Identifikasi Molekuler, Keragaman Genetik Dan Karakteristik Habitat Siput Laut (Nudibranchia) Dari Beberapa Populasi Di Indonesia

IDENTIFIKASI MOLEKULER, KERAGAMAN GENETIK
DAN KARAKTERISTIK HABITAT SIPUT LAUT
(NUDIBRANCHIA) DARI BEBERAPA POPULASI
DI INDONESIA

INDRI VERAWATI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Molekuler,
Keragaman Genetik dan Karakteristik Habitat Siput Laut (Nudibranchia) dari
Beberapa Pupulasi di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Indri Verawati
NIM C54110039

ABSTRAK
INDRI VERAWATI. Identifikasi Molekuler, Keragaman Genetik dan
Karakteristik Habitat Siput Laut (Nudibranchia) dari Beberapa Populasi di
Indonesia. Dibimbing oleh HAWIS MADDUPPA dan BEGINER SUBHAN.
Nudibranchia berasal dari “Nudus” berarti telanjang dan “Branchia” yang
berarti insang. Spesies Nudibranchia yang telah teridentifikasi di kawasan
perairan Indonesia sebanyak 59 spesies dan terdiri dari 15 famili. Namun,
eksplorasi di studi tentang jenis-jenis nudibranch di Indonesia masih jarang
dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi serta
menganalisis keragaman genetik nudibranch di Indonesia dengan menggunakan
metode molekuler, menganalisis karakteristik habitat dan hubungannya dengan
spesies nudibranch di Indonesia. Metode yang digunakan adalah DNA Barcoding
dengan marka mitokondria lokus Cytochrom oxidase 1 (CO1). Hasil BLAST yang

diinterpretasikan dalam pohon filogenetik menghasilkan 14 spesies nudibranch
dari 30 sampel dengan tujuh lokasi di Indonesia. Keragaman haplotipe untuk
setiap spesies nudibranch berbeda-beda dengan kategori rendah hingga sedang
serta memiliki nilai keragaman genetik 0 - 0.5. Nilai keragaman genetik rendah
terdapat pada spesies Phyllidiella pustulosa di Gosong pramuka, Phyllidiella
pustulosa di Papua, Phyllidia ocellata di Papua, Phyllidiella pustulosa, Phyllidia
ocellata, Chromodoris annae and Elysia cf marginata di Papua, Phyllidia elegans
dan Phyllidia coelestis di Luwuk, Phyllidia varicosa di Nusa Penida, Taringa
caudata di Pulau Dapur, Doriprismatica atromarginata, Mexichromis
multituberculata, Risbecia tyroni, Chromodoris striatella di Teluk Jakarta. Nilai
keragaman genetik sedang terdapat pada Phyllidiella pustulosa di Luwuk, Nusa
Penida dan Biak, Chromodoris magnifica di Nusa Penida, serta Plakobranchus sp.
di Papua. Hubungan karakteristik habitat dengan spesies nudibranch didapatkan
melalui Correspondence Analysis (CA) yang menjelaskan spesies nudibranch
yang termasuk kedalam famili Phyllidiidae habitatnya adalah terumbu karang dan
spesies dalam famili Chromodorididae banyak mendiami rubbel sebagai
habitatnya.
Kata kunci: Correspondence Analysis (CA), DNA Barcoding, hubungan
karakteristik habitat dengan spesies, keragaman genetik, Nudibranch


ABSTRACT
INDRI VERAWATI. Molecular Identification, Genetic Diversity and Habitat
Characteristics of Sea Slug (nudibranch) from Many Populations in Indonesia.
Supervised by HAWIS MADDUPPA and BEGINER SUBHAN.
Nudibranch is derived from the word "Nudus" means naked and "Branchia"
means the gills. Species of nudibranch have been identified in Indonesian water as
many as 59 species of 15 families. However, exploration in the study of
nudibranch is still rarely performed especially in Indonesia. The aim of this study
was conducted to identified nudibranch species by using molecular methods,
analyze the genetic diversity, analyze habitat characteristic, and investigate

relationship between the habitat characteristic of nudibranch and species in study
site. DNA Barcoding with markers mitochondrial Cytochrom oxidase 1 (CO1)
locus was used. A total of 14 species was succesfully identified from 30 tissue
samples. The range of maximum identification in BLAST was ranged from 87% 99%. The haplotype diversity was categorized low and medium (0 - 0.5). The low
genetic diversity was observed in Phyllidiella pustulosa at Gosong pramuka,
Phyllidiella pustulosa, Phyllidia ocellata, Chromodoris annae and Elysia cf
marginata at Papua, Phyllidia elegans and Phyllidia coelestis at Luwuk, Phyllidia
varicosa at Nusa Penida, Taringa caudata at Dapur Island, Doriprismatica
atromarginata, Mexichromis multituberculata, Risbecia tyroni and Chromodoris

striatella at Jakarta Bay. The medium genetic diversity value was founded in
Phyllidiella pustulosa at Luwuk, Nusa Penida and Biak, Chromodoris magnifica
at Nusa Penida, Plakobranchus sp. at Papua. The relationship between habitat
characteristic and species of nudibranch is founded by Correspondence Analysis
(CA), which explains the species for family Phyllidiidae was mainly observed in
corals and species for family Chromodorididae was mainly observed oftenly in
rubble as its habitat.
Keywords: Correspondences analysis Nudibranchia, DNA Barcoding, habitat
nudibranch, relation between the habitat characteristic with species

IDENTIFIKASI MOLEKULER, KERAGAMAN GENETIK
DAN KARAKTERISTIK HABITAT SIPUT LAUT
(NUDIBRANCHIA) DARI BEBERAPA POPULASI
DI INDONESIA

INDRI VERAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan

pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Identifikasi Molekuler, Keragaman Genetik dan Karakteristik
Habitat Siput Laut (Nudibranchia) dari Beberapa Populasi di Indonesia”. Skripsi
ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini terutama
kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang diberikan kepada penulis

hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Hawis Madduppa, SPi, MSi dan Bapak Beginer Subhan, SPi MSi
selaku pembimbing, yang telah banyak memberi segala saran, bimbingan, dan
nasihat selama penelitian berlangsung hingga karya ilmiah ini selesai.
3. Laboratorium Biosistematik dan Biodiversitas Kelautan ITK IPB atas
penyediaan fasilitas dalam proses pengolahaan data dalam dan penulisan
skripsi ini.
4. Ayah Iwan Kuswandi, Ibu Fenti Hamidah dan seluruh keluarga besar atas
kasih sayang yang diberikan
5. Mbak Lita, Hari Putra Setiawan dan “Genetic Team” atas ketersediaannya
menemani dan membantu dalam proses pengerjaan.
6. Keluarga besar Ilmu dan Teknologi Kelautan, ITK 48, atas dukungan dan
semangat yang diberikan selama penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Indri Verawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Bahan

4

Alat

4

Pengumpulan Sampel


4

Ekstraksi

5

Amplifikasi DNA(PCR)

5

Elektroforesis

6

Sekuensing DNA

6

Prosedur Analisis Data


6

Rekonstruksi Filogenetik dan Analisis Keragaman Genetik

6

Hubungan Karakteristik Habitat dengan Spesies Nudibranch

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Rekonstruksi Filogenetik

8

Struktur genetik


12

Keragaman Genetik

14

Karakteristik Habitat

16

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
1 Pengumpulan sampel penelitian
2 Matriks komposisi nukleotida per spesies
3 Matriks komposisi nukleotida per individu
4 Matriks probabilitas nukleotida
5 Deskripsi statistik keragaman genetik nudibranch
6 Deskripsi habitat famili nudibranch
7 Deskripsi habitat spesies nudibranch

3
12
12
13
14
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Peta lokasi pengumpulan sampel
Pohon filogenetik
Peta persebaran spesies nudibranch di Nusa Penida (Bali)
Peta persebaran spesies nudibranch di Teluk Jakarta
Peta persebaran spesies nudibranch di Luwuk (Sulawesi Timur)
Peta persebaran spesies nudibranch di Papua
Haplotype network spesies nudibranch
Plot simetrik hubungan antara habitat dengan spesies dalam famili
nudibranch
9 Plot simetrik hubungan antara habitat dengan spesies nudibranch

4
8
9
10
10
11
14
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi Master Mix (MM)
2 Gambar spesies nudibranch dan tipe substrat
3 Tabel jarak genetik antar spesies

23
24
29

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nudibranchia merupakan ordo terbesar dari Opisthobranch dan terdiri dari
3000 spesies yang telah teridentifikasi. Nudibranchia berasal dari “Nudus” berarti
telanjang dan “Branchia” yang berarti insang. Istilah jika kedua kata ini
digabungkan berarti insang telanjang. Istilah ini mengarah pada organ respirasi
eksternal yang terdapat di nudibranchia (Behrens 2005). Bentuk yang beragam,
warna, pola tubuh dan sisi ekologi yang terdapat di Nudibranchia menarik untuk
dipelajari. Sebagian besar nudibranchia memiliki warna cukup menarik yang
digunakan dalam sistem pertahanan diri. Spesies Nudibranchia yang telah
teridentifikasi di kawasan perairan Indonesia sebanyak 59 spesies dan terdiri dari
15 famili (Dayrat 2006). Ordo Nudibranchia terdiri dari empat subordo, 66 famili,
dan 116 genus. Keempat subordo tersebut adalah Dendronotacea (10 famili, 14
genus), Doridacea (26 famili, 56 genus), Aeolidacea (21 famili, 35 genus), dan
Arminacea (9 famili, 11 genus) (Brunckhorst 1993).
Nudibranch hanya terdiri dari kulit, otot dan organ tubuh karena telah
menanggalkan cangkang pada jutaan tahun yang lalu (Debelius 2004).
Nudibranch hidup pada perairan dangkal, terumbu karang, hingga dasar laut yang
gelap dengan kedalaman lebih dari satu kilometer dan dapat dijumpai di berbagai
tipe habitat mulai dari substrat bersedimen lumpur lunak sampai substrat keras
berbatu (Aiken 2003).
Menurut Lubis (2006), Kepulauan Indonesia merupakan gabungan dari 5
pulau utama dan sekitar 30 kelompok kepulauan, lokasi strategis dari kepulauan
yang sangat luas ini yaitu diantara lautan pasifik di timur, lautan Hindia di barat,
daratan Asia di Utara dan daratan Australia di selatan, mempengaruhi sirkulasi
global baik atmosfir maupun laut. Indonesia bagian barat merupakan bagian dari
Benua Asia, Indonesia bagian timur merupakan bagian dari Benua Australia,
sedangkan Indonesia bagian tengah merupakan peralihan yang disebut daerah
Wallace. Batas kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan kompleks
tersebut masih perlu eksplorasi di DNA barcoding, untuk mengidentifikasi
spesies sehingga dapat melihat keragaman genetik.
Penentuan spesies siput laut (Nudibranch) masih banyak dilakukan dengan
pengamatan morfologi, padahal dalam satu spesies Nudibranch yang sama bisa
saja memiliki beberapa keanekaragaman genetik yang berbeda. Teknik yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis sekuensing DNA dengan
menggunakan marka mitokondria. Penggunaan DNA sebagai ciri suatu spesies
yang memiliki beberapa kelebihan, yaitu lebih termostabil dari pada protein, lebih
sensitif, tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor pertumbuhan serta hampir
semua jaringan dapat digunakan sebagai sumber material genetik (Teletchea et al.
2005). Selain pengukuran dengan genetika memiliki kelebihan yang akurat,
penggunaan genetika molekular untuk menentukan suatu spesies mulai
berkembang dan masih jarang dilakukan.
DNA barcoding merupakan suatu metode dalam taksonomi molekuler.
Metode ini menggunakan urutan DNA pendek untuk mengidentifikasi spesies.
Target standar DNA barcoding untuk hewan tingkat tinggi adalah marka
mitokondria sitokrom oksidase subunit 1 atau yang biasa dikenal dengan marka

2
CO1. Marka CO1 memiliki tingkat keragaman yang tinggi sehingga mampu
mengidentifikasi spesies dengan tingkat taksonomi yang luas. Komponenkomponen dalam DNA barcoding yaitu spesimen, laboratorium, basis data, dan
analisis data. Kegiatan laboratorium dan analisis data terdiri dari ekstraksi DNA,
amplifikasi (PCR), elektroforesis, sekuensing, koreksi dan pengolahan data
(Madduppa 2014).
Keanekaragaman Nudibranchia dapat diketahui dengan melihat faktorfaktor yang mempengaruhi keberadaannya di lautan antara lain perbedaan habitat,
seperti tutupan karang, ketersediaan dan jenis makanan (Jensen 2005). Ketiga hal
ini berkaitan karena diketahui bahwa banyak Nudibranchia makan dan hidup
dalam asosiasi yang dekat dengan spesies karang (Godfrey 2001). Nudibranchia
pada umumnya memakan algae, sponge, karang keras dan lunak, bryozoans dan
hydroids (Allen dan Steene 1999).
Bell dan Galzin (1984) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa, terdapat
hubungan langsung antara tutupan karang hidup dan keanekaragaman spesies
organisme bentik. Diduga bahwa ditempat dimana tutupan karang baik, maka
makin banyak jumlah nudibranchia dan makin baik keanekaragaman spesiesnya.
Terumbu karang di Indonesia yang mencapai 51 persen dari luas 99.513 km2
terumbu karang di Asia Tenggara, saat ini hampir 85% terancam rusak, sedangkan
50% nya mendapat ancaman kerusakan yang tinggi (Indraswati 2006). Oleh
karena itu spesies nudibranch terancam mengalami penurunan jumlah dan terjadi
penurunan keanekaragaman spesiesnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi serta menganalisis
keragaman genetik nudibranch di Indonesia dengan menggunakan metode
molekuler, menganalisis karakteristik habitat dan hubungannya dengan spesies
nudibranch di Indonesia.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015 – Mei 2015. Sampel
nudibranch merupakan koleksi Laboratorium Biosistematika dan Biodiversitas
Kelautan Teknologi Kelautan FPIK, IPB yang berasal dari beberapa daerah
perairan di Indonesia yaitu, Luwuk, Pulau Dapur (Kepulauan Seribu), Pulau
Gosong Pramuka (Kepulauan Seribu), Nusa Penida, Pulau Bidadari, Pulau Kelor,
Pulau Rambut, Pulau Bokor, Raja Ampat (Papua), dan Biak (Tabel 1). Analisis
sampel dilakukan di Laboratorium Biosistematika dan Biodiversitas Kelautan
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK, IPB.

3
Tabel 1 Pengumpulan sampel penelitian
No

Lokasi

Koordinat

1

Luwuk

S 1°15'07.2"

E 122°35'35.6"

2

Pulau Dapur

S 05°54'59"

E 106°43'08.4"

3

Gosong Pramuka

S 05°44'04.3"

E 106°36'40.5"

4

Nusa Penida

6

S 08°42'14.8"
S 08°42'15.4"
S 08°42'15.4"
S 08°42'16.1"
S 08°42'16.1"
S 08°42'16.1"
Pulau Bidadari
S 06°1'59,96"
Pulau Kelor
S 06°1'32,78"
Pulau Rambut
S 05°58'17.72''
Pulau Bokor
S 05°56'36.04''
Raja Ampat, Papua S 0°11'38.4"

E 115°16'09.3"
E 115°16'09.9"
E 115°16'09.9"
E 115°16'10.4"
E 115°16'10.4"
E 115°16'10.4"
E 106°44'43,44"
E 106°44'39,46"
E 106°41'11.64''
E 106°37'36.18''
E 130°12'14.4"

7

Biak

E 136°02'54.7"

5

Total

S 1°09'48.7"

Kode Sampel

Waktu

Jumlah
(individu)

ITK_LWK_Nd_01
ITK_LWK_Nd_02
ITK_LWK_Nd_03
ITK_LWK_Nd_04
ITK_PD_Nd_01
ITK_PD_Nd_02
ITK_GP_Nd_01

25-27 Februari 2015

4

27-28 Februari 2015

2

27-28 Februari 2015

1

ITK_NP_Nd_02
ITK_NP_Nd_05
ITK_NP_Nd_06
ITK_NP_Nd_07
ITK_NP_Nd_09
ITK_NP_Nd_10
ITK_TJ_Nd_06
ITK_TJ_Nd_07
ITK_TJ_Nd_08
ITK_TJ_Nd_10
ITK_PAP_Nd_01
ITK_PAP_Nd_02
ITK_PAP_Nd_03
ITK_PAP_Nd_04
ITK_PAP_Nd_05
ITK_PAP_Nd_06
ITK_PAP_Nd_07
ITK_PAP_Nd_08
ITK_PAP_Nd_09
ITK_PAP_Nd_10
ITK_PAP_Nd_11
ITK_BK_Nd_01
ITK_BK_Nd_02

Januari 2014

6

September 2013

4

7 Oktober 2013

11

September 2013

2
30

4

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan sampel
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain sampel jaringan
nudibranch, Extraction kit Geneaid (Blood and Tissues) yang berisi sepaket
buffer, proteinase-k serta dilengkapi dengan GD Colum dan collection tube,
ethanol 96%, absolut ethanol, MgCl2, dNTP, ddH2O, PCR buffer, kapa Master
Mix, vivantis Master Mix, primer LCO (forward) dan HCO (reverse), amplitaq,
agarose, TAE buffer, EtBr, loading dye, dan low mass ladder.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gunting, botol sampel,
timbangan digital, alat tulis, bunsen, cawan petri, pinset, tray, sarung tagan karet,
vortex, heating block, alat sentrifuge, microtube, micropippet, pippet tips, thermo
cycler, kalkulator, gelas ukur, labu erlenmeyer, microwave, dan UV
transluminator.
Pengumpulan Sampel
Pengumpulan sampel koleksi menggunakan metode Random Sampling yaitu,
hanya mengambil individu nudibranch yang ditemukan saja saat penyelaman.
Sampel nudibranch yang didapatkan sebanyak 30 individu nudibranch dari tujuh
lokasi di Indonesia. Sampel dimasukkan kedalam tube berukuran 2 ml yang
berisikan ethanol 96% dan diberi label pada masing-masing tube untuk identitas
sampel. Identifikasi substrat dilakukan secara visual dengan mengambil dan

5
merasakan tekstur setelah itu pada kertas sabak dan kemudian difoto. Analisis
substrat berikutnya melalui foto yang telah diambil dan disesuaikan dengan
catatan tipe substrat. Seluruh sampel merupakan koleksi Laboratorium
Biosistematika dan Biodivesitas Kelautan, Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Ekstraksi
Tahap ekstraksi dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu, chelex
10% dan extraction kit Geneaid (Blood and Tissues). Metode ekstraksi
menggunakan chelex 10% yaitu metode yang digunakan untuk menyimpan DNA
kedalam raissin, sedangkan metode extraction kit Geneaid (Blood and Tissues)
yaitu metode yang digunakan untuk menyaring DNA dengan menggunakan
beberapa jenis buffer. Pengekstraksian metode chelex 10% dilakukan dengan cara
pemanasan 105 °C selama 60 menit. Tahapan ini harus dalam keadaan steril untuk
mencegah kontaminasi pada sampel.
Pada tahapan ekstraksi menggunakan kit, hal yang pertama dilakukan adalah
mengambil sedikit bagian perut nudibranch dengan menggunakan pinset,
kemudian sampel dikoyak agar sel mudah untuk lisis. Setelah dikoyak, sampel
dimasukkan ke dalam tube berukuran 1.5 mL kemudian ditambahkan 200 μL GST
Buffer dan 20 μL Proteinase-K. Campuran tersebut kemudian diinkubasi dengan
menggunakan heatingblock pada suhu 60 oC selama 1 jam atau hingga sampel
lisis. Setelah sampel lisis, sentrifuse selama 2 menit pada 14.000 rpm, pindahkan
supernatan pada tube 1.5 mL baru. Tambahkan 200 μL GSB Buffer lalu vortex
selama 10 detik. Tambahkan 200 μL absolut ethanol, segera vortex selama 10
detik. Tempatkan GD Column dalam 2 ml Collection Tube, dan pindahkan semua
campuran ke dalam GD Column. Sentrifuse selama 1 menit pada 14,000 rpm.
Buang 2 mLCollection Tube beserta cairan di dalamnya. Tempatkan GD Column
dalam 2 mL Collection Tube baru. Tambahkan 400 μLW1 Buffer ke dalam GD
Column kemudian sentrifus selama 30 detik pada 14,000 rpm. Buang cairan
dalam Collection Tube dan tempatkan kembali pada GD Column. Tambah 600 μL
Wash Buffer ke GD Column. Sentrifus selama 30 detik pada 14,000 rpm.Buang
cairan pada Collection Tube dan tempatkan kembali. Sentrifus selama 3 menit
pada 14.000 rpm untuk mengeringkan GD Collumn. Pindahkan GD Colum kering
ke tube berukuran 1.5 mL. Tambah 100 μL Elution Buffer dan 100 μL ddH2O,
diamkan selama 3 menit kemudian sentrifus selama 30 detik pada 14.000 rpm
untuk elusi DNA yang sudah dimurnikan.
Amplifikasi DNA(PCR)
Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR
(Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan
(replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik
ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat
sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Primer
yang digunakan pada penelitian ini merupakan primer dengan target lokus COI
yaitu LCO: (5' GGT CAA CAA ATC ATA AAG ATA TTG G 3') dan HCO: (5'
TAA ACT TCA GGG TGA CCA AAA AAT CA 3') (Folmer et al. 1994). Metode
PCR yang digunakan adalah metode hotstart dengan menggunakan dua master
mix, metode kapa master mix, dan 2x Taq Master Mix (Lampiran 1). Proses PCR

6
dilakukan dengan menggunakan alat thermocycler yang diprogram untuk
melakukan 35 siklus. Setiap siklusnya terdiri dari proses penempelan utas ganda
(pre denaturation) pada suhu 95 °C selama 3 menit, denaturation pada suhu 94 °C
selama 45 detik, annealling pada suhu 45 °C selama 45 detik dan extention pada
suhu 72 °C selama 2 menit. Kemudian dilanjutkan dengan final elongated pada
suhu 72 °C selama 10 menit.
Elektroforesis
Elektroforesis adalah metode untuk memisahkan senyawa kimia
berdasarkan laju pergerakan molekul dalam aliran listrik (Madduppa 2014).
Metode ini biasanya digunakan untuk tujuan analitik, tetapi dapat digunakan
sebagai teknik preparasi untuk memurnikan molekul sebelum menggunakan
metode lain untuk karakterisasi lanjut seperti spektrometri massa, PCR, kloning,
pengurutan DNA. Elektroforesis ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
DNA dalam produk PCR kita. Sebelum melakukan elektroforesis, terlebih dahulu
dibuat media elektroforesis yaitu agarosa 1% (agarose 0.5 g dan 50 mL TAE
Buffer) dengan 4 μL Etidium Bromida (EtBr) sebagai pewarna. Langkah
selanjutnya adalah mencampurkan 3 μLsampel hasil PCR dengan 1 μL loading
dye, campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sumur agarosa.
Elektroforesis menggunakan mesin elektroforesis tegangan 220 V dan arus 400
mA dengan waktu 25 menit. Panjang untaian basa DNA dapat diukur dengan
menggunakan 4μL Lowmass ladder yang dimasukkan pada sumur pertama pada
agarosa. Hasil elektroforesis berupa pita-pita yang dapat dilihat dengan
menggunakan alat UV transluminator.
Sekuensing DNA
Siklus pengurutan Nukleotida (Sequencing DNA) adalah metode untuk
menentukan urutan nukleotida yang terdapat dalam DNA. Urutan DNA
berhubungan dengan informasi genetik turunan dalam nukleus (inti), plasmid,
mitokondria, dan kloroplas yang membentuk dasar pengembangan semua
makhluk hidup. Prinsip sequencing menggunakan metode PCR sebagai
pijakkannya. Hasil berupa fragmen DNA dengan panjang yang bervariasi. Produk
PCR dikirimkan ke sequencing facilty UC Berkeley, Dept. of Moleculler and Cell
Biology Sequencing Facility, USA dengan menggunakan mesin sequencer ABI
1377.
Prosedur Analisis Data
Rekonstruksi Filogenetik dan Analisis Keragaman Genetik
Rekonstruksi filogenetik dan analisis keragaman genetik dilakukan dengan
cara mengedit data hasil sekuensing dengan menggunakan perangkat lunak
MEGA 6.0 (Molecular Evolutionary Genetic Analysis) untuk pembacaan urutan
nukleotida dan penjajaran (aligment) menggunakan ClustalW pada program
tersebut untuk melihat adanya keragaman nukleotida (Tamura et al. 2007).
Data hasil penjajaran nukleotida yang diperoleh kemudian dicocokkan pada
data yang tersedia pada GenBank di NCBI (National Centre for Biotechnology
Information) menggunakan BLAST (Basic Local Alignment Search Tool)

7
(http://blast.ncbi.nlm.nih.-gov). Analisis DNA barcoding dilakukan dengan
membuat pohon filogeni berdasarkan hasil penjajaran nukleotida yang telah
dicocokkan dengan data pada GeneBank. Pohon filogeni dibuat dengan
menjajarkan terlebih dahulu urutan nukleotida menggunakan piranti lunak Clustal
W2, lalu dihitung jarak genetik dari setiap sampel dan pembuatan pohon filogeni
dengan metode pengkelasan Neigbour-joining (NJ).
Rekonstruksi filogenetik bertujuan untuk mengetahui kekerabatan melalui
komposisi nukleotida yang digambarkan dalam pohon filogenetik.Pembuatan
Pohon filogenetik menggunakan metode Neighbor Joining Tree dengan jumlah
Bootstrap sebanyak 1000. Nilai Bootstrap menggambarkan ulangan yang
dilakukan oleh perangkat lunak MEGA 6.0 dalam merekonstruksi pohon
filogenetik tersebut. Metode Neighbor Joining Tree dapat menganalisa jarak
genetik antar spesies maupun intra spesies. Dalam pembuatan pohon filogenetik
perlu dimasukkan outgroup sebagai perbandingan. Dalam penelitian digunakan
Stichopus ocellatus sebagai outgroup. Analisis Keragaman genetik menggunakan
software dnasp dan arlequin yang menghasilkan nilai keragaman genetik. Nei
(1987) nilai keragaman genetik berkisar dari 0.1 – 0.4 masuk dalam kategori
rendah, sementara nilai 0.5 – 0.7 tergolong dalam kategori sedang, dan 0.8 – 1.0
merupakan kategori tinggi.
Hubungan Karakteristik Habitat dengan Sepesies Nudibranch
Evaluasi kuantitatif terhadap spesies nudibranch antar lokasi penelitian
dan kaitannya terhadap karakteristik habitat dilakukan menggunakan Analisis
Faktorial Korespondensi atau CA (Correspondence Analysis). Analisis
koresponden ini bertujuan untuk mencari hubungan antara modalitas dari dua
karakter atau variabel pada variabel matrik data kontigensi serta mencari
hubungan erat antara seluruh modalitas karakter dan kemiripan antar individu
berdasarkan konfigurasi pada tabel atau matrik data disjongtif lengkap (Bengen
2000). Analisis korespondensi ini dapat menggunakan software XLSTAT untuk
mendapatkan hasil grafik simetrik dan asimetri dari dua variabel matrik data
kontigensi (Mattjik dan Sumertajaya 2011).

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rekonstruksi Filogenetik
Hasil BLAST yang diinterpretasikan ke dalam pohon filogenetik seperti
dibawah ini.
72 65-LWKND04 IPB LCO
75 82-PAPND05 IPB LCO
76-PAPND02 IPB LCO
100
35 81-PAPND11 IPB LCO
Phyllidiella pustulosa gi614469630

44

60-NPND09 IPB LCO
99

Phyllidiella pustulosa

74-BKND02 IPB LCO

100

100 56-NPND02 IPB LCO
67-GPND01 IPB LCO
23

Phyllidiidae

63-LWKND02 IPB LCO

39

73-BKND02 IPB LCO

100

80-PAPND10 IPB LCO

33

Phyllidia ocellata gi614469624

phyllidia ocellata

62-LWKND01 IPB LCO

100
98

Phyllidia elegans gi4741707

Phyllidia elegans

100 58-NPND06 IPB LCO
Phyllidia varicosa gi614469622

49
47

64-LWKND03 IPB LCO

37

100 Phyllidia coelestis gi614469620
100 66-PDND02 IPB LCO

Phyllidia varicosa
Phyllidia coelestis

Taringa caudata gi595650141

17

Discodorididae

Taringa caudata

69-TJND06 IPB LCO
Doriprismatica atromarginata gi389941677

100

Doriprismatica atromarginata

100 70-TJND07 IPB LCO
Mexichromis multituberculata gi389941763

9 49

100
99

75-PAPND01 IPB LCO
Chromodoris annae gi389941607

100
81

Mexichromis multituberculata

72-TJND10 IPB LCO
Risbecia tryoni
Risbecia tryoni gi156047644
100
71-TJND08 IPB LCO
Chromodoris striatella
Chromodoris striatella gi614469614

100

23

Chromodorididae

Plakobranchidae

Chromodoris annae

Chromodorididae

77-PAPND03 IPB LCO
85-PAPND08 IPB LCO

79

61-NPND10 IPB LCO

Chromodoris magnifica

59-NPND07 IPB LCO

100
56 Chromodoris magnifica gi389941653
84-PAPND07 IPB LCO
100
Elysia cf. marginata 3 JV-2013 gi469735901
99

Elysia cf. marginata
Plakobranchidae

Plakobranchus sp. 1 JV-2013 gi469735971
78-PAPND04 IPB LCO
100
99 83-PAPND06 IPB LCO
Stichopus ocellatus gi159461562

Plakobranchus sp. 1
outgrup

0.05

Gambar 2 Rekonstruksi pohon filogeni DNA nudibranch

9

Data urutan basa yang sudah di BLAST didapatkan 14 spesies nudibranch
dari 30 sampel dengan tujuh lokasi di Indonesia. Gambar spesies nudibranch serta
habitat nudibranch yang ditemukan dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 2
merupakan hasil pohon filogenetik nudibranch yang terdiri dari 15 clade besar, 14
clade merupakan spesies nudibranch dan 1 clade Stichopus ocellata yang
merupakan outgroup. Setiap clade yang terbentuk menandakan perbedaan spesies.
Spesies yang didapatkan dari hasil BLAST adalah Phyllidiella pustulosa,
Phyllidia ocellata, Phyllidia elegans, Phyllidia varicosa, Phyllidia coelestis,
Taringa caudata, Doriprismatica atromarginata, Mexichromis multituberculata,
Risbecia tryoni, Chromodoris striatella, Chromodoris annae, Chromodoris
magnifica, Elysia cf. Marginata, dan Plakobranchus sp. Keragaman genetik dapat
terjadi tidak hanya pada intraspesies namun juga dapat terjadi pada interspesies.
Pada setiap clade besar masih terdapat clade kecil yang menandakan adanya
perbedaan komposisi basa nukleotida antar individu. Hal ini dapat terjadi karena
tiap-tiap individu berasal dari populasi yang berbeda.

Gambar 3 Peta persebaran spesies nudibranch di Nusa Penida (Bali)

10

Gambar 4 Peta persebaran spesies nudibranch di Teluk Jakarta

Gambar 5 Peta persebaran spesies nudibranch di Luwuk (Sulawesi Timur)

11

Gambar 6 Peta persebaran spesies nudibranch di Papua
Gambar 3 hingga Gambar 6 merupakan peta persebaran spesies
nudibranch di Indonesia yang dibagi menjadi empat region yaitu, Nusa Penida
(Bali), Teluk Jakarta, Luwuk (Sulawesi Timur), dan Papua. Nusa Penida (Bali)
telah teridentifikasi sebanyak tiga spesies nudibranch yaitu Phyllidiella pustulosa,
Phyllidia varicosa, dan Chromodoris magnifica. Dalam populasi tersebut terdapat
tiga genus yaitu genus Phyllidiella, Phyllidia, dan Chromodoris. Hal ini
memperlihatkan adanya perbedaan genetik dan komposisi nukleotida yang
berbeda pada setiap spesies tetapi berada di tempat yang sama. Komposisi
nukleotida dapat dilihat pada Tabel 2. Teluk Jakarta teridentifikasi lima spesies
dari enam pulau yaitu, Phyllidiella pustulosa, Taringa caudata, Doriprismatica
atromarginata, Mexichromis multituberculata, Risbecia tyroni, dan Chromodoris
striatella. Luwuk (Sulawesi Timur) telah teridentifikasi tiga spesies nudibranch
yaitu, Phyllidiella pustulosa, Phyllidia coelestis, dan Phyllidia elegans.
Sedangkan pada lokasi Papua telah teridentifikasi enam spesies nudibranch yaitu,
Phyllidiella pustulosa, Phyllidia ocellata, Chromodoris annae, Chromodoris
magnifica, Plakobranchus sp., serta Elysia cf marginata dan Phyllidiella
pustulosa di Biak. Populasi berbeda menandakan adanya kemungkinan habitat
yang berbeda serta adanya perbedaan genetik. Kondisi habitat dapat memengaruhi
materi genetik suatu individu dalam suatu spesies. Perbedaan genetik antar
populasi biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti genetic drift dan
natural selection (Freeland 2005).

12

Struktur Genetik
Urutan rantai basa nukleotida menggunkan locus CO1 menghasilkan 645689 bp, Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukan Hasil analisis komposisi basa nukleotida
dari individu nudibranch.
Tabel 2 Matriks komposisi nukleotida per spesies
Nama Spesies
Phyllidiella pustulosa
Phyllidia varicosa
Chromodoris magnifica
Phyllidia elegans
Phyllidia coelestis
Taringa caudata
Doriprismatica
atromarginata
Mexichromis
multituberculata
Chromodoris striatella
Risbecia tryoni
Chromodoris annae
Plakobranchus sp. 1
Phyllidia ocellata
Elysia cf. Marginata
Avg.

Komposisi Nukleotida %
T(U)
C
A
G
39.2
16.7
25.5
18.5
40.9
15.8
24.9
18.4
38.1
17.2
25.1
19.6
41.7
15.7
23.5
19.2
41.2
15.3
24.3
19.1
39.3
17.8
22.4
20.5
41.7
15.3
23.5
19.4

Jumlah
Nukleotida
658.0
658.0
658.0
600.0
658.0
657.0
654.0

40.3

18.8

22.9

17.9

658.0

40.3
37.7
38.1
41.8
40.0
39.5
39.8

15.2
18.5
17.0
14.9
16.1
17.0
17.0

25.1
23.6
25.1
21.9
24.9
24.2
24.3

19.5
20.2
19.9
21.4
19.0
19.3
18.9

658.0
589.0
654.0
658.0
658.0
658.0
559.4

Tabel 3 Matriks komposisi nukleotida per individu
Lokasi
Nusa Penida

Luwuk

Pulau Dapur
Gosong Pramuka
Teluk Jakarta

Biak
Raja Ampat (Papua)

Kode Sampel

Nama Spesies

Ident

ITK_NP_Nd_02
ITK_NP_Nd_06
ITK_NP_Nd_07
ITK_NP_Nd_09
ITK_NP_Nd_10
ITK_LWK_Nd_01
ITK_LWK_Nd_02
ITK_LWK_Nd_03
ITK_LWK_Nd_04
ITK_PD_Nd_02
ITK_GP_Nd_01
ITK_TJ_Nd_06
ITK_TJ_Nd_07
ITK_TJ_Nd_08
ITK_TJ_Nd_10
ITK_BK_Nd_02
ITK_BK_Nd_03
ITK_PAP_Nd_01
ITK_PAP_Nd_02
ITK_PAP_Nd_03
ITK_PAP_Nd_04
ITK_PAP_Nd_05

Phyllidiella pustulosa
Phyllidia varicosa
Chromodoris magnifica
Phyllidiella pustulosa
Chromodoris magnifica
Phyllidia elegans
Phyllidiella pustulosa
Phyllidia coelestis
Phyllidiella pustulosa
Taringa caudata
Phyllidiella pustulosa
Doriprismatica atromarginata
Mexichromis multituberculata
Chromodoris striatella
Risbecia tryoni
Phyllidiella pustulosa
Phyllidiella pustulosa
Chromodoris annae
Phyllidiella pustulosa
Chromodoris annae
Plakobranchus sp
Phyllidiella pustulosa

87%
99%
98%
87%
99%
97%
87%
99%
98%
99%
87%
99%
99%
98%
96%
87%
88%
99%
98%
99%
99%
98%

Komposisi Nukleotida %
T(U) C
A
G
38.2 17.8 25.3 18.6
41.4 16.9 24.5 17.3
38.8 17.5 24.6 19.1
40.6 16.5 25.1 17.8
38.6 17.5 24.7 19.2
42.0 16.9 24.1 17.1
41.6 15.5 23.5 19.4
41.4 16.3 24.7 17.6
39.6 17.3 25.3 17.8
38.6 18.6 23.9 18.8
38.2 17.8 25.3 18.6
43.1 15.3 22.4 19.2
42.4 17.3 23.5 16.9
40.6 15.7 25.3 18.4
37.5 20.2 23.1 19.2
41.4 15.9 23.9 18.8
39.6 16.9 26.7 16.9
37.6 18.0 25.3 19.0
39.4 17.5 25.3 17.8
39.2 16.9 25.5 18.4
41.0 16.1 22.0 21.0
40.6 17.6 22.7 19.0

Jumlah
Nukleotida
510.0
510.0
508.0
510.0
510.0
510.0
510.0
510.0
510.0
510.0
510.0
510.0
510.0
510.0
510.0
510.0
510.0
510.0
510.0
510.0
510.0
510.0

13

Tabel 3 (Lanjutan)
ITK_PAP_Nd_06
ITK_PAP_Nd_07
ITK_PAP_Nd_08
ITK_PAP_Nd_10
ITK_PAP_Nd_11

Plakobranchus sp.
Elysia cf marginata
Chromodoris annae
Phyllidia ocellata
Phyllidiella pustulosa

99%
93%
99%
88%
98%

Avg.

39.2
39.6
41.0
39.4
39.6
40.0

17.6
17.3
16.1
17.1
16.5
17.0

25.7
25.5
22.0
23.1
25.7
24.4

17.5
17.6
21.0
20.4
18.2
18.6

DNA makhluk hidup terdapat kuantitas yang sama antara basa Adenin (A)
dengan Timin (T), dan Guanin (G) dengan Sitosin (C). Komposisi basa inilah
yang membedakan antar spesies organisme (Jusuf 2001). Tabel 2 menunjukkan
bahwa komposisi A dan T pada tiap spesies nudibranch lebih banyak
dibandingkan C dan G dengan rata-rata pasang basa 559.4. Tabel 3 menunjukkan
hal yang sama bahwa komposisi A dan T pada setiap individu nudibranch lebih
banyak dibandingkan C dan G dengan rata-rata pasang basa 509.9. Jumlah A dan
T yang lebih banyak dibandingkan C dan G berkaitan dengan ikatan hidrogennya.
Ikatan hidrogen merupakan ikatan lemah yang mudah lepas dan mudah berikatan
kembali. Sifat ini yang memudahkan DNA untuk melakukan replikasi. Jarak
genetik dapat terlihat dengan jelas dalam tabel jarak genetik antar spesies
(Lampiran 3).
Pada tabel jarak genetik, jarak genetik terkecil ditunjukkan antara
Chromodoris striatella dengan Chromodoris magnifica sebesar 0.098 yang
artinya dalam 100 urutan basa terdapat 9.8 basa yang berbeda, sedangkan untuk
jarak genetik dengan nilai terbesar ditunjukkan antara outgroup dengan
Mexichromis multituberculata sebesar 0.455 yang artinya dalam 100 urutan basa
terdapat 45.5 basa yang berbeda. Semakin kecil nilai matriksnya, menunjukkan
bahwa kekerabatan setiap spesies semakin dekat dan dibuktikan oleh bentuk
pohon filogenik Gambar 2 dan Haplotype network Gambar 7.
Tabel 4 Matriks probabilitas substitusi nukleotida
Nukleotida

From\To
A (Adenin)

T (Timin)

C (Sitosin)

G (Guanin)

A

-

12.9148

1.5235

12.6793

T

7.8797

-

10.5770

2.9439

C

2.1578

24.5537

-

0.8945

G

16.6924

6.3521

0.8314

-

Keterangan : Transisi = cetak tebal, Transversi = cetak normal
Keanekaragaman dalam kehidupan dapat timbul karena faktor mutasi gen
yang menimbulkan keanekaragaman genetik. Mutasi gen disebut juga mutasi titik.
Mutasi ini terjadi karena adanya perubahan struktur gen atau DNA (Lehninger,
1982). Adapun yang disampaikan oleh Graur & Hsiung Li ada beberapa tipe
mutasi yaitu : (1) Mutasi substitusi merupakan penggantian sebuah nukleotida
dengan yang lainnya, (2) Rekombinasi merupakan sebuah nukleotida dengan yang
lainnya, (3) Delesi merupakan pergerakan satu atau lebih nukleotida pada DNA
delesi. Mutasi substitusi penting karena pada dasarnya proses evolusi dan urutan
DNA (urutan nukleotida) adalah substitusi dari sebuah nukleotida dengan yang
lainnya selama waktu evolusi (Graur & Hsiung Li, 2000 ; Puterbaugh &

510.0
510.0
510.0
510.0
510.0
509.9

14
Burleugh, 2001). Salah satu jenis mutasi adalah mutasi substitusi yang terdiri dari
transisi dan transversi. Transisi merupakan perubahan antara A dengan T (purin)
atau C dengan G (pirimidin). Transversi perupakan perubahan antara purin dengan
pirimidin (Karmana 2009). Kemungkinan mutasi substitusi jenis transisi lebih
banyak terjadi dibandingkan dengan transversi, seperti terlihat pada Tabel 4 (Nei
and Kumar 2000). Hal ini terjadi karena molekul yang mempunyai kemiripan
struktur lebih mudah tersubstitusi seperti pada transisi yang terjadi antara purin
dengan purin dan pirimidin dengan pirimidin (Wijana dan Mahardika 2010).
Keragaman Genetik
Nilai keragaman genetik memberikan informasi untuk beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan dan iklim serta penyakit (Lande 1988). Berikut
adalah nilai keragaman genetik nudibranch per lokasi penelitian.
Tabel 5 Keragaman genetik spesies nudibranch
Spesies
Phyllidiella pustulosa
Phllidia ocellata
Phyllidia elegans
Phyllidia varicosa
Phyllidia coelestis
Taringa caudata
Doriprismatica
atromarginata
Mexichromis
multituberculata
Risbecia tryoni
Chromodoris striatella
Chromodoris annae
Chromodoris magnifica
Elysia cf marginata
Plakobranchus sp.

NP
n
h
2
2

1

1

LWK
Hd n h
0.5 2 2

Hd
0.5

1

1

0

1

1

0

PD
n h

2

Hd
0

TJ
n h

Hd

BK
n H
2 2

Hd
0.5

PAP
n
h
3
3
1
1

Hd
0.27
0

3

3

0.3

1
2

1
2

0
0.5

0
1

2

Hd

GP
n
h
1
1

1

0
1

1

0

1

1

0

1
1

1
1

0
0

0.5

Keterangan: NP (Nusa Penida), LWK (Luwuk), PD (Pulau Dapur), GP (Gosong Pramuka), TJ (Teluk Jakarta),
BK (Biak), PAP (Papua), n (Jumlah sampel), h (Jumlah haplotype), Hd (Haplotype diversity)

Gambar 7 Haplotype network spesies nudibranch

15

Spesies Phyllidiella pustulosa ditemukan pada lima lokasi penelitian dengan
nilai keragaman haplotipe yang berbeda-beda. Phyllidiella pustulosa di Nusa
Penida memiliki nilai keragaman haplotipe (Hd) 0.5, Luwuk memiliki nilai
keragaman haplotipe 0.5, Gosong Pramuka nilai keragaman haplotipe 0, Biak nilai
keragaman haplotipe 0.5, dan Phyllidiella pustulosa Papua memiliki nilai
keragaman haplotipe 0.27. Menurut Nei (1987) nilai keragaman haplotipe
Phyllidiella pustulosa di Nusa Penida, Luwuk, dan Biak termasuk kedalam
kategori sedang, sedangkan Phyllidiella pustulosa Papua termasuk kedalam
kategori rendah, nilai keragaman haplotipe pada lokasi Gosong pramuka 0 karena
individu yang didapatkan hanya satu dan tidak mewakili populasi. Phyllidia
ocellata hanya ditemukan pada lokasi Papua dengan jumlah sampel sebanyak satu
sampel dengan nilai keragaman haplotipe 0. Phyllidia elegans memiliki nilai
keragaman haplotipe 0 yang hanya ditemukan pada satu lokasi saja yaitu, Luwuk.
Phyllidia varicosa hanya ditemukan sebanyak satu individu pada lokasi Nusa
Penida dengan nilai keragaman haplotipe 0. Taringa caudata memiliki nilai
keragaman haplotipe 0 pada lokasi Pulau Dapur. Teluk Jakarta ditemukan
sebanyak empat spesies nudibranch yaitu, Doriprismatica atromarginata,
Mexichromis multituberculata, Risbecia tyroni, dan Chromodoris striatella
dengan nilai keragaman haplotipe untuk masing-masing spesies adalah 0.
Chromodoris annae hanya ditemukan pada lokasi penelitian Papua dengan nilai
haplotipe 0.3 dan termasuk kedalam kategori rendah. Chromodoris magnifica
memiliki nilai keragaman haplotipe 0.5 pada lokasi Nusa Penida dan termasuk
kedalam kategori sedang. Papua juga ditemukan Elysia cf. marginata dan
Plakobranchus sp. dengan nilai keragaman haplotipe 0 dan 0.5 serta termasuk
kedalam kategori rendah dan sedang. Nuryanto (2009) menyebutkan bahwa
keragaman genetik yang tinggi mencerminkan besarnya ukuran populasi,
sedangkan penurunan ukuran populasi akan mengurangi keragaman genetik. Nilai
keragaman genetik yang rendah menandakan kecilnya ukuran populasi dan akan
mengurangi keragaman genetik.
Keragaman genetik dalam populasi yang tinggi didasarkan pada asumsi
bahwa tingkat evolusi dalam lingkungan yang berubah dibatasi oleh variasi
genetik (Soule and Simberloff 1986). Keragaman genetik penting bagi
kelangsungan hidup spesies karena spesie-spesies yang memiliki keragaman
genetik kecil mungkin lebih rentan terhadap penyakit atau efek dari perubahan
lingkungan. Peningkatan keragaman genetik menghasilkan keturunan dengan
berbagai karakteristik yang dapat menjamin untuk menahan perubahan
lingkungan dan mengurangi kemungkinan kerusakan gen (seperti penyakit)
muncul dalam populasi. Pada penelitian ini tidak ada yang masuk kedalam
kategori tinggi dikarenakan jumlah sampel yang ditemukan belum terlalu banyak
sehingga belum mewakili populasi.
Konektivitas genetik berkaitan dengan keragaman genetik. Hasil yang
diperoleh pada Gambar 7 mengidentifikasikan bahwa Phyllidia varicosa dan
Phyllidia coelestis merupakan satu keturunan dengan genus yang sama namun
dalam spesies yang berbeda. Hal ini mengidentifikasikan bahwa antar kedua
spesies tersebut memiliki genetik yang tidak jauh berbeda. Phyllidia elegans dan
Risbecia tyroni memperlihatkan bahwa keduanya merupakan satu keturunan
namun dengan jarak yang cukup jauh karena termasuk kedalam genus yang
berbeda. Phyllidia ocellata dan Phyllidia varicosa merupakan satu keturunan.
Phyllidiella pustulosa semuanya merupakan satu keturunan dan tidak berdekatan

16
dengan spesies nudibranch yang lainnya. Chromodoris annae dan Chromodoris
magnifica merupakan satu keturunan dengan jumlah haplotipe pada spesies
Chromodoris annae lebih banyak dibandingkan dengan Chromodoris magnifica.
Doriprismatica atromarginata dan Mexichromis multituberculata merupakan satu
keturunan dengan genus yang sama dengan spesies yang berbeda. Sedangakan
Plakobranchus sp dan Taringa caudata memiliki jaringan haplotipe yang sangat
jauh, hal ini dikarenakan keduanya tidak termasuk kedalam famili, genus, dan
spesies yang sama.
Konektivitas genetik yang terjadi akan mempengaruhi tinggi rendahnya
keragaman genetik pada suatu populasi. Keragaman genetik suatu populasi akan
meningkat jika terdapat suatu masukan genetik dari populasi lain atau biasa
disebut dengan migrasi genetik. Migrasi yang besar akan menyebabkan terjadinya
perkawinan silang dan percampuran gen antar populasi yang berbeda, sehingga
akan diperoleh variasi gen yang berbeda-beda (Kusuma 2014).

Karakteristik Habitat
Setiap spesies nudibranch memiliki hubungan dengan habitatnya sebagai
tempat tinggal, mencari makan, dan kawin. Pada penelitian ini dilakukan
Correspondence Analysis (CA) antara karakteristik habitat dengan spesies
nudibranch untuk melihat hubungan antar keduanya. Dibawah ini merupakan
tabel deskripsi habitat famili nudibranch:
Tabel 6 Deskripsi habitat famili nudibranch
Habitat
Famili
Terumbu Karang

Rubbel

Substrat Berpasir

Pasir Berbatu

Phyllidiidae

7

2

2

2

Chromodorididae

2

4

0

3

Discodorididae

1

0

0

0

Plakobranchidae

3

0

0

1

17

Berikut adalah hasil Correspondence Analysis (CA) :
Symmetric plot
(axes F1 and F2: 96,59 %)
2

Discodorididae

1.5

Substrat berpasir

F2 (37,11 %)

1

Substrat berbatu

0.5

Chromodorididae
Rubble
0
Phyllidiidae
Terumbu karang

-0.5

Plakobranchidae
-1
-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

F1 (59,47 %)
Columns

Rows

Gambar 8 Plot simetrik hubungan antara habitat dengan spesies dalam famili
nudibranch
Keterangan : Famili Phyllidiidae (Phyllidiella pustulosa, Phyllidia elegans,
Phyllidia coelistis, Phyllidia ocellata), famili Chromodorididae
(Chromodoris
magnifica,
Doriprismatica
atromarginata,
Mexichromis
multituberculata,
Chromodoris
striatella,
Chromodoris annae), famili Discodorididae (Taringa caudata),
famili Plakobranchidae (Risbecia tryoni, Plakobranchus sp, Elysia
cf marginata).
Tabel 7 Deskripsi habitat spesies nudibranch
Spesies

Terumbu Karang

Rubbel

Habitat
Substrat Berpasir

Substrat Berbatu

Phyllidiella pustulosa

7

2

0

0

Phyllidia varicosa

0

0

0

1

Phyllidia elegans

0

0

0

1

Phyllidia coelestis

0

0

1

0

Phyllidia ocellata

0

0

1

0

Chromodoris magnifica

2

1

0

0

Doriprismitica atromarginata

0

0

0

1

18
Tabel 7 (Lanjutan)
Mexichromis multituberculata

0

0

0

1

Chromodoris striatella

0

0

0

1

Chromodoris annae

0

3

0

0

Taringa caudata

1

0

0

0

Risbecia tryoni
Plakobranchus sp.

0
2

0
0

0
0

1
0

Elysia cf. Marginata

1

0

0

0

Berikut adalah hasil Correspondence Analysis (CA) :
Symmetric plot
(axes F1 and F2: 76,30 %)
1
Phyllidia
Chromodoris
Plakobranchus
Rubbel
Terumbu
Elysia
Phyllidiella
cf marginata
varicosa
elegans
karang
pustulosa
annae
magnifica
sp

Doriprismatica
Mexichromis
Risbecia
Chromodoris
Pasir berlumpur
tryonistriatella
multituberculata
atromarginata

F2 (38,15 %)

0

-1

-2

Phyllidia
Substratcaudata
Taringa
coelestis
ocellata
berpasir
-3
-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

F1 (38,15 %)
Columns

Rows

Gambar 9 Plot asimetrik hubungan antara habitat dengan spesies nudibranch
Nudibranch dapat hidup di perairan dangkal, terumbu karang, hingga dasar
laut yang gelap dengan kedalaman lebih dari satu kilometer dan dapatdijumpai di
berbagai tipe habitat mulai dari substrat bersedimen lumpur lunak sampai substrat
keras berbatu (Aiken 2003). Habitat nudibranch erat kaitannya dengan makanan
yang dibutuhkannya. Berbagai jenis nudibranch pada umumnya memilih jenis
makanan yang spesifik (Todd 1981). Gambar 8 dan 9 merupakan plot hubungan
dua kategori peubah hasil yang dapat dilihat pada dari analisis korespondensi.
Berdasarkan gambar 8 dan 9 dengan total informasi 96.59% menunjukkan bahwa
habitat berhubungan erat dengan spesies. Tabel 6 memperlihatkan spesies
nudibranch yang termasuk kedalam famili Phyllidiidae habitatnya adalah terumbu
karang dan spesies dalam famili Chromodorididae banyak mendiami rubbel
sebagai habitatnya. Bell dan Galzin (1984) menyebutkan dalam penelitiannya
bahwa, terdapat hubungan langsung antara tutupan karang hidup dan
keanekaragaman spesies organisme bentik. Diduga bahwa ditempat dimana
tutupan karang baik, maka makin banyak jumlah nudibranchia dan makin baik
keanekaragaman spesiesnya. Hal ini berbanding lurus terhadap spesies dalam

19
famili Phyllidiidae lebih banyak ditemukan pada karang hidup dibandingakan
dengan spesies nudibranch dalam famili Chromodorididae.
Jumlah individu nudibranch dari famili Phyllidiidae ditemukan lebih
banyak dibandingakan dengan famili nudibranch lainnya (Tabel 7). Hal ini
berbanding lurus dengan penelitian sebelumnya Yasman (2002) memaparkan
mengenai distribusi vertikal siput anggota ordo Nudibranchia pada ekosistem
terumbu karang di Kepulauan Seribu. Hasil observasinya menunjukkan bahwa
spesies nudibranch dari famili Phyllidiidae yang palin sering ditemui dan paling
banyak jumlah individunya, serta tersebar di berbagai kedalaman dari 6 meter
hingga 24 meter.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Identifikasi spesies nudibranch dengan metode molekuler menghasilkan
pohon filogenetik yang menerangkan hubungan kekerabatan antar spesies.
Analisis keragaman genetik menggunakan marka mitokondria menghasilkan
empat belas spesies nudibranch dari tiga puluh sampel yang teridentifikasi dengan
kesamaan (homologi) sebesar 87% - 99%. Panjang basa rata-rata per spesies yang
didapatkan adalah 559.4 dan panjang basa rata-rata per individu adalah 509.9.
Keragaman genetik untuk setiap spesies nudibranch berbeda-beda dengan kategori
rendah hingga sedang, serta memiliki nilai keragaman genetik 0 hingga 0.5. Nilai
keragaman genetik rendah terdapat pada spesies Phyllidiella pustulosa di Gosong
pramuka, Phyllidiella pustulosa di Papua, Phyllidia ocellata di Papua, Phyllidia
elegans di Luwuk, Phyllidia varicosa di Nusa Penida, Phyllidia coelestis di
Luwuk, Taringa caudata di Pulau Dapur, Doriprismatica atromarginata,
Mexichromis multituberculata, Risbecia tyroni, Chromodoris striatella di Teluk
Jakarta, Chromodoris annae di Papua dan Elysia cf marginata di Papua. Nilai
keragaman genetik sedang terdapat pada Phyllidiella pustulosa di Luwuk, Nusa
Penida dan Biak, Chromodoris magnifica di Nusa Penida, serta Plakobranchus sp
di Papua. Hubungan karakteristik habitat dengan spesies nudibranch didapatkan
melalui Correspondence Analysis (CA) yang menjelaskan spesies nudibranch
yang termasuk kedalam famili Phyllidiidae habitatnya adalah terumbu karang dan
spesies dalam famili Chromodorididae banyak mendiami rubbel sebagai
habitatnya.
Saran
Perlu dilakukan kajian penelitian lebih lanjut berupa analisis filogeografi
tentang seluruh spesies nudibranch yang ada di Indonesia untuk memperkaya data
tentang keragaman genetik serta hubungan dengan karakteristik habitat.
Identifikasi tipe substrat sebaiknya dianalisis menggunakan saringan bertingkat.

20

DAFTAR PUSTAKA
Aiken RB. 2003. Some aspects of the life history of an intertidal population of the
Nudibranch Dendronotus frondosus (Ascanius, 1774) (Opisthobranchia :
Dendronotoidea) in the bayof fundy. Veliger 46 (2): 169-175.
Allen GR, Steene R. 1999. Indo-Pacific Coral Reef Guide. Singapore : Tropical
Reef Research.
Behrens DW. 2005. “Nudibranch Behavior”. New World Publications, Inc.
Jacksonville, FL. 176 pp.
Bell JD, Galzin R. 1984. “Influence of Coral Cover on Coral-Reef Fish
Communities”. Marine Ecology Progress Series 15: 265-274.
Bengen DG. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik
Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 86 hal.
Brunckhorst DJ. 1993. The systematic and phylogeny of phyllidiid nudibranch
(Doridoidea). Records of the Australian Museum Supplement 16:107 hlm.
Dayrat B. 2006. A Taxonomic Revision Of Paradoris Sea Slugs (Mollusca:
Gastropoda: Nudibranchia: Doridina). Zoological journal of the linnaean
society. 147:125-238.
Debelius H. 2004. Nudibranch and Sea Snails Indo-Pacific Field Guide. IKANUnterwasserarchiv, Frankfurt: 320 pp.
English S, Wilkinson C and Baker V. 1997. Survey Manual for Tropical Marine
Resources. 2nd Edition. Australian Institute of Marine Science. Townsville.
Australia.
Folmer O, Black M, Hoeh W, Lutz R and Vrijenhoek R. 1994. DNA Primers for
Amplification of Mitochondrial Cytochrome C Oxidase Subunit I from
Diverse Metazoan Invertebrates. Mol Mar Bio Biotech. 3: 294–299.
Freeland R. 2005. Molecular Ecology. England(GB): John Wiley&Sons. Ltd.
Godfrey S. 2001. Factors Affecting Nudibranch Diversity in The Wakatobi
Marine
National
Park,
URL
:
http//www.opwall.com/.../Invertebrates/Godfrey,%20S%20Factors%affect
ing%20nudibranch%20distribution.pdf.
Graur D, Hsiung Li. 2000. Fundamentals of Molecular Evolution. Sunder-land,
MA, USA : Sinauer Associates.
Indraswati E. 2006. INCL Indonesia: Indonesian Nature Conservation news Letter
9-44b.
Jensen KR. 2005. “ Distribution and Zoogeographic affinities of The Nudibranch
Fauna (Mollusca, Ophistobranchia, Nudibr