Pertumbuhan Propagul Rhizophora stylosa Setelah Proses Pemeraman

PERTUMBUHAN PROPAGUL Rhizophora stylosa
SETELAH PROSES PEMERAMAN

SKRIPSI

OLEH:
AHMAD TARMIZI SIMATUPANG
061202033/BDH

PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011

Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian

: Pertumbuhan Propagul Rhizophora stylosa Setelah Proses

Pemeraman

Nama Mahasiswa

: Ahmad Tarmizi Simatupang

NIM

: 061202033

Program Studi

: Budidaya Hutan

Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

Dr. Budi Utomo, SP.MP


Ketua

Anggota

Mengetahui
Ketua Program Studi Kehutanan

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Upaya penanganan benih setelah pengunduhan propagul yang matang dari
pohon penting dilakukan, dalam upaya peningkatan mutu bibit untuk rehabilitasi
hutan mangrove, apalagi bila penanaman tidak segera dilakukan dilapangan, hal
ini dikhawatirkan akan menyebabkan kemunduran benih pada saat ditanam.
Proses pemeraman merupakan cara untuk mempertahankan viabilitas propagul
pada saat disimpan, selain dapat mempercepat perkecambahan juga dapat

menghilangkan aroma segar sehingga mengurangi intensitas serangan hama.
Penelitian ini menggunakan propagul Rhizophora stylosa dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan 4,2,8,10,12,14, dan 16 hari
peram. Parameter yang diamati mulai dari tinggi, diameter, luas daun, berat kering
tajuk dan akar serta rasio perbandingan berat kering tajuk dan akar. Hasil
penelitian menunjukka n pemeraman 8 hari memberi pengaruh nyata terhadap
pertumbuhan bibit Rhizophora stylosa dengan tinggi 7,40, diameter 0,43 cm, luas
daun 13,45 cm2, berat kering tajuk 1,16 g, berat kering akar 1,21 g dan rasio
perbandingan tajuk/akar 0,95 g.

Kata kunci : Mangrove, Proses pemeraman, Rhizophora stylosa, Pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

The effort of managing seed after picked mature seed from important trees
have been done, in the effort of the seed quality improvement for mangrove
woods rehabilitation, even less is the planting didn’t do immediately in the field,
these things worried will affect seeds degeneration when planting. The repening

process was the best way to defend the propagule viability when saving, beside
can accelerate the sprouting also can make the fresh aroma disappear until
decrease the pest attack intensity.
This research is using Rhizophora stylosa propagule with RAL (complete
random design) by treatment 2,4,6,8,10,12,14, and 16 repening days. The
monitoring parameters are height, diameter, leafs wide, crown dry weight, root
dry weight and also ratio of the crown dry weight and root degree. The result of
this research shows that 8 days repening giving the real effect to the growth of
Rhizophora stylosa seeds with 7,40, diameter 0,43 cm, leafs wide 13,45 cm2,
crown dry weight 1,16 g, root dry weight and the degree of crown and root ration
is 0,95 g.

Key word : Mangrove, Repening process, Rhizophora stylosa, Growing

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada 22 Desember 1988 dari Bapak Abdun
Nur Simatupang dan Ibu Mastum. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga

bersaudara.
Tahun 2000 penulis lulus dari SDN 060924 Medan, tahun 2003 lulus dari
SMPN 15 Medan, tahun 2006 lulus dari SMA Muhammadiyah 1 Medan. Penulis
masuk Universitas Sumatera Utara Program studi Budidaya Hutan melalui seleksi
penerimaan mahasiswa baru (SPMB).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti Praktek
Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Tangkahan Kabupaten Langkat,
hutan mangrove di Pulau Sembilan selam 10 hari, sebagai asisten praktikum
Teknologi Benih Hutan, sebagai asisten lapangan Praktek Pengenalan dan
Pengelolaan Hutan (P3H) di Aras Napal Kecamatan Besitang dan Pulau sembilan
serta pada tahun 2010 penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan di Perhutani
Unit II Banyuwangi Utara selama satu bulan, mulai dari bulan Juni sampai bulan
Juli. Penulis melakukan penelitian di kawasan hutan mangrove di Canang
Belawan Medan selama dua bulan.
Penulis juga pernah mengikuti organisasi kemahasiswaan BKM Baitul
Asyjaar, sebagai koordinator bidang dakwah dan juga pernah aktif dalam
organisasi PELITA yang bergerak dalam kegiatan pembibitan.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pertumbuhan
Propagul Rhizophora stylosa Setelah Proses Pemeraman”.
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan
mendidik penulis selama ini. Penulis menyampapikan terima kasih kepada Dr. Ir.
Yunasfi, M.Si. dan Dr. Budi Utomo, SP.MP selaku ketua dan anggota komosi
pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan
berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian
sampai pada ujian akhir.
Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna
baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan usulan
penelitian ini.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan, sert rekan yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.


Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Hal.
ABSTRAK .................................................................................................
i
ABSTRCT ................................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
DAFTAR TABEL....................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. viii
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
Latar Belakang .................................................................................
1
Tujuan Penelitian .............................................................................
4
Hipotesis Penelitian ..........................................................................

4
Manfaat Penelitian ..........................................................................
4
Kerangka Pemikiran .........................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................

7

BAHAN DAN METODE ...............................................................
Waktu dan Lokasi Penelitian ...........................................................
Bahan dan Alat Penelitian ...............................................................
Rancangan Penelitian .......................................................................
Pelaksanaan Penelitian ....................................................................
Pemilihan Lokasi Pembibitan .............................................
Penyediaan Propagul ............................................................
Proses Pemeraman ..............................................................
Media Tanam.......................................................................
Penanaman ke Dalam Polibag ..............................................
Parameter Pengamatan ......................................................................

Pertambahan Tinggi Kecambah Sampai menjadi bibit ............
Pertambahan Diameter Kecambah Sampai menjadi bibit ........
Pengukuran Biomassa ...........................................................

16
16
16
15
17
17
17
18
18
18
19
19
19
19

HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................


21

Hasil .............................................................................................
Parameter Pertumbuhan Tanaman......................................................
Tinggi bibit R. stylosa ........................................................
Diameter bibit R. stylosa ....................................................
Luas daun bibit R. stylosa ...................................................
Biomassa Tajuk .................................................................
Biomassa akar....................................................................
Rasio Perbandingan Biomassa Tajuk/Akar ..........................
Pembahasan ......................................................................................

21
21
21
22
22
23
24

25
28

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................
Kesimpulan ......................................................................................
Saran .............................................................................................

34
34
34

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
LAMPIRAN …...........................................................................................

35
38

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No

Hal.
1. Rataan pertumbuhan bibit R. stylosa berdasarkan rataan tinggi (cm),
diameter (cm) dan luas daun (cm2)...................................................

23

2. Rataan biomassa tajuk (g), biomassa akar (g) dan rasio
perbandingan tajuk/akar (g)...........................................................

26

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No

Hal.

1. Kerangka pemikiran.................................................................................

6

2. Bagian propagul R. stylosa………............................................................

7

3. Bentuk bibit R. stylosa………………………………………………………...

28

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No

Hal.

1. Tinggi rata-rata bibit R. stylosa...............................................

41

2. Diameter rata-rata bibit R. stylosa...........................................

43

3. Luas daun rata-rata bibit R. stylosa………….............................

44

4. Biomassa tajuk bibit R. stylosa.............................................

45

5. Biomassa akar bibit R. stylosa..............................................

46

6. Rasio Perbandingan Biomassa akar bibit R. stylosa ...........

47

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Upaya penanganan benih setelah pengunduhan propagul yang matang dari
pohon penting dilakukan, dalam upaya peningkatan mutu bibit untuk rehabilitasi
hutan mangrove, apalagi bila penanaman tidak segera dilakukan dilapangan, hal
ini dikhawatirkan akan menyebabkan kemunduran benih pada saat ditanam.
Proses pemeraman merupakan cara untuk mempertahankan viabilitas propagul
pada saat disimpan, selain dapat mempercepat perkecambahan juga dapat
menghilangkan aroma segar sehingga mengurangi intensitas serangan hama.
Penelitian ini menggunakan propagul Rhizophora stylosa dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan 4,2,8,10,12,14, dan 16 hari
peram. Parameter yang diamati mulai dari tinggi, diameter, luas daun, berat kering
tajuk dan akar serta rasio perbandingan berat kering tajuk dan akar. Hasil
penelitian menunjukka n pemeraman 8 hari memberi pengaruh nyata terhadap
pertumbuhan bibit Rhizophora stylosa dengan tinggi 7,40, diameter 0,43 cm, luas
daun 13,45 cm2, berat kering tajuk 1,16 g, berat kering akar 1,21 g dan rasio
perbandingan tajuk/akar 0,95 g.

Kata kunci : Mangrove, Proses pemeraman, Rhizophora stylosa, Pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

The effort of managing seed after picked mature seed from important trees
have been done, in the effort of the seed quality improvement for mangrove
woods rehabilitation, even less is the planting didn’t do immediately in the field,
these things worried will affect seeds degeneration when planting. The repening
process was the best way to defend the propagule viability when saving, beside
can accelerate the sprouting also can make the fresh aroma disappear until
decrease the pest attack intensity.
This research is using Rhizophora stylosa propagule with RAL (complete
random design) by treatment 2,4,6,8,10,12,14, and 16 repening days. The
monitoring parameters are height, diameter, leafs wide, crown dry weight, root
dry weight and also ratio of the crown dry weight and root degree. The result of
this research shows that 8 days repening giving the real effect to the growth of
Rhizophora stylosa seeds with 7,40, diameter 0,43 cm, leafs wide 13,45 cm2,
crown dry weight 1,16 g, root dry weight and the degree of crown and root ration
is 0,95 g.

Key word : Mangrove, Repening process, Rhizophora stylosa, Growing

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial
yang penting dalam pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Meskipun
demikian, kondisi hutan mangrove di Indonesia terus mengalami kerusakan dan
pengurangan luas dengan kecepatan kerusakan mencapai 530.000 ha/tahun.
Sementara laju penambahan luas areal rehabilitasi mangrove yang dapat
terealisasi masih jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju kerusakannya yaitu,
hanya sekitar 1.973 ha/tahun. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya
untuk memulihkan kembali hutan mangrove yang rusak agar dapat kembali
memberikan fungsinya bagi kesejahteraan manusia dan menduku ng pembangunan
wilayah pesisir. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang
pentingnya keberadaan mangrove dalam mendukung kehidupan perekonomian
masyarakat pesisir perlu terus ditingkatkan, sehingga upaya rehabilitasi dan upaya
pengelolaan mangrove dapat menjadi kunci keberhasilan pelestarian mangrove
(Santoso, 2000).
Luas hutan mangrove di Pulau Sumatera ± 657.000 ha, dari total ini sekitar
± 200.000 ha atau 30%

dijumpai di Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan

penafsiran Citra Landsat, diketahui luas mangrove di Propinsi Sumatera Utara
mengalami penurunan yang sangat cepat dari waktu ke waktu. Dari luas ±
200.000 ha pada tahun 1987, tinggal ± 31.885 ha atau 15% yang berfungsi baik
pada tahun 2001. Hal ini memberikan gambaran bahwa kondisi hutan mangrove

Universitas Sumatera Utara

di Propinsi Sumatera Utara sedang mengalami tekanan yang sangat hebat oleh
berbagai bentuk kegiatan sehingga mengakibatkan hilangnya kawasan hutan
mangrove sekitar ± 168.145 ha atau 85% dalam kurun waktu 14 tahun (Pasaribu,
2004).
Hutan mangrove merupakan jalur hijau yang mempunyai fungsi ekologis
dan sosial ekonomi. Berdasarkan hasil identifikasi tahun 1999-2000 luas potensial
hutan mangrove di Indonesia ± 8,6 juta ha yang terdiri atas 3,8 juta ha dalam
kawasan hutan dan 4,8 juta ha di luar kawasan. Pada saat ini 1,7 juta ha atau
44,73 % dari hutan mangrove yang berada dikawasan hutan dan 4,2 juta ha atau
87,50% dari hutan mangrove yang berada di luar kawasan hutan dalam kondisi
rusak. Kerusakan tersebut pada umumnya disebabkan oleh tindakan manusia
dalam menggunakan sumber daya alam wilayah pantai tidak memperhatikan
kelestariannya, seperti penebangan untuk keperluan kayu yang berlebihan maupun
perubahan fungsi untuk kepentingan penggunaan lahan lainnya seperti tambak,
pemukiman, industri dan pertambangan (Dephut, 2004).
Kegiatan rehabilitasi daerah pesisir pantai dengan penanaman jenis
mangrove sudah dimulai sejak tahun Sembilan-puluhan. Data penanaman
mangrove dari Departemen Kehutanan dari tahun 1999 hingga 2003 telah
terealisasi seluas 7.890 ha, namun tingkat keberhasilannya masih sangat rendah.
Data ini menunjukkan laju rehabilitasi hutan mangrove hanya sekitar 1.973
ha/tahun. Di samping itu, masyarakat juga tidak sepenuhnya terlibat dalam upaya
rehabilitasi mangrove, bahkan dilaporkan adanya kecenderungan gangguan
terhadap tanaman oleh masyarakat karena perbedaan kepentingan (Dephut, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal rehabilitasi mangrove, ketentuan yang baik perlu dipenuhi agar
ekosistem mangrove yang terbangun dapat memberikan fungsinya secara optimal
(mengantisipasi bencana tsunami, peningkatan produktivitas tangkapan ikan serta
penyerapan polutan perairan (Anwar dan Gunawan, 2007).
Sejauh ini, kegiatan rehabilitasi pantai masih sering berakhir dengan
kegagalan. Beberapa faktor penyebab yang umum dijumpai antara lain: rendahnya
kualitas bibit, tidak sesuainya lokasi penanaman, kesalahan memilih jenis
tanaman, serta pelaksana yang kurang berpengalaman. Hal-hal tersebut terjadi
karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai rehabilitasi pantai.
Disamping itu, minimnya pengalaman, terutama bagi para perencana dan
pelaksana kegiatan di lapangan, juga diyakini berdampak terhadap rendahnya
keberhasilan rehabilitasi pantai (Wibisono dkk., 2006).
Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu
menunjang keberhasilan suatu kegiatan rehabilitasi. Apabila bibit yang digunakan
berkualitas tinggi dan siap tanam, maka peluang keberhasilan tumbuh di lapangan
akan tinggi. Sebaliknya, penggunaan bibit berkualitas rendah hanya akan
menyebabkan kegagalan kegiatan rehabilitasi (Wibisono dkk., 2006).
Salah satu cara untuk mendapatkan bibit yang berkualitas adalah dengan
Pemeraman (ripening). Pemeraman adalah proses untuk merangsang pematangan
buah agar matang merata dengan menggunakan bantuan gas karbit atau etilen dan
harus diperhatikan karateristik biologis dan fisiologis dari komoditas tersebut
dengan tidak mencampurkan komoditas yang mempunyai sifat/karateristik
fisiologis yang berbeda dalam satu tempat atau satu proses (Dirjen PPHP Deptan,
2007).

Universitas Sumatera Utara

Untuk beberapa jenis mangrove (Rhizophora mucronata, R. apiculata,
Ceriops tagal, Bruguiera gymnorrhiza), pemeraman propagul selama 5-10 hari
sangat disarankan. Selain dapat mempercepat proses perkecambahan dan
meningkatkan prosentase hidup tanaman, buah akan terhindar dari serangan hama
ketam atau kepiting. Berdasarkan penelitian, pemeraman buah bakau tidak boleh
lebih dari 30 hari karena akan mengurangi daya tumbuhnya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui pengaruh
pemeraman terhadap pertumbuhan propagul Rhizophora stylosa

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang waktu
pemeraman terbaik untuk R. stylosa berkaitan dengan kegiatan penanganan benih
mangrove pada saat sebelum ditanam dilapangan dalam kegiatan rehabilitasi
hutan mangrove.

Hipotesis


Pemeraman terhadap propagul R. stylosa dapat mempertahankan
viabilitasnya dan mempercepat pertumbuhan.



Pemeraman > 10 hari dapat menyebabkan kemunduran benih propagul
untuk tumbuh dan berkembang.

Universitas Sumatera Utara

Kerangka Pemikiran
Salah satu usaha yang dilakukan untuk merehabilitasi hutan mangrove
yang telah terdegradasi adalah dengan cara melakukan pembibitan propagul R.
stylosa yang nantinya diperoleh bibit yang pertumbuhannya baik. Dengan adanya
bibit yang pertumbuhannya baik, maka diperoleh hasil yang maksimal dari
kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang telah terdegradasi. Namun kegiatan
pembibitan tersebut terkadang tidak bisa langsung ditanam ke media setelah
pengunduhan dari pohon bisa disebabkan masalah waktu, tenaga terbatas atau
jumlah propagul yang banyak, sementara propagul memerlukan waktu yang cepat
untuk ditanam sehingga perlu penanganan propagul sebelum ditanam dilapangan.
Salah satu usahanya, maka dilakukan pemeraman propagul R. stylosa dengan
sebelum dilakukan penanaman dengan harapan selain dapat mempertahankan
viabilitas propagul sampai pada waktu penanaman tiba, kemudian dapat juga
mempercepat perkecambahan propagul, juga demi mengurangi intensitas serangan
hama di pembibitan, sehingga nantinya ketersediaan bibit dapat diperoleh pada
waktu yang ditetapkan, dengan ini diharapkan hutan mangrove dapat berfungsi
kembali dengan baik sebagai penahan gelombang arus laut dan juga sebagai
habitat satwa agar tidak punah. Secara keseluruhan kerangka pemikiran
pembibitan disajikan pada Gambar 1.

Universitas Sumatera Utara

Hutan mangrove (Rhizophora stylosa)

Degradasi

Pemukiman
Pertanian

Tambak
Rehabilitasi

Pembibitan

Ukuran propagul

Pemeraman propagul

media kompos

Ketersediaan bibit
yang baik untuk
ditanam

Gambar 1. kerangka pemikiran pembibitan

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Regenerasi mangrove secara alami dapat berlangsung lambat, karena
perubahan kondisi tanah, pola hidrologi, dan terhambatnya suplai bibit.
Regenerasi buatan pertama-tama harus memperbaiki pola hidrologi dan
penanaman hanya dilakukan jika rekrutmen alami tidak mencukupi atau kondisi
tanah menghalangi pemantapan alami. Penanaman mangrove telah berhasil
dilaksanakan di Indonesia, Malaysia, India, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Kebanyakan spesies yang ditanam termasuk dalam famili Rhizophoraceae,
Avicenniaceae, dan Sonneratiaceae (Kairo dkk., 2001).
R. stylosa Tumbuh pada habitat yang beragam di daerah pasang surut, bisa
lumpur, pasir dan batu. Menyukai pematang sungai pasang-surut, tetapi juga
sebagai jenis pionir di lingkungan pesisir atau pada bagian daratan dari mangrove.
Propagulnya silindris berbintil agak halus, leher kotiledon kuning kehijauan ketika
matang. Propagul panjangnya 20-35 cm kadang sampai 50 cm dan diameternya
1,5-2,0 cm (Wetlands, 2010). Bentuk propagul R. stylosa dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 2. Bagian propagul R. stylosa (Wetlands, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Teknik restorasi meliputi introduksi biji atau propagul, anakan pohon, atau
pohon yang lebih besar. Penanaman biji atau propagul dapat dilakukan secara
langsung di area yang direstorasi, atau disemaikan dahulu (Setiawan dkk., 2003).
Berdasarkan pengalaman di lapangan, penyiapan bibit bakau sebaiknya
menggunakan benih yang berasal dari buah yang telah masak. Secara umum,
teknik pembibitan semua jenis bakau (Rhizophora spp.) relatif sama. Sebelum
melakukan kegiatan pembibitan, pengenalan bagian-bagian buah bakau harus
dilakukan terlebih dahulu Benih sebaiknya dipilih yang sudah matang Pemanenan
buah dapat dilakukan dengan cara memanjat atau menggunakan tongkat galah
berpengait. Selain itu, buah juga bisa diperoleh dengan mengambil buah yang
telah jatuh dengan sendirinya di bawah pohon induk. Buah yang dipilih sebaiknya
sehat, tidak terserang oleh hama dan penyakit, serta belum berdaun. Ciri-ciri buah
bakau yang telah matang seperti cincin berwarna kekuningan. Untuk mendapatkan
benih yang bersih maka sebaiknya dilakukan pencucian (Wibisono dkk., 2006).
Buah-buahan apabila setelah dipanen tidak ditangani dengan baik, akan
mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi, parasitik atau
mikrobiologis, sebagaimana diketahui bahwa setelah masak fisiologis kondisi
benih cenderung menurun sampai pada akhirnya benih tersebut kehilangan daya
viabilitas dan vigornya sehingga benih tersebut mati. Hal ini akan mengakibatkan
tidak dapat dimanfaatkan lagi, sehingga merupakan suatu kehilangan (loss). Di
Indonesia kehilangan buah-buahan cukup tinggi, 25 - 40 %. untuk menghasilkan
buah-buahan dengan kualitas yang baik, disamping ditentukan oleh perlakuan
selama penanganan on-farm, ditentukan juga oleh faktor penanganan pasca panen
yang secara umum mulai dari pemanenan, pengumpulan, sortasi, pembersihan dan

Universitas Sumatera Utara

pencucian, grading, pengemasan, pemeraman, penyimpanan dan pengangkutan
(Dirjen PPHP Deptan, 2007).
Kemunduran benih adalah proses mundurnya mutu fisiologis benih yang
dapat menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih, baik fisik, fisiologi
maupun kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih (Sadjad,
1994).
Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan
penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal,
penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap
lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman
(Copeland dan Donald, 1985).
Terjadinya kemunduran benih merupakan salah satu faktor penyebab
menurunnya produktivitas tanaman sehingga hal ini harus dihindari. Hasil-hasil
penelitian menunjukkan dengan memberikan perlakuan pada benih yang
memperlihatkan gejala kemunduran, dapat memperbaiki kondisi benih. Menurut
Khan (1992) perlakuan pada benih adalah untuk memobilisasi sumber-sumber
energi yang ada dalam benih untuk bekerja sama dengan sumber-sumber energi
yang ada di luar atau di lingkungan tumbuh untuk menghasilkan pertanaman dan
hasil yang maksimal (Panjaitan, 2010).
Pemeraman (ripening) adalah proses untuk merangsang pematangan buah
agar matang merata dengan menggunakan bantuan gas karbit atau etilen dan harus
diperhatikan karateristik biologis dan fisiologis dari komoditas tersebut dengan

Universitas Sumatera Utara

tidak mencampurkan komoditas yang mempunyai sifat/karateristik fisiologis yang
berbeda dalam satu tempat atau satu proses (Dirjen PPHP Deptan, 2007).
Pemeraman memicu etilen yaitu gas yang dalam kehidupan tanaman dapat
digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan. Disebut
hormon karena dapat memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan
oleh tanaman, bersifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa
organik. Secara tidak disadari, penggunaan etilen pada proses pematangan sudah
lama dilakukan, jauh sebelum senyawa itu diketahui nama dan peranannya.
Fungsi lain etilen adalah bekerja sama dengan zat pengatur tumbuh lain seperti
auksin, giberelin dan sitokinin dalam mengakhiri masa dormansi, merangsang
pertumbuhan akar dan batang, pembentukan akar, merangsang induksi bunga dan
merangsang pemekaran bunga (Aman, 1989).
Seberapa lama benih dapat tetap bertahan hidup pada lingkungan alaminya
tergantung pada kondisi benih itu sendiri dan lingkungan sekitarnya. Beberapa
tipe benih tidak mempunyai ketahanan hidup untuk waktu yang lama. Hal ini
disebut benih rekalsitran yaitu yang daya simpannya rendah, dan hanya dapat
diperpanjang dengan penyimpanan pada kondisi yang terkendali. Penyusunan
umum dijumpai pada mangrove genus Rhizophora, unit penyebaran adalah semai.
Benih semacam ini dibiarkan berkecambah. Selama penyimpanan tersebut
sebaiknya tidak dicoba untuk menurunkan kadar air (Schmidt, 2000).
Penyimpanan propagul selama 5-10 hari sangat disarankan. Selain dapat
mempercepat proses perkecambahan dan meningkatkan presentase hidup
tanaman, buah akan terhindar dari serangan hama ketam atau kepiting.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan penelitian, penyimpanan buah bakau tidak boleh lebih dari 30 hari
karena akan mengurangi daya tumbuhnya (Wibisono dkk., 2006)
Hasil analisa sidik ragam data penelitian setelah 6 minggu nampak bahwa
lama peram memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi
kecambah R. mucronata. Peram selama 8 hari menunjukkan pertambahan tinggi
kecambah yang lebih cepat dengan rata-rata sebesar (4,66 cm). Hal ini disebabkan
karena lama peram 8 hari diduga dapat memotong masa dormansi dari kecambah
(Sumitro, 2005).
Keberhasilan kegiatan pemeraman sangat bergantung dari keberhasilan
pengelolaan komponen utama pemeraman yaitu ruang pemeraman, bahan pemacu
pematangan dan buah yang diperam. Untuk mendapatkan hasil pemeraman
bermutu baik, maka buah yang diperam harus sudah tua dan sehat (Sinar Tani,
2010).
Keadaan lembab mencegah terjadinya stres air secara langsung, tetapi
dengan penyimpanan yang lama benih rekalsitran akan mengalami stres air. Ada
dua komponen yang menyebabkan stres air karena metabolisme perkecambahan
selama penyimpanan yaitu tingkat stres dan lamanya stres (Kustanti, 2002).
Kadar air awal media simpan sebelum kegiatan akan menentukan
viabilitas benih. Kadar air yang tinggi pada media simpan menyebabkan benih
lebih cepat berakar seperti yang terjadi pada benih yang disimpan dalam media
sabut kelapa pada ruang kamar (Anggraini, 2000).
Menurut pengalaman 60-70 % mangrove akan mati sebelum berusia 1
tahun karena di gerogoti serangga atau ketam/kepiting. Untuk mengatasi hama,
biasa dilakukan dengan beberapa cara. Propagul Rhizophora spp, yang akan

Universitas Sumatera Utara

digunakan sebagai bibit, dipilih yang telah cukup matang. Tanda-tanda
kematangan buah ditunjukkan oleh keluarnya buah dari tangkai. Buah kemudian
di simpan di tempat yang teduh. Penyimpanan itu dimaksudkan untuk
menghilangkan bau buah segar yang dimiliki buah yang sangat disenangi oleh
serangga, gastropoda dan kepiting. Setelah itu, mangrove siap untuk ditancapkan
pada polibag (Dephut Propinsi Bali, 2007).
Cara memotong dormansi kecambah salah satunya dengan memberi
temperatur rendah pada keadaan lembab akan menghilangkan bahan penghambat
pertumbuhan

atau

terjadi

pembentukan

bahan-bahan

yang

merangsang

pertumbuhan ( Lita, 2002).
Tahapan proses perkecambahan sebagai berikut: Tahap pertama dimulai
dengan penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi oleh
protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegitan sel-sel dan enzim-enzim serta
naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi
penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentukbentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat
adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah terurai di daerah meristematik untuk
menghasilkan energi dari kegiatan pembentukan komponen dalam pertumbuhan
sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses
pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh,
pertumbuhan kecambah ini tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam
biji (Lita, 2002).
Penggunaan biji dan propagul di penghutanan mangrove biasa dilakukan,
khususnya propagul vivipar. Beberapa spesies tumbuhan mangrove memerlukan

Universitas Sumatera Utara

kebun pembibitan. Di Bali, pembibitan dilakukan terhadap Rhizophora
mucronata, Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Sonneratia alba,
Avicennia marina, Ceriops tagal, dan Xylocarpus granatum (Kitamura dkk.,
1997).
Dalam pembibitan, terlebih dahulu harus dipersiapkan media tanam yaitu
tanah lumpur dari sekitar pembibitan. Untuk propagul jenis bakau dan tengar,
benih dapat langsung di tanam dan sekaligus disapih pada kantong plastik atau
botol air mineral bekas yang telah dilubangi bawahnya dan diisi media tanam
(Khazali, 1999).
Buah disemaikan masing-masing 1 buah dalam setiap polibag. Buah
ditancapkan kurang lebih sepertiga dari total panjangnya (± 7 cm). Setiap 6-10
benih, diikat menjadi satu agar tidak mudah rebah, ikatan dibuka setelah daun
pertama keluar. Daun pertama akan keluar setelah 1 bulan, daun ketiga akan
keluar setelah 3 bulan (Priyono dan Zaky, 2009).
Pertumbuhan merupakan hasil akhir interaksi dari berbagai proses
fisiologis, dan untuk mengetahui mengapa pertumbuhan pohon berbeda pada
berbagai variasi keadaan lingkungan dan perlakuan, diperlukan bagaimana proses
fisiologis dipengaruhi oleh lingkungan (Kramer dan Kozlowski, 1979).
Air merupakan bagian terbesar bahan penyusun jasad hidup, yang
berperan penting dalam penyusunan fotosintat, alokasi fotosintat, memelihara
ketagaran sel, memelihara temperature tubuh jasad, sebagai pelarut bahan-bahan
fotosintat yang akan disusun melalui reaksi-reaksi fisiologis dalam tubuh jasad
hidup. Air juga merupakan pelarut unsur hara dalam tanah sehingga memudahkan
penyerapan oleh akar tanaman (Mas’ud, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Pengaruh

dari

kekurangan

air

selama

tingkat

vegetatif

ialah

berkembangnya daun yang lebih kecil. Air berfungsi sebagai pelarut dalam
organisme

hidup

tampak

amat

jelas,

misalnya

pada

proses

osmosis

(Ansori,1998).
Cahaya merupakan satu faktor yang penting dalam proses fotosintesis
dalam melakukan pertumbuhan tumbuhan hijau. Cahaya mempengaruhi respirasi,
transpirasi, fisiologi dan juga struktur fisik tumbuhan. Intensitas cahaya, didalam
kualitas dan juga lama penyinaran juga merupakan satu faktor penting untuk
tumbuhan. Umumnya tumbuhan di ekosistem mangrove juga membutuhkan
intensitas tinggi (Mac Nae, 1968).
Pada kondisi tanah yang sesuai seedling ini dapat berakar dan tumbuh
dengan cepat. Terbentuknya Akar tunjang secara umum
pertumbuhan

yang

kontinyu

dan

tidak

terjadi

fase

memiliki pola
istirahat

dalam

pertumbuhannya. Sifat pertumbuhan dari akar tunjang ini umumnya monopodial,
namun pada fase dewasa yang mengalami reiterasi atau metamorfosis
menunjukkan pertumbuhan yang dikotom ataupun simpodial. Pola percabangan
umumnya pada bagian lateral dan pola terminal dijumpai pada akar yang
mengalami reiterasi atau metamorfosis. Jumlah akar tunjang ini akan terus
bertambah selama pertumbuhan dan perkembangan berlangsung karena pada fase
dewasa peranan akar tunjang lebih dominan, (Dahlan dkk., 2008).
Pertumbuhan semai R. mucronata yang berasal dari hipokotil utuh
pertumbuhannya lebih baik daripada pertumbuhan semai yang berasal dari stek
hipokotil, baik hipokotil bagian atas maupun bagian bawah. Hal tersebut
kemungkinan salah satunya disebabkan oleh cadangan makanan pada hipokotil

Universitas Sumatera Utara

utuh lebih banyak serta pertumbuhan tunas dan akar lebih cepat dibandingkan
dengan pertumbuhan tunas dan akar pada semai yang berasal dari stek hipokotil.
Pertumbuhan tunas dan akar pada stek hipokotil harus melalui beberapa tahap
pertumbuhan dan perkembangan sampai terbentuknya akar dan tunas yang
sempurna (Mulyani dkk., 1999).
Pengukuran pertumbuhan bibit dilakukan dengan mengukur pertambahan
tinggi atau panjang plumula, jumlah daun yang mekar, jumlah pasangan daun dan
jumlah cabang. Pengukuran ini diadakan untuk mengetahui dan meneliti seberapa
besar kelulushidupan bibit-bibit mangrove yang telah ditanam. Pada bulan
pertama belum dilakukan pengukuran pertumbuhan terhadap bibit-bibit mangrove
yang hidup. Pengukuran pertumbuhan baru akan dimulai setelah bibit berumur
tiga bulan (untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bibit mangrove). Bagian
tanaman mangrove yang tumbuh dan berkembang bernama plumula atau pucuk
daun muda. Bagian tanaman mangrove inilah yang menjadi indikator
pertumbuhan walaupun ada daun bibit mangrovenya telah layu dan kering
(Bengen dan Adrianto, 2001).

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember sampai Maret, bertempat
di Desa Sicanang, Belawan dan Laboraturium Teknologi Hasil Hutan Departemen
Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera utara.

Bahan dan alat
Bahan yang digunakan adalah propagul R. stylosa yang sudah matang
dengan ciri-ciri berupa propagul silindris berbintil agak halus, leher kotiledon
kuning kehijauan, kotak plastik, polibag, kain basah, bambu, tali, tanah aluvial
dan oven. Kemudian Alat yang digunakan adalah cangkul, parang, penggaris,
jangka sorong, kamera digital dan alat tulis.

Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6
perlakuan dan 6 ulangan. Yaitu :
a. Tidak diperam (A0)
b. Pemeraman selama 2 hari (A1)
c. Pemeraman selama 4 hari (A2)
d. Pemeraman selama 6 hari (A3)
e. Pemeraman selama 8 hari (A4)
f. Pemeraman selama 10 hari (A5)
g. Pemeraman selama 12 hari (A6)

Universitas Sumatera Utara

h. Pemeraman selama 14 hari (A7)
i. Pemeraman selama 16 hari (A8)

Pelaksanaan Penelitian
Pemilihan Lokasi Pembibitan
Lokasi pembibitan diusahakan pada tanah lapang dan datar. Selain itu,
hindari lokasi pembibitan di daerah ketam/kepiting atau mudah dijangkau
kambing. Lokasi pembibitan diusahakan terendam air pasang. Untuk tempat
pembibitannya dibuat sesuai kebutuhan, dalam penelitian ini dibuat 3 x 2,5 meter
dengan naungan setinggi ± 1 meter yang terbuat dari daun nipah, kemudian di
bagian tepi diberi jaring pembatas dimaksudkan untuk mencegah masuknya
hewan ternak berupa kambing dan sejenisnya.
Penyediaan Propagul
Penyediaan propagul dilakukan dengan cara memetik langsung. Pemetikan
propagul secara langsung dari pohon induk memerlukan ketrampilan dan
pengetahuan khusus, terutama dalam menilai atau memilih propagul yang sudah
matang dan berkualitas baik. Usahakan jangan sampai merusak/memotong cabang
maupun ranting dari pohon induk tersebut. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan
cara, memanjat atau menggunakan galah. Pilih propagul yang betul-betul matang
dengan kondisi sehat dan segar.

Universitas Sumatera Utara

Proses Pemeraman
Pemeraman dilakukan dengan menutupi propagul dengan kain yang telah
dibasahi dan diletakkan dalam kotak plastik. Setelah diperam sesuai hari yang
telah ditentukan propagul di tanaman pada polibag.

Media Tanam
Sebelum propagul ditancapkan pada polibag, persiapan media tanam
dilakukan terlebih dahulu. Media tanamnya berupa tanah aluvial (lumpur) yang
ada disekitar lokasi pembibitan. Tanah diambil dengan menggunakan cangkul,
kemudian dimasukkan tanah tersebut pada masing-masing polibag yang telah
disediakan hingga penuh.

Penanaman ke Dalam Polibag
Propagul yang sudah diperam ditancapkan kedalam polibag yang telah
berisi tanah aluvial sedalam ± 7 cm. Diberi tanda pada bagian titik tumbuh dari
propagul untuk menjadi batas pengukuran dari propagul. Selama proses
pembibitan, penyiraman dilakukan bila perlu serta pemeliharaan tanaman
dilakukan tiap minggunya seperti pencabutan rumput dan menyingkirkan hama
kepiting dan lainnya dari lokasi pembibitan bila ada.

Universitas Sumatera Utara

Parameter Pengamatan
Pengamatan dilakukan 3 minggu setelah tanam dan parameter yang
diamati adalah :

Pertambahan tinggi kecambah sampai menjadi bibit (cm)
Pengukuran dilakukan menggunakan penggaris dengan mengukur bagian
awal titik tumbuh propagul.

Pertambahan Diameter kecambah sampai menjadi bibit (cm)
Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan jangka
sorong dengan dua arah yang berlawanan dan saling tegak lurus terhadap batang
dimana pada bagian batang propagul telah diberi tanda pengukuran kemudian
diambil rata-ratanya.

Pengukuran biomassa (g)
Pengukuran biomassa dilakukan setelah selesai pengamatan yaitu dua
bulan pengamatan. Terlebih dahulu menimbang bobot basah bibit R. stylosa
dengan cara memisahkan bagian tanaman, daun dan batang serta akar dimana
daun, batang disatukan dan akar dimasukkan ke dalam masing-masing kantung
sampel yang lalu ditimbang, Selanjutnya setelah ditimbang bobot basahnya, bibit
R. stylosa dimasukkan ke dalam oven selama ± 48 jam dengan suhu 700 C, lalu di

Universitas Sumatera Utara

timbang bobot keringnya, kemudian diovenkan lagi sampai mendapat bobot yang
konstan. Setelah itu biomassa dihitung dengan menggunakan rumus :

Biomassa tajuk/akar =

Bobot Basah – Bobot Kering
Bobot kering

Setelah diperoleh biomassa tajuk dan akar diperoleh maka selanjutnya dihitung
rasio perbandingan tajuk dan akar dengan rumus :
Rasio perbandingan tajuk/akar = Biomassa Tajuk
Biomassa Akar

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Parameter Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Bibit R. stylosa
Pertambahan bibit R. stylosa setelah pemeraman yang paling tinggi adalah
bibit yang diperam selama 8 hari yaitu 7,40 cm dan yang terendah pada bibit R.
stylosa yang diperam selama 16 hari yaitu 5,07 cm. Data tinggi bibit R. stylosa
dari pemeraman propagul dengan perlakuan hari peram yang berbeda
pengamatannya selama 2 bulan. Hasil analisis sidik ragam, tinggi bibit R. stylosa
dapat dilihat pada lampiran 1, memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan
tinggi bibit R. stylosa. Rata-rata tinggi bibit R. stylosa disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa bibit R. stylosa dengan pemeraman 8
hari menghasilkan rata-rata yang tertinggi yaitu 7,40 cm, sedangkan rata-rata yang
terendah pada bibit R. stylosa yang diperam selama 16 hari yaitu 5,07 cm. Hasil
uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 % yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa pemeraman 8 hari berbeda nyata dengan perlakuan
pemeraman lain. Untuk pemeraman 16 hari dan pemeraman 14 hari tidak berbeda
nyata tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemeraman 12, 10, 0 (tanpa peram),
2, 4, 6 dan 8 hari. Kemudian pada bibit R. stylosa yang diperam selama 12, 10, 0
(tanpa peram), 2, 4, 6

hari tidak berbeda nyata, tapi berbeda nyata dengan

perlakuan yang lain.

Universitas Sumatera Utara

Diameter bibit R. stylosa (cm)
Pertambahan diameter bibit R. stylosa setelah proses pemeraman paling
besar adalah pada bibit R.stylosa yang diperam selama 8 hari yaitu 0,43 cm dan
yang terendah pada bibit R.stylosa yang diperam selama 16 hari yaitu 0,33 cm.
Data diameter bibit R. stylosa setelah proses pemeraman propagul pada
pengamatan 2 bulan, hasil analisis sidik ragam diameter bibitnya dapat dilihat
Lampiran 2, memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan diameter bibit R.
stylosa. Berikut rata-rata diameter bibit R. stylosa disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel tersebut dapat dilihat bahwa bibit R. stylosa yang
diperam 8 hari menghasilkan rata-rata diameter yang paling besar, yaitu 0,43.cm,
sedangkan rata-rata diameter terendah terdapat bibit R. stylosa yang diperam
selama 16 hari yaitu 0,33 cm. Hasil uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5
%, menunjukka n bahwa perlakuan pemeraman 8 hari berbeda nyata dengan
perlakuan yang lain. Untuk pemeraman 16, 14, 12, 10 dan tanpa pemeraman tidak
berbeda nyata antara yang satu dengan yang lainnya tapi beda nyata dengan
pemeraman 2, 4, 6 dan 8 hari. Kemudian pemeraman 4 dan 6 tidak berbeda nyata,
tapi beda nyata dengan pemeraman yang lain.

Luas daun total bibit R. stylosa (cm2)
Pertambahan luas daun bibit R. stylosa setelah proses pemeraman paling
besar adalah pada bibit R. stylosa yang diperam selama 8 hari yaitu 13,45. cm2
dan yang paling terendah pada bibit R. stylosa dengan pemeraman 16 hari yaitu
6,44 cm2. Data luas daun bibit R. stylosa setelah proses pemeraman propagul pada
pengamatan 2 bulan, hasil analisis sidik ragam luas daun bibit R. stylosa dapat

Universitas Sumatera Utara

dilihat Lampiran 3, memberikan pengaruh nyata terhadap luas daun total bibit
Rhizophora stylosa. Rata-rata luas daun bibit Rhizophora stylosa disajikan pada
Tabel 1. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa pemeraman propagul bibit R.
stylosa memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata luas daun bibit
dimana bibit R. stylosa yang diperam selama 8 hari menunjukkan angka tertinggi
yaitu 13,45 cm2 dan rata-rata terendah terdapat pada pemeraman 16 hari yaitu
6,44 cm2. Uji Duncan dengan taraf 5% menunjukka n bahwa pemeraman 8 hari
berbeda nyata dengan perlakuan lain terhadap pertambahan luas daun.
Berikut rataan pertumbuhan bibit R. stylosa berdasarkan rataan tinggi
(cm), diameter (cm) dan luas daun (cm2) disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Rataan pertumbuhan bibit R. stylosa berdasarkan rataan tinggi (cm),
diameter (cm) dan luas daun (cm2)
Perlakuan

A8
A7
A6
A5
A0
A1
A2
A3
A4

Rataan tinggi (cm)
5,07a
5,45a
6,50b
6,54b
6,58bc
6,69bc
6,89bc
7,12bc
7,40c

Rataan diameter
(cm)
0,33 a
0,34ab
0,35abc
0,36abc
0,37abc
0,37bc
0,38bc
0,38c
0,43d

Rataan luas daun
(cm2)
6,44a
8,81b
9,77bc
10bc
10,22bc
10,51bc
10,64bc
12,11cd
13,45d

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama
menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT)
pada taraf 5%.

Biomassa tajuk R. stylosa (g)
Biomassa tajuk bibit R. stylosa setelah proses pemeraman paling besar
adalah pada bibit R. stylosa yang diperam selama 8 hari yaitu 1,16 g dan yang

Universitas Sumatera Utara

terendah pada bibit R. stylosa yang diperam selama 16 hari yaitu 0,56 g. Data
Biomassa bibit R. stylosa setelah proses pemeraman propagul pada pengamatan 2
bulan, hasil analisis sidik ragam Biomassa tajuk dapat dilihat Lampiran 4,
memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan diameter bibit R. stylosa.
Berikut rata-rata Biomassa tajuk bibit R. stylosa disajikan pada Tabel 2. Dari
Tabel tersebut dapat dilihat bahwa pemeraman propagul bibit R. stylosa
memberikan pengaruh yang nyata terhadap Biomassa tajuk, dimana bibit R.
stylosa yang diperam selama 8 hari menunjukkan angka tertinggi yaitu 1,16 g dan
rata-rata terendah terdapat pada pemeraman 16 hari yaitu 0,56 g. Uji Duncan
dengan taraf 5% menunjukka n bahwa pemeraman 8 hari berbeda nyata dengan
perlakuan lain terhadap Biomassa tajuk. Untuk pemeraman 16, 14, 12, 10 dan
tanpa pemeraman tidak beda nyata, tapi berbeda nyata dengan perlakuan 2, 4, 6
dan 8 hari peram. Untuk pemeraman 2, 4, dan 6 tidak berbeda nyata tetapi beda
nyata dengan perlakuan yang lain.

Biomassa akar R. stylosa (g)
Biomassa akar bibit R. stylosa setelah proses pemeraman paling besar
adalah pada bibit R. stylosa yang diperam selama 8 hari yaitu 1,21 g dan yang
terendah pada bibit R. stylosa yang diperam selama 16 hari yaitu 0,76 g. Data
biomassa bibit R. stylosa setelah proses pemeraman propagul pada pengamatan 2
bulan, hasil analisis sidik ragam biomassa akar dapat dilihat Lampiran 5,
memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan berat kering akar bibit R.
stylosa. Berikut biomassa akar bibit R. stylosa disajikan pada Tabel 2. Dari Tabel
tersebut dapat dilihat bahwa pemeraman propagul bibit R. stylosa memberikan

Universitas Sumatera Utara

pengaruh yang nyata terhadap Biomassa akar, dimana bibit R. stylosa yang
diperam selama 8 hari menunjukkan angka tertinggi yaitu 1,21 g dan rata-rata
terendah terdapat pada pemeraman 16 hari yaitu 0, 76 g. Uji Duncan dengan taraf
5% menunjukkan bahwa pemeraman 8 hari berbeda nyata dengan perlakuan lain
terhadap biomassa akar. Untuk pemeraman 16, 14, 12, 10, tanpa pemeraman dan 2
hari peram tidak beda nyata, tapi berbeda nyata dengan perlakuan 4, 6 dan 8 hari
peram. Untuk pemeraman 2, dan 4 hari tidak berbeda nyata tetapi beda nyata
dengan perlakuan yang lain

Rasio perbandingan Biomassa tajuk/akar R. stylosa (g)
Rasio perbandingan biomassa tajuk/akar bibit R. stylosa setelah proses
pemeraman paling besar adalah pada bibit R. stylosa yang diperam selama 8 hari
yaitu 0,95 g dan yang terendah pada bibit R. stylosa yang diperam selama 16 hari
yaitu 0,73. g. Data perbandingan biomassa tajuk/akar bibit R. stylosa setelah
proses pemeraman propagul pada pengamatan 2 bulan, hasil analisis sidik ragam
perbandingan biomassa tajuk/akar dapat dilihat di Lampiran 6, dimana
pemeraman

tidak

memberikan

pengaruh

nyata

terhadap

pertambahan

perbandingan biomassa tajuk/akar bibit R. stylosa. Berikut rata-rata perbandingan
biomassa tajuk/akar bibit R. stylosa disajikan pada Tabel 2. Dari Tabel tersebut
dapat dilihat bahwa perlakuan pemeraman memberikan pengaruh tidak nyata
terhadap perbandingan biomassa tajuk/akar, peram selama 8 hari menunjukkan
angka tertinggi yaitu 0,95 g dan rata-rata terendah terdapat pada pemeraman 16
hari yaitu 0,73 g.

Universitas Sumatera Utara

Berikut rataan biomassa tajuk, akar dan rasio perbandingan tajuk/akar
disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Rataan biomassa tajuk (g), biomassa akar (g) dan rasio perbandingan
tajuk/akar (g).
Perlakuan

Rataan biomassa
tajuk (g)
0,56a
0,68ab
0,68ab
0,69ab
0,73ab
0,76b
0,77b
0,77b
1,16c

A8
A7
A6
A5
A0
A1
A2
A3
A4

Rataan biomassa
akar (g)

Rataan rasio
perbandingan
tajuk/akar (g)

0,76 a
0,82ab
0,83ab
0,85ab
0,90ab
0,94ab
0,96b
0,99b
1,21c

0,73a
0,79a
0,79a
0,80a
0,81a
0,81a
0,82a
0,83a
0,95b

Bentuk bibit R. stylosa setelah proses pemeraman dapat dilihat pada gambar 3.

(A0)

(A0)

(A1)

Universitas Sumatera Utara

(A2)

(A3)

(A4)

(A5)

(A6)

(A7)

Universitas Sumatera Utara

(A8)
Gambar 3. (A0 : kontrol), (A1 : Pemeraman 2 hari), (A2: Pemeraman 4 hari),
(A3: Pemeraman 6 hari), (A4: Pemeraman 8 hari), (A5:
Pemeraman 10 hari), (A6: Pemeraman 12 hari), (A7: Pemeraman
14 hari), (A8: Pemeraman 16 hari).

Pembahasan
Pembahasan

Dari hasil diperoleh bahwa pertumbuhan tinggi tanaman R. stylosa yang
diperam selama 8 hari menunjukkan pertambahan tinggi terbaik dengan 7,40 cm
kemudian diikuti pemeraman 6,4,2,0,10,12,14 dan 16 masing-masing 7,12 cm;
6,89 cm; 6,69 cm; 6,58 cm; 6,54 cm; 6,50 cm; 5,45 cm dan 5,07 cm.
Menunjukka n

bahwa pengaruh pemeraman berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan propagul R. stylosa hingga menjadi bibit. Hal ini terjadi karena pada
kain handuk yang digunakan untuk memeram propagul dalam wadah plastik
sebelumnya telah dibasahi terlebih dahulu, hal ini diduga menyebabkan propagul
menyerap kandungan air itu dalam wadah plastik tersebut. Keadaan propagul yang
pada hakekatnya merupakan benih rekalsitran, yakni benih yang memiliki
kandungan air yang banyak, akan semakin bertambah kandungan airnya dan

Universitas Sumatera Utara

membuat kulit bagian luar daripada propagul menjadi retak-retak karena
menampung kelebihan air atau bisa disebut sebagai peristiwa imbibisi. Akibat
serapan air ini berbagai proses biokimia yang berlangsung pada benih akhirnya
akan tercermin pada pertumbuhan dan perkembangan kecambah menjadi tanaman
muda (bibit). Sesuai pernyataan

Lita (2002) menjelaskan tahapan proses

perkecambahan sebagai berikut: Tahap pertama dimulai dengan penyerapan air
oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi oleh protoplasma. Tahap kedua
dimulai dengan kegitan sel-sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi
benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan
seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan
ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahanbahan yang telah terurai di daerah meristematik untuk menghasilkan energi dari
kegiatan pembentukan komponen dalam pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima
adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan
pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh, pertumbuhan kecambah ini tergantung
pada persediaan makanan yang ada dalam biji. Namun walau berpengaruh nyata
tapi jika dilihat dari nilai yang diperoleh hasilnya tidak begitu jauh dengan
kontrol, den