantandan dibahagi menjadi tiga kelompok melalui randomisasi sederhana, yaitu kontrol negatif (K1) mencit normal yang diberi placebo , kontrol positif (K2) mencit diabetic diberi placebo dan perlakuan (P) mencit diabetik diberi bawang putih dengan dosis 350 mg/kgBB. Kesemua mencit dilakukan adaptasi dan diberi diet standard dan perlakuan dilakukan selama 10 hari.Pengukuran kadar kolesterol darah mencit dilakukan pada pre test dan post test dengan menggunakan kaedah strip test untuk melihat ada atau tidak pengaruh yang signifikan dari ekstrak bawang putih (Allium sativum).

Hasil: Pada kelompok perlakuan dengan ekstrak bawang putih menunjukkan terdapat perbedaan rerata KGD mencit sebelum dan sesudah diberi perlakuan yaitu dari 139.20 ± 29.389 mg/dl menjadi 153.20 ± 37.891mg/dl dengan peningkatan tidak bermakna p> 0.05 yaitu p= 0.492. Berdasarkan analisis uji One Way Anova dijumpai tidak ada perbedaan signifikan p= 0.348 (p<0.05).

Kesimpulan: Tidak ada pengaruh dari bawang putih (Allium Sativum) dengan dosis 350 mg/kgBB terhadap kadar kolesterol mencit diabetik yang diinduksi Alloksan.


(5)

ABSTRACT

Background: Diabetes Mellitus is a metabolic disease that causes changes in glucose homeostasis above normal. Diabetes causes various metabolic complication such as hyperlipidemia. So for the management is not for hyperglycemia but also for hyperlipidemia. One alternative by herbal remedy for treating diabetes is garlic (Allium Sativum.)

Aim of Study:This study is about the effect of garlic (Allium Sativum) on cholesterol levels in Alloxan-induced diabetic mice.

Metode: The design of this study was the analytical type that uses randomized experimental Pre and Post Test Control Group Design that held in Laboratory of Pharmacology, Faculty of Pharmacy, Universitas Sumatera Utara. The samples were fifteen male mice divided into three groups, K1 which is normal mice given standard diet and placebo, K2 which is diabetic mice given the placebo and P diabetic mice given garlic (Allium Sativum) 350mg/kgBW. All mice used in experiment were adapted with standard diet and were given treatment for 10 days. The blood cholesterol was measured using strip test with pre and post test to study the significance of garlic extract on blood cholesterol.

Result: Based on paired t test analysis, the diabetic mice given garlic there was no significance increase p= 0.0492 (p>0.05)from 139.20 ± 29.38 mg/dl to 153.20 ± 37.891mg/dl. Based on the analysis One Way Anova between group was not significantly different p= 0.348 (p<0.05).

Conclusion: There was no significant effect of given garlic (Allium Sativum) 350 mg/kgBW towards blood cholesterol level in Alloxan-induced diabetic mice.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terhadap Allah SWT, yang tidak henti-hentinya memberikan kurnia-Nya sehingga penelitian ini telah selesai disusun tepat pada waktunya. Adapun judul Karya Tulis Ilmiah ini adalah “Pengaruh Pemberian Bawang Putih (Allium Sativum) Terhadap Kadar Kolesterol Mencit Diabetik yang Diinduksi Alloxan”. Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Saya menyadari bahwa keberhasilan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, khususnya dr Tri Widyawati, MSi selaku dosen pembimbing. Selain itu, saya juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga terutamanya kedua orang tua saya, Tuan Borhan Mustaffa dan Puan Rohaini Ab. Hashim serta rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan untuk penelitian ini.

Akhir kata, saya sadar bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, disebabkan berbagai keterbatasan yang saya miliki. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk dijadikan perbaikan di masa yang akan datang dan penulis juga mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Kepala Batas, 12 Disember 2011,


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1.1Latar Belakang... 1.2Rumusan Masalah... 1.3Tujuan Penelitian... 1.4Manfaat Penelitian...

1 1 3 4 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 2.1 Diabetes Mellitus... 2.1.1 Definisi... 2.1.2 Epidemiologi... 2.1.3 Klasifikasi... 2.1.4 Gejala klinis dan simptom... 2.1.5 Pemeriksaan Laboratorium... 2.1.6 Komplikasi... 2.1.7 Pengobatan... 2.2 Hiperlipidemia... 2.2.1 Definisi... 2.2.2 Etiologi... 2.2.3 Pemeriksaan laboratorium... 2.2.4 Hiperlipidemia dan Diabetes Mellitus... 2.2.5 Penatalaksanaan Hiperlipidemia... 2.3 Bawang Putih... 2.3.1 Pengenalan... 2.3.2 Gambaran... 2.3.3 Kandungan kimiawi dan sifat kimiawi... 2.3.4 Farmakologi... 5 5 5 7 9 11 13 16 18 18 20 21 22 23 24 24 27

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL.... 3.1 Kerangka Konsep Penelitian... 3.2 Variabel Penelitian...

32 32 32


(8)

3.3 Definisi Operasional... 3.4 Hipotesa...

33 34

4 METODE PENELITIAN... 4.1 Jenis Penelitian... 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 4.4 Teknik Pengumpulan Data... 4.5 Pengolahan dan Analisa Data...

35 35 35 37 44

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 5.1 Hasil Penelitian...

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel Populasi ... 5.1.3 Analisa Data... 5.1.3.1 Penilaian Kadar Kolesterol Mencit Sebelum dan

Selepas Diberi Perlakuan... 5.1.3.2 Penilaian Persentasi dan Rerata Kadar Kolesterol

Sebelum dan Selepas Diberi Perlakuan... 5.1.3.3 Hasil Uji Beda 2 Mean Dependan Pada Kelompok

Mencit... 5.1.3.4 Hasil Uji One Way Anova Pada Kelompok

Mencit... 5.2 Pembahasan... 45 45 45 45 46 46 47 48 50 51

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 6.1 Kesimpulan... 6.2 Saran...

54 54 54

DAFTAR PUSTAKA... 55


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Hiperlipidemia Primer... 18

2.2 Hiperlipidemia Sekunder... 19

2.3

2.4

2.5

2.6

2.7

3.3

5.1

5.2

Klasifikasi kolestrol LDL...

Klasifikasi kolestrol total...

Klasifikasi kolestrol HDL...

Klasifikasi trigliserida...

Kandungan zat gizi pada bawang putih (Allium sativum) dalam 100gr...

Definisi Operasional……….

Persentase Perubahan dan Deskriptif Rerata KGD Pada Tiap Kelompok Mencit Selama 10 Hari Perlakuan...

Uji Beda 2 Mean Dependen Kadar Kolesterol Awal dan Akhir Perlakuan Menurut Masing- Masing Kelompok...

20

20

20

21

25

33 47


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Bawang putih (Allium sativum)... 24

2.3 Jalur y-glutamyl cystein menjadi SAC dan allin dan senyawa-senyawa lain...

26

3.1

5.1

5.2

Gambar kerangka konsep...

Perubahan KGD Mencit Sebelum dan Perlakuan………

Diagram Persentasi Perubahan Kadar Kolesterol...

32

46


(11)

ABSTRAK

Latar Belakang: Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik berupa perubahan homeostasis glukosa yang menyebabkan kadar glukosa darah (KGD) di atas normal. Diabetes Mellitus menyebabkan pelbagai komplikasi metabolik diantaranya ialah hiperlipidemia. Maka untuk penatalaksanaan bukan untuk keadaan hiperglikemia harus juga meliputi keadaan hiperlipidemia.Salah satu obat herba alternatif yang diyakini memiliki khasiat hipoglikemik adalah bawang putih (Allium sativum).

Tujuan: Mengkaji pengaruh pemberian ekstrak bawang putih terhadap kadar kolesterol mencit yang diinduksi Alloxan.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian jenis analitik eksperimental laboratorik yang menggunakan Randomized Pre dan Post Test Control Group Design yang dijalankan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Sampel adalah sebanyak 15 ekor mencit (Mus Musculus L. Strain Double Ditch Webster (DDW) jantandan dibahagi menjadi tiga kelompok melalui randomisasi sederhana, yaitu kontrol negatif (K1) mencit normal yang diberi placebo , kontrol positif (K2) mencit diabetic diberi placebo dan perlakuan (P) mencit diabetik diberi bawang putih dengan dosis 350 mg/kgBB. Kesemua mencit dilakukan adaptasi dan diberi diet standard dan perlakuan dilakukan selama 10 hari.Pengukuran kadar kolesterol darah mencit dilakukan pada pre test dan post test dengan menggunakan kaedah strip test untuk melihat ada atau tidak pengaruh yang signifikan dari ekstrak bawang putih (Allium sativum).

Hasil: Pada kelompok perlakuan dengan ekstrak bawang putih menunjukkan terdapat perbedaan rerata KGD mencit sebelum dan sesudah diberi perlakuan yaitu dari 139.20 ± 29.389 mg/dl menjadi 153.20 ± 37.891mg/dl dengan peningkatan tidak bermakna p> 0.05 yaitu p= 0.492. Berdasarkan analisis uji One Way Anova dijumpai tidak ada perbedaan signifikan p= 0.348 (p<0.05).

Kesimpulan: Tidak ada pengaruh dari bawang putih (Allium Sativum) dengan dosis 350 mg/kgBB terhadap kadar kolesterol mencit diabetik yang diinduksi Alloksan.


(12)

ABSTRACT

Background: Diabetes Mellitus is a metabolic disease that causes changes in glucose homeostasis above normal. Diabetes causes various metabolic complication such as hyperlipidemia. So for the management is not for hyperglycemia but also for hyperlipidemia. One alternative by herbal remedy for treating diabetes is garlic (Allium Sativum.)

Aim of Study:This study is about the effect of garlic (Allium Sativum) on cholesterol levels in Alloxan-induced diabetic mice.

Metode: The design of this study was the analytical type that uses randomized experimental Pre and Post Test Control Group Design that held in Laboratory of Pharmacology, Faculty of Pharmacy, Universitas Sumatera Utara. The samples were fifteen male mice divided into three groups, K1 which is normal mice given standard diet and placebo, K2 which is diabetic mice given the placebo and P diabetic mice given garlic (Allium Sativum) 350mg/kgBW. All mice used in experiment were adapted with standard diet and were given treatment for 10 days. The blood cholesterol was measured using strip test with pre and post test to study the significance of garlic extract on blood cholesterol.

Result: Based on paired t test analysis, the diabetic mice given garlic there was no significance increase p= 0.0492 (p>0.05)from 139.20 ± 29.38 mg/dl to 153.20 ± 37.891mg/dl. Based on the analysis One Way Anova between group was not significantly different p= 0.348 (p<0.05).

Conclusion: There was no significant effect of given garlic (Allium Sativum) 350 mg/kgBW towards blood cholesterol level in Alloxan-induced diabetic mice.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungan misalnya perubahan pola konsumsi makanan dan berkurangnya aktifitas harian. Perubahan ini tanpa disadari telah memberi kontribusi terhadap transisi epidemiologi yaitu dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi (degeneratif). Salah satu penyakit degeneratif yang prevalensinya cukup tinggi adalah diabetes mellitus (DM). DM merupakan penyakit degenaratif kronik dimana pankreas tidak dapat menghasilkan insulin atau berkurangnya kerja dari insulin yang disekresikan hingga menyebabkan konsentrasi gula dalam darah meningkat.

Secara global, menurut World Health Organization (WHO) menyatakan pada tahun 2000 terdapat 171 juta penduduk dunia yakni kira- kira 2,8% dari populasi dunia menderita penyakit DM dan dijangkakan angka ini dapat mencecah dua kali ganda pada tahun 2030. Pada tahun 2000, WHO juga menyatakan bahawa Indonesia menduduki urutan ke-4 dunia dengan jumlah penderita DM sebanyak 8,4 juta penduduk setelah India (31,7 juta), China (20,8 juta) dan Amerika Serikat (17,7 juta). Pada tahun 2008, DM menempati urutan ke-7 penyakit tidak menular terbanyak di Sumatera Utara dengan prevalensi 1,21% setelah penyakit persendian, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan mental, asma dan cedera. Di kota Medan, pada tahun 2002 prevalensi DM sebesar 2,26% dan meningkat menjadi 2,96% pada tahun 2005.

Terdapat beberapa jenis diabetes mellitus yaitu tipe 1 yang dikenali sebagai (insulin dependent diabetes mellitus) yaitu sel pankreas tidak dapat menghasilkan insulin, tipe 2 yang dikenali sebagai (non insulin dependent diabetes mellitus) yang disebabkan insulin tidak dapat bekerja secara efektif ( WHO, Diabetes) dan juga terdapat tipe ke 3 yang dikenali sebagai “tipe khusus yang lain” menurut American


(14)

Diabetes Association (ADA). DM merupakan penyakit kronik yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada organ tubuh seperti jantung, mata dan ginjal sehingga penanganan dini sangat diperlukan. Di samping itu komplikasi metabolik biasanya turut menyertai penyakit DM terutama berupa hiperlipidemia dan ketoasidosis.

Hiperlipidemia mempunyai korelasi bersama dengan hiperglikemia disebabkan terjadinya penurunan produksi insulin yang mengakibatkan kerja beberapa enzim untuk melakukan metabolisme lemak yaitu enzim lipoprotein lipase dan lipase sensitive hormone terganggu. Enzim lipoprotein lipase yang menghidrolisis trigliserida dalam sirkulasi tidak terinduksi, sedangkan enzim lipase sensitive hormone yang menghidrolisis trigliserida dalam jaringan tidak terhambat. Akibatnya, kadar lemak dalam sirkulasi darah meningkat dan kadar lemak dalam jaringan adipose menurun. Hiperglikemia juga bersangkutan dengan perubahan transport trigliserida dan kolesterol total. Keadaan juga mengatakan kondisi hiperkolesterolemia terjadi bersamaan hipertrigliserida (Inawati, Syamsudin dan Winarno, 2006). Enzim lipase sensitive hormone juga berperan dalam menghidrolisa kolesterol ester, sehingga penurunan insulin mengakibatkan ganguan pada metabolisme kolesterol (Meijer, 1998).

Oleh kerana itu, terapi diet untuk penderita diabetes mellitus harus diarahkan bukan sahaja untuk mencegah kenaikkan gula darah tetapi juga untuk mencegah kenaikkan kadar lipid darah. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam pengaturan diet penderita diabetes mellitus diperlukan bahan makanan yang bersifat hipoglisemik dan hipolipidemik. Salah satu bahan yang diketahui bersifat hipoglisemik dan hipolipidemik adalah bawang putih. Bawang putih (Allium sativum) banyak digunakan dalam masakan sehari- hari, namun begitu tidak banyak yang mengetahui manfaat dari bawang putih sebagai agen penurun kadar lipid dalam darah. Bawang putih (Allium sativum) dikatakan dapat menurunkan kadar lipid dengan menginhibisi kerja HMG-CoA reduktasedan juga beberapa enzim lain disebabkan kerja diallyl di-


(15)

dan trisulphide yang merupakan kompenan dari bawang putih (Natural Standard Corporation, 2010).

Penelitian yang dijalankan oleh Benerjee dan Maulik (2002) menyatakan bawang putih dapat digunakan dalam mencegah dan merawat penyakit metabolik seperti arteriosklerosis, hiperlipidemia, penyakit kardiovaskular, thrombosis dan juga DM. Penelitian yang dilakukan oleh mereka meneliti efek bawang putih (Allium sativum) terhadap arterosklerosis dan kadar lipid pada tikus yang diinduksi kolestrol konsentrasi tinggi, hasilnya menunjukkan berlaku penurunan yang signifikan lesi artheromatous terutama pada aorta. Selain itu terdapat juga penurunan kadar kolestrol, trigleserida, low density lipoprotein (LDL) namun tiada efek pada kadar serum high density lipoprotein (HDL). Pada pendapat lain, Abramoviz et al. (1999) telah melakukan kajian yang menyatakan efek Allicin yaitu komponen aktif dari bawang putih yang merupakan bahan penting pada kadar profil lipid dan formasi fatty streak di aorta.

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan pengaruh ekstrak bawang putih (Allium sativum) terhadap kadar lipid (kolesterol) pada mencit diabetik yang diinduksi Alloxan.. Hal ini adalah kerana pada DM sering terjadi komplikasi metabolik yaitu hiperlipidemia. Pada eksperimen yang akan dijalankan, bahagian umbi bawang putih (Allium sativum) digunakan untuk membuat ekstrak dengan menggunakan etanol. Dosis bawang putih (Allium sativum) yang akan digunakan dan diharap dapat memberi efek signifikan terhadap kadar kolesterol mencit diabetik yang diinduksi Alloxan adalah sebanyak 350 mg/kgBB.

1.2 Rumusan masalah

Bagaimana pengaruh bawang putih (Allium sativum) terhadap kadar kolesterol pada mencit yang diinduksi Alloxan?


(16)

1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Penelitian bertujuan untuk mengkaji efek dari bawang putih (Allium sativum) terhadap kadar kolesterol darah pada mencit diabetik yang diinduksi Alloxan.

1.3.2 Tujuan khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Mengetahui kadar kolesterol pada mencit diabetes yang diinduksi Alloxan sebelum diberi ekstrak bawang putih.

2. Mengetahui kadar kolesterol pada mencit diabetes yang diinduksi Alloxan sesudah diberi ekstrak bawang putih.

1.4. Manfaat penelitian

Data dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1.Memberi informasi kepada masyarakat tentang manfaat bawang putih terhadap kadar kolesterol dalam darah.

2.Memberi landasan untuk penggunaan bawang putih sebagai obat alternatif hiperlipidemia.

3.Memberi landasan penelitian selanjutnya pada manusia.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Mellitus 2.1.1. Definisi

Diabetes mellitus (DM) merujuk kepada sekumpulan kelainan metabolik yang berkongsi phenotype yang sama yaitu hiperglikemia. Terdapat beberapa jenis DM yang penyebabnya merupakan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Bergantung pada masing-masing etiologi, faktor- faktor yang menyebabkan keadaan hiperglikemia adalah kurangnya sekresi insulin, kurang utilisasi glukosa dan peningkatan produksi glukosa. Disregulasi metabolik yang berkaitan dengan DM menyebabkan perubahan patofisiologi sekunder kepada berbagai sistem organ seperti pada jantung, ginjal, mata, saraf dan berbagai organ lain serta menyebabkan komplikasi metabolik seperti hiperlipidemia, ketonemia dan ketonuria (Fauci, et a.l, 2008).

2.1.2. Epidemiologi

Prevalensi DM diseluruh dunia meningkat secara drastik sejak 2 dekad yang lalu, dari kira- kira 30 juta kasus pada 1985 kepada 177 juta kasus pada tahun 2000. Berdasarkan penelitian, lebih 360 juta individu akan menderita DM menjelang tahun 2030. DM tipe 2 menunjukkan peningkatan yang drastik berbanding DM tipe 1. Hal ini adalah kerana peningkatan individu yang menderita obesitas dan kurangnya aktifitas seharian terutama pada negara- negara maju. Di Amerika Serikat, Centre of Disease Control and Prevention (CDC) menperkirakan 20,8 juta individu kira- kira 7% dari populasi dunia akan menderita DM pada 2005 (~30% individu tidak didiagnosa menderita DM). Kira- kira 1,5 juta individu ≥ 20 tahun baru didiagnosa menghidap DM pada tahun 2005. Pada tahun 2005, prevalensi di Amerika Serikat dijangkakan 0.22% pada individu ≤ 20 tahun dan 9.6% bagi 20 tahun. Pada


(18)

individu ≥ 60 tahun prevalensi DM adalah 20.9%. Prevalensi laki- laki dan perempuan mengikut semua peringkat umur adalah lebih kurang sama yaitu 10.5% dan 9.8% pada umur ≥20 tahun dan sedikit tinggi bagi laki- laki di umur 60 tahun. Menurut World Health Organization (WHO) dan International Diabetes Federation (IDF) 2004 menyatakan 6 dari 10 negara dengan prevalensi penderita DM terletak di Asia yaitu India, China, Amerika Serikat, Indonesia, Japan, Pakistan, Russia, Brazil, Italy dan Bangladesh (Fauci, et al., 2008).

WHO (2000), menyatakan Indonesia menempati urutan ke-4 dunia dengan jumlah penderita DM sebanyak 8,4 juta penduduk setelah India (31,7 juta), China (20,8 juta) dan Amerika Syarikat (17,7 juta) dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 21,3 juta penderita menjelang tahun 2030. Tahun 2006 jumlah penderita DM meningkat menjadi 14 juta penderita, dimana baru 50% yang mengetahui menderita DM dan 30% itu sahaja yang berobat secara teratur. Pada tahun 2008 DM menempati urutan ke-7 penyakit tidak menular terbanyak di Sumatera Utara dengan prevalensi 1.21% setelah penyakit persendian, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan mental, asma dan cedera. Di kota Medan, pada tahun 2002 prevalensi DM sebesar 2,26% dan meningkat menjadi 2,96% pada tahun 2005.

DM merupakan penyebab mortaliti di dunia walaupun banyak penelitian melaporkan DM sering tidak didiagnosakan sebagai penyebab kepada kematian. Di Amerika Serikat, DM disenaraikan sebagai penyebab ke-6 kematian di sana pada tahun 2002; penelitian terbaru menyatakan diabetes mellitus merupakan penyebab ke-5 kepada kematian di seluruh dunia dan bertanggung jawab terhadap 3 juta kematian setiap tahun (1,7- 5,2% dari kematian seluruh dunia) ( Fauci, et al., 2008). Berdasarkan penelitian yang dijalankan di beberapa buah negara yakni di Afrika, Timur Mediterranean & Timur Tengah, Eropah, Amerika Utara, Amerika Selatan & Amerika Tengah, Asia Tenggara dan Barat Pasifik, Amerika Utara telah mencatatkan prevalensi kematian tertinggi yang disebabkan oleh DM 15,7% manakala Afrika


(19)

dengan prevalensi terendah 6,0% pada peringkat umur 20-79 tahun ( Roglic dan Unwin, 2010).

2.1.3. Klasifikasi

Diabetes Mellitus diklasifikasikan berdasarkan proses patologik yang membawa kepada keadaan hiperglikemia dan juga menurut presentasi klinis pada penderita. Terdapat 2 tipe DM yaitu tipe 1 diabetes dan tipe 2 diabetes (International Diabetes Federation, 2011).

Tipe 1 diabetes mellitus

DM tipe 1 juga dikenali sebagai insulin dependent diabetes mellitus (IDDM), immune-mediated atau juvenile-onset diabetes. Ia disebabkan oleh destruksi pada sel penghasil insulin yaitu pankreas, akibat reaksi auto imun di mana sel- sel ini diserang oleh sistem pertahanan tubuh. Sel beta pankreas ini menghasilkan sedikit atau langsung tidak menghasilkan insulin yaitu hormon yang membawa glukosa untuk masuk kedalam sel- sel tubuh. DM tipe 1 ini boleh menyerang semua peringkat umur namun begitu ia selalu terjadi pada anak- anak berbanding orang dewasa. Penyakit DM tipe 1 merupakan penyakit katabolik di mana insulin dalam darah berkurang atau tiada, plasma glukagon meningkat dan sel beta pankreas gagal untuk memberi respon terhadap stimuli insulinogenik. Oleh sebab itu, insulin harus diberi dari luar untuk membalikkan keadaan katabolik, mencegah ketosis, mengurangkan hiperglukogenemia dan kadar glukosa (International Diabetes Federation, 2011).

Terdapat 2 jenis DM tipe 1 yaitu immune- mediated DM (tipe 1A) dan idiopatik DM (tipe 1B). Bagi immune mediated DM kira- kira 1/3 penyebab kepada penyakit ini disebabkan oleh faktor genetik dan 2/3 lagi disebabkan oleh faktor lingkungan. Bagi faktor genetik, gene yang berkaitan dengan lokus HLA menyumbang sebanyak 40% risiko untuk menderita DM tipe 1A. Kebanyakkan pada penderita DM tipe 1A (immune mediated) dapat dideteksi antibodi- antibodi seperti


(20)

antibodi bagi sel-sel pulau langerhan (ICA), insulin (IAA), glutamic acid decarboxylase (GAD65) dan juga thyrosine phosphatase (IA-2 dan IA2-B). Risiko untuk menderita DM tipe 1A meningkat jika terdapat riwayat keluarga. Anak- anak dengan ibunya menderita DM tipe 1 mempunyai risiko sebanyak 3% manakala bagi anak- anak dengan ayahnya yang menderita penyakit itu mempunyai risiko sebanyak 6% untuk terpajan kepada penyakit tersebut. Bagi faktor lingkungan terdapat beberapa hipotesa yang dikemukakan seperti terjadinya penyakit itu disebabkan oleh infeksi dari virus seperti virus rubella dan coxsackie B4 serta pengambilan susu lembu.

Jenis DM tipe 1 yang kedua adalah idiopatik DM (tipe 1B). Kurang dari 10% penderita tidak mempunyai bukti berlaku reaksi autoimun terhadap sel beta pankreas masing- masing. Subgroup ini kebanyakkannya berasal dari bahagian Asia dan Afrika (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

Tipe 2 Diabetes Mellitus

DM tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif, salah satu yang mungkin ada pada saat diabetes menjadi klinis nyata. Diagnosis DM tipe 2 biasanya terjadi setelah usia 40 tahun, tetapi bisa terjadi sebelumnya, terutama pada populasi dengan prevalensi DM tinggi. Ada laporan peningkatan anak- anak mengembangkan DM tipe 2. DM tipe 2 bisa tetap tidak terdeteksi, yaitu tanpa gejala, selama bertahun- tahun dan diagnosis sering dibuat dari komplikasi yang terkait atau dari pemeriksaan darah yang abnormal atau tes urine glukosa (International Diabetes Federation, 2011).

Faktor genetik dan faktor lingkungan bertanggung jawab terhadap resistensi insulin dan kehilangan sel- sel beta pankreas. Data epidemiologi menunjukkan pengaruh genetik memainkan peran yang besar karena pada kembar monozigot yang berumur lebih 40 tahun terdapat lebih dari 70% kasus dilaporkan setiap tahun setiap kali salah satu kembar menderita DM tipe 2. Studi berkaitan dengan genom juga


(21)

menunjukkan kemajuan dalam mengidentifikasi gen- gen resiko. Sejauh ini, 18 lokus genetik yang berbeda dilaporkan berkaitan dengan terjadinya DM tipe 2. Beberapa lokus diidentifikasi berperan dalam mengkode protein yang penting dalam pekembangan dan fungsi sel- sel beta pankreas. Salah satu yang mempunyai faktor resiko adalah gen TCF7L2. Kode gen ini berperan dalam jalur penghantaran WNT yang diperlukan dalam perkembangan sel beta pankreas yang normal. Allel pada bagian lokus yang lain yaitu ( CDKAL1, SLC30A8, HHEX-IDE, CDKN2A/B,KCNJ11 dan IGF2BP2) dikatakan berperan dalam sekresi insulin. Dua lokus ( FTO dan MC4R) berperan pada pembentukan massa lipid dan resiko mendapat obesitas manakala lokus PPARG dilaporkan berperan dalam terjadinya resistensi insulin.

Bagi faktor lingkungan, obesitas merupakan penyebab utama resistensi insulin pada diabetes tipe 2. Masalah viseral obesiti yaitu penumpukkan lemak di bahagian omentum dan mesentrik sangat berkaitan dengan keadaan resistensi insulin. Pada penderita obesitas, beberapa adipokine disekresi oleh sel lemak yang memberi efek pada kerja insulin. Dua daripadanya ialah leptin dan adiponectin yang meningkatkan sensitivitas sel terhadap insulin dengan cara meningkatkan kepekaan sel hepatik. Selain itu terdapat tumor necrosing factor yang berperan dalam menginaktivasikan reseptor insulin dan resistin yang mengganggu kerja insulin dalam metabolisme glukosa. Jumlah adipokine yang abnormal ini sangat berperan dalam proses terjadinya resistensi insulin pada penderita obesitas (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

2.1.4. Gejala klinis dan symptom Tipe 1 Diabetes Mellitus

Gejala klinis yang sering terdapat adalah peningkatan frekuensi buang air kecil konsekuensi dari diuresis osmotik sekunder kepada hiperglikemia yang berkelanjutan. Ini mengakibatkan hilangnya glukosa, air dan elektrolit dalam urin.


(22)

Keadaan haus merupakan akibat dari konsekuensi dari keadaan hiperosmolar sedangkan keadaan kabur pandangan sering berkembang akibat dari lensa yang terpapar cairan hiperosmolar. Berat badan menurun meskipun nafsu makan penderita normal atau meningkat merupakan gambaran umum dari DM tipe 1 yang subakut. Hilang berat badan pada awalnya disebabkan oleh deplesi air, glikogen dan trigliserida.

Selain itu, penurunan volume plasma menghasilkan gejala hipotensi postural. Akibat dari tubuh kehilangan kalium secara total serta terjadi proses katabolisme protein otot yang menyebabkan kelemahan pada penderita DM tipe 1. Parastesia (perasaan sensitivitas yang tinggi pada kulit seperti perasaan panas, geli dan gatal yang disebabkan kerusakkan pada saraf tepi) mungkin hadir pada saat diagnosis, terutama pada onset subakut. Hal ini menunjukkan terdapat difungsi sementara saraf-saraf tepi, yang menunjukkan penggantian dari insulin untuk mengembalikan tingkat glukosa kepada normal, menyarankan berlaku keadaan neurotoksisitas dari hiperglikemia yang berkelanjutan. Ketoasidosis akan memperburuk dehidrasi dan hiperosmolaliti, dengan menyebabkan keadaan anoreksia, mual dan muntah, mengganggu dalam penggantian cairan oral (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

Tipe 2 Diabetes Mellitus

Beberapa penderita sering mengeluh tentang peningkatan frekuensi buang air kecil namun begitu terdapat sebahagian penderita memiliki onset berbahaya hiperglikemia tanpa menunjukkan gejala pada awalnya. Hal ini terutama berlaku pada pasien obesitas di mana glikosuria dan hiperglikemia terdeteksi sewaktu melakukan pemeriksaan laboratorium rutin. Kadang- kadang penyakit tidak terdeteksi bertahun- tahun lamanya dan mungkin didiagnosa setelah mengalami komplikasi diabetes mellitus seperti penyakit kardiovaskular atau neuropati. Tipe 2 diabetes mellitus berkembang dengan sangat lambat (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).


(23)

Antara simptom pada diabetes tipe 2 adalah peningkatan haus dan sering buang air kecil. Keadaan haus disebabkan, kelebihan gula yang menumpuk dalam darah yang menarik cairan dalam jaringan. Sebagai hasilnya, pasien banyak meminum air dan menyebabkan ia buang air kecil lebih dari biasa. Selain itu, pasien juga mengalami penglihatan kabur disebabkan jika kadar gula darah tinggi, cairan dapat ditarik dari lensa mata dan seterusnya mengurangkan kemampuan untuk mengfokus objek dengan jelas. Lambat untuk penyembuhan luka dan terdedah kepada infeksi juga sering pada pasien. Beberapa pasien diabetes tipe 2 juga mudah mendapat bercak gelap di lipatan- lipatan tubuh seperti ketiak dan leher. Kondisi ini disebut sebagai Acanthosis nigrican, mungkin merupakan tanda resistensi insulin (Mayo Foundation for Medical Education and Research,2011).

2.1.5. Pemeriksaan laboratorium 1. Urinalisis

a. Glikosuria

Metode nyaman untuk mendeteksi glikosuria adalah strip kertas yang diresapi dengan glukosa oksidase dan sistem chromogen (Clinistix, Diastix) yang sensitif dengan sesedikit glukosa 01% di urine, Diastix boleh langsung diterapkan pada aliran kemih, dan warna yang berbeda-beda disesuaikan dengan warna strip indikator bagi menentukan konsentrasi glukosa. Ambang ginjal normal serta masa pengosongan lambung penting dalam interpretasi (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

b. Ketonuria

Deteksi kualitatif badan keton dapat dilakukan dengan uji nitroprusside (Acetes, Ketosix). Meskipun tes ini tidak mendeteksi asam B-hidrksibutirat yang tidak memiliki kelompok keton, estimasi kuantitatif semi ketonuria yang diperoleh tetap digunakan untuk tujuan klinis (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).


(24)

2. Prosedur tes darah a. Plasma atau serum glukosa

Plasma atau serum glukosa dari sampel darah vena memiliki kelebihan dibanding seluruh darah kerana memberikan nilai untuk glukosa yang independen terhadap hematokrit dan yang mencerminkan konsentrasi glukosa yang terkena pada jaringan tubuh. Konsentrasi glukosa adalah 10-15% lebih tinggi dalam plasma atau serum dibanding dalam darah keseluruhan kerana komponen struktural dari sel- sel darah tidak ada. Glukosa plasma 126 mg/dL atau lebih , yang diambil lebih dari satu kali setelah 8 jam (minimal) puasa adalah diagnostik DM. Kadar glukosa plasma puasa 100-125 mg/dL dikaitkan dengan meningkatnya risiko DM ( gangguan toleransi glukosa puasa) (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

b. Uji Toleransi Glukosa Oral

Jika kadar glukosa darah puasa di bawah 126 mg/dL dalam kasus- kasus yang dicurigai, tes toleransi glukosa oral standard dapat dilakukan. Dalam rangka mengoptimalkan sekresi dan efektivitas insulin, terutama bila pasien telah menjalani diet karbohidrat rendah, minimal 150-200 g karbohidrat per hari harus dimasukkan dalam makanan selama 3 hari sebelum tes. Pasien tidak boleh makan apa-apa setelah tengah malam sebelum hari ujian. Pada pagi hari tes, orang dewasa diberikan 75 g glukosa dalam 300 ml air, anak- anak diberi glukosa 1,75 g per kilogram berat badan ideal. Beban glukosa dikonsumsi dalam masa 5 menit. Pengujian harus dilakukan di pagi hari kerana ada beberapa variasi diurnal dalam toleransi glukosa oral dan pasien tidak boleh merokok dan beraktifitas selama pengujian. Sampel darah untuk glukosa plasma diperoleh pada 0 dan 120 menit setelah konsumsi glukosa. Tes toleransi glukosa oral normal jika glukosa plasma puasa vena di bawah 100 mg/dL (5,6 mmol/L) dan nilai glukosa selepas 2 jam di bawah 140 mg/dL (7,8 mmol/L). Nilai puasa 126 mg/dL (7 mmol/L) atau lebih tinggi atau nilai 2 jam lebih dari 20 mg/dL adala diagnostik DM. Pasien dengan nilai glukosa 2 jam dari 140-199 mg/dL memiliki gangguan toleransi glukosa. Positif palsu mungkin didapat pada pasien


(25)

kurang gizi, sakit penggunaan obat diuretik, oral kontrasepsi, kortikosteroid, fenitoin dan lain- lain (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

2.1.6. Komplikasi a. Diabetik dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan lipid (lemak) dalam aliran darah. Lipid ini meliputi kolestrol, kolestrol ester (senyawa), fosfolipid dan trigliserida. Bahan-bahan ini diangkut dalam darah sebagai bagian dari molekul besar yang disebut lipoprotein. Lipoprotein bersirkulasi yang hanya bergantung pada insulin adalah hanya pada glukosa plasma. Pada DM tipe 1, kurangnya kontrol hiperglikemia hanya menyebabkan sedikit kenaikkan kolesterol low density lipoprotein (LDL) dan trigliserida serta sedikit perubahan kolesterol high density lipoprotein (HDL). Sekali hiperglikemia diperbaiki, tingkat lipoprotein umumnya kembali normal. Namun pasien dengan DM tipe 2 dikenali dengan “dislipidemia diabetes” adalah karekteristik dari sindroma resistansi insulin, gejala-gejalanya adalah kadar trigliserida tinggi (300-100 mg/dL), kadar HDL rendah (<30 mg/dL) dan terdapat perubahan kualitatif pada partikel LDL, yaitu menghasilkan partikel padat kecil yang lebih rentan terhadap oksidasi membuatkan mereka lebih aterogenik(McPhee,Papadakis dan Rabow, 2011). Karekteristik diabetik dislipidemia adalah:

• Peninggian trigliserida

• Penurunan kolestrol HDL

• Pergeseran kolestrol LDL kepada partikel yang padat dan kecil

• Risiko terhadap postprandial lipaemia Skrining bagi menentukan diabetik dislipidemia:

Profil lipid puasa dianjurkan setiap tahun untuk pasien dengan tingkat lipid yang optimal. Profil lipid harus mencakup pengukuran kolesterol total, kolestrol HDL dan kadar trigliserida.


(26)

Kolesterol LDL dapat dihitung selama trigliserida dibawah 400 mg/dL menggunakan rumus:

kolestrol LDL= total kolestrol- kolestrol HDL- (1/3 x triglliserida)

Jika ditemukan peningkatan dari LDL kolestrol dan trigliserida, penilaian klinis dan laboratorium harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab dislipidemia sekunder (Khatib, 2006).

b. Penyakit kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular jangka panjang termasuk penyakit jantung, stroke dan semua penyakit lain dari jantung dan sirkulasi, seperti pengerasan dan penyempitan pembuluh darah memasok darah ke kaki, yang dikenal sebagai penyakit pembuluh darah perifer. Namun, penyakit jantung dan stroke merupakan dua bentuk paling umum dari penyakit kardiovaskular. Orang dengan diabetes memiliki risiko lima kali lipat peningkatan penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita diabetes. Tubuh membutuhkan pasokan darah segar untuk bekerja dengan baik. Sirkulasi darah melalui arteri dari tubuh transfer oksigen dan bahan bakar ke jaringan dan membawa pergi produk yang tidak diinginkan dan limbah yang tubuh tidak perlu. Jika tidak mengikuti gaya hidup sehat atau memiliki sejarah keluarga penyakit kardiovaskular, diabetes, dapat menyebabkan menumpuknya bahan lemak pada dinding arteri. Ini dikenal sebagai aterosklerosis. Jika arteri menjadi terlalu sempit, bahkan tertutup sepenuhnya, itu dapat menyebabkan daerah-daerah tertentu tubuh yang kekurangan oksigen dan nutrisi yang mereka butuhkan (Diabetes UK, 2011).


(27)

c. Neuropati

Neuropati merupakan salah satu komplikasi jangka panjang DM. Bagaimana DM menyebabkan kerusakan saraf tidak sepenuhnya dipahami. Namun, glukosa darah tinggi (hiperglikemia) diketahui merugikan kemampuan saraf 'untuk mengirimkan sinyal, dan merusak pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke saraf. Jadi kontrol diabetes yang baik adalah penting untuk mengurangi risiko. Neuropati adalah kerusakan saraf. Saraf membawa pesan antara otak dan setiap bagian dari tubuh kita, sehingga memungkinkan untuk melihat, mendengar, merasakan dan bergerak. Saraf juga membawa sinyal yang kita tidak sadari yaitu pada bagian-bagian tubuh seperti jantung, dan paru-paru, pembuluh darah dan bahagian lain (Diabetes UK,2011).

d. Ketoasidosis

Ketoasidosis terjadi kerana kurangnya glukosa memasuki sel- sel di mana ia digunakan sebagai sumber energi. Tubuh mulai menggunakan lemak sebagai sumber energi alternatif dan kemudiannya menghasilkan badan keton. Badan keton sangat berbahaya kerana apabila berlaku kelebihan keton akan menyebabkan ketoasidosis yaitu keasaman darah. Gejala- gejala yang mungkin hadir adalah mual muntah, kulit menjadi kering, penglihatan kabur dan pernafasan dalam dan cepat. Keadaan muntah memperburuk keadaan di mana tubuh kurang air dan menyebabkan badan keton tidak dapat dieliminasi dengan efisien. Kenaikan keton juga menyebabkan nafas berbau seperti bau pada cat kuku. Jika kenaikkan keton tidak diobati, di samping kadar glukosa yang tinggi, dapat menyebabkan koma yang bersifat fatal (Diabetes UK,2011).


(28)

2.1.7. Pengobatan a. Diet

Diet gizi seimbang tetap merupakan elemen dasar terapi. American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan sekitar 45-65% dari kalori total dalam bentuk karbohidrat; 25-35% dalam bentuk lemak (<7% berasal dari lemak jenuh, dan 10-35% dalam bentuk protein). Pada pasien DM tipe 2 perlu membatasi asupan karbohidrat dan mengganti beberapa kalori dengan lemak monosaturated seperti minyak zaitun dan minyak canola bagi menurunkan trigliserida dan meningkat kolestrol HDL. Pasien dengan DM tipe 1 dan tipe 2 yang mengambil insulin harus diajar cara mengira jumlah asupan karbohidrat agar dapat mengelola pemberian bolus insulin sesuai dengan jumlah karbohidrat yang diambil. Rekomendasi terbaru bagi kedua- dua tipe DM ini harus membatasi pengambilan kolestrol untuk 300 mg sehari dan inidividu dengan kadar kolestrol LDL lebih dari 100 mg/dl harus membatasi kolestrol diet sampai 200 mg sehari (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

b. Obat untuk merawat hiperglikemia.

b.(1) Obat- obat yang merangsang sekresi insulin dengan mengikat reseptor sulfonylurea. Obat sulfonylureas merupakan obat yang banyak diresepkan untuk mengobat hiperglikemia. Sulfonylureas merangsang sekresi insulin tapi hanya pada sel beta pankreas yang masih memiliki fungsi yang signifikan. Mekanisme obat ini menggunakan jalur akhir sama dengan glukosa. Ketika plasma glukosa meningkat, saluran kalium dalam plasma membran sel beta pankreas biasanya tertutup, saluran ini sensitif terhadap tingkat intraselular adenosine trifosfat dan juga untuk saluran KATP. Apabila KATP tertutup menyebabkan saluran kalsium berdekatan terbuka. Hal

ini menyebabkan peningkatan kalsium sitosol yang merangsang sekresi insulin. Pada DM tipe 2 berlaku kekurang sinyal dan sinyal lambat. Sulfonylurea bekerja dengan berikatan dengan reseptor di saluran KATP dan menyebabkannya tertutup (Lebovitz,


(29)

b.(2) Obat yang menurunkan kadar glukosa darah dengan bekerja pada hati, otot dan jaringan adiposa. Metformin bekerja pada hati sedangkan thiazolidinedione bekerja pada otot skeletal dan jaringan adiposa. Metformin efek utamanya pada metabolism glukosa adalah dengan menurunkan produksi glukosa hepatik berlebihan yang menyebabkan hiperglikemia puasa. Ia melakukannya dengan meningkatkan tindakan insulin dalam hati, sehingga mengurangkan glukoneogenesis hati. Thiazolidinediones menurnkan resistensi insulin perifer dengan meningkatkan ambilan insulin mediated glukosa oleh otot (Lebovitz, 2002).

b.(3) Obat yang mempengaruhi absorpsi glukosa yaitu alfa glukosidase inhibitor: acarbose dan miglitol yang mekanisme kerjanya dengan menghambat pencernaan oligosakarida kepada monosakarida, sehingga glukosa menyerap secara perlahan disepanjang usus kecil berbanding secara cepat di proksimal jejunum. Hal ini memberi kelebihan dengan menurunkan tingkat glukosa plasma postprandial.

b.(4) Obat yang meniru efek dari incretin dan memperpanjang kerja incretin; yaitu glucagon-like peptide 1 (GLP1) reseptor agonis dan DDP 1V inhibitor. (Lebovitz, 2002)

b.(5) Obat lain- lain; yaitu Pramlintide yang menurunkan kadar glukosa dengan menekan kerja glucagon dan memperlambatkan pengosongan lambung (Lebovitz, 2002).

c. Insulin

Insulin diindikasikan kepada pasien DM tipe 1 dan juga tipe 2 dengan insulinopenia dimana hiperglikemianya tidak berespon terhadap diet yang diberikan dan juga obat- obat hiperglikemia. Insulin manusia dihasilkan dari teknik DNA rekombinent ( insulin manusia biosintetik). Terdapat 5 analog dari insulin manusia yaitu 3 jenis yang kerja dengan rapid (insulin lispro, insulin aspart, insulin glulisine) dan 2 lagi bekerja dalam masa yang panjang ( insulin glargine, insulin detemir) (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).


(30)

2.2. Hiperlipidemia 2.2.1. Definisi

Hiperlipidemia adalah peningkatan kolestrol dan trigliserida dalam darah. Kelainan lipid ini boleh menyebabkan keadaan seperti artherosklerosis atau penyakit jantung. Antara jenis kolestrol adalah kolestrol total, high density lipoprotein (HDL) dan low density lipoprotein (LDL) (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

2.2.2. Etiologi

Hiperlipidemia boleh disebabkan oleh genetik antaranya adalah (Fauci, et al., 2008):

Tabel 2.1. : Hiperlipidemia Primer Kelainan genetic Defek pada gene Peningkatan lipoprotein

Gambaran klinis Transmisi genetik

Insiden

1.

Lipoprotei n lipase deficiency

LPL (LPL)

Chylomicrons Erupsi xanthoma, hepatosplenomegali, pankreatitis Autosomal resesif 1/1,000,0 00

2. Familial apolipopro tein C-II deficiency

ApoC-II (APOC 2)

Chylomicrons Erupsi xanthoma, hepatosplenomegali, pankreatitis Autosomal resesif <1/1,000, 000

3. ApoA-V deficiency ApoA-V (APOA v) Chylomicrons

dan very low density

lipoprotein

(VLDL)

Erupsi xanthoma, hepatosplenomegali, pankreatitis Autosomal dominan <1/1,000, 000

4. Familial hepatic lipase Lipase hepar (LIPC) VLDL remnants Artherosklerosis prematur, pankreatitis Autosomal resesif <1/1,000, 000


(31)

deficiency

5. Familial dysbetalipo proteinemi a apoE (APOE ) Chylomicrons

dan VLDL

remnant

Palmar dan tubero erupsi xantoma, penyakit jantung

koroner, dan

kelainan vaskular

Autosomal resesif dan dominan

1/10, 000

6. Familial hyperchole sterolemia

Resept or LDL (LDLR )

Low density lipoprotein (LDL)

Xanthoma tendon, penyakit jantung koroner

Autosomal dominan

1/500

7. Familial defective apoB-100

apoB (APOB )

LDL Xanthoma tendon,

penyakit jantung koroner

Autosomal dominan

<1/ 1000

Selain itu kelainan dari kolesterol dan trigliserida juga boleh disebabkan oleh (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011):

Tabel 2.2. : Hiperlipidemia Sekunder

Penyebab Kelainan berhubung lipid

Berat badan berlebihan atau obesity Peningkatan trigliserida, penurunan kolesterol HDL

Kurang aktifitas Penurunan kolesterol HDL

Diabetes mellitus Peningkatan trigliserida, peningkatan kolesterol total

Konsumsi alkohol Peningkatan trigliserida dan kolesterol HDL

Hypothyroidism Peningkatan kolesterol total


(32)

2.2.3. Pemeriksaan laboratorium

Antara pemeriksaan yang dilakukan adalah tes kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida. Berikut adalah nilai- nilai dalam mengidentifikasi jumlah kolesterol dan trigliserida dalam darah (Khatib, 2006):

Tabel 2.3. : Klasifikasi kolestrol LDL LDL kolestrol (mmol/L) LDL-kolestrol (mg/dl) Klasifikasi

<2.58 <100 Optimal

2.58-3.33 100-129 Menghampiri optimal

3.36-4.11 130-159 Menghampiri batas tinggi

4.13-4.88 160-189 Tinggi

>4.91 >190 Sangat tinggi

Tabel 2.4. : Klasifikasi kolestrol total Kolestrol total (mmol/l) Kolestrol total (mg/dl) Klasifikasi

<5.17 <200 Normal

5.17-6.18 200-239 Menghampiri tinggi

>6.20 >240 Tinggi

Tabel 2.5. : Klasifikasi kolestrol HDL HDL kolestrol (mmol/l) HDL kolestrol (mg/dl) Klasifikasi

<1.03 <40 Rendah

>1.55 >60 Tinggi

Diuretik Peningkatan kolesterol total dan trigliserida

Beta blocker Peningkatan kolesterol total dan penurunan kolesterol HDL


(33)

Tabel 2.6. : Klasifikasi trigliserida

Trigliserida (mmol/l) Trigliserida (mg/dl) Klasifikasi

<1.69 <150 Optimal

1.69-2.25 150-159 Menghampiri batas tinggi

2.26-5.63 200-499 Tinggi

>5.64 >500 Sangat tinggi

2.2.4. Hiperlipidemia dan diabetes mellitus

Pasien DM tipe 1 selalunya tidak mempunyai masalah hiperlipidemia jika melakukan kontrol glukosa dengan baik. Namun begitu, seperti yang diketahui penurunan produksi insulin mengakibatkan kerja beberapa enzim untuk melakukan metabolisme lemak yaitu enzim lipoprotein lipase dan lipase sensitive hormone terganggu. Enzim lipoprotein lipase yang menghidrolisis trigliserida dalam sirkulasi tidak terinduksi, sedangkan enzim lipase sensitive hormone yang menghidrolisis trigliserida dalam jaringan tidak terhambat. Akibatnya, kadar lemak dalam sirkulasi darah meningkat dan kadar lemak dalam jaringan adipose menurun. Hiperglikemia juga bersangkutan dengan perubahan transport trigliserida dan kolesterol total. Keadaan juga mengatakan kondisi hiperkolesterolemia terjadi bersamaan hipertrigliserida (Inawati, Syamsudin dan Winarno, 2006).

Sedangkan bagi pasien DM tipe 2 selalunya mempunyai komplikasi metabolik hiperlipidemia walaupun menjalani kontrol glukosa dengan baik. Peningkatan insulin resistensi pada DM tipe 2 mempunyai beberapa efek pada metabolisme lipid yaitu; penurunan aktivitas lipoprotein lipase (LPL) yang menyebabkan penurunan katabolisme chylomicrons dan very low density lipoprotein (VLDL). Selain itu terdapat peningkatan perlepasan dari asam lemak bebas dari tisu adipose dan peningkatan sintesa asam lemak di hati serta peningkatan produksi VLDL hati. Pasien dengan DM tipe 2 sering mempunyai kelainan lipid termasuk peningkatan trigliserida dan penurunan HDL (Fauci, et al., 2008).


(34)

2.2.5. Penatalaksanaan Hiperlipidemia

Berdasarkan ADA dan American Heart Association, penatalaksanaan adalah untuk menurunkan kolesterol LDL, meningkatkan kolesterol HDL, menurunkan trigliserida. Penatalaksanan dilakukan mengikut jenis abnormalitas yang dialami pasien. Terapi awal merupakan perubahan diet dan cara hidup pasien yakni menurunkan konsumsi saturasi lemak dan kolesterol, meningkatkan pengambilan lemak tidak saturasi dan karbohidrat, kurangkan merokok dan konsumsi alkohol dan memperbanyak aktifitas. Pembaikan dalam kontrol glukosa juga dapat memberi penurunan yang signifikan pada kadar trigliserida dan peningkatan bagi kadar kolesterol HDL. Antara obat- obatan yang digunakan untuk menurunkan kadar lipid adalah HMG- CoA reduktase inhibitor (Statin) merupakan agen yang bagus dalam menurunkan kolesterol LDL dimana mekanisme kerjanya adalah menginhibisi enzim yang berkerja dalam memproduksi kolesterol. Terdapat juga fibrate berfungsi dalam menurunkan trigliserida dan meningkatakan kolesterol HDL. Selain itu, tedapat asam nikotinik (Niacin) yang dapat menurunkan kadar VLDL, LDL dan meningkatkan kolesterol HDL (Fauci, et al., 2008).


(35)

2.3. Bawang putih (Allium Sativum) 2.3.1. Pengenalan

Nama Allium sativum berasal dari bahasa Celtic yaitu “all”, yang berarti pembakaran atau menyengat dan “sativum” dari bahasa Latin yang berarti ditanam atau dikultivasi. Dalam bahasa Inggeris, bawang putih berasal dari Anglo- Saxon, “gar- leac” atau tanaman tombak mengacu pada tangkai berbunganya. Bawang putih saat ini digunakan sebagai obat herba utama untuk mencegah dan mengobati penyakit jantung dengan menurunkan tekanan darah dan kolestrol, bertindak juga sebagai antimikroba, agen pencegahan kanker dan banyak lagi manfaatnya. Konstituen aktif dalam bawang putih merupakan beberapa senyawa belerang yang cepat diserap, berubah dan dimetabolisme (Kemper, 2000). Klasifikasi bawang putih (Allium sativum) dibagi atas (http://forumsains.com, 2008) :

1. Divisio : Spermatophyta 2. Subdivisio : Angiospermae 3. Kelas : Monocotyledonae 4. Bangsa : Liliales

5. Suku : Liliaceae 6. Marga : Allium 7. Species : Sativum 8. Nama umum : Bawang putih 9. Nama daerah :

-Sumatera :Bawang putih ( Melayu ), Lasun (Aceh), Dasun (Minangkabau), Lasuna (Batak), Bacong landak ( Lampung).

- Jawa :Bawang bodas (Sunda), Bawang (Jawa), Babang pole (Madura).


(36)

2.3.2 Gambaran

Bawang putih (Allium Sativum) adalah herba semusim berumpun yang mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Tanaman ini banyak ditanam di ladang-ladang di daerah pegunungan yang cukup mendapat sinar matahari. Batangnya batang semu dan berwarna hijau. Bagian bawahnya bersiung-siung, bergabung menjadi umbi besar berwarna putih. Tiap siung terbungkus kulit tipis dan kalau diiris baunya sangat tajam. Daunnya berbentuk pita (pipih memanjang), tepi rata, ujung runcing, beralur, panjang 60 cm dan lebar 1,5 cm. Berakar serabut. Bunganya berwarna putih, bertangkai panjang dan bentuknya payung (http://forumsains.com, 2008)

Gambar 2.1.: Bawang putih (Allium sativum) (http://tinyfarmblog.com, 2008)

2.3.3. Kandungan kimia dan sifat kimiawi

Terdapat berbagai zat gizi yang penting dalam bawang putih (Allium sativum) diantaranya ialah air, karbohidrat, protein, lemak dan lain- lain yang sangat penting untuk perkembangan dan pertumbuhan tubuh manusia serta untuk kelangsungan hidupnya. Kandungan zat gizi bawang putih (Allium sativum) dalam 100 gr ditunjukkan seperti di bawah (Botanical-online, 2011):


(37)

Tabel 2.7.: Kandungan zat gizi pada bawang putih (Allium sativum) dalam 100gr

Zat Gizi Jumlah Komposisi

Air 59 gr

Kalori 149 kcal

Lemak 0.5 gr

Karbohidrat 33.07 gr

Fiber 2.1 gr

Mangan 1672 mg

Kalium 401 mg

Sulfur 70 mg

Kalsium 181 mg

Fosforus 153 mg

Magnesium 25 mg

Sodium 17 mg

Vitamin B-6 1235 mg

Vitamin C 31 mg

Asam Glutamat 0.805 gr

Argenine 0.634 gr

Asam Aspartat 0.489 gr

Leucine 0.308 gr

Lysine 0.273 gr

Dalam penelitian ( Amagase, Petesch, Matsuura, Kasuga dan Itakura, 2001) menyatakan kandungan kimia bawang putih cukup kompleks dan dikembangkan sebagai mekanisme melindungi diri dari mikroorganisme lain. Secara keseluruhan, bawang putih terkandung unsur primer sulfur yaitu y-glutamil-S-alk(en)yl-L-cysteines dan S-alk(en)yl-L- cysteines sulfoxides termasuk alliiin. Peptida y-glutamyl merupakan zat pengantara untuk biosintesis sulfoxides cysteines ( Lancaster dan Shaw, 1989). Bawang putih yang masih utuh biasanya berisi aliin ~ 1% bersama dengan (+)-S-methyl-L - cysteine sulfoxide (methiin) dan


(38)

(+)-S-(trans-1-propenyl)-L-cysteine sulfoxide. Di dalam suing bawang putih juga terkandung S-(2-Carboxypropyl)glutathione, y-glutamyl-S-allyl-Lcysteins, y-glutamyl-S-(trans-1-propenyl)-L-cysteine dan y-glutamyl-S-allyl-mercapto-L-cysteines (Fenwick dan Hanley, 1985, Sugii, et al., 1964).

Selama penyimpanan umbi bawang pada suhu dingin, aliin terakumulasi secara alami. Rata- rata sebuah umbi bawang putih berisi 0,9% y-glutamylcysteines dan 1,8% aliin. Selain senyawa- senyawa belerang utama, umbi bawang putih juga mengandungi sejumlah kecil S-allylcystein (SAC). SAC terbentuk dari katabolisme cystein y-glutamyl dan dikatakan berkontribusi kepada kesehatan. Setelah pengolahan bawang putih seperti memotong, menghancurkan, mengunyah atau dehidrasi, enzim allinase (enzim vacuolar) cepat melisis cystolic cystein sulfoxides (alliin) untuk membentuk alkyl alkane-thiosulfinates (allicin) yang sitotoksik dan berbau. Allicin dan thiosulfinates lainnya lansung terurai menjadi senyawa lain seperti diallyl sulfide (DAS), diallyl disulfide (DADS), diallyl trisulfide (DAT), dithiins dan ajoene. Pada masa yang sama juga , y-glutamylcystein dikonversi ke SAC melalui jalur lain.

Gambar2.2.: Jalur y-glutamyl cystein menjadi SAC dan allin dan senyawa-senyawa lain


(39)

2.3.4. Farmakologi a) Farmakokinetik

Dalam penelitian (Amagase, Petesch, Matsuura, Kasuga dan Itakura, 2001) menyatakan bioavailabilitas bahan aktif dalam bawang putih dianggap penting. SAC adalah salah satu senyawa organosulfur bawang putih yang larut dalam air. Konsentrasinya meningkat selama ekstraksi atau penuaan. Farmakokinetik SAC sudah banyak yang diketahui umum. SAC dapat dideteksi dalam hati, plasma dan ginjal setelah asupan oral. Ketersediaan bioavailabilitas SAC adalah 103,0% pada mencit (Nagae, et al., 1994). Senyawa organosulfur bawang putih yang larut minyak, termasuk allicin, sulfida, ajoene dan vinyldithiins, tidak ditemukan dalam darah atau air seni, bahkan setelah konsumsi sejumlah besar bawang putih (Lawson, et al., 1992) Senyawa bawang putih cepat diserap melalui selaput lendir dan kulit. Ekskresi utama melalui hati, ginjal dan juga usus. Nagae (2010) menggambarkan farmakokinetik S-Allylcysteine (SAC) pada hewan model. Penulis juga mendemonstrasikan bahwa terdapat efek first pass metabolism di hati dan ginjal setelah penyerapan di saluran gastrointestinal. Terdapat juga farmakokinetik dari vinyldithiins, transformasi produk allicin, yaitu mempunyai konsentrasi maksimal 15-30 menit setelah absorpsi secara oral (Natural Standard Corporation, 2010).

b) Farmakodinamik (mekanisme kerja bawang putih) 1) Bawang putih dan kanker

Bawang juga mempunyai kandungan untuk memerangi kanker, terutama kanker perut dan usus besar. Organosulfida yang terkandung dalam bawang putih membantu hati memproses senyawa kimia beracun, termasuk senyawa kimia yang menyebabkan kanker beberapa penelitian epidemiologis menunjukan bahwa orang yang banyak mengkonsumsi bawang putih lebih rendah resikonya terkena kanker perut dan usus besar. Untuk memastikan bahwa anda akan mendapatkan hasil yang maksimal, peneliti dari Penn State Unipersity merekomendasikan untuk membiarkan dulu potongan atau tumbukan bawang selama paling sedikit 10 menit, memberi


(40)

waktu bawang itu membentuk kandungan-kandungan yang membantu memerangi kanker (http://forumsains.com, 2008).

2) Bawang putih dan permasalahan wanita

Bawang putih jika selama kehamilan mengurangi resiko komplikasi kehamilan pre-eclampsia. Bawang putih juga memberikan penawar untuk metritis (inflamasi untuk uterus). Inflamasi terjadi akibat kekejangan yang dirasai oleh wanita yang pada kebiasaannya adalah ketegangan otot akibat pengosongan uterus semasa kedatangan haid. Uterus boleh menjadi seperti terbakar . Bawang yang mengandungi faktor penggalak (thiamin) didapati telah mengatasi permasalahan muntah dan loya yang dialami oleh bakal-bakal ibu (Yacob, 2008).

3) Bawang putih sebagai anti platlet

Mekanisme antiplatelet bawang putih jauh lebih mapan daripada perusahaan efek biologi lainnya. Ekstrak air bawang putih menghambat agregasi platelet diinduksi oleh ADP, kolagen, arakidonat, epinefrin dan kalsium ionofor A23187 secara dosis-tergantung. Ditemukan bahwa bawang putih mengurangi pembentukan tromboksan, menghambat aktivitas fosfolipase dan produk lipoxygenase dibentuk pada trombosit. Efek ini dapat menjelaskan, sebagian, penghambatan agregasi trombosit. Selanjutnya, karena bawang putih juga efektif dalam menghambat agregasi diinduksi oleh kalsium ionofor A23187 mungkin menyarankan bahwa efek antiaggregasi mungkin berhubungan dengan intraplatelet mobilisasi kalsium.Penghambatan epinefrin-agregasi diinduksi oleh ekstrak bawang putih mungkin menyarankan bahwa mungkin akan menghambat penyerapan kalsium ke dalam platelet sehingga menurunkan konsentrasi kalsium sitosol.

Dalam kaitan dengan mekanisme tertentu tindakan antiplatelet ajoene (merupakan konstituen dari minyak atsiri bawang putih), beberapa saran telah dibuat. Ajoene menghambat metabolisme asam arakidonat oleh siklooksigenase dan jalur


(41)

lipoxygenase , sehingga menghambat sintesis tromboksan A2 dan 12-HETE. Efek antiaggregatori dari ajoene juga mungkin kausal berkaitan dengan interaksi langsung dengan reseptor fibrinogen diduga (GPIIb / IIa).

Studi-studi dari Jamaluddin et al. (1988) menunjukkan bahwa berinteraksi ajoene dengan hemoprotein dimurnikan terlibat dalam aktivasi platelet. Ajoene memodifikasi pengikatan hemoprotein dengan ligan dianggap fisiologis relevan sebagai efektor.Allicin menghambat agregasi trombosit manusia in vitro tanpa mempengaruhi siklooksigenase atau kegiatan sintase tromboksan atau siklik adenosin monofosfat (AMP) tingkat. Allicin juga menghambat agregasi trombosit tetapi tidak mengubah aktivitas sintase prostasiklin vaskuler. Namun, menghambat ionofor A23187-merangsang neutrofil melepaskan enzim manusia lisosomal. Jadi bawang putih tampaknya yang memiliki komponen yang mungkin memberi efek mereka pada berbagai tahapan yang terlibat dalam proses agregasi trombosit (Benerjee dan Maulik, 2002).

4) Bawang putih dan diabetes mellitus

Walaupun mekanisme yang tepat dari bawang putih sebagai agen diabetes measih belum jelas tetapi studi in vivo dan in vitro menunjukkan bahwa bawang putih bertindak sebagai secretagogue insulin pada tikus diabetes. Augusti & Sheela juga mengusulkan bahwa efek antioksidan dari sulfoxidesistein S-alil (produk yang diisolasi dari bawang putih) memberi kontribusi yang menguntungkan pada diabetes. Mekanisme lain yang diusulkan adalah insulin cadangan dari grup sulphydryl. Allicin jika dikombinasikan dengan senyawa seperti sistein dapat meningkatkan insulin serum (Benerjee dan Maulik, 2002).

5) Bawang putih dan anemia

Bawang putih juga menjadi penawar kepada pesakit-pesakit yang menderita kerana anemia. Anemia bermakna keadaan badan yang tidak boleh mengahasilkan


(42)

hemoglobin yang secukupnya. Anemia boleh terhasil daripada ketidakcukupan protein, iodin, kobalt, kuprum vitamin C atau sebahagian vitamin B. Namun ke semua nutrien ini boleh didapati daripada bawang putih. Terdapat beberapa faktor yang boleh menjadikan bawang putih sebagai makanan yang baik untuk pesakit-pesakit anemia dan antaranya ialah bawang putih meningkatkan penyerapan vitamin B, terutamanya vitamin B-1. Bawang putih mengandugi kuprum yang diperlukan untuk asimilasi zat besi. Selain itu ia diperlukan untuk penyerapan dan penggunaan vitamin C daripada makanan lain. Vitamin C meningkatkan asimilasi zat besi daripada makanan. Oleh itu, dengan mengamalkan bawang putih dalam makanan seharian, secara tidak langsung akan menghindarkan seseorang itu daripada mendapat penyakit anemia. Pesakit-pesakit yang sudah lama menderita pula secara tidak langsung akan mendapat rawatan dan mempunyai harapan untuk sembuh (Yacob, 2008).

6) Bawang putih pada lipid

Efek protektif bawang putih pada artheriosklerosis telah dikaitkan dengan kemampuan untuk mengurangi kadar lemak di dinding arteri. Bawang putih menyebabkan efek artherogenik (preventif) dan antiartherosklerotik (menyebabkan regeresi) langsung pada dinding arteri. Bawang putih menekan kegiatan enzim lipogenik dan kolestrogenik di hati seperti enzim malat, asam lemak sintase, glukosa 6-fosfat dehidrogenase dan 3-hidroksi-3-metil-glutaryl-KoA (HMG CoA) reduktase. Bawang putih juga meningkatkan ekskresi kolestrol dengan meningkatkan ekskresi asam steroid netral setelah mengkonsumsi bawang putih. LDL yang diisolasi dari subjek manusia yang diberi ekstrak bawang putih tua dan ekstrak air bawang putih ditemukan secara signifikan lebih rentan terhadap oksidasi. Data menunjukkan dengan menekan oksidasi LDL mungkin menjadi mekanisme yang kuat dalam menyumbang dalam proses artehroskelerosis. Allicin awalnya diidentifikasi sebagai senyawa aktif yang bertanggungjawab untuk efek antisklerosis, namun baru- baru ini


(43)

studi in vitro menunjukan bahwa senyawa organo sulfur larut dalam air, terutama sistein S-alil (SAC) yang hadir dalam ekstrak bawang yang tua dan dialil-disulfida yang hadir dalam minyak bawnag putih merupakan inhibitor yang poten terhadap sintesa kolestrol (Benerjee dan Maulik, 2002).

Sekitar 4% dari seluruh pasien dengan penyakit kardiovaskuler dan 30% pasien sakit jantung yang mengambil herbal suplemen mengambil bawang putih (Yeh et al, 2006). Pada awal tahun 1920-an dan 1930-an (Rahman 2001, Sclesinger 1926 dan Taubman 1934), menyatakan banyak penelitian melaporkan efek yang menguntungkan terhadap kardiovaskular. Bawang putih dilaporkan dapat membuang oksidan, meningkatkan superoksida dismutase, katalase, peroksidase glutation dan glutathione tingkat serta menghambat peroksidasi lipid dan prostaglandin inflamasi. Bawang putih juga mengurangi sintesis kolestrol dengan menghambat 3-hydoxy-3-methylglutaryl-KoA. Bawang putih juga terbukti menghambat oksidasi LDL, agregasi platelet, plak arteriosklerosis, homosistein menurun, tekanan darah dan meningkatkan sirkulasi mikro yang penting pada diabetes di mana perubahan mikrovaskular ini dapat memberi risiko pada peningkatan penyakit jantung dan demensia (Bongiorno, Fratellone, LoGiudice, 2008).


(44)

Ekstrak Bawang putih (Allium sativium)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 3.1.: Gambar kerangka konsep

3.2. Variabel penelitian 3.2.1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini merupakan bawang putih (Allium sativum) yang telah diekstrak dengan larutan etanol.

3.2.2. Variabel tergantung

Variabel yang tergantung dalam penelitian ini merupakan pengaruh pada mencit diabetes yang diinduksi Alloxan di mana parameternya adalah kadar kolesterol darah.

Kadar kolesterol darah mencit diabetik yang


(45)

3.3. Definisi Operasional No Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur 1. Mencit

diinduksi dengan Alloxan Mencit tertentu yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu kemudian diinduksi Alloxan dengan dosis 200 (Jing dan Yin, 2009) mg/kgBB secara intraperitone al untuk menjadikan mencit itu diabetik. Ambil darah mencit sebanyak 5 µl- 0.2 ml pada vena lateral ekor mencit setelah seminggu diinduksi dengan

Alloxan untuk melihat kadar glukosa darah bagi menentukan mencit diabetik atau tidak Kadar glukosa darah mencit diukur dengan menggunakan strip test

Hiperglikemi (> 200 mg/dl) (Research Animal Resource, 2011)

Normoglikemi (62-175 mg/dl)


(46)

2. Ekstrak bawang putih (Allium sativum) Ekstrak bawang putih (Allium sativum) dibuat dengan menggunaka

n kaedah

maserasi

Ekstrak bawang putih diberi pada mencit dengan dosis 350 mg/kgBB secara oral.

Kadar kolesterol darah mencit diukur dengan menggunakan strip test Kadar Kolesterol: -Tidak Berubah -Meningkat -Menurun Numerik

3. Kadar kolesterol darah mencit Kadar kolesterol dalam darah mencit diabetik yang diinduksi Alloxan setelah diberikan intervensi

Ambil darah sebanyak 5µl-0.2 ml pada vena lateral ekor mencit yaitu pada pre test dan post test untuk melihat pengaruh pemberian intervensi. Kadar kolesterol diukur dengan menggunakan kaedah strip test.

Normo

- Tiada perubahan - Meningkat -Menurun

Numerik

3.4. Hipotesis

1. Hipotesis Nol (Ho)

• Pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum) tidak berpengaruh terhadap kadar kolesterol mencit yang diinduksi Alloxan.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

• Pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum) mempunyai pengaruh terhadap kadar kolesterol mencit yang diinduksi Alloxan.


(47)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis penelitian

Penelitian yang digunakan merupakan penelitian jenis analitik eksperimental laboratorik yang menggunakan RandomizedPre dan Post Test Control Group Design sebagai rancangan penelitian.

4.2 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian dilakukan mulai dari bulan Februari hingga Nopember 2011. Penelitian akan dilakukan setelah mendapat ethical clearance dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tempat penelitian dilakukan pada Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua mencit (Mus Musculus L. Strain Double Ditch Webster (DDW)) jantan di Unit Laboratorium Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan Indonesia.

4.3.2 Sampel penelitian

Sampel penelitian ini adalah 15 ekor mencit (Mus Musculus L. Strain DDW) jantan yang diperoleh dari Unit Laboratorium Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan Indonesia yang dibagi secara randomisasi sederhana menjadi tiga kelompok yakni kelompok kontrol negatif, kontrol positif dan perlakuan. Masing-masing kelompok terdiri dari sembilan ekor mencit (Mus Musculus L. Strain DDW) jantan yang semuanya dikandangkan secara terpisah di Laboratorium Farmakologi, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara,


(48)

Medan Indonesia. Semua sampel penelitian dipelihara pada suhu bilik 25 ± 5°C dengan siklus 12 jam terang dan 12 jam gelap.

a) Kriteria inklusi

1. Mencit Mus Musculus L. Strain DDW jantan berusia 3- 4 bulan. 2. Berat badan mencit 20- 35 g.

3. Kondisi sehat yaitu mencit aktif dan tidak cacat.

4. Kadar glukosa darah pada mencit setelah diinduksi Alloxan adalah diatas 200 mg/dl ( Jing dan Yin, 2009).

b) Kriteria eksklusi

1. Bobot mencit menurun hingga berat badannya kurang dari 20 g. 2. Mencit mati dalam masa penelitian.

3. Mencit mengalami diare selama penelitian berlangsung. 4. Mencit cacat selama penelitian berlangsung.

4.3.3 Besar sampel

Besarnya sampel ditentukan berdasarkan kriteria yang dikemukakan WHO, yaitu minimal lima ekor mencit tiap satu kelompok. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima ekor mencit tiap kelompok. Terdapat tiga kelompok yakni dua kelompok kontrol dan satu kelompok perlakuan. Jumlah sampel seluruhnya adalah 15 ekor mencit (Mus Musculus L. Strain DDW) jantan.

4.3.4 Cara pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara randomisasi sederhana untuk menghindari bias karena variasi umur dan berat badan. Randomisasi dapat langsung diaplikasikan karena sampel diambil dari mencit (Mus Musculus L. Strain DDW) jantan yang telah memenuhi kriteria inklusi sehingga dianggap cukup homogen. 15 ekor mencit (Mus Musculus L. Strain DDW) jantan dibagi menjadi tiga kelompok


(49)

yaitu satu kelompok perlakuan dan dua kelompok kontrol. Masing-masing kelompok terdiri dari lima ekor mencit (Mus Musculus L. Strain DDW) jantan yang dikandangkan secara terpisah di Laboratorium Farmakologi, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan Indonesia.

4.4 Teknik dan Pengumpulan Data 4.4.1 Alat dan Bahan

a) Alat

1. Kandang mencit.

2. Tempat pakan dan tempat minum mencit untuk tiap kandang. 3. Sonde oral.

4. Timbangan elektronik.

5. Alat- alat untuk menginduksi mencit menjadi mencit diabetik.

6. Alat-alat untuk membuat ekstrak bawang putih (Allium sativum) seperti Rotary evaporator, Freeze dryer dan lain- lain.

7. Alat-alat untuk mengukur kadar glukosa darah dan kadar kolesterol pada mencit.

b) Bahan

1. Makanan mencit (Mus Musculus L. Strain DDW) jantan yaitu pakan standar dan minuman untuk mencit.

2. Bahan-bahan untuk membuat ekstrak bawang putih (Allium sativum) seperti etanol.

3. Ekstrak bawang putih (Allium sativum) yang didapat secara maserasi.

4. Bahan-bahan yang digunakan untuk menginduksi mencit menjadi mencit diabetik yaitu Alloxan.


(50)

4.4.2 Cara Pengambilan Data (Prosedur Kerja) 4.4.2.1. Persiapan hewan coba

Sebelum penelitian dimulai, terlebih dahulu dipersiapkan tempat pemeliharaan hewan coba, yaitu kandang (bak plastik), sekam, tempat makan, minum dan pakan mencit. Setelah itu dilakukan aklimatisasi di laboratorium selama 1 minggu. Mencit dibagi menjadi 3 kelompok yaitu 1 kelompok kontrol mencit normal (tidak diabetes) dan 2 kelompok mencit diabetes. Untuk menjadi diabetes, mencit diinduksi dengan Alloxan dengan dosis tunggal yaitu 200 mg/kgBB ( Tanquilut, et al., 2009) diinjeksikan 1 kali dan dipantau selama 3 hari. Jika dalam waktu 3 hari belum mengalami diabetes maka disuntik kembali dengan dosis tunggal 200 mg/kgBB dengan cara intraperitonial.

4.4.2.2. Pembuatan ekstrak bawang putih

Pembuatan ekstrak bawang putih dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol, etil asetat dan n-heksan (Dirjen POM, 1986). Caranya:

1. Menyiapkan bawang putih.

2. Bawang putih terlebih dahulu di kupas dan dibersihkan dengan menggunakan air mengalir.

3. Bawang putih yang sudah dibersihkan dirajang halus.

4. Sebanyak 10 bagian serbuk simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan kedalam sebuah bejana.

5. Kemudian dituangi dengan 75 bagian penyari, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk.

6. Setelah 5 hari, sari diserkai, ampas diperas.

7. Ampas dicuci dengan cairan penyari secukupnya, diaduk dan diserkai hingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian.

8. Pindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya selama 2 hari.


(51)

9. Enap tuangkan atau saring.

10.Pemekatan ekstrak dilakukan dengan alat rotary evaporator pada 40oC, kemudian ekstrak dikeringkan dengan freeze dryer.

4.4.2.3. Pembuatan Suspensi Carboxylmethylcelllulose (CMC) Ekstrak Bawang Putih 6% b/v

Sebanyak 0.5 g CMC ditaburkan sedikit demi sedikit dalam lumpang yang berisi aquadest panas (suhu 70°C) sebanyak 10 ml. Diamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparen, dan digerus hingga terbentuk gel. Sebanyak 6 g ekstrak digerus dan ditambahkan gel CMC sedikit demi sedikit dan digerus sehingga terbentuk suspensi. Kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml sambil diaduk dan dicukupkan volumenya dengan aquadest hingga 100 ml.

4.4.2.4. Rumus pengiraan dosis Ekstrak Bawang Putih

Mengikut penelitian sebelumnya ekstrak bawang putih yang diberikan pada tikus adalah dengan menggunakan dosis 250 mg/kgBB (Mathew dan Agusti, 1973) dalam (Banerjee dan Maulik, 2002). Bila diinginkan dosis absolut pada mencit dengan BB 20 g dari data dosis pada tikus 250 mg/kg (untuk tikus dengan bobot 200 g), maka lebih dahulu dihitung dosis absolut pada tikus, yaitu (250 × 0.2) mg = 50 mg. Dengan mengambil faktor konversi 0.14 dari tabel perbandingan luas permukaan tubuh hewan percobaan (Laurence, 1981) dalam (Anonim, 2010) diperoleh dosis untuk mencit = (50 × 0.14) mg = 7 mg. Dengan demikian dapat diramalkan efek farmakologis suatu obat yang timbul pada mencit dengan dosis 7 mg / 20 gBB atau 350 mg/kgBB adalah sama dengan yang timbul pada tikus dengan dosis 250 mg/ kgBB, dari obat yang sama.


(52)

• Bila setiap mencit diasumsi mempunyai berat rata- rata BB 35 gram, maka:

• Dosis seekor mencit= 350 mg x 35 g BB = 12.25 mg ≈ 12 mg 1000 g BB

Menurut Laurence (1981) dalam (Anonim, 2010), menyatakan kerana volume cairan maksimal yang dapat diberikan per oral pada mencit adalah 1 ml/ 20 g BB, disarankan takaran pemberian tidak melebihi setengah kali volume maksimalnya. Oleh itu, dilakukan pengenceran ekstrak, dengan rincian 6 g ekstrak dilarutkan dalam 100 ml larutan suspensi CMC 0,5 %.

• Pengenceran ekstrak 6 gram ekstrak = 6000 mg ekstrak 100 ml CMC 0.5% 100 ml CMC 0.5%

Atau dengan kata lain 1 ml larutan mengandung 60 mg ekstrak. Bila dosis tiap mencit adalah 12 mg maka volume ekstrak diberikan adalah 0,2 ml tiap mencit tiap hari.

4.4.2.5. Pembuatan Placebo dengan suspensi CMC 0.5%

Sebanyak 0.5 g CMC ditaburkan sedikit demi sedikit dalam lumpang yang berisi aquadest panas (suhu 70°C) sebanyak 10 ml. Diamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparen, dan digerus hingga terbentuk gel. Kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml sambil diaduk dan dicukupkan volumenya dengan aquadest hingga 100 ml.


(53)

4.4.2.6. Cara kerja

Sampel dibagi menjadi tiga kelompok melalui randomisasi sederhana, yaitu kontrol negatif (K1), kontrol positif (K2) dan perlakuan (P). Pengukuran kadar kolesterol darah mencit dilakukan pada pre test dan post test untuk melihat ada atau tidak pengaruh yang signifikan dari ekstrak bawang putih (Allium sativum).

Rancangan Percobaan:

Keterangan:

• R = Randomisasi sederhana

• K1 = Kontrol 1 (kelompok negatif yang diberi diet standard + placebo)

• K2 = Kontrol 2 (kelompok positif yang diinduksi Alloxan dan diberi diet standard+ placebo)

• P = Perlakuan ( kelompok yang diinduksi Alloxan + diet standard+ ekstrak bawang putih)

• KK 1 = Kadar kolesterol pada K1

• KK 2 = Kadar kolesterol pada K2

• KP = Kadar kolesterol pada P

Mencit (Mus Musculus L.Strain DDW) R K1

K2

P

KK 1

KK 2


(54)

Proses adaptasi (aklimatisasi) dilakukan pada mencit jantan (Mus Musculus L.Stain DDW) selama 1 minggu sebelum mendapat perlakuan. Sebanyak 15 ekor mencit hanya diberi pakan standard dan minum ad libitum dan dikekalkan pada siklus 12/12 gelap-cahaya.Setelah 1 minggu adaptasi, 15 ekor mencit tersebut dibagi kepada dua kelompok secara randomisasi sederhana yakni 5 ekor untuk kelompok tikus normal (kontrol negatif, K1) dan 10 ekor untuk kelompok tikus yang akan diinduksi Alloxan untuk menjadi diabetes (kontrol positif, K2 dan kelompok perlakuan, P). Pada kelompok kontrol negatif diteruskan pemberian diet standard. Sebaliknya,pada kelompok kontrol positif, dilakukan induksi diabetes menggunakan Alloxan secara injeksi intraperitoneal dosis tunggal yaitu sebanyak 200 mg/kgBB (Tanquilut, et al., 2009). Setelah 3 hari, pengukuran kadar gula darah menggunakan strip test dilakukan pada kesemua mencit.

Pada mencit yang diinduksi Alloxan,hanya mencit dengan kadar gula darah lebih besar dari 200 mg/dL (Jing dan Yin, 2009) akan digunakan pada kelompok positif. Mencit yang belum mencapai hiperglikemi akan diberikan injeksi ulang Alloxan menggunakan dosis yang sama yaitu 200 mg/kgBB. Pembahagian kelompok mencit normal secara random sederhana adalah kepada kontrol negatif (K1) yaitu yang diberi diet standard dan placebo setiap hari. Pada kelompok positif (mencit yang berjaya mencapai standard hiperglikemi) pula akan dibahagi secara random kepada kontrol positif (K2) yaitu yang diberi diet standard dan placebo setiap hari dan perlakuan (P) yang diberi ekstrak bawang putih dan diet standard. Pada kelompok (P), mencit diberikan ekstrak bawang putih dengan dosis 350 mg/kgBB per oral pada satu kali pada setiap hari dalam rentang waktu antara jam 10 pagi hingga 1 siang. Pengukuran kadar kolesterol darah dilakukan diawal penelitian dan setelah 10 hari pemberian perlakuan menggunakan strip test.


(55)

4.4.3 Alur penelitian

15 ekor mencit Mus Musculus L. Strain DDW jantan

Adaptasi 1 minggu dan selepas seminggu diambil kadar kolesterol mencit

Randomisasi sederhana (15 ekor)

K1 (5 ekor mencit nomal)

Mencapai standard hiperglikemi Diet standard

dan placebo selama satu

minggu

Diinduksi

Alloxan

Sisa (10 ekor)

Setelah 3 hari, diambil kadar kolesterol dan glukosa mencit

K2 (5 ekor) P (5 ekor)

Diet standard + di beri ekstrak bawang putih

selama 10 hari Diet standard +

placebo selama 10 hari Diet standard +

placebo selama 10 hari


(56)

4.5 Pengolahan dan Analisa Data 4.5.1. Cara Pengolahan Data Tahap-tahap pengolahan data:

1. Mengedit data yang tersedia (tahap editing)

2. Cleaning data untuk meneliti kembali kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi

3. Penabulasian data dengan cara disajikan ke dalam tabel-tabel yang telah disediakan.

4.5.2. Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.00 for windows. Langkah pertama yakni, data hasil pengamatan yang sudah ditabulasi diuji normalitas distribusi dengan uji Kolmogov Smirnov. Sekiranya data berdistribusi normal yaitu nilai signifikan p> 0.05 maka akan dilanjutkan dengan uji statistik dengan uji beda ≥ 2 mean (ANOVA-Analysis of covarianse). Dengan menggunakan signifikan 95 %, maka sekiranya nilai p< 0.05 maka hasil terdapat perbedaan yang bermakna.


(57)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PERBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Pemilihan lokasi ini adalah kerana fasilitas untuk proses membuat ekstrak bawang putih, proses induksi Alloxan dan pemeliharaan mencit telah tersedia. Selain itu, di laboratorium ini juga terdapat assistan laboratorium yang kompeten dalam membantu peneliti.

5.1.2 Deskripsi Sampel Penelitian

Setelah sampel diperoleh dengan menggunakan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, di mana di awal penelitian menggunakan 27 ekor mencit (Mus Musculus L. Strain DDW) pada akhirnya menjadi 15 ekor mencit sahaja. Hal ini adalah dikarenakan adanya 6 ekor mencit yang mati di sepanjang penelitian, dan paling banyak mati adalah sebanyak 3 ekor mencit di kelompok mencit diabetik yang diberi bawang putih. Sehingga untuk penyeragaman jumlah mencit tiap kelompok menjadi 5 ekor mencit dan penelitian ini dilakukan selama 10 hari dengan intervensi kadar kolesterol sebelum dan selepas mencit diberi bawang putih.


(58)

5.1.3 Analisa Data

5.1.3.1 Penilaian kadar kolesterol mencit sebelum dan selepas diberi perlakuan

Dari data rerata Kadar Kolesterol sebelum dan selepas pelakuan bagi setiap kelompok yaitu kelompok mencit normal yang diberi placebo, mencit diabetic diberi placebo dan juga mencit diabetic diberi bawang putih, dapat dilihat diagram gambar seperti gambar 5.1:

Gambar 5.1:Perubahan KGD Mencit Sebelum dan Perlakuan

Daripada gambar 5.1 di atas, dapat dilihat secara deskriptif terdapat kenaikkan pada mencit normal yang diberi placebo dan pada mencit diabetic diberi bawang putih. Sedangkan terjadi penurunan pada mencit diabetic yang diberi placebo selepas diberi masing- masing perlakuan selama 10 hari.


(1)

Bawang Putih Yang Siap Dirajang Pengeringan Dalam Freeze Dryer


(2)

Pembuatan Ekstrak Bawang Putih Selesai Proses Evaporator

Ekstrak Bawang Putih Ditimbang Lumpang Dengan Timbangan Elektronik


(3)

Lumpang Ekstrak hingga Sebati Pembuatan Suspensi Ekstrak

Suspensi Carboxylmethylcellulose Ekstrak Bawang Putih dan Obat ( CMC 0.5% b/v ) Hipoglikemik Oral (Metformin dan Glibenklamid)


(4)

Persiapan Membuat Larutan Aloksan Larutan Aloksan siap dihasilkan


(5)

Mencit minum Sebelum Proses Induksi Aloksan

Menginduksi Mencit Dengan Aloksan Memberi Oral Sonde (Perlakuan) Secara Intraperitoneal


(6)

Test KGD dan kolesterol mencit Strip test, glucometer & cholestrolmeter

Pengambilan darah vena di ekor


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Limpa Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

1 107 58

Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

8 122 176

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Struktur Kraniofacial Fetus Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

2 104 74

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum L.), Metformin dan Glibenklamid terhadap Kadar Gula Darah pada Mencit Diabetes yang Diinduksi Aloksan Tahun 2011

2 65 103

Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang putih (Allium sativum L.) terhadap Regulasi Apoptosis Sel Germinal Tikus Jantan (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley

1 26 89

Pengaruh Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum)terhadap Aktivitas Proliferase Sel Limfosit Mencit (Mus musculus) sebagai Indikator Imunostimulan secara in Vitro

0 7 64

Produksi Mencit Putih (Mus musculus) Dengan Subtitusi Bawang Putih (Allium sativum) Dalam Ransum

0 11 63

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH ( Allium sativum L) TERHADAP KUALITAS PROSES SPERMATOGENESIS TESTIS MENCIT JANTAN (Mus musculus ) STRAIN JEPANG.

0 2 1

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH ( Allium sativum L) TERHADAP KUALITAS PROSES SPERMATOGENESIS TESTIS MENCIT JANTAN (Mus musculus ) STRAIN JEPANG.

0 0 18

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Struktur Histologis Hepar Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Parasetamol.

0 0 5