Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Buah Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) pada Tikus Putih Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK ETANOL BUAH
BAKAU (Rhizophora mucronata Lamk.) PADA TIKUS PUTIH
GALUR Sprague Dawley SECARA IN VIVO

ADITYA YUDHA PRAWIRA SUKARNO

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efek Hepatoprotektif
Ekstrak Etanol Buah Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) pada Tikus Putih
Galur Sprague Dawley Secara In Vivo adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014

Aditya Yudha Prawira Sukarno
NIM C34090049

ABSTRAK
ADITYA YUDHA PRAWIRA SUKARNO. Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol
Buah Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) pada Tikus Putih Galur Sprague
Dawley Secara In Vivo. SRI PURWANINGSIH dan EKOWATI
HANDHARYANI.
Peradangan pada jaringan hati disebabkan radikal bebas hasil metabolisme
senyawa hepatoksikan seperti alkohol, parasetamol, dan CCl4 menyebabkan
prevalensi penyakit hati semakin meningkat. Penelitian bertujuan mengetahui
aktivitas antioksidan buah bakau (R.mucronata) sebagai hepatoprotektor dan
mengetahui pengaruhnya terhadap kadar enzim spesifik hati, MDA hati, dan
gambaran histopatologi hati. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol buah
bakau memiliki aktivitas antioksidan sebesar 0,72 ppm. Perlakuan ekstrak buah
bakau memberikan efek penyembuhan pada jaringan hati yang dianalisis melalui

kadar enzim AST, enzim ALT, MDA, dan pengamatan histopatologi. Efek
pemulihan terbaik pada kadar enzim AST terdapat pada dosis 1 mg/kg BB sebesar
23,6 U/L, kadar enzim ALT dosis 5 mg/kg BB sebesar 15,7 U/L, dan kadar MDA
terbaik dosis 5 mg/kg BB sebesar 62,12 mg/kg BB. Gambaran histopatologi hati
dosis 5 mg/kg BB menunjukkan adanya efek perlindungan dan pemulihan terbaik
pada sel hati dari CCl4.
Kata kunci: antioksidan, buah bakau (R.mucronata), hepatoprotektif.

ABSTRACT
ADITYA YUDHA PRAWIRA SUKARNO. Effect Hepatoprotective Ethanol
Extract of Propagule Mangrove (Rhizophora mucronata Lamk.) in White Rat
Strain Sprague with In Vivo Methods.
Imfflamation in liver tissue caused by free radical metabolism results of
toxic compounds such as alcohol, paracetamol, and carbon tetrachloride (CCl4 )
cause prevalence of liver disease more increased. This research was conducted to
investigate antioxidant activity of propagule mangrove (R.mucronata) as a
hepatoprotector and determined the level effect of specific liver enzymes, liver
MDA, and histopathological studies. Results showed ethanol extract of mangrove
propagule has antioxidant activity about 0,72 ppm. Treatment of propagule
mangrove extract had a hepatoprotective effect on liver tissue were illustrated by

enzyme levels of AST, ALT, MDA, and histopathological studies. Results showed
that the best dose showing optimum recovery effect in level AST enzyme was
1 mg/kg BW with activity about 23,6 U/L, in level ALT enzyme was 5 mg/kg BW
activity 14,3 U/L, level of MDA was 5 mg/kg BB activity 62,12 U/L. Highest
hepatoprotective activity in histopathological studies showed by 5 mg/kg BB
dosing.
Keywords: antioxidant, propagule mangrove (R.mucronata), hepatoprotective.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK ETANOL BUAH
BAKAU (Rhizophora mucronata Lamk.) PADA TIKUS PUTIH

GALUR Sprague Dawley SECARA IN VIVO

ADITYA YUDHA PRAWIRA SUKARNO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

: Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Buah Bakau
(Rhizophora mucronata Lamk.) pada Tikus Putih Galur
Sprague Dawley Secara In Vivo

Nama
: Aditya Yudha Prawira Sukarno
NIM
: C34090049
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi
Pembimbing I

Prof Drh Ekowati Handharyani, MSi PhD
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala, atas
berkat rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 hingga September 2013
dengan judul Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Buah Bakau
(Rhizophora mucronata Lamk.) pada Tikus Putih Galur Sprague Dawley secara
in vivo.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penulisan karya ilmiah ini, terutama kepada:
1. Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi dan Prof Drh Ekowati Handharyani, MSi
PhD selaku dosen pembimbing, terima kasih atas segala bimbingan dan
pengarahan yang diberikan kepada penulis,
2. Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan,
3. Dra Ella Salamah Msi, selaku dosen penguji, terima kasih telah
memberikan banyak masukan yang bermanfaat kepada penulis,
4. Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan, serta
5. Taman Konservasi Suaka Margasatwa Pantai Indah Kapuk yang telah

menyediakan sampel penelitian.
Terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan
seluruh keluarga tercinta atas segala dukungan moril, materil, doa, dan kasih
sayangnya. Terima kasih juga kepada seluruh staf dan teman-teman yang turut
berjuang bersama di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan. Tak lupa penulis
mengucapkan terima kasih yang luar biasa atas seluruh bantuannya kepada temanteman Departemen Teknologi Hasil Perairan, khususnya angkatan 46 yang tidak
dapat disebutkan namanya satu-persatu.
Penulis menyadari dalam penulisan karya ilmiah penelitian ini masih jauh
dari sempurna. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, Februari 2014

Aditya Yudha Prawira Sukarno

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
PENDAHULUAN ...........................................................................................
Perumusan Masalah ................................................................................

Tujuan Penelitian ....................................................................................
Manfaat Penelitian ..................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................
METODE ........................................................................................................
Bahan .....................................................................................................
Alat.........................................................................................................
Prosedur Analisis Penelitian....................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
Karakteristik Buah Baku (R.mucronata) ..................................................
Rendemen Buah Bakau (R.mucronata) ...................................................
Komposisi Kimia Buah Bakau (R.mucronata).........................................
Aktivitas Antioksidan Buah Bakau (R.mucronata) ..................................
Komponen Bioaktif Ekstrak Buah Bakau (R.mucronata) ........................
Kadar AST dan ALT Serum Tikus ..........................................................
Kadar MDA pada Hati Tikus ..................................................................
Gambaran Histopatologi Hati Tikus ........................................................
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................
Simpulan ................................................................................................
Saran ......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

LAMPIRAN ....................................................................................................
RIWAYAT HIDUP .........................................................................................

v
v
v
1
2
2
2
2
4
4
4
5
11
11
11
12
14

16
18
21
23
27
27
27
28
34
41

DAFTAR TABEL
1
2
3

Pengukuran morfometrik buah bakau (R.mucronata)................................ 11
Komposisi kimia buah bakau (R.mucronata) segar dan kering .................. 12
Hasil uji fitokimia ekstrak kasar buah bakau............................................. 16


DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5

6

7

Pengukuran morfometrik buah bakau .......................................................
Persentase rendemen buah bakau (R.mucronata) ......................................
Rataan aktivitas antioksidan ekstrak kasar buah bakau (R.mucronata)
dengan perlakuan suhu evaporasi .............................................................
Rataan pengukuran kadar enzim AST serum pada tikus normal, CCl4,
E1= Ekstrak 1 mg/kg BB, E5= Ekstrak 5 mg/kg BB, E25= Ekstrak 25
mg/kg BB, Sylimarin dosis 25 mg/kg BB (n=3) .......................................
Rataan pengukuran kadar enzim ALT pada tikus normal, CCl4, E1=
Ekstrak 1 mg/kg BB, E5= Ekstrak 5 mg/kg BB, E25= Ekstrak 25 mg/kg
BB, Sylimarin dosis 25 mg/kg BB (n=3) ..................................................
Rataan pengukuran kadar MDA pada tikus normal, CCl4, E1= Ekstrak 1
mg/kg BB, E5= Ekstrak 5 mg/kg BB, E25= Ekstrak 25 mg/kg BB,
Sylimarin dosis 25 mg/kg BB (n=3) .........................................................
Gambaran histopatologi hati tikus pada kelompok normal (A),
kelompok yang diberi CCl4 (B), kelompok perlakuan ekstrak buah
bakau dosis 5 mg/kg BB (C), kelompok perlakuan sylimarin dosis 25
mg/kg BB. Pewarnaan H&E. Keterangan: Area fokus peradangan (D),
sel Kupffer (K), sel nekrosis (N)...............................................................

11
12
15

18

19

21

23

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Morfometrik buah bakau ..........................................................................
Perhitungan rendemen buah bakau ...........................................................
Perhitungan analisis proksimat buah bakau ..............................................
Contoh perhitungan aktivitas antioksidan ekstrak perlakuan suhu
evaporasi terbaik ......................................................................................
Analisis statistik aktivitas antioksidan ......................................................
Perhitungan kadar MDA hati tikus ...........................................................
Diagram alir penelitian .............................................................................

35
36
36
37
38
39
40

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit hati merupakan penyakit yang banyak dijumpai di Indonesia.
Secara epidemiologis Indonesia termasuk daerah endemik sedang sampai tinggi
hepatitis B di dunia (WHO 2012).Sekitar 300-350 juta orang terinfeksi virus
hepatitis B dan 78% di antarnya ada di Asia. Sebanyak 170 juta orang terinfeksi
hepatitis C dengan angka kematian lebih dari 350 ribu per tahun. Tahun 2012,
penduduk Indonesia yang menderita hepatitis B dan C lebih dari 20 juta orang
(KEMENKES 2012). Dua jenis penyakit inilah yang sering dikaitkan dengan
penyakit hati (sirosis). Sirosis dapat berkembang menjadi kanker hati. Sirosis
maupun kanker hati akan berakhir pada kematian penderitanya.
Penyakit hati atau yang lebih dikenal sebagai hepatitis merupakan suatu
proses peradangan pada jaringan hati. Menurut Nugraha et al. (2008) penyebab
timbulnya kerusakan fungsi hati adalah virus, bakteri aflatoksin, konsumsi alkohol
yang berkepanjangan serta obat-obatan yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai macam mekanisme.
Hati merupakan organ yang sangat penting dan memiliki aneka fungsi
dalam proses metabolisme sehingga organ ini sering terpapar zat kimia. Zat kimia
tersebut akan mengalami detoksikasi dan inaktivasi sehingga menjadi tidak
berbahaya bagi tubuh. Kerusakan hati karena obat dan zat kimia dapat terjadi jika
cadangan daya tahan hati dan kemampuan regenerasi sel hati berkurang, dan
selanjutnya akan mengalami kerusakan permanen (Brick 2004). Organ terbesar
tubuh ini merupakan tempat utama metabolisme xenobiotik dan menjadi organ
target pertama hepatoksikan seperti alkohol, parasetamol, CCl4, serta senyawasenyawa kimia beracun lain yang akan menghasilkan metabolit asetaldehid yang
sangat toksik (Hodgson 2004).
Sampai saat ini belum ada obat alami yang memuaskan untuk penyakit
(kerusakan) hati. Obat-obatan tersebut selain khasiat penyembuhannya belum
sempurna juga memiliki efek samping yang berbahaya karena mengandung cukup
banyak komponen kimia. Harga obat yang mahal juga masih menjadi kendala
utama dalam pengobatan penyakit hati. Salah satu harapan sumber alternative
hepatoprotektif alami baru adalah buah bakau (Rhizophora mucronata). Penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa buah bakau memiliki aktivitas antioksidan yang
tinggi dengan nilai IC50 yaitu sebesar 58,61 ppm (Priyatno 2012), dengan aktivitas
antioksidan yang tinggi diindikasikan bahwa buah bakau dapat menjadi
hepatoprotektor alami.
Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menetralisir radikal
bebas. Menurut Nugraha et al. (2008) buah dengan kandungan senyawa
antioksidan tinggi dapat memiliki aktivitas hepatoprotektor karena dapat
mengurangi metabolit radikal bebas triklometil peroksida hasil dari transformasi
CCl4. Rohaeti et al. (2010) melaporkan bahwa buah bakau juga memiliki beberapa
senyawa aktif, yaitu flavonoid, saponin, tanin, dan triterpenoid.
Ravikumar & Gnanadesigan (2012) mengatakan bahwa kehadiran senyawa kimia
seperti flavonoid, triterpenoid, tanin, dan alkaloid yang ada pada buah bakau
memungkinkan adanya mekanisme hepatoprotektif dengan melakukan

2
penghambatan sitokrom P450 dalam metabolisme pembentukan radikal bebas
triklorometil.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai khasiat antioksidan buah bakau (Rhizophora mucronata) secara in vivo,
serta dapat dijadikan dasar pengembangan tanaman buah bakau menjadi produk
obat yang dapat diapakai secara luas oleh masyarakat.

Perumusan Masalah
Buah bakau spesies Rhizophora mucronata belum optimal dalam
pemanfaatanya, padahal stoknya sangat berlimpah sepanjang tahunnya. Salah satu
upaya pemanfaatan buah bakau jenis R. mucronata oleh masyarakat selama ini
adalah sebagai obat tradisional. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa buah bakau
tersebut mengandung komponen biokatif. Adanya dugaan bahwa buah bakau jenis
Rhizophora mucronata mengandung komponen aktif, sehingga buah ini
diharapkan berpotensi sebagai antioksidan alami dan bisa dimanfaatkan sebagai
hepatoprotektan
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan efek
hepatoprotektif dari buah bakau (Rhizophora mucronata).

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas antioksidan dan efek hepatoprotektif yang dihasilkan oleh komponen
aktif dari buah bakau secara in vivo.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah kajian antioksidan dari buah bakau
(Rhizophora mucronata) sebagai hepatoprotektor secarain vivo. Penelitian
dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti.
Tahapan penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan ekstrak dengan
hasil perlakuan terbaik.Analisis yang dilakukan meliputi preparasi dan ekstraksi
(Ravikumar & Gnanadesigan 2012 dan Nurdiani et al. 2012), karakterisasi kimia
(AOAC 2005), analisis aktivitas antioksidan (Hanani et al. 2005 yang
dimodifikasi), dan analisis fitokimia (Harborne 1984).
Penelitian pendahuluan dimulai dari preparasi sampel. Sampel dijadikan
serbuk halus dengan cara dikupas dan diblender. Serbuk halus yang sudah siap
kemudian digunakan untuk analisis proksimat dan diekstrak menggunakan pelarut
etanol 95% (polar). Sampel diekstrak dengan metode maserasi perbandingan 1:5
(b:v) selama 24 jam. Ekstrak kemudian difiltrasi dengan kertas saring Whatman
no. 42, filtrat yang dihasilkan dihilangkan pelarutnya dengan rotary vaccum
evaporator pada suhu 40 ºC, 50 ºC, 60 ºC,70 ºC,dan 80 ºC. Hasil ekstraksi

3
selanjutnya dilakukan analisis aktivitas antioksidan, analisis fitokimia, dan hasil
ekstraksi menghasilkan ekstrak kasar yang kemudian ditimbang untuk
mendapatkan rendemennya.
Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif buah
bakau (R.mucronata) secara in vivo. Analisis yang dilakukan pada penelitian
utama meliputi analisis kadar enzim Aspartat Aminotransferase (AST) dan Alanin
Aminotransferase (ALT) serum (Kit AMP diagnostic®), analisis kadar
Malondialdehid (MDA) hati (Iskandar et al. 2009), dan gambaran histopatologi
hati (Panjaitan 2007). Pengujian efek hepatoprotektif menggunakan tikus jantan
strain Sprague Dawley.
Hewan coba sebelum digunakan diaklimatisasi selama kurang lebih tujuh
hari untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Pada masa aklimatisasi,
hewan coba diberi makan dengan pakan standar dan minum ad libitum. Pada hari
terakhir adaptasi tikus ditimbang dan dikelompokkan menjadi 6 kelompok (n=3)
di dalam kandang secara terpisah. Kelompok perlakuan adalah sebagai berikut:
1. Normal : Kontrol negatif (normal)
2. CCl4:
Kontrol positif, yaitu tikus diinduksi dengan CCl4 dengan dosis 2
ml/kg BB (diencerkan 1:1 (v/v) dalam cairan parafin) secara
intraperitonial pada hari pertama.
3. E1
: Perlakuan ekstrak Rhizophora mucronata. Tikus diinduksi pada
hari pertama (Kelompok 1), kemudian diberikan ekstrak buah
bakau terpilih dengan konsentrasi 1 mg/kg BB dilarutkan dalam air
yang diinduksi secara oral pada hari ke-2 sampai hari ke-8.
4. E5
: Perlakuan sama dengan kelompok 3. Dosis ekstrak R.mucronata
yang diberikan 5 mg/kg BB.
5. E25 : Perlakuan sama dengan kelompok 3. Dosis ekstrak R.mucronata
yang diberikan 25 mg/kg BB.
6. Syl
: Perlakuan hepatoprotektor standar, yaitu sylimarin. Tikus diinduksi
pada hari pertama, kemudian diberikan sylimarindosis 25 mg/kg
BB secara oral pada hari ke-2 sampai hari ke-8.
Semua tikus dikorbankan dengan cara eutanasi intraperitoneal dengan
Xylasil dan Ketamin pada hari ke-9, kemudian dilakukan pengambilan sampel
darah dari jantung untuk mendapatkan serum darah. Sampel darah yang diperoleh
kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10-15 menit
(Panjaitan 2007). Sampel darah digunakan untuk menganalisis kadar enzim AST
dan enzim ALT sedangkan hati untuk pengamatan preparat hispatologi hati dan
analisis kadar MDA.

4

METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan September 2013.
Penelitian dilakukan di beberapa laboratorium, yaitu laboratorium Biokimia Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan untuk preparasi, karakterisasi,
ekstraksi, dan analisis fitokimia. Analisis pengujian efek hepatoprotektif ekstrak
buah bakau (Rhizophora mucronata) secara in vivo dilakukan di rumah sakit
hewan IPB, laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor. laboratorium klinis Mandapa, Bogor.

Bahan
Bahan
utama
yang
digunakan
adalah
buah
bakau
(Rhizophora mucronata). Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk analisis proksimat
meliputi akuades, kjeltab jenis selenium, larutan H2SO4 p.a. pekat, asam borat
(H3BO3) 4% yang mengandung indikator bromcherosol green-methyl red (1:2)
berwarna merah muda, larutan HCl 0,0947 N, pelarut lemak (n-heksana p.a.),
larutan HCl 10% dan larutan AgNO3 0,10 N. Bahan yang digunakan untuk
ekstraksi adalah etanol 95%. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis
aktivitas antioksidan adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhdrazyl metanol, dan vitamin C
sebagai kontrol positif. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk uji fitokimia meliputi
pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendroff, kloroform, anhidrat
asetat, asam sulfat pekat, serbuk magnesium, amil alkohol, air panas, larutan HCl
2 N, etanol 95%, larutan FeCl3 5%, peraksi Molisch, asam sulfat pekat, pereaksi
Benedict, pereaksi Biuret dan larutan Ninhidrin 0,10%. Sedangkan bahan-bahan
yang digunakan dalam pengujian efek hepatoprotektif secara in vivo adalah
karbontetraklorida (CCl4), parafin, NaCl fisiologis, buffer neutral formalin 10%,
buffer neutral formalin 10%, xilol, paraffin, hematoksilin-eosin (HE), buffer fosfat,
kalium klorida, HCL, trikloroasetat, butilat hidroksitoluen, asam tiobarbiturat,
asam klorida, tetraetoksipropana.

Alat
Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi penggaris, pisau,
sudip, cawan porselen, timbangan digital, botol film dan botol kaca kecil, oven,
mikrotom Yamato RV-240, hot plate, gelas obyek, rak pewarna, mikroskop
cahaya Olympus tipe CH20 dan kamera mikroskop Olympus DP12, alumunium
foil, gegep, desikator, oven, kompor listrik, tanur pengabuan, kertas saring
Whatman 42 bebas abu, kapas bebas lemak, labu lemak, kondensator, tabung
Soxhlet, penangas air, labu Kjeldahl, destilator, labu Erlenmeyer, buret, pipet
volumetrik, pipet mikro, pipet tetes, gelas ukur, orbital shaker, vakum rotari
evaporator, EpochTM Spectrophotometer, setrifuse dingin Mira Lab, Kit AMP
diagnostic®.

5
Prosedur Analisis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap analisis, yaitu karakterisasi,
analisis kimia, analisis biokimia, dan analisis histopatologi. Tahap karakterisasi
meliputi preparasi, pengukuran morfometrik, perhitungan rendemen, dan proses
ekstraksi. Analisis kimia meliputi analisis proksimat, aktivitas antioksidan, dan
pengujian fitokimia. Analisis biokimia terdiri dari pengukuran aktivitas enzim
AST dan ALT serum dan kadar MDA pada hati tikus. Analisis histopatologi
dilakukan dengan mengamati gambaran histopatologi preparat hati secara
mikroskopis.
Karakterisasi
Tahap karakterisasi meliputi preparasi, pengukuran morfometrik,
perhitungan rendemen, dan proses ekstraksi. Sampel buah bakau
(Rhizophora mucronata) diambil dari kawasan Konservasi Hutan Mangrove di
daerah Pantai Indah Kapuk.
Sampel buah bakau selanjutnya dilakukan pengukuran morfometrik meliputi
pengukuran panjang, lebar, dan bobot dari buah bakau (R.mucronata). Sampel
yang sudah diukur morfometriknya selanjutnya dikupas dan diblender untuk
mendapatkan serbuk buah bakau yang selanjutnya akan diekstraksi
(Ravikumar & Gnanadesigan 2012 dan Nurdiani et al. 2012).
Analisis Kimia
Analisis kimia meliputi analisis proksimat, aktivitas antioksidan, dan
pengujian fitokimia. Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan
untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan yang meliputi, analisis kadar air,
lemak, protein, dan abu.
a)

Analisis kadar air (AOAC 2005)
Analisis kadar air dilakukan dengan mengeringkan cawan porselen dalam
oven pada suhu 105oC selama1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam
desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian
ditimbang.Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak
5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan
dengan oven pada suhu 105oC selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah
selesai, cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan
sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.
Perhitungan kadar air:
% Kadar air = Berat contoh awal (g)–Berat contoh akhir (g) x 100%
Berat contoh awal (g)
b)
Analisis kadar abu (AOAC 2005)
Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu
sekitar 105oC selama 30 menit. Cawan abu porselen tersebut dimasukkan ke
dalam desikator (30 menit) dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Selanjutnya
dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam

6
tanur pengabuan dengan suhu 600oC selama 7 jam. Cawan dimasukkan di dalam
desikator dibiarkan sampai dingin dan kemudian ditimbang.
Perhitungan kadar abu:
% Kadar abu =Bobot setelah tanur (g) - Cawan kosong (g) x 100%
Berat sampel awal (g)
c)

Analisis kadar protein (AOAC 2005)
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap
yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan
metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 0,25 gram selenium
dan 3 ml H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410oC selama kurang lebih 1
jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl
ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, kemudian dilakukan proses
destilasi dengan suhu destilator 100oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu
erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H 3BO3) 2% dan 2
tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda.
Setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka
proses destilasi dihentikan. Destilat kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai
terjadi perubahan warna merah muda.Volume titran dibaca dan dicatat.Larutan
blanko dianalisis seperti contoh.
Perhitungan kadarprotein:
% N = (ml HCl – ml blanko) x N HCl x 14,007 x 100%
mg contoh
% Protein = % N x Faktor koreksi (6.25)
d)

Analisis kadar lemak (AOAC 2005)
Sampel seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua
ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke
dalam selongsong lemak, kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke
dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan
dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor
tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana). Kemudian
dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak
didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan
tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke
dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu
105oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan
(W3).
Perhitungan kadar lemak:
% Kadar lemak = W3 - W2 X 100%
W1
e)
Analisis karbohidrat by difference
Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode by difference yaitu: 100%
- (kadar air + abu + protein + lemak).

7
Pengujian aktivitas antioksidan (Hanani et al. 2005 yang dimodifikasi)
Aktivitas antioksidan ekstrak kasar buah bakau (Rhizophora mucronata)
ditentukan dengan metode 1,1-diphenyl-2-picrylhdrazyl (DPPH) berdasaran
metode Hanani et al. 2005 yang dimodifikasi. Tahap awal pengujian aktivitas
antioksidan adalah mempersiapkan larutan sampel. Sampel ekstrak kasar dari
buah bakau dilarutkan dalam methanol dengan konsentrasi 0,781, 1,562, 3,125,
6,25, 12,5, dan 25 ppm. Vitamin super ester C digunakan sebagai kontrol positif,
dan untuk pembanding dengan masing-masing konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm.
Larutan blanko dengan konsentrasi 125 µM dibuat menggunakan kristal
DPPH yang dilarutkan dalam etanol p.a. Proses pembuatan larutan DPPH
dilakukan dalam kondisi terlindung dari cahaya matahari. Pengujian aktivitas
antioksidan dilakukan berdasarkan kemampuan sampel yang digunakan dalam
mereduksi radikal bebas DPPH. Kontrol positif menggunakan larutan asam
askorbat 100 ppm yang dibuat dengan cara melarutkan kristal Vitamin C pada
etanol p.a. Larutan DPPH dengan konsentrasi 125 µM diambil sebanyak
100 µL dan ditambah dengan 100 µL ekstrak, kemudian dimasukkan ke dalam
microplate yang telah disiapkan. Campuran larutan tersebut dihomogenkan dan
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit.Serapan yang dihasilkan diukur
dengan menggunakan EpochTM Microplate Spectrophotometer pada panjang
gelombang 517 nm. Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas
antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya
yang ditandai oleh perubahan warna ungu menjadi kuning (Molyneux 2004).
Setelah itu, aktivitas antioksidan dari masing-masing sampel dan antioksidan
pembanding Vitamin C dinyatakan dengan persen inhibisi yang dihitung dengan
rumus berikut:

Nilai konsentrasi sampel (ekstrak maupun antioksidan pembanding Vitamin
C dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada
persamaan regresi linear. Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk
persamaan y = a + bx digunakan untuk mencari nilai IC50 (inhibitor
concentration 50%) dari masing-masing sampel dengan menyatakan nilai y
sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan
besarnya konsentrasi larutan sampel (ekstrak maupun antioksidan pembanding
Vitamin C yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50%.
Uji fitokimia (Harborne 1984)
Pengujian fitokimia pada ekstrak buah bakau R.mucronata dilakukan untuk
mengetahui kandungan metabolit sekunder yang diharapkan dapat berfungsi
sebagai hepatoprotektor. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, uji
steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, Molisch, Benedict,
Biuret dan Ninhidrin.Metode uji ini berdasarkan Harborne (1984).
a)

Alkaloid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat (H 2SO4) 2 N.
Pengujian menggunakan tiga pereaksi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff,
pereaksi Meyer dan pereaksi Wagner.

8
Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismutsubnitrat
ditambahkan dengan 10 mL asam asetat dan 40 mL air. Larutan ini dicampur
dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 mL air. Sebelum
digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume asam asetat
glasial dan 100 ml air. Pereaksi ini berwarna jingga.
Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 gram HgCl2 dengan
0,5 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL
dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan
cara 10 mL akuades ditambahkan 2,5 gram iodine dan 2 gram KI lalu dilarutkan
dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 mL dalam labu takar. Pereaksi ini
berwarna coklat. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Dragendorff
terbentuk endapan merah hingga jingga, endapan putih kekuningan dengan
pereaksi Meyer dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner.
b)

Steroid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi
yang kering. Setelah itu ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam
sulfat pekat. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna
merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.
c)

Flavonoid
Sejumlah sampel ditambahkan 0,1 mg serbuk magnesium dan 0,4 mL amil
alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama)
dan 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok. Adanya flavonoid ditunjukkan
dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.
d)

Saponin
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil
selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan
adanya saponin.
e)

Fenol hidrokuinon
Sampel sebanyak 1 gram diekstrak dengan 20 mL etanol 70%. Larutan yang
dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3
5%. Adanya senyawa fenol dalam bahan ditunjukkan dengan terbentuknya warna
hijau atau hijau biru.
f)

Tanin
Sampel sebanyak 1 gram ditambah pereaksi FeCl3 3%. Adanya warna hijau
kehitaman menandakan suatu bahan mengandung komponen tanin.

Analisis biokimia
Analisis biokimia terdiri dari pengukuran aktivitas enzim AST dan ALT
serum dan kadar MDA pada hati tikus.
Analisis kadar enzim AST dan ALT darah (Kit AMP diagnostic®)
Sampel darah diambil dari jantung.Sampel darah yang diperoleh kemudian
disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10-15 menit untuk mendapatkan

9
serum darah. Serum tersebut kemudian dipisahkan ke dalam tabung ependorf.
Kadar enzim AST dan ALT dianalisis dengan menggunakan Kit AMP
diagnostic®.
Analisis kadar MDA hati (Iskandar et al. 2009)
Konsentrasi MDA pada organ hati diukur dengan metode thiobarbituric
acid reactivesubstances (TBARS) melalui pengukuran malondialdehida sebagai
produk akhir oksidasi lemak. Prinsip metode ini MDA bila direaksikan dengan
asam tiobarbituburat (thiobarbiriuric acid, TBA), akan membentuk senyawa
berwarna merah muda yang menyerap cahaya pada panjang gelombang 532 nm.
Jumlah MDA yang terbentuk dapat menggambarkan proses peroksidasi lemak
(Winarsi 2007).
Hati dipotong kemudian digerus dengan mortar sampai homogen dan
ditambahkan buffer tris KCL pH 7,4 sebanyak 1 ml. Homogenat dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, selanjutnya sampel ditambahkan 1 ml asam trikloroasetat
(TCA) 100% kemudian divortex. Sampel homogenat kemudian ditambahkan 2ml
HCL 1 M dan divortex lagi. Tabung reaksi sampel kemudian dipanaskan didalam
waterbath suhu dipanaskan didalam waterbath suhu 100ºC selama ± 20 menit.
Tabung reaksi yang telah dipanaskan kemudian disentrifus dengan kecepatan
3000 rpm ± 10 menit. Supernatan diambil dan ditambahkan aquades sampai 3 ml
dan dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm. Kadar
MDA dihitung menggunakan kurva baku larutan standar MDA. Larutan standar
yang digunakan adalah tetraetoksipropana (TEP). Kadar MDA diketahui dengan
melakukan perhitungan menggunakan rumus berikut:

Keterangan: A = Kadar sampel dalam pmol/50 μm TEP.
Fp = Faktor pengenceran.
Analisis histopatologi
Analisis histopatologi dilakukan dengan
histopatologi preparat hati secara mikroskopis.

mengamati

gambaran

Persiapan preparat histopalogi hati (Panjaitan 2007)
Hewan dikorbankan dengan cara eutanasi intraperitoneal, kemudian
dibedah untuk mengambil organ. Organ hati yang diambil kemudian dicuci
dengan NaCl fisiologis, selanjutnya difiksasi dengan menggunakan buffer
formalin 10%. Jaringan yang telah difiksasi kemudian didehidrasi dengan alkohol
mulai dari konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95% masing-masing selama 24 jam
dilanjutkan dengan alkohol 100% selama 1 jam. Setelah dehidrasi dilanjutkan
dengan penjernihan dengan menggunakan xilol sebanyak tiga kali masing-masing
selama 1 jam, dilanjutkan dengan infiltrasi parafin.Jaringan kemudian ditanam
dalam media parafin.Berikutnya dilakukan penyayatan dengan ketebalan 4-5
mikron.Hasil sayatan dilekatkan pada kaca objek, kemudian diwarnai dengan
pewarnaan hematoksilin-eosin (HE).

10
Rancangan Percobaan

Analisis data dilakukan pada kadar enzim AST dan ALT serum, serta kadar
MDA. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Model observasi RAL, yaitu sebagai berikut:
Yij = μ + αi + ∑ij
Keterangan:
Yij = respon pengaruh perlakuan pada taraf i ulangan ke j
μ = pengaruh rata-rata umum
αi =pengaruh perlakuan pada taraf i
∑ij = pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j
J = 1, 2, dan 3;
Jika hasil dari pengujian menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata
pada selang 95% (α=0,05) maka dilakukan uji lanjut Duncan. Rumus uji Duncan
adalah:

Keterangan:
Rp
p
dbs
K\kts
r

= nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan
= perlakuan
= derajat bebas
= jumlah kuadrat tengah
= ulangan

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Buah Bakau (R.mucronata)
Buah bakau yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Taman
Konservasi Mangrove, Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Buah bakau terdiri dari dua
bagian yaitu kelopak dan buah bakau (hipokotil). Buah bakau mempunyai
hipokotil lurus, silindris, bewarna hijau kecoklatan, dan buahnya dipenuhi bintilbintil dan bila jatuh tertancap ke dalam lumpur akan tumbuh dan membesar.
Daging buah yang sudah dikupas dan dihaluskan dengan blender memiliki tekstur
yang halus dan berwarna coklat.Pengukuran morfometrik buah bakau dapat dilihat
pada Gambar 1.

Lebar

Panjang
Gambar 1Pengukuran morfometrik buah bakau
Buah bakau yang digunakan sebanyak 30 buah dengan pengukuran
morfometrik yang disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1Pengukuran morfometrik buah bakau (R.mucronata)
No
1
2
3

Parameter
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Bobot (gr)

Nilai
58,45 ± 4,22
1,64 ± 0,12
2,497 ± 13,06

Keterangan: data diperoleh dari 30 sampel buah bakau

Buah bakau yang sudah matang mempunyai hipokotil lurus, silindris dengan
panjang 30-70 cm dan diameter 1-2 cm (FAO 2000). Berdasarkan data yang
diperoleh, buah bakau yang digunakan dalam penelitian ini termasuk buah yang
sudah matang.
Rendemen Buah Bakau (R.mucronata)
Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai
ekonomis dan efektivitas suatu bahan atau produk. Rendemen adalah persentase
bagian bahan baku yang dapat dimanfaatkan. Semakin tinggi nilai rendemen suatu
bahan maka nilai ekonomisnya akan lebih tinggi begitu pula dengan
pemanfaatannya. Rendemen daging buah yang akan dimanfaatkan dihitung
berdasarkan presentase perbandingan bobot daging buah terhadap bobot buah
bakau utuh. Rendemen ekstrak kasar juga dihitung pada penelitian ini. Rendemen
ekstrak dihitung dari bobot ekstrak kasar yang dihasilkan terhadap bobot buah
bakau utuh. Persentase rendemen buah bakau (R.mucronata) dapat dilihat pada
Gambar 2.

12
Ekstrak
3%

Kulit
45%
Daging
Buah
52%

Gambar 2Persentase rendemen buah bakau (R.mucronata)
Berdasarkan Gambar 2 rendemen daging buah yang didapatkan adalah
sebesar 52%,dan rendemen ekstrak kasar yang didapatkan dari total buah yang
digunakan adalah sebesar 3%. Hasil penelitian Priyatno (2012) rendemen daging
buah bakau yang didapatkan sebesar 44,94% dan rendemen ekstrak kasar metanol
sebesar 10,95% dari total bobot buah yang digunakan.
Perbedaan rendemen buah bakau diduga disebabkan perbedaan teknik
pengupasan buah dan penggunaan suhu evaporasi. Penelitian ini menggunakan
suhu evaporasi yang lebih tinggi yaitu 70ºC. Berdasarkan penelitan
Ma’mun et al. (2006) menyatakan pemanasan akan menyebabkan lebih
banyaknya komponen organik yang menghilang, penguapan, sari terlarut dan
kandungan bahan aktif yang lebih sedikit. Rendemen ekstrak kasar yang
didapatkan pada penelitian jauh lebih sedikit.

Komposisi Kimia Buah Bakau (R.mucronata)
Informasi mengenai kandungan gizi yang terdapat dalam buah bakau
R.mucronata dapat diketahui melalui analisis komposisi kimia atau proksimat.
Komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan pangan menunjukkan
seberapa besar kuantitas dan kualitas bahan tersebut untuk memberikan asupan
gizi sesuai kebutuhan manusia (Winarno 2008). Hasil analisis komposisi kimia
buah bakau (R.mucronata) segar dan kering dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2Komposisi kimia buah bakau (R.mucronata) segar dan kering
Parameter
Kadar air
Kadar abu
Kadar protein
Kadar lemak
Karbohidrat

R.mucronata
segar (%)

R.mucronata
Kering (%)

R.mucronata*

Bruguiera
gymnorrhiza**

31,96
1,10
2,59
0,86
63,49

31,51
1,23
3,94
0,76
62,56

58,56
1,25
2,53
0,70
36,96

8,93
1,60
5,59
1,79
82,09

Keterangan: * Priyanto (2011)
** Sulistyawati et al. (2012)

Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air, dan kadar karbohidrat pada buah
bakau (R.mucronata) memiliki persentase yang lebih besar jika dibandingkan
dengan kadar abu, protein, dan lemak. Kadar air buah bakau segar sebesar 31,96%

13
dan pada buah bakau kering mengalami penurunan menjadi 31,51%. Hal tersebut
disebabkan proses pengeringan buah bakau sehingga kadar air menurun. Kadar
abu dan kadar protein buah bakau segar masing-masing sebesar 1,10% dan 2.59%
dan mengalami peningkatan pada buah bakau kering menjadi 1,23% dan 3,94%.
Kadar lemak buah bakau segar sebesar 0,86% dan menurun menjadi 0,76%.
karbohidrat pada buah bakau segar sebesar 63,49% dan pada buah bakau kering
menurun menjadi 62,56%.
Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air
dapat memberikan pengaruh kepada penampakan, tekstur serta cita rasa.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran
serta daya simpan bahan tersebut (Winarno 2008). Hasil analisis proksimat
menunjukkan bahwa kadar air buah bakau segar dan kering berturut-turut sebesar
31,96% dan 31,51%. Nilai ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian
Priyanto (2011) pada sampel yang sama, bahwa buah bakau segar memiliki kadar
air sebesar 58,56%. Kadar air buah lindur segar (Bruguiera gymnorrhiza) hasil
penelitian Sulistyawati et al. (2012) sebesar 8,93%. Buah lindur ini satu famili
Rhizophoraceae dengan buah bakau.
Buah dan sayuran termasuk makanan yangmudah mengalami kerusakan
(high perishable food) karena peranan air dalam bahan pangan dapat
mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba,
aktivitas kimiawi yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi non enzimatik
(Wirakusumah 2007). Tingginya nilai kadar air buah bakau didukung karena
habitatnya yang berada didekat wilayah perairan dan umumnya tumbuh di pesisir
pantai (FAO 2000). Pengurangan kadar air pada buah bakau kering disebabkan
karena proses pengeringan. Pengeringan dapat menghilangkan air yang
terkandung dalam bahan pangan. Semakin lama waktu pengeringan yang
dilakukan, kadar air yang terdapat pada suatu bahan pangan akan semakin rendah
(Winarno 2008).
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan yang dianalisis.
Komponen-komponen organik terbakar, tetapi komponen anorganiknya tidak dan
komponen ini disebut abu (Winarno 2008). Hasil analisis proksimat menunjukkan
kadar abu pada buah bakau segar sebesar 1,10% dan pada buah bakau kering
1,23%. Peningkatan kadar abu pada buah bakau kering diduga karena proses
pengeringan yang dilakukan di tempat terbuka, sehingga adanya pertambahan
jumlah komponen anorganik dari lingkungan luar. Hasil kadar abu pada penelitian
ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Priyanto (2011) bahwa kadar abu
buah bakau sebesar 1,25%. Apabila dibandingkan dengan kadar abu buah lindur,
kadar abu buah bakau masih lebih rendah dibandingkan penelitian
Sulistyawati et al. (2012) yang menyatakan kadar abu buah lindur sebesar 1,60%.
Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan
karbohidrat dan protein. Hasil analisis lemak pada buah bakau segar sebesar
0,86% dan menurun pada buah bakau kering menjadi 0,76%. Nilai ini tidak begitu
berbeda dengan hasil penelitian Priyanto (2011) menyatakan bahwa kadar lemak
buah bakau sebesar 0,70%. Kadar lemak pada buah bakau masih lebih rendah
dibandingkan kadar lemak buah lindur hasil penelitian Sulistyawati et al. (2012)
menyatakan kadar lemak buah lindur sebesar 1.79%. Menurut
Prabandari et al. (2005) bahwa kandungan lemak yang rendah pada buah dan

14
sayur mempunyai peranan penting dalam mempertahankan tekstur, rasa, aroma
dan warna berupa trigliserida, sterol dan kolestrol. Penurunan kadar lemak buah
bakau kering diduga disebabkan proses pemanasan. Menurut Jacoeb et al. (2008)
hal tersebut disebabkan selama proses pemanasan lemak mencair bahkan
menguap (volatil) menjadi komponen lain seperti flavour.
Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh, karena berfungsi
sebagai bahan bakar dalam tubuh dan berfungsi sebagai zat pembangun serta
pengatur. Protein digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi
mengandung N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno 2008).
Berdasarkan hasil analisis proksimat kadar protein buah bakau segar dan
buah bakau kering memiliki nilai masing-masing sebesar 2,59% dan 3,54%. Nilai
ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Priyanto (2011) bahwa buah bakau
segar memiliki kadar protein sebesar 2,53%. Kandungan protein nabati cenderung
lebih rendah dari pada protein hewani, kecuali pada kacang-kacangan dan produk
olahannya.Protein hewani lebih banyak menyediakan asam amino-asam amino
esensial sehingga protein yang dihasilkan lebih bermutu tinggi. Angka kecukupan
protein untuk orang dewasa menurut Kusnandar (2010) yaitu 50 g/hari untuk pria
dan 42 g/hari untuk wanita.
Karbohidrat merupakan senyawa karbon, hidrogen, dan oksigen yang
terdapat di alam. Di dalam tubuh, karbohidrat berfungsi mencegah pemecahan
kelebihan protein tubuh, kehilangan mineral, serta membantu metabolisme lemak
dan protein (Winarno 2008). Hasil analisis proksimat mendapatkan bahwa kadar
karbohidrat buah bakau segar dan buah bakau kering secara perhitungan
by difference memiliki nilai masing-masing sebesar 63,50% dan 62,57 %.
Penelitian yang dilakukan Priyanto (2011) menunjukkan bahwa buah bakau segar
memiliki kadar karbohidrat sebesar 36,96%. Kadar karbohidrat pada buah bakau
masih lebih rendah dibandingkan kadar karbohidrat buah lindur hasil penelitian
Sulistyawati et al. (2012) menyatakan karbohidrat buah lindur sebesar 82,09%.

Aktivitas Antioksidan Buah Bakau (R.mucronata)
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,
memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lemak (Suhartono et al. 2002).
Selanjutnya menurut Handayani dan Sulistyo (2008) antioksidan berpotensi
menginaktifkan radikal bebas dengan mekanisme menyumbangkan satu atau lebih
elektron, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. Mekanisme antioksidan
juga memungkinkan adanya sifat penstabil molekul radikal bebas yang dihasilkan
oleh berbagai jenis proses kimia normal tubuh atau oleh radiasi matahari, asap
rokok, dan pengaruh-pengaruh lingkungan lainnya.
Aktivitas antioksidan ekstrak buah bakau (R.mucronata) dinyatakan dalam
persentase inhibisi radikal bebas DPPH. Antioksidan pembanding yang digunakan
adalah vitamin C sebagai antioksidan standar yang merupakan senyawa murni
sehingga penghambatan radikal DPPH lebih efektif dengan konsentrasi yang
rendah. Aktivitas antioksidan dari sampel ditunjukkan dengan perubahan warna
pada larutan DPPH yang semula berwarna ungu pekat menjadi kuning cerah.
Menurut Andayani et al. (2008) adanya aktivitas antioksidan dari sampel
mengakibatkan perubahan warna pada larutan DPPH dalam etanol yang semula

15
berwarna ungu pekat menjadi kuning. Pengujian analisis antioksidan buah bakau
(R.mucronata) menggunakan 5 perlakuan suhu evaporasi ekstrak yang berbeda
yaitu, suhu 40 ºC, 50 ºC, 60 ºC. 70 ºC, dan 80 ºC. Hasil uji aktivitas antioksidan
buah bakau (R.mucronata) dan Vitamin C tersaji pada Gambar 3.
Aktivitas antioksidan (IC50)

14
12

10.65d

11.06d

10

8.42c

8

5.59b

6
4

2

0.72a

1.42a

0
suhu 40

suhu 50

suhu 60

suhu 70

suhu 80

Vitamin C

Gambar 3 Rataan aktivitas antioksidan ekstrak kasar buah bakau (R.mucronata)
dengan perlakuan suhu evaporasi
Hasil analisis aktivitas antioksidan pada Lampiran 5a menunjukkan
perlakuan suhu evaporasi ekstrak buah bakau memberikan pengaruh nyata
(p