Kajian Overdispersi pada Regresi Poisson Berdasarkan Model Generalized Poisson

KAJIAN OVERDISPERSI PADA REGRESI POISSON
BERDASARKAN MODEL GENERALIZED POISSON

MARTISAH

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kajian
Overdispersi pada Regresi Poisson Berdasarkan Model Generalized Poisson
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Martisah
NIM G14090071

ABSTRAK
MARTISAH. Kajian Overdispersi pada Regresi Poisson Berdasarkan Model
Generalized Poisson. Dibimbing oleh KUSMAN SADIK dan DIAN
KUSUMANINGRUM.
Model Generalized Poisson (GP) merupakan salah satu model yang dapat
digunakan untuk mengatasi masalah overdispersi pada data Poisson. Pendeteksian
overdispersi pada data simulasi menggunakan statistik uji skor, uji SSR-LRT, dan
uji Wald. Data simulasi yang digunakan dibangkitkan mengikuti sebaran GP.
Kebaikan model GP dianalisis menggunakan metode Root Mean Square Error
(RMSE) serta Akaike Information Criteria (AIC). Selain data simulasi, penelitian
ini juga menggunakan data aplikasi berupa data kasus gizi buruk di Kabupaten
Lombok Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa data aplikasi yang digunakan
mengalami overdispersi pada taraf nyata 5% dan didapatkan bahwa persentase
keluarga yang tinggal di pemukiman kumuh berpengaruh nyata terhadap
penyebaran kasus gizi buruk di Lombok Barat. Pada data simulasi didapatkan

bahwa kuasa uji untuk uji skor cenderung lebih baik dibandingkan uji yang lain,
sehingga penggunaan uji skor lebih disarankan di dalam mendeteksi masalah
overdispersi.
Kata kunci : Generalized Poisson, kuasa uji, uji SSR-LRT, uji skor, uji Wald.

ABSTRACT
MARTISAH. Overdispersion Assessment in Poisson Regression Based on
Generalized Poisson Model. Supervised by KUSMAN SADIK and DIAN
Kusumaningrum.
Generalized Poisson (GP) model is one model that can be used to
overcame overdispersion in Poisson data. Detection of overdispersion in
simulation data used score test, SSR-LRT test, and Wald test. Simulation data was
generated based on the GP distribution. Goodness of fit of GP models in this
study were analyzed by using the Root Mean Square Error (RMSE) and Akaike
Information Criteria (AIC). In addition to the simulation data , this study also used
applied case study data which malnutrition data in West Lombok. The results
showed that the applied case study used indicated overdispersion at 5%
significance level and the percentage of families living in slum area have impact
on the spread of malnutrition in West Lombok. The simulation data showed that
power of test of score test is more better than the other test, so that score test is

consider as the most appropriate test in detecting overdispersion.
Keywords: Generalized Poisson, power of test, score test , SSR-LRT test, Wald
test.

KAJIAN OVERDISPERSI PADA REGRESI POISSON
BERDASARKAN MODEL GENERALIZED POISSON

MARTISAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Kajian Overdispersi pada Regresi Poisson Berdasarkan Model
Generalized Poisson
Nama
: Martisah
NIM
: G14090071

Disetujui oleh

Dr Kusman Sadik, MSi
Pembimbing I

Dian Kusumaningrum, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Hari Wijayanto, MSi
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah
yang berjudul Kajian Overdispersi pada Regresi Poisson Berbasis Model
Generalized Poisson.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Kusman Sadik, MSi selaku
pembimbing utama dan Ibu Dian Kusumaningrum, MSi selaku pembimbing
anggota, atas bimbingan dan motivasi yang diberikan selama kegiatan penelitian
dan penulisan karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada kedua orangtua yang selalu memberikan doa dan motivasi baik
moril maupun material kepada penulis. Tidak lupa kepada adik dan kakak tercinta
atas perhatian dan motivasinya.
Penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada Program Beasiswa
Santri Berprestasi (PBSB) Kementerian Agama RI atas bantuan beasiswa yang
diberikan sehingga penulis bisa menyelesaikan studinya hingga selesai. Terima
kasih saya ucapkan juga kepada Ustad Ece Hidayat, Ustad Abdurrahman, dan
Ustad Dudi Supiandi beserta para keluarga yang telah memberikan nasihat-nasihat
yang berharga dalam kehidupan. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada
teman-teman Statistika 46, CSS MORA 46 serta rekan-rekan santri/at Al-Ihya

Darmaga yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Martisah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA
Sebaran Poisson

ix

2

2

Generalized Linear Model (GLM) 2
Model Poisson

2

Mendeteksi Overdispersi


3

Uji Skor 3
Uji Wald 3
Uji SSR-LRT

4

Model Generalized Poisson (GP) 4
METODE

4

Data 4
Data Simulasi

5

Data Aplikasi


5

Prosedur

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Simulasi

6

6

Eksplorasi Data Aplikasi

10

Identifikasi Overdispersi Data Aplikasi
Model Terbaik Data Aplikasi


11

11

Model Generalized Poisson (GP) Data Aplikasi
SIMPULAN 13
DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 15
RIWAYAT HIDUP 18

12

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Nilai kuasa uji untuk uji skor, SSR-LRT, dan uji Wald pada berbagai 8

kondisi n dan φ
Nilai AIC dan RMSE dari model Poisson dan model GP
10
Hasil uji multikolinieritas
11
Nilai AIC dan RMSE dari model Poisson dan model GP
12
Nilai dugaan parameter GP
12

DAFTAR GAMBAR
1 Sebaran jumlah penderita gizi buruk pada 10 desa dengan jumlah
penderita gizi buruk tertinggi

9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Grafik hasil simulasi pada berbagai data amatan
Hasil simulasi AIC pada berbagai n
Hasil simulasi RMSE pada berbagai n

15
16
17

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Model Poisson merupakan salah satu model yang dapat digunakan untuk
menganalisis data dengan peubah respon berupa data cacah yang diharapkan
jarang terjadi. Misalnya data banyaknya penderita kanker serviks di suatu daerah,
banyaknya kecelakaan mobil setiap bulan, dan banyaknya penderita gizi buruk di
suatu desa. Penerapan model Poisson pada data cacah harus memenuhi beberapa
asumsi, salah satunya adalah asumsi equidispersi. Asumsi ini mengharuskan
ragam dan nilai tengah dari peubah responnya harus bernilai sama. Akan tetapi di
dalam penerapannya, asumsi equidispersi ini sulit terpenuhi karena ragam peubah
respon seringkali lebih besar atau lebih kecil dari nilai tengahnya. Kondisi data
dengan ragam yang lebih besar dari nilai tengah peubah respon disebut
overdispersi, sedangkan ragam peubah respon yang lebih kecil dari nilai tengah
peubah respon disebut underdispersi (Ismail dan Jemain 2007). Menurut Molla
dan Muniswamy (2012), data overdispersi yang dianalisis menggunakan model
Poisson akan mengakibatkan galat baku bagi parameter dugaan regresi akan
berbias ke bawah, sehingga menyebabkan kesalahan dalam penarikan kesimpulan
regresi. Akibatnya model Poisson tidak tepat digunakan pada data overdispersi.
Diperlukan suatu analisis alternatif untuk mengatasi masalah overdispersi tersebut.
Salah satu model regresi yang dapat digunakan adalah model Generalized Poisson
(GP). Model GP tidak hanya mampu menganalisis data cacah dengan kasus
overdispersi saja, melainkan juga untuk kasus underdispersi. Namun penelitian ini
hanya difokuskan pada masalah overdispersi berdasarkan penelitian Yang et al.
(2009).
Data cacah yang akan dianalisis menggunakan model Poisson harus
dipastikan tidak mengalami overdispersi terlebih dahulu agar model Poisson yang
akan digunakan merupakan model yang tepat. Penentuan uji di dalam mendeteksi
overdispersi perlu dilakukan untuk melihat uji yang paling baik di dalam
mendeteksi overdispersi. Menurut Yang et al. (2009), overdispersi pada data
amatan dapat dideteksi menggunakan uji skor, uji Signed Square-Root of
Likelihood Ratio Test (SSR-LRT), dan uji Wald. Pada penelitian ini digunakan
metode simulasi untuk membandingkan nilai kuasa uji dari ketiga statistik uji
tersebut. Nilai kuasa uji merupakan peluang untuk menolak hipotesis nol yang
salah dalam suatu pengujian. Menurut Engle (1984), statistik uji yang disarankan
penggunaannya di dalam mendeteksi overdispersi adalah statistik uji yang
memiliki nilai kuasa uji yang paling tinggi diantara yang lainnya. Penelitian
dilanjutkan dengan analisis model terbaik antara model regresi Poisson dan model
GP dari data amatan yang telah dibangkitkan. Model terbaik diidentifikasi
menggunakan nilai Akaike Information Criteria (AIC) serta Root Mean Square
Error (RMSE) terkecil dari kedua model tersebut.
Selain menggunakan data simulasi, penelitian ini juga menggunakan data
aplikasi sebagai penerapan dari hasil analisis metode simulasi. Data aplikasi yang
digunakan berupa analisis kasus gizi buruk di Kabupaten Lombok Barat, NTB.
Penggunaan data aplikasi digunakan sebagai penerapan sederhana dari hasil
metode simulasi di dalam mendeteksi masalah overdispersi pada data cacah.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Membandingkan nilai kuasa uji dari statistik uji skor, uji Wald, dan uji SSRLRT untuk menguji overdispersi pada regresi Poisson berdasarkan model GP
2. Membandingkan nilai AIC serta RMSE dari data amatan untuk melihat model
terbaik antara model Poisson dan model GP dari data yang telah dibangkitkan .

TINJAUAN PUSTAKA
Sebaran Poisson
Peubah acak Y dikatakan menyebar Poisson dengan parameter µ jika
nilainya merupakan bilangan cacah = 0, 1, 2,... dengan fungsi kepekatan
peluang adalah sebagai berikut (Yang et al. 2009):
P(yi, µ i) =

e-µ µ y

y!
dengan µ adalah rata-rata banyaknya kejadian dalam suatu interval tertentu. Nilai
tengah dan ragam dari sebaran Poisson adalah E Y =Var Y =µ. Kesamaan nilai
tengah dan ragam ini disebut equidispersi (Long 1997).

Generalized Linear Model (GLM)
Generalized Linear Model (GLM) merupakan perluasan dari model regresi
linear klasik untuk mengatasi kendala peubah respon yang tidak menyebar normal.
McCullagh dan Nelder (1989) menyatakan ada tiga komponen utama dalam GLM
yaitu :
1. Komponen acak; yaitu komponen yang menyatakan sebaran dari peubah
respon (Y) yang berasal dari keluarga sebaran eksponensial.
2. Komponen sistematik; yaitu komponen yang menyatakan fungsi linear dari
peubah-peubah penjelas yang digunakan: η = β1x1i + β2x2i + β3x3i + … + βkxki
3. Fungsi penghubung g(.); menyatakan fungsi dari nilai harapan komponen acak
sama dengan komponen sistematik, sehingga η = g(µ).
Model Poisson
Regresi Poisson termasuk ke dalam GLM karena fungsi sebaran Poisson
merupakan anggota dari keluarga eksponensial yang dapat dituliskan sebagai
berikut:
f(yi , µ i ) = exp [yi log(µ i) - µ i - log(yi!)]
dengan µ i merupakan nilai harapan yi yang bergantung pada peubah bebasnya.

3
Fungsi penghubung untuk regresi Poisson adalah (Mc Cullagh dan Nelder
1989):
ηi = log(µ i) = xiTβ
fungsi penghubung log menjamin bahwa nilai peubah responnya akan bernilai
non-negatif. Model regresi Poisson dapat dituliskan (Long 1997):
ln(µ i) = xiTβ
= β0 + β1xi1 + β2xi2 + ... +βkxik
Pendugaan parameter koefisien regresi Poisson diduga dengan
menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Fungsi
kemungkinan dari regresi Poisson adalah (Myers 1989):
L(yi, µ i) = ni=1 P(yi ,µ i)
=

exp

n
i=1

y
{ ni=1 exp µ i } i

exp µ i

n y !
i=1 i

dengan logaritma natural bagi fungsi kemungkinannya adalah:
log L(yi ,µ i) = ni=1 [yi log(µ i) - µ i - log(yi!)]
dengan µ i = exp (xiTβ), sehingga:
log L(yi ,xi, β) =
(Cameron dan Trivedi 1999).

n
i=1 [yi

(xiTβ) - exp (xiTβ) - log(yi!)]

Mendeteksi Overdispersi
Yang et al. (2009) menyatakan bahwa overdispersi pada data amatan dapat
dideteksi menggunakan uji skor, uji SSR-LRT, dan uji Wald. Pengujian ketiga
statistik uji tersebut dapat menggunakan hipotesis: H0 : ϕ = 0 dan H1 : ϕ > 0
dengan taraf nyata yang digunakan adalah sebesar 5%.
Uji Skor
Penggunaan statistik uji skor di dalam mendeteksi masalah overdispersi
menggunakan (Yang et al. 2009):
Sϕ=

n
i=1 (

2

yi -µ i -yi )

2

2
n
i=1 µ i

dengan µ i merupakan nilai tengah yang didapatkan dari model Poisson. Aturan
keputusan bagi uji skor adalah tolak H0 jika Sϕ > α .
Uji Wald
Statistik uji Wald didefinisikan sebagai rasio dari dugaan φ terhadap galat
baku dari dugaan ϕ (Famoye et al. 2004), yang dapat dituliskan sebagai berikut:

W=

φ

SE (φ)

dengan φ adalah dugaan dari parameter dispersi dan SE (φ) merupakan penduga
galat baku bagi φ. Aturan keputusan bagi uji Wald adalah tolak H0 jika W > .

4

Uji SSR-LRT
Uji LRT (Likelihood Ratio Test) pada model GP didefinisikan sebagai
(Yang et al. 2009):
LRT = -2[l µ - l µ , φ ]
dengan � µ adalah nilai maksimum likelihood dari model regresi Poisson,
sedangkan � µ , φ adalah nilai maksimum likelihood dari model GP.
Penambahan fungsi akar kuadrat pada model LRT di atas akan
mengakibatkan model LRT tersebut mengikuti sebaran normal baku dan
didefinisikan sebagai uji SSR-LRT (Signed-Square Root of Likelihood Ratio Test)
dengan rumusan sebagai berikut:
LRT = -2[l µ - l µ , φ ]
Penelitian ini difokuskan pada uji SSR-LRT yang diasumsikan mengikuti sebaran
normal baku. Aturan keputusan bagi uji SSR-LRT adalah tolak H0 jika SSR-LRT
> α.
Model Generalized Poisson (GP)
Fungsi peluang untuk sebaran GP adalah (Famoye et al. 2004):
yi

y -1

1+φyi i
-µ (1+φyi )
exp i
f yi ,µ i ,φ =
yi !
1+φ µ i
1+φµ i
dengan nilai tengah E(Yi|xi) = µ i dan ragam �(�� | � ) = µ � (1 + �µ � )2
dimana:
xi : vektor berdimensi k-1
: vektor berdimensi k dari parameter regresi
Model GP dapat dituliskan sebagai berikut:
log(µ i) = xiTβ
= β0 + β1xi1 + β2xi2 + ... + βk xik.
Model GP merupakan perluasan dari model regresi Poisson. Apabila nilai ϕ pada
model GP di atas bernilai 0, maka fungsi peluang tersebut akan kembali menjadi
model Poisson biasa. Terjadinya overdispersi pada data cacah berlaku apabila
nilai ϕ pada fungsi peluang tersebut bernilai lebih besar dari nol (ϕ > 0) (Famoye
et al. 2004).
µi

METODE
Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data simulasi dan data
aplikasi. Data simulasi dibangkitkan menggunakan perangkat lunak R 2.15.3,
sedangkan data aplikasi diperoleh dari data Podes 2008 yang difokuskan pada
masalah gizi buruk di Kabupaten Lombok Barat.

5
Data Simulasi
Secara umum prosedur simulasi ini mengikuti algoritma Yang et al. (2009).
Data simulasi didasarkan pada model GP dengan model yang akan dibentuk
adalah sebagai berikut:
ln(µ i) = β0 + β1xi1
Parameter yang diperlukan untuk membentuk model tersebut yaitu β0, β1, dan
peubah bebas x1, serta φ yang merupakan parameter dispersi dari sebaran GP.
Penentuan parameter ditentukan secara subjektif oleh peneliti, dalam hal ini
parameter β0 dan β1 ditetapkan β0 = 0.1, dan β1 = 0.2, sedangkan peubah bebas x1
dibangkitkan mengikuti sebaran seragam sebanyak n data amatan, dengan n = 40,
70, dan 100. Adapun ϕ ditetapkan secara subjektif oleh peneliti dengan ϕ = 0,
0.025, 0.075, 0.2, 0.5, dan 0.9. Masing-masing � tersebut digunakan untuk
membangkitkan sebaran GP pada masing-masing n (ukuran data amatan).
Data Aplikasi
Data aplikasi bersumber dari data Podes 2008 dengan fokus penelitian pada
data kasus gizi buruk di Kabupaten Lombok Barat. Peubah penjelas yang
digunakan pada penelitian ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya kasus gizi buruk berdasarkan penelitian Rohimah (2011). Satuan
pengamatan yang digunakan adalah sebanyak 121 satuan pengamatan yang
merupakan banyaknya desa dan kelurahan yang terdapat di Kabupaten Lombok
Barat.
Peubah respon yang digunakan adalah banyaknya penderita gizi buruk pada
tiap desa/kelurahan (�) di Kabupaten Lombok Barat, sedangkan peubah penjelas
yang digunakan meliputi:
1. Persentase posyandu di setiap desa/kelurahan (X1)
2. Persentase sarana pendidikan SD dan SMP di setiap desa/kelurahan (X2)
3. Persentase keluarga yang bertempat tinggal di pemukiman kumuh di setiap
desa/ kelurahan (X3)
4. Persentase keluarga yang anggotanya menjadi buruh tani di setiap
desa/kelurahan (X4)
5. Persentase keluarga yang menerima kartu ASKESKIN dalam satu tahun
terakhir di setiap desa/ kelurahan (X5)
6. Persentase tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan (X6)
7. Persentase penggunaan lahan tidak berpengairan di setap desa/kelurahan (X7).

Prosedur
Tahapan analisis yang digunakan untuk simulasi data adalah sebagai
berikut:
1. Membangkitkan n buah peubah bebas x1yang menyebar seragam (1,2).
2. Menetapkan β0 dan β1, dengan β0 = 0.1 dan β1 = 0.2.
3. Mengitung nilai µ i pada masing-masing amatan dengan µ i = exp (β0 + βixi1)
sehingga didapatkan nilai µ sebanyak n.
4. Membangkitkan peubah respon yang menyebar GP dengan ϕ yang telah
ditetapkan (0, 0.025, 0.075, 0.2, 0.5, dan 0.9). Data peubah didapatkan

6
dengan membangkitkan n buah peubah respon yang menyebar GP (yi ~ GP
(µ i , φ))
5. Melakukan analisis regresi Poisson dan regresi GP pada peubah
yang
didapatkan terhadap peubah bebas x1.
6. Menghitung nilai uji skor, uji SSR-LRT dan uji Wald pada masing-masing n
(data amatan) untuk melihat nilai kuasa uji dari ketiga uji tersebut. Hipotesis
yang digunakan adalah H0: ϕ = 0 dan H1: ϕ > 0 dengan titik kritis sebesar =
0.05. Penolakan H0 terjadi jika nilai yang dihasilkan dari masing-masing
statistik uji lebih besar dari nilai α .
7. Mengulang prosedur 1-5 sebanyak 1000 kali untuk mendapatkan hasil
pendugaan yang mewakili populasi. Nilai peubah bebas x1 yang digunakan
pada penelitian ini adalah sama pada setiap ulangan.
8. Meghitung nilai kuasa uji dari masing-masing uji dengan melihat banyaknya
jumlah n yang signifikan pada setiap ulangan.
9. Mengulang prosedur 1-7 untuk masing-masing n yaitu � = 40, 70, dan 100.
10.
Menghitung nilai AIC dan RMSE pada model Poisson dan model GP.
Nilai AIC dirumuskan dengan (Ismail dan Jemain 2007):
AIC = -2l + 2p
dimana � adalah fungsi kemungkinan dengan semua peubah penjelas,
sedangkan p adalah banyaknya parameter yang digunakan.
Adapun RMSE didapatkan dengan (Moses dan Devadas 2012):
RMSE =

1

(
n

2
n
j=1 (yj -yj )

11. Membandingkan AIC dan RMSE pada model Poisson dan model GP. Model
dengan nilai AIC serta RMSE yang terkecil merupakan model yang lebih
disarankan penggunaannya.
Tahapan untuk pemodelan studi kasus gizi buruk adalah sebagai berikut:
1. Melakukan eksplorasi data terhadap peubah penjelas dan peubah respon.
2. Memilih peubah penjelas untuk menghindari multikoliniearitas.
3. Mengidentifikasi terjadinya kasus overdispersi pada data amatan dengan uji
skor, uji SSR-LRT, dan uji Wald.
4. Membandingkan nilai AIC dan RMSE pada model Poisson dan model GP.
Model dengan nilai AIC serta RMSE yang terkecil merupakan model yang
lebih disarankan penggunaannya.
5. Memodelkan data amatan dengan model yang menghasilkan AIC serta RMSE
terkecil.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Simulasi
Adanya overdispersi pada data amatan dapat dideteksi dengan menggunakan
statistik uji Wald, uji SSR-LRT, dan uji skor. Menurut Engle (1984), uji skor
merupakan statistik uji yang menggunakan pendekatan hipotesis nol dan
mempertimbangkan pergerakan ke arah hipotesis alternatif, sedangkan uji Wald

7
menggunakan pendekatan hipotesis alternatif dan mempertimbangkan pergerakan
ke arah hipotesis nol, dan pada LRT (dalam hal ini SSR-LRT) kedua hipotesis
(hipotesis nol dan hipotesis alternatif) dibandingkan secara langsung. Penentuan
uji terbaik di dalam mendeteksi overdispersi perlu dilakukan untuk mendapatkan
hasil analisis yang sesuai. Statistik uji yang disarankan penggunaannya di dalam
mendeteksi overdispersi memiliki nilai kuasa uji yang paling tinggi diantara yang
lainnya (Engle 1984). Penelitian ini menggunakan metode simulasi untuk
membandingkan nilai kuasa uji dari ketiga statistik uji tersebut.
Kuasa uji merupakan peluang untuk menolak hipotesis nol yang salah dalam
suatu pengujian (Park 2010). Hipotesis nol yang digunakan pada penelitian ini
adalah tidak terjadinya overdispersi pada data amatan (H0: φ = 0), sehingga nilai
kuasa uji didefinisikan sebagai peluang menolak hipotesis nol ketika φ yang
digunakan tidak bernilai nol. Nilai kuasa uji didapatkan dengan menghitung
banyaknya hipotesis nol yang ditolak untuk setiap ulangan yang digunakan pada
masing-masing uji (uji skor, uji SSR-LRT, dan uji Wald).
Ulangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebanyak 1000 kali
ulangan, sehingga untuk mendapatkan nilai kuasa uji dilakukan perhitungan
banyaknya data dengan hipotesis nol yang ditolak dengan taraf nyata 5% pada
masing-masing ulangan. Apabila dari 1000 kali ulangan tersebut didapat 1000
data amatan yang hipotesis nolnya ditolak, maka dikatakan bahwa nilai kuasa uji
yang dihasilkan dari uji yang digunakan bernilai 1. Pendeteksian overdispersi
pada data hasil simulasi ditunjukkan pada Tabel 1.
Pada Lampiran 1 terdapat tiga buah gambar yang merupakan grafik simulasi
pada setiap n. Gambar pertama merupakan grafik untuk n = 40, gambar kedua
untuk n = 70, dan gambar ketiga untuk n = 100. Ketiga grafik tersebut
menunjukkan bahwa semakin besar nilai φ yang digunakan, maka nilai kuasa uji
yang dihasilkan akan semakin meningkat. Nilai kuasa uji dilambangkan dengan
(1-β) yang merupakan komplemen dari peluang salah jenis II (β) yaitu peluang
menerima hipotesis nol padahal kenyataanya salah (Mc.Clave 2010). Semakin
kecil nilai β, maka nilai kuasa uji (1- β) yang dihasilkan akan semakin besar. Pada
kenyataanya, nilai β merupakan daerah nonpenolakan (penerimaan) bagi hipotesis
nol, dan nilai β tersebut akan semakin menurun ketika nilai φ yang sebenarnya
semakin jauh dari nilai hipotesis nol (H0 : φ = 0). Karena nilai kuasa uji (1- β)
merupakan komplemen dari β, maka menurunnya nilai β akan semakin
meningkatkan nilai kuasa uji. Dengan kata lain, untuk setiap n dan nilai α (taraf
nyata) yang tetap, semakin kecil nilai β maka nilai kuasa uji akan meningkat bila
jarak antara nilai hipotesis nol (H0: φ = 0) dan hipotesis alternatif (H1: φ > 0)
semakin besar (McClave 2010). Apabila nilai φ yang digunakan sangat kecil atau
bahkan nol, nilai kuasa uji yang dihasilkan akan sangat kecil. Hal ini terjadi
karena jarak antara nilai antara nilai hipotesis nol (H0: φ = 0) dan hipotesis
alternatif (H1: φ > 0) sangat kecil.
Hasil simulasi pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai kuasa uji yang
dihasilkan akan semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya parameter
dispersi yang digunakan. Pada parameter dispersi terkecil (φ = 0), terlihat bahwa
kuasa uji yang dihasilkan pada masing-masing n dan ϕ sangat kecil dan
mendekati nol. Nilai kuasa uji untuk n = 40 adalah sebesar 0.056 (uji skor), 0.017
(uji Wald), dan 0.124 (uji SSR-LRT). Untuk n = 70, nilai kuasa uji yang
dihasilkan adalah sebesar 0.046 (uji skor), 0.020 (uji Wald), dan 0.113 (uji skor),

8
sedangkan untuk n = 100 menghasilkan nilai kuasa uji sebesar 0.058 (uji skor),
0.031 (uji Wald), dan 0.118 (uji SSR-LRT). Pada ϕ > 0, terlihat bahwa nilai kuasa
uji dari masing-masing n mulai meningkat dibandingkan ketika ϕ = 0. Hasil
simulasi pada uji skor misalkan, untuk n = 40 menunjukkan bahwa untuk φ =
0.025 nilai kuasa uji yang dihasilkan adalah sebesar 0.125, meningkat menjadi
0.283 ketika φ = 0.075, 0.383 ketika φ = 0.1, dan meningkat menjadi 0.721 ketika
φ = 0.2. Untuk n = 70, nilai kuasa uji dari φ = 0.025 adalah 0.139, meningkat
menjadi 0.367 pada ϕ = 0.075, dan terus meningkat seiring bertambah besarnya
parameter dispersi yang digunakan. Untuk n = 100, nilai kuasa uji dari φ = 0.025
adalah 0.138, meningkat menjadi 0.463 untuk φ = 0.075, dan bertambah seiring
besarnya nilai φ yang digunakan. Pola yang sama terlihat pada uji SSR-LRT
maupun uji Wald pada masing-masing n data amatan. Nilai kuasa uji yang
dihasilkan akan semakin meningkat seiring dengan bertambah besarnya φ yang
digunakan.
Tabel 1 Nilai kuasa uji untuk uji skor, SSR-LRT, dan uji Wald pada berbagai
kondisi n dan φ
n
40

70

100

Metode
Skor
Wald
SSR-LRT
Skor
Wald
SSR-LRT
Skor
Wald
SSR-LRT

ϕ=0
0.050
0.028
0.111
0.065
0.027
0.100
0.058
0.031
0.118

0.025
0.125
0.052
0.131
0.139
0.079
0.126
0.138
0.076
0.115

0.075
0.283
0.139
0.188
0.367
0.238
0.277
0.463
0.337
0.362

Nilai Kuasa Uji
0.1
0.2
0.383 0.722
0.235 0.580
0.270 0.616
0.538 0.876
0.406 0.802
0.437 0.816
0.652 0.945
0.532 0.918
0.557 0.922

0.5
0.979
0.944
0.953
0.998
0.998
0.998
1
1
1

0.9
1
0.989
0.992
1
1
1
1
1
1

Lampiran 1 menunjukkan bahwa untuk ukuran data terbesar, n = 100, kuasa
uji bertambah sangat cepat dan semakin mendekati 1 ketika ϕ ≥ 0.2, hal yang
sama juga terlihat pada n = 70, kuasa uji semakin mendekati 1 ketika ϕ ≥ 0.5, dan
untuk ukuran data terkecil, n = 40, kuasa uji yang dihasilkan bertambah sangat
lambat dan mendekati 1 ketika ϕ ≥ 0.9. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa
perbedaan antara uji Wald dan uji SSR-LRT cenderung sama pada setiap ukuran
data amatan (n), walaupun uji SSR-LRT lebih mendominasi dibandingkan uji
Wald. Pada saat ϕ = 0, terlihat bahwa uji yang paling mendominasi adalah uji
SSR-LRT, dalam hal ini uji skor belum terlalu sensitif di dalam mendeteksi
masalah overdispersi karena ϕ yang digunakan masih sangat kecil. Ketika ϕ yang
digunakan mulai membesar (ϕ > 0), kuasa uji dari statistik uji skor mulai
menunjukkan kemampuannya di dalam mendeteksi overdispersi. Statistik uji skor
semakin mendominasi diantara uji yang lain dan mulai mencapai kemampuan
yang sama di dalam mendeteksi overdispersi dengan uji yang lain pada saat ϕ =
0.9 untuk n = 40, ϕ = 0.5 untuk n = 70, ϕ = 0.2 untuk n = 100.
Berdasarkan hasil simulasi pada Tabel 1 dan Lampiran 1, terlihat bahwa
untuk setiap ϕ > 0, nilai kuasa uji untuk uji skor cenderung selalu lebih tinggi

9
dibandingkan uji Wald maupun uji SSR-LRT, sehingga penggunaan uji skor lebih
disarankan di dalam mendeteksi overdispersi dibandingkan dua uji yang lain. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Molla dan Muniswamy (2012). Pada Lampiran 1
grafik pertama (n = 40), terlihat bahwa nilai kuasa uji untuk ϕ = 0.075 adalah
sebesar 0.283, sedangkan nilai kuasa uji untuk uji Wald dan SSR-LRT yang
dihasilkan secara berturut-turut adalah sebesar 0.139 dan 0.188. Untuk n = 70
(grafik kedua Lampiran 1) pada ϕ = 0.075, uji skor menghasilkan nilai kuasa uji
sebesar 0.367, sedangkan nilai kuasa uji yang dihasilkan dari uji Wald dan uji
SSR-LRT masing-masing sebesar 0.238 dan 0.277. Pada data amatan n = 100
nilai kuasa uji yang dihasilkan dari uji skor untuk ϕ = 0.075 adalah sebesar 0.463.
Nilai ini lebih besar daripada nilai uji Wald maupun uji SSR-LRT yang dihasilkan
dari nilai ϕ yang sama. Nilai kuasa uji yang dihasilkan dari uji Wald adalah
sebesar 0.337, sedangkan untuk uji SSR-LRT diperoleh sebesar 0.362. Hal yang
sama akan berlaku pada setiap ϕ (0.025, 0.1, 0.2, 0.5, dan 0.9), dimana nilai kuasa
uji dari uji skor cenderung lebih tinggi dibandingkan uji Wald maupun uji SSRLRT pada semua data amatan (n).
Tabel 2 Nilai AIC dan RMSE dari model Poisson dan model GP
n
40

70

100

ϕ
0
0.025
0.075
0.1
0.2
0.5
0.9
0
0.025
0.075
0.1
0.2
0.5
0.9
0
0.025
0.075
0.1
0.2
0.5
0.9

RMSE
Poisson
GP
18.381
18.418
18.426
18.441
18.516
18.467
18.559
18.485
18.7349
18.572
19.156
18.795
19.665
19.099
18.948
18.985
19.03
19.021
19.157
19.093
19.249
19.11
19.524
19.207
20.269
19.549
21.062
20.004
18.964
18.989
19.031
19.008
19.178
19.084
19.251
19.104
19.527
19.221
20.289
19.541
21.125
19.954

AIC (Kebaikan Model)
Poisson
GP
124.843
125.677
126.006
126.859
130.738
131.151
131.986
131.84
138.726
135.085
157.167
136.127
181.665
130.953
216.648
217.592
220.181
221.015
223.333
223.201
228.893
227.548
242.838
234.876
279.271
238.006
322.932
226.477
308.566
309.536
313.725
314.568
321.895
321.053
326.975
324.736
343.383
331.465
398.407
337.173
466.258
323.73

Pemilihan model terbaik antara model Poisson dan model GP dapat
dilakukan dengan melihat nilai AIC dari kedua model tersebut. Solusi model
terbaik memiliki nilai AIC yang paling kecil (Ismail dan Jemain 2007), sedangkan

10
nilai RMSE merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat
seberapa besar galat yang dihasilkan dari suatu pendugaan (Soedjianto 2006),
semakin kecil nilai RMSE yang dihasilkan maka model dikatakan semakin baik.
Tabel 2 menunjukkan bahwa untuk data dengan ϕ = 0, nilai RMSE yang
dihasilkan pada model Poisson dari setiap amatan akan selalu lebih kecil
dibandingkan RMSE dari model GP, sehingga dapat dikatakan bahwa model
Poisson pada data dengan kasus equidispersi (ϕ = 0) adalah lebih baik
dibandingkan model GP pada penelitian ini. Berbeda halnya dengan kasus
equidispersi, pada kasus overdispersi (ϕ > 0) penggunaan model GP lebih
disarankan dibandingkan model Poisson, hal ini dapat dilihat dari tabel hasil
simulasi yang menunjukkan bahwa nilai RMSE pada model GP selalu lebih kecil
dibandingkan model Poisson, sehingga dapat dikatakan bahwa model GP lebih
baik dibandingkan model Poisson pada data kasus overdispersi (ϕ > 0).
Nilai AIC menunjukkan bahwa untuk n = 40, perbedaan antara penggunaan
model Poisson dan model GP belum terlalu jelas pengaruhnya ketika ϕ < 0.1.
Ketika ϕ yang digunakan mulai membesar (ϕ ≥ 0.1), pengaruh overdispersi mulai
terlihat dan AIC untuk model GP terlihat mulai lebih kecil dibandingkan AIC
pada model Poisson. Hal yang sama juga terlihat pada saat n = 70 dan 100,
perbedaan antara penggunaan model Poisson dan model GP belum terlalu jelas
pengaruhnya ketika ϕ < 0.075. Ketika ϕ ≥ 0.075, pengaruh overdispersi mulai
terlihat dan AIC untuk model GP terlihat mulai lebih kecil dibandingkan AIC
pada model Poisson.

Eksplorasi Data Aplikasi
Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu kabupaten yang terletak di
Provinsi NTB. Kabupaten ini terdiri dari 121 desa/kelurahan yang tersebar di 15
kecamatan. Amatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 121
amatan yang merupakan banyaknya desa/kelurahan di Kabupaten Lombok Barat
pada tahun 2008. Dari 121 desa terdapat 28 desa yang tidak terjangkit gizi buruk
sama sekali. Sepuluh desa dengan penderita gizi buruk tertinggi disajikan dalam
Gambar 1.

Gambar 1 Sebaran jumlah penderita gizi buruk pada 10 desa dengan jumlah
penderita gizi buruk tertinggi.
Gambar 1 menunjukkan bahwa desa dengan jumlah penderita gizi buruk
yang tertinggi adalah desa Langko yang terletak di Kecamatan Lingsar dengan
jumlah penderita gizi buruk sebesar 29 orang, sedangkan desa dengan gizi buruk
tertinggi kedua adalah desa Mambalan dan desa Malaka yang masing-masing
terletak di Kecamatan Gunung Sari dan Pemenang dengan jumlah gizi buruk

11
sebesar 28 orang. Penderita gizi buruk tertinggi ketiga tersebar di desa Medana di
Kecamatan Tanjung dengan penderita gizi buruk sebesar 26 orang.
Penelitian ini menggunakan tujuh faktor sebagai peubah penjelas yang
mempengaruhi jumlah penderita gizi buruk sebagai peubah respon. Menurut D ElDereny dan Rashwan (2011), Variance Inflation Factors (VIF) merupakan salah
satu metode yang dapat digunakan untuk menguji apakah terdapat
multikolinearitas antar peubah bebas pada suatu model regresi berganda. Nilai VIF
> 10 menunjukkan terjadi multikolinieritas yang tinggi antar peubah bebas. Hasil
pengujian multikolinieritas pada Tabel 3 menunjukkan bahwa seluruh peubah
bebas memiliki nilai VIF < 10. Hal ini menunjukkan bahwa pada peubah-peubah
bebas yang akan digunakan tidak terjadi kasus multikolinieritas, sehingga tujuh
peubah bebas tersebut diikutsertakan d dalam analisis yang lebih lanjut.
Tabel 3 Hasil uji multikolinieritas
Peubah
VIF
X1
1.113
X2
1.132
X3
1.081
X4
1.043
X5
1.099
X6
1.071
X7
1.058

Identifikasi Overdispersi Data Aplikasi
Indikasi besarnya underdispersi atau overdispersi dapat dapat diperoleh
dengan membandingkan nilai tengah dan ragam dari peubah respon (Cameron dan
Trivedi 1998). Nilai tengah dari peubah respon didapatkan sebesar 2.138,
sedangkan ragam yang didapatkan sebesar 7.334. Karena ragam yang dihasilkan
lebih besar dari nilai tengahnya, maka diduga terjadi overdispersi pada data
amatan. Dugaan terjadinya overidispersi juga diperkuat dengan hasil parameter
dispersi duga yang dihasilkan dari data, ϕ yang dihasilkan dari data aplikasi ini
adalah sebesar 1.606 yang lebih besar dari 0, dimana menurut teori Famoye et al.
(2004), ϕ > 0 menunjukkan terjadinya overdispersi pada data amatan.
Nilai statistik uji skor, uji SSR-LRT, dan uji Wald yang didapatkan pada
penelitian ini secara berurutan adalah sebesar 54.766, 20.882, dan 10.897. Ketiga
nilai statistik uji ini menunjukkan bahwa data gizi buruk yang digunakan
mengalami overdispersi pada taraf nyata 5%, karena nilai ketiga statistik uji
tersebut lebih besar dari zα.
Model Terbaik Data Aplikasi
Pemilihan antara model regresi Poisson dan model GP pada kasus
gizi buruk di Kabupaten Lombok Barat ini menggunakan nilai AIC serta RMSE.
Pemilihan model dilakukan dengan melihat nilai AIC serta RMSE yang paling
kecil di antara kedua model. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai AIC serta RMSE

12
pada model GP lebih kecil dibandingkan nilai AIC serta RMSE pada model
Poisson, hal ini menunjukkan bahwa model GP adalah lebih baik dibandingkan
model regresi Poisson pada data aplikai ini.
Tabel 4 Nilai AIC dan RMSE pada model regresi Poisson dan GP
Model

AIC
1062.11
628.071

Poisson
GP

RMSE
28.962
12.1946

Model Generalized Poisson (GP) Data Aplikasi
Hasil pendugaan parameter dengan model GP pada delapan peubah
penjelas dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil ini diperoleh dengan menggunakan
sofware R 2.15.3.
Tabel 5 Nilai dugaan parameter GP
Nilai Dugaan
(Intercept) : 1
1.606
(Intercept) : 2
0.452
X1
-0.437
X2
0.338
X3
0.172
X4
0.001
X5
0.002
X6
-0.009
X7
-0.003
*) signifikan pada taraf nyata 10%

Galat Baku
0.147
0.490
0.616
1.265
0.105
0.005
0.004
0.355
0.006

Nilai Z
10.90
0.921
-0.710
0.267
1.643
0.248
0.696
-0.030
-0.460

Nilai-p
0.000
0.178
0.761
0.394
0.050*
0.402
0.243
0.510
0.675

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari tujuh peubah penjelas yang digunakan,
terdapat satu peubah yang berpengaruh nyata terhadap respon yang diamati pada
taraf nyata 10%. Peubah tersebut yaitu persentase keluarga yang bertempat tinggal
di pemukiman kumuh di setiap desa/ kelurahan (X3). Kesimpulan ini diperoleh
dengan melihat nilai-p dari peubah-peubah tersebut yang memiliki nilai yang
lebih kecil dari 10%.
Persamaan model GP untuk semua peubah penjelas dapat dituliskan sebagai
ln (µ i) = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5+ β6X6 + β7X7
µ i = exp (β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5+ β6X6 + β7X7)
µ i = exp (0.452 – 0.437X1 +0.338X2 + 0.172X3 + 0.001X4 +
0.002X5– 0.009X6 – 0.003X7)
Persamaan tersebut menujukkan bahwa keluarga yang bertempat tinggal di
pemukiman kumuh (X3) memiliki hubungan positif dengan jumlah kasus gizi
buruk di Kabupaten Lombok Barat. Hal ini menunjukkan bahwa ketika persentase
keluarga yang bertempat tinggal di pemukiman kumuh bertambah satu satuan,
maka nilai harapan jumlah penderita gizi buruk akan meningkat sebesar
exp(0.172) = 1.187 kali lebih besar dibanding desa lain dengan asumsi peubah
lain dianggap tetap. Secara umum penduduk yang tinggal di pemukiman kumuh
merupakan rumah tangga dengan penghasilan rendah sehingga akan berpengaruh

13
terhadap daya beli makanan pada rumah tangga tersebut. Rendahnya kualitas dan
kuantitas makanan merupakan penyebab langsung terjadinya gizi buruk pada
balita (Novitasari 2012). Selain itu, tempat tinggal bagi penduduk yang tinggal di
pemukiman kumuh memiliki sanitasi yang kurang baik, sehingga menyebabkan
kesehatan penghuni rumah terutama anak-anak yang masih bayi dan balita
menjadi terganggu, sehingga bayi dan balita di rumah pemukiman tersebut akan
lebih mudah mengalami gizi buruk (Rohimah 2011).

SIMPULAN
Hasil simulasi menunjukkan bahwa penggunaan uji skor lebih disarankan
dibandingkan uji Wald maupun uji SSR-LRT karena nilai kuasa uji dari uji skor
lebih tinggi dibandingkan uji yang lain. Pada data cacah dengan φ = 0
(equidispersi) nilai RMSE pada regresi Poisson lebih kecil dari nilai RMSE pada
model GP, sedangkan pada data cacah dengan φ > 0 (overdispersi), didapatkan
bahwa nilai RMSE pada model GP lebih kecil dari nilai pada model Poisson,
sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk data equidispersi, model yang lebih baik
digunakan adalah model Poisson, sedangkan untuk data kasus overdispersi, model
yang lebih baik digunakan adalah model GP. Pada nilai AIC, pengaruh
overdispersi untuk n = 40 terlihat pada saat ϕ ≥ 0.1, dan untuk n = 70 dan 100,
pengaruh overdispersi mulai terlihat pada saat ϕ ≥ 0.075. Pada data aplikasi
didapatkan bahwa data yang digunakan overdispersi pada tingkat signifikansi 5%.
Nilai AIC serta RMSE dari model GP lebih kecil dari model regresi Poisson
sehingga dapat disimpulkan bahwa model GP lebih baik daripada model Poisson
dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Cameron AC, Trivedi PK. 1998. Regression Analysis of Count Data. New York
(US): Cambridge University Pr.
El Dereni M, Rashwan NI. 2011. Solving Multicollinearity Problem Using Ridge
Regression Models. J Contemp. Math. Sciences. 6(12): 585 – 600.
Engle RF. 1984. Wald, Likelihood Ratio, and Lagrange Multiplier Tests in
Econometrics. California (USA): Universty of California.
Famoye F, Wulu JT, Singh KP. 2004. On The Generalized Model with an
Application to Accident Data. JDS, (2):287-295.
Ismail N, Jemain AA. 2007. Handling overdispersion with Negative Binomial and
Generalized Poisson Regression Models. Virginia (US): Casualty Actuarial
Society Forum.
Long JS. 1997. Regression Models for Categorical and Limited Dependent
Variables. Number 7 in Advance Quantitative Ttechniques in The Social
Sciences. California: Sage Publications.

14
McClave JT, Bendon PG, Sincich T. 2010. Statistics for Business and
Econometrics 11th Ed. Sabran B, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga.
Molla DT, Muniswamy B. 2012. Power of Tests for Overdispersion Parameter in
Negative Binomial Regression Model. J of Mathematics. 4(1):2278-5728.
Moses KP, Devadas MD. 2012. An Approach to Reduce Root Mean Square Error
in Toposheets. J of Scientific Research. 91(2):268 – 274.
Novitasari D. 2012. Faktor – Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk pada Balita yang
Dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang [Skripsi]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
Park. 2010. Hypothesis Testing and Statistical Power of a Test. Bloomington
(US): Indiana University Pr.
Rodrigue G. 2007. Poisson Models for Count Data. [internet]. [diunduh tanggal
20
April
2013].
Terdapat
pada:
http://data.pricenton.edu/wws509/notes/c4.pdf.
Rohimah RS. 2011. Model Spasial Otoregresif Poisson Untuk Mendeteksi FaktorFaktor Yang Berpengaruh Terhadap Jumlah Penderita Gizi Buruk Di
Provinsi Jawa Timur [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Soedjianto F, Oktavia T, Anggawinata JA. 2006. Perancangan dan Pembuatan
Sistem Perencanaan Produksi (Studi Kasus Pada PT. Vonita Garment).
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006 (SNATI 2006).
Yogyakarta.
Yang Z, Hardin JW, Addy CL. 2009. A Score Test for Overdispersion in Poisson
Regression based on The Generalized Poisson-2 Model. JSPI(139):15141521. doi:10.1016/j.jspi.2008.08.018.

15

LAMPIRAN
Lampiran 1 Grafik hasil simulasi pada berbagai data amatan
Untuk � = 40
1

Kuasa Uji

0.8
0.6
Skor
0.4
Wald
0.2

SSR-LRT

0
0

0.025

0.075

0.1

0.2

0.5

0.9

Parameter Dispersi

Untuk � = 70
1

Kuasa Uji

0.8
0.6
Skor
0.4
Wald
0.2

SSR-LRT

0
0

0.025

0.075

0.1

0.2

0.5

0.9

Parameter Dispersi

Untuk � = 100
1

Kuasa Uji

0.8
0.6
Skor
0.4
Wald
0.2

SSR-LRT

0
0

0.025

0.075

0.1

0.2

Parameter Dispersi

0.5

0.9

16
Lampiran 2 Grafik hasil simulasi AIC pada berbagai n
Untuk � = �
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0

Poisson
GP

ϕ=0

0.025

0.075

0.1

0.2

0.5

0.9

Untuk � = �
350
300
250
200
Poisson
150
GP
100
50
0
ϕ=0

0.025

0.075

0.1

0.2

0.5

0.9

Untuk � =
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

Poisson
GP

ϕ=0

0.025

0.075

0.1

0.2

0.5

0.9

17
Lampiran 3 Grafik hasil simulasi RMSE pada berbagai n
Untuk � = �
20

19.5
19
Poisson
18.5

GP

18
17.5
ϕ=0

0.025

0.075

0.1

0.2

0.5

0.9

Untuk � = �
21.5

21

20.5
20
19.5

Poisson

19

GP

18.5
18
17.5
ϕ=0

0.025

0.075

0.1

0.2

0.5

0.9

Untuk � =
21.5
21

20.5
20
19.5

Poisson

19

GP

18.5
18
17.5
ϕ=0

0.025

0.075

0.1

0.2

0.5

0.9

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 14 November 1990 di Lombok Barat,
NTB. Penulis adalah anak ketiga dari pasangan Bapak Akmal dan Ibu Masnah.
Riwayat pendidikan penulis adalah sebagai berikut : SD Negeri 2 Bagik Polak
(1997-2003), MTs. Putri Al-Ishlahuddiny (2003-2006), MA Putri Al-Ishlahuddiny
(2006-2009). Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada
bulan Juni 2009 melalui jalur Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB)
Kementerian Agama Republik Indonesia sebagai mahasiswa Statistika, FMIPA
IPB.

Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis
berkesempatan menjadi asisten responsi mata kuliah Metode Statistika pada tahun
ajaran 2011/2012. Penulis juga aktif dalam organisasi Serambi Ruhiyah
Mahasiswa FMIPA (Serum-G) pada periode 2010-2012, Community of Santri
Scholar (CSS MoRA) pada periode 2010-2011, Ikatan Santri Mahasiswa Al-ihya
(ISMA) pada periode 2011-2013. Penulis juga aktif di lembaga sosial masyarakat
yaitu POSDAYA (Pos Pemberdayaan Keluarga) di bawah Bimbingan P2SDM
IPB. Selain itu penulis juga pernah mengikuti berbagai kepanitian seperti Seminar
Nasional Cinta Indonesia, Pekan Santri Berprestasi Nasional, Statistika Ria 2011,
Kompetisi Statistika Junior (Komstat-Jr.) 2012, dan lain-lain. Pada FebruariMaret 2013, penulis melaksanakan kegiatan Praktik lapang di Lembaga Survei
Indonesia (LSI), Jakarta. Dan pada bulan Juli – November 2013 penulis menjadi
bagian dari tim analisis data penerima beasiswa miskin Sekolah Dasar (BSM-SD)
yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.