Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Buah Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.)

(1)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KOMPONEN BIOAKTIF

PADA BUAH BAKAU (Rhizophora mucronata Lamk.)

RIYAN ADI PRIYANTO

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

RINGKASAN

RIYAN ADI PRIYANTO. C34080010. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Buah Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.). Dibimbing oleh

SRI PURWANINGSIH dan ELLA SALAMAH.

Buah Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) merupakan tanaman yang tersebar hampir disepanjang pantai diseluruh dunia. Secara umum tanaman bakau dimanfaatkan untuk mencegah abrasi air laut. Kayu tanaman ini digunakan sebagai arang dan kayu bakar. Masyarakat Indonesia timur sering mengkonsumsi buah bakau sebagai obat tradisional dan sumber pangan darurat ketika musim paceklik tiba. Informasi mengenai kajian ilmiah khasiat buah bakau belum banyak diketahui. Umumnya buah bakau diekstrak dengan pelarut metanol sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan pelarut terhadap nilai aktivitas antioksidan dan komponen bioaktifnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan rendemen buah bakau, menentukan komponen kimia buah bakau (air, lemak, protein, karbohidrat, abu), menentukan komponen bioaktif, menentukan aktivitas antioksidan buah bakau, serta mengaplikasikan antioksidan terbaik dalam menghambat pembentukan peroksida.

Penelitian ini diawali dengan preparasi, penentuan morfometrik, dan penentuan rendemen buah bakau. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui komponen kimia yang terkandung dalam buah bakau menggunakan uji proksimat, menentukan komponen bioaktif menggunakan uji fitokimia, menentukan aktivitas antioksidan ekstrak kasar buah bakau menggunakan uji DPPH dan mengaplikasikan antioksidan dengan aktivitas terbaik pada emulsi minyak kelapa dalam menghambat pembentukan peroksida menggunakan uji bilangan peroksida. Rancangan percobaan yang digunakan adalah uji kenormalan Anderson Darling, Rancangan Acak Lengkap dan uji Lanjut Duncan.

Hasil penelitian menunjukkan rendemen daging buah bakau segar yang didapat adalah sebesar 44,94%. Buah bakau segar memiliki kadar air sebesar 58,56%, kadar protein sebesar 2,53%, kadar lemak sebesar 0,70%, kadar abu sebesar 1,25% dan kadar karbohidrat sebesar 36,96%. Ekstrak kasar metanol mengandung komponen bioaktif diantaranya alkaloid, steroid, flavonoid, fenol hidrokuinon dan tanin. Ekstrak kasar etil asetat mengandung komponen bioaktif diantaranya alkaloid, steroid, flavonoid, fenol hidrokuinon dan tanin. Ekstrak n-heksana hanya mengandung komponen bioaktif steroid. Nilai IC50 terkecil

adalah ekstrak kasar metanol sebesar 58,61 ppm, ekstrak etil asetat sebesar 120,19 ppm dan ekstrak n-heksana sebesar 354,83 ppm. Hasil uji ekstrak kasar terbaik (metanol) dapat menghambat pembentukan peroksidasi minyak seiring dengan meningkatnya konsentrasi. Ekstrak kasar (metanol) dapat menghambat oksidasi lemak dengan batas nilai bilangan peroksida untuk penyimpanan 7 hari sebesar 3,00 Meq/Kg minyak pada konsentrasi 31,25 ppm. Jenis pelarut terbaik yang menghasilkan nilai aktivitas antioksidan paling tinggi dan dapat menghambat pembentukan peroksida lemak paling baik adalah metanol.


(3)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KOMPONEN BIOAKTIF

PADA BUAH BAKAU (Rhizophora mucronata Lamk.)

RIYAN ADI PRIYANTO C34080010

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(4)

Judul :Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Buah Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) Nama : Riyan Adi Priyanto

NRP : C34080010

Departemen : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si Dra. Ella Salamah, M.Si

NIP. 1965 0713 1990 02 2 001 NIP. 1953 0629 1988 03 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil

NIP. 1958 0511 1985 03 1 002


(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ’’Aktivitas

Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Buah Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.)’’ adalah karya saya sendiri dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya saya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

Riyan Adi Priyanto NRP C34080010


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT. karena telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, tak lupa shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Penyusunan skripsi yang berjudul Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Buah Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1) Dr. Sri Purwaningsih, M.Si dan Dra. Ella Salamah, M.Si sebagai komisi pembimbing. Terima kasih atas segala curahan dan arahan, perbaikan serta motivasi yang diberikan, dari penulis yang tidak tahu apa-apa dan tidak mengerti arti sebuah kata iklas menjadi seorang yang kuat dan mandiri. 2) Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji tamu. Terima kasih atas

segala masukan dan kritikan yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini. 3) Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi

Hasil Perairan.

4) Dr. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol. selaku kepala program studi. Terima kasih atas segala nasehat, semangat, dan perbaikan yang diberikan kepada penulis, bahwa dalam hidup kita harus mawas diri dan selalu merasa rendah hati.

5) Donatur, Pengurus KSE Pusat, Pengurus Paguyuban KSE IPB terima kasih atas bantuan dana, semangat dan motivasinya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB.

6) Keluarga, terutama Ayah dan Ibu yang paling aku sayangi terima kasih atas segala dukungannya selama ini serta doa yang telah engkau panjatkan didalam setiap sujudmu.

7) Wisnu Agung Santoso dan Alfandy Setya Febriansyah terima kasih atas segala semangat dan motivasinya.


(7)

8) Santri Pondok Pesantren Al-Munawir, Krapyak, Jogjakarta spesial untuk Richardo Marreha Nasution, Aria Suman Febriansyah, Linus Lazuardi Saputra, Muhammad Shodiq, dan Irfan Mustofa Saputra terima kasih atas segala semangat, canda, tawa serta motivasi yang tak kenal lelah kalian berikan kepada penulis baik suka maupun duka.

9) Teman-teman terbaik sepesial untuk Nur Apriyani Rochmatillah, Syukron Fadlillah, Tegar Hutomo Pamungkas, Adithia Sanjaya Haris, Aprilia Safitri, Evi Arti Fahyuni, Nurrofingah, Mistho, Lukmanul Hakim, Silvi Septia Anggraeni, Nurul Falsifah, Ira dan teh mamih serta Agung Sutriansyah. 10) Teman-teman THP 45 dan 44 spesial untuk Niswani Seknun, Mawaddah

Renhoran, Siluh Putu Sri Dia Utari, Aninta Saraswati, Yulista Noveliyana, Yunita Puspa Dewi, Nabila Ukhti, Ellis Permatasari yang telah banyak membantu penulis baik moril maupun material serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

11) Adik-adik THP 46, 47 dan 48 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 12) Staf, TU dan laboran di laboratorium biokimia hasil perairan dan

laboratorium mikrobiologi hasil perairan (Bu Ema, Mbak Dini dan Mbak Lastri), laboratorium kimia analitik (Om Emen dan Bu Nunung), laboratorium uji biofarmaka, IPB (Mbak Ina dan Mbak Wiwi) terima kasih atas segala bantuannya dan bimbingan serta kerjasamanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dalam hal penulisan. Penulis juga sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Desember 2012

Riyan Adi Priyanto


(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cilacap, pada tanggal 10 Mei 1990 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Rasmin dan Ibu Tursini.

Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SDN Cibeunying 05 (tahun 1996-2002), selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di MTSN Majenang (2002-2005), pendidikan menengah atas ditempuh di MAN Majenang, Cilacap (2005-2008). Pada tahun 2008 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih jurusan Teknologi Hasil Perairan (THP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif menjadi asisten mata kuliah Teknologi Penanganan dan Transportasi Biota Perairan tahun 2010/2011, Koordinator asisten mata kuliah Avertebrata Air 2011/2012 dan asisten mata kuliah Teknologi Industri Tumbuhan Laut pada tahun ajaran 2011/2012. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan kepanitiaan di kampus. Penulis juga aktif dalam PASKIBRAKA IPB periode 2008-2009, Organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan (HIMASILKAN) periode 2009/2010, BEM FPIK periode 2010/2011, dan PSM Agria swara periode 2010/2011.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Buah

Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) di bawah bimbingan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si dan Dra. Ella Salamah, M.Si.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

1 PENDAHULUAN ……… .. 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA……… . 3

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Buah Bakau (Rhihophora mucronata Lamk.) ... 3

2.2 Antioksidan ... 4

2.2.1 Mekanisme antioksidan ... 5

2.2.2 Jenis-jenis antioksidan ... 7

2.3 Komponen Bioaktif ... 8

2.3.1 Alkaloid ... 8

2.3.2 Steroid/Triterpenoid ... 9

2.3.3 Flavonoid ... 10

2.3.4 Saponin ... 10

2.3.5 Fenol hidrokuinon ... 11

2.3.6 Tanin ... 12

2.4 Ekstraksi ... 13

2.5 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH ... 14

2.6 Mekanisme Oksidasi Lemak ... 16

3 METODOLOGI……… ... 18

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

3.2 Bahan dan Alat ... 18

3.3 Metode Penelitian ... 19

3.3.1 Tahapan penelitian ... 19

3.3.2 Ekstraksi (Quinn 1988) ... 20

3.4 Pengukuran dan Analisis ... 21

3.4.1 Pengukuran morfometrik dan rendemen buah bakau ... 22

3.4.2 Analisis kimia ... 22

3.4.2.1 Analisis proksimat (AOAC 2005) ... 22

3.4.2.2 Uji aktivitas antioksidan (Salazar-aranda et al. 2009) ... 24

3.4.2.3 Uji fitokimia (Harborne 1984) ... 25

3.4.2.4 Uji bilangan peroksida (Santoso et al. 2004) ... 26


(10)

3.5.1 Uji kenormalan (Anderson-Darling 1952)... 27

3.5.2 Uji ANOVA (Steel dan Torrie 1993) ... 28

4 HASIL DAN PEMBAHASAN……… .. 30

4.1 Karakteristik Buah Bakau (R. mucronata) ... 30

4.1.1 Rendemen buah bakau ... 31

4.1.2 Komponen kimia buah bakau ... 31

4.2 Ekstraksi Komponen Bioaktif Buah Bakau (R. mucronata) ... 34

4.2.1 Ekstrak kasar ... 35

4.2.2 Komponen bioaktif pada ekstrak kasar... 35

1) Alkaloid ... 37

2) Steroid... 38

3) Flavonoid ... 39

4) Fenol hidrokuinon ... 39

5) Tanin ... 40

4.3 Aktivitas Antioksidan ... 41

4.4 Aplikasi Ekstrak Terpilih dalam Menghambat Oksidasi ... 45

5 KESIMPULAN DAN SARAN……… .. 48

5.1 Kesimpulan ……….………... 48

5.β Saran ……….………. 48

DAFTAR PUSTAKA ………. 49

LAMPIRAN ……….……….……….……….. 55


(11)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1 Berat dan ukuran buah bakau (R. mucronata) ... 30

2 Hasil uji proksimat buah bakau ... 31

3 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar buah bakau ... 36

4 Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar buah bakau ... 42


(12)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1 Buah bakau (R. mucronata Lamk.) ... 4

2 Skema autooksidasi lipid ... 6

3 Struktur BHA dan BHT ... 8

4 Struktur alkaloid ... 9

5 Struktur steroid ... 10

6 Struktur flavonoid ... 10

7 Struktur saponin ... 11

8 Struktur fenol hidrokuinon ... 12

9 Struktur tanin ... 13

10 Struktur kimia radikal bebas dan bentuk non radikal DPPH ... 15

11 Mekanisme reaksi antioksidan dengan DPPH ... 16

12 Mekanisme oksidasi lemak ... 17

13 Diagram alir penelitian ... 19

14 Diagram alir proses ekstraksi buah bakau ... 21

15 Pengukuran morfometrik buah bakau ... 30

16 Perubahan warna ekstrak kasar setelah penambahan DPPH... 41

17 Aktivitas asam askorbat dengan persen inhibisinya... 43

18 Aktivitas antioksidan ekstrak kasar buah bakau ... 43

19 Rata-rata IC50 ekstrak kasar buah bakau ... 44

20 Diagram batang bilangan peroksida pada emulsi minyak dengan ekstrak kasar buah bakau ... 46


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Buah bakau utuh, kulit dan daging buah bakau ... 56

2 Morfometrik buah bakau ... 57

3 Perhitungan rendemen buah bakau ... 58

4 Perhitungan analisis proksimat buah bakau ... 58

5 Perhitungan rendemen ekstrak kasar buah bakau ... 60

6 Perhitungan pembuatan larutan stok dan pengencerannya ... 61

7 Perhitungan (%) inhibisi dan IC50 ekstrak kasar buah bakau ... 63

8 Perhitungan (%) inhibisi dan IC50 Vitamin C... 66

9 Perhitungan bilangan peroksida ... 67

10 Analisis ragam aktivitas antioksidan ... 68

11 Analisis ragam bilangan peroksida ... 69


(14)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin tinggi aktivitas seseorang serta padatnya waktu yang digunakan untuk bekerja menyebabkan sebagian orang banyak melakukan pola hidup tidak sehat. Mereka jarang melakukan olah raga serta menerapkan pola makan yang tidak teratur dengan mengkonsumsi makanan siap saji atau makanan instan. Pola hidup yang tidak sehat tersebut dapat menyebabkan terjadinya akumulasi radikal bebas jangka panjang yang dapat mempengaruhi kesehatan tubuh. Akumulasi radikal bebas juga dapat disebabkan oleh asap rokok, polusi udara, makanan yang banyak mengandung lemak, radiasi sinar ultraviolet dan senyawa prooksidan (Winarno 2008).

Radikal bebas merupakan suatu bentuk senyawa oksigen reaktif yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron tidak berpasangan (Winarsi 2007). Menurut Cholisoh dan Utami (2008) bahwa radikal bebas diproduksi secara normal oleh tubuh sebagai hasil dari proses biokimia. Radikal bebas yang berlebihan dapat mengakibatkan penyakit degeneratif, misalnya jantung, stroke, dan kanker. Radikal bebas dapat diatasi dengan suatu senyawa penangkal yang disebut antioksidan.

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menunda atau mencegah oksidasi dengan cara menghambat terjadinya reaksi rantai oksidatif. Fungsi utama antioksidan adalah menetralisasi radikal bebas, sehingga tubuh terlindungi dari berbagai macam penyakit degeneratif. Antioksidan dewasa ini banyak digunakan dalam industri pangan. Antioksidan yang sering digunakan umumnya berupa antioksidan sintetik, antara lain butylated hydroxytoluene (BHT) dan butylated hydroxyanisole (BHA). Menurut Sen et al. (2010), penambahan antioksidan sintetik pada makanan menyebabkan beberapa masalah kesehatan misalnya kanker, penuaan dini, rheumatoid arthritis dan penyakit jantung. Berdasarkan alasan tersebut, maka perlu dilakukan usaha penggantian antioksidan sintetik menjadi antioksidan alami.

Menurut Sartini et al. (2007) bahwa antioksidan alami adalah antioksidan yang umumnya diisolasi dari sumber alami yang kebanyakan berasal dari


(15)

tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Menurut penelitian Lahucky et al. (2010) bahwa beberapa tanaman diketahui memiliki kandungan senyawa antioksidan dan mengandung senyawa fenolik yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Salah satu harapan sumber alternatif antioksidan alami adalah buah bakau (Rhizophora mucronata Lamk.).

Tanaman R. mucronata merupakan Famili Rhizophoraceae. Tanaman ini dapat tumbuh hingga ketinggian 35-40 m. Buah yang dihasilkan berwarna hijau dengan lentisel jelas, banyak dan menyebar. Tanaman ini juga toleran terhadap substrat berpasir dan banyak ditemukan pada daerah pasang surut air laut (Giesen et al. 2006).

Tanaman bakau umumnya digunakan sebagai obat dan campuran lauk-pauk, tetapi belum banyak informasi mengenai kandungan bahan aktif pada tanaman tersebut. Penelitian mengenai senyawa kimia pada tanaman ini khususnya kandungan antioksidan perlu dilakukan sehingga diharapkan dapat memberikan informasi yang lengkap untuk pemanfaatannya dalam bidang farmasi, pangan, industri, dan lain-lain.

1.2 Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menentukan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dari buah bakau (R. mucronata). Adapun tujuan khusus penelitian ini antara lain:

1)menentukan rendemen buah bakau

2)menentukan komponen kimia buah bakau meliputi kandungan air, lemak, protein, karbohidrat dan abu.

3)menentukan komponen bioaktif (alkaloid, steroid, flavonoid, fenol hidrokuinon dan tanin) yang terkandung dalam buah bakau melalui uji fitokimia.

4)menerapkan ekstrak antioksidan terbaik pada emulsi minyak dalam menghambat pembentukan peroksida.


(16)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Buah Bakau( Rhizophora mucronata Lamk.)

Nama daerah Rhizophora mucronata adalah bakau, bakau gundul, bakau genjah dan bangko. Tanaman ini termasuk ke dalam Famili Rhizophoraceae dan banyak ditemukan pada daerah berpasir serta daerah pasang surut air laut. Tanaman bakau dapat tumbuh hingga ketinggian 35-40 m. Tanaman bakau memiliki batang silindris, kulit luar berwarna cokelat keabu-abuan sampai hitam, pada bagian luar kulit terlihat retak-retak. Bentuk akar tanaman ini menyerupai akar tunjang (akar tongkat). Akar tunjang digunakan sebagai alat pernapasan karena memiliki lentisel pada permukaannya. Akar tanaman tersebut tumbuh menggantung dari batang atau cabang yang rendah dan dilapisi semacam sel lilin yang dapat dilewati oksigen tetapi tidak tembus air (Murdiyanto 2003).

Tanaman bakau memiliki daun melonjong, berwarna hijau dan mengkilap dengan panjang tangkai 17-35 mm. Tanaman ini umumnya memiliki bunga berwarna kuning yang dikelilingi kelopak berwarna kuning-kecoklatan sampai kemerahan. Proses penyerbukan dibantu oleh serangga dan terjadi pada April sampai dengan Oktober. Penyerbukan menghasilkan buah berwarna hijau yang umumnya memiliki panjang 36-70 cm dan diameter 2 cm (Kusmana et al. 2003). Daerah penyebaran tumbuhan ini meliputi Sri Lanka, seluruh Malaysia dan Indonesia hingga Australia dan Kepulauan Pasifik (Duke 2006).

Klasifikasi tumbuhan bakau (R. mucronata) menurut Duke (2006) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Kelas : Magnoliopsida Ordo : Mytales

Famili : Rhizophoraceae Genus : Rizhophora

Spesies : Rizhophora mucronata Lamk.


(17)

Gambar 1 Buah bakau (R. mucronata Lamk.) (Peter et al. 2001).

2.2 Antioksidan

Secara kimia, pengertian senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya radikal bebas melalui reaksi oksidasi. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksigen sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsi 2007).

Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil dan tidak memiliki pasangan elektron pada orbit terluarnya. Ketidakstabilan ini disebabkan atom tersebut hanya memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Pembentukan senyawa radikal bebas tidak hanya terjadi dari proses kimia dalam tubuh, akan tetapi bisa terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan radikal namun sifatnya dapat berubah menjadi radikal. Kelompok senyawa ini sering disebut Reactive Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS) (Winarsi 2007).

Reactive Oxygen Species dan Reactive Nitrogen Species akan mencapai kestabilan dengan menerima elektron dari molekul lain atau mentransfer elektron tidak berpasangan ke molekul lain. Senyawa ini cenderung mengambil partikel dari molekul lain, misalnya DNA, membran/selaput sel, membran liposom (bagian sel yang mengandung enzim hidrolitik), mitokondria (tempat produksi energi sel), enzim-enzim, lemak, protein, serta komponen jaringan lainnya. Secara alami, ROS dan RNS terbentuk dari hasil metabolisme tubuh. Sel-sel tubuh telah memiliki beberapa mekanisme untuk mengeluarkan senyawa tersebut.


(18)

Mekanisme ini menggunakan molekul yang disebut dengan antioksidan (Winarno 2008).

Persen inhibisi adalah kemampuan suatu bahan untuk menghambat aktivitas radikal bebas, yang berhubungan dengan konsentrasi suatu bahan. Menurut Zheng et al. (2011), aktivitas antioksidan dinyatakan dengan presentase penghambatan (inhibisi) yang diperoleh dari nilai absorbansi blanko dikurangi absorbansi sampel. Persen inhibisi ini didapatkan dari perbedaan serapan antara absorban DPPH dengan serapan yang diukur dengan spektrofotometer. Parameter yang dipakai untuk menunjukkan aktivitas antioksidan adalah Inhibitor Concentration (IC50). Suratmo (2009) menyatakan bahwa IC50 adalah konsentrasi

suatu zat antioksidan yang memberikan persen penghambatan 50%. Nilai IC50

yang semakin kecil menandakan bahwa sampel yang digunakan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dan penggunaan ekstrak dalam menghambat 50% aktivitas radikal bebas semakin sedikit. Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan Molyneux (2004) bahwa semakin kecil nilai IC50 berarti aktivitas antioksidannya

semakin tinggi.

2.2.1 Mekanisme antioksidan

Antioksidan digunakan untuk melindungi komponen-komponen makanan yang bersifat tidak jenuh (mempunyai ikatan rangkap), terutama lemak dan minyak. Penambahan ini untuk mencegah terjadinya ketengikan pada makanan yang disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa yang merupakan produk akhir dari reaksi autooksidasi. Menurut Rita et al. (2009) bahwa reaksi autooksidasi merupakan suatu reaksi berantai dimana inisiator dan propagatornya adalah radikal bebas.

Proses autooksidasi melalui tiga tahap reaksi yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Inisiasi ditandai dengan terlepasnya atom hidrogen dari molekul asam lemak (LH) sehingga terbentuk radikal bebas alkil (L). Tahap propagasi yaitu saat radikal bebas alkil yang terbentuk pada tahap inisiasi bereaksi dengan oksigen atmosfir membentuk radikal bebas peroksil (LOO-). Radikal bebas peroksil yang terbentuk bereaksi dengan atom hidrogen yang terlepas dari asam lemak tidak jenuh lain membentuk hidroperoksida (LOOH). Antioksidan (AH) memberikan atom oksigen pada radikal bebas peroksil (LOO-) dan membentuk radikal lemak


(19)

yang stabil (LOOH). Hasil produk dari reaksi tersebut adalah terbentuknya senyawa-senyawa lain misalnya : aldehid, keton, alkohol, asam dan alkali. Skema autooksidasi lipid disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Skema autooksidasi lipid (Sampaio et al. 2006).

Proses penambahan antioksidan dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi. Antioksidan akan mengurangi peroksida yang dapat merangsang terjadinya proses ketengikan yang terbentuk pada permulaan autooksidasi. Antioksidan akan dioksidasi secara langsung dengan peroksida sehingga mencegah reaksi oksidasi langsung atau tidak langsung dengan memutuskan rantai reaksi pembentukan gugusan peroksida tersebut. Molekul aktif dari lemak bereaksi dengan oksigen menghasilkan peroksida aktif. Peroksida aktif memberikan energinya kepada molekul lemak lain sehingga terbentuk reaksi rantai. Adanya antioksidan, menyebabkan sejumlah peroksida yang aktif dipisahkan dari rantai reaksi dengan memindahkan energinya kepada antioksidan. Molekul aktif dari antioksidan akan teroksidasi dan menjadi tidak aktif lagi karena lemahnya pemindahan energi kepada molekul lemak tersebut (Goutara et al. 1980).

Antioksidan berdasarkan fungsinya, menurut Siagian (2002) dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:

a) Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas dengan cara menyumbangkan atom H, contohnya vitamin E dan vitamin C.

b)Tipe pengikat logam yang mampu mengikat zat prooksidan (Fe2+ dan Cu2+), contohnya flavonoid, asam sitrat dan Ethylene Diamine Tetra Acetat (EDTA).


(20)

c) Antioksidan seluler yang mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi bentuk stabil, contohnya pada manusia dikenal Super Oksida Dismutase (SOD), katalase, glutation peroksidase.

Hasil penelitian Musthafa et al. (2000) menunjukkan bahwa antioksidan mempunyai dampak positif dalam menghambat komplikasi dari penyakit diabetes mellitus serta penyakit aterosklerosis yang sangat berperan dalam terjadinya penyakit jantung koroner. Valko et al. (2006) menyatakan bahwa produksi Reactive Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS) yang berlebihan dapat berubah menjadi radikal bebas yang dapat merusak lipid, protein dan DNA pada sel normal.

2.2.2 Jenis-jenis antioksidan

Secara umum, antioksidan dibedakan menjadi dua kategori dasar, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Saat ini, ketertarikan masyarakat pada antioksidan alami meningkat tajam baik untuk digunakan dalam bahan pangan ataupun sebagai material obat menggantikan antioksidan sintetik. Wang (2006) menyatakan bahwa antioksidan sintetik berbahaya bagi kesehatan karena berpotensi menyebabkan penyakit kanker.

Antioksidan alami banyak ditemukan pada sayuran dan buah-buahan. Antioksidan alami antara lain tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol, karoten dan asam askorbat yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan. Antioksidan alami yang paling banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah tokoferol yang

terdapat dalam bentuk α, , , -tokoferol (Winarno 2008).

Antioksidan sintetik yang banyak digunakan adalah senyawa-senyawa fenol. Penambahan antioksidan ini harus memenuhi beberapa syarat, misalnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan warna yang tidak diinginkan, efektif pada konsentrasi rendah, mudah didapat, dan ekonomis. Antioksidan sintetik yang sering digunakan adalah butylated hydroxyanisole (BHA), dan butylated hydroxytoluene (BHT) (Winarno 2008). Struktur butylated hydroxyanisole (BHA) dan butylated hydroxytoluene (BHT) disajikan pada Gambar 3.


(21)

Gambar 3 Struktur BHA dan BHT (FDA 2012).

2.3 Komponen Bioaktif

Komponen bioaktif merupakan kelompok senyawa fungsional yang terkandung dalam bahan pangan dan dapat memberikan pengaruh biologis. Sebagian besar komponen bioaktif adalah kelompok alkohol aromatik, misalnya polifenol. Menurut Kannan et al. (2009) komponen bioaktif tidak terbatas pada hasil metabolisme sekunder saja, tetapi juga termasuk metabolit primer yang memberikan aktivitas biologis fungsional, misalnya protein dan peptida. Pengujian kualitatif terhadap komponen bioaktif ini dapat dilakukan dengan metode uji fitokimia.

Istilah fitokimia (dari kata “phyto” = tanaman) berarti kimia tanaman.

Fitokimia menguraikan aspek kimia dari suatu tanaman. Kajian fitokimia meliputi uraian tentang isolasi senyawa kimia dalam tanaman, perbandingan struktur senyawa kimia tanaman dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis tanaman atau penelitian untuk pengembangan senyawa kimia dalam tanaman (Sirait 2007).

2.3.1 Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harborne 1984).

Beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang farmakologi, diantaranya adalah nikotin (stimulan pada syaraf otonom), morfin


(22)

(analgesik), kodein (analgesik dan obat batuk), atropin (obat tetes mata), skopolamin (sedatif/obat penenang menjelang operasi), kokain (analgesik), piperin (antifeedant), quinin (obat malaria), vinkristin (obat kanker), ergotamin (analgesik untuk migrain), reserpin (pengobatan simptomatis disfungsi ereksi), mitraginin (analgesik dan antitusif), serta vinblastin (antineoplastik dan obat kanker) (Harborne 1984). Struktur alkaloid disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 4 Struktur alkaloid (Liaw et al. 1998). 2.3.2 Steroid/Triterpenoid

Steroid/Triterpenoid adalah senyawa dengan kerangka karbon yang disusun dari 6 unit isoprena dan dibuat secara biosintesis dari skualen, suatu C30

hidrokarbon asiklik. Triterpenoid mempunyai struktur siklik yang relatif kompleks, terdiri atas alkohol, aldehid atau asam karboksilat. Senyawa ini umumnya berbentuk kristalin dan mempunyai titik lebur tinggi. Steroid yang dites dengan menggunakan reaksi Liebermann-Burchard (asam asetat anhidridat-H2SO4 pekat), akan membentuk warna biru hijau untuk sebagian besar triterpen

dan sterolnya (Sirait 2007).

Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena. Sterol dalam tumbuhan tingkat tinggi disebut fitosterol dan jenis lainnya antara lain sitosterol, stigmasterol dan kampesterol. Sterol yang terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah adalah ergosterol yang hanya terdapat dalam khamir dan sejumlah fungi. Sterol lain yang terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah tetapi kadang-kadang ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi yaitu fukosterol. Fukosterol merupakan steroid utama pada alga coklat dan terdapat juga pada kelapa (Harborne 1984). Struktur steroid disajikan pada Gambar 5.


(23)

Gambar 5 Struktur Steroid (Gasior et al. 1999). 2.3.3 Flavonoid

Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari dan akar dalam bentuk glikosida. Flavonoid diklasifikasikan menjadi flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, isoflavon, calkon, dihidrokalkon, auron, antosianidin, katekin dan flavan-3,4-diol (Sirait 2007).

Senyawa flavonoid larut dalam air dan dapat diekstraksi dengan etanol 70%. Flavonoid mengandung sistem aromatik dan menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum Ultra Violet (UV) dan spektrum tampak (Harborne 1984). Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga dilapisan amil alkohol pada uji fitokimia menunjukkan adanya flavonoid. Gambar struktur flavonoid disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Struktur flavonoid (Markham 1982). 2.3.4 Saponin

Saponin merupakan glikosida yang apabila dihidrolisis secara sempurna akan menghasilkan gula dan satu fraksi non-gula yang disebut sapogenin atau genin. Gula-gula yang terdapat dalam saponin jumlah dan jenisnya bervariasi,


(24)

diantaranya glukosa, galaktosa, arabinosa, ramnosa, serta asam galakturonat dan glukoronat. Sapogenin sendiri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sapogenin triterpenik dan steroidik (Muchtadi 1989).

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun. Saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Senyawa saponin terkadang bersifat toksik dan menimbulkan keracunan pada ternak (misalnya saponin alfalfa) (Harborne 1984).

Saponin menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu misalnya, pada epitel hidung, bronkus, ginjal dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal diperkirakan menimbulkan efek diuretika. Saponin dapat mempertinggi resorpsi berbagai zat oleh aktivitas permukaan. Saponin juga dapat meregangkan partikel tak larut dan

menjadikan partikel tersebut tersebar dan terbagi halus dalam larutan (Sirait 2007). Struktur senyawa saponin disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Struktur saponin (Markham 1982). 2.3.5 Fenol hidrokuinon

Senyawa fenolat merupakan senyawa aromatik yang berikatan dengan satu atau lebih gugus hidroksil dimana gugus hidroksil dapat digantikan dengan gugus metil atau glikosil. Komponen fenolat bersifat larut air selama komponen tersebut berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan umumnya terdapat dalam vakuola sel. Kuinon dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftakuinon, antrakuinon, dan isoprenoid kuinon.

Sebagian besar kelompok kuinon memiliki sifat fenol, sedangkan isoprenoid kuinon tidak bersifat fenol. Isoprenoid kuinon umumnya banyak


(25)

ditemukan pada saat respirasi seluler (ubikuinon) dan fotosintesis (plastokuinon) (Harborne 1984). Struktur fenol hidrokuinon dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Struktur fenol hidrokuinon (Preechaworapun et al. 2008). 2.3.6 Tanin

Tanin adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan. Senyawa tanin merupakan turunan polifenol dengan karakteristiknya yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan makromolekul lainnya. Umumnya senyawa tanin larut dalam air (polar). Secara kimia terdapat dua jenis tanin, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi tersebar luas pada tumbuhan paku-pakuan dan tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua (Harborne 1984).

Sumber tanin di Indonesia diperoleh dari tumbuhan akasia (Acacia sp.), eukaliptus (Eucalyptus sp.), pinus (Pinus sp.) dan beberapa jenis bakau. Senyawa tanin seringkali menyebabkan beberapa tumbuhan memiliki rasa sepat sehingga dihindari oleh banyak hewan pemangsanya. Adanya senyawa tanin di dalam rumen sapi menyebabkan populasi bakteri proteolitik Lotus corniculatus mengalami penurunan. Senyawa tanin akan berikatan langsung dengan dinding sel, membran dan protein ekstrakseluler pada bakteri. Smith et al. (2005) menyatakan bahwa tanin dapat berikatan langsung dengan dinding sel mikroorganisme rumen dan dapat menghambat pertumbuhan mikoorganisme atau aktivitas enzim. Struktur tanin disajikan pada Gambar 9.


(26)

Gambar 9 Struktur tanin (Oladoja et al. 2010).

2.4 Ekstraksi

Tumbuhan sudah dikenal sejak lama mengandung komponen metabolit sekunder yang umumnya terdapat dalam daun, bunga, akar, buah dan biji. Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan komponen metabolit sekunder, salah satunya dengan menggunakan ekstraksi. Tiwari et al. (2011) menyatakan bahwa ekstraksi adalah suatu pemisahan komponen aktif dalam suatu jaringan tanaman dan jaringan hewan menggunakan pelarut yang telah ditentukan oleh standar. Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi ke dalam material padat dan berdifusi kepada komponen yang memiliki kepolaran yang sama. Teknik ekstraksi yang sering dilakukan antara lain maserasi, perkolasi, soxhlet, ekstraksi air-alkohol. Perbedaan dalam proses ekstraksi akan menghasilkan jumlah dan komposisi metabolit sekunder yang berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhinya antara lain: tipe ekstraksi, waktu ekstraksi, suhu, pelarut organik, konsentrasi pelarut dan kepolaran. Hal yang perlu dilakukan dalam menentukan pelarut yang akan digunakan dalam proses ekstrasi antara lain: pelarut memiliki toksisitas rendah, mudah untuk dievaporasi dalam suhu rendah, serta cepat dalam menyerap ekstrak.

Jenis pelarut yang digunakan sangat menentukan keberhasilan proses ekstraksi. Beberapa jenis pelarut yang umum digunakan dalam proses ekstraksi menurut Tiwari et al. (2011) yaitu:

1) Air: digunakan dalam proses ekstraksi tanaman.

2) Aseton: digunakan untuk komponen hidrophilik maupun lipofilik.

3) Alkohol (etanol): jumlah polifenol yang diekstrak dengan etanol menghasilkan aktivitas lebih tinggi dibandingkan polifenol yang diekstrak dengan air.


(27)

4) Kloroform dan ether: digunakan untuk mengekstraksi komponen bioaktif yang larut lemak.

Pemilihan metode ekstraksi yang digunakan akan mempengaruhi jumlah rendemen yang didapatkan dari suatu bahan. Metode ekstraksi menurut Harborne (1984) meliputi:

1) Maserasi: metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dalam pelarut dengan atau tanpa pengadukan.

2) Diakolasi: metode ekstraksi dengan penambahan tekanan udara.

3) Dekoksi (rebus): metode paling sederhana dan mudah dilakukan menggunakan bahan yang larut air dan stabil terhadap panas.

4) Ekstraksi lengkap: metode ekstraksi yang melibatkan ekstraksi berturut-turut menggunakan pelarut non polar, semi polar dan pelarut polar.

5) Arus balik: metode ekstraksi secara berkesinambungan dimana sampel dan pelarut saling bertemu melalui gerakan aliran yang berlawanan.

6) Sonikasi: metode ekstraksi menggunakan gelombang suara atau getaran dengan frekuensi antara 20 KHz-2000 KHz.

2.5 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Aktivitas antioksidan pada suatu bahan dapat diketahui dengan berbagai cara antara lain, metode Nitro Blue Tetrozolium (NBT), metode tiosianat, metode Carotene bleaching dan metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH). Metode pengujian antioksidan dengan menggunakan DPPH dipilih karena mudah dilakukan, metodenya sederhana, menggunakan sampel sedikit serta dapat digunakan untuk memperkirakan efisiensi kinerja dari substansi yang berperan sebagai antioksidan. Kristal DPPH yang digunakan dalam proses pengujian aktivitas antioksidan umumnya dilarutkan dengan menggunakan pelarut etanol. Menurut Tiwari et al. (2011) pelarut etanol cenderung banyak digunakan karena lebih murah dan tidak toksik dibanding pelarut polar lainnya.

Senyawa 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH) merupakan senyawa radikal bebas yang stabil dalam suhu kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa ekstrak bahan alam. Senyawa radikal DPPH akan membentuk interaksi dengan antioksidan dari bahan yang digunakan. Molyneux (2004) mengatakan bahwa senyawa DPPH dapat bereaksi


(28)

dengan atom hidrogen yang berasal dari suatu antioksidan membentuk senyawa dihenylpicrylhydrazine yang berwarna kuning pucat. Struktur kimia DPPH dalam bentuk radikal bebas (1) dan bentuk kompleks non radikal (2) dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Struktur kimia radikal bebas (1) dan bentuk non radikal (2) DPPH (Molyneux 2004).

Hasil yang dicapai jika semua elektron radikal bebas DPPH menjadi berpasangan dan menyebabkan berubahnya warna ungu menjadi kuning dapat diukur secara stokiometri sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan. Suratmo (2009) mengatakan bahwa prinsip dari uji aktivitas antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH tersebut. Mekanisme reaksi antioksidan dengan DPPH dapat dilihat pada Gambar 11.


(29)

Gambar 11 Mekanisme reaksi antioksidan dengan DPPH

(Suratmo 2009).

Mekanisme reaksi antara antioksidan dengan DPPH dibagi menjadi tiga tahap yang dicontohkan dengan menggunakan senyawa manofenolat. Tahap pertama adalah delokalisasi elektron pada gugus yang tersubtitusi dari senyawa tersebut. Adanya atom hidrogen akan menyebabkan DPPH menjadi tereduksi. Langkah berikutnya adalah dimerisasi antara dua radikal fenoksil yang mentransfer radikal hidrogen yang akan bereaksi lagi dengan radikal DPPH. Tahap yang terakhir adalah pembentukan komplek antara radikal aril dengan DPPH. Pembentukan dimer maupun komplek antara zat antioksidan dengan DPPH tergantung pada kesetabilan dan potensial reaksi dari struktur molekulnya (Brand-Williams 1955 dalam Suratmo 2009).

2.6 Mekanisme Oksidasi Lemak

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Proses oksidasi tidak ditentukan oleh besar kecilnya jumlah lemak dalam bahan sehingga bahan yang mengandung lemak dalam jumlah kecilpun mudah mengalami proses oksidasi (Ketaren 1986).


(30)

Mekanisme oksidasi lemak dipengaruhi oleh kondisi oksidasi, yaitu temperatur, tipe asam lemak, dan bentuk ikatan ganda serta jumlah oksigen yang tersedia. Mekanisme oksidasi dibagi dalam tiga tahap dengan bilangan peroksida sebagai indikator derajat oksidasinya. Mekanisme oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal lipid (L1*) bila lemak (L1H) kontak dengan panas, cahaya, ion metal dan

oksigen. Tahap selanjutnya adalah tahap propagasi dimana pada tahap ini radikal lipid hasil tahap inisiasi bertemu dengan oksigen membentuk radikal peroksida (L1OO*). Radikal peroksida yang terbentuk akan mengikat ion hidrogen dari

lemak lain (L1H) membentuk hidrogen peroksida (LOOH) dan molekul radikal

lemak baru (L1*), reaksinya akan berulang terus-menerus hingga merupakan

reaksi berantai. Tahap terakhir adalah terminasi, hidrogen peroksida (LOOH) yang sangat tidak stabil terpecah menjadi senyawa organik berantai pendek yaitu asam-asam lemak, aldehida, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Schaich 2005). Mekanisme oksidasi lemak dapat dilihat pada Gambar 12.

Inisiasi : L1H + O2 L1*

Propagasi : L1* + O2 L1OO*

: L1OO* + L1H LOOH + L1*

Terminasi : LOOH (produk non radikal ) Gambar 12 Mekanisme oksidasi lemak (Schaich 2005).

Keterangan : L1H = Lipid

: L1* = Radikal lipid

: L1OO* = Radikal peroksida

: LOOH = Hidrogen peroksida


(31)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2012 bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, dan Laboratorium Uji Biofarmaka Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah bakau (Rizhophora mucronata Lamk.), metanol (pelarut polar), etil asetat (pelarut semi-polar), dan n-heksana (pelarut nonsemi-polar), akuades, kjeltab jenis selenium, larutan H2SO4 p.a. pekat, asam borat (H3BO3) 2% yang mengandung indikator

bromcherosol green-methyl red, larutan HCl 0,1N, pelarut lemak (n-heksana p.a.), pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendroff (uji alkaloid), kloroform, anhidrat asetat, asam sulfat pekat (uji steroid), serbuk magnesium, amil alkohol (uji flavonoid), air panas, H2SO4, akuades, etanol 95%, larutan FeCl3 5%

(uji fenol hidrokuinon), FeCl3 3% (uji tanin), kristal 1,1-diphenyl-2-pycrylhydrazyl

(DPPH), etanol p.a. sebagai pelarut, asam askorbat (Vitamin C), minyak kelapa, akuades, twen 20, asam asetat glasial, kalium iodida (KI), natrium thiosulfat (Na2S2O3), KIO3, HCl, dan FeCl2.

Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi cawan porselen, oven model DV-41, tanur pengabuan model FM-38, tabung reaksi, Erlenmeyer, timbangan analitik, alumunium foil, desikator, kertas saring Whatman 42, kapas bebas lemak, labu lemak, kondensator, tabung Sokhlet, labu Kjeldahl, destilator, rotary vacuum evaporator, multipipette, micropipette, EpochTM Microplate Spectrophotometer, inkubator dan vortex.


(32)

3.3 Metode Penelitian

Penelitian terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi preparasi, pengukuran morfometrik dan perhitungan rendemen buah bakau (R. mucronata). Penelitian utama meliputi uji komponen kimia (proksimat), uji fitokima, uji aktivitas antioksidan, dan uji bilangan peroksida.

3.3.1 Tahapan penelitian

Pada penelitian pendahuluan buah bakau yang telah diukur secara morfometrik kemudian dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama digunakan untuk pengujian komponen kimia yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan karbohidrat. Bagian kedua digunakan untuk proses ekstraksi menggunakan tiga jenis pelarut berbeda. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Diagram alir penelitian. Ekstraksi

Uji

Evaporasi

Uji aktivitas Uji bilangan Uji

Daging buah bakau segar

Buah bakau Preparasi Pengukuran Perhitungan rendemen


(33)

3.3.2 Ekstraksi (Quinn 1988)

Daging buah bakau yang digunakan untuk proses ekstraksi sebanyak 50 gram dipotong kecil-kecil dan dimasukkan dalam Erlenmeyer (b/v) (1:3), kemudian diberi pelarut n-heksana p.a. sampai terendam (150 mL) dan ditutup dengan alumunium foil. Sampel selanjutnya dimaserasi selama 24 jam. Hasil maserasi yang berupa larutan disaring dengan kertas saring Whatman 42 sehingga didapat filtrat dan residu. Filtrat ini selanjutnya disebut filtrat n-heksana. Residu kemudian dimaserasi kembali menggunakan pelarut etil asetat p.a (150 mL) selama 24 jam. Hasil maserasi yang berupa larutan disaring kembali dengan kertas Whatman 42 sehingga didapat filtrat dan residu kembali. Filtrat ini selanjutnya disebut filtrat etil asetat. Residu yang tersisa dimaserasi kembali menggunakan pelarut metanol p.a (150 mL) selama 24 jam. Larutan yang dihasilkan disaring sehingga didapatkan filtrat dan residu akhir. Filtrat ini selanjutnya disebut filtrat metanol. Filtrat yang diperoleh dari masing-masing pelarut kemudian dievaporasi pada suhu 37 oC menggunakan rotary vacum evaporator. Penggunaan suhu rendah dimaksud untuk melindungi komponen bioaktif dari kerusakan akibat panas tinggi. Berdasarkan proses ini maka diperoleh ekstrak kasar n-heksana, estrak kasar etil asetat, dan ekstrak kasar metanol. Ekstrak kasar dari ketiga pelarut kemudian dimasukkan ke dalam botol ekstrak dan dilakukan beberapa uji yang meliputi uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH, uji fitokimia, dan uji bilangan peroksida. Diagram alir proses ekstraksi disajikan pada Gambar 14.


(34)

Gambar 14 Diagram alir proses ekstraksi buah bakau (Quinn 1988)

3.4 Pengukuran dan Analisis

Pengukuran dan analisis dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan kandungan senyawa kimia pada suatu bahan. Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengukuran morfometrik dan perhitungan rendemen buah bakau. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis komponen

Ekstraksi

Residu Filtrat III

Evaporasi Ekstrak kasar

Metanol Ekstrak kasar

Etil asetat Filtrat II

Evaporasi Maserasi methanol

(b/v), (1:3), 24 jam

Ekstraksi Residu Residu

Maserasi etil asetat (b/v), (1:3), 24 jam

Filtrat I

Daging buah bakau

Maserasi n-heksana (b/v), (1:3), 24 jam

Ekstraksi

Evaporasi Ekstrak kasar


(35)

kimia (proksimat), analisis komponen bioaktif (uji fitokimia), uji aktivitas antioksidan dan uji bilangan peroksida.

3.4.1 Pengukuran morfometrik dan rendemen buah bakau

Buah bakau (R. mucronata) diambil dari daerah hutan mangrove Muara Karang, Jakarta Utara. Sebanyak 30 buah diambil dari beberapa pohon yang berbeda dan diukur morfometriknya yang meliputi panjang, lebar dan bobot. Rendemen dihitung berdasarkan Iswani (2007) sebagai berikut:

Rendemen daging % = Bobot daging (gram)

Bobot total buah bakau (gram)×100 % 3.4.2 Analisis kimia

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komponen kimia yang terkandung dalam suatu bahan. Analisis proksimat meliputi analisis kadar air, protein, lemak, abu dan karbohidrat.

3.4.2.1 Analisis proksimat (AOAC 2005) 1) Analisi kadar air (AOAC 2005)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam sampai beratnya konstan, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

% kadar air = B−C

B−A×100 % Keterangan:

A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram) 2) Analisis kadar lemak (AOAC 2005)

Buah bakau seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring yang

telah dibuat menjadi bentuk selongsong dan kedua ujungnya ditutup dengan kapas. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang


(36)

sudah ditimbang berat tetapnya (W2). Pelarut lemak (n-heksana) dituangkan

ke dalam labu lemak kemudian labu lemak dihubungkan dengan sokhlet dan direfluks selama 6 jam. Sampel dikeluarkan, labu lemak dan sokhlet dipasang kembali lalu didestilasi hingga pelarut lemak yang ada dalam labu lemak menguap. Labu lemak dan sokhlet diangkat dan pelarut dikeluarkan. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama satu jam. Labu kemudian disimpan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak

dapat dihitung dengan rumus berikut:

% Kadar lemak = W3-W2

W1 ×100 % Keterangan: W1 = Berat sampel (gram)

W2 = Berat labu lemak kosong (gram)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

3) Analisis kadar protein (AOAC 2005)

Analisis protein dilakukan dengan metode Kjeldahl yang terdiri dari tiga tahap yaitu dekstruksi, destilasi dan titrasi. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu ditambah 1/2 butir kjeltab jenis selenium dan 10 mL H2SO4 pekat. Sampel didestruksi pada suhu

400 oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan menjadi jernih dan didinginkan. Larutan yang telah dingin dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditambah akuades, kemudian larutan dipipet sebanyak 10 mL serta ditambah 10 mL NaOH 40% untuk didestilasi pada suhu 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 25 mL yang berisi campuran asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes

indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Proses destilasi dihentikan setelah volume destilat mencapai 40 mL dan berwarna hijau kebiruan. Destilat lalu dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% N = mL HCl sampel-mL blanko × N HCl × faktor pengenceran × 14

mg contoh ×100 %

% kadar protein = % N x fk Keterangan:

fp = Faktor pengenceran = 10; fk = Faktor konversi = 6,25


(37)

4) Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 oC, kemudian disimpan di dalam desikator. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi selama 1 jam. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam tanur selama 6 jam pada suhu 600 oC. Sampel ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus berikut:

% kadar abu = C−A

B−A×100 % Keterangan:

A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)

C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram) 3.4.2.2 Uji aktivitas antioksidan (Salazar-Aranda et al. 2009)

Aktivitas antioksidan diukur dengan metode DPPH yang mengacu pada penelitian Salazar-Aranda et al. (2009). Pengujian aktivitas antioksidan ini menggunakan ekstrak kasar buah bakau dari ketiga pelarut yang telah dipekatkan kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. Konsentrasi campuran ekstrak kasar dan etanol yang digunakan dalam penelitian ini antara lain 0 ppm, 15,62 ppm, 31,25 ppm, 62,50 ppm, 125 ppm, 250 ppm, dan 500 ppm. Kontrol positif menggunakan asam askorbat (Vitamin C) dengan konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan 10 ppm. Perhitungan pembuatan larutan stok dan proses pengencerennya dapat dilihat pada Lampiran 6.

Larutan blanko dengan konsentrasi 125 µM dibuat menggunakan kristal DPPH yang dilarutkan dalam etanol p.a. Proses pembuatan larutan DPPH dilakukan dalam kondisi terlindung dari cahaya matahari. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan berdasarkan kemampuan sampel yang digunakan dalam mereduksi radikal bebas DPPH. Kontrol positif menggunakan larutan asam askorbat 100 ppm yang dibuat dengan cara melarutkan kristal asam askorbat pada etanol p.a. Larutan DPPH dengan konsentrasi 125 µM diambil sebanyak 100 µL dan ditambah dengan 100 µL ekstrak, kemudian dimasukkan ke dalam microplate yang telah disiapkan. Campuran larutan tersebut dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Serapan yang dihasilkan diukur


(38)

dengan menggunakan EpochTM Microplate Spectrophotometer pada panjang gelombang 517 nm.

Presentase penghambat aktivitas radikal bebas (%inhibisi) diperoleh dari nilai absorben sampel. Persamaan regresi diperoleh dari hubungan antara konsentrasi sampel dan persen inhibisi. Nilai konsentrasi penghambat aktivitas radikal bebas sebanyak 50% (IC50) dihitung dengan menggunakan persamaan

regresi linear yaitu y = ax+b. Nilai IC50 diperoleh dengan memasukkan y = 50

serta nilai a dan b yang telah diketahui. 3.4.2.3 Uji fitokimia (Harborne 1984)

Pengujian fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponen-komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar buah bakau. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, uji steroid/triterpenoid, flavonoid, fenol hidrokuinon, Molisch, Benedict, dan tanin. Metode fitokimia dalam penelitian ini mengacu kepada Harborne (1984).

1) Alkaloid (Harborne 1984)

Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2N. Pengujian menggunakan tiga pereaksi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer dan pereaksi Wagner. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismutsubnitrat ditambah 10 mL asam asetat dan 40 mL air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 mL air. Sebelum digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 mL asam asetat glasial dan 100 mL air. Pereaksi Dragendorff yang dihasilkan berwarna jingga.

Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 gram HgCl2

dengan 0,5 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL dengan labu takar. Pereaksi Meyer yang dihasilkan tidak berwarna.

Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 mL akuades ditambah 2,5 gram iodine dan 2 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 mL dalam labu takar. Pereaksi Wagner yang dihasilkan berwarna cokelat.

Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Dragendorff terbentuk endapan merah jingga. Kemudian, terbentuknya endapan putih kekuningan


(39)

dengan pereaksi Meyer dan terbentuknya endapan cokelat dengan pereaksi Wagner.

2) Steroid / triterpenoid (Harborne 1984)

SejumLah sampel dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi yang kering, kemudian ditambah 10 tetes anhidrat asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.

3) Flavonoid (Harborne 1984)

SejumLah sampel ditambah 0,1 mg serbuk magnesium, 0,4 mL amil alkohol dan 4 mL alcohol, kemudian campuran dikocok. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.

4) Fenol hidrokuinon (pereaksi FeCl3) (Harborne 1984)

Sampel sebanyak 1 gram diekstrak dengan 20 mL etanol 95%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambah 2 tetes larutan FeCl3 5%. Adanya senyawa fenol dalam bahan ditunjukkan dengan terbentuknya

warna hijau atau hijau biru.

5) Uji Tanin (Harborne 1984)

Sampel sebanyak 1 gram ditambah pereaksi FeCl3 3%. Adanya warna

hijau kehitaman menandakan suatu bahan mengandung komponen tanin. 3.4.2.4 Uji bilangan peroksida (Santoso et al. 2004)

Aktivitas antioksidan ekstrak buah bakau yang terbaik, diuji pada emulsi minyak. Antioksidan berfungsi untuk menghambat pembentukan peroksida pada minyak. Pengujian ini dilakukan melalui pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya yang dilanjutkan dengan evaluasi aktivitas antioksidan dengan penentuan bilangan peroksida.

1) Pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya

Minyak yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari parutan kelapa yang diperas untuk diambil santan kentalnya. Santan dipanaskan dengan cara direbus untuk memisahkan komponen minyak yang terkandung di dalamnya, kemudian disaring untuk memisahkan minyak dan ampasnya. Filtrat yang dihasilkan kemudian disaring lagi dengan kertas Whatman agar diperoleh minyak


(40)

kelapa yang bening. Sistem emulsi minyak dibuat dengan mengacu pada metode Santoso et al. (2004) yang dimodifikasi, yaitu dengan menghomogenkan 3% minyak kelapa dan 97% air yang mengandung 0,3% Tween 20.

2) Penentuan bilangan peroksida

Sistem emulsi minyak ditambahkan pada ekstrak buah bakau yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik yang disebut sampel minyak. Sampel minyak selanjutnya disimpan selama tujuh hari dalam inkubator bersuhu 37 oC untuk mempercepat oksidasi. Setelah diinkubasi selama 1 minggu, sampel minyak kemudian ditimbang sebanyak 5 gram di dalam labu erlenmeyer yang ditambahkan 30 mL pelarut yang terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40% kloroform. Minyak yang telah larut ditambah 0,5 mL larutan KI jenuh dan didiamkan 15 menit dalam ruang gelap sambil dikocok. Iod yang terbentuk dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 N dengan indikator pati 1%. Titrasi

dihentikan saat larutan sampel menjadi tidak berwarna. Hasil pengurangan volume akhir terhadap volume awal larutan Na2S2O3 0,01 N yang ditunjukkan

oleh skala pada buret merupakan volume total larutan Na2S2O3 0,01 N yang

digunakan untuk titrasi sampel. Cara yang sama dibuat juga untuk penerapan blanko. Nilai bilangan peroksida dinyatakan dengan miliequivalen per 1 kg minyak atau lemak yaitu dengan rumus:

Miliequivalen / kg minyak = (a-b) × N × 1000

G × 100%

Keterangan:

a = jumLah mL larutan Na2S2O3 untuk titrasi sampel

b = jumLah mL larutan Na2S2O3 untuk titrasi blanko

N = normalitas larutan Na2S2O3

G = berat sampel (g)

3.5 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Data dianalisis dengan ANOVA (Analysis Of Varians) dan terlebih dahulu diuji kenormalan data menggunakan uji kenormalan Anderson-Darling. 3.5.1 Uji kenormalan (Anderson-Darling 1952)

Uji kenormalan adalah pengujian untuk mengetahui apakah galat data yang digunakan menyebar normal, sehingga dapat digunakan dalam statistika parametrik. Penghitungan uji ini menghasilkan nilai A2 hitung dan Pvalue. Bila


(41)

nilai Pvalue α (0,05), maka data berdistribusi normal. εodel statistik uji

Anderson-Darling adalah sebagai berikut (Anderson-Darling 1952):

�2 = − − �; dengan (2 −1)

� � � + ⁡(1− �(��+1− ) }]

=1

Keterangan:

A = Nilai uji statistik Anderson-Darling N = Jumlah data

F = Fungsi distributif kumulatif Y = Data yang diurutkan

3.5.2 Uji ANOVA (Steel dan Torrie 1993)

Data selanjutnya dianalisis menggunakan model rancangan ANOVA (Analysis of Variant) dengan formulasi Steel & Torrie (1993). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model:

Yij = µ + τi+ ij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pada taraf i ulangan ke-j

µ = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan

τi = Pengaruh perbedaan jenis pelarut dan konsentrasi ekstrak metanol

pada taraf ke-i (i=1,2,3)

ij = Galat percobaan pada konsentrasi taraf ke-i dengan ulangan ke-j

Hipotesa rancangan acak lengkap (RAL) aktivitas antioksidan ekstrak kasar buah bakau adalah sebagai berikut:

H0: jenis pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan ekstrak

kasar buah bakau

H1: jenis pelarut berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan ekstrak kasar

buah bakau

Hipotesa rancangan acak lengkap (RAL) bilangan peroksida adalah sebagai berikut:

H0: Konsentrasi ekstrak metanol tidak berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan

peroksida

H1: Konsentrasi ekstrak metanol berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan

peroksida

Jika hasil dari pengujian menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda

nyata pada selang 95% (α=0,05) maka dilakukan uji lanjut Duncan. Rumus uji


(42)

Duncan = tα/2;dbs 2KTS r Keterangan:

dbs = Derajat bebas sisa KTS = Kuadrat tengah sisa r = Banyaknya ulangan


(43)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Buah Bakau (R. mucronata)

Buah bakau terdiri dari dua bagian yaitu kelopak dan buah bakau. Kelopak buah bakau berbentuk seperti buah pir terbalik dan berwarna cokelat. Buah bakau memiliki penampakan berwarna hijau dan diselimuti oleh banyak lentisel pada lapisan permukaannya. Daging buah bakau memiliki tekstur keras dan berwarna cokelat serta dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengukuran morfometrik buah bakau dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Pengukuran morfometrik buah bakau.

Data berat dan ukuran dari 30 sampel buah bakau yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Lampiran 2. Adapun berat dan ukuran rata-rata buah bakau ini disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Berat dan ukuran buah bakau (R. mucronata)

No Parameter Nilai

1 Panjang (cm) 37,70 ± 0,10

2 Lebar (cm) 1,18 ± 0,01

3 Bobot (gram) 44,90 ± 0,05

Keterangan: Data diperoleh dari 30 sampel (Lampiran 2).

Panjang Lebar


(44)

4.1.1 Rendemen buah bakau

Rendemen merupakan presentase perbandingan antara berat bagian bahan yang dapat dimanfaatkan dengan berat total bahan. Nilai rendemen digunakan untuk mengetahui keefektivan suatu bahan. Nilai rendemen yang semakin besar, maka semakin efektif bagian yang dapat dimanfaatkan. Rendemen buah bakau dihitung berdasarkan presentase perbandingan bobot daging buah terhadap buah bakau utuh. Rendemen daging buah yang didapatkan adalah sebesar 44,94%. Perhitungan rendemen buah bakau dapat dilihat pada Lampiran 3.

Buah bakau banyak dikonsumsi oleh orang-orang di wilayah Timor barat, Flores, Sumba, Sabu dan Alor. Masyarakat disekitar Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) menggunakan buah bakau jenis R. mucronata sebagai pengganti beras dan jagung pada waktu bencana kelaparan melanda. Mamoribo et al. (2003) menyatakan bahwa masyarakat kampong Rayori, distrik Supriyori Selatan, Kabupaten Biak Numfor, Papua memanfaatkan buah bakau jenis B. gimnorhiza sebagai campuran lauk pauk pada saat musim paceklik tiba.

4.1.2 Komponen kimia buah bakau

Informasi mengenai kandungan gizi yang terdapat dalam bahan pangan dapat diketahui melalui analisis komposisi kimia atau proksimat. Analisis proksimat secara umum dilakukan untuk mengetahui unsur pokok berupa air, abu, protein dan lemak. Kandungan gizi yang terkandung dalam suatu bahan pangan berbeda-beda karena adanya perbedaan makanan, spesies, jenis kelamin, dan umur bahan (Kusumo 1997). Perhitungan analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil uji proksimat buah bakau (n=2)

Parameter Rhizophora

mucronata

Rhizophora mucronata *

Bruguiera parviflora*

Kadar air 58,56 46,63 51,75

Kadar lemak 0,70 1,96 2,08

Kadar protein 2,53 0,41 0,12

Kadar abu 1,25 1,25 1,38

Kadar karbohidrat 36,96 22,29 22,14


(45)

Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air sangat menentukan komponen lainnya (Andarwulan et al. 2011). Hasil pengujian kadar air buah bakau yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebesar 58,56%. Penelitian yang dilakukan oleh Bunyapraphatsara et al. (2002) pada tanaman Rhizophora mucronata menghasilkan kadar air sebesar 46,63%.

Kandungan air dalam bahan makanan akan mempengaruhi daya tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroba. Kadar air yang tinggi menyebabkan buah bakau mudah mengalami kerusakan. Bahan makanan umumnya memiliki nilai aw atau air bebas yang disukai oleh bakteri, kapang dan khamir sebagai

tempat berkembang biak. Organisme-organisme tersebut akan menyebabkan perubahan pada bahan makanan yang dapat mempercepat proses pembusukan (Winarno 2008).

Lemak merupakan sekumpulan senyawa biomolekul yang dapat larut dalam pelarut organik tetapi tidak dapat larut dalam air (Roswiem et al. 2006). Hasil pengujian kadar lemak yang dilakukan dalam penelitian ini adalah 0,70%. Utari (2012) melakukan uji proksimat terhadap buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dan memperoleh kadar lemak sebesar 0,79%.

Lemak dan minyak terdapat hampir disemua bahan makanan dengan kandungan yang berbeda-beda. Secara umum lemak dibedakan menjadi lemak hewani dan lemak nabati. Lemak hewani banyak mengandung kolesterol yang disebut sterol. Lemak ini disusun oleh asam lemak jenuh sehingga berbentuk padat pada suhu kamar. Lemak nabati banyak mengandung kolesterol yang disebut fitosterol dengan asam lemak tak jenuh sebagai penyusunnya sehingga berbentuk cair pada suhu kamar. Anand et al. (2010) menyatakan bahwa asam lemak tak jenuh linoleat, linolenat, dan arakhidonat sangat diperlukan tubuh, antara lain untuk menjaga bagian struktural membran sel dan untuk membuat bahan-bahan hormon.

Protein merupakan makromolekul yang paling banyak ditemukan di dalam sel dan menyusun hampir sebagian berat kering tubuh mahluk hidup. Protein

merupakan komponen yang banyak terdapat pada sel tanaman dan hewan Andarwulan et al. (2011). Kadar protein yang dihasilkan dalam penelitian ini


(46)

pada tanaman Rhizophora mucronata menunjukkan kadar protein sebesar 0,41 %.

Protein dikenal sebagai zat pembangun yang berfungsi dalam pembentukan jaringan-jaringan baru yang terjadi ditubuh mahluk hidup. Protein akan mengganti jaringan yang rusak dan merombaknya menjadi jaringan baru. Protein juga digunakan sebagai sumber energi apabila kebutuhan energi dalam tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Secara umum protein dibedakan menjadi protein hewani dan protein nabati. Kandungan protein nabati cenderung lebih rendah dari pada protein hewani, kecuali pada kacang-kacangan dan produk olahannya sedangkan protein hewani lebih banyak menyediakan asam amino-asam amino esensial sehingga protein yang dihasilkan lebih bermutu tinggi. Kekurangan protein dalam waktu lama dapat mengganggu berbagai reaksi yang terjadi dalam tubuh dan menurunkan kemampuan tubuh dalam mengikat molekul tertentu (Roswiem et al. 2006).

Hampir sebagian besar bahan makanan terdiri dari bahan organik, misalnya lemak, protein, vitamin dan air. Sisanya berupa mineral yang berfungsi untuk menunjang reaksi-reaksi kimia di dalam tubuh. Mineral-mineral tersebut dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Proses pembakaran akan menyebabkan bahan organik terbakar habis, sedangkan zat anorganiknya tidak terbakar dan disebut abu (Winarno 2008). Hasil pengujian kadar abu dalam penelitian ini sebesar 1,25%. Helmy (2012) melakukan uji proksimat terhadap buah lindur, yang merupakan buah dari tanaman mangrove Bruguiera gymnorrhiza, dan memperoleh kadar abu sebesar 1,29%.

Secara umum kadar abu erat kaitannya dengan kandungan mineral dalam suatu bahan makanan. Mineral tersebut digunakan tubuh sebagai zat pengatur dan pembangun. Tubuh dikenal membutuhkan unsur makro seperti Na, C, Ca, Mg dan unsur mikro misalnya Fe, I, Zn, Co, dan F. Besar kecilnya kandungan mineral dalam suatu bahan makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu habitat dan kondisi lingkungan hidup yang berbeda-beda. Setiap lingkungan memberikan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme yang hidup didalamnya. Kekurangan unsur mikro dan unsur makro dalam tubuh akan


(47)

menyebabkan terganggunya reaksi biologis dan proses fisiologis pada tubuh (Winarno 2008).

Karbohidrat merupakan salah satu nutrisi dasar yang paling banyak digunakan sebagai sumber energi utama karena menyumbang energi sebesar 4 kkal (Belitz et al. 2009). Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan metode by difference, yaitu penentuan kadar karbohidrat dalam suatu bahan pangan secara kasar. Kadar karbohidrat yang dihasilkan dalam penelitian ini

adalah sebesar 33,96%. Penelitian yang dilakukan oleh Bunyapraphatsara et al. (2002) memperoleh kadar karbohidrat pada tanaman

Rhizophora mucronata sebesar 22,29%.

Karbohidrat banyak ditemukan dalam bahan nabati, antara lain serealia, umbi-umbian dan batang tanaman. Karbohidrat dalam buah ditemukan dalam bentuk pati dan gula sederhana misalnya glukosa dan fruktosa. Secara umum pati digunakan sebagai tempat menyimpan cadangan energi. Selama proses pematangan, kandungan pati dalam buah akan diubah menjadi gula pereduksi. Pati yang masuk ke dalam saluran pencernaan akan diurai menjadi glukosa. Pati akan dioksidasi lebih lanjut didalam sel dan digunakan dalam menyediakan energi untuk membuat berbagai senyawa yang dibutuhkan tubuh diantaranya protein, lipid dan asam nukleat (Roswiem et al. 2006).

4.2 Ekstraksi Komponen Bioaktif Buah Bakau (R. mucronata)

Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen zat aktif dalam suatu bahan dengan pelarut tertentu. Tujuan proses ini adalah untuk mendapatkan bahan aktif dari bagian tertentu suatu bahan (Harbone 1984). Proses ekstraksi dimulai dengan pemotongan sampel, penghancuran sampel menjadi ukuran yang lebih kecil (serbuk), maserasi, penyaringan dan proses evaporasi menggunakan rotary vacuum evaporator.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian buah bakau yang telah dipisahkan kulitnya. Hal tersebut mengacu pada hasil penelitian Bunyapraphatsara et al. (2002) yang juga menggunakan buah dari tanaman Rhizophora mucronata di Thailand. Proses ekstraksi pada penelitian ini menggunakan pelarut n-heksana (non polar), etil asetat (semi polar) dan metanol


(48)

(polar). Proses maserasi dilakukan selama 24 jam yang mengacu kepada penelitian Tiwari et al. (2011) pada beberapa tanaman obat di India.

4.2.1 Ekstrak kasar

Hasil ekstraksi dari buah bakau memiliki warna yang berbeda-beda. Ekstrak metanol memiliki warna coklat kehitaman, etil asetat berwarna hijau tua, sedangkan ekstrak n-heksana memiliki warna hijau muda. Perbedaan tersebut tidak hanya dilihat dari warna sampel, akan tetapi dari sisi jumlah rendemen. Perhitungan rendemen ekstrak buah bakau dapat dilihat pada Lampiran 5.

Nilai rendemen ekstrak buah bakau tertinggi adalah ekstrak metanol sebesar 10,95 %, ekstrak etil asetat sebesar 0,25 % dan nilai ekstrak terkecil adalah ekstrak n-heksana sebesar 0,12 %. Perbedaan nilai rendemen yang dihasilkan dari ketiga pelarut tersebut disebabkan berbedanya sifat polaritas larutan-larutan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Salamah et al. (2008), bahwa rendemen ekstrak hasil maserasi dengan pelarut yang berbeda akan menghasilkan presentase rendemen yang berbeda. Nilai rendemen yang dihasilkan dari ekstrak metanol diduga dipengaruhi sifat larutan tersebut yang dapat melarutkan hampir semua komponen bahan aktif. Wasmund et al. (2006) menyatakan bahwa klorofil merupakan zat warna hijau yang dapat diekstrak dengan pelarut polar, misalnya metanol, aseton, dan etanol.

4.2.2 Komponen bioaktif pada ekstrak kasar

Ekstraksi bahan alam adalah ekstraksi komponen aktif yang terdapat pada bahan alam yang didasari pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi ke dalam pelarut (Harbone 1984). Filtrat pekat tiga pelarut tersebut kemudian diuji komponen bioaktifnya melalui uji fitokimia, yang meliputi uji alkaloid, flavonoid, steroid, fenol hidroquinon, dan uji tanin. Hasil uji fitokimia pada masing-masing ekstrak kasar buah bakau dapat dilihat pada Tabel 3. Gambar uji fitokimia dapat dilihat di Lampiran 12.


(49)

Tabel 3 Hasil uji fitokima ekstrak kasar buah bakau Uji Fitokimia

Ekstrak

Standar

(Warna) Hasil Metanol Etil

Asetat

N-heksana

1. Alkaloid

a. Dragendroff + – – endapan merah

atau jingga endapan jingga

b. Meyer – – – endapan putih

kekuningan

tidak terdapat endapan putih kekuningan

c. Wegner + + – endapan coklat terbentuk endapan

coklat

2. Steroid + + +

perubahan dari merah menjadi hijau/biru

metanol dan n-hensana : hijau muda, etil asetat: hijau kebiruan

3. Flavonoid + + –

lapisan amil alkohol berwarna merah/kuning/hi jau terbentuk amil alkohol berwarna kuning 4. Fenol

Hidroquinon + + –

warna

hijau/hijau biru

metanol: hijau kebiruan, etil asetat: hijau

5. Tanin + + –

warna hijau kebiruan/hijau kehitaman

metanol: terbentuk warna hijau

kebiruan, etil asetat: hijau kehitaman

Hasil pengujian komponen bioaktif pada buah bakau ekstrak kasar metanol mengandung komponen bioaktif yang lebih banyak dibandingkan dengan ekstrak kasar etil asetat dan ekstrak kasar n-heksana. Komponen bioaktif pada ekstrak kasar metanol meliputi alkaloid, steroid, flavonoid, fenol hidroquinon, dan tanin. Komponen bioaktif pada ekstrak kasar etil asetat meliputi alkaloid, steroid, flavonoid, fenol hidroquinon, dan tanin. Komponen bioaktif pada ekstrak kasar n-heksana adalah steroid. Senyawa antioksidan alami umumnya adalah senyawa turunan fenolik atau polifenol dan turunan flavonoid misalnya flavon, isoflavon, katekin yang cenderung larut dalam pelarut polar. Hal ini sesuai dengan Atta-au-rahman et al. (2001) yang menyatakan bahwa senyawa yang berpotensi memiliki antioksidan umumnya adalah senyawa flavonoid, alkaloid dan fenolat yang larut dalam pelarut polar.


(50)

1) Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan senyawa sekunder yang bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom hidrogen (Harborne 1984). Pengujian alkaloid dilakukan menggunakan pereaksi pengendapan untuk memisahkan jenis alkaloid. Pereaksi yang umum digunakan adalah pereaksi Meyer yang mengandung kalium iodide dan merkuri klorida. Pereaksi Dragendorff mengandung bismuth nitrat dan merkuri klorida dalam nitrit berair. Pereaksi Bouchardat mirip dengan pereaksi Wagner dan mengandung kalium iodida dan yodium. Berbagai pereaksi digunakan untuk mengetahui perbedaan yang besar dalam hal sensivitas terhadap gugus alkaloid yang berbeda (Sastrohamidjojo 1996).

Hasil pengujian fitokimia menghasilkan nilai positif adanya alkaloid pada ekstrak metanol dan etil asetat. Pada ekstrak kasar n-heksana tidak mengandung senyawa alkaloid. Adanya endapan jingga pada pereaksi Dragendorf dan terbentuknya endapan cokelat dengan menggunakan pereaksi Wegner menandakan suatu bahan positif mengandung alkaloid. Hasil uji dengan pereaksi Meyer menghasilkan nilai negatif dengan tidak terbentuk endapan putih kekuningan pada ketiga ekstrak kasar tersebut.

Alkaloid dalam tanaman digunakan sebagai bentuk pertahanan diri tanaman terhadap pemangsa. Alkaloid sering dijumpai pada tumbuhan hijau pada biji, daun, ranting, buah dan kulit batang. Kadar alkaloid yang dihasilkan oleh tumbuhan hijau tidak sama pada semua jaringan dan pada setiap tahap pertumbuhan serta lokasi geografis yang mempengaruhinya (Robinson 1991).

Alkaloid dalam tanaman tidak dalam keadaan bebas akan tetapi berikatan dengan garam dan asam-asam organik terutama asam maleat, oralat, suksinat dan taurat. Struktur alkaloid memiliki elemen N dan elemen tanpa N dalam molekulnya. Elemen N terdiri atas monoterpena asiklik dan guanidine (komposisi pembentuk asam amino esensial arginina). Eleman tanpa N terdiri dari senyawa inti C5 dan senyawa aromatik tipe fenilpropana. Senyawa fenil

propana akan menurunkan metabolit sekunder dengan memperpendek rantai sampingnya. Senyawa aromatik dengan rantai samping C2 relatif jarang

ditemukan, tetapi sering ditemukan dalam bentuk C6-C2 pada alkaloid yang


(1)

Lampiran 9 Perhitungan bilangan peroksida

konsentrasi ulangan

berat sampel (g) Vol. Tio (ml) Bil

peroksida rata-rata

blanko 0

0

1 5,00 3,60 7,20

6,86

2 5,01 3,20 6,38

3 5,00 3,50 7,00

15.62

1 5,00 1,40 2,80

4,32

2 5,00 2,10 4,20

3 5,02 3,00 5.97

31.25

1 5,00 1,20 2,40

3,00

2 5,00 1,70 3,40

3 5,00 1,60 3,20

61.25

1 5,02 0,90 1,79

2,26

2 5,00 1,40 2,80

3 5,01 1,10 2,19

125

1 5,01 0,70 1,39

1,73

2 5,00 0,90 1,80

3 5,00 1,00 2,00

250

1 5,02 0,50 0,99

1,19

2 5,00 0,70 1,40

3 5,00 0,60 1,20

500

1 5,00 0,20 0,40

0,79

2 5,01 0,60 1,19

3 5,00 0,40 0,80

1000

1 5,00 0,10 0,20

0,53

2 5,02 0,50 0,99

3 5,01 0,20 0,39

Contoh perhitungan Konst ekstrak : 0 ppm

Ulangan : 1

Bil Peroksida : 3,6−0 mlx0,01Nx1000) 5,00


(2)

Lampiran 10 Analisis ragam aktivitas antioksidan 1. Grafik uji kenormalan Anderson-Darling

Hipotesis:

H0 = Galat menyebar normal H1 = Galat tidak menyebar normal

Keterangan: Pvalue > 0,05 maka galat data menyebar normal 2. Grafik uji kehomogenan

Keterangan: Pvalue > 0,05 maka galat data menyebar normal


(3)

3. Tabel ANOVA aktivitas antioksidan Sumber

keragaman

Jumlah kuadrat

Db (Derajat

bebas)

Kuadrat

tengah Fhitung Signifikasi

Perlakuan 3.381 2 1.690 20.17

7 .002

Error .503 6 .084

Total 5.279 9

Keterangan: Jenis pelarut mempengaruhi nilai aktivitas antioksidan bila nilai signifikasi < 0,05

4. Tabel uji lanjut Duncan aktivitas antioksidan

perlakuan N α = 0,05

1 2 3

1 3 .315090

2 3 .316107

3 3 1.180207E0

Signifikasi 1.000 1.000 1.000

Lampiran 11 Analisis ragam bilangan peroksida 1. Grafik uji kenormalan Anderson-Darling

Hipotesis:

H0 = Galat menyebar normal H1 = Galat tidak menyebar normal

Keterangan: Pvalue > 0,05 maka galat data menyebar normal


(4)

2. Grafik uji kehomogenan

Keterangan: Pvalue > 0,05 maka galat data menyebar normal 3. Tabel ANOVA bilangan peroksida

Sumber keragaman

Db (Derajat

bebas)

Jumlah kuadrat

Kuadrat

tengah Fhitung Signifikasi

Perlakuan 7 94,964 13,566 29,208 0,000

Galat 16 7,431 0,464

Total 24 263,275

Keterangan: Konsentrasi pelarut methanol mempengaruhi nilai bilangan peroksida bila nilai signifikasi < 0,05

4. Tabel uji lanjut Duncan bilangan peroksida

Perlakuan N α = 0,05

1 2 3 4 5

8 3 0,5317

7 3 0,7992

6 3 1,1986 1,1986

5 3 1,7324 1,7324

4 3 2,2628 2,2628

3 3 3,0000

2 3 4,3253

1 3 6,8624


(5)

Lampiran 12 Gambar-gambar selama penelitian

Gambar 1 ekstraksi sampel Gambar 2 hasil evaporasi sampel

Gambar 3 uji fitokimia Alkaloid Gambar 4 uji fitokimia steroid

Gambar 5 uji fitokimia flavonoid Gambar 6 uji fitokimia fenol hidroquinon


(6)

RINGKASAN

RIYAN ADI PRIYANTO. C34080010. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Buah Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.). Dibimbing oleh SRI PURWANINGSIH dan ELLA SALAMAH.

Buah Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) merupakan tanaman yang tersebar hampir disepanjang pantai diseluruh dunia. Secara umum tanaman bakau dimanfaatkan untuk mencegah abrasi air laut. Kayu tanaman ini digunakan sebagai arang dan kayu bakar. Masyarakat Indonesia timur sering mengkonsumsi buah bakau sebagai obat tradisional dan sumber pangan darurat ketika musim paceklik tiba. Informasi mengenai kajian ilmiah khasiat buah bakau belum banyak diketahui. Umumnya buah bakau diekstrak dengan pelarut metanol sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan pelarut terhadap nilai aktivitas antioksidan dan komponen bioaktifnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan rendemen buah bakau, menentukan komponen kimia buah bakau (air, lemak, protein, karbohidrat, abu), menentukan komponen bioaktif, menentukan aktivitas antioksidan buah bakau, serta mengaplikasikan antioksidan terbaik dalam menghambat pembentukan peroksida.

Penelitian ini diawali dengan preparasi, penentuan morfometrik, dan penentuan rendemen buah bakau. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui komponen kimia yang terkandung dalam buah bakau menggunakan uji proksimat, menentukan komponen bioaktif menggunakan uji fitokimia, menentukan aktivitas antioksidan ekstrak kasar buah bakau menggunakan uji DPPH dan mengaplikasikan antioksidan dengan aktivitas terbaik pada emulsi minyak kelapa dalam menghambat pembentukan peroksida menggunakan uji bilangan peroksida. Rancangan percobaan yang digunakan adalah uji kenormalan Anderson Darling, Rancangan Acak Lengkap dan uji Lanjut Duncan.

Hasil penelitian menunjukkan rendemen daging buah bakau segar yang didapat adalah sebesar 44,94%. Buah bakau segar memiliki kadar air sebesar 58,56%, kadar protein sebesar 2,53%, kadar lemak sebesar 0,70%, kadar abu sebesar 1,25% dan kadar karbohidrat sebesar 36,96%. Ekstrak kasar metanol mengandung komponen bioaktif diantaranya alkaloid, steroid, flavonoid, fenol hidrokuinon dan tanin. Ekstrak kasar etil asetat mengandung komponen bioaktif diantaranya alkaloid, steroid, flavonoid, fenol hidrokuinon dan tanin. Ekstrak n-heksana hanya mengandung komponen bioaktif steroid. Nilai IC50 terkecil adalah ekstrak kasar metanol sebesar 58,61 ppm, ekstrak etil asetat sebesar 120,19 ppm dan ekstrak n-heksana sebesar 354,83 ppm. Hasil uji ekstrak kasar terbaik (metanol) dapat menghambat pembentukan peroksidasi minyak seiring dengan meningkatnya konsentrasi. Ekstrak kasar (metanol) dapat menghambat oksidasi lemak dengan batas nilai bilangan peroksida untuk penyimpanan 7 hari sebesar 3,00 Meq/Kg minyak pada konsentrasi 31,25 ppm. Jenis pelarut terbaik yang menghasilkan nilai aktivitas antioksidan paling tinggi dan dapat menghambat pembentukan peroksida lemak paling baik adalah metanol.