Keragaman Genetik Ganoderma Spp. dari Beberapa Tempat di Sumatera Utara

Keragaman Genetik Ganoderma spp. dari Beberapa Tempat di Sumatera Utara
Genetic Variability of Ganoderma spp. from Several Areas in North Sumatra
Dwi Suryanto, Siskha Andriani, dan Kiki Nurtjahja
Pengajar di Dept. Biologi, Fakultas MIPA USU, Medan 20155
Diterima 5 Januari 2005 / Disetujui 21 Juli 2005

Abstract
Twelve Ganoderma isolates were found from several areas in North Sumatra. Based on
their morphological characterization, these isolates were identified as 5 species of Ganoderma
(Ganoderma applanatum, G. tsugae, G. lucidum, G. bonninense, and Ganoderma sp.).
Genetic analysist of the isolates including G. lucidum isolate of DXN by amplification of rDNA
using internal transcribed spacer ITS1 and ITS4 primer produced single-same size fragment of 600
bp.
Keywords: Ganoderma applanatum, G. tsugae, G. lucidum, G. bonninense, internal
transcribed spacer

Abstrak
Sebanyak 12 isolat jamur Ganoderma spp. dari beberapa tempat di Sumatera Utara
berhasil diisolasi. Berdasarkan ciri-ciri morfologi, 12 isolat tersebut termasuk dalam 5 spesies,
yaitu Ganoderma applanatum, G. tsugae, G. lucidum, G. bonninense, dan Ganoderma sp.
Analisis genetika semua isolat termasuk isolat G. lucidum DXN dengan amplifikasi rDNA

menggunakan primer internal transcribed spacer, ITS1 dan ITS4 menghasilkan fragmen
tunggal dengan ukuran sama besar sekitar 600 pb.
Kata kunci: Ganoderma applanatum, G. tsugae, G. lucidum, G. bonninense, internal transcribed
spacer

Pendahuluan
Hutan Sumatera Utara banyak
ditumbuhi beragam tumbuhan dan jamur
yang berkhasiat obat, termasuk jamur genus
Ganoderma. Moncalvo, et al. (1995)
menyatakan bahwa terdapat 250 spesies
Ganoderma
di
dunia
yang
telah
diidentifikasi, sebagian besar diantaranya
terdapat di daerah tropis. Suriawiria (2001)
melaporkan bahwa 21 spesies Ganoderma
hidup di Indonesia.

Ganoderma, dikenal sebagai Ling
Zhi di Cina dan Reishi di Jepang, telah
digunakan sejak abad keempat masehi
sebagai salah satu komponen obat dalam
obat-obatan
tradisional
Cina.
Pemanfaatannya sebagai obat alternatif
berbagai penyakit terus dikembangkan
(Dunham, 2000). Meskipun Ganoderma
spp. telah digunakan ratusan tahun di Cina

dan Jepang sebagai obat tradisional untuk
penyembuhan berbagai penyakit, penelitian
secara sistematik baru berlangsung sekitar
25 tahun (Boh, et al., 2000). Pada tahun
1997 produksi Ganoderma dunia mencapai
4500 ton, 3000 ton diantaranya dihasilkan
oleh Cina. Total perdagangan Ganoderma
dunia mencapai 1,2 juta dolar Amerika

(Dunham, 2000).
Berbagai senyawa aktif terkandung
dalam jamur Ganoderma. Senyawa aktif
tersebut memiliki potensi sebagai antitumor
dan antikanker, penurun tekanan darah,
penurun kadar kolesterol dalam darah,
inhibitor penggumpalan platelet, protein
imunomodulator,
pencegah
pelepasan
histamin, dan anti HIV (Dunham, 2000).
Senyawa aktif tersebut antara lain:
ganoderik,
lusiderik,
ganodermik,
ganoderenik, ganolusidik, asam aplanosidik,

70

Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 40 • No. 2 • September 2005


polisakarida,
protein,
asam
amino,
nukleotida, alkaloid, steroid, lakton, asam
lemak, dan enzim (Boh, et al., 2000).
Walaupun ada beberapa jenis
Ganoderma, namun kebanyakan penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui khasiat
obat terutama menggunakan G. lucidum
(Dunhan 2000). Tubuh buah maupun
ekstrak G. lucidum dapat difermentasi
menjadi minuman beralkohol, ataupun
minuman kesehatan. Selain minuman,
industri makanan juga sudah menggunakan
tubuh buah, ekstrak, miselium, dan
polisakarida G. lucidum untuk menjadi
permen, jeli, dan serat diet (Boh, et al.,
2000).

Sifat miselium/spora jamur mudah
mengalami perkawinan secara seksual,
menyebabkan variasi dan perubahan sifat
genetis antar spesies (Alexopoulos and
Mims, 1979). Semakin besar jumlah spesies
atau genus maka peluang terjadinya
kombinasi akan semakin besar juga.
Perubahan susunan genetis ini akan
menyebabkan perubahan terhadap senyawasenyawa yang dihasilkan oleh setiap jenis
rekombinan tersebut. Komposisi kimia yang
terkandung di dalam tubuh jamur juga
sangat dipengaruhi oleh tempat hidupnya
(Alexopoulos and Mims, 1979, Pacioni,
1981, Suriawiria, 2001, Nurtjahja and
Priyani, 2001).
Basidiokarp
jamur
Ganoderma
tampak sangat mirip satu sama lain sehingga
menimbulkan

kebingungan
dalam
identifikasi spesies (Adaskaveg and
Gilberton, 1988), menimbulkan banyak
nama dalam genus ini. Dalam 14 tahun
terakhir, hubungan antar jenis dari
beberapa Basidiomycota sering dianalisis
secara genetik dengan telaah restriction
fragment length polymorphism (RFLP) dari
genom inti dan amplifikasi dari sekuen inti
dengan polymerase chain reaction (PCR)
(Gonzalez and Labare, 2000).
Analisis genetik jenis jamur dan
khamir telah dilakukan oleh banyak

71

peneliti dengan menggunakan DNA yang
menyandi ribosomal DNA (rDNA)
(McCullough, et al., 1998, Hamelin, et al.,

1996). Metode ini berdasarkan pada rDNA
yang secara alamiah terkonservasi sehingga
isolat
dari
spesies
yang
sama
mempertahankan sekuen yang sama.
Semakin berbeda spesies secara filogenetik,
semakin berbeda sekuen sebagian dari
rDNA ini (McCullough, et al., 1998).
Gen 18S rDNA, termasuk dua
daerah internal trancript spacer (ITS) dan
gen 5.8S rDNA memiliki panjang total
2.600 bp, terpisah dari gen 25S rDNA yang
memiliki panjang 3,300 bp (McCullough, et
al., 1998). Telah diketahui bahwa daerah
ITS ini cukup bervariasi sehingga cukup
baik untuk dijadikan indikator pembanding.
Variasi sekuen pada daerah ITS ini

memungkinkan digunakannya daerah ini
untuk telaah filogenetik dari banyak
organisme yang berbeda (Henry, et al.,
2000, Ahmed, et al., 1999, McCullough, et
al., 1998, Hamelin, et al.,. 1996). Daerah
ITS yang terletak antara gen 18S dan 28S
rDNA ini memberikan kelebihan yang baik
dibandingkan dengan molekul target
lainnya termasuk sensitivitasnya karena
memiliki sekitar 100 kopi dalam genom.
Gen 5.8S rDNA memisahkan kedua daerah
ITS ini. Daerah ini mempunyai laju evolusi
yang tinggi dan ada pada semua gen rRNA
eukaryot (Jorgensen, et al., 1987).
ITS1 dan ITS4 telah banyak
digunakan
dalam
beberapa
telaah
filogenetik (McCullough, et al., 1998;

Hamelin, et al., 1996). Hasil amplifikasi
daerah ini menghasilkan pita dengan
ukuran berbeda (Hamelin, et al., 1996).
Ribotyping ITS merupakan metode yang
mudah untuk membedakan jenis Aspergillus
(Henry, et al., 2000). Sekuen ITS juga dapat
membedakan antar strain sangat dekat
Trichophyton mentagrophytes (Jackson, et al.,
1999).
Telaah perbandingan dari sekuen
nukleotida gen rDNA memberikan

Dwi Suryanto, Siskha Andriani, dan Kiki Nurtjahja: Keragaman Genetik Ganoderma spp.

kemungkinan untuk analisis hubungan
filogenetik dari berbagai level taksonomi
yang berbeda dan membantu dalam
mengembangkan cara identifikasi jenisjenis jamur (Ahmed, et al., 1999). Dengan
membandingkan keragaman genetik jenisjenis Ganoderma yang terdapat di Sumatera
Utara dengan G. lucidum yang telah

diketahui memiliki potensi sebagai obat
tradisional, maka diharapkan di antara
genus Ganoderma indigenous Sumatera
Utara dapat dimanfaatkan sebagai bahan
obat tradisional.

Bahan dan Metoda
Pengambilan sampel dan identifikasi jamur
Ganoderma
Basidiokarp segar dari spesies atau
sub-spesies Ganoderma diambil dari Hutan
Taman Wisata Alam Sibolangit, Hutan
Taman Nasional Gunung Leuser, dan
Medan. Identifikasi berdasarkan morfologi
dilakukan dengan menggunakan buku kunci
identifikasi jamur dari Largent and Thiers
(1977), Largent (1986), Arora (1996),
Pacioni (1981), dan Bessette, et al.. (1997).
Isolasi kromosom dan analisis genetik
Isolasi kromosom menggunakan

modifikasi metode ekstraksi sebagai yang
digambarkan oleh Sambrook, et al. (1989).
Miselium dari kultur berumur 1 minggu
dibekukan dengan nitrogen cair dan digerus
dengan
mortar.
Gerusan
miselium
selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung
mikro kemudian berturut-turut ditambah
100 μl 10% SDS dan 10 μl Proteinase-K
(10mg/ml), selanjutnya diinkubasi selama 1
jam pada suhu 37 °C. Setelah diberikan 100
μl NaCl dan 100 μl pre-heated CTAB/NaCl
(65 °C), larutan diinkubasi pada suhu 65 °C
selama 20 menit. Sebanyak 0.5 ml
fenol:kloroform:isoamilalkohol
(25:24:1)
ditambahkan ke dalam larutan dan
dicampur dengan cara membalikkan tabung
mikro. Tabung disentrifugasi selama 10
menit. Fase aqueous dipindah dengan pipet
untuk kemudian dipresipitasi dengan 0.6

volume isopropanol dingin selama 20
menit. Fase aquous dibuang setelah tabung
terlebih dahulu disentrifugasi selama 10
menit. Pelet dicuci dengan 70% etanol
dingin. Etanol kemudian dibuang. Tabung
dikering angin untuk membuang sisa etanol.
Ke dalam tabung ditambahkan 25 μl air
bebas nuklease atau penyangga TE IX.
Tabung selanjutnya disimpan dalam suhu –
20 °C.
Amplifikasi ITS dan elektroforesis
Setelah isolasi, DNA diamplikasi
dengan
primer
ITS1
(5’TCCGTAGGTGAACCTGCGG-3’) dan
ITS4
(5’TCCTCCGCTTATTGATATGC-3’)
dalam mesin Gene Amp PCR System 2,400
Thermocycler
(Perkin-Elmer
Cetus,
Norwalk, Conn). Setiap tabung berisi 25 μl
terdiri dari 18.5 μl ddH2O, 1μl penyangga
2.5x, 0.5 μl dNTP, masing-masing 1 μl
primer ITS1 dan ITS4, 0,5 μl Taq pol (2.5
U), dan 1 μl DNA cetakan. Reaksi
amplifikasi dimulai dengan kondisi pra PCR
selama 3 menit pada suhu 94°C,
dilanjutkan dengan 30 siklus termal yang
masing-masing terdiri denaturasi DNA pada
suhu 94°C selama 1 menit, penempelan
pada suhu 60°C selama 1 menit, dan
pemanjangan utas nukleotida pada suhu
72°C selama 2.5 menit (McCullough, et al.,
1998). DNA yang teramplifikasi dianalisis
dengan elekroforesis minigel. Sebagai
pembanding dalam analisis DNA digunakan
sampel isolat G. lucidum dari DXN.

Hasil dan Pembahasan
Karakterisasi morfologi Ganoderma
Hasil koleksi dari Hutan Taman
Wisata Alam Sibolangit, Hutan Taman
Nasional Gunung Leuser, dan Medan
diperoleh 12 isolat dari genus Ganoderma.
Berdasarkan bentuk morfologi isolat-isolat
ini digolongkan ke dalam 5 spesies, masingmasing: G. applanatum, G. tsugae, G.
lucidum, G. bonninense, dan Ganoderma sp.
Beberapa variasi morfologi terdapat pada

72

Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 40 • No. 2 • September 2005

Tabel 1.

Karakterisasi morfologi Ganoderma spp. dari Hutan Taman Wisata Alam Sibolangit, Hutan
Taman Nasional Gunung Leuser dan Medan

Jenis dan asal

Tudung

Permukaan

Tangkai

Pore

G. applanatum1
(Ga1); Telaga,
Langkat

Diameter 12 cm, tebal 0.5 cm, Bentuk
kipas, keras, berwarna coklat dengan
tepi coklat kekuningan membentuk
zona konsentris
Diameter 10 cm, tebal 0.8-1 cm, bentuk
kipas, keras, berwarna coklat dengan
tepi putih kekuningan, membentuk
zona konsentris
Diameter 45 cm, tebal 1 cm, bentuk
kipas, keras, berwarna coklat kehijauan
dengan tepi putih kekuningan,
membentuk zona konsentris
Diameter 12 cm, tebal 1 cm, bentuk
ireguler, keras, berwarna coklat dengan
tepi coklat, membentuk zona konsentris
Diameter 5 cm, tebal 0.7 cm, bentuk
kipas, keras, berwarna coklat
kehitaman dengan tepi coklat,
membentuk zona konsentris
Diameter 15 cm, tebal 0.7 cm, bentuk
ireguler, keras, berwarna coklat
kemerahan dengan tepi coklat
kemerahan, membentuk zona
konsentris
Diameter 10 cm, tebal 0.7-1 cm, bentuk
semi sirkuler, keras, berwarna coklat
kemerahan dengan tepi coklat
kemerahan, membentuk zona
konsentris
Diameter 4.5 cm, tebal 0.5 cm, bentuk
semi sirkuler, keras, berwarna hitam
kehijauan dengan tepi hitam kehijauan,
membentuk zona konsentris

Atas licin, bawah
berpori

Tidak bertangkai

Atas licin, bawah
berpori

Tidak bertangkai

Atas licin, bawah
berpori, tepi agak
pipih

Tidak bertangkai

Warna putih
kecoklatan,
spora berwarna
coklat
Warna putih
kecoklatan,
spora berwarna
coklat
Warna putih
kekuningan

Keras dan halus

Bertangkai coklat,
tebal 0.8-1 cm dan
panjang 1.5-2 cm
Bertangkai coklat,
tebal 0.8-1 cm dan
panjang 1.5-2 cm

Warna putih

Keras dan
berlekuk-lekuk

Tidak bertangkai

Warna putih

Keras dan halus

Tidak bertangkai

Warna putih

Keras dan
berlekuk-lekuk

Bertangkai coklat
kehijauan; tebal 0.3
cm dan panjang 7
cm

Putih, jika
ditoreh
berwarna
merah

Diameter 16 cm, tebal 0.5 cm, bentuk
semi sirkuler, keras, berwarna merah
kehitaman dengan tepi kekuningan,
membentuk zona konsentris
Diameter 10 cm, tebal 0.5 cm, bentuk
ireguler seperti kipas atau ginjal, tidak
sekeras G. applanatum, berwarna
merah kecoklatan dengan tepi merah
kehitaman, membentuk zona konsentris

Halus dan berkilat

Tidak bertangkai

Warna putih

Halus dan berkilat

Bertangkai, warna
seperti tudung; tebal
1-1.5 cm dan
panjang 4.5 cm

Diameter 10 cm, tebal 0.5 cm, bentuk
ireguler, tidak sekeras G. applanatum,
berwarna merah kecoklatan dengan tepi
merah kehitaman, membentuk zona
konsentris
Diameter 7.5 cm, tebal 0.5-1 cm,
bentuk semi sirkuler, tidak terlalu keras
(rapuh), berwarna coklat kemerahan
dengan tepi putih kekuningan,
membentuk zona konsentris

Halus dan berkilat

Bertangkai, warna
seperti tudung; tebal
1-1.5 cm dan
panjang 4.5 cm

Warna coklat
kemerahan;
spora berwrna
coklat dengan
permukaan
agak kasar
Warna coklat
kemerahan

Licin dan berkilat

Bertangkai, warna
coklat kemerahan;
tebal 1-1.5 cm dan
panjang 7 cm

G. applanatum2
(Ga2); TWA,
Sibolangit, Karo
G. applanatum3
(Ga3); Tangkahan,
TNGL, Langkat
G. applanatum4
(Ga5); TWA,
Sibolangit, Karo
G. applanatum5
(Ga5); TWA,
Sibolangit, Karo
G. applanatum6
(Ga6); Tangkahan,
TNGL, Langkat
G. applanatum7
(Ga7); Telaga,
Langkat
Ganoderma sp.
(Gsp); TWA,
Sibolangit, Karo
G. tsugae (Gt);
Telaga, Langkat
G. lucidum1 (Gl1);
TWA Sibolangit,
Karo.

G. lucidum2 (Gl2);
Kampus USU,
Medan
G. bonninense
(Gb); Marihat

G. applanatum, dan diduga sebagai sub
spesies
Ganoderma.
Untuk
dapat
memastikan variasi ini terjadi dilakukan
analisis genom. Satu isolat Ganoderma
belum diketahui spesiesnya, namun

73

Keras dan halus

Warna putih

Warna putih
kecoklatan

berdasarkan ciri-ciri genus memperlihatkan
kedekatan dengan Ganoderma. Berikut
karakterisasi morfologi Ganoderma yang
berhasil dikoleksi.

Dwi Suryanto, Siskha Andriani, dan Kiki Nurtjahja: Keragaman Genetik Ganoderma spp.

Gambar 1. Profil DNA Ganoderma spp. hasil amplifikasi dengan menggunakan primer ITS1 dan ITS4

Analisis keragaman genetik Ganoderma
Amplifikasi dengan menggunakan
primer ITS1 dan ITS4 pada semua contoh
Ganoderma termasuk kultivasi spora G.
lucidum DXN sebagai kontrol positif
menghasilkan satu pita tunggal dengan
besar ≈ 600 bp (Gambar 1). Hasil ini
menunjukkan bahwa semua Ganoderma
yang diuji dengan metode ini menunjukkan
kesamaan genetik. Dari kenyataan ini
diharapkan bahwa senyawa aktif yang
terdapat dalam semua isolat yang dikoleksi
dari berbagai tempat di Sumatera Utara
termasuk isolat G. lucidum DXN juga sama.
Dengan demikian isolat-isolat lokal
memiliki potensi setara dengan isolat
komersial.
Bagaimanapun
pengujian
terhadap senyawa berkhasiat obat tetap
perlu dilakukan.
Penggunaan primer ITS1 dan ITS4
yang merupakan primer khusus untuk
mengamplifikasi daerah ITS didasarkan
pada beberapa pertimbangan, diantaranya
bahwa pasangan primer ITS1 dan ITS4
telah
sukses
digunakan
untuk
mengamplifikasi daerah ITS dari fungi
Pythium spp. (Matsumoto, et al., 1999) dan
Botryospaeria spp. (Ogata, et al., 2000).
Jumlah pita yang sama dengan jumlah
sampel mengartikan bahwa pasangan primer
ini hanya mengamplifikasi satu fragmen
DNA pada setiap sampel jamur. Dari sini

diketahui bahwa teknik ini tidak mampu
membedakan variasi yang terjadi antar
spesies dalam genus Ganoderma.
Perbedaan lokasi pengambilan sampel
ternyata tidak mempengaruhi besar dan
jumlah pita yang teramplifikasi. Hasil
serupa juga diamati oleh Dunham (2000)
yang mengkoleksi jamur ektomikoriza T.
matsutake dari Korea, Jepang, Cina, dan
Amerika Utara yang memperoleh profil pita
yang monomorfik.

Kesimpulan
Berdasarkan
ciri
morfologi
ditemukan 5 spesies Ganoderma dari
beberapa tempat di Sumatera Utara, yaitu 7
G. applanatum, 2 G. lucidum, 1 G. tsugae, 1
G. bonninense, dan 1 Ganoderma yang
menunjukkan
ciri-ciri
dalam
genus
Ganoderma. Analisis keragaman genetik
berdasarkan amplifikasi dengan primer ITS1
dan ITS4 menunjukkan bahwa semua
Ganoderma yang berhasil dikumpulkan,
termasuk G. lucidum komersial DXN tidak
memiliki perbedaan genetik. Hasil ini boleh
jadi mengindikasikan bahwa semua
Ganoderma memiliki potensi obat yang
kurang lebih sama dengan Ganoderma
komersial.

74

Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 40 • No. 2 • September 2005

Saran
Untuk lebih memastikan khasiat
obat dari Ganoderma yang berhasil
dikumpulkan, perlu dilakukan uji khasiat
obat. Uji toksisitas juga perlu dilakukan
untuk memastikan keamanan Ganoderma
yang akan digunakan untuk tujuan
pembuatan obat.

Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Depdiknas yang telah memberikan
dana melalui proyek Penelitian Dasar
nomor kontrak 55/P2IPT/DPPM/PID/III/
2004. Analisis molekuler dilakukan di
Laboratorium
Research
Center
for
Microbial Diversity, FMIPA, IPB.

Daftar Pustaka
Adaskaveg, J.E. and R.L. Gilberton. 1988.
Basidiospores, pilocystidia, and other
basidiocarp characters in several
species of the Ganoderma lucidum
complex. Mycologia 80:493-507.
Ahmed, A.O.A., M.M. Mukhtar, M. KoolsSijmons, A.H. Fahal, S. De Hoog,
van den B.G. Ende, E.E. Zijlstra, H.
Verbrugh, E.S. Abugrou,
A.M.
Elhassan and van A.Belkum. 1999.
Development of a species-specific
PCR-restriction fragment length
polymorphism analysis procedure for
identification
of
Madurella
mycetomatis. J Clin Microbiol.
37:3175–3178.
Alexopoulos, C.J. and C.W. Mimn. 1979.
Introductory mycology. John Wiley
& Sons, Inc., New York. pp. 446-469.
Arora, D. 1996. Mushrooms demystified.
2nd. edition. Ten Speed Press,
Berkeley.

75

Bessette, A.E., A.R. Bessette and D.W.
Fischer. 1997. Mushrooms of
Northern North America. Syracuse
University Press.
Boh, B., D.Hodžar, D. Dolničar, M.
Berovič and F. Pohleven. 2000.
Isolation and quantification of
triterpenoid acids from Ganoderma
applanatum of Istrian origin. Food
Technol. Biotechnol. 38: 11–18.
Dunham, M. 2000. Potential of fungi used
in traditional Chinese medicine: II
Ganoderma.
http://www.oldkingdom/UGprojects/Mark-Dunham/MarkDunhamhtml. 02/04/2004.
Gonzalez, P. and J. Labarè. 2000.
Phylogenetic
relationships
of
Pleurotus species according to the
sequence and secondary structure of
the mitochondrial small-subunit
rRNA V4, V6 and V9 domains.
Microbiol. 146:209–221.
Hamelin, R.C., P. Bérubé, M. Gignac and
M. Bourassa. 1996. Identification of
root fungi in nursery seedlings by
nested multiplex PCR. Appl.
Environ. Microbiol. 11:4026-4031.
Henry, T., P.C. Iwen and S.H. Hinrichs.
2000. Identification of Aspergillus
species using internal transcribed
spacer regions 1 and 2. J. Clin.
Microbiol. 38: 1510–1515.
Jackson, C.J., R.C. Barton and E.G.V.
Evans. 1999. Species identification
and
strain
differentiation
of
dermatophyte fungi by analysis of
ribosomal-DNA intergenic spacer
regions. J. Clin. Microbiol. 37:931–
936.

Dwi Suryanto, Siskha Andriani, dan Kiki Nurtjahja: Keragaman Genetik Ganoderma spp.

Jorgensen, R.A., R.E. Cueller, W.F.
Thomson and T.A. Kavanagh. 1987.
Structure and variation in ribosomal
RNA gene of Pea. Plant Mol. Biol.
8:3-12.
Largent, D.L. and H.D. Their. 1977. How
to Identify Mushrooms to Genus II:
Field Identification of Genera. Mad
River Press Inc., California.
Largent, D.L. 1986. How to Identify
Mushrooms to Genus I: Macroscopic
Features. Mad River Press Inc.,
California.
Matsumoto, C., K. Kageyama, H. Suga and
M. Hyakumachy. 1999. Phylogenetic
relationship of Phytium species based
on ITS and 5.8S sequences of the
ribosomal
DMA.
Mycosciences
40:321-331.
McCulloug, M.J., K.V. Clemons, J.H.
McCusker and D.A. Stevens. 1998.
Intergenic transcribed spacer PCR
ribotyping for differentiation of
Saccharomyces
species
and
interspecific
hybrids.
J.
Clin
Microbiol. 36:1035–1038.

lucidum complex based on ribosomal
DNA sequences comparison with
traditional taxonomic characters.
Mycological Research 99:1489-1499.
Nurtjahja, K. and N. .Priyani. 2001.
Analisis kadar logam sporokarp
cendawan
pada
areal
sekitar
Laboratorium FMIPA dan areal
marginal kampus USU. Promotor
3:1-10.
Ogata, T., T. Sano and Y. Harada. 2000.
Botryospaeria spp. isolated from apple
and several deciduous fruit trees are
divided into three groups based on
the production of warts on twigs, size
of conidia, and nucleotide sequences
of nuclear ribosomal DNA ITS
regions. Mycosciences 41:331-337.
Pacioni, G. 1981. Guide to mushrooms. A
fireside book, Simon and Schuster
Inc., New York.
Sambrook, J., E.F. Fritsch and T. Maniatis.
1989.
Molecular
cloning:
A
laboratory manual. 2nd ed. Cold
Spring Harbor Laboratory Press.
Suriawiria, U. 2000. Budidaya Ling Zhi dan
Maitake Jamur Berkhasiat Obat.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Moncalvo, J.M., H.F. Wang and R.S. Hseu.
1995. Gene phylogeny of Ganoderma

76