Analisis Daerah Penangkapan Ikan Lemuru Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan Komposisi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPP Muncar Banyuwangi.
ANALISIS DAERAH PENANGKAPAN IKAN LEMURU
BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN
KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN YANG DIDARATKAN
DI PPP MUNCAR BANYUWANGI
LUKMAN NURFAQIH
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Daerah
Penangkapan Ikan Lemuru Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan Komposisi
Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPP Muncar Banyuwangi” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2015
Lukman Nurfaqih
NIM C44110013
ABSTRAK
LUKMAN NURFAQIH. Analisis Daerah Penangkapan Ikan Lemuru Berdasarkan
Kandungan Klorofil-a dan Komposisi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPP
Muncar Banyuwangi. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan PRIHATIN IKA
WAHYUNINGRUM.
Pendugaan daerah penangkapan ikan lemuru di Perairan Muncar merupakan salah
satu faktor keberhasilan nelayan dalam melakukan operasi penangkapan ikan
lemuru. Kegiatan penangkapan ikan juga sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah
penangkapan ikan lemuru. Tujuan penelitian ini adalah menghitung komposisi
jumlah tangkapan dan ukuran ikan dominan tertangkap, menganalisis hubungan
konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan, serta menduga daerah penangkapan
ikan lemuru potensial di Perairan Muncar. Daerah Penangkapan ikan diduga
dengan menggunakan tiga indikator yaitu catch per unit effort (CPUE), ukuran
panjang ikan lemuru yang dominan tertangkap, serta konsentrasi klorofil-a. Hasil
penelitian menunjukkan nilai CPUE lemuru rata-rata adalah 3.989,5 kg, dan
ukuran ikan yang mendominasi adalah jenis lemuru protolan dengan ukuran 11-15
cm. Konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan memiliki hubungan yang kuat.
Daerah penangkapan ikan lemuru yang potensial terdapat di Perairan
Sembulungan, Pengambengan, dan sekitar Selat Bali.
Kata kunci: CPUE, daerah penangkapan ikan, hasil tangkapan, klorofil-a, panjang
ikan, Perairan Muncar
ABSTRACT
LUKMAN NURFAQIH. Analysis of Lemuru Fishing Ground Based on
Chlorophyll-a Concentration and Catch Composition which Landed in Muncar
Coastal Fishing Port. Supervised by DOMU SIMBOLON and PRIHATIN IKA
WAHYUNINGRUM.
Estimation of lemuru fishing ground in Muncar waters is a success factor in
lemuru fishing operation. Fishing activities are influenced by lemuru fishing
ground condition. This study is conducted to assess catch composition, to measure
dominant size length, to analysis relationship between chlorophyll-a concentration
and catch, and to estimate potential lemuru fishing ground. The fishing ground is
expected by using three indicators, which were catch per unit effort (CPUE),
dominant size length, and chlorophyll-a concentration. The result showed that
CPUE average was 3989.5 kg, then dominant size length was from 11cm to 15cm
namely protolan. In addition, chlorophyll-a concentration and catch had strong
correlation. Moreover, potential lemuru fishing ground found in Sembulungan
waters, Pengambengan, and around the Bali Strait.
Keywords: CPUE, fishing ground, catch, chlorophyll-a, Muncar Waters
ANALISIS DAERAH PENANGKAPAN IKAN LEMURU
BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN
KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN YANG DIDARATKAN
DI PPP MUNCAR BANYUWANGI
LUKMAN NURFAQIH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’aalamiin. Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat
Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam
rangka memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
sehingga kritikan serta saran akan sangat membantu saya dalam melakukan
penyempurnaan skripsi. Penulisan skripsi ini dapat terlaksana dan terselesaikan
berkat bimbingan, dorongan, dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini saya sampaikan ucapan terima kasih kepada:
1) Bapak Dasuki Bastian dan Ibu Djoharwati selaku Orangtua saya, yang telah
mencurahkan seluruh tenaganya demi menyelesaikan pendidikan sarjana saya,
serta kakak tercinta atas segala kasih sayang, doa restu dan dorongannya
selama ini.
2) Prof Dr Ir Domu Simbolon, MSi dan Prihatin Ika Wahyuningrum, SPi MSi
selaku dosen pembimbing I dan II yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan
pikirannya untuk mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.
3) Retno Muninggar, SPi ME selaku dosen penguji dan Dr Iin Solihin, SPi MSi
yang telah memberikan masukan dan saran.
4) Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor atas ilmunya
yang sangat berharga.
5) Dinas Kelautan dan Perikanan Muncar, UPT PP Muncar, Para nelayan
Muncar, dan tim peneliti di Muncar (Safira, Shinta, Prisca, Himawan) yang
membantu dalam pengambilan data penelitian.
6) Ismiatunnisa Utami yang selalu memberikan kesabaran,dorongan semangat,
dan bantuan selama penelitian hingga penulisan skripsi.
7) Gusti, Fitriatus, Iyok, Jati, Khalida, Novan, Riza Septi, Erin, Mas Fanani,
Bayu, Mas Echa, Beny bersaudara, seluruh Bojes 48, IMJB, dan warga C11
yang selalu memberi semangat dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
8) Teman-teman seperjuangan NO SPAM, PSP 48, Kakak-kakak, dan adik-adik
Departemen PSP atas saran dan masukan serta kebersamaannya.
9) Semua pihak yang telah membantu selama ini, baik secara langsung dan tidak
langsung yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Saya berharap skripsi ini dapat membawa manfaat, baik bagi saya sendiri
maupun bagi semua pihak, serta dapat memberikan informasi bagi perkembangan
perikanan di masa yang akan datang.
Bogor, Agustus 2015
Lukman Nurfaqih
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Penelitian Terdahulu
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
METODE
3
Tempat dan Waktu Penelitian
3
Peralalatan Penelitian
4
Jenis dan Sumber Data
4
Pengumpulan Data
4
Analisis Data
5
Komposisi hasil tangkapan
5
Klorofil-a hasil deteksi MODIS
5
Hubungan klorofil dengan hasil tangkapan
6
Pendugaan daerah penangkapan ikan lemuru
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Hasil Tangkapan
8
8
Produktivitas Hasil Tangkapan Ikan Lemuru di PPP Muncar
10
Ukuran Panjang Ikan yang Dominan Tertangkap
11
Kandungan Klorofil-a di Perairan Muncar Banyuwangi
13
Hubungan Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan
14
Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Lemuru
16
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
26
DAFTAR TABEL
1 Hubungan klorofil-a dengan hasil tangkapan
2 Penilaian DPI melalui indikator CPUE
3 Penilaian DPI melalui indikator ukuran panjang ikan yang dominan
tertangkap
4 Penilaian DPI melalui indikator klorofil-a
5 Penilaian indikator DPI
6 Perbedaan penelitian terdahulu dan saat ini terkait kelayakan tangkap
ikan lemuru
7 Penilaian daerah penangkapan ikan di Perairan Muncar
6
7
7
7
8
13
16
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian PPP Muncar Banyuwangi, Jawa Timur
2 Komposisi jumlah hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP
Muncar dari beberapa DPI pada bulan Februari-Maret 2015
3 Sebaran produksi hasil tangkapan ikan lemuru secara temporal di
Perairan Muncar bulan Februari-Maret 2015
4 Komposisi jumlah tangkapan pada berbagai kelas ukuran ikan di
Perairan Muncar pada bulan Februari-Maret 2015
5 Komposisi jumlah ikan kategori layak tangkap dan tidak layak tangkap
6 Rata-rata kandungan klorofil-a data harian di Perairan Muncar
7 Hubungan kandungan klorofil-a dengan hasil tangkapan di PPP Muncar
8 Peta daerah penangkapan ikan lemuru di Perairan Muncar Banyuwangi
pada bulan Februari-Maret 2015
3
9
10
11
12
13
15
18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Ukuran ikan lemuru yang dominan tertangkap di PPP Muncar bulan
Februari-Maret 2015
2 Sebaran konsentrasi klorofil-a di Perairan Muncar
3 Perhitungan Standar deviasi dan uji korelasi hubungan antara
kandungan klorofil-a dengan hasil tangkapan
4 Dokumentasi penelitian
22
23
24
25
PENDAHULUAN
Latar Belakang
PPP Muncar merupakan salah satu tempat pendaratan lemuru (Sardinella
lemuru) yang ada di Indonesia. PPP Muncar menyumbangkan sebesar 64,2% atau
4.082.081 kg dari total ikan lemuru yang didaratkan di Jawa Timur pada tahun
2013 (DKP 2014). Nelayan muncar umumnya menggunakan alat tangkap purse
seine atau slerek dalam melakukan operasi penangkapan ikan di daerah
penangkapan ikan setelah mendapat informasi dari nelayan yang baru melakukan
operasi penangkapan ikan, sehingga nelayan Muncar tidak memiliki daerah yang
pasti untuk melakukan operasi penangkapan ikan.
Keberadaan ikan di suatu perairan dipengaruhi ketersediaan makanan.
Ketersediaan makanan di perairan sangat ditentukan oleh adanya produsen primer
berupa fitoplankton. Keberadaan fitoplankton di perairan akan menarik konsumen
tingkat I (pemakan fitoplankton) datang ke perairan tersebut untuk memakannya.
Selanjutnya, konsumen tingkat I akan menarik konsumen tingkat II untuk
memangsa konsumen tingkat I, begitu seterusnya sampai tingkat konsumen paling
atas. Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa produsen primer di suatu perairan
akan menarik organisme-organisme air lainnya untuk mendekat ke perairan
tersebut. Fitoplankton membutuhkan energi dari cahaya matahari dalam proses
produksi makanan (Nontji 2005). Fitoplankton banyak tersebar pada kolom
perairan yang masih mendapatkan cahaya optimum. Keberadaan fitoplankton
tersebut memungkinkan kumpulan ikan berkumpul untuk memanfaatkannya.
Salah satu ikan yang memanfaatkan fitoplankton sebagai sumber makanan adalah
lemuru. Adanya hubungan saling terkait antara fitoplankton dengan ikan lemuru
membuat daerah penangkapan ikan (DPI) lemuru dapat diduga.
Pengamatan fitoplankton di suatu perairan dapat dilakukan dengan
mengggunakan dua cara yaitu pengamatan langsung (in situ) dan pengamatan
tidak langsung (ex situ). Pengamatan secara ex situ pada saat ini relatif lebih
mudah dan efektif, karena perkembangan teknologi penginderaan jarak jauh.
Teknik penginderaan jarak jauh bahkan dapat digunakan untuk menduga daerah
penangkapan ikan melalui analisis kandungan klorofil-a yang terdapat pada suatu
perairan. Salah satu teknik pendugaan daerah penangkapan ikan yaitu
menggunakan citra satelit dan data komposisi hasil tangkapan. Daerah
penangkapan ikan adalah wilayah perairan dimana alat tangkap dapat
dioperasikan secara sempurna untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan yang ada
di dalamnya (Simbolon et al. 2009). Data klorofil-a hasil citra satelit dapat
menggambarkan penyebaran fitoplankton di laut. Citra yang bisa digunakan untuk
mendeteksi penyebaran fitoplankton adalah citra satelit dengan sensor MODIS.
Pengamatan dengan menggunakan sensor MODIS ini tergolong kedalam
pengamatan secara ex-situ atau pengamatan secara tidak langsung. Pengamatan
secara ex-situ memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pengamatan
in-situ (langsung). Kelebihan tersebut antara lain biaya yang dibutuhkan untuk
pengamatan tidak terlalu besar, tidak membutuhkan waktu yang lama dan hemat
tenaga.
2
Permasalahan yang dihadapi nelayan saat ini adalah operasi penangkapan
ikan yang tidak efisien. Hal ini disebabkan karena kegiatan operasi penangkapan
ikan masih menggunakan cara tradisional, sehingga mengakibatkan waktu trip
lebih lama, biaya operasi lebih tinggi namun hasil tangkapan tidak pasti.
Perkembangan teknologi penginderaan jarak jauh diharapkan dapat membantu
nelayan dalam memperoleh informasi daerah penangkapan ikan potensial,
sehingga operasi penangkapan ikan lebih efisien dan efektif.
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu tentang daerah penangkapan ikan menunjukkan hasil
yang berbeda pada skala waktu dan tempat yang berbeda. Pendugaan daerah
penangkapan ikan bisa dilakukan melalui analisis konsentrasi klorofil-a suatu
perairan, suhu permukaan laut, dan data produksi hasil tangkapan. Perairan
Muncar dan Selat Bali sering dilakukan penelitian untuk pengaruh citra satelit
berkaitan dengan hasil tangkapan. Inaya (2004) melakukan penelitian dengan
judul ”Pendugaan Hasil Tangkapan Ikan Lemuru yang didaratkan di PPI Muncar,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur”. Penelitian ini menunjukkan bahwa puncak
ikan lemuru terjadi pada musim barat yaitu bulan Agustus-November. Penelitian
Nababan (2009) dengan judul “Hubungan Konsentrasi Klorofil-a di Perairan Selat
Bali dengan Produksi Ikan Lemuru yang Didaratkan di TPI Muncar,
Banyuwangi” menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a memiliki nilai yang
lebih tinggi pada Musim Timur (Juni–Agustus). Penelitian yang dilakukan oleh
Ridha et al. (2013) memiliki hasil yang berbeda yaitu musim puncak ikan lemuru
di Selat Bali pada tahun 2012 terjadi pada bulan September hingga Desember.
Penelitian sejenis perlu dilakukan untuk periode yang berbeda agar diperoleh
informasi yang berkelanjutan, sehingga informasi daerah penangkapan ikan
kaitannya dengan hasil tangkapan dan konsentrasi klorofil-a menjadi lebih
lengkap dan komprehensif. Penelitian ini dilakukan pada waktu yang berbeda
dengan Inaya yaitu pada bulan Februari-Maret 2015 dengan judul “Analisis
Daerah Penangkapan Ikan Lemuru Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan
Komposisi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPP Muncar Banyuwangi”.
Tujuan Penelitian
1)
2)
3)
4)
Penelitian ini bertujuan untuk:
Menghitung komposisi jumlah dan ukuran hasil tangkapan yang dominan
tertangkap di Perairan Muncar;
Mengidentifikasi sebaran kandungan klorofil-a di Perairan Muncar,
Banyuwangi;
Menganalisis hubungan klorofil-a dengan produksi hasil tangkapan ikan
lemuru pada bulan Februari-Maret 2015;
Menduga daerah penangkapan ikan lemuru di Perairan Muncar, Banyuwangi.
3
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1) Memberikan informasi kepada nelayan mengenai daerah penangkapan ikan
lemuru potensial di Perairan Muncar, Banyuwangi;
2) Membantu memberikan informasi kepada dinas pemerintahan terkait agar bisa
menyusun kebijakan untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya ikan
lemuru;
3) Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai daerah penangkapan ikan
potensial kaitannya dengan kandungan klorofil-a suatu perairan.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PPP Muncar Kabupaten Banyuwangi Provinsi
Jawa Timur (Gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari sampai Maret
2015 dengan dua tahap pengambilan data.Tahap pertama pengambilan data di PPP
Muncar, Banyuwangi yang dilaksanakan selama satu bulan dari tanggal 10
Februari sampai 10 Maret 2015. Tahap kedua adalah mengunduh data klorofil-a
harian hasil deteksi AquaMODIS dari internet akuisisi tanggal 14 Februari 2015
sampai 14 Maret 2015 diunduh pada bulan Maret 2015.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian PPP Muncar Banyuwangi, Jawa Timur
4
Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan peta perairan
Muncar; mistar untuk mengukur panjang ikan; software SeaDAS untuk
menganalisis data klorofil-a dari citra satelit; kamera untuk dokumentasi; dan
kuesioner untuk mendapatkan data posisi daerah penangkapan ikan, waktu operasi,
dan jumlah tangkapan.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini ada dua jenis, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer terdiri dari data komposisi hasil tangkapan, posisi
operasi penangkapan ikan dan waktu operasi penangkapan ikan.Data komposisi
hasil tangkapan meliputi data jenis hasil tangkapan, data jumlah hasil tangkapan
per jenis hasil tangkapan, dan data ukuran panjang ikan lemuru yang dominan
tertangkap. Data primer didapatkan dari armada penangkapan ikan lemuru yang
berbasis di PPP Muncar. Data sekunder yang diambil adalah data klorofil-a harian
hasil deteksi MODIS pada Perairan Muncar dan data produksi harian hasil
tangkapan ikan lemuru di PPP Muncar. Data citra klorofil-a hasil deteksi MODIS
didapatkan dari situs http://www.oceancolor.gsfc.nasa.gov.
Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan metode kasus karena unit dan lingkup
penelitiannya kecil atau terbatas. Objek pada penelitian adalah armada
penangkapan ikan lemuru yaitu purse seine (slerek) yang berbasis di PPP Muncar.
Data Primer diperoleh dengan dua cara yaitu dengan pengamatan langsung dan
pengamatan tidak langsung. Data dari pengamatan langsung diperoleh dari
armada penangkapan ikan lemuru di PPP Muncar yaitu slerek (purse seine).
Jumlah sampel kapal yang diambil adalah 120 unit dengan cara purposive
sampling. Pertimbangan yang digunakan penggunaan purposive sampling antara
kapal yang digunakan menangkap ikan lemuru, pemilik kapal memberi izin, dan
kapal tersebut beroperasi di lokasi penelitian. Data yang diperoleh berupa jenis,
ukuran panjang ikan hasil tangkapan yang dominan tertangkap. Data primer juga
diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh responden yang ditentukan secara
purposive sampling. Responden setiap kapal ditetapkan 2 orang yang terdiri dari
pemilik kapal dan anak buah kapal. Kriteria responden antara lain memiliki
pengalaman dan pengetahuan tentang operasi penangkapan ikan lemuru dengan
purse seine, dan bersedia menjadi responden untuk memberikan informasi yang
dibutuhkan.
Kapal penangkapan ikan lemuru di PPP Muncar merupakan kapal yang
tidak menggunakan GPS (Global Positioning System), sehingga peneliti
menyediakan peta untuk data posisi penangkapan. Peta yang disediakan
merupakan peta yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial. Kemudian
pengambilan data klorofil-a hasil deteksi MODIS diperoleh dengan cara
mengunduh dari website http://www.oceancolor.gsfc.nasa.gov, data produksi
5
harian diperoleh dari PPP Muncar. Selanjutnya, data pendukung lainnya seperti
kondisi perairan Muncar diperoleh melalui tinjauan pustaka.
Analisis Data
Komposisi hasil tangkapan
Data komposisi hasil tangkapan terdiri dari data hasil tangkapan dan
ukuran panjang ikan lemuru yang dominan tertangkap. Data hasil tangkapan yang
telah diperoleh dianalisis secara deskriptif melalui penyajian tabel atau grafik.
Selanjutnya, data ukuran panjang ikan lemuru yang dominan tertangkap
dikelompokkan berdasarkan selang kelas yang dibuat untuk melihat Jumlah
panjang yang paling dominan. Penentuan selang kelas menggunakan rumus
(Walpole 2005):
Keterangan:
n: Jumlah sampel
Setelah sebaran panjang ikan didapat kemudian disajikan dalam bentuk
grafik lalu dianalisis secara deskriptif. Ukuran panjang ikan dikelompokkan
menjadi ikan layak tangkap dan ikan yang tidak layak tangkap. Ikan lemuru yang
layak tangkap merupakan ikan-ikan yang ukurannya lebih besar dari ukuran ikan
yang pertama kali matang gonad atau length at first maturity (LM). Ikan-ikan
yang belum layak tangkap merupakan ikan-ikan yang ukurannya lebih kecil dari
LM (Wujdi et al.2013). Cara menghitung persentase dari ikan layak tangkap dan
tidak layak tangkap adalah:
Persentase dari ikan yang layak tangkap dan ikan yang tidak layak tangkap
disajikan dalam bentuk diagram dan dianalisis secara deskriptif.
Klorofil-a hasil deteksi MODIS
Data klorofil-a hasil deteksi MODIS yang diunduh dari situs
http://www.oceancolor.gsfc.nasa.gov dianalisis menggunakan software SeaDAS
(SeaWIFS Data Analysis System) versi 6.4. Langkah yang dilakukan untuk
mengunduh data dari citra Aqua MODIS level 3 komposit harian pada tanggal 14
Februari 2015 hingga 14 Maret 2015 resolusi spasial 4 km. Kemudian dilakukan
croping hasil klorofil yang telah diunduh menggunakan SeaDAS sehingga
diperoleh hasil dalam format ASCII. Setelah diperoleh data dalam format ASCII
pengolahan data dilanjutkan dengan menggunakan Microsoft Excel 2010. Data
tersebut kemudian disajikan dalam bentuk grafik.
6
Hubungan klorofil-a dengan hasil tangkapan
Klorofil-a hasil deteksi MODIS yang telah dianalisis dengan menggunakan
software SeaDAS kemudian dibandingkan dengan produksi hasil tangkapan yang
didaratkan di PPP Muncar. Adanya selang waktu (time lag) antara peningkatan
konsentrasi klorofil-a dan peningkatan produksi ikan lemuru, hubungan antara
klorofil-a dengan hasil tangkapan dianalisis korelasi silang. Uji ini tidak hanya
untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel, tetapi juga untuk
mengetahui selang waktu atau time lag dalam hubungan antara kedua variabel
tersebut. Hubungan antara klorofil-a dengan hasil tangkapan juga dianalisis secara
deskriptif dengan cara overlay sebaran nilai variabel klorofil-a dan hasil
tangkapan dalam bentuk grafik. Tinggi rendahnya tingkat hubungan kedua
variabel berdasarkan nilai koefisien korelasi dapat diinterpretasikan pada tabel 1.
Tabel 1Hubungan klorofil-a dengan hasil tangkapan
Nilai
Interpretasi
0,00 - 0,199
0,20 - 0,399
0,40 - 0,599
0,60 - 0,799
0,80 - 1,000
Sumber: Sugiyono 2007
sangat rendah
rendah
sedang
kuat
sangat kuat
Pendugaan daerah penangkapan ikan lemuru
Indikator yang digunakan dalam penentuan DPI oleh Surbakti (2012)
adalah konsentrasi klorofil-a dan catch per unit effort (CPUE), sedangkan
indikator yang digunakan oleh Zen et al. (2005) antara lain hasil tangkapan,
panjang ikan, salinitas, dan suhu permukaan laut. Pada penelitian ini daerah
penangkapan ikan lemuru di Perairan Muncar dievaluasi berdasarkan tiga
indikator, yaitu CPUE (catch per unit effort), rata–rata ukuran panjang ikan yang
tertangkap dan kandungan klorofil-a.
1) CPUE (catch per unit effort)
Catch per unit effort ini menggambarkan jumlah ikan yang bisa ditangkap
di suatu daerah penangkapan ikan dalam jumlah trip tertentu per hari (kg/trip).
Berikut ini adalah rumus perhitungan CPUE (Purwaningtyas et al. 2006):
Apabila nilai CPUE lebih besar dari nilai CPUE rata-rata dari jenis ikan
tertentu, maka suatu daerah penangkapan ikan dikategorikan potensial. Jika nilai
CPUE lebih kecil dari atau sama dengan nilai CPUE rata-rata dari jenis ikan
tertentu, maka suatu daerah penangkapan ikan dikategorikan tidak potensial
(Tabel 2). Jika CPUE hasil penelitian ≥ CPUE rata-rata diberi bobot 1, sebaliknya
jika CPUE penelitian ≤ CPUE rata-rata diberi bobot 0.
7
Tabel 2 Penilaian DPI melalui indikator CPUE
Kategori CPUE
Kriteria
Tinggi
CPUE > CPUE rata-rata
Rendah
CPUE ≤ CPUE rata-rata
Sumber: Simbolon dan Girsang 2009
Kategori DPI
Potensial
Tidak potensial
2) Ukuran ikan yang dominan tertangkap
Data ukuran panjang ikan yang diperoleh dibandingkan dengan panjang
ikan pada saat ikan tersebut pertama kali matang gonad atau length at first
maturity (LM). Ikan lemuru pertama kali matang gonad pada ukuran 17,8 cm
karena kematangan gonad sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan faktor
lingkungan (Wujdi et al. 2013). Menurut Ismajaya (2007) Apabila panjang ikan
yang tertangkap lebih besar dari LM, maka daerah penangkapan ikan
dikategorikan potensial. Apabila panjang ikan yang tertangkap lebih kecil dari
atau sama dengan LM, maka daerah penangkapan ikan dikategorikan tidak
potensial (Tabel 3). Jika ukuran ikan tertangkap ≥ LM diberi bobot 1, sebaliknya
jika ukuran ikan tertangkap ≤ LM diberi bobot 0.
Tabel 3 Penilaian DPI melalui indikator ukuran panjang ikan yang dominan
tertangkap
Kategori Ukuran panjang
Kriteria
Kategori DPI
Besar
Panjang ikan > LM
Potensial
Kecil
Panjang ikan ≤ LM
Tidak potensial
Sumber: Ismajaya 2007
3) Klorofil-a
Data klorofil-a hasil deteksi MODIS yang telah diolah menggunakan
software SeaDAS juga digunakan sebagai indikator penilaian daerah penangkapan
ikan. Kategori daerah penangkapan ikan dibagi menjadi dua berdasarkan
kandungan klorofil-a nya. Jika suatu perairan dengan kandungan klorofil-a lebih
besar dari 0,2 mg/m³, maka daerah penangkapan tersebut dikategorikan potensial.
Widodo (2008) menyatakan jika suatu perairan dengan kandungan klorofil-a lebih
kecil atau sama dengan 0,2 mg/m³, maka daerah penangkapan tersebut
dikategorikan tidak potensial (Tabel 4). Pengelompokan tersebut didasarkan pada
pertimbangan bahwa konsentrasi klorofil-a diatas 0,2 mg/m³ menunjukkan bahwa
di suatu perairan terdapat kehidupan fitoplankton sehingga dapat mempertahankan
keberlangsungan perkembangan perikanan.
Tabel 4 Penilaian DPI melalui indikator klorofil-a
Kategori kandungan klorofil-a Kriteria
Banyak
Klorofil-a > 0,2 mg/m³
Sedikit
Klorofil-a ≤ 0,2 mg/m³
Sumber: Widodo 2008
Kategori DPI
Potensial
Tidak potensial
Jika konsentrasi klorofil-a > 0,2 mg/m³ diberi bobot 1, sebaliknya jika
konsentrasi klorofil-a ≤ 0,2 mg/m³ diberi bobot 0. Kategori DPI (potensial dan
8
tidak potensial) berdasarkan ketiga indikator diberi bobot atau skor selanjutnya
diakumulasikan dan di analisis deskriptif (Tabel 5).
Tabel 5 Penilaian indikator DPI
CPUE
Ukuran
Klorofil-a
Kriteria
CPUE ≥ CPUE rata-rata (tinggi)
CPUE < CPUE rata-rata (rendah)
Ukuran panjang ikan ≥ LM
Panjang ikan < LM
Klorofil-a > 0,2 mg/m³
Klorofil-a ≤ 0,2 mg/m³
Kategori
Potensial
Tidak potensial
Potensial
Tidak potensial
Potensial
Tidak potensial
Skor
1
0
1
0
1
0
Nilai dari ketiga indikator daerah penangkapan ikan selanjutnya
diakumulasikan. Daerah penangkapan dikatakan potensial apabila ketiga indikator
tersebut semuanya terpenuhi atau skor 3. Daerah penangkapan dikategorikan
potensial sedang jika dua kriteria dari ketiga indikator DPI potensial terpenuhi
atau skor 2. Daerah penangkapan dikatakan tidak potensial jika hanya satu kriteria
daerah penangkapan ikan yang potensial yang terpenuhi (skor 1) atau tidak
memenuhi kriteria sama sekali (skor 0).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Hasil Tangkapan Ikan Lemuru di PPP Muncar
Ikan lemuru merupakan salah satu hasil tangkapan utama di Perairan
Muncar. Ikan lemuru memiliki sifat bergerombol dan cenderung terdapat di
permukaan laut ketika malam hari serta masuk ke dalam kolom perairan saat siang
hari (Hosniyanto 2003). Armada penangkapan ikan lemuru yang dominan di PPP
Muncar Banyuwangi adalah purse seine. Purse seine yang dikenal dengan nama
lokal slerek merupakan alat penangkapan ikan dari jaring yang dioperasikan
dengan cara melingkari gerombolan ikan hingga alat berbentuk seperti mangkuk
pada akhir operasi (Diniah 2008). Umumnya purse seine di PPP Muncar
melakukan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan two boat system dan
pola kerja harian (one day fishing) dengan daerah penangkapan di Perairan
Muncar dan Selat Bali (Wijaya et al. 2009). Hasil tangkapan di setiap daerah
penangkapan ikan yang diperoleh berbeda-beda (Gambar 2). Penyebabnya adalah
kunjungan nelayan ke daerah tersebut berbeda-beda juga sesuai dengan informasi
yang didapat oleh nelayan Muncar sebelum melakukan operasi penangkapan ikan,
sehingga daerah yang hasil tangkapannya paling banyak adalah daerah yang
sering dikunjungi nelayan untuk melakukan operasi penangkapan ikan.
274,5
64,8
17
Ujung pasir
Terangan
Teluk Kentol
Tanjung Bukit
Sembulungan
Selat bali
Pengambengan
pancer
kuta
Singaraja
16,1 13 0,6 15,6 5
0,9 2
Karang ente
2,5 2,5
jimbaran
2
70
Senggrong
47
Grajagan
25
Buntu
300
250
200
150
100
50
0
Batu Layar
JUMLAH IKAN (TON)
9
DAERAH PENANGKAPAN IKAN
Gambar 2 Komposisi jumlah hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP
Muncar dari beberapa DPI pada bulan Februari-Maret 2015
Jumlah total hasil tangkapan yang didaratkan pada PPP Muncar pada saat
penelitian adalah 558,5 ton yang tertangkap di berbagai DPI di Perairan Muncar.
Pada saat penelitian bukan merupakan musim puncak karena musim puncak
lemuru terjadi pada bulan Desember-Januari. Selain ikan lemuru yang tertangkap
lainnya adalah ikan tongkol sekitar 10 kg. Ikan tongkol yang tertangkap hanya
pada beberapa hari awal penelitian, sehingga pembahasan selanjutnya hanya
difokuskan pada ikan lemuru. Operasi penangkapan dilakukan pada beberapa
daerah yang letaknya tidak berjauhan sehingga mempercepat dalam operasi.
Daerah yang memiliki hasil tangkapan terbanyak yaitu di daerah
penangkapan ikan Perairan Selat Bali. Tingginya hasil tangkapan disebabkan oleh
jumlah nelayan dan intensitas nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan
di daerah tersebut. Hal ini juga didukung oleh tingginya konsentrasi klorofil-a,
sehingga fitoplankton yang terdapat di daerah Selat Bali banyak. Menurut
Panjaitan (2009) tingginya konsentrasi klorofil-a di Selat Bali dikarenakan adanya
kenaikan massa air yang intensif di perairan tersebut. Pada saat musim paceklik
lemuru produktivitas mengalami penurunan.
Daerah Muncar Banyuwangi dikenal sebagai penghasil ikan lemuru terbesar
di Jawa. Oleh karena itu, banyak pabrik-pabrik pengolahan ikan lemuru di sekitar
TPI Muncar. Ikan-ikan hasil olahan yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan
didistribusikan ke berbagai daerah tujuan baik skala lokal maupun ekspor. Daerah
tujuan skala lokal antara lain Surabaya, Yogyakarta, Malang, Jakarta, Bali, dan
Madura. Skala ekspor yaitu Amerika, Eropa, dan sebagian Timur Tengah (DKP
Banyuwangi 2014). Perusahan-perusahaan pengolahan tersebut sangat membantu
para nelayan dalam menjual hasil tangkapannya. Nelayan biasanya melakukan
kerjasama dengan pabrik-pabrik tertentu sehingga hasil tangkapannya dapat
segera dibawa ke perusahaan untuk diolah. Masalah yang sering terjadi di perairan
Selat Bali adalah nelayan dari PPP Muncar dan Bali saling mengakui bahwa
daerah penangkapan ikan merupakan daerah operasinya sehingga konflik antar
nelayan Muncar dan Bali tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, perlu adanya
pembagian wilayah daerah penangkapan ikan oleh Dinas Perikanan daerah
10
Banyuwangi dan Bali, sehingga konflik yang merupakan masalah utama bisa
dicegah.
Produktivitas Hasil Tangkapan Ikan Lemuru di PPP Muncar
45
42
37,6
37
40
35
29,5
28,2
27
27
30
28
24,5
23,5 25,3 26,8 25,4
25
21,5
20,8
20,2
17,6
20
16 15
16
14,6
14,5
15 11,5
9
10
5
0
14-Feb
15-Feb
16-Feb
17-Feb
18-Feb
19-Feb
20-Feb
21-Feb
22-Feb
23-Feb
24-Feb
25-Feb
26-Feb
27-Feb
28-Feb
01-Mar
02-Mar
03-Mar
04-Mar
05-Mar
06-Mar
07-Mar
08-Mar
09-Mar
CPUE (ton/hari)
Ikan lemuru merupakan ikan yang dominan tertangkap oleh nelayan purse
seine di PPP Muncar, Banyuwangi. Berdasarkan data yang diperoleh dapat
diketahui bahwa produksi hasil tangkapan ikan lemuru paling banyak yaitu pada
tanggal 9 Maret 2015 sebanyak 42/hari ton dan pada tanggal 17 Februari 2015
merupakan hasil tangkapan paling sedikit sebanyak 9 ton/hari selama penelitian
dilakukan. Hasil tangkapan ikan lemuru berfluktuasi antara 1-42 ton (Gambar 3).
Suhu permukaan laut di sekitar perairan Muncar 27o sehingga banyak ikan lemuru
yang berada di perairan tersebut. Suhu dan klorofil-a mempengaruhi fotosintesis
di laut secara langsung maupun tak langsung. Pengaruh langsung karena reaksi
kimia yang berperan dalam proses fotosintesis yang dikendalikan oleh suhu.
Sedangkan pengaruh tak langsung karena suhu akan menentukan struktur
hidrologis suatu perairan sebagai habitat fitoplankton (Nontji 2005).
Nilai Catch per Unit Effort (CPUE) rata-rata di Perairan Muncar
Banyuwangi adalah sebesar 3989.29 kg per trip. Hal ini sebagai salah satu acuan
untuk menentukan daerah penangkapan ikan yang potensial di Perairan Muncar
dan Selat Bali. Daerah penangkapan ikan potensial tinggi apabila nilai CPUE
suatu DPI lebih dari CPUE rata-rata sehingga mempermudah nelayan untuk
mendapatkan informasi lokasi yang tepat untuk melakukan operasi penangkapan
ikan lemuru tanpa banyak membuang waktu untuk mencari lokasi.
Gambar 3 Sebaran produksi hasil tangkapan ikan lemuru secara temporal di
Perairan Muncar bulan Februari-Maret 2015
Hasil tangkapan selama penelitian mengalami penurunan pada tanggal 17
Februari 2015 dan 8 Maret 2015 serta peningkatan jumlah hasil tangkapan pada
tanggal 26 Februari, 2 Maret, dan 9 Maret 2015. Peningkatan hasil tangkapan
pada saat penelitian diduga karena ketepatan nelayan dalam menentukan daerah
penangkapan ikan dan pada hari itu jumlah kapal yang beroperasi banyak karena
cuaca yang baik. Penyebab dari penurunan hasil tangkapan salah satunya keadaan
perairan mengalami perubahan baik suhu maupun keadaan oseanografinya (Merta
11
1992). Perubahan yang terlihat adalah suhu permukaan laut di perairan Muncar
dan Selat Bali yaitu berkisar antara 28º-31º.
Ukuran Panjang Ikan yang Dominan Tertangkap
Pada penelitian ini, ikan lemuru yang tertangkap dan didaratkan di PPP
Muncar memiliki ukuran yang berbeda-beda (Gambar 4). Hasil tangkapan ikan
lemuru yang didapat ukurannya sangat beragam mulai dari 9 cm hingga 23 cm.
Ukuran ikan yang tertangkap bisa dijadikan sebagai ukuran layak tangkap dari
ikan lemuru berdasarkan length at first maturity (LM) atau tingkat kematangan
gonad (Ismajaya 2007). Menurut Wijaya et al. (2009) menyatakan bahwa musim
ikan lemuru di Selat Bali menurut ukurannya dapat dibagi sebagai berikut:
1) Sempenit (18cm) pada bulan Oktober sampai Desember
Ukuran ikan lemuru yang paling banyak tertangkap adalah jenis ikan lemuru
protolan yaitu 217 ekor (43%) dan paling sedikit jenis lemuru kucing yaitu 63
ekor (13%). Jumlah tangkapan ikan lemuru jenis lainnya cenderung tidak jauh
berbeda. Hasil tangkapan jenis ikan lemuru sempenit yaitu 80 ekor (16%)
sedangkan ikan jenis lemuru adalah 140 ekor (28%). Hal ini menunjukkan bahwa
pada saat penelitian ikan lemuru jenis protolan mendominasi hasil tangkapan
nelayan Muncar. Ikan jenis protolan selalu ada setiap bulannya sehingga ikan
jenis tersebut selalu tertangkap oleh nelayan (Wijaya et.al, 2009).
Jumlah HT (ekor)
225
200
175
150
125
217
100
75
50
25
140
80
63
0
Sempenit
Protolan
Lemuru
Jenis Ikan Lemuru
Lemuru Kucing
Gambar 4 Komposisi jumlah tangkapan pada berbagai jenis ikan lemuru di
Perairan Muncar pada bulan Februari-Maret 2015
Ikan lemuru yang tertangkap di Perairan Muncar dan Selat Bali didominasi
oleh ikan yang tidak layak tangkap. Jumlah ikan yang layak tangkap sebesar
11,60% dan ikan yang tidak layak tangkap sebesar 88,40%. Ikan dinyatakan layak
tangkap apabila ukuran ikan > 17,8 cm sedangkan ikan tidak layak tangkap yang
berukuran ≤ 17,8 cm. Ikan lemuru pertama kali matang gonad pada ukuran 17,8
cm karena kematangan gonad sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan
12
faktor lingkungan (Wujdi et al. 2013). Lemuru yang termasuk ikan layak tangkap
adalah jenis ikan lemuru kucing. Kondisi dan letak geografis yang berbeda dapat
menyebabkan perbedaan ukuran pertama kali matang gonad untuk ikan yang sama
(Nasution 2004).
Layak
tangkap,
11,60%
Tidak
layak
tangkap,
88,40%
Gambar 5 Komposisi jumlah ikan kategori layak tangkap dan tidak layak tangkap
(Sumber: data primer)
Presentase jumlah ikan layak tangkap dan tidak layak tangkap yang berbeda
jauh memberikan ancaman serius terhadap stok sumberdaya ikan lemuru yang
menjadi target tangkapan utama nelayan Muncar. Penyebab banyaknya jumlah
ikan yang tidak layak tangkap tersebut karena ukuran mata jaring alat tangkap
purse seine tidak selektif terhadap ukuran ikan sehingga ikan yang masih belum
matang gonad tertangkap. Apabila ikan tidak layak tangkap mendominasi hasil
tangkapan, berarti bahwa usaha penangkapan mengurangi peluang recruitment
dan akan berdampak negatif terhadap ketersediaan stok ikan di perairan
(Simbolon 2008). Diharapkan dari berbagai pihak dapat memberikan saran kepada
pemerintah daerah dalam menyusun suatu kebijakan untuk upaya pelestarian dan
mempertahankan ketersediaan stok sumberdaya ikan. Setiap lokasi dan waktu
penelitian yang berbeda memiliki presentase ukuran layak tangkap yang berbeda
(Tabel 6). Penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon (2002) menunjukkan
kelayakan tangkap ikan lemuru hanya sebesar 39,65%. Hal ini dikarenakan saat
penelitian ikan lemuru pada siklus hidupnya memijah pada bulan mei sedangkan
bulan agustus berbentuk larva. Penelitian dilakukan oleh Nababan (2009) di Selat
Bali dengan presentase layak tangkap sebesar 52,25% sedangkan penelitian yang
saya lakukan presentase layak tangkap ikan lemuru yang tertangkap sebesar
11,60%. Perbedaan ini terjadi karena ukuran dan alat tangkap yang digunakan
oleh nelayan pada saat penelitian. Pada penelitian Nababan (2009) menggunakan
dua alat tangkap yaitu payang dan purse seine. Sedangkan pada tahun 2015 alat
tangkap payang telah dilarang beroperasi sehingga penelitian hanya menggunakan
alat tangkap purse seine. Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 02 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat
hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan negara
RI.
13
Tabel 6 Perbedaan penelitian terdahulu dan saat ini terkait kelayakan tangkap
lemuru
Penulis
Waktu
Penelitian
Tampubolon et al.
(2002)
Ginanjar (2006)
Nababan (2009)
Agutus
1999
Juni 2004Mei 2005
Desember
2008- April
2009
Lokasi Penelitian
Komposisi Tertangkap
Perairan Sibolga
Layak
Tangkap
39,65%
Tidak Layak
Tangkap
60,35%
Perairan Siberut
40,70%
59,30%
Selat Bali
52,25%
47,75%
Kandungan Klorofil-a di Perairan Muncar Banyuwangi
Klorofil-a merupakan salah satu indikasi kesuburan perairan. Secara umum
perairan yang subur tentunya mengandung klorofil-a dengan konsentrasi tinggi.
Perairan Muncar dan Selat Bali merupakan perairan yang cukup subur. Rata-rata
kelimpahan plankton di perairan sekitar Selat Bali berfluktuasi tergantung pada
perubahan musim (Wudianto (2001). Kelimpahan fitoplankton tinggi biasanya
terjadi pada saat suhu agak rendah dan kondisi salinitas permukaan tinggi 34‰.
Hal ini terlihat dari rata-rata konsentrasi klorofil-a yang ada di Perairan Muncar
dan Selat Bali selama penelitian.
14-Feb
15-Feb
16-Feb
17-Feb
18-Feb
19-Feb
20-Feb
21-Feb
22-Feb
23-Feb
24-Feb
25-Feb
26-Feb
27-Feb
28-Feb
1-Mar
2-Mar
3-Mar
4-Mar
5-Mar
6-Mar
7-Mar
8-Mar
9-Mar
0.270
0.240
0.210
0.180
0.150
0.120
0.090
0.060
0.030
0.000
Gambar 6. Rata-rata kandungan klorofil-a data harian di Perairan Muncar
Kandungan klorofil-a yang terdapat pada Perairan Muncar Banyuwangi
fluktuatif setiap harinya (Gambar 6). Pada tanggal 14 Februari konsentrasi
klorofil-a sebesar 0,136; tanggal 15 Februari 0,126; 16 Februari 0,142; 17
Februari 0,158; 18 Februari 0,167; 19 Februari 0,155; 20 Februari 0,237; 21
Februari 0,225; 22 Februari 0,143; 23 Februari 0,136; 24 Februari 0,215; 25
Februari 0,237; 26 Februari 0,259; 27 Februari 0,236; 28 Februari 0,156; 1 Maret
14
0,126; 2 Maret 0,257; 3 Maret 0,249; 4 Maret 0,180; 5 Maret 0,187; 6 Maret
0,165; 7 Maret 0,250; 8 Maret 0,132; 9 Maret 0,236. Terlihat bahwa setiap
harinya kandungan klorofil-a mengalami perubahan, klorofil-a cenderung tinggi
pada akhir bulan Februari serta pada tanggal 2 dan 9 Maret 2015. Sering
didapatkan citra satelit yang memiliki nilai konsentrasi klorofil-a bernilai 0,
Karena citra satelit AquaModis terhalang oleh awan sehingga tidak terdeteksi
adanya kandungan klorofil-a di perairan Muncar pada tanggal-tanggal tertentu.
Fitoplankton merupakan makhluk hidup yang pergerakannya sangat
dipengaruhi oleh arus. Oleh karena itu, pada musim timur terjadi munson tenggara.
Pada munson tenggara, upwelling terjadi di selatan jawa sehingga massa air di
Selatan Jawa kaya nutrien. Angin munson tenggara menyebabkan massa air di
Perairan Selatan Jawa mengalami sirkulasi yang sangat kuat (Wrytki 1961 vide
Ramansyah 2009). Kandungan klorofil-a pada saat penelitian pada tanggal 26
Februari 2015 memiliki konsentrasi yang paling besar di perairan Muncar yaitu
sebesar 0,259 mg/m³ dan konsentrasi terendah sebesar 0,126 mg/m³ yang terjadi
pada tanggal 15 Februari dan 1 Maret 2015.
Hubungan Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan
Ikan lemuru merupakan ikan dengan tingkat trofik level pertama sehingga
tidak jauh dari produsen primer yaitu fitoplankton. Hal ini yang kemungkinan
menyebabkan adanya hubungan erat antara ikan lemuru atau ikan lemuru lainnya
dengan keberadaan fitoplankton. Makanan utama ikan lemuru adalah fitoplankton
dan zooplankton. Pada bulan Juli-September dan Desember-Januari, makanan
ikan lemuru yang paling utama adalah diatom sedangkan pada bulan lainnya
adalah Copepod (Darmajati 2011).
Rantai makanan pelagis dimulai dari fitoplankton sebagai produsen primer.
Fitoplankton ini berada pada trofik level yang pertama. Selanjutnya organisme
herbivora seperti zooplankton memakan langsung fitoplankton. Herbivora ini
kemudian disebut dengan organisme trofik level dua. Mereka disebut juga dengan
konsumen primer. Organisme pada trofik level ketiga adalah karnivora yang
berukuran kecil. Mereka memakan dengan cara memanfaatkan energi yang
dihasilkan fitoplankton melalui konsumen primer, sehingga mereka disebut
sebagai konsumen sekunder. Selanjutnya, organisme pada trofik level selanjutnya
adalah karnivora yang berukuran lebih besar. Mereka memakan karnivora kecil
dan memanfaatkan energi yang dihasilkan oleh fitoplankton dari konsumen
sekunder atau karnivora kecil, sehingga mereka disebut dengan konsumen tersier
(Lalli dan Parsons 1995 vide Septiana 2013). Adanya sistem rantai makanan di
perairan membuat hubungan saling ketergantungan antar komponen dalam rantai
makanan. Adanya fitoplankton di suatu perairan akan mendatangkan organisme
lain ke tempat tersebut, termasuk ikan-ikan. Ketika banyak ikan-ikan yang
berkumpul di suatu perairan maka terbentuklah daerah penangkapan ikan. Daerah
penangkapan ikan inilah yang kemudian didatangi nelayan untuk menangkap ikan.
Berdasarkan penelitian Wudianto (2001) diketahui bahwa variasi
konsentrasi klorofil-a memberikan pengaruh langsung maupun tidak langsung
terhadap produksi ikan lemuru di Perairan Muncar. Grafik menunjukkan fluktuasi
sebaran klorofil-a dan produksi ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar
15
0.300
0.250
0.200
0.150
0.100
0.050
0.000
50
40
30
20
10
Tanggal Operasi Penangkapan
Hasil tangkapan
08-Mar
06-Mar
04-Mar
02-Mar
28-Feb
26-Feb
24-Feb
22-Feb
20-Feb
18-Feb
16-Feb
0
14-Feb
Jumlah Hasil Tangkapan
(ton)
selama 1 bulan (Februari-Maret 2015). Secara keseluruhan tren fluktuasi
konsentrasi klorofil-a dan produksi lemuru hampir sama, namun puncak
peningkatan klorofil-a dan lemuru tidak terjadi secara bersamaan.
klorofil-a
Gambar 7 Hubungan kandungan klorofil-a dengan hasil tangkapan di PPP Muncar
Saat konsentrasi klorofil-a rendah pada tanggal 14 Februari 2015 sampai 24
Februari 2015, hasil tangkapan ikan lemuru di PPP Muncar juga menunjukkan
nilai yang rendah juga. Pada tanggal 25 Februari 2015 sampai 9 Maret 2015
konsentrasi klorofil-a mengalami peningkatan, volume hasil tangkapan ikan
lemuru juga mengalami peningkatan. Akan tetapi pada tanggal 8 Maret 2015
menunjukkan peningkatan konsentrasi klorofil-a namun jumlah hasil tangkapan
menurun, hal ini karena peningkatan jumlah plankton di perairan tersebut tidak
langsung memberikan dampak terhadap peningkatan volume ikan lemuru yang
ada di perairan tersebut. Kemungkinan hal tersebut disebabkan adanya time lag
didalam rantai makanan (Septiana 2013). Selain faktor makanan, faktor
lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap penyebaran ikan. Ikan lemuru
umumnya menyukai perairan dengan arus yang lemah (Simbolon 2011).
Gambar 7 mengindikasikan adanya waktu sela (time lag) antara peningkatan
konsentrasi klorofil-a dan produksi. Hubungan signifikan yang terkait dengan
waktu sela tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil korelasi silang. Hasil
analisis korelasi silang menunjukkan adanya konsentrasi klorofil-a dengan
produksi ikan lemuru. Korelasi signifikan ini pada waktu sela 1-4 hari.
Berdasarkan hasil korelasi tersebut diketahui bahwa peningkatan konsentrasi
klorofil-a akan mempengaruhi peningkatan produksi ikan lemuru pada waktu sela
1-4 hari.
Hasil uji korelasi silang Spearman (lampiran 3) sebesar 0,700 menunjukkan
bahwa klorofil-a dan hasil tangkapan memiliki hubungan yang kuat. Sehingga
keberadaan klorofil-a mempengaruhi jumlah hasil tangkapan nelayan PPP Muncar.
Hubungan antara peningkatan konsentrasi klorofil-a dan produksi lemuru di
Perairan Muncar terkait dengan melimpahnya plankton sebagai sumber makanan
ikan lemuru pada musim barat yang disebabkan karena kondisi perairan yang
subur. Tingginya unsur hara di permukaan pada saat terjadi upwelling di musim
barat akan meningkatkan konsentrasi fitoplankton. Fitoplankton merupakan
tingkatan terendah dalam rantai makanan di laut serta menjadi sumber makanan
16
bagi zooplankton dan ikan kecil. Ikan lemuru merupakan ikan pemakan plankton,
fitoplankton, maupun zooplankton. Sehingga kelimpahan fitoplankton dan
zooplankton menjadi penopang stok makanan sekaligus mampu meningkatkan
kelimpahan ikan lemuru. Sementara waktu sela yang terjadi antara peningkatan
konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru berhubungan dengan siklus
hidup ikan lemuru (Wudianto 2001). Hasil penelitian ini apabila dikaitkan dengan
penelitian Wudianto maka dapat diketahui bahwa kelimpahan fitoplankton di
perairan Muncar dan Selat Bali terjadi pada musim barat dan kelimpahan ikan
lemuru umumnya didominasi oleh ikan lemuru berukuran 11-15 cm jenis lemuru
protolan.
Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Lemuru
Daerah Penangkapan ikan lemuru di Perairan Muncar pada bulan FebruariMaret 2015 dievaluasi berdasarkan 3 indikator yaitu CPUE, ukuran panjang ikan
yang tertangkap, dan kandungan klorofil-a. Daerah penangkapan ikan lemuru di
Perairan Muncar didominasi oleh daerah penangkapan yang tidak potensial (Tabel
7). Daerah penangkapan ikan potensial apabila memenuhi ketiga indikator
tersebut. Daerah penangkapan ikan potensial sedang apabila hanya memenuhi dua
dari tiga indikator. Apabila hanya memenuhi satu atau tidak memenuhi dari ketiga
indikator maka daerah penangkapan ikan tersebut dinyatakan tidak potensial
(Widodo, 2008).
Tabel 7 Penilaian Daerah Penangkapan Ikan di Perairan Muncar
Indikator DPI
Kategori DPI
CPUE
Ukuran
Klorofil-a
Nama DPI
kg/trip
Ikan
(mg/m³)
N
Batu Layar
Buntu
Grajagan
Jimbaran
Karang Ente
Kuta
Pancer
Pengambengan
Selat Bali
Sembulungan
Senggrong
Singaraja
Tanjung Bukit
Teluk Kentol
Terangan
Ujung Pasir
6250,0
2000,0
1250,0
2500,0
5875,0
900,0
2000,0
4984,6
6863,0
5384,6
2683,3
4333,3
600,0
3900,0
2500,0
4250,0
B
L
B
K
B
T
Kategori
1
0
0
0
1
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
17,2
16,6
17,1
12,8
15,6
17,0
13,3
18,3
19,2
17,9
13,6
14,1
11,0
12,0
18,4
14,7
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0,139
0,174
0,163
0,239
0,212
0,147
0,247
0,210
0,348
0,328
0,259
0,299
0,205
0,155
0,116
0,231
0
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
0
1
2
0
1
3
3
3
1
2
1
1
1
2
PS
TP
TP
TP
PS
TP
TP
P
P
P
TP
PS
TP
TP
TP
PS
17
Keterangan:
N: Nilai CPUE
B: Bobot
L: Ukuran Panjang Ikan
K: Konsentrasi Klorofil-a
P: Potensial
PS: Potensial Sedang
TP: Tidak Potensial
Berdasarkan nilai CPUE, daerah penangkapan ikan yang termasuk daerah
penangkapan ikan kategori CPUE tinggi adalah Batu Layar, Karang Ente,
Pengambengan, Selat Bali, Sembulungan, Singaraja, Ujung Pasir. Daerah
penangkapan ikan yang ukuran panjang tangkapannya termasuk dalam kategori
besar antara lain Pengambengan, Selat Bali, Sembulungan, dan Terangan.
Kategori daerah penangkapan ikan memiliki konsentrasi klorofil-a tinggi antara
lain Jimbaran, Karang Ente, Pancer, Pengambengan, Selat Bali, Sembulungan,
Senggrong, Singaraja, Tanjung Bukit, dan Ujung Pasir.
Dari 16 daerah penangkapan ikan yang diperoleh pada saat penelitian hanya
3 daerah penangkapan ikan yang termasuk dalam kategori potensial, 3 daerah
penangkapan ikan kategori potensial sedang, dan 10 daerah lainnya tergolong
tidak potensial. Daerah yang tergolong daerah penangkapan ikan potensial antara
lain Selat Bali, Sembulungan, dan Pengambengan. Daerah penangkapan ikan
potensial sedang antara lain Karang Ente, Singaraja, dan Ujung Pasir. Daerah
penangkapan ikan yang dalam kategori tidak potensial antara lain Batu Layar,
Buntu, Grajagan, Jimbaran, Kuta, Pancer, Senggrong, Tanjung Bukit, Teluk
Kentol, dan Terangan.
Dapat disimpulkan bahwa daerah penangkapan ikan lemuru potensial
menyebar tidak hanya di perairan sekitar PPP Muncar tetapi juga berada di
perairan yang cukup jauh dari fishing base (Gambar 8). Tabel 6 menunjukkan
bahwa produktivitas DPI sangat tinggi sedangkan ikan yang tertangkap banyak
yang belum layak tangkap, sehingga pengaturan ukuran mata jaring yang
diperbesar agar selektif dan mencegah tertangkapnya ikan yang belum layak
tangkap.
Kegiatan operasi penangkapan yang dilakukan nelayan Muncar lebih
banyak berada di bagian timur (sekitar Selat Bali) dibandingkan dengan bagian
selatan dan utara Perairan Muncar. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena
adanya keterbatasan pada data yang didapatkan pada saat penelitian. Bagian
selatan dan utara Perairan Muncar tidak banyak nelayan yang melakukan operasi
penangkapan ikan di daerah tersebut, namun bukan berarti hal ini dijadikan
sebagai indikasi bahwa di wilayah tersebut tidak terjadi kegiatan pemanfaatan
sumberdaya perikanan atau eksploitasi sumberdaya ikan. Menurut Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi tahun 2011 umumnya nelayan yang
berbasis di PPP Muncar hanya mampu melakukan operasi penangkapan ikan di
sekitar Perairan Muncar dan Selat Bali. Hal ini disebabkan oleh biaya operasional
yang tinggi, sehingga hanya nelayan yang memiliki modal besar yang mampu
mengeksploitasi sumberdaya ikan di bagian selatan dan utara Perairan Muncar.
18
Gambar 8 Peta daerah penangkapan ikan lemuru di Perairan Muncar Banyuwangi
Daerah penangkapan ikan lemuru potensial Perairan Muncar dan Selat Bali sangat
bermanfaat bagi nelayan. Hal ini dikarenakan konflik yang terjadi akibat masalah
daerah penangkapan ikan bisa dikurangi dan dicegah. Dengan diketahuinya
daerah potensial maka pihak pemerintahan bisa membatasi zona penangkapan
antara nelayan Muncar dan nelayan Bali.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan yang diperoleh d
BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN
KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN YANG DIDARATKAN
DI PPP MUNCAR BANYUWANGI
LUKMAN NURFAQIH
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Daerah
Penangkapan Ikan Lemuru Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan Komposisi
Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPP Muncar Banyuwangi” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2015
Lukman Nurfaqih
NIM C44110013
ABSTRAK
LUKMAN NURFAQIH. Analisis Daerah Penangkapan Ikan Lemuru Berdasarkan
Kandungan Klorofil-a dan Komposisi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPP
Muncar Banyuwangi. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan PRIHATIN IKA
WAHYUNINGRUM.
Pendugaan daerah penangkapan ikan lemuru di Perairan Muncar merupakan salah
satu faktor keberhasilan nelayan dalam melakukan operasi penangkapan ikan
lemuru. Kegiatan penangkapan ikan juga sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah
penangkapan ikan lemuru. Tujuan penelitian ini adalah menghitung komposisi
jumlah tangkapan dan ukuran ikan dominan tertangkap, menganalisis hubungan
konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan, serta menduga daerah penangkapan
ikan lemuru potensial di Perairan Muncar. Daerah Penangkapan ikan diduga
dengan menggunakan tiga indikator yaitu catch per unit effort (CPUE), ukuran
panjang ikan lemuru yang dominan tertangkap, serta konsentrasi klorofil-a. Hasil
penelitian menunjukkan nilai CPUE lemuru rata-rata adalah 3.989,5 kg, dan
ukuran ikan yang mendominasi adalah jenis lemuru protolan dengan ukuran 11-15
cm. Konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan memiliki hubungan yang kuat.
Daerah penangkapan ikan lemuru yang potensial terdapat di Perairan
Sembulungan, Pengambengan, dan sekitar Selat Bali.
Kata kunci: CPUE, daerah penangkapan ikan, hasil tangkapan, klorofil-a, panjang
ikan, Perairan Muncar
ABSTRACT
LUKMAN NURFAQIH. Analysis of Lemuru Fishing Ground Based on
Chlorophyll-a Concentration and Catch Composition which Landed in Muncar
Coastal Fishing Port. Supervised by DOMU SIMBOLON and PRIHATIN IKA
WAHYUNINGRUM.
Estimation of lemuru fishing ground in Muncar waters is a success factor in
lemuru fishing operation. Fishing activities are influenced by lemuru fishing
ground condition. This study is conducted to assess catch composition, to measure
dominant size length, to analysis relationship between chlorophyll-a concentration
and catch, and to estimate potential lemuru fishing ground. The fishing ground is
expected by using three indicators, which were catch per unit effort (CPUE),
dominant size length, and chlorophyll-a concentration. The result showed that
CPUE average was 3989.5 kg, then dominant size length was from 11cm to 15cm
namely protolan. In addition, chlorophyll-a concentration and catch had strong
correlation. Moreover, potential lemuru fishing ground found in Sembulungan
waters, Pengambengan, and around the Bali Strait.
Keywords: CPUE, fishing ground, catch, chlorophyll-a, Muncar Waters
ANALISIS DAERAH PENANGKAPAN IKAN LEMURU
BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN
KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN YANG DIDARATKAN
DI PPP MUNCAR BANYUWANGI
LUKMAN NURFAQIH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’aalamiin. Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat
Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam
rangka memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
sehingga kritikan serta saran akan sangat membantu saya dalam melakukan
penyempurnaan skripsi. Penulisan skripsi ini dapat terlaksana dan terselesaikan
berkat bimbingan, dorongan, dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini saya sampaikan ucapan terima kasih kepada:
1) Bapak Dasuki Bastian dan Ibu Djoharwati selaku Orangtua saya, yang telah
mencurahkan seluruh tenaganya demi menyelesaikan pendidikan sarjana saya,
serta kakak tercinta atas segala kasih sayang, doa restu dan dorongannya
selama ini.
2) Prof Dr Ir Domu Simbolon, MSi dan Prihatin Ika Wahyuningrum, SPi MSi
selaku dosen pembimbing I dan II yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan
pikirannya untuk mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.
3) Retno Muninggar, SPi ME selaku dosen penguji dan Dr Iin Solihin, SPi MSi
yang telah memberikan masukan dan saran.
4) Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor atas ilmunya
yang sangat berharga.
5) Dinas Kelautan dan Perikanan Muncar, UPT PP Muncar, Para nelayan
Muncar, dan tim peneliti di Muncar (Safira, Shinta, Prisca, Himawan) yang
membantu dalam pengambilan data penelitian.
6) Ismiatunnisa Utami yang selalu memberikan kesabaran,dorongan semangat,
dan bantuan selama penelitian hingga penulisan skripsi.
7) Gusti, Fitriatus, Iyok, Jati, Khalida, Novan, Riza Septi, Erin, Mas Fanani,
Bayu, Mas Echa, Beny bersaudara, seluruh Bojes 48, IMJB, dan warga C11
yang selalu memberi semangat dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
8) Teman-teman seperjuangan NO SPAM, PSP 48, Kakak-kakak, dan adik-adik
Departemen PSP atas saran dan masukan serta kebersamaannya.
9) Semua pihak yang telah membantu selama ini, baik secara langsung dan tidak
langsung yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Saya berharap skripsi ini dapat membawa manfaat, baik bagi saya sendiri
maupun bagi semua pihak, serta dapat memberikan informasi bagi perkembangan
perikanan di masa yang akan datang.
Bogor, Agustus 2015
Lukman Nurfaqih
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Penelitian Terdahulu
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
METODE
3
Tempat dan Waktu Penelitian
3
Peralalatan Penelitian
4
Jenis dan Sumber Data
4
Pengumpulan Data
4
Analisis Data
5
Komposisi hasil tangkapan
5
Klorofil-a hasil deteksi MODIS
5
Hubungan klorofil dengan hasil tangkapan
6
Pendugaan daerah penangkapan ikan lemuru
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Hasil Tangkapan
8
8
Produktivitas Hasil Tangkapan Ikan Lemuru di PPP Muncar
10
Ukuran Panjang Ikan yang Dominan Tertangkap
11
Kandungan Klorofil-a di Perairan Muncar Banyuwangi
13
Hubungan Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan
14
Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Lemuru
16
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
26
DAFTAR TABEL
1 Hubungan klorofil-a dengan hasil tangkapan
2 Penilaian DPI melalui indikator CPUE
3 Penilaian DPI melalui indikator ukuran panjang ikan yang dominan
tertangkap
4 Penilaian DPI melalui indikator klorofil-a
5 Penilaian indikator DPI
6 Perbedaan penelitian terdahulu dan saat ini terkait kelayakan tangkap
ikan lemuru
7 Penilaian daerah penangkapan ikan di Perairan Muncar
6
7
7
7
8
13
16
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian PPP Muncar Banyuwangi, Jawa Timur
2 Komposisi jumlah hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP
Muncar dari beberapa DPI pada bulan Februari-Maret 2015
3 Sebaran produksi hasil tangkapan ikan lemuru secara temporal di
Perairan Muncar bulan Februari-Maret 2015
4 Komposisi jumlah tangkapan pada berbagai kelas ukuran ikan di
Perairan Muncar pada bulan Februari-Maret 2015
5 Komposisi jumlah ikan kategori layak tangkap dan tidak layak tangkap
6 Rata-rata kandungan klorofil-a data harian di Perairan Muncar
7 Hubungan kandungan klorofil-a dengan hasil tangkapan di PPP Muncar
8 Peta daerah penangkapan ikan lemuru di Perairan Muncar Banyuwangi
pada bulan Februari-Maret 2015
3
9
10
11
12
13
15
18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Ukuran ikan lemuru yang dominan tertangkap di PPP Muncar bulan
Februari-Maret 2015
2 Sebaran konsentrasi klorofil-a di Perairan Muncar
3 Perhitungan Standar deviasi dan uji korelasi hubungan antara
kandungan klorofil-a dengan hasil tangkapan
4 Dokumentasi penelitian
22
23
24
25
PENDAHULUAN
Latar Belakang
PPP Muncar merupakan salah satu tempat pendaratan lemuru (Sardinella
lemuru) yang ada di Indonesia. PPP Muncar menyumbangkan sebesar 64,2% atau
4.082.081 kg dari total ikan lemuru yang didaratkan di Jawa Timur pada tahun
2013 (DKP 2014). Nelayan muncar umumnya menggunakan alat tangkap purse
seine atau slerek dalam melakukan operasi penangkapan ikan di daerah
penangkapan ikan setelah mendapat informasi dari nelayan yang baru melakukan
operasi penangkapan ikan, sehingga nelayan Muncar tidak memiliki daerah yang
pasti untuk melakukan operasi penangkapan ikan.
Keberadaan ikan di suatu perairan dipengaruhi ketersediaan makanan.
Ketersediaan makanan di perairan sangat ditentukan oleh adanya produsen primer
berupa fitoplankton. Keberadaan fitoplankton di perairan akan menarik konsumen
tingkat I (pemakan fitoplankton) datang ke perairan tersebut untuk memakannya.
Selanjutnya, konsumen tingkat I akan menarik konsumen tingkat II untuk
memangsa konsumen tingkat I, begitu seterusnya sampai tingkat konsumen paling
atas. Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa produsen primer di suatu perairan
akan menarik organisme-organisme air lainnya untuk mendekat ke perairan
tersebut. Fitoplankton membutuhkan energi dari cahaya matahari dalam proses
produksi makanan (Nontji 2005). Fitoplankton banyak tersebar pada kolom
perairan yang masih mendapatkan cahaya optimum. Keberadaan fitoplankton
tersebut memungkinkan kumpulan ikan berkumpul untuk memanfaatkannya.
Salah satu ikan yang memanfaatkan fitoplankton sebagai sumber makanan adalah
lemuru. Adanya hubungan saling terkait antara fitoplankton dengan ikan lemuru
membuat daerah penangkapan ikan (DPI) lemuru dapat diduga.
Pengamatan fitoplankton di suatu perairan dapat dilakukan dengan
mengggunakan dua cara yaitu pengamatan langsung (in situ) dan pengamatan
tidak langsung (ex situ). Pengamatan secara ex situ pada saat ini relatif lebih
mudah dan efektif, karena perkembangan teknologi penginderaan jarak jauh.
Teknik penginderaan jarak jauh bahkan dapat digunakan untuk menduga daerah
penangkapan ikan melalui analisis kandungan klorofil-a yang terdapat pada suatu
perairan. Salah satu teknik pendugaan daerah penangkapan ikan yaitu
menggunakan citra satelit dan data komposisi hasil tangkapan. Daerah
penangkapan ikan adalah wilayah perairan dimana alat tangkap dapat
dioperasikan secara sempurna untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan yang ada
di dalamnya (Simbolon et al. 2009). Data klorofil-a hasil citra satelit dapat
menggambarkan penyebaran fitoplankton di laut. Citra yang bisa digunakan untuk
mendeteksi penyebaran fitoplankton adalah citra satelit dengan sensor MODIS.
Pengamatan dengan menggunakan sensor MODIS ini tergolong kedalam
pengamatan secara ex-situ atau pengamatan secara tidak langsung. Pengamatan
secara ex-situ memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pengamatan
in-situ (langsung). Kelebihan tersebut antara lain biaya yang dibutuhkan untuk
pengamatan tidak terlalu besar, tidak membutuhkan waktu yang lama dan hemat
tenaga.
2
Permasalahan yang dihadapi nelayan saat ini adalah operasi penangkapan
ikan yang tidak efisien. Hal ini disebabkan karena kegiatan operasi penangkapan
ikan masih menggunakan cara tradisional, sehingga mengakibatkan waktu trip
lebih lama, biaya operasi lebih tinggi namun hasil tangkapan tidak pasti.
Perkembangan teknologi penginderaan jarak jauh diharapkan dapat membantu
nelayan dalam memperoleh informasi daerah penangkapan ikan potensial,
sehingga operasi penangkapan ikan lebih efisien dan efektif.
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu tentang daerah penangkapan ikan menunjukkan hasil
yang berbeda pada skala waktu dan tempat yang berbeda. Pendugaan daerah
penangkapan ikan bisa dilakukan melalui analisis konsentrasi klorofil-a suatu
perairan, suhu permukaan laut, dan data produksi hasil tangkapan. Perairan
Muncar dan Selat Bali sering dilakukan penelitian untuk pengaruh citra satelit
berkaitan dengan hasil tangkapan. Inaya (2004) melakukan penelitian dengan
judul ”Pendugaan Hasil Tangkapan Ikan Lemuru yang didaratkan di PPI Muncar,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur”. Penelitian ini menunjukkan bahwa puncak
ikan lemuru terjadi pada musim barat yaitu bulan Agustus-November. Penelitian
Nababan (2009) dengan judul “Hubungan Konsentrasi Klorofil-a di Perairan Selat
Bali dengan Produksi Ikan Lemuru yang Didaratkan di TPI Muncar,
Banyuwangi” menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a memiliki nilai yang
lebih tinggi pada Musim Timur (Juni–Agustus). Penelitian yang dilakukan oleh
Ridha et al. (2013) memiliki hasil yang berbeda yaitu musim puncak ikan lemuru
di Selat Bali pada tahun 2012 terjadi pada bulan September hingga Desember.
Penelitian sejenis perlu dilakukan untuk periode yang berbeda agar diperoleh
informasi yang berkelanjutan, sehingga informasi daerah penangkapan ikan
kaitannya dengan hasil tangkapan dan konsentrasi klorofil-a menjadi lebih
lengkap dan komprehensif. Penelitian ini dilakukan pada waktu yang berbeda
dengan Inaya yaitu pada bulan Februari-Maret 2015 dengan judul “Analisis
Daerah Penangkapan Ikan Lemuru Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan
Komposisi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPP Muncar Banyuwangi”.
Tujuan Penelitian
1)
2)
3)
4)
Penelitian ini bertujuan untuk:
Menghitung komposisi jumlah dan ukuran hasil tangkapan yang dominan
tertangkap di Perairan Muncar;
Mengidentifikasi sebaran kandungan klorofil-a di Perairan Muncar,
Banyuwangi;
Menganalisis hubungan klorofil-a dengan produksi hasil tangkapan ikan
lemuru pada bulan Februari-Maret 2015;
Menduga daerah penangkapan ikan lemuru di Perairan Muncar, Banyuwangi.
3
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1) Memberikan informasi kepada nelayan mengenai daerah penangkapan ikan
lemuru potensial di Perairan Muncar, Banyuwangi;
2) Membantu memberikan informasi kepada dinas pemerintahan terkait agar bisa
menyusun kebijakan untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya ikan
lemuru;
3) Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai daerah penangkapan ikan
potensial kaitannya dengan kandungan klorofil-a suatu perairan.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PPP Muncar Kabupaten Banyuwangi Provinsi
Jawa Timur (Gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari sampai Maret
2015 dengan dua tahap pengambilan data.Tahap pertama pengambilan data di PPP
Muncar, Banyuwangi yang dilaksanakan selama satu bulan dari tanggal 10
Februari sampai 10 Maret 2015. Tahap kedua adalah mengunduh data klorofil-a
harian hasil deteksi AquaMODIS dari internet akuisisi tanggal 14 Februari 2015
sampai 14 Maret 2015 diunduh pada bulan Maret 2015.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian PPP Muncar Banyuwangi, Jawa Timur
4
Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan peta perairan
Muncar; mistar untuk mengukur panjang ikan; software SeaDAS untuk
menganalisis data klorofil-a dari citra satelit; kamera untuk dokumentasi; dan
kuesioner untuk mendapatkan data posisi daerah penangkapan ikan, waktu operasi,
dan jumlah tangkapan.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini ada dua jenis, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer terdiri dari data komposisi hasil tangkapan, posisi
operasi penangkapan ikan dan waktu operasi penangkapan ikan.Data komposisi
hasil tangkapan meliputi data jenis hasil tangkapan, data jumlah hasil tangkapan
per jenis hasil tangkapan, dan data ukuran panjang ikan lemuru yang dominan
tertangkap. Data primer didapatkan dari armada penangkapan ikan lemuru yang
berbasis di PPP Muncar. Data sekunder yang diambil adalah data klorofil-a harian
hasil deteksi MODIS pada Perairan Muncar dan data produksi harian hasil
tangkapan ikan lemuru di PPP Muncar. Data citra klorofil-a hasil deteksi MODIS
didapatkan dari situs http://www.oceancolor.gsfc.nasa.gov.
Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan metode kasus karena unit dan lingkup
penelitiannya kecil atau terbatas. Objek pada penelitian adalah armada
penangkapan ikan lemuru yaitu purse seine (slerek) yang berbasis di PPP Muncar.
Data Primer diperoleh dengan dua cara yaitu dengan pengamatan langsung dan
pengamatan tidak langsung. Data dari pengamatan langsung diperoleh dari
armada penangkapan ikan lemuru di PPP Muncar yaitu slerek (purse seine).
Jumlah sampel kapal yang diambil adalah 120 unit dengan cara purposive
sampling. Pertimbangan yang digunakan penggunaan purposive sampling antara
kapal yang digunakan menangkap ikan lemuru, pemilik kapal memberi izin, dan
kapal tersebut beroperasi di lokasi penelitian. Data yang diperoleh berupa jenis,
ukuran panjang ikan hasil tangkapan yang dominan tertangkap. Data primer juga
diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh responden yang ditentukan secara
purposive sampling. Responden setiap kapal ditetapkan 2 orang yang terdiri dari
pemilik kapal dan anak buah kapal. Kriteria responden antara lain memiliki
pengalaman dan pengetahuan tentang operasi penangkapan ikan lemuru dengan
purse seine, dan bersedia menjadi responden untuk memberikan informasi yang
dibutuhkan.
Kapal penangkapan ikan lemuru di PPP Muncar merupakan kapal yang
tidak menggunakan GPS (Global Positioning System), sehingga peneliti
menyediakan peta untuk data posisi penangkapan. Peta yang disediakan
merupakan peta yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial. Kemudian
pengambilan data klorofil-a hasil deteksi MODIS diperoleh dengan cara
mengunduh dari website http://www.oceancolor.gsfc.nasa.gov, data produksi
5
harian diperoleh dari PPP Muncar. Selanjutnya, data pendukung lainnya seperti
kondisi perairan Muncar diperoleh melalui tinjauan pustaka.
Analisis Data
Komposisi hasil tangkapan
Data komposisi hasil tangkapan terdiri dari data hasil tangkapan dan
ukuran panjang ikan lemuru yang dominan tertangkap. Data hasil tangkapan yang
telah diperoleh dianalisis secara deskriptif melalui penyajian tabel atau grafik.
Selanjutnya, data ukuran panjang ikan lemuru yang dominan tertangkap
dikelompokkan berdasarkan selang kelas yang dibuat untuk melihat Jumlah
panjang yang paling dominan. Penentuan selang kelas menggunakan rumus
(Walpole 2005):
Keterangan:
n: Jumlah sampel
Setelah sebaran panjang ikan didapat kemudian disajikan dalam bentuk
grafik lalu dianalisis secara deskriptif. Ukuran panjang ikan dikelompokkan
menjadi ikan layak tangkap dan ikan yang tidak layak tangkap. Ikan lemuru yang
layak tangkap merupakan ikan-ikan yang ukurannya lebih besar dari ukuran ikan
yang pertama kali matang gonad atau length at first maturity (LM). Ikan-ikan
yang belum layak tangkap merupakan ikan-ikan yang ukurannya lebih kecil dari
LM (Wujdi et al.2013). Cara menghitung persentase dari ikan layak tangkap dan
tidak layak tangkap adalah:
Persentase dari ikan yang layak tangkap dan ikan yang tidak layak tangkap
disajikan dalam bentuk diagram dan dianalisis secara deskriptif.
Klorofil-a hasil deteksi MODIS
Data klorofil-a hasil deteksi MODIS yang diunduh dari situs
http://www.oceancolor.gsfc.nasa.gov dianalisis menggunakan software SeaDAS
(SeaWIFS Data Analysis System) versi 6.4. Langkah yang dilakukan untuk
mengunduh data dari citra Aqua MODIS level 3 komposit harian pada tanggal 14
Februari 2015 hingga 14 Maret 2015 resolusi spasial 4 km. Kemudian dilakukan
croping hasil klorofil yang telah diunduh menggunakan SeaDAS sehingga
diperoleh hasil dalam format ASCII. Setelah diperoleh data dalam format ASCII
pengolahan data dilanjutkan dengan menggunakan Microsoft Excel 2010. Data
tersebut kemudian disajikan dalam bentuk grafik.
6
Hubungan klorofil-a dengan hasil tangkapan
Klorofil-a hasil deteksi MODIS yang telah dianalisis dengan menggunakan
software SeaDAS kemudian dibandingkan dengan produksi hasil tangkapan yang
didaratkan di PPP Muncar. Adanya selang waktu (time lag) antara peningkatan
konsentrasi klorofil-a dan peningkatan produksi ikan lemuru, hubungan antara
klorofil-a dengan hasil tangkapan dianalisis korelasi silang. Uji ini tidak hanya
untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel, tetapi juga untuk
mengetahui selang waktu atau time lag dalam hubungan antara kedua variabel
tersebut. Hubungan antara klorofil-a dengan hasil tangkapan juga dianalisis secara
deskriptif dengan cara overlay sebaran nilai variabel klorofil-a dan hasil
tangkapan dalam bentuk grafik. Tinggi rendahnya tingkat hubungan kedua
variabel berdasarkan nilai koefisien korelasi dapat diinterpretasikan pada tabel 1.
Tabel 1Hubungan klorofil-a dengan hasil tangkapan
Nilai
Interpretasi
0,00 - 0,199
0,20 - 0,399
0,40 - 0,599
0,60 - 0,799
0,80 - 1,000
Sumber: Sugiyono 2007
sangat rendah
rendah
sedang
kuat
sangat kuat
Pendugaan daerah penangkapan ikan lemuru
Indikator yang digunakan dalam penentuan DPI oleh Surbakti (2012)
adalah konsentrasi klorofil-a dan catch per unit effort (CPUE), sedangkan
indikator yang digunakan oleh Zen et al. (2005) antara lain hasil tangkapan,
panjang ikan, salinitas, dan suhu permukaan laut. Pada penelitian ini daerah
penangkapan ikan lemuru di Perairan Muncar dievaluasi berdasarkan tiga
indikator, yaitu CPUE (catch per unit effort), rata–rata ukuran panjang ikan yang
tertangkap dan kandungan klorofil-a.
1) CPUE (catch per unit effort)
Catch per unit effort ini menggambarkan jumlah ikan yang bisa ditangkap
di suatu daerah penangkapan ikan dalam jumlah trip tertentu per hari (kg/trip).
Berikut ini adalah rumus perhitungan CPUE (Purwaningtyas et al. 2006):
Apabila nilai CPUE lebih besar dari nilai CPUE rata-rata dari jenis ikan
tertentu, maka suatu daerah penangkapan ikan dikategorikan potensial. Jika nilai
CPUE lebih kecil dari atau sama dengan nilai CPUE rata-rata dari jenis ikan
tertentu, maka suatu daerah penangkapan ikan dikategorikan tidak potensial
(Tabel 2). Jika CPUE hasil penelitian ≥ CPUE rata-rata diberi bobot 1, sebaliknya
jika CPUE penelitian ≤ CPUE rata-rata diberi bobot 0.
7
Tabel 2 Penilaian DPI melalui indikator CPUE
Kategori CPUE
Kriteria
Tinggi
CPUE > CPUE rata-rata
Rendah
CPUE ≤ CPUE rata-rata
Sumber: Simbolon dan Girsang 2009
Kategori DPI
Potensial
Tidak potensial
2) Ukuran ikan yang dominan tertangkap
Data ukuran panjang ikan yang diperoleh dibandingkan dengan panjang
ikan pada saat ikan tersebut pertama kali matang gonad atau length at first
maturity (LM). Ikan lemuru pertama kali matang gonad pada ukuran 17,8 cm
karena kematangan gonad sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan faktor
lingkungan (Wujdi et al. 2013). Menurut Ismajaya (2007) Apabila panjang ikan
yang tertangkap lebih besar dari LM, maka daerah penangkapan ikan
dikategorikan potensial. Apabila panjang ikan yang tertangkap lebih kecil dari
atau sama dengan LM, maka daerah penangkapan ikan dikategorikan tidak
potensial (Tabel 3). Jika ukuran ikan tertangkap ≥ LM diberi bobot 1, sebaliknya
jika ukuran ikan tertangkap ≤ LM diberi bobot 0.
Tabel 3 Penilaian DPI melalui indikator ukuran panjang ikan yang dominan
tertangkap
Kategori Ukuran panjang
Kriteria
Kategori DPI
Besar
Panjang ikan > LM
Potensial
Kecil
Panjang ikan ≤ LM
Tidak potensial
Sumber: Ismajaya 2007
3) Klorofil-a
Data klorofil-a hasil deteksi MODIS yang telah diolah menggunakan
software SeaDAS juga digunakan sebagai indikator penilaian daerah penangkapan
ikan. Kategori daerah penangkapan ikan dibagi menjadi dua berdasarkan
kandungan klorofil-a nya. Jika suatu perairan dengan kandungan klorofil-a lebih
besar dari 0,2 mg/m³, maka daerah penangkapan tersebut dikategorikan potensial.
Widodo (2008) menyatakan jika suatu perairan dengan kandungan klorofil-a lebih
kecil atau sama dengan 0,2 mg/m³, maka daerah penangkapan tersebut
dikategorikan tidak potensial (Tabel 4). Pengelompokan tersebut didasarkan pada
pertimbangan bahwa konsentrasi klorofil-a diatas 0,2 mg/m³ menunjukkan bahwa
di suatu perairan terdapat kehidupan fitoplankton sehingga dapat mempertahankan
keberlangsungan perkembangan perikanan.
Tabel 4 Penilaian DPI melalui indikator klorofil-a
Kategori kandungan klorofil-a Kriteria
Banyak
Klorofil-a > 0,2 mg/m³
Sedikit
Klorofil-a ≤ 0,2 mg/m³
Sumber: Widodo 2008
Kategori DPI
Potensial
Tidak potensial
Jika konsentrasi klorofil-a > 0,2 mg/m³ diberi bobot 1, sebaliknya jika
konsentrasi klorofil-a ≤ 0,2 mg/m³ diberi bobot 0. Kategori DPI (potensial dan
8
tidak potensial) berdasarkan ketiga indikator diberi bobot atau skor selanjutnya
diakumulasikan dan di analisis deskriptif (Tabel 5).
Tabel 5 Penilaian indikator DPI
CPUE
Ukuran
Klorofil-a
Kriteria
CPUE ≥ CPUE rata-rata (tinggi)
CPUE < CPUE rata-rata (rendah)
Ukuran panjang ikan ≥ LM
Panjang ikan < LM
Klorofil-a > 0,2 mg/m³
Klorofil-a ≤ 0,2 mg/m³
Kategori
Potensial
Tidak potensial
Potensial
Tidak potensial
Potensial
Tidak potensial
Skor
1
0
1
0
1
0
Nilai dari ketiga indikator daerah penangkapan ikan selanjutnya
diakumulasikan. Daerah penangkapan dikatakan potensial apabila ketiga indikator
tersebut semuanya terpenuhi atau skor 3. Daerah penangkapan dikategorikan
potensial sedang jika dua kriteria dari ketiga indikator DPI potensial terpenuhi
atau skor 2. Daerah penangkapan dikatakan tidak potensial jika hanya satu kriteria
daerah penangkapan ikan yang potensial yang terpenuhi (skor 1) atau tidak
memenuhi kriteria sama sekali (skor 0).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Hasil Tangkapan Ikan Lemuru di PPP Muncar
Ikan lemuru merupakan salah satu hasil tangkapan utama di Perairan
Muncar. Ikan lemuru memiliki sifat bergerombol dan cenderung terdapat di
permukaan laut ketika malam hari serta masuk ke dalam kolom perairan saat siang
hari (Hosniyanto 2003). Armada penangkapan ikan lemuru yang dominan di PPP
Muncar Banyuwangi adalah purse seine. Purse seine yang dikenal dengan nama
lokal slerek merupakan alat penangkapan ikan dari jaring yang dioperasikan
dengan cara melingkari gerombolan ikan hingga alat berbentuk seperti mangkuk
pada akhir operasi (Diniah 2008). Umumnya purse seine di PPP Muncar
melakukan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan two boat system dan
pola kerja harian (one day fishing) dengan daerah penangkapan di Perairan
Muncar dan Selat Bali (Wijaya et al. 2009). Hasil tangkapan di setiap daerah
penangkapan ikan yang diperoleh berbeda-beda (Gambar 2). Penyebabnya adalah
kunjungan nelayan ke daerah tersebut berbeda-beda juga sesuai dengan informasi
yang didapat oleh nelayan Muncar sebelum melakukan operasi penangkapan ikan,
sehingga daerah yang hasil tangkapannya paling banyak adalah daerah yang
sering dikunjungi nelayan untuk melakukan operasi penangkapan ikan.
274,5
64,8
17
Ujung pasir
Terangan
Teluk Kentol
Tanjung Bukit
Sembulungan
Selat bali
Pengambengan
pancer
kuta
Singaraja
16,1 13 0,6 15,6 5
0,9 2
Karang ente
2,5 2,5
jimbaran
2
70
Senggrong
47
Grajagan
25
Buntu
300
250
200
150
100
50
0
Batu Layar
JUMLAH IKAN (TON)
9
DAERAH PENANGKAPAN IKAN
Gambar 2 Komposisi jumlah hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP
Muncar dari beberapa DPI pada bulan Februari-Maret 2015
Jumlah total hasil tangkapan yang didaratkan pada PPP Muncar pada saat
penelitian adalah 558,5 ton yang tertangkap di berbagai DPI di Perairan Muncar.
Pada saat penelitian bukan merupakan musim puncak karena musim puncak
lemuru terjadi pada bulan Desember-Januari. Selain ikan lemuru yang tertangkap
lainnya adalah ikan tongkol sekitar 10 kg. Ikan tongkol yang tertangkap hanya
pada beberapa hari awal penelitian, sehingga pembahasan selanjutnya hanya
difokuskan pada ikan lemuru. Operasi penangkapan dilakukan pada beberapa
daerah yang letaknya tidak berjauhan sehingga mempercepat dalam operasi.
Daerah yang memiliki hasil tangkapan terbanyak yaitu di daerah
penangkapan ikan Perairan Selat Bali. Tingginya hasil tangkapan disebabkan oleh
jumlah nelayan dan intensitas nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan
di daerah tersebut. Hal ini juga didukung oleh tingginya konsentrasi klorofil-a,
sehingga fitoplankton yang terdapat di daerah Selat Bali banyak. Menurut
Panjaitan (2009) tingginya konsentrasi klorofil-a di Selat Bali dikarenakan adanya
kenaikan massa air yang intensif di perairan tersebut. Pada saat musim paceklik
lemuru produktivitas mengalami penurunan.
Daerah Muncar Banyuwangi dikenal sebagai penghasil ikan lemuru terbesar
di Jawa. Oleh karena itu, banyak pabrik-pabrik pengolahan ikan lemuru di sekitar
TPI Muncar. Ikan-ikan hasil olahan yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan
didistribusikan ke berbagai daerah tujuan baik skala lokal maupun ekspor. Daerah
tujuan skala lokal antara lain Surabaya, Yogyakarta, Malang, Jakarta, Bali, dan
Madura. Skala ekspor yaitu Amerika, Eropa, dan sebagian Timur Tengah (DKP
Banyuwangi 2014). Perusahan-perusahaan pengolahan tersebut sangat membantu
para nelayan dalam menjual hasil tangkapannya. Nelayan biasanya melakukan
kerjasama dengan pabrik-pabrik tertentu sehingga hasil tangkapannya dapat
segera dibawa ke perusahaan untuk diolah. Masalah yang sering terjadi di perairan
Selat Bali adalah nelayan dari PPP Muncar dan Bali saling mengakui bahwa
daerah penangkapan ikan merupakan daerah operasinya sehingga konflik antar
nelayan Muncar dan Bali tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, perlu adanya
pembagian wilayah daerah penangkapan ikan oleh Dinas Perikanan daerah
10
Banyuwangi dan Bali, sehingga konflik yang merupakan masalah utama bisa
dicegah.
Produktivitas Hasil Tangkapan Ikan Lemuru di PPP Muncar
45
42
37,6
37
40
35
29,5
28,2
27
27
30
28
24,5
23,5 25,3 26,8 25,4
25
21,5
20,8
20,2
17,6
20
16 15
16
14,6
14,5
15 11,5
9
10
5
0
14-Feb
15-Feb
16-Feb
17-Feb
18-Feb
19-Feb
20-Feb
21-Feb
22-Feb
23-Feb
24-Feb
25-Feb
26-Feb
27-Feb
28-Feb
01-Mar
02-Mar
03-Mar
04-Mar
05-Mar
06-Mar
07-Mar
08-Mar
09-Mar
CPUE (ton/hari)
Ikan lemuru merupakan ikan yang dominan tertangkap oleh nelayan purse
seine di PPP Muncar, Banyuwangi. Berdasarkan data yang diperoleh dapat
diketahui bahwa produksi hasil tangkapan ikan lemuru paling banyak yaitu pada
tanggal 9 Maret 2015 sebanyak 42/hari ton dan pada tanggal 17 Februari 2015
merupakan hasil tangkapan paling sedikit sebanyak 9 ton/hari selama penelitian
dilakukan. Hasil tangkapan ikan lemuru berfluktuasi antara 1-42 ton (Gambar 3).
Suhu permukaan laut di sekitar perairan Muncar 27o sehingga banyak ikan lemuru
yang berada di perairan tersebut. Suhu dan klorofil-a mempengaruhi fotosintesis
di laut secara langsung maupun tak langsung. Pengaruh langsung karena reaksi
kimia yang berperan dalam proses fotosintesis yang dikendalikan oleh suhu.
Sedangkan pengaruh tak langsung karena suhu akan menentukan struktur
hidrologis suatu perairan sebagai habitat fitoplankton (Nontji 2005).
Nilai Catch per Unit Effort (CPUE) rata-rata di Perairan Muncar
Banyuwangi adalah sebesar 3989.29 kg per trip. Hal ini sebagai salah satu acuan
untuk menentukan daerah penangkapan ikan yang potensial di Perairan Muncar
dan Selat Bali. Daerah penangkapan ikan potensial tinggi apabila nilai CPUE
suatu DPI lebih dari CPUE rata-rata sehingga mempermudah nelayan untuk
mendapatkan informasi lokasi yang tepat untuk melakukan operasi penangkapan
ikan lemuru tanpa banyak membuang waktu untuk mencari lokasi.
Gambar 3 Sebaran produksi hasil tangkapan ikan lemuru secara temporal di
Perairan Muncar bulan Februari-Maret 2015
Hasil tangkapan selama penelitian mengalami penurunan pada tanggal 17
Februari 2015 dan 8 Maret 2015 serta peningkatan jumlah hasil tangkapan pada
tanggal 26 Februari, 2 Maret, dan 9 Maret 2015. Peningkatan hasil tangkapan
pada saat penelitian diduga karena ketepatan nelayan dalam menentukan daerah
penangkapan ikan dan pada hari itu jumlah kapal yang beroperasi banyak karena
cuaca yang baik. Penyebab dari penurunan hasil tangkapan salah satunya keadaan
perairan mengalami perubahan baik suhu maupun keadaan oseanografinya (Merta
11
1992). Perubahan yang terlihat adalah suhu permukaan laut di perairan Muncar
dan Selat Bali yaitu berkisar antara 28º-31º.
Ukuran Panjang Ikan yang Dominan Tertangkap
Pada penelitian ini, ikan lemuru yang tertangkap dan didaratkan di PPP
Muncar memiliki ukuran yang berbeda-beda (Gambar 4). Hasil tangkapan ikan
lemuru yang didapat ukurannya sangat beragam mulai dari 9 cm hingga 23 cm.
Ukuran ikan yang tertangkap bisa dijadikan sebagai ukuran layak tangkap dari
ikan lemuru berdasarkan length at first maturity (LM) atau tingkat kematangan
gonad (Ismajaya 2007). Menurut Wijaya et al. (2009) menyatakan bahwa musim
ikan lemuru di Selat Bali menurut ukurannya dapat dibagi sebagai berikut:
1) Sempenit (18cm) pada bulan Oktober sampai Desember
Ukuran ikan lemuru yang paling banyak tertangkap adalah jenis ikan lemuru
protolan yaitu 217 ekor (43%) dan paling sedikit jenis lemuru kucing yaitu 63
ekor (13%). Jumlah tangkapan ikan lemuru jenis lainnya cenderung tidak jauh
berbeda. Hasil tangkapan jenis ikan lemuru sempenit yaitu 80 ekor (16%)
sedangkan ikan jenis lemuru adalah 140 ekor (28%). Hal ini menunjukkan bahwa
pada saat penelitian ikan lemuru jenis protolan mendominasi hasil tangkapan
nelayan Muncar. Ikan jenis protolan selalu ada setiap bulannya sehingga ikan
jenis tersebut selalu tertangkap oleh nelayan (Wijaya et.al, 2009).
Jumlah HT (ekor)
225
200
175
150
125
217
100
75
50
25
140
80
63
0
Sempenit
Protolan
Lemuru
Jenis Ikan Lemuru
Lemuru Kucing
Gambar 4 Komposisi jumlah tangkapan pada berbagai jenis ikan lemuru di
Perairan Muncar pada bulan Februari-Maret 2015
Ikan lemuru yang tertangkap di Perairan Muncar dan Selat Bali didominasi
oleh ikan yang tidak layak tangkap. Jumlah ikan yang layak tangkap sebesar
11,60% dan ikan yang tidak layak tangkap sebesar 88,40%. Ikan dinyatakan layak
tangkap apabila ukuran ikan > 17,8 cm sedangkan ikan tidak layak tangkap yang
berukuran ≤ 17,8 cm. Ikan lemuru pertama kali matang gonad pada ukuran 17,8
cm karena kematangan gonad sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan
12
faktor lingkungan (Wujdi et al. 2013). Lemuru yang termasuk ikan layak tangkap
adalah jenis ikan lemuru kucing. Kondisi dan letak geografis yang berbeda dapat
menyebabkan perbedaan ukuran pertama kali matang gonad untuk ikan yang sama
(Nasution 2004).
Layak
tangkap,
11,60%
Tidak
layak
tangkap,
88,40%
Gambar 5 Komposisi jumlah ikan kategori layak tangkap dan tidak layak tangkap
(Sumber: data primer)
Presentase jumlah ikan layak tangkap dan tidak layak tangkap yang berbeda
jauh memberikan ancaman serius terhadap stok sumberdaya ikan lemuru yang
menjadi target tangkapan utama nelayan Muncar. Penyebab banyaknya jumlah
ikan yang tidak layak tangkap tersebut karena ukuran mata jaring alat tangkap
purse seine tidak selektif terhadap ukuran ikan sehingga ikan yang masih belum
matang gonad tertangkap. Apabila ikan tidak layak tangkap mendominasi hasil
tangkapan, berarti bahwa usaha penangkapan mengurangi peluang recruitment
dan akan berdampak negatif terhadap ketersediaan stok ikan di perairan
(Simbolon 2008). Diharapkan dari berbagai pihak dapat memberikan saran kepada
pemerintah daerah dalam menyusun suatu kebijakan untuk upaya pelestarian dan
mempertahankan ketersediaan stok sumberdaya ikan. Setiap lokasi dan waktu
penelitian yang berbeda memiliki presentase ukuran layak tangkap yang berbeda
(Tabel 6). Penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon (2002) menunjukkan
kelayakan tangkap ikan lemuru hanya sebesar 39,65%. Hal ini dikarenakan saat
penelitian ikan lemuru pada siklus hidupnya memijah pada bulan mei sedangkan
bulan agustus berbentuk larva. Penelitian dilakukan oleh Nababan (2009) di Selat
Bali dengan presentase layak tangkap sebesar 52,25% sedangkan penelitian yang
saya lakukan presentase layak tangkap ikan lemuru yang tertangkap sebesar
11,60%. Perbedaan ini terjadi karena ukuran dan alat tangkap yang digunakan
oleh nelayan pada saat penelitian. Pada penelitian Nababan (2009) menggunakan
dua alat tangkap yaitu payang dan purse seine. Sedangkan pada tahun 2015 alat
tangkap payang telah dilarang beroperasi sehingga penelitian hanya menggunakan
alat tangkap purse seine. Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 02 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat
hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan negara
RI.
13
Tabel 6 Perbedaan penelitian terdahulu dan saat ini terkait kelayakan tangkap
lemuru
Penulis
Waktu
Penelitian
Tampubolon et al.
(2002)
Ginanjar (2006)
Nababan (2009)
Agutus
1999
Juni 2004Mei 2005
Desember
2008- April
2009
Lokasi Penelitian
Komposisi Tertangkap
Perairan Sibolga
Layak
Tangkap
39,65%
Tidak Layak
Tangkap
60,35%
Perairan Siberut
40,70%
59,30%
Selat Bali
52,25%
47,75%
Kandungan Klorofil-a di Perairan Muncar Banyuwangi
Klorofil-a merupakan salah satu indikasi kesuburan perairan. Secara umum
perairan yang subur tentunya mengandung klorofil-a dengan konsentrasi tinggi.
Perairan Muncar dan Selat Bali merupakan perairan yang cukup subur. Rata-rata
kelimpahan plankton di perairan sekitar Selat Bali berfluktuasi tergantung pada
perubahan musim (Wudianto (2001). Kelimpahan fitoplankton tinggi biasanya
terjadi pada saat suhu agak rendah dan kondisi salinitas permukaan tinggi 34‰.
Hal ini terlihat dari rata-rata konsentrasi klorofil-a yang ada di Perairan Muncar
dan Selat Bali selama penelitian.
14-Feb
15-Feb
16-Feb
17-Feb
18-Feb
19-Feb
20-Feb
21-Feb
22-Feb
23-Feb
24-Feb
25-Feb
26-Feb
27-Feb
28-Feb
1-Mar
2-Mar
3-Mar
4-Mar
5-Mar
6-Mar
7-Mar
8-Mar
9-Mar
0.270
0.240
0.210
0.180
0.150
0.120
0.090
0.060
0.030
0.000
Gambar 6. Rata-rata kandungan klorofil-a data harian di Perairan Muncar
Kandungan klorofil-a yang terdapat pada Perairan Muncar Banyuwangi
fluktuatif setiap harinya (Gambar 6). Pada tanggal 14 Februari konsentrasi
klorofil-a sebesar 0,136; tanggal 15 Februari 0,126; 16 Februari 0,142; 17
Februari 0,158; 18 Februari 0,167; 19 Februari 0,155; 20 Februari 0,237; 21
Februari 0,225; 22 Februari 0,143; 23 Februari 0,136; 24 Februari 0,215; 25
Februari 0,237; 26 Februari 0,259; 27 Februari 0,236; 28 Februari 0,156; 1 Maret
14
0,126; 2 Maret 0,257; 3 Maret 0,249; 4 Maret 0,180; 5 Maret 0,187; 6 Maret
0,165; 7 Maret 0,250; 8 Maret 0,132; 9 Maret 0,236. Terlihat bahwa setiap
harinya kandungan klorofil-a mengalami perubahan, klorofil-a cenderung tinggi
pada akhir bulan Februari serta pada tanggal 2 dan 9 Maret 2015. Sering
didapatkan citra satelit yang memiliki nilai konsentrasi klorofil-a bernilai 0,
Karena citra satelit AquaModis terhalang oleh awan sehingga tidak terdeteksi
adanya kandungan klorofil-a di perairan Muncar pada tanggal-tanggal tertentu.
Fitoplankton merupakan makhluk hidup yang pergerakannya sangat
dipengaruhi oleh arus. Oleh karena itu, pada musim timur terjadi munson tenggara.
Pada munson tenggara, upwelling terjadi di selatan jawa sehingga massa air di
Selatan Jawa kaya nutrien. Angin munson tenggara menyebabkan massa air di
Perairan Selatan Jawa mengalami sirkulasi yang sangat kuat (Wrytki 1961 vide
Ramansyah 2009). Kandungan klorofil-a pada saat penelitian pada tanggal 26
Februari 2015 memiliki konsentrasi yang paling besar di perairan Muncar yaitu
sebesar 0,259 mg/m³ dan konsentrasi terendah sebesar 0,126 mg/m³ yang terjadi
pada tanggal 15 Februari dan 1 Maret 2015.
Hubungan Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan
Ikan lemuru merupakan ikan dengan tingkat trofik level pertama sehingga
tidak jauh dari produsen primer yaitu fitoplankton. Hal ini yang kemungkinan
menyebabkan adanya hubungan erat antara ikan lemuru atau ikan lemuru lainnya
dengan keberadaan fitoplankton. Makanan utama ikan lemuru adalah fitoplankton
dan zooplankton. Pada bulan Juli-September dan Desember-Januari, makanan
ikan lemuru yang paling utama adalah diatom sedangkan pada bulan lainnya
adalah Copepod (Darmajati 2011).
Rantai makanan pelagis dimulai dari fitoplankton sebagai produsen primer.
Fitoplankton ini berada pada trofik level yang pertama. Selanjutnya organisme
herbivora seperti zooplankton memakan langsung fitoplankton. Herbivora ini
kemudian disebut dengan organisme trofik level dua. Mereka disebut juga dengan
konsumen primer. Organisme pada trofik level ketiga adalah karnivora yang
berukuran kecil. Mereka memakan dengan cara memanfaatkan energi yang
dihasilkan fitoplankton melalui konsumen primer, sehingga mereka disebut
sebagai konsumen sekunder. Selanjutnya, organisme pada trofik level selanjutnya
adalah karnivora yang berukuran lebih besar. Mereka memakan karnivora kecil
dan memanfaatkan energi yang dihasilkan oleh fitoplankton dari konsumen
sekunder atau karnivora kecil, sehingga mereka disebut dengan konsumen tersier
(Lalli dan Parsons 1995 vide Septiana 2013). Adanya sistem rantai makanan di
perairan membuat hubungan saling ketergantungan antar komponen dalam rantai
makanan. Adanya fitoplankton di suatu perairan akan mendatangkan organisme
lain ke tempat tersebut, termasuk ikan-ikan. Ketika banyak ikan-ikan yang
berkumpul di suatu perairan maka terbentuklah daerah penangkapan ikan. Daerah
penangkapan ikan inilah yang kemudian didatangi nelayan untuk menangkap ikan.
Berdasarkan penelitian Wudianto (2001) diketahui bahwa variasi
konsentrasi klorofil-a memberikan pengaruh langsung maupun tidak langsung
terhadap produksi ikan lemuru di Perairan Muncar. Grafik menunjukkan fluktuasi
sebaran klorofil-a dan produksi ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar
15
0.300
0.250
0.200
0.150
0.100
0.050
0.000
50
40
30
20
10
Tanggal Operasi Penangkapan
Hasil tangkapan
08-Mar
06-Mar
04-Mar
02-Mar
28-Feb
26-Feb
24-Feb
22-Feb
20-Feb
18-Feb
16-Feb
0
14-Feb
Jumlah Hasil Tangkapan
(ton)
selama 1 bulan (Februari-Maret 2015). Secara keseluruhan tren fluktuasi
konsentrasi klorofil-a dan produksi lemuru hampir sama, namun puncak
peningkatan klorofil-a dan lemuru tidak terjadi secara bersamaan.
klorofil-a
Gambar 7 Hubungan kandungan klorofil-a dengan hasil tangkapan di PPP Muncar
Saat konsentrasi klorofil-a rendah pada tanggal 14 Februari 2015 sampai 24
Februari 2015, hasil tangkapan ikan lemuru di PPP Muncar juga menunjukkan
nilai yang rendah juga. Pada tanggal 25 Februari 2015 sampai 9 Maret 2015
konsentrasi klorofil-a mengalami peningkatan, volume hasil tangkapan ikan
lemuru juga mengalami peningkatan. Akan tetapi pada tanggal 8 Maret 2015
menunjukkan peningkatan konsentrasi klorofil-a namun jumlah hasil tangkapan
menurun, hal ini karena peningkatan jumlah plankton di perairan tersebut tidak
langsung memberikan dampak terhadap peningkatan volume ikan lemuru yang
ada di perairan tersebut. Kemungkinan hal tersebut disebabkan adanya time lag
didalam rantai makanan (Septiana 2013). Selain faktor makanan, faktor
lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap penyebaran ikan. Ikan lemuru
umumnya menyukai perairan dengan arus yang lemah (Simbolon 2011).
Gambar 7 mengindikasikan adanya waktu sela (time lag) antara peningkatan
konsentrasi klorofil-a dan produksi. Hubungan signifikan yang terkait dengan
waktu sela tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil korelasi silang. Hasil
analisis korelasi silang menunjukkan adanya konsentrasi klorofil-a dengan
produksi ikan lemuru. Korelasi signifikan ini pada waktu sela 1-4 hari.
Berdasarkan hasil korelasi tersebut diketahui bahwa peningkatan konsentrasi
klorofil-a akan mempengaruhi peningkatan produksi ikan lemuru pada waktu sela
1-4 hari.
Hasil uji korelasi silang Spearman (lampiran 3) sebesar 0,700 menunjukkan
bahwa klorofil-a dan hasil tangkapan memiliki hubungan yang kuat. Sehingga
keberadaan klorofil-a mempengaruhi jumlah hasil tangkapan nelayan PPP Muncar.
Hubungan antara peningkatan konsentrasi klorofil-a dan produksi lemuru di
Perairan Muncar terkait dengan melimpahnya plankton sebagai sumber makanan
ikan lemuru pada musim barat yang disebabkan karena kondisi perairan yang
subur. Tingginya unsur hara di permukaan pada saat terjadi upwelling di musim
barat akan meningkatkan konsentrasi fitoplankton. Fitoplankton merupakan
tingkatan terendah dalam rantai makanan di laut serta menjadi sumber makanan
16
bagi zooplankton dan ikan kecil. Ikan lemuru merupakan ikan pemakan plankton,
fitoplankton, maupun zooplankton. Sehingga kelimpahan fitoplankton dan
zooplankton menjadi penopang stok makanan sekaligus mampu meningkatkan
kelimpahan ikan lemuru. Sementara waktu sela yang terjadi antara peningkatan
konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru berhubungan dengan siklus
hidup ikan lemuru (Wudianto 2001). Hasil penelitian ini apabila dikaitkan dengan
penelitian Wudianto maka dapat diketahui bahwa kelimpahan fitoplankton di
perairan Muncar dan Selat Bali terjadi pada musim barat dan kelimpahan ikan
lemuru umumnya didominasi oleh ikan lemuru berukuran 11-15 cm jenis lemuru
protolan.
Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Lemuru
Daerah Penangkapan ikan lemuru di Perairan Muncar pada bulan FebruariMaret 2015 dievaluasi berdasarkan 3 indikator yaitu CPUE, ukuran panjang ikan
yang tertangkap, dan kandungan klorofil-a. Daerah penangkapan ikan lemuru di
Perairan Muncar didominasi oleh daerah penangkapan yang tidak potensial (Tabel
7). Daerah penangkapan ikan potensial apabila memenuhi ketiga indikator
tersebut. Daerah penangkapan ikan potensial sedang apabila hanya memenuhi dua
dari tiga indikator. Apabila hanya memenuhi satu atau tidak memenuhi dari ketiga
indikator maka daerah penangkapan ikan tersebut dinyatakan tidak potensial
(Widodo, 2008).
Tabel 7 Penilaian Daerah Penangkapan Ikan di Perairan Muncar
Indikator DPI
Kategori DPI
CPUE
Ukuran
Klorofil-a
Nama DPI
kg/trip
Ikan
(mg/m³)
N
Batu Layar
Buntu
Grajagan
Jimbaran
Karang Ente
Kuta
Pancer
Pengambengan
Selat Bali
Sembulungan
Senggrong
Singaraja
Tanjung Bukit
Teluk Kentol
Terangan
Ujung Pasir
6250,0
2000,0
1250,0
2500,0
5875,0
900,0
2000,0
4984,6
6863,0
5384,6
2683,3
4333,3
600,0
3900,0
2500,0
4250,0
B
L
B
K
B
T
Kategori
1
0
0
0
1
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
17,2
16,6
17,1
12,8
15,6
17,0
13,3
18,3
19,2
17,9
13,6
14,1
11,0
12,0
18,4
14,7
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0,139
0,174
0,163
0,239
0,212
0,147
0,247
0,210
0,348
0,328
0,259
0,299
0,205
0,155
0,116
0,231
0
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
0
1
2
0
1
3
3
3
1
2
1
1
1
2
PS
TP
TP
TP
PS
TP
TP
P
P
P
TP
PS
TP
TP
TP
PS
17
Keterangan:
N: Nilai CPUE
B: Bobot
L: Ukuran Panjang Ikan
K: Konsentrasi Klorofil-a
P: Potensial
PS: Potensial Sedang
TP: Tidak Potensial
Berdasarkan nilai CPUE, daerah penangkapan ikan yang termasuk daerah
penangkapan ikan kategori CPUE tinggi adalah Batu Layar, Karang Ente,
Pengambengan, Selat Bali, Sembulungan, Singaraja, Ujung Pasir. Daerah
penangkapan ikan yang ukuran panjang tangkapannya termasuk dalam kategori
besar antara lain Pengambengan, Selat Bali, Sembulungan, dan Terangan.
Kategori daerah penangkapan ikan memiliki konsentrasi klorofil-a tinggi antara
lain Jimbaran, Karang Ente, Pancer, Pengambengan, Selat Bali, Sembulungan,
Senggrong, Singaraja, Tanjung Bukit, dan Ujung Pasir.
Dari 16 daerah penangkapan ikan yang diperoleh pada saat penelitian hanya
3 daerah penangkapan ikan yang termasuk dalam kategori potensial, 3 daerah
penangkapan ikan kategori potensial sedang, dan 10 daerah lainnya tergolong
tidak potensial. Daerah yang tergolong daerah penangkapan ikan potensial antara
lain Selat Bali, Sembulungan, dan Pengambengan. Daerah penangkapan ikan
potensial sedang antara lain Karang Ente, Singaraja, dan Ujung Pasir. Daerah
penangkapan ikan yang dalam kategori tidak potensial antara lain Batu Layar,
Buntu, Grajagan, Jimbaran, Kuta, Pancer, Senggrong, Tanjung Bukit, Teluk
Kentol, dan Terangan.
Dapat disimpulkan bahwa daerah penangkapan ikan lemuru potensial
menyebar tidak hanya di perairan sekitar PPP Muncar tetapi juga berada di
perairan yang cukup jauh dari fishing base (Gambar 8). Tabel 6 menunjukkan
bahwa produktivitas DPI sangat tinggi sedangkan ikan yang tertangkap banyak
yang belum layak tangkap, sehingga pengaturan ukuran mata jaring yang
diperbesar agar selektif dan mencegah tertangkapnya ikan yang belum layak
tangkap.
Kegiatan operasi penangkapan yang dilakukan nelayan Muncar lebih
banyak berada di bagian timur (sekitar Selat Bali) dibandingkan dengan bagian
selatan dan utara Perairan Muncar. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena
adanya keterbatasan pada data yang didapatkan pada saat penelitian. Bagian
selatan dan utara Perairan Muncar tidak banyak nelayan yang melakukan operasi
penangkapan ikan di daerah tersebut, namun bukan berarti hal ini dijadikan
sebagai indikasi bahwa di wilayah tersebut tidak terjadi kegiatan pemanfaatan
sumberdaya perikanan atau eksploitasi sumberdaya ikan. Menurut Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi tahun 2011 umumnya nelayan yang
berbasis di PPP Muncar hanya mampu melakukan operasi penangkapan ikan di
sekitar Perairan Muncar dan Selat Bali. Hal ini disebabkan oleh biaya operasional
yang tinggi, sehingga hanya nelayan yang memiliki modal besar yang mampu
mengeksploitasi sumberdaya ikan di bagian selatan dan utara Perairan Muncar.
18
Gambar 8 Peta daerah penangkapan ikan lemuru di Perairan Muncar Banyuwangi
Daerah penangkapan ikan lemuru potensial Perairan Muncar dan Selat Bali sangat
bermanfaat bagi nelayan. Hal ini dikarenakan konflik yang terjadi akibat masalah
daerah penangkapan ikan bisa dikurangi dan dicegah. Dengan diketahuinya
daerah potensial maka pihak pemerintahan bisa membatasi zona penangkapan
antara nelayan Muncar dan nelayan Bali.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan yang diperoleh d