Aktivitas Imunostimulan Ekstrak Buah Bakau Hitam (Rhizophora Mucronata) Secara In Vivo Pada Tikus (Rattus Norvegicus)

AKTIVITAS IMUNOSTIMULAN EKSTRAK BUAH BAKAU
HITAM (Rhizophora mucronata) SECARA IN VIVO
PADA TIKUS (Rattus norvegicus)

INTAN NABILLA SARI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

i

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas
Imunostimulan Ekstrak Buah Bakau Hitam (Rhizophora mucronata) secara In Vivo
pada Tikus (Rattus norvegicus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Intan Nabilla Sari
NIM C34110051

iii

iv

ABSTRAK
INTAN NABILLA SARI. Aktivitas Imunostimulan Ekstrak Buah Bakau Hitam
(Rhizophora mucronata) secara In Vivo pada Tikus (Rattus norvegicus). Dibimbing
oleh SRI PURWANINGSIH dan EKOWATI HANDHARYANI.

Tubuh dengan sistem imun yang baik dapat menghindari terserangnya
penyakit, membantu perlawanan terhadap bakteri, virus, fungi, dan memperbaiki
sel yang rusak. Buah bakau (Rhizophora mucronata) diketahui memiliki aktivitas
antioksidan tinggi, hepatoprotektif, dan anti hiperglikemik. Penelitian bertujuan
mengetahui aktivitas imunostimulan ekstrak kasar buah bakau hitam
(Rhizophora mucronata) menggunakan dosis 7,5; 15; dan 30 mg/kg BB yang
diberikan secara kontinu selama 14 hari dengan menganalisis senyawa aktif,
perubahan berat badan, gambaran histopatologi limpa dan hati, dan perhitungan
jumah sel limfoid. Hasil penelitian didapatkan perlakuan ekstrak memberikan efek
peningkatan sistem imun. Aktivitas imunostimulan terbaik dan dosis aman yaitu
dosis 7,5 mg/kg BB dengan peningkatan jumlah sel limfoid limpa
233±10,77 sel/obyektif 100. Senyawa flavonoid, saponin, dan steroid diduga
mempengaruhi sistem imun. Gambaran histopatologi limpa dan hati perlakuan
terpilih menunjukkan adanya kesiagaan tubuh dalam menghadapi rangsangan
benda asing.
Kata kunci : buah bakau hitam (Rhizophora mucronata), flavonoid, saponin,
sistem imun, steroid

ABSTRACT
INTAN NABILLA SARI. Immunostimulant Activities of Hypocotyls Black

Mangrove (Rhizophora mucronata Lamk.) Extract in Rats (Rattus norvegicus) with
In Vivo Methods. Supervised by SRI PURWANINGSIH and EKOWATI
HANDHARYANI.
The body with a great immune system can prevent attack of the diseases,
help the resistance to bacteria, viruses, fungi, and repairing damaged cells. The
hypocotyls of mangrove (Rhizophora mucronata) is known have a high antioxidant
activity, hepatoprotective, and anti- hyperglycemia. The research aims to know the
immunostimulant activity of hypocotyls black mangrove (Rhizophora mucronata)
extracts at doses 7.5; 15; and 30 mg/kg body weight given continuously for 14 days
by analyzing the active compounds, weight changes, the images of the
histopathology of the spleen and liver, and calculation of lymphoid cell number.
The results of the research found the treatment extracts increase the immune system.
The best treatment to boost the immune system at dose 7.5 mg/kg body weight with
the number of lymphoid spleen at 233±10,77 cell/objective of 100. Flavonoid,
saponin and steroid allegedly affected the immune system. The depiction of the
histopathology of the spleen and liver at selected dose showed a stalwart body to
against the effects of the stimulus of foreign objects.
Keywords : flavonoids, hypocotyls black mangrove (Rhizophora mucronata),
immune system, saponins, steroids


v

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

vii

viii

AKTIVITAS IMUNOSTIMULAN EKSTRAK BUAH BAKAU
HITAM (Rhizophora mucronata) SECARA IN VIVO
PADA TIKUS (Rattus norvegicus)


INTAN NABILLA SARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ix

x

Judul Skripsi


:

Nama
NIM
Program Studi

:
:
:

Aktivitas Imunostimulan Ekstrak Buah Bakau Hitam
(Rhizophora mucronata) secara In Vivo pada Tikus
(Rattus norvegicus)
Intan Nabilla Sari
C34110051
Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi Prof drh Ekowati Handharyani, MSi PhD APVet

Pembimbing I
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :
xi

xii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aktivitas
Imunostimulan Ekstrak Buah Bakau Hitam (Rhizophora mucronata) secara In Vivo
pada Tikus (Rattus norvegicus)”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini, terutama kepada:
1 Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi dan Prof drh Ekowati Handharyani, MSi
PhD APVet selaku dosen pembimbing, terima kasih atas segala saran,

bimbingan, arahan, motivasi, dan ilmu yang diberikan kepada penulis,
2 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku dosen penguji, atas segala
bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis,
3 Dr Desniar, SPi MSi selaku Gugus Kendali Mutu (GKM) atas segala
bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis,
4 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi
Hasil Perairan,
5 Orang Tua Ir Kasman dan Sri Handayani, SH serta seluruh keluarga
tersayang atas segala dukungan moril, materil, doa, dan kasih
sayangnya,
6 Staf Laboratorium Biokimia Hasil Perairan Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Staf Laboratorium Histopatologi Fakultas Kedokteran
Hewan, Staf Rumah Sakit Hewan, Sekretaris bagian Patologi, Staf
Laboratorium Terpadu Seafast Center PAU, Institut Pertanian Bogor,
7 Rekan selama penelitian yang telah membantu dan memberikan
motivasi Haris Achmad Nugrahadi, SPi; Eka Deskawati, SSi MPi;
Indah Ria Lestari, SPi dan teman-teman (Nuraisya, Iman, Wekson,
Fianita, Siti, Shindy, Bagja, Bram),
8 Keluarga besar Teknologi Hasil Perairan angkatan 48 dan 49,
Jakarta Community, Dearest, Serdadu, Keluarga Cemara, dan S-Two

atas dukungan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi
ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Oktober 2015

Intan Nabilla Sari

xiii

xiv

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................................
1

Perumusan Masalah ....................................................................................
2
Tujuan .........................................................................................................
3
Manfaat .......................................................................................................
3
Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................................
3
METODE PENELITIAN .................................................................................
4
Bahan...........................................................................................................
4
Alat ..............................................................................................................
4
Prosedur Penelitian......................................................................................
5
Preparasi Bahan Baku ............................................................................
5
Ekstraksi Senyawa Aktif ........................................................................
6

Induksi Ekstrak pada Tikus Sprague Dawley ........................................
6
Prosedur Analisis ........................................................................................
7
Pengukuran Morfometrik Sampel ..........................................................
8
Analisis Proksimat .................................................................................
8
Analisis Fitokimia ..................................................................................
9
Analisis Aktivitas Imunostimulan .......................................................... 10
Analisis Data ............................................................................................... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 12
Morfometrik Buah Bakau Hitam (Rhizophora mucronata) ........................ 12
Komposisi Kimia Buah Bakau Hitam (Rhizophora mucronata) ................ 13
Rendemen Ekstrak Kasar Buah Bakau (Rhizophora mucronata) ............... 14
Komponen Aktif Ekstrak Kasar Buah Bakau (Rhizophora mucronata)..... 15
Aktivitas Imunostimulan ............................................................................. 17
Perubahan Histopatologi Organ Limpa .................................................. 18
Perubahan Histopatologi Organ Hati ..................................................... 21
Perubahan Jumlah Sel Limfoid Limpa ................................................... 24
Perubahan Berat Badan Tikus ................................................................ 26
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 27
Kesimpulan ................................................................................................. 27
Saran ............................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 28
LAMPIRAN ..................................................................................................... 33
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 45

xv

DAFTAR TABEL
1 Morfometrik buah bakau hitam (Rhizophora mucronata) ..........................
2 Komposisi kimia buah bakau hitam (Rhizophora mucronata)....................
3 Komponen aktif ekstrak...............................................................................
4 Hasil pengamatan mikroskopis limpa dengan pewarnaan HE ....................
5 Hasil pengamatan mikroskopis hati dengan pewarnaan HE .......................

12
13
15
18
21

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir prosedur penelitian tahap pertama..........................................
2 Diagram alir prosedur penelitian tahap kedua .............................................
3 Pengukuran morfometrik buah bakau hitam (Rhizophora mucronata) .......
4 Gambaran histopatologi limpa tikus model .................................................
5 Gambaran histopatologi hati tikus model ....................................................
6 Jumlah sel limfoid limpa dengan obyektif 100 ...........................................
7 Perubahan berat badan tikus model selama pemberian dosis ......................

5
7
12
19
22
25
26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan jumlah tikus perkelompok .......................................................
2 Tabel konversi dosis ....................................................................................
3 Perhitungan dosis .........................................................................................
4 Konversi umur tikus ....................................................................................
5 Data morfometrik buah bakau .....................................................................
6 Perhitungan analisis proksimat ....................................................................
7 Perhitungan rendemen buah bakau ..............................................................
8 Hasil analisis fitokimia ................................................................................
9 Data sel limfoid limpa tikus perlakuan ........................................................
10 Data berat badan tikus perlakuan (n=25) .....................................................
11 Perhitungan survival rate.............................................................................
12 Selisih berat badan hewan uji ......................................................................
13 Lama stress kerja per hari ............................................................................

35
35
35
36
37
38
39
40
42
43
44
44
44

xvi

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penggunaan bahan alami dalam bidang kesehatan telah berkembang dengan
sangat pesat di dunia. Indonesia adalah negara yang masih tetap memanfaatkan
bahan alami dalam upaya pelayanan kesehatan disamping penggunaan obat
berbahan baku sintetik. Obat berbahan alami mulai banyak dipilih karena mulai
terciptanya kesadaran akan pentingnya penggunaan bahan alami, karena dapat
tercerna dengan baik oleh tubuh, dan kurang memberikan efek samping dibanding
obat sintetik (Hargono 1996), serta berperan dalam upaya pemeliharaan,
peningkatan, dan pemulihan kesehatan serta pengobatan penyakit.
Keanekaragaman hayati Indonesia berpotensi dalam penyediaan berbagai
obat-obatan alami, maupun pangan fungsional yang salah satunya berasal dari flora
(tumbuh-tumbuhan), baik di darat maupun di perairan. Mangrove salah satu
ekosistem pesisir yang mempunyai peranan penting di daerah estuari. Mangrove
memiliki banyak fungsi ekologi dan diyakini dapat digunakan sebagai bahan dalam
pembuatan obat-obatan alami. Umumnya tumbuhan mangove yang banyak tumbuh
di daerah tropis dan subtropis adalah Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa,
Rhizophora apiculata, dan Rhizophora mangle. Tumbuhan ini biasa dijadikan
sebagai bahan dalam pembuatan obat herbal. Suganthy et al. (2014) menyatakan,
tumbuhan Rhizophora telah dijadikan sebagai obat alami di kawasan timur dan
selatan Asia.
Rhizophora mucronata merupakan pohon bakau dari Genus Rhizophora dan
Famili Rhizophoraceae yang lebih dikenal dengan sebutan bakau hitam. Tanaman
ini toleran terhadap substrat berpasir dan seringkali ditemukan didaerah pasang
surut air laut. Jenis bakau ini mudah sekali tumbuh dan dikembangkan (FAO 2000).
Hasil penelitian Hidayatullah dan Aziz (2013) menunjukkan bahwa tanaman
Rhizophora mucronata dapat tumbuh 14,05 – 25,73 m dalam kurun waktu satu
tahun.
Penelitian terkait buah bakau (Rhizophora mucronata) belum banyak
dilakukan, penelitian ini menggunakan buah bakau (Rhizophora mucronata)
matang sebagai bahan baku utama. Hasil penelitian Purwaningsih et al. (2013)a,
ekstrak etanol buah bakau hitam (Rhizophora mucronata) memiliki nilai IC50
antioksidan yang sangat tinggi sebesar 0,72 ppm, lebih besar dari antioksidan
standar yaitu vitamin C sebesar 4.81 ppm. Ekstrak buah bakau hitam
(Rhizophora mucronata) yang telah dijadikan sirup memiliki IC50 efektif pada dosis
15 mg/kg BB tikus. Hasil ekstrak etanol buah bakau hitam (Rhizophora mucronata)
pada penelitian Purwaningsih et al. (2013)b menunjukkan adanya aktivitas
hepatoprotektif pada dosis 5 mg/kg BB tikus. Hasil pengujian toksisitas sub akut
menurut Purwaningsih et al. (2015) ekstrak etanol hipokotil buah bakau hitam
(Rhizophora mucronata) menunjukkan tidak terjadi perubahan karakteristik fisik
dan profil biokimia darah pada seluruh kelompok tikus dengan pemberian dosis
aman yang disarankan yaitu 15 mg/kg BB. Ekstrak buah bakau hitam
(Rhizophora mucronata) aman jika dikonsumsi pada dosis yang tepat.
Pemanfaatan buah bakau hitam Rhizophora mucronata yang telah
dilakukan pada penelitian terdahulu belum mencakup pengujian aktivitas

2

imunostimulan. Imunostimulan merupakan substansi khusus yang memiliki
kemampuan untuk meningkatkan perlawanan terhadap infeksi penyakit terutama
oleh sistem fagositik, mengurangi infeksi, mengatasi imunodefisiensi, dan
merangsang pertumbuhan sel pertahanan tubuh secara alami.
Imunostimulan diberikan dalam jangka waktu pendek yang dapat berperan
sebagai stimulir prekursor limfosit T pada sistem imun mamalia dan meningkatkan
aktivitas makrofag sebagaimana peningkatan level enzim neutrofil
(Baratawidjaja 2002). Menurut Petrunov et al. (2007), imunostimulan bekerja
dengan cara menstimulasi faktor utama sistem imun, antara lain melalui fagositosis,
sistem komplemen, sekresi antibodi IgA dan IgG, pelepasan interferon α dan ,
limfosit T dan B, sintesis antibodi spesifik dan sitokin, dan sintesis surfaktan paruparu. Bahan yang menunjukkan aktivitas imunostimulasi disebut dengan
imunostimulator.
Sistem imun yang kurang baik atau mudah turun dapat menyebabkan
mudahnya benda asing masuk dan menyerang tubuh. Penelitian
Sutiman dan Eli (2010) menyatakan Rhizophora mucronata mengandung senyawa
alkaloid, saponin, flavonoid, triterpenoid, steroid, tanin dan fenol. Buah bakau
hitam diduga memiliki aktivitas imunostimulan karena senyawa aktif yang dimiliki.
Senyawa aktif yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh yaitu saponin,
flavonoid, dan steroid.
Pengujian antioksidan pada penelitian Purwaningsih et al. (2013)a
menunjukkan bahwa buah bakau hitam (Rhizophora mucronata) memiliki
antioksidan yang tinggi. Menurut Hughes (2002) sistem kekebalan tubuh rentan
terhadap kerusakan oksidatif, hal ini disebabkan karena sel imun memproduksi
komponen-komponen reaktif sebagai bagian dari mekanisme pertahanan tubuh.
Efektivitas kerja sistem imun sangat bergantung pada komunikasi antar sel melalui
reseptor membran terikat dimana sel membran mengandung asam lemak tidak
jenuh (PUFA) yang jika terperoksidasi oleh Reactive Oxygen Species (ROS) dapat
mereduksi ekspresi reseptor sel membran. Antioksidan pada sistem pertahanan
tubuh banyak terdapat pada sel darah putih yang dapat membantu perlawanan
terhadap infeksi benda asing. Penelitian Purwaningsih et al. (2015) menunjukkan
bahwa terjadi kenaikan berat badan tikus percobaan akibat pemberian ekstrak buah
bakau hitam pada dosis 15 mg/kg BB, dimana diduga terjadi peningkatan sistem
imun yang berkorelasi dengan daya cerna pakan hewan model.
Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui aktivitas kandungan aktif
ekstrak buah bakau hitam (Rhizophora mucronata) sebagai imunostimulator untuk
meningkatkan sistem imun tubuh. Penggunaan hewan model mamalia yaitu tikus
dimaksudkan sebagai tahap awal pengujian kandungan aktif yang kedepannya
dapat dikembangkan sebagai obat herbal.

Perumusan Masalah
Pemanfaatan buah bakau hitam (Rhizophora mucronata) telah dilakukan
oleh masyarakat sebagai obat. Ekstrak buah bakau hitam (Rhizophora mucronata)
memiliki kandungan antioksidan yang sangat tinggi, sehingga dapat dijadikan
sebagai bahan bakau sediaan farmasi. Penelitian mengenai manfaat ekstrak buah
bakau hitam (Rhizophora mucronata) belum banyak dilakukan, dan pengujian

3

aktivitas imunostimulan pada ekstrak buah bakau hitam (Rhizophora mucronata)
belum pernah dilakukan sebelumnya. Pengunaan ekstrak buah bakau hitam
dilakukan pada tikus sebagai representatif pengujian tahap awal.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas imunostimulan dari
ekstrak kasar buah bakau hitam (Rhizophora mucronata) menggunakan dosis 7,5;
15; dan 30 mg/kg BB yang diberikan secara kontinu selama 14 hari secara in vivo.
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini, antara lain:
1 Menentukan rendemen ekstrak kasar etanol dari buah bakau hitam,
2 Menentukan komponen aktif yang terkandung dalam ekstrak kasar etanol buah
bakau hitam,
3 Menguji aktivitas imunostimulan ekstrak kasar etanol buah bakau hitam
terhadap tikus model Sprague Dawley dengan tipe jaringan normal
(tanpa induksi patogen atau antigen),
4 Mendapatkan gambaran perubahan organ limpa dan hati setelah pemberian
ekstrak,
5 Mendapatkan perhitungan jumlah sel limfoid limpa,
6 Mendapatkan dosis aman penggunaan ekstrak kasar buah bakau hitam sebagai
agen imunostimulan.

Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas imunostimulan ekstrak kasar buah bakau hitam (Rhizophora mucronata)
dengan pengukuran parameter karateristik fisik dan tingkat stimulasi pada limpa,
dan hati sebagai representatif pengujian. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi
sumber informasi baru dalam industri farmasi.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah ekstraksi buah bakau hitam dan
pengujian aktivitas imunostimulan pada tikus Sprague Dawley dengan induksi
selama 14 hari. Preparasi buah dilakukan untuk mendapatkan serbuk buah bakau
hitam yang dilanjutkan dengan proses ekstraksi menggunakan metode maserasi
tunggal. Ekstrak kasar buah bakau hitam dilakukan analisis fitokimia, analisis
aktivitas imunostimulan dengan mengamati perubahan berat badan, gambaran
histopatologi limpa, dan hati, serta perhitungan jumlah sel limfoid pada organ
limpa.

4

METODE PENELITIAN
Penelitian “Aktivitas Imunostimulan Ekstrak Buah Bakau Hitam
(Rhizophora mucronata) secara In Vivo pada Tikus (Rattus norvegicus)” dilakukan
dalam jangka waktu delapan bulan (Januari - Agustus 2015). Rincian pelaksanaan
yaitu 7 hari persiapan penelitian dan pengambilan sampel, 6 minggu proses
ekstraksi, 21 hari persiapan penelitian, 6 minggu proses aklimatisasi tikus model,
14 hari perlakuan induksi ekstrak buah bakau hitam, 4 minggu prosedur analisis
imunostimulan, dan 5 minggu analisis hasil. Penelitian ini dilaksanakan di beberapa
laboratorium, antara lain Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor; Laboratorium Terpadu Seafast Center, PAU, Institut Pertanian Bogor;
Laboratorium Terpadu Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Kimia
Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Riset dan Teknologi; dan Laboratorium
Histopatologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor; dan Ruang
Fasilitas Hewan Laboratorium, Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Institut Pertanian
Bogor.

Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah buah bakau hitam segar
(Rhizophora mucronata) yang diperoleh dari Taman Wisata Air, Pantai Indah
Kapuk, Jakarta. Buah bakau hitam dikategorikan matang dengan warna kuning
kehijauan dan kotiledon berwarna kuning keemasan berumur ± 5 bulan.
Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk ekstraksi yaitu pelarut etanol 95%.
Analisis proksimat meliputi akuades, kjeltab jenis selenium, larutan H2SO4 pekat,
NaOH 40%, H3BO3 2% yang mengandung indikator bromocresol green methyl red
(1:2) berwarna merah muda, larutan HCl 0,1 N, pelarut lemak (n-heksana), HCl
10% dan larutan AgNO3 0,1 N. Pereaksi yang digunakan untuk uji fitokimia antara
lain akuades, H2SO4 2 N, pereaksi Meyer (HgCl2, dan KI), pereaksi Wagner (iodin
dan KI), dan pereaksi Dragendorff (bismutsubnitrat, CH3COOH, asam asetat
glasial, dan KI), serbuk magnesium, amil alkohol, alkohol, etanol 70%, FeCl3 5%,
HCl 2 N, kloroform, anhidra asetat, H2SO4 pekat, dan FeCl3 3%. Bahan-bahan yang
digunakan dalam uji aktivitas imunostimulan antara lain tikus Sprague Dawley,
akuades, Stimuno Forte, Buffer Neutral Formalin (BNF) 10%, xylol, paraffin,
Mayer’s hematosilin, eosin, lithium, dan alkohol.
Alat
Alat yang digunakan antara lain penggaris (Maped, 50 cm), orbital shaker,
labu erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), blender (National), sudip, tabung
reaksi (Pyrex), cawan porselen, aluminium foil, timbangan digital
(Sartorius BSA224S), rotary vacuum evaporator (Buchi Vacuum Pump V-700),
selongsong lemak, labu lemak, mikropipet (Thermo Scientific Vantaa), tanur, sonde

5

lambung, mikroskop (Olympus CH20), kamera mikroskop (Olympus DP12),
disecting kit, pipet volumetrik, pipet tetes, gegep, botol vial, kaset jaringan,
dehidration tissue processor, tissue embedding console, water bath
(SB-30T WIGGEN Hauser), gelas obyek, gelas penutup, sentrifuse dingin
(J2-21 BECKMAN), inkubator (Yamato IS 900), rak pewarna, kompor listrik,
kertas saring, kapas bebas lemak, penangas air, buret, microtube, spuit (Terumo),
labu kjeldahl, destilator, desikator, kondensor, tabung soxhlet, oven, microtome
(Yamato RV – 240).
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian terdiri menjadi dua tahapan. Tahap pertama yaitu
ekstraksi buah bakau hitam (Rhizophora mucronata). Tahap kedua yaitu
penginduksian ekstrak ke dalam tikus model untuk diketahui aktivitas
imunostimulan ekstrak. Diagram alir prosedur penelitian tahap pertama disajikan
pada Gambar 1.
Buah bakau hitam
(R. mucronata)

Preparasi sampel

Serbuk buah

Analisis Proksimat

Maserasi serbuk dalam
etanol (1:5, 2x24 jam)

Filtrat
Evaporasi (18 jam, 40 °C)
Ekstrak

Perhitungan rendemen
Analisis Fitokimia

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian tahap pertama
analisis

produk

proses

Preparasi Bahan Baku (Purwaningsih et al. 2013b)
Bahan baku buah bakau hitam (Rhizophora mucronata) segar dicuci
menggunakan air mengalir hingga buah bersih dan tidak terdapat kotoran yang
menempel pada kulit buah. Sampel buah bagian hipokotil kemudian dikupas dan
dipotong kecil-kecil dan dihaluskan menggunakan blender hingga terbentuk serbuk
buah. Serbuk buah tersebut digunakan untuk proses ekstraksi.

6

Ekstraksi Senyawa Aktif (Purwaningsih et al. 2015 yang telah dimodifikasi)
Serbuk buah bakau hitam diekstraksi menggunakan metode maserasi
tunggal dengan kecepatan 175 rpm. Serbuk halus diekstrak dengan menggunakan
pelarut yaitu etanol 95%. Serbuk buah bakau sebanyak 1000 g direndam dalam
pelarut etanol sebanyak 2500 mL dalam labu erlenmeyer selama 24 jam dengan
perbandingan 1:2,5 (b/v). Filtrat hasil maserasi disaring menggunakan kertas saring
Whatman no.42. Residu direndam kembali menggunakan pelarut sebanyak
2500 mL dan dimaserasi selama 24 jam. Filtrat dihilangkan pelarutnya
menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 40 ºC selama 18 jam. Hasil
ekstrak kasar kemudian ditimbang untuk mendapatkan rendemen ekstraknya. Hasil
ekstrak disimpan dalam botol vial yang ditutup aluminium foil sampai digunakan
untuk induksi tikus uji. Ekstrak ditimbang beratnya dan dihitung rendemen
ekstraknya dengan rumus:
Berat ekstrak (g)
Rendemen % =
×100%
Berat sampel (g)
Induksi Ekstrak pada Tikus Sprague Dawley
Proses penginduksian diawali dengan aklimatisasi tikus model.
Aklimatisasi merupakan proses adaptasi hewan model dengan lingkungan baru
sebelum digunakan untuk tujuan penelitian. Aklimatisasi dilakukan selama 36 hari
dengan pakan standar Rumah Sakit Hewan IPB dan air dengan sistem ad libitum
yang berjumlah 32 ekor. Tikus diaklimatisasi hingga mencapai berat rata-rata ± 200
g dengan umur 10 minggu yang berasal dari Badan Pengawas Obat dan Makanan
(Badan POM), Jakarta. Hewan model disortir menjadi 25 ekor dengan kriteria tikus
sehat berdasarkan Hendarsula (2011) yaitu mata merah menonjol, bulu tidak
berdiri, tidak terjadi penurunan berat badan dan lincah kemudian dikelompokan
menjadi lima kelompok (n=5) berdasarkan rumus Federer (Lampiran 1), lalu
ditempatkan dalam boks plastik. Dosis ditetapkan sebelum proses induksi
berlangsung.
Penentapan dosis awal mengacu pada penelitian Purwaningsih et al. (2015)
dan perhitungan dosis serta konversi imunostimulan komersial disajikan pada
Lampiran 2 dan Lampiran 3, dimana pada dosis 15 mg/kg BB terjadi peningkatan
berat badan yang menjadi penduga adanya reaksi ekstrak sebagai imunostimulan.
Kelompok perlakuan adalah sebagai berikut:
Kelompok 1
: Tikus kontrol diberikan akuades secara oral
Kelompok 2
: Tikus
diberikan
Stimuno
Forte
sebagai
imunostimulan komersial dengan konsentrasi
13,5 mg/kg BB secara oral
Kelompok 3
: Tikus
diberikan
ekstrak
bakau
hitam
(Rhizophora mucronata) dengan konsentrasi
7,5 mg/kg BB secara oral
Kelompok 4
: Tikus
diberikan
ekstrak
bakau
hitam
(Rhizophora mucronata) dengan konsentrasi
15 mg/kg BB secara oral
Kelompok 5
: Tikus
diberikan
ekstrak
bakau
hitam
(Rhizophora mucronata) dengan konsentrasi
30 mg/kg BB secara oral

7

Induksi ekstrak dilakukan selama 14 hari. Sistem pakan yang diberikan
diubah menjadi restricted yaitu sebesar 25 mg/tikus/hari agar dapat diketahui
kenaikan berat badan yang terjadi selama proses induksi berlangsung. Penimbangan
berat badan dilakukan pada hari ke-0, 6, dan 14. Pemberian ekstrak diberhentikan
pada hari ke-15, tikus kemudian dikorbankan dengan cara euthanasia
intraperitoneal, dianastesi menggunakan ketamin dan xylasil kemudian dilakukan
pengambilan limpa dan hati pada masing-masing tikus untuk dilakukan pengamatan
mikroskopis (histopatologi organ) berdasarkan Panjaitan et al. (2007). Preparat
histopatologi limpa kemudian diamati dibawah mikroskop untuk dilakukan
penghitungan sel limfoid. Prosedur kerja tahap kedua disajikan dalam diagram alir
yang dapat dilihat pada Gambar 2.
Aklimatisasi tikus Sprague
Dawley selama 36 hari

Penginduksian ekstrak, Stimuno
Forte, dan akuades 2 cc
selama 14 hari

Penimbangan berat badan

Pengorbanan tikus dengan
euthanasia intraperitoneal
Pengambilan organ limpa dan hati
Pembuatan preparat histopatologi

Preparat histopatologi
limpa dan hati

Pengamatan mikroskopis

Gambar 2 Diagram alir prosedur penelitian tahap kedua
analisis

produk

proses

Prosedur Analisis
Sampel buah bakau hitam (Rhizophora mucronata) dilakukan pengukuran
morfometrik, kemudian serbuk buah dianalisis proksimat sebanyak dua kali
ulangan. Analisis proksimat yang dilakukan adalah analisis kadar air, kadar abu,
kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat (by difference). Proses ekstraksi
sampel dilakukan untuk mendapatkan ekstrak kasar buah bakau hitam
(Rhizophora mucronata) dan diuji kandungan aktif bahan, sehingga dapat
dilakukan analisis aktivitas imunostimulan. Analisis aktivitas imunostimulan

8

dilakukan dengan beberapa analisis yang meliputi pengukuran berat badan tikus
model, analisis histopatologi limpa dan hati, dan analisis jumlah sel limfoid limpa.
Pengukuran Morfometrik Sampel (Purwaningsih et al. 2015)
Tiga puluh sampel buah bakau dilakukan pengukuran morfometrik yang
meliputi pengukuran panjang, lebar, dan berat buah. Pengukuran morfometrik
dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk setiap parameter uji.
Analisis Proksimat
a) Analisis kadar air (AOAC 2005)
Analisis kadar air dilakukan diawali dengan pengeringan porselen
menggunakan oven bersuhu 105 ºC selama 60 menit. Cawan kemudian diletakkan
ke dalam desikator selama ± 15 menit dan didinginkan kemudian ditimbang hingga
cawan mencapai berat konstan. Sebanyak 5 g sampel dimasukkan ke dalam cawan,
kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven bersuhu 105 ºC selama 5 jam
hingga berat konstan. Cawan dengan sampel kemudian didinginkan di dalam
desikator dan kemudian ditimbang kembali.
Perhitungan kadar air:
Berat awal g -Berat akhir g
Kadar air % =
×100%
Berat awal g
b) Analisis kadar abu (AOAC 2005)
Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu
sekitar 105 ºC selama 30 menit. Cawan abu porselen tersebut dimasukkan ke dalam
desikator (30 menit) dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 g ditimbang
kemudian dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Selanjutnya dibakar di atas
kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan
dengan suhu 600 ºC selama 7 jam. Cawan dimasukkan di dalam desikator dibiarkan
sampai dingin dan kemudian ditimbang.
Perhitungan kadar abu:
Berat setelah tanur g -Cawan kosong g
×100%
Kadar abu % =
Berat sampel awal g
c) Analisis kadar protein (AOAC 2005)
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap
yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan
metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g kemudian dimasukkan
ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu ditambahkan 0,25 g selenium dan 3 mL H2SO4
pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410 ºC selama kurang lebih 1 jam sampai
larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan
50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40%, kemudian dilakukan proses destilasi dengan
suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer 125 mL
yang berisi campuran 10 mL asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator
bromocresol green methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat
mencapai 40 mL dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan.
Destilat kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti
contoh dan didapat 0,6 mL blanko.

9

Perhitungan kadar protein:

mL HCl-mL blanko ×N HCl×14,007
×100%
mg sampel
Protein % = N % ×Faktor koreksi (6,β5)
d) Analisis kadar lemak (AOAC 2005)
Sampel seberat 5 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua
ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke
dalam selongsong lemak, kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke
dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan
dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor
tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana). Kemudian
dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak
didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan
tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke
dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105
o
C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).
Perhitungan kadar lemak:
Berat labu dan lemak g -Berat labu kosong (g)
Kadar lemak % =
×100%
Berat sampel (g)
e) Analisis karbohidrat by difference (AOAC 2005)
Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode by difference yaitu:
Karbohidrat (%) = 100% - (kadar air + abu + protein + lemak)
N %

=

Analisis Fitokimia (Harborne 1987)
a) Alkaloid
Pelarutan 1 g sampel dengan beberapa tetes asam sulfat (H2SO4) 2 N.
Pengujian dilakukan menggunakan tiga pereaksi alkaloid yaitu pereaksi
Dragendoff, pereaksi Meyer, dan Pereaksi Wagner.
Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 g bismutsubnitrat ditambahkan
dengan 10 mL asam asetat dan 40 mL air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang
dibuat dari 8 g KI dalam 20 mL air. Satu volume campuran ini sebelum digunakan
diencerkan dengan 2,3 volume asam asetat glasial dan 100 mL air. Pereaksi ini
berwarna jingga.
Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 g HgCl2 dengan
0,5 g KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL dengan
labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna.
Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 mL akuades ditambahkan 2,5 g
iodine dan 2 g KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 mL
dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat.
Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Dragendorff terbentuk
endapan merah hingga jingga, endapan putih kekuningan dengan pereaksi Meyer
dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner.
b) Flavonoid
1 g sampel ditambahkan 0,1 mg serbuk magnesium dan 0,4 mL amil alkohol
(campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4 Ml
alkohol kemudian campuran dikocok. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan
terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.

10

c) Fenol hidrokuinon
Sampel sebanyak 1 g diekstrak dengan 20 mL etanol 70%. Larutan yang
dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%.
Adanya senyawa fenol dalam bahan ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau
atau hijau biru.
d) Saponin
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil
selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan
adanya saponin.
e) Steroid
1 g sampel dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi yang
kering. Sampel ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat.
Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk
pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.
f) Tanin
Sampel sebanyak 1 g ditambah pereaksi FeCl3 3%. Adanya warna hijau
kehitaman menandakan suatu bahan mengandung komponen tanin.
Analisis Aktivitas Imunostimulan
a) Pengukuran berat badan tikus model
Pengukuran berat badan dilakukan pada hari ke-0, ke-6, dan ke-14 dengan
tikus umur 10 minggu dan konversi disajikan pada Lampiran 4. Tikus ditimbang
menggunakan timbangan digital untuk hewan dan dicatat perkembangannya.
Penimbangan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk didapat hasil yang
maksimal.
b) Analisis histopatologi limpa dan hati (Panjaitan et al. 2007)
Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk mengkonfirmasi kerusakan, daya
kerja organ, dan juga mengetahui paparan kerusakan terhadap sel organ tersebut
(Kiernan 2008). Pembuatan preparat histopatologi pada organ limpa dan hati dapat
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
Tikus model dinekropsi dengan cara euthanasia intraperitoneal dengan
sebelumnya dianastesi menggunakan ketamine dan xylasil, yang selanjutnya
dilakukan pengambilan organ limpa dan hati. Organ kemudian difiksasi dengan
perendaman didalam larutan buffer neutral formalin (BNF) 10% selama minimal 1
x 24 jam hingga 3 x 24 jam. Organ yang telah difiksasi kemudian dilakukan
trimming atau pemotongan organ dengan ketebalan ± 3 mm yang selanjutnya
dimasukkan ke dalam kaset jaringan.
Organ yang terdapat didalam kaset jaringan kemudian didehidrasi
menggunakan dehidrasi tissue processor. Tahap dehidrasi terdiri dari 14 tahapan
yang dibagi kedalam tiga tahap utama yaitu dehidrasi, clearing, dan filtrasi.
Tahapan awal yaitu pencucian menggunakan alkohol dengan konsentrasi berbeda
setiap tahapan dilakukan selama 120 menit, konsentrasi yang digunakan secara
berurutan yaitu 70%,80%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut I dan alkohol absolut
II. Proses clearing dilakukan untuk menghilangkan alkohol pada jaringan
menggunakan xylol dengan tiga kali (xylol I, xylol II, xylol III) perendaman selama
40 menit. Proses filtrasi dilakukan untuk memudahkan warna masuk ke pori-pori
jaringan selama pewarnaan. Proses ini menggunakan parafin dengan pengulangan

11

sebanyak empat kali (parafin I, parafin II, parafin III, parafin IV) yang dilakukan
pada suhu 60 °C selama masing-masing 30 menit.
Kaset jaringan yang telah melalui proses dehidrasi kemudian dilakukan
proses pencetakkan (embedding). Potongan organ dimasukkan kedalam selongsong
berbentuk persegi selanjutnya diberi paraffin hingga penuh dan dilabel. Pencetakan
dilakukan menggunakan parafin wax dengan suhu 65 °C. Proses pencetakan
dilakukan dengan menggunakan tissue embedding console.
Sediaan lalu dibekukan dan didinginkan sebelum dilakukan pemotongan
dengan menggunakan mikrotom. Pemotongan jaringan dilakukan menggunakan
rotary microtome dengan ketebalan 5 μm. Potongan jaringan sebesar 5 μm
kemudian ditebar diatas water bath berisi air dengan suhu 35 °C. Hasil kemudian
ditempelkan pada gelas objek, dan diletakkan vertikal hingga kering lalu disimpan
dalam inkubator minimal 2 jam dengan suhu 35 °C agar jaringan melekat pada kaca
objek.
Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) dilakukan dengan lima tahapan.
Tahapan pertama dilakukan proses rehidrasi menggunakan xylol I, II, III dan
alkohol 95%, 90%, 80% dan 70% untuk menghilangkan paraffin masing-masing
selama tiga menit. Sediaan dilakukan pencucian menggunakan air mengalir selama
10 menit dan dilanjutkan dengan akuades selama 5 menit. Pewarnaan inti kemudian
dilakuan menggunakan Mayer’s hematosilin selama 1 menit, lalu dicuci dengan air
mengalir selama 10 menit dan air akuades selama 5 menit. Tahapan ketiga yaitu
perendaman dalam lithium agar warna lebih jelas selama 1 menit dan kembali
dibilas. Sediaan diwarnai dengan pewarna Eosin selama 5 menit dan dicuci kembali
dengan air mengalir selama 10 menit dan air akuades selama 5 menit. Sediaan
dilakukan dehidrasi dengan alkohol 70%, 80%, 90% dan 95% masing-masing
selama beberapa detik, dan kemudian alkohol 100% I, II dan III masing-masing 2
menit agar air terserap dan menguap. Proses clearing dilakukan dengan xilol I, II
dan III untuk menghilangkan air selama 3 menit dan ditutup dengan gelas penutup.
c) Analisis jumlah sel limfoid limpa
Preparat histopatologi limpa diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran
100 µm. Preparat diletakkan dibawah mikroskop kemudian ditetesi oleh minyak
imersi. Penghitungan jumlah sel limfoid dilakukan dengan tiga kali ulangan.

Analisis Data
Analisis data hasil penimbangan berat badan, perhitungan jumlah sel
limfoid, serta pengamatan mikroskopis pada organ hati, dan limpa dilakukan secara
deskriptif menggunakan nilai standar deviasi dari tiga kali ulangan yang
ditunjukkan dalam hasil berupa tabel dan grafik. Analisis deskriptif bertujuan untuk
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap tikus model Sprague Dawley yang
digunakan.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfometrik Buah Bakau Hitam (Rhizophora mucronata)
Pengukuran morfometrik sampel buah bakau hitam terdiri dari pengukuran
panjang, lebar dan berat. Buah bakau hitam (Rhizophora mucronata) segar diseleksi
dan diklasifikasi untuk dikategorikan sebagai buah matang berdasarkan
pengamatan subyektif. Pengukuran morfometrik ini dilakukan dengan tiga kali
ulangan yang diaplikasikan pada 30 buah bakau hitam (Rhizophora mucronata).
Buah bakau Rhizophora mucronata matang dapat diklasifikasikan dengan
panjang minimal 30 cm, dan lebar minimal 1 cm (FAO 2000). Buah bakau hitam
(Rhizophora mucronata) yang diperoleh dari Taman Konservasi Mangrove, Pantai
Indah Kapuk, Jakarta ini memiliki hipokotil yang lurus, silindris, berwarna hijau
kecoklatan, dan buah yang dipenuhi bintil-bintil.
Pengukuran panjang buah dimulai dari ujung buah setelah pangkal hipokotil
hingga ke ujung buah yang menyerupai tongkat. Pengukuran lebar buah dilakukan
dengan mengukur bagian terlebar dengan menggunakan jangka sorong. Contoh
pengukuran morfometrik buah bakau hitam (Rhizophora mucronata) dapat dilihat
pada Gambar 3 dan data morfometrik dapat dilihat pada Lampiran 5.

Lebar

Panjang

Gambar 3 Pengukuran morfometrik buah bakau hitam (Rhizophora mucronata)
Sampel buah bakau hitam (Rhizophora mucronata) yang digunakan
berjumlah 30 buah yang diperoleh secara selektif dan hasil pengukuran
morfometriknya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Morfometrik buah bakau hitam (Rhizophora mucronata)
Nilai rata-rata (cm)
Parameter
R. mucronata
R. mucronataa
Panjang
43,52 ±
4,16
37,70 ± 0,10
Lebar
1,55 ±
0,25
1,18 ± 0,01
Berat
54,60 ± 12,60
44,90 ± 0,05
Keterangan: Data merupakan rataan 30 sampel buah bakau
a) Priyanto (2012)

Tumbuhan
Rhizophora
mucronata
berbuah
diantara
bulan
September - Desember, dimana buah bakau yang telah matang memiliki ciri
panjang hipokotil ± 30 - 50 cm, dan memiliki kotiledon berwarna kuning berbentuk

13

seperti cincin yang melingkar ± 2 cm dan berwarna kuning kehijauan
(Wibisono et al. 2006). Tabel 1 menunjukkan bahwa buah bakau yang digunakan
dalam penelitian ini berdasarkan pengamatan morfometrik telah tergolong ke dalam
buah matang. Hal ini didukung dengan morfologi buah dimana setiap buah telah
memiliki kotiledon berbentuk cincin berwarna kuning keemasan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Priyanto (2012) dimana hasil
morfometrik telah memenuhi ciri buah matang FAO (2000) dan
Wibisono et al. (2006) dengan rata-rata sampel lebih besar pada tiap parameter uji.
Bahan baku yang digunakan pada penelitian Priyanto (2012) berasal dari Muara
Karang, Jakarta Utara.
Faktor - faktor yang mempengaruhi perbedaan pertumbuhan
Rhizophora mucronata di suatu lokasi antara lain karakteristik substrat (tebal dan
berlumpur), nutrient, fisiografi pantai (Rhizophora mucronata mudah dijumpai
pada wilayah pantai yang selalu tergenang air), pasang-surut air laut (akar tunjang
Rhizophora mucronata tumbuh lebih tinggi pada daerah pasang tinggi dan
sebaliknya), gelombang dan arus (mudah dijumpai pada wilayah yang terhindar dari
gelombang dan arus), iklim (cahaya, curah hujan, suhu, dan angin), salinitas
(optimum pada 10-30 ppt), oksigen terlarut, tanah, jarak lokasi dengan pemukiman,
dan unsur hara (Hutching dan Saenger 1983).

Komposisi Kimia Buah Bakau Hitam (Rhizophora mucronata)
Analisis komposisi kimia dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui
informasi yang terkandung didalam buah bakau hitam (Rhizophora mucronata).
Analisis ini digunakan sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama
pada standar zat makanan seperti kadar air, kadar protein, dan kadar lemak. Hasil
komposisi kimia ekstrak buah bakau hitam (Rhizophora mucronata) dapat dilihat
pada Tabel 2 dan perhitungan pada Lampiran 6.
Tabel 2 Komposisi kimia buah bakau hitam (Rhizophora mucronata)
Komposisi kimia (%)
R. mucronata segar
R. mucronata segara
Kadar air
51,56 ± 0,04
51,67 ± 0,39
Kadar abu
1,09 ± 0,09
0,85 ± 0,07
Kadar protein
1,50 ± 0,02
1,90 ± 0,02
Kadar lemak
1,29 ± 0,08
0,55 ± 0,39
Karbohidrat
44,56 ± 0,23
45,03 ± 0,83
Keterangan: a) Purwaningsih et al. (2015)

Komposisi kimia buah bakau hitam segar (Rhizophora mucronata) yang
disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air merupakan kandungan gizi
dominan yang dimiliki oleh buah ini dengan persentase sebesar 51,56%. Air
merupakan komponen gizi penting dalam makanan. Kadar air mempengaruhi
kualitas bahan yang dimiliki. Persentase kadar air buah bakau hitam lebih dari 50%,
hal ini sesuai dengan penelitian Purwaningsih et al. (2015) dimana buah bakau
hitam memiliki kandungan air sebesar 51,67%. Jumlah kadar air pada tiap
tumbuhan berbeda, hal yang mempengaruhi kadar air tumbuhan antara lain jenis
tumbuhan, struktur, usia dari jaringan organ, lingkungan, habitat, dan kemampuan

14

tumbuhan
dalam
menyerap
serta
mempertahankan
air.
Menurut
Hardiningtyas et al. (2014) perbedaan kadar air dapat dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yaitu morfologi dan sifat genetik, dan faktor
eksternal yaitu habitat dan kondisi lingkungan.
Abu merupakan residu anorganik hasil pembakaran atau oksidasi komponen
organik bahan pangan. Kadar abu suatu bahan mempresentasikan kadar mineral,
kemurnian, dan kebersihan suatu bahan. Hasil kadar abu buah bakau menunjukkan
persentase 1,09%. Penelitian Purwaningsih et al. (2015) hipokotil buah bakau hitam
memiliki angka 0,85%. Hasil penelitian Manalu et al. (2013) untuk buah pedada
(Sonneratia caseolaris) memiliki kadar abu 8,4%. Penelitian ini sesuai dengan
Lacerda (1995) dimana spesies Rhizophora lebih sulit terdekomposisi sehingga
lebih banyak ditemukan dalam bentuk bahan organik.
Hasil analisis kadar protein didapatkan bahwa buah bakau memiliki kadar
protein sebesar 1,5%. Variasi kadar protein yang dimiliki oleh tumbuhan
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain spesies, laju metabolisme, umur,
lingkungan, dan habitat. Penelitian Purwaningsih et al. (2015) untuk ekstrak buah
bakau yang berasal dari Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu memiliki kadar
protein 1,9%.
Lemak mempunyai peran penting dalam tubuh manusia. Lemak merupakan
sumber energi utama yang lebih baik dari karbohidrat. Menurut Wahyuni (2009)
lemak memiliki fungsi melarutkan vitamin A, D, E, dan K, melindungi alat-alat
tubuh yang halus, memperbaiki rasa pada makanan, dan penyimpanan tenaga
sebagai bahan penyekat yang melindungi dari rasa dingin yang merusak. Lemak
pada tumbuhan berfungsi sebagai pembentuk struktur membran sel, sebagai bahan
cadangan makanan, sumber energi, lapisan pelindung pada epidermis batang, daun
dan buah (Hidayat 1995). Kadar air berhubungan terbalik dengan kadar lemak
(Yunizal et al. 1998). Sampel memiliki persentase kadar lemak sebesar 1,29% hal
ini sesuai dengan penelitian Purwaningsih et al. (2015) dimana buah bakau hitam
memiliki kadar lemak yang cenderung rendah yaitu 0,55%.
Karbohidrat pada tanaman dibentuk melalui proses fotosintesis. Hasil
analisis kadar karbohidrat dilakukan menggunakan perhitungan karbohidrat
by difference dimana nilai yang diperoleh yaitu sebesar 44,56%. Perhitungan
karbohidrat dengan metode by difference merupakan metode penentuan kadar
karbohidrat secara kasar dimana kadar serat kasar dan serat pangan juga terhitung
sebagai karbohidrat (Winarno 2008). Hasil penelitian sesuai dengan
Purwaningsih et al. (2015) yang menunjukkan persentase karbohidrat sebesar
45,03%.

Rendemen Ekstrak Kasar Buah Bakau (Rhizophora mucronata)
Rendemen merupakan parameter penting untuk mengetahui nilai ekonomis
dan efektivitas suatu bahan dan produk. Rendemen ekstrak ialah persentase bahan
baku yang dapat dimanfaatkan. Semakin tinggi persentase rendemen maka semakin
tinggi nilai ekonomis dan pemanfaataannya. Ekstrak merupakan hasil dari
penguapan filtrat dimana terkandung berbagai macam komponen aktif yang dapat
dimanfaatkan. Ekstrak dapat diperoleh dengan berbagai cara, baik ekstraksi panas
maupun ekstraksi dingin yang bertujuan untuk menarik komponen menggunakan

15

pelarut tertentu. Buah bakau hitam (Rhizophora mucronata) diekstraksi
menggunakan maserasi pelarut tunggal.
Ekstraksi yang digunakan yaitu jenis ekstraksi dingin. Hasil ekstraksi buah
bakau didapatkan hasil ekstrak sebesar 4,48% (Lampiran 7). Jumlah ekstrak yang
dihasilkan berasal dari kemampuan pelarut etanol dalam mengikat bahan aktif pada
buah bakau hitam. Hasil penelitian Purwaningsih et al. (2015) didapatkan hasil
ekstrak kasar buah baka