Profil Imunoglobulin G Pada Kambing Peranakan Etawah Bunting Yang Diberi Mineral Zink (Zn).

PROFIL IMUNOGLOBULIN G PADA KAMBING
PERANAKAN ETAWAH BUNTING YANG DIBERI MINERAL
ZINK (Zn)

RIZAL RAHADIAN RAMDHANY

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Imunoglobulin G
pada Kambing Peranakan Etawah Bunting yang Diberi Mineral Zink (Zn) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Rizal Rahadian Ramdhany
NIM B04110112

ABSTRAK
RIZAL RAHADIAN RAMDHANY. Profil Imunoglobulin G pada Kambing
Peranakan Etawah Bunting yang Diberi Mineral Zink (Zn). Dibimbing oleh SUS
DERTHI WIDHYARI dan ANITA ESFANDIARI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek suplementasi mineral Zn
terhadap profil imunoglobulin G (IgG) pada kambing Peranakan Etawah (PE)
bunting periode sekitar partus. Penelitian ini menggunakan lima belas ekor
kambing umur tiga sampai enam tahun, dengan bobot badan 30 sampai 50 kg.
Induk kambing dibagi ke dalam tiga kelompok perlakuan, masing-masing terdiri
atas 5 ekor. Kelompok Zn40 (kontrol) diberi pakan mengandung Zn 40 ppm,
kelompok Zn60 mengandung Zn 60 ppm, dan kelompok Zn80 mengandung Zn 80
ppm. Pengambilan sampel darah dilakukan pada vena jugularis setiap dua
minggu, mulai umur kebuntingan dua belas minggu sampai dengan delapan
minggu setelah partus untuk dilakukan analisis terhadap konsentrasi IgG. Analisis
konsentrasi IgG dilakukan menggunakan teknik Enzyme Linked Immunosorbent

Assay (ELISA) metode kompetitif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang nyata (P>0,05) antar kelompok perlakuan maupun waktu
kebuntingan. Namun demikian, terdapat kecenderungan menurunnya konsentrasi
IgG pada kelompok Zn40 dan Zn80 pada periode kebuntingan hingga partus,
sedangkan pada kelompok Zn60 memperlihatkan konsentrasi IgG yang relatif
stabil sepanjang pengamatan. Suplementasi Zn 60 ppm memperlihatkan
konsentrasi IgG yang lebih tinggi dibandingkan dengan suplementasi Zn 80 ppm.
Suplementasi Zn dalam pakan pada periode kebuntingan dan awal laktasi perlu
dilakukan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Kata kunci: IgG, peranakan etawah, periparturien, zink

ABSTRACT
RIZAL RAHADIAN RAMDHANY. Immunoglobulin G Profile on Pregnant
Etawah-Grades Goats Suplemented by Zinc. Supervised by SUS DERTHI
WIDHYARI and ANITA ESFANDIARI.
The objective of this experiment was to study the effect of zinc
supplementation towards the profile of immunoglobulin G on the pregnant
etawah-cross goats. Fifteen etawah-cross goats does (3-6 years old and 30-50 kg
body weight) were used in this experiment and divided into three group, 5 heads
each. The first group (Zn40) received Zn 40 ppm as control, the second group

(Zn60) received Zn 60 ppm, and the third group (Zn80) received Zn 80 ppm.
Blood samples were collected from jugular vein every two weeks, started at twelve
weeks of pregnancy up to eight weeks post partum for immunoglobulin G
analysis. IgG level were analyzed by Enzyme Linked Immunosorbent Assay
(ELISA) technique, competitive method. Results of this experiment showed that
there were no siginificant difference of immunoglobulin G level (P>0,05) between
Zn40, Zn60, and Zn80 groups. However, IgG level of Zn40 and Zn80 groups tend
to decrease during pregnancy until two weeks post partum. On the other hand,
IgG level of Zn60 group relatively stable during observation. In conclusion,
supplementation of Zn 60 ppm showed higher IgG level than Zn 80 ppm. Zn
supplementation essential for increasing immunity system on pregnancy and early
lactation.
Keywords: etawah-cross goats, IgG, periparturient, zinc

PROFIL IMUNOGLOBULIN G PADA KAMBING
PERANAKAN ETAWAH BUNTING YANG DIBERI MINERAL
ZINK (Zn)

RIZAL RAHADIAN RAMDHANY


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul Profil Imunoglobulin G pada Kambing
Peranakan Etawah Bunting yang Diberi Mineral Zink (Zn) dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Drh Sus Derthi Widhyari, MSi dan
Dr Drh Anita Esfandiari, MSi selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan,
dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan
skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Ibu

Erny Irsanawati dan Bapak Drs Denny Ramdhany, MSi. Selanjutnya ungkapan
terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman seangkatan Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Angkatan 48 yang telah berjuang
bersama dalam menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Insitut
Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
terdapat kekurangan.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai
evaluasi bagi penulis. Terlepas dari kekurangan yang ada, penulis berharap skripsi
ini dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2015

Rizal Rahadian Ramdhany

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

Imonoglobulin G

2

Kambing Peranakan Etawah (PE)

3

Kebuntingan pada Kambing

4

Mineral Zink (Zn)

4

METODE


5

Waktu dan Tempat

5

Alat dan Bahan

5

Hewan Percobaan

5

Metode Penelitian

6

Sinkronisasi Estrus dan Inseminasi Buatan


6

Pengambilan Sampel Darah

6

Pemeriksaan Sampel Darah

6

Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

7
7

Konsentrasi IgG pada Periode Kebuntingan

7


Konsentrasi IgG pada Periode Awal Laktasi

9

SIMPULAN DAN SARAN

10

Simpulan

10

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

11


RIWAYAT HIDUP

14

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Konsentrasi IgG (mg/mL) pada periode kebuntingan
Tabel 2 Konsentrasi IgG (mg/mL) pada periode awal laktasi

7
9

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur imunoglobulin G
2 Rataan konsentrasi IgG selama pengamatan

3
10

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan populasi masyarakat Indonesia menyebabkan kebutuhan
pangan semakin meningkat. Salah satu sumber pangan asal hewan ternak yang
dapat dijadikan komoditas untuk memenuhi kebutuhan pangan adalah kambing.
Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan salah satu ternak yang memiliki
fungsi ganda sebagai penghasil daging maupun susu. Konsumsi daging kambing
memiliki persentase yang cukup tinggi di beberapa wilayah Indonesia sehingga
dapat dijadikan ternak yang potensial di bidang agribisnis (Mulyono dan Sarwono
2004).
Peningkatan produktivitas ternak perlu dilakukan berkaitan dengan
permintaan daging dan susu yang terus meningkat. Upaya peningkatan
produktivitas dapat dilakukan terutama melalui perbaikan manajemen pakan
(Yulistiani et al. 1999).
Masalah yang sering muncul dalam peternakan kambing adalah penurunan
produktivitas. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan
produktivitas adalah penurunan sistem kekebalan tubuh. Produktivitas hewan
dipengaruhi oleh unsur genetik, pakan, dan lingkungan. Pakan yang diberikan
harus memiliki kualitas yang baik dan kuantitas yang cukup agar dapat memenuhi
kebutuhan induk dan fetus terutama pada masa kebuntingan dan laktasi.
Penurunan sistem kekebalan tubuh dapat disebabkan oleh faktor defisiensi
nutrisi. Salah satu nutrisi yang terkandung di dalam pakan adalah mineral. Mineral
zink (Zn) merupakan mineral mikro yang tidak dapat dikonversi dari zat gizi lain.
Oleh karena itu, mineral Zn harus tersedia dalam pakan yang dikonsumsi (Bender
1993 dalam Widhyari 2005). Mineral Zn yang terdapat dalam pakan memiliki
peran penting dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Pakan pada umumnya
mengandung mineral Zn dalam konsentrasi yang rendah berkisar antara 20 hingga
35 mg/kg bahan kering, sedangkan kebutuhan Zn sekitar 40 hingga 60 mg/kg
bahan kering (Scaletti et al. 2004). Oleh karena itu suplementasi Zn perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya defisiensi.
Defisiensi Zn dapat terjadi apabila konsentasi Zn dalam pakan tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan mineral Zn yang meningkat. Rendahnya konsentrasi
Zn di dalam darah pada hewan bunting dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pembentukan fetus, kematian embrio secara dini, dan dapat menyebabkan abortus
(Rink dan Gabriel 2000).
Mineral Zn diduga juga memiliki peran penting dalam meningkatkan
respons kekebalan tubuh. Oleh karena itu suplementasi mineral Zn perlu
dilakukan untuk menjaga sistem imunitas yang sering menurun dijumpai pada
periode sekitar partus.
Suplementasi Zn yang diberikan diharapkan mampu mempertahankan
konsentrasi IgG selama periode kebuntingan dan laktasi. Menurut Waterman
(2002), terdapat hubungan yang sangat erat antara status kesehatan dan daya tahan
tubuh dengan konsentrasi IgG di dalam darah. Belum banyak informasi tentang
pengaruh suplementasi Zn terhadap konsentrasi IgG pada kambing selama periode
kebuntingan dan awal laktasi.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian Zn terhadap
profil imunoglobulin G (IgG) pada kambing Peranakan Etawah selama periode
kebuntingan dan awal laktasi.

Manfaat Penelitian
Suplementasi mineral Zn diharapkan mampu mempertahankan konsentrasi
imunoglobulin G (IgG) pada kambing selama periode kebuntingan dan awal
laktasi sehingga dapat menekan kejadian penyakit pada periode tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
Imonoglobulin G
Imunoglobulin adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum
atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia. Imunoglobulin termasuk dalam
glikoprotein yang mempunyai struktur dasar sama, dimana komponen polipeptida
membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut (Hurley et.al 2001).
Imunoglobulin terdiri dari 5 kelas utama yaitu IgG, IgM, IgA, IgD, dan IgE.
Perbedaan kelas ini ditentukan oleh perbedaan susunan asam amino dan berat
molekul yang menyebabkan perbedaan aktivitas biologis (Radji 2010).
Imunoglobulin G (IgG) adalah imunoglobulin yang terdapat dalam
konsentrasi tertinggi dalam serum dan memiliki peran utama dalam mekanisme
pertahanan yang diperantarai oleh antibodi (Tizard 2013). Imunoglobulin G
merupakan antibodi utama yang dibentuk atas adanya rangsangan antigen.
Imunoglobulin G menempati 80% dari total antibodi yang terdapat dalam serum
(Radji 2010).
Imunoglobulin G dapat melindungi tubuh dari bakteri, virus, menetralkan
toksin bakteri, dan dapat meningkatkan efektivitas sel-sel fagosit apabila berikatan
dengan antigen. Imunoglobulin G merupakan antibodi utama yang dibentuk atas
adanya rangsangan antigen. Imunoglobulin G pada manusia memiliki kemampuan
untuk menembus jaringan plasenta sehingga dapat memberikan proteksi utama
pada fetus selama periode kebuntingan (Radji 2010).
Imunoglobulin G pada hewan kambing tidak dapat menembus plasenta dan
memberikan proteksi pada saat kebuntingan. Kambing memiliki plasenta dengan
tipe syndesmochorial yang memiliki jaringan pemisah antara sirkulasi darah induk
dan fetus. Jenis plasenta tersebut tidak memungkinkan untuk terjadinya transfer
imunoglobulin dari induk ke fetus selama periode kebuntingan (Tizard 2013).

3

Gambar 1 Struktur imunoglobulin G (Williams 2007)
Molekul imunoglobulin G dapat dipecah oleh enzim papain menjadi tiga
fragmen yaitu dua fragmen yang terdiri dari rantai berat (H) dan rantai ringan (L)
disebut Fab dan satu fragmen yang hanya terdiri dari rantai berat (H) saja disebut
Fc (Gambar 1). Fragmen Fc merupakan fragmen yang tidak mempunyai
kemampuan untuk mengikat antigen tetapi dapat bersifat sebagai determinan
antigen (Radji 2010).

Kambing Peranakan Etawah (PE)
Indonesia memiliki beberapa jenis kambing yaitu kambing Kacang,
kambing Merica, kambing Jamnapari (Etawah), dan kambing Gembrong (Darwati
et al. 1990). Menurut Sodiq dan Abidin (2002), kambing Etawah berasal dari
wilayah Jamnapari, India sebagai penghasil susu yang diimpor ke Indonesia oleh
pemerintah kolonial Belanda saat masa penjajahan.
Bangsa kambing yang paling banyak ditemui di Indonesia adalah Kambing
Kacang dan Peranakan Etawah. Kambing Peranakan Etawah merupakan
persilangan antara kambing Kacang yang merupakan kambing asli Indonesia
dengan kambing Etawah yang berasal dari India. Kambing Kacang merupakan
jenis kambing lokal dan umumnya memiliki ukuran badan yang lebih kecil
dibandingkan dengan kambing Peranakan Etawah (Darwati et al. 1990).
Kambing Peranakan Etawah merupakan kambing bertipe dwiguna, yaitu
penghasil daging dan susu. Kambing Peranakan Etawah memiliki potensi untuk
beranak kembar dengan rataan jumlah anak per kelahiran sebanyak 1,5 ekor
(Yulistiani et al. 1999). Menurut Sutama (2002), kambing Peranakan Etawah
memiliki ciri-ciri kombinasi antara kambing Kacang dan kambing Etawah. Ciriciri kambing Peranakan Etawah antara lain adalah bobot hidup dewasa berkisar
antara 40-45 kg, tinggi pundak antara 70-80 cm, kepala agak kecil, telinga
panjang terkulai ke bawah sekitar 30 cm, leher panjang dan tebal, garis punggung
lurus atau agak cembung, muka cembung terutama pada hewan jantan, dan
memiliki ekor yang pendek.

4

Kebuntingan pada Kambing
Rata-rata masa kebuntingan kambing adalah selama 145 hari. Kebuntingan
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah jenis hormon yang
diekskresikan selama periode kebuntingan (Tizard 2013). Sel-sel khusus dalam
kelenjar endokrin dapat menghasilkan zat organik yang disebut dengan hormon
dan masuk ke dalam peredaran darah dalam jumlah yang sangat kecil sehingga
dapat merangsang sel-sel tertentu untuk berfungsi (Supriatna dan Pasaribu 1992).
Hormon progesteron merupakan hormon yang dihasilkan oleh korpus luteum dan
jaringan plasenta. Hormon progesteron mengalami peningkatan konsentrasi pada
masa kebuntingan karena hormon ini menyebabkan sel-sel desidua tumbuh dalam
endometrium uterus, mencegah kontraksi uterus yang menyebabkan abortus
spontan, meningkatkan sekresi tuba falopi dan uterus untuk perkembangan embrio
serta membantu estrogen mempersiapkan kelenjar mamari untuk laktasi (Guyton
1997). Menurut McDonald (1989), progesteron memiliki fungsi dalam
mempersiapkan lingkungan uterus untuk proses implantasi dan memelihara
kebuntingan melalui peningkatan sekresi glandula endometrium dan menghambat
motilitas miometrium.
Hormon progesteron akan mengalami penurunan konsentrasi saat menjelang
kelahiran. Penurunan konsentrasi ini bertujuan untuk menginduksi terjadinya
proses kelahiran pada kambing. Proses kelahiran pada kambing didahului oleh
penurunan konsentrasi progesteron induk yang dipicu oleh peningkatan
konsentrasi kortisol di dalam aliran darah fetus. Kortisol yang mengalami
peningkatan konsentrasi, masuk ke dalam sirkulasi darah induk dan menginduksi
terjadinya proses kelahiran dengan cara mengaktivasi produksi prostaglandin
(Khan dan Laudri 2002).
Beberapa studi melaporkan bahwa kebuntingan dapat memicu terjadinya
stres. Kondisi stres yang terjadi pada masa kebuntingan dapat menyebabkan
terjadinya penurunan nafsu makan, berat badan, dan terhambatnya proses
kelahiran. Adenocorticotropic Hormone (ACTH) menyebabkan sekresi kortisol
dari korteks adrenal meningkat hingga 20 kali lipat. Sekresi hormon ACTH diatur
oleh hormon Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang disekresikan oleh
hipotalamus. Hormon ACTH memengaruhi beberapa jaringan termasuk jaringan
kulit, lemak, darah, pembuluh darah, hati, dan otot jantung. Menurut Guyton
(1997), kortikosteroid merupakan hormon yang disekresikan oleh korteks adrenal
dan terbagi menjadi glukokortikoid (disekresikan oleh zona fasiculata korteks
adrenal) dan mineralokortikoid (disekresikan oleh zona gromerolusa korteks
adrenal).

Mineral Zink (Zn)
Kebutuhan kambing Peranakan Etawah terhadap pakan sangat bergantung
pada fisiologis tubuh hewan. Kambing membutuhkan hijauan segar sebanyak 10%
dari berat badannya. Kambing yang sedang bunting membutuhkan pakan yang
lebih banyak dibandingkan dengan kambing dalam kondisi normal. Pakan yang
diberikan harus mengandung unsur lemak, protein, karbohidrat, mineral, vitamin,
dan air (Mulyono dan Sarwono 2004).

5
Salah satu mineral yang dibutuhkan oleh kambing yang sedang bunting
adalah Zn. Mineral Zn esensial untuk pertumbuhan, reproduksi, dan
perkembangan hidup hewan serta mempunyai pengaruh terhadap proses-proses
perbaikan jaringan dan penyembuhan luka. Mineral Zn berfungsi dalam sintesis
dan penyimpanan beberapa hormon seperti insulin dan glukagon. Selain itu, Zn
berperan dalam metabolisme karbohidrat, metabolisme vitamin A, dan
keseimbangan asam basa. Mineral Zn dapat ditemukan pada hati, pankreas, ginjal,
otot, dan tulang (Rink dan Gabriel 2000).
Beberapa keadaan yang menyertai terjadinya penurunan konsentrasi Zn di
dalam darah diantaranya adalah pemberian kortikosteroid, stres, peradangan,
distokia, dan trauma (Cousin 1985). Mineral Zn pada ternak betina berpengaruh
terhadap keseluruhan fase dari proses reproduksi yaitu estrus, kebuntingan, dan
laktasi. Menurunnya konsentrasi Zn dapat menyebabkan terjadinya apoptosis.
Toksisitas akibat Zn jarang terjadi dan pada sapi perah kadar toksik berkisar
antara 500 sampai dengan 1500 ppm (Howell 1983).
Linder (1992) melaporkan penggunaan suplemen Zn perlu dipertimbangkan
karena penyerapan Zn sedikit banyak berkompetisi dengan ion-ion metal transisi
seperti Fe, Cu, P, dan Ca. Mineral Zn dapat disimpan dalam bentuk metallotionin
yang merupakan protein intraseluler yang memiliki ikatan kuat dengan Zn dan Cu.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor.
Pemeriksaan darah dilakukan di laboratorium Imunologi Pusat Studi Satwa
Primata (PSSP) Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan selama penelitian adalah Controlled Internal Drug
Release, Goat (CIDR-G), ultrasonografi (USG), refrigator, freezer, sentrifus,
disposable syringe 10 mL, microplate strip, spektofotometer, ELISA washer,
pipet mikro, tabung eppendorf, inkubator, dan vorteks.
Bahan yang digunakan selama penelitian ini adalah, aquabides steril, Buffer
Saline Phosphate (PBS) 1%, PBS 10%, tween 20, PBS-Tween 0,1%, PBS-Tween
0,05%, Tetra Methyl Benzidine (TMB), Monoclonal anti-goat IgG, Anti-Goat
IgG Peroxidase Conjugate, Blotto 5%, H2SO4.

Hewan Percobaan
Penelitian ini menggunakan 15 ekor induk kambing Peranakan Etawah (PE)
yang sehat secara klinis, umur antara tiga sampai enam tahun, laktasi ke tiga
sampai ke empat, dan bobot badan berkisar antara 30-50 kg. Hewan coba dibagi

6

menjadi tiga kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri atas lima ekor,
yaitu kelompok yang diberi pakan mengandung mineral Zn sebesar 40 ppm
(Zn40) sebagai kontrol, kelompok yang diberi pakan yang mengandung Zn 60
ppm (Zn60), dan kelompok yang diberi pakan mengandung Zn 80 ppm (Zn80).
Suplementasi mineral Zn dilakukan mulai dari awal kebuntingan sampai dengan 8
minggu post partus.
Kambing percobaan ditempatkan dalam kandang individu dan diberi pakan
yang mengandung ZnSO4 7H2O yang dicampurkan ke dalam konsentrat. Pakan
yang diberikan pada kambing percobaan mengandung komposisi yang
disesuaikan dengan standar National Research Council (NRC) untuk induk
kambing bunting dan laktasi. Air minum diberikan secara ad libitum.

Metode Penelitian
Sinkronisasi Estrus dan Inseminasi Buatan
Kambing yang dinyatakan sehat secara klinis diserentakkan berahinya
menggunakan Controlled Internal Drug Release - Goat (CIDR–G) yang
mengandung 0,33 gram progesterone (InterAg®, Selandia Baru). CIDR–G
dimasukkan dan diimplantasikan ke dalam vagina selama 14 hari. Hewan
diharapkan memperlihatkan gejala berahi secara serentak setelah pencabutan
implant CIDR-G. Dalam waktu 12 jam setelah berahi terdeteksi atau 48 sampai 60
jam setelah pencabutan implan CIDR–G dilakukan inseminasi buatan (IB),
menggunakan semen cair dengan dosis inseminasi 200 juta sel sperma. Diagnosis
kebuntingan pada induk kambing dilakukan melalui pemeriksaan ultrasonografi
(USG).
Pengambilan Sampel Darah
Sampel darah diambil melalui vena jugularis sebanyak 10 mL menggunakan
tabung vakum tanpa antikoagulan untuk mendapatkan serum. Pengambilan
sampel darah dilakukan sebelum hewan bunting (B0) dan setiap 2 minggu mulai
dari umur kebuntingan 12 minggu sampai dengan 8 minggu post partus. Sampel
darah tanpa antikoagulan dipisahkan serumnya dengan cara sentrifugasi dengan
kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Serum kemudian dipisahkan dan disimpan
dalam freezer (suhu -20˚C) sampai analisis dilakukan.
Pemeriksaan Sampel Darah
Lempeng mikroplate dilapis dengan monoclonal anti goat IgG yang telah
diencerkan dengan karbonat-bikarbonat (NaHCO3 – Na2CO3), dengan konsentrasi
100 ng/100 µl/well. Mikroplate kemudian diinkubasi selama 4 jam pada suhu
37°C. Setelah itu dicuci dengan PBS-Tween 0,05% sebanyak 4 kali dan
dikeringkan, kemudian dilakukan blocking dengan menggunakan blotto 5%.
Blocking dilakukan selama 1 jam pada suhu ruang. Mikroplate kemudian dicuci
dengan menggunakan PBS-tween 0,05% sebanyak 4 kali dan dikeringkan.
Mikroplate kemudian disimpan di dalam refrigerato (4°C).
Standart Goat IgG diencerkan dengan pengenceran bertingkat, mulai dari
100 ng/100µl, 200 ng/100µl, 400 ng/100µl, 800 ng/100µl, 1600 ng/100µl, dan
3200 ng/100µl. Konjugat yang digunakan adalah goat-anti human IgG peroxidase

7
conjugate. Konjugat dan sampel masing-masing diencerkan dengan perbandingan
1:1000 dan 1:100.
Standar, sampel, dan kontrol dimasukan ke dalam mikroplate dan diinkubasi
selama 1 jam pada suhu 37°C. Setelah itu mikroplate dicuci dengan PBS-Tween
0,05% sebanyak 4 kali dan dikeringkan. Substrat Tetra Methyl Benzidine (TMB)
ditambahkan ke dalam mikroplate sebanyak 100 µl/well dan diinkubasi dalam
ruang gelap pada suhu ruang selama 20-30 menit. H2SO4 2N sebanyak 50 µl/well
ditambahkan dan dilakukan pembacaan menggunakan ELISA reader
(spektofotometer) dengan panjang gelombang 450 nm. Hasil pembacaan
kemudian dikonversi ke dalam konsentrasi IgG dan dinyatakan dalam satuan
mg/ml (Esfandiari 2005).
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Sidik Ragam
(Analysis of Variance/ANOVA) dan jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji
Wilayah Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi IgG pada Periode Kebuntingan
Berdasarkan uji statistika, hasil menunjukkan tidak ada perbedaan yang
nyata (P>0,05) antar kelompok perlakuan maupun antar umur kebuntingan.
Kelompok Zn40 dan Zn80 memperlihatkan konsentrasi IgG yang cenderung
menurun pada periode kebuntingan hingga partus, sedangkan pada kelompok
Zn60 memperlihatkan konsentrasi IgG yang stabil selama pengamatan. Rataan
konsentrasi IgG pada semua perlakuan pada periode kebuntingan hingga partus
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Konsentrasi IgG (mg/mL) pada periode kebuntingan
Perlakuan

Periode kebuntingan (minggu)
B0

B12

B14

B16

B18

Partus

Zn40

3,84±0,13

3,85±0,04

3,86±0,01

3,84±0,02

3,83±0,04

3,83±0,05

Zn60

3,87±0,01

3,86±0,01

3,87±0,01

3,86±0,01

3,86±0,03

3,86±0,04

Zn80

3,86±0,07

3,88±0,01

3,83±0,03

3,84±0,08

3,85±0,04

3,80±0,11

Zn40= Zn 40 ppm (kontrol), Zn60=Zn 60 ppm, Zn80=Zn 80 ppm
B0= tidak bunting, B12= bunting 12 minggu, B14= bunting 14 minggu, B16= bunting 16 minggu,
B18= bunting 18 minggu

Konsentrasi IgG pada kelompok Zn40 (kontrol) cenderung menurun pada
periode kebuntingan (Tabel 1). Konsentrasi IgG mulai menurun sejak umur
kebuntingan 16 minggu (B16) sampai dengan partus. Kelompok Zn80
memperlihatkan pola konsentrasi IgG yang mirip dengan kelompok Zn40
(kontrol). Konsentrasi IgG tertinggi pada kelompok ini terjadi pada umur

8

kebuntingan 12 minggu (B12) kemudian terus mengalami penurunan konsentrasi
hingga partus.
Tingginya konsentrasi IgG pada umur kebuntingan 12 minggu sampai 14
minggu diduga berhubungan dengan status konsentrasi globulin serum pada
periode tersebut. Hasil penelitian ini diperkuat oleh Widhyari (2005) yang
melaporkan bahwa konsentrasi total protein dan globulin belum mengalami
penurunan pada umur kebuntingan 12 minggu.
Penurunan konsentrasi IgG yang terjadi pada saat menjelang partus
berhubungan dengan proses kolostrogenesis. Kolostrogenesis merupakan proses
pembentukan kolostrum yang ditandai dengan transfer imunoglobulin G dari
sirkulasi darah induk menuju kelenjar ambing. Konsentrasi IgG di dalam darah
induk menurun pada 2-3 minggu sebelum melahirkan dan mencapai konsentrasi
minimum pada saat melahirkan (Larson et al. 1980). Proses terjadinya transfer
imunoglobulin maternal dari induk ke fetus berbeda-beda untuk masing-masing
spesies, tergantung dari tipe plasenta yang dimiliki (Tizard 2013). Transfer
imunoglobulin maternal pada kambing hanya terjadi melalui kolostrum pada saat
periode laktasi. Hal ini berhubungan dengan jenis plasenta yang dimiliki oleh
kambing. Kambing memiliki plasenta dengan tipe syndesmochorial. Jenis plasenta
tersebut tidak memungkinkan untuk terjadinya transfer imunoglobulin dari induk
ke fetus selama periode kebuntingan (Tizard 2013).
Penurunan konsentrasi IgG pada saat menjelang partus dapat juga
disebabkan oleh munculnya stres yang terjadi pada periode ini. Stres dapat
menyebabkan penurunan daya tahan tubuh dan meningkatnya kejadian penyakit
pada periode tersebut (Mallard et al. 1998). Respon stres ditandai oleh
meningkatnya hormon glukokortikoid di dalam sirkulasi darah. Tingginya hormon
glukokortikoid pada periode sekitar partus dapat menyebabkan terjadinya
penurunan respon kekebalan tubuh. Perubahan hormonal yang terjadi
mengakibatkan sel polimorfonuklear (PMN) dan limfosit tidak mampu bekerja
secara optimal. Ketidakmampuan sel limfosit untuk berdiferensiasi dan
membentuk antibodi menyebabkan terjadinya penurunan respons kekebalan tubuh
(Cunningham 2002).
Penurunan konsentrasi IgG pada kelompok Zn40 (kontrol) menjelang partus
diduga berhubungan dengan rendahnya konsentrasi Zn di dalam pakan dan
rendahnya Zn di dalam darah. Rendahnya Zn dalam pakan dapat diakibatkan oleh
rendahnya kadar Zn pada hijauan sebagai sumber pakan ternak. Menurut Fraker et
al. (2000), penurunan sistem kekebalan tubuh diantaranya disebabkan oleh asupan
mineral Zn yang tidak mencukupi. Underwood dan Suttle (2001) melaporkan
bahwa kebutuhan mineral Zn yang meningkat serta rendahnya Zn di dalam pakan
dapat menyebabkan penurunan konsentrasi Zn di dalam darah.
Kelompok Zn60 memperlihatkan konsentrasi IgG yang stabil selama
pengamatan. Hal ini memperlihatkan bahwa suplementasi Zn sebanyak 60 ppm
diduga mampu mempertahankan konsentrasi IgG pada periode kebuntingan
hingga partus. Menurut Cimtay et al. (2001), suplementasi Zn pada akhir
kebuntingan pada ternak domba dapat meningkatkan gamma globulin dan Zn
serum. Konsentrasi IgG yang stabil diharapkan mampu menjaga sistem kekebalan
tubuh selama kebuntingan.
Profil konsentrasi IgG pada kelompok Zn80 mirip dengan kelompok Zn40.
Konsentrasi IgG pada kedua kelompok Zn80 tidak memperlihatkan konsentrasi

9
IgG yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok Zn60. Hal ini memperkuat
dugaan bahwa suplementasi Zn yang melebihi kebutuhan kurang efektif
pengaruhnya terhadap konsentrasi imunoglobulin. Menurut Scaletti et al. (2004),
kebutuhan mineral Zn berkisar antara 40-60 mg/kg bahan kering.

Konsentrasi IgG pada Periode Awal Laktasi
Uji stastitika menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05)
antar kelompok perlakuan maupun antar waktu pengamatan. Tabel 2
memperlihatkan bahwa pada kelompok Zn40 (kontrol) konsentrasi IgG terus
mengalami penurunan dan mencapai konsentrasi terendah pada empat minggu
post partus.
Tabel 2 Konsentrasi IgG (mg/mL) pada periode awal laktasi
Perlakuan

Periode awal laktasi (minggu)
Partus

L2

L4

L6

L8

Zn40

3,83±0,05

3,81±0,11

3,79±0,19

3,82±0,09

3,83±0,11

Zn60

3,86±0,04

3,88±0,05

3,87±0,03

3,89±0,02

3,89±0,02

Zn80

3,80±0,11

3,77±0,14

3,78±0,10

3,83±0,03

3,83±0,03

Zn40 = Zn 40 ppm (kontrol) , Zn60=Zn 60 ppm, Zn80=Zn 80 ppm, L2= 2 minggu post partus,
L4= 4 minggu post partus, L6= 6 minggu post partus, L8= 8 minggu post partus

Konsentrasi IgG mulai meningkat pada enam minggu post partus hingga
akhir pengamatan. Kelompok Zn60 menunjukkan konsentrasi IgG yang stabil dan
cenderung meningkat pada periode awal laktasi. Kelompok Zn80 menunjukkan
konsentrasi IgG yang terus menurun dan mencapai konsentrasi terendah pada dua
minggu post partus. Konsentrasi IgG kemudian meningkat pada empat minggu
post partus sampai akhir pengamatan.
Penurunan konsentrasi IgG pada periode awal laktasi dapat menyebabkan
munculnya beberapa penyakit yang umum terjadi pada periode tersebut.
Ketidakmampuan tubuh dalam menjaga keseimbangan atau mempertahankan
homeostase menyebabkan munculnya gangguan penyakit (Goff dan Horst 1997).
Mastitis merupakan salah satu penyakit yang sering muncul pada periode post
partus yang disebabkan oleh meningkatnya infeksi bakteri pada kelenjar ambing.
Mastitis sering disertai dengan menurunnya konsentrasi Zn atau hipozinkemia
(Harmon 1997). Konsentrasi IgG pada kelompok Zn60 yang stabil dan cenderung
meningkat pada periode post partus diduga berhubungan dengan konsentrasi Zn
di dalam darah. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Widhyari (2005)
yang melaporkan bahwa pada saat partus kambing yang diberi suplementasi Zn
sebanyak 60 ppm mampu mempertahankan konsentrasi Zn serum dalam kisaran
normal.

10

IgG (mg/mL)

Profil IgG
(Kebuntingan- awal laktasi)
3.9
3.88
3.86
3.84
3.82
3.8
3.78
3.76
3.74
3.72

Zn40 (K)
Zn60
Zn80

Waktu pengamatan (minggu)

Gambar 2 Rataan konsentrasi IgG selama pengamatan
Suplementasi Zn yang dilakukan pada penelitian ini diharapkan mampu
menjaga konsentrasi IgG pada periode kebuntingan hingga laktasi. Rink dan
Gabriel (2000) melaporkan bahwa mineral Zn dibutuhkan oleh hewan pada saat
kebuntingan dan periode laktasi karena kadar Zn dalam darah rendah selama
periode kebuntingan. Rendahnya konsentrasi Zn dalam darah pada periode
tersebut berhubungan dengan meningkatnya risiko abortus. Menurut Widhyari
(2012), rendahnya Zn di dalam darah serta tingginya hormon glukokortikoid
diduga turut berpengaruh terhadap terjadinya penurunan respon imun sehingga
kepekaan terhadap penyakit meningkat.
Penurunan konsentrasi Zn dapat menyebabkan terjadinya penurunan
aktivitas timidin kinase. Enzim ini berfungsi dalam pembentukan timidin trifosfat
yang merupakan prasyarat untuk sintesis DNA dan pembelahan sel (Underwood
dan Suttle 2001). Defisiensi Zn menyebabkan menurunnya imunitas dan
hilangnya fungsi sel-T pada hewan. Kemampuan sel-T untuk melakukan
pembelahan mengalami kegagalan pada sel makrofag yang mengalami defisiensi
Zn (Tanaka et al. 2001). Gejala pada domba yang mengalami defisiensi Zn
diawali dengan hilangnya nafsu makan, lambatnya pertumbuhan dan terjadinya
lesio kulit dan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi (Droke et al. 1998).
Rendahnya kadar Zn selama masa kebuntingan dapat menyebabkan terjadinya
gangguan fetus, kematian embrio secara dini, dan dapat menyebabkan abortus
(Underwood dan Suttle 2001).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suplementasi Zn sebanyak 60 ppm memperlihatkan konsentrasi IgG yang
lebih tinggi dibandingkan dengan suplementasi Zn sebanyak 80 ppm.
Suplementasi Zn dalam pakan pada periode kebuntingan dan awal laktasi perlu
dilakukan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

11

Saran
Suplementasi Zn perlu dipertimbangkan di dalam penyusunan ransum untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh selama kebuntingan dan awal laktasi.

DAFTAR PUSTAKA
Cimtay IT, Sahun, Aksoy G, Olcucu A. 2001. The effects of zinc sulphate
administration to pregnant sheep on some biochemical parameters in blood
sera of sheep and its lambs, and birth weights of lambs. Deutsche
Tierarzliche Wochenschrift 108: 449-453.
Cousin RJ. 1985. Hormonal Regulation of Zinc Metabolism in Liver Cells. D
dalam: Mills CF, Bremner I, Chesters JK, editor. Trace Elements in Manand
Animals-TEMA 5. Prosceeding. London (UK): Comonwealth Agricultura
Bureaux. hlm 384-389.
Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. Ed ke-3. Philadelphia:
WB Saunders Company.
Darwati SH, Nuraini, Yamin M. 1990. Studi pengaruh pemberian ransu terhadap
sifat produksi, mutu daging, dan polimerfisme darah kambing Peranakan
Etawah [Laporan Penelitian]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Droke EA, Gengelbach GP, Spears JW. 1998. Influence of level and source
(inorganic vs organic) of zinc supplementation on immune function in
growing lambs. Asian-Aust J Anim Sci. 11:139-144.
Esfandiari A. 2005. Studi kinerja kesehatan kambing Peranakan Etawah (PE)
neonatal setelah pemberian berbagai sediaan kolostrum [Disertasi]. Bogor
(ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Fraker PJ, King LE, Tonya L, Teresa LV. 2000. The dynamic link between the
integrity of the immune system and zinc status. J Nutr. 130:1399S-1406S.
Guyton AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Irawati Setiawan,
penerjemah. Jakarta (ID): EGC.
Goff JP, Horst RL. 1997. Physiological changes at parturition and their
relationship to metabolic disorders. J Dairy Sci. 80:1260-1268.
Harmon RJ. 1997. Economic implications of copper and zinc proteinates: Role in
mastitis control. Di dalam: Lyons TP, Jacques KA, editor. Biotechnology in
Feed Industry. Proceedings of Alltech’s 13th Annual Symposium. USA:
Alltech Technical Publications. hlm 419-430.
Howell JM. 1983. Toxicity problems associated with trace elements in animals.
Di dalam: Suttle, Gunn, Allen, editor. Trace Elements in Animal Production
and Veterinary Practice. Australia (AU): Australian Academy of Science,
Canberra.
Hurley L, Peter TK, Walter. 2001. Nutrient 3. ISSN 2072-6643. Review,
Perspective
on
Immunoglobulins
in
Colostrum
and
Milk.
http://www.mdpi.com/journal/nutrients.

12

Khan JR, Laudri RS. 2002. Hormon Profile of Cossbred Goats During the
Periparturient Period. Tropical Animal Health and Production. 34: 151-162.
Larson BL, Heary HL, Devery JE. 1980. Immunoglobulin production and
transport by the mammary gland. J Dairy Sci. 63:665-671.
Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Parakkasi A, penerjemah
Jakarta (ID): Penerbit Universitas Indonesia. Terjemahan dari: Nutrisional
Biochemistry and Metabolism.
Mallard BA, Dekkers JC, Ireland MJ, Leslie KE, Wilkie BN. 1998. Alteration in
immune responsiveness during the peripartum period and its ramification on
dairy cow and calf health. J Dairy Sci. 81: 585-595.
McDonald LD. 1989. The pituitary gland. Di dalam: McDonalds LE, editor.
Veterinary Endocrinology and Reproduction. Fourth ed. London (UK): Lea
and Febiger.
Mulyono S, Sarwono B. 2004 . Penggemukan Sapi Potong. Ed ke-1. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Radji M. 2010. Imunologi&Virologi. Ed ke-1. Jakarta (ID): PT. ISFI Penerbitan.
Rink L, Gabriel P. 2000. Zinc and the immune system. Procceding of the
Nutrition Society. 59:541-552.
Scaletti RW, Amaral Phillips DM, Harmon RJ. 2004. Using nutrition to improve
immunity againts diseases in dairy cattle: copper, zinc, selenium, and
vitamin E. Departemen of Animal Sci [internet]. [diunduh 2015 Maret 10].
Tersedia pada : http://www.Ca.Uky.Edu./Agc/Pubs/Asc154/.htm.
Sodiq, Abidin. 2002. Kambing Peranakan Etawah Penghasil Susu Berkhasiat
Obat. Ed ke-1. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.
Supriatna I, Pasaribu FH. 1992. In Vitro Fertilisasi Transfer Embrio dan
Pembekuan Embrio. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.
Sutama I Ketut. 2002. Kambing Peranakan Etawah Kambing Perah Indonesia.
Balai Penelitian Ternak. Bogor (ID): Pusat Penelitian Peternakan.
Tanaka S, Takahashi E, Matsui T, Yano H. 2001. Zinc promotes adipocyte
differentiation in vitro. Asian-Aust J Anim Sci. 14: 966-969.
Tizard IR, 2013. Veterinary Immunology, an Introduction. Ed ke-9. WB Saunders
Company. Masduki Partodirejo, penerjemah. Surabaya (ID): Airlangga
University Press.
Underwood EJ, Suttle NF. 2001. The Mineral Nutrition of Livestock. USA: CABI
Publish.
Waterman SA. 2002. Passive transfer of Sjorgen’s syndrome IgG produces the
pathophysiology of overactive bladder. American College of Rheumatology
50:3637-3645.
Widhyari SD. 2005. Patofisiologi sekitar partus pada kambing peternakan etawah
(PE): kajian Peran suplementasi zinc terhadap respon imunitas dan
produktivitas. [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Widhyari SD. 2012. Peran dan dampak defisiensi Zinc (Zn) terhadap sistem
tanggap kebal. Wartazoa. 22(3):141-148.
Williams T. 2007. Immunoglobulins [internet]. [diunduh 2015 Maret 1]. Tersedia
pada: http://drtedwilliams.net/kb/index.php.
Yulistiani D, Mathius IW, Sutama IK, Adiati U, Sianturi RSG, Hastono,
Budiarsana IGM. 1999. Respon produksi kambing PE induk sebagai akibat

13
perbaikan pemberian pakan pada fase bunting tua dan laktasi. J Ilmu Ternak
dan Veteriner. 4: 88-94.

14

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 1 Januari 1994 sebagai
anak kembar dari pasangan Bapak Drs Denny Ramdhany, MSi dan Ibu Erny
Irsanawati.
Penulis mendapat pendidikan ditingkat Taman Kanak-Kanak di TK Dharma
Warga Bandung dan lulus pada tahun 1999. Penulis mengikuti sekolah tingkat
Sekolah Dasar di SD Negeri Pelita Bandung dan lulus pada tahun 2005.
Pendidikan tingkat menengah diselesaikan oleh penulis pada tahun 2008 di SMP
Negeri 34 Bandung. Pendidikan tingkat atas diselesaikan oleh penulis pada tahun
2011 di SMA Negeri 11 Bandung dan mendapat penghargaan sebagai siswa
berprestasi dalam bidang non-akademik. Tahun 2011, penulis melanjutkan studi
perguruan tinggi di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI.
Selama menjalani pendidikan penulis pernah menjabat sebagai Ketua
Pelaksana Olimpiade Veteriner tahun 2013. Selain itu, penulis pernah menjabat
sebagai Kepala Departemen Budaya, Olahraga, dan Seni Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (BEM FKH
IPB) pada tahun 2014. Penulis aktif sebagai anggota dari Organisasi Mahasiswa
Daerah (OMDA) Paguyuban Mahasiswa Bandung.
Penulis aktif di organisasi luar kampus sebagai anggota resmi klub motor
yang dinaungi oleh Ikatan Motor Indonesia dan merupakan mitra dari Kepolisian
Republik Indonesia.