Pengelolaan Kawasan Pesisir Dengan Pendekatan Ekologi Untuk Optimasi Tambak Tradisional (Studi Kasus Kecamatan Bokat, Kabupaten Buol)

PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DENGAN PENDEKATAN
EKOLOGI UNTUK OPTIMASI TAMBAK TRADISIONAL
(Studi Kasus Kecamatan Bokat, Kabupaten Buol)

ANDRAT YANI MONTOLURE

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengelolaan Kawasan
Pesisir dengan Pendekatan Ekologi untuk Optimasi Tambak Tradisional (Studi
Kasus Kecamatan Bokat, Kabupaten Buol) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016
Andrat Yani Montolure
NIM C252124121

RINGKASAN
ANDRAT YANI MONTOLURE. Pengelolaan Kawasan Pesisir Dengan
Pendekatan Ekologi Untuk Optimasi Tambak Tradisional (Studi Kasus Kecamatan
Bokat, Kabupaten Buol). Dibimbing oleh KADARWAN SOEWARDI and
FREDINAN YULIANDA.
Tambak tradisional di Kabupaten Buol dikelola secara individu dan
merupakan aktivitas budidaya skala kecil. Karakteristik ini merupakan hal yang
umum pada tambak tradisional di Indonesia. Tambak tradisional memiliki potensi
degradasi lingkungan sekaligus potensi pengembangan bagi kesejahteraan
masyarakat. Fakta bahwa tambak tradisional yang luas di kawasan Asia telah
digunakan untuk budidaya udang dan ikan selama beberapa abad membuktikan
potensi keberlanjutannya. Pengembangan budidaya tambak tradisional akan
mencakup perluasan area budidaya, peningkatan instalasi sarana prasarana, serta
peningkatan penggunaan lahan dan air. Karena tambak tradisional adalah kegiatan

berbasis sumber daya, maka perkembangannya bisa memiliki dampak negatif pada
sektor lain seperti perikanan, pertanian dan pariwisata.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengoptimalkan tambak
tradisional melalui pengembangan kawasan pesisir berdasarkan pendekatan ekologi.
Penelitian ini memiliki tiga tujuan yaitu: (1) mengindentifikasi dan menguraikan
kapasitas pengembangan berdasarkan aspek ekobioteknik; (2) mengestimasi
kontribusi nutrien mangrove dan daya dukung produksi tambak tradisional; dan (3)
melakukan analisis keberlanjutan dan pengembangan manajemen kolektif tambak
tradisional berbasis sumberdaya pesisir.
Lokasi penelitian berada di Desa Kantanan, Negeri Lama, dan Kodolagon,
Kecamatan Bokat, Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah. Data yang
dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data dianalisis menggunakan
analisis spasial, Ocean Data View (ODV), daya dukung produksi, perhitungan rasio
tambak dan mangrove, dan Rapid Appraisal Technique for Extensive
Brackishwater Pond (RAP-EBP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air dan tutupan mangrove di
pesisir Bokat mendukung kegiatan tambak tradisional dengan luas total tambak 126
ha dan mangrove 303,5 ha. Selanjutnya, kondisi tutupan mangrove di muara Sungai
Bokat sangat kritis dan erosi pantai memberikan ancaman terhadap akses
transportasi masyarakat. Kapasitas pengembangan tambak tradisional dibatasi oleh

kualitas sumberdaya petambak, sebaliknya kondisi ekologi lingkungan sesuai untuk
pengembangan tambak tradisional. Nilai salinitas air payau berkisar diantara 5 dan
32 ppt, dan kualitas air lainnya seperti suhu, pH, DO, dan TSS tidak melebihi nilai
ambang batas budidaya. Teknik budidaya yang dilakukan masih banyak
kekurangan sehingga hasil produksi tidak maksimal. Beberapa perbaikan dan
peningkatan perlu dilakukan sehingga hasil produksi dan pendapatan bertambah.
Kawasan mangrove di kawasan tambak mampu menghasilkan C sebesar
659,13 ton / tahun, N sebesar 2,85-12,57 ton / tahun dan P sebesar 0,12-0,54 ton /
tahun. Daya dukung produksi di tambak tradisional Kecamatan Bokat adalah 79,8
ton / tahun sedangkan nilai aktual produksi sebesar 52,92 ton/thn. Tingkat produksi
aktual tambak tradisional tidak melebihi daya dukung sehingga optimasi dapat
dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petambak. Selanjutnya, berdasarkan
produksi nutrien kawasan mangrove, rasio luas tambak tradisional dan luas

mangrove sebesar 1:2. Artinya, apabila terdapat 1 ha tambak tradisional tanpa
pakan maka kontribusi makanan alami didalam tambak dapat disediakan oleh 2 ha
mangrove. Karena produktifitas tambak yang kecil, pembukaan mangrove untuk
memperluas tambak tidak disarankan. Solusi yang tepat adalah meningkatkan
produksi tambak aktual melalui perbaikan manajemen budidaya dengan penerapan
better management practices (BMP).

Keberlanjutan pengelolaan tambak tradisional menunjukkan status cukup
berkelanjutan dengan indeks keberlanjutan multi dimensi sebesar 69,61. Nilai
indeks terendah terlihat pada dimensi teknologi sebesar 52,36 sebaliknya nilai
tertinggi terllihat pada dimensi ekonomi sebesar 73,47. Status keberlanjutan
dimensi teknologi adalah yang terendah dibandingkan dengan dimensi lainnya.
Indikator yang paling sensitif adalah penggunaan pestisida dan obat-obatan.
Beberapa strategi pengelolaan tambak tradisional secara berkelanjutan diuraikan
dengan tiga garis besar pengelolaan yaitu: (1) penentuan klaster tambak tradisional
berdasarkan sumber air untuk mengubah aktivitas individu menjadi kolektif untuk
perbaikan dan manfaat bersama; (2) penerapan BMP dengan pilot testing untuk
mengoptimalkan produksi aktual; dan (3) membangun sistem koordinasi efektif dan
diskusi bersama untuk membangun rasa saling percaya di antara petani tradisional.

Kata kunci: Pendekatan ekologi, tambak, mangrove, daya dukung, status
keberlanjutan

SUMMARY
ANDRAT YANI MONTOLURE. Coastal Area Management With Ecological
Approach for Traditional Pond Optimization (Case Study of Bokat District, Buol
Regency). Supervised by KADARWAN SOEWARDI and FREDINAN

YULIANDA.
Traditional ponds in Buol are managed individually and the activities of
small-scale cultivation. This characteristic is common in traditional ponds in
Indonesia. Traditional ponds have the potential for environmental degradation as
well as for development of public welfare. The fact that traditional ponds in Asian
has been used for shrimp and fish culture for several centuries proven sustainability
potential. Traditional aquaculture development will include expansion of cultivated
areas, improvement of infrastructure installations, as well as increased use of land
and water. Because traditional ponds are resource-based activities, the development
could have a negative impact on other sectors such as fisheries, agriculture and
tourism.
The main goal of research is to optimize traditional pond with coastal area
development based on ecological approach. This study has three objectives,
namely: (1) identify and elaborate the capacity development based on ekobioteknik
aspects; (2) estimate the contribution of mangrove nutrient and production carrying
capacity; and (3) analyzing the sustainability status and collective management
development based on coastal resources.
Research site is in the villages of Kantanan, Negeri Lama, and Kodolagon,
Bokat District, Buol Regency of Central Sulawesi Province. Data collected
included primary and secondary data. Data were analyzed using spatial analysis,

Ocean Data View software, production carrying capacity, ratio formula of ponds
and mangrove, and Rapid Appraisal Technique for Extensive Brackishwater Pond
(RAP-EBP).
The results showed that water quality and mangrove cover in the coastal area
of Bokat District support the activities of traditional farms with a total area 126 ha
of ponds and mangrove 303.5 ha. Furthermore, the coastal border condition at the
mouth of the River Bokat very critical and beach erosion provide a threat to
transportation access. Capacity development of traditional farms is limited by
quality of the farmers resource, conversely the ecological conditions suitable for
the development of traditional ponds. Salinity values ranged between 5 and 32 ppt,
and other water quality such as temperature, pH, DO and TSS does not exceed the
threshold value of aquaculture. Farming techniques in existing ponds are still lack
so production is not optimal. Several fixes and improvements need to be done so
that will improve pond yields and income.
Mangrove areas is able to produce C 659.13 tons/year, N 2.85 to 12.57
tons/year and P 0.12 to 0.54 tons/year. Production carrying capacity of traditional
pond in Bokat is 79.8 ton / yr and the actual production 52.92 ton / yr. Therefore,
the actual production does not exceed the carrying capacity, so that yield
optimization through improved farming systems can be done to improve welfare of
traditional farmers. Furthermore, based on the calculation, the ratio of traditional

farms area and mangroves is 1: 2. This means that if there is 1 ha of traditional
ponds without feeding, the contribution of natural food in the ponds can be provided

by 2 ha of mangrove. Because poor productivity in existing pond, mangrove
clearing to pond expand is not recommended. The right solution is to increase
production through improved management and application of better management
practices (BMP).
Sustainability status of traditional pond showed multi-dimensional
sustainability index of 69.61. Lowest index value seen in the technological
dimension of 52.36, otherwise the highest value on the economic dimension of
73.47. Sustainability status of technological dimension is the lowest compared with
other dimensions. The most sensitive indicator is the use of pesticides and
medicines. Management strategies of traditional farms in sustainable manner is
done by three approaches, namely: (1) determination pond cluster based on the
common resources to change the individual activity into collectively for betterment
and benefits of all; (2) adoption and implementation of Better Management
Practices (BMP) to optimize the actual production; and (3) build a system of
effective coordination and discussion to build up mutual trust among traditional
farmers.


Keywords: Ecological
sustainability status

approach,

ponds,

mangroves,

carrying

capacity,

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;

dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DENGAN PENDEKATAN
EKOLOGI UNTUK OPTIMASI TAMBAK TRADISIONAL
(STUDI KASUS KECAMATAN BOKAT, KABUPATEN BUOL)

ANDRAT YANI MONTOLURE

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Ir Bambang Widigdo

Judul Tesis : Pengelolaan Kawasan Pesisir dengan Pendekatan Ekologi untuk
Optimasi Tambak Tradisional (Studi Kasus Kecamatan Bokat
Kabupaten Buol)
Nama
: Andrat Yani Montolure
NIM
: C252124121

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Kadarwan Soewardi
Ketua

Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Achmad Fahrudin

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 sampai Februari
2015 ini ialah optimasi tambak tradisional, dengan judul Pengelolaan Kawasan
Pesisir dengan Pendekatan Ekologi untuk Optimasi Tambak Tradisional (Studi
Kasus Kecamatan Bokat Kabupaten Buol).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Kadarwan Soewardi
dan Bapak Dr Ir Fredinan Yulianda, M.Sc selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kepala Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Buol beserta staf dan Kepala Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Buol berserta staf Bidang AMDAL yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri, anak,
ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Andrat Yani Montolure

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

xv
xvi
xviii
1
1
2
3
3

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data
Luasan Mangrove
Pola Distribusi Salinitas
Debit Air
Parameter Kualitas Air
Teknik Budidaya
Data Kelembagaan
Analisis Kondisi Sumberdaya Pesisir dan Tambak Tradisional
Analisis Daya Dukung Produksi
Analisis Kontribusi Nutrien Mangrove
Produktivitas Primer
Analisis Keberlanjutan Status Pengelolaan Tambak Tradisional
Penentuan dan Penilaian Atribut Keberlanjutan Pengelolaan Tambak
Tradisional
Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Tambak Tradisional
Ordinasi RAP-EBP (MultiDimensional Scalling)
Analisis Leverage Atribut

4
4
4
5
5
6
7
9
9
10
11
11
11
13
15

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Letak dan Kondisi Geografis
Kondisi Iklim
Topografi
Karakteristik Hidrologi
Sistem Sungai
Debit Sungai
Pasang Surut
Karakteristik Sosial Masyarakat
Identifikasi dan Uraian Kapasitas Pengembangan Berdasarkan Aspek
Ekobioteknik
Analisis Spasial Luasan Mangrove
Pengumpulan Basis Data

20
20
20
21
22
23
23
23
24
24

16
19
19
20

25
25
25

Validasi Data
Kondisi Luasan Mangrove
Lebar Jalur Hijau Mangrove
Pola Distribusi Salinitas
Kualitas Air
Suhu
Salinitas
Derajat Keasaman (pH) Air
Oksigen Terlarut (DO)
Total Suspended Solid (TSS)
Karakteristik Desain Tambak dan Produksi
Proses Budidaya Tambak Tradisional
Persiapan Lahan
Pengisian Air
Sumber Benih dan Penebaran Benih
Pemeliharaan
Hasil Panen
Kontribusi Nutrien Mangrove
Produksi Serasah
Dekomposisi Serasah Daun Mangrove
Produksi Nutrien Serasah Daun Mangrove
Daya Dukung Produksi Berdasarkan Produktivitas Primer di Tambak
Tradisional
Produktivitas Primer Kawasan Tambak
Daya Dukung Produksi Tambak Tradisional di Kecamatan Bokat
Estimasi Rasio Luas Mangrove dan Luas Tambak Tradisional Lestari
Pengembangan Tambak Tradisional
Pemilihan Kawasan Potensial
Desain dan Konstruksi
Status Keberlanjutan Tambak Tradisional di Kecamatan Bokat
Dimensi Ekologi
Dimensi Ekonomi
Dimensi Sosial
Dimensi Kelembagaan
Dimensi Teknologi
Analisis Multi Dimensi
Strategi Pengelolaan Tambak Tradisional Secara Berkelanjutan
4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

26
28
29
30
33
33
34
35
35
36
37
38
38
42
43
44
45
46
46
47
48
50
50
51
52
53
53
54
55
55
56
56
57
58
59
61
63
63
63
64
71

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Tabel 2.6
Tabel 2.7
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6
Tabel 3.7
Tabel 3.8
Tabel 3.9
Tabel 3.10
Tabel 3.11
Tabel 3.12
Tabel 3.13
Tabel 3.14

Jenis data primer dan sekunder penelitian
Parameter kualitas air yang diukur
Jenis dan sumber data studi kondisi sumberdaya pesisir
dan tambak tradisional
Efisiensi konversi produktifitas primer ke areal hasil ikan
untuk badan air dari produktifitas yang berbeda
Persentase penyinaran matahari tahun 2014
Kriteria penilaian skor atribut pada dimensi pengelolaan
tambak tradisional di Kecamatan Bokat
Indeks keberlanjutan pengelolaan tambak tradisional
Bentuk permukaan tanah dan ketinggian permukaan
berdasarkan desa di kecamatan Bokat
Perhitungan profil sungai
Nilai kecepatan arus di sungai bokat pada saat penelitian
Confusion matrix
Kisaran nilai salinitas bagi pertumbuhan optimum komoditas
budidaya tambak tradisional
Hasil analisa parameter kualitas air sungai, tambak dan
saluran inlet/outlet
Pengaruh pH terhadap komoditas tambak ikan dan udang
Pengaruh konsentrasi oksigen terlarut terhadap komoditas
tambak
Rekomendasi aplikasi kapur pada saat persiapan lahan tambak
Hasil panen aktual tambak tradisional di Kecamatan Bokat
tahun 2014
Produksi serasah mangrove di kawasan tambak tradisional
Kecamatan Bokat
Produktivitas primer tambak tradisional Kecamatan Bokat
selama penelitian
Variabel dan hasil hitungan daya dukung produksi tambak
tradisional
Atribut gabungan yang digunakan untuk analisis keberlanjutan
multi dimensi

4
9
11
15
15
16
19
22
23
24
28
32
33
35
36
41
46
47
51
52
60

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
Gambar 3.4
Gambar 3.5
Gambar 3.6
Gambar 3.7
Gambar 3.8
Gambar 3.9
Gambar 3.10
Gambar 3.11
Gambar 3.12
Gambar 3.13
Gambar 3.14
Gambar 3.15
Gambar 3.16
Gambar 3.17
Gambar 3.18

Kondisi mangrove di sepanjang sungai Bokat
Peralatan pengambilan sampel air dan perahu yang
digunakan pengukuran salinitas
Pembagian lebar sungai dan pengukuran kedalaman untuk
menghitung luas penampang melintang sungai
Pengukuran kecepatan arus menggunakan bola tenis untuk
menentukan debit air sungai
Pengukuran salinitas dan pengukuran suhu
Kegiatan pertemuan bersama petambak tradisional di
aula kantor desa dan lokasi tambak
Proses pengukuran serasah dan kandungan nutrien pada daun
mangrove
Peralatan yang digunakan pada pengukuran produktivitas
primer
Batas wilayah administrasi Kecamatan Bokat
Jumlah hari hujan dan curah hujan di Kabupaten Buol
tahun 2012
Peta topografi Kabupaten Buol
Gambar dan peta yang menunjukkan wilayah tutupan
mangrove dan proses digitasi
Sebaran titik survey pada saat validasi lapang
Sebaran mangrove di Kecamatan Bokat Tahun 2015
Perubahan bentuk garis pantai di muara Sungai Bokat yang
disebabkan abrasi antara tahun 2009 dan 2011
Perencanaan area sempadan di kawasan tambak tradisional
Kecamatan Bokat
Distribusi horizontal salinitas permukaan sungai Bokat
pada pasang pertama
Distribusi horizontal salinitas dasar sungai Bokat pada
pasang pertama
Peta skematik perkiraan sebaran salinitas tambak tradisional
Kecamatan Bokat
Karakteristik tambak tradisional di Kecamatan Bokat Tahun
2014
Hama siput yang dikumpulkan dalam karung
Kondisi tanah yang baik tanpa lapisan hitam dan kualitas
tanah buruk dengan lapisan hitam limbah organik
Pendangkalan caren di tambak
Kondisi pintu air ditumbuhi trisipan dan perlengkapan panen
petambak tradisional
Proses panen yang dibantu masyarakat dan pengambilan
sisa panen yang tertinggal di tambak
Penurunan berat serasah daun mangrove selama proses
dekomposisi

6
7
8
8
9
10
12
14
21
21
22
26
27
28
30
30
31
31
32
37
39
40
42
42
45
48

Gambar 3.19 Kandungan N dan P dalam serasah daun mangrove Avicennia
lanata
Gambar 3.20 Kandungan N dan P dalam serasah daun mangrove Bruguiera
cylindrica
Gambar 3.21 Kandungan N dan P dalam serasah daun mangrove Bruguiera
gymnorrhiza
Gambar 3.22 Gambaran skematik siklus serasah mangrove
Gambar 3.23 Hasil analisis ordinasi RAP-EBP dan analisis leverage dimensi
ekologi
Gambar 3.24 Hasil analisis ordinasi RAP-EBP dan analisis leverage dimensi
ekonomi
Gambar 3.25 Hasil analisis ordinasi RAP-EBP dan analisis leverage dimensi
sosial
Gambar 3.26 Hasil analisis ordinasi RAP-EBP dan analisis leverage dimensi
kelembagaan
Gambar 3.27 Hasil analisis ordinasi RAP-EBP dan analisis leverage dimensi
teknologi
Gambar 3.28 Hasil analisis RAP-EBP menggunakan atribut multi dimensi
Gambar 3.29 Diagram layang menunjukkan indeks keberlanjutan setiap
dimensi pengelolaan tambak tradisional
Gambar 3.30 Pembagian cluster tambak tradisional di Kecamatan Bokat
berdasarkan sumber air yang sama

49
49
50
53
55
56
57
58
59
60
61
62

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuisioner penelitian
Lampiran 2 Data petambak di Kecamatan Bokat
Lampiran 3 Perhitungan konversi produksi nutrien mangrove
Lampiran 4 Data pasang surut Tolitoli
Lampiran 5 Perhitungan rasio tambak tradisional dan mangrove
Lampiran 6 Produksi aktual tambak tradisional di Kecamatan Bokat
Lampiran 7 Perbandingan padat tebar dan hasil panen komoditas budidaya

72
83
86
87
88
89
90

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Undang Undang No. 27 Tahun 2007 menyebutkan bahwa wilayah pesisir
adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh
perubahan di darat dan laut. Ekosistem pesisir dominan ini diketahui memiliki
tingkat produktivitas yang tinggi, kekayaan biodiversitas, dan berbagai jasa
lingkungan (Harborne et al. 2006). Sebagai contoh, keberadaan mangrove berkaitan
dengan produktifitas perikanan pantai yang tinggi dengan nilai valuasi ekonomi
mencapai US$ 16.500 per hektar mangrove (UNEP 2006). Sistem pesisir
mengalami pertumbuhan populasi dan tekanan eksploitasi. Agardy et al. (2005)
menyatakan hampir 40% manusia di bumi hidup dalam jarak 100 kilometer dari
pantai dan kepadatan penduduk di wilayah pesisir hampir tiga kali lipat
dibandingkan daerah pedalaman. Beberapa dekade terakhir, ekosistem pesisir
mengalami degradasi yang diakibatkan oleh kegiatan manusia dan pengaruh alam
seperti polusi, eutrofikasi, sedimentasi, over eksploitasi, perusakan habitat,
penyakit, dan bencana alam (Farhan dan Lim 2012); (Short dan Wyllie-Echeverria
1996); (Alongi 2002); (Hughes et al. 2003).
Berdasarkan data Choong et al. (1990) luas mangrove Indonesia pada tahun
1990 sebesar 4,25 juta ha dan mengalami penurunan pada tahun 2003 menjadi
3.062.300 ha (FAO 2007). Data tersebut memperlihatkan bahwa terjadi
pengurangan kawasan mangrove seluas 1.187.700 ha dalam kurun waktu 13 tahun.
Konversi mangrove sering terjadi pada pembukaan lahan tambak baru yang
menyebabkan hilangnya biodiversitas dan jasa ekologis lain yang termasuk
didalamnya (Huitric et al. 2002); (Biao et al. 2004); (Biao dan Kaijin 2007); (Paul
dan Vogl 2011); (Paul dan Røskaft 2013); (Lan 2013). Budidaya pesisir biasanya
dibangun dekat dengan garis pantai untuk mendapatkan akses air laut dan stok
benih. Hal ini menimbulkan beberapa implikasi terhadap lingkungan antara lain
kerusakan habitat kritis (mangrove), polusi perairan sekitar, eksploitasi berlebih
terhadap larva dan juvenil, penyediaan bibit yang sakit atau tidak cocok, dan bahaya
introduksi spesies eksotis. Selain itu konflik lahan dan sumber air dapat terjadi
antara lahan persawahan, cagar alam, tambak garam, dan usaha lainnya.
Tambak tradisional memiliki potensi degradasi lingkungan sekaligus potensi
pengembangan bagi kesejahteraan masyarakat. Fakta bahwa tambak tradisional
yang luas di kawasan Asia telah digunakan untuk budidaya udang dan ikan selama
beberapa abad membuktikan potensi keberlanjutannya (White et al. 2010). Selain
teknik budidaya, produktivitas tambak tradisional bergantung pada kualitas
sumberdaya pesisir disekitarnya (Gatune et al. 2012); (Abraham dan Sasmal 2009);
(Alongi et al. 1999); (Ronnback 1999). Tambak tradisional di Kabupaten Buol
dikelola secara individu dan merupakan aktivitas budidaya skala kecil.
Karakteristik ini merupakan hal yang umum pada tambak tradisional di Indonesia.
Pada awal perkembangannya, tambak dikelola secara tradisional dan mulai
dilakukan pada tahun 1962 di Jeneponto, Sulawesi Selatan. Selanjutnya, pada tahun
1972 budidaya udang mulai dilakukan di Pulau Jawa (Sianipar dan Genisa 1987).
Phillips (1995) menyatakan sistem budidaya tambak tradisional dicirikan dengan

2
penebaran kepadatan rendah, sedikit atau tanpa pemupukan, tanpa pemberian pakan
tambahan, dan pertukaran air terbatas pada periode pasang surut air laut.
Penelitian berfokus pada sumberdaya pesisir sebagai objek pengelolaan dan
tahapan penelitian lain yang menunjang optimalnya tambak tradisional bagi
kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan konsep pendekatan
ekologi untuk mengkaji kondisi sumberdaya pesisir yang mendukung tambak
tradisional. Selain itu aspek terkait seperti sosial, kelembagaan, dan teknis budidaya
akan dihubungkan untuk mengetahui berapa besar kapasitas pengembangan
sehingga dapat dioptimalkan tanpa menimbulkan degradasi lingkungan.
Perumusan Masalah
Degradasi lingkungan akibat kerusakan mangrove akan mempengaruhi
produktivitas tambak tradisional. Berbeda dengan tambak intensif dan semi intensif
yang menggunakan input pakan, tambak tradisional mengandalkan sumber
makanan alami. Petambak yang mengelola sistem tradisional memelihara
komoditas mereka dengan perlakuan tambak yang diberi pupuk organik atau pupuk
anorganik untuk meningkatkan pertumbuhan alga. Selain itu, petambak
mengandalkan sumber makanan alami dari ekosistem mangrove. Serasah mangrove
yang sebagian besar terdiri dari daun membusuk menghasilkan sejumlah besar
bahan organik terlarut yang mendukung jaring makanan mikroba yang pada
akhirnya dapat berfungsi sebagai makanan alami bagi komoditas tambak (Benner
et al. 1986). Kebutuhan nutrisi komoditas budidaya udang dijabarkan menurut
penelitian Shiau (1998).
Kawasan tambak tradisional cenderung tidak teratur dalam hal letak dan luas
petakan. Luas petakan tambak bervariasi berdasarkan luasan tanah milik pribadi.
Ukurannya bervariasi dari beberapa ratus meter persegi sampai beberapa hektar
dengan kedalaman rata-rata kurang dari satu setengah meter. Kawasan tambak juga
terletak pada lahan basah dan kawasan mangrove disekitarnya. Artinya, dari sudut
pandang lingkungan, tambak terletak di wilayah yang bernilai penting bagi fungsi
ekosistem pesisir dan keanekaragaman hayati. Menurut Boyd dan Clay (1998)
letak tambak mungkin merupakan faktor yang paling penting dalam mengendalikan
dampaknya terhadap lingkungan di sekitar. Hal ini mungkin sebagai akibat dari
kendali yang buruk terhadap perizinan atau alokasi ruang untuk pengembangan
budidaya. Di Kecamatan Bokat, tambak dibangun di pesisir pantai mengikuti
daerah aliran sungai. Wilayah ini menyediakan manfaat bagi perkembangan tambak
dimana fluktuasi pasang surut dapat mengisi dan membuang air pada tambak tanpa
mengeluarkan biaya tambahan untuk memompa air. Selain itu fluktuasi pertukaran
air pasang surut merupakan jalur utama untuk input dan output karbon dan nitrogen
pada tambak (Alongi et al. 2000).
Kesalahan mengenai perwilayahan jenis komoditas budidaya mengurangi
tingkat optimal produksi tambak tradisional. Sumber air bagi tambak tradisional
berasal dari pasang surut, sehingga distribusi salinitas menjadi salah satu pembatas
terhadap optimalnya produksi komoditas yang dibudidayakan. Pada perairan pesisir
nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dan pasang surut air laut.
Hal ini perlu diperhatikan petambak tradisional karena perubahan nilai salinitas
yang signifikan dapat mempengaruhi kehidupan komoditas budidaya yang
dipelihara. Pada beberapa jenis udang penaeid, salinitas sangat berpengaruh pada

3
kemampuan osmoregulasi dan variasinya berbeda tergantung pada spesies, tahap
perkembangan, dan suhu (Chong-Robles et al. 2014); (Charmantier dan Soyez
1994); (Ye et al. 2009); (Romano dan Zeng 2012). Osmoregulasi merupakan
mekanisme penting dimana spesies krustasea euryhaline mampu mengatur proses
osmotik dan konsentrasi ion (Shekhar et al. 2013). Salinitas juga mempengaruhi
daya cerna makanan pada ikan bandeng (Ferraris et al. 1986).
Petambak tradisional pada umumnya merupakan pengusaha skala kecil yang
cenderung tidak terorganisasi dengan baik dan kebanyakan tidak mempunyai akses
terhadap inovasi teknologi dan aplikasi ilmiah. Petambak tradisional seharusnya
produktif dan inovatif, tetapi karena pengaturan organisasi yang buruk, kekurangan
skill, informasi dan pengetahuan dasar yang tidak memadai menjadikan mereka
rentan terhadap berbagai resiko yang merugikan bagi mata pencaharian,
produktivitas tambak, dan daya saing. Kelembagaan kelompok dibutuhkan untuk
menjalin kerjasama antara petambak dalam kawasan dan perencanaan perlu
didasarkan pada praktek manajemen kolaboratif yang mendukung sistem kluster
(Ha et al. 2013). Menurut Srinath et al. (2000) keuntungan utama bekerjasama
dalam kelompok usaha adalah mampu mengelola dan melindungi sumberdaya
mereka.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka beberapa kajian harus
dilakukan dalam penelitian ini yaitu:
1. Aspek ekobioteknik yang meliputi: sebaran mangrove, distribusi
salinitas, debit air, kualitas air, dan teknik budidaya.
2. Kontribusi nutrien mangrove terhadap kawasan tambak tradisional
dan daya dukung produksi
3. Keberlanjutan pengelolaan tambak tradisional dan pengembangan
manajemen tambak berbasis sumberdaya pesisir.
Tujuan Penelitian
Fokus penelitian ditujukan untuk pengelolaan kawasan pesisir sehingga
mengoptimalkan produktivitas tambak tradisional. Berdasarkan perumusan
masalah di atas, maka ditentukan beberapa tujuan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Mengidentifikasi dan menguraikan kapasitas pengembangan tambak
tradisional berdasarkan aspek ekobioteknik (sebaran mangrove,
distribusi salinitas, debit air, kualitas air, dan teknik budidaya).
2. Mengestimasi daya dukung produksi dan kontribusi nutrien mangrove
terhadap kawasan tambak tradisional.
3. Melakukan analisis keberlanjutan dan pengembangan manajemen
kolektif kawasan tambak tradisional berbasis sumberdaya pesisir.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Menjadi informasi bagi pengembangan limu pengetahuan khususnya
pengelolaan tambak tradisional di Indonesia.

4
2. Menjadi bahan pertimbangan pengambil kebijakan dalam
pengelolaan wilayah pesisir melalui tambak tradisional di Kecamatan
Bokat, Kabupaten Buol.
3. Memberikan informasi pengetahuan pengelolaan tambak tradisional
secara optimal berbasis sumberdaya pesisir.

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Kecamatan Bokat terletak di bagian utara pulau Sulawesi pada koordinat
121°27’44” ˗ 121°33’54” BT dan 0°50’45” ˗ 1°7’50” LU dan merupakan salah satu
dari 11 (sebelas) kecamatan di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah.
Wilayah ini merupakan kawasan utama pertambakan tradisional di Kabupaten Buol.
Kecamatan Bokat terdiri dari 15 desa, dan 3 diantaranya merupakan kawasan
pertambakan tradisional yaitu Desa Kantanan, Kodolagon dan Negeri Lama.
Penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu pada Bulan Desember 2014 sampai
dengan Februari 2015.
Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder selama
penelitian dilakukan. Pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui kapasitas
daya dukung kawasan tambak tradisional, sebaran mangrove, pola distribusi
salinitas, debit air, kualitas air, aktivitas budidaya tradisional, dan suplai nutrien
dari kawasan mangrove.
Data primer dikumpulkan dengan cara pengambilan langsung pada saat
penelitian, melalui pengambilan sampel langsung di lokasi penelitian, observasi
lapang dan wawancara menggunakan kuisioner. Data sekunder didapatkan dari
beberapa instansi terkait yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buol,
Dinas Kehutanan, Badan Lingkungan Hidup Buol, Bappeda Kabupaten Buol,
Badan Pusat Statistik Kabupaten Buol, Stasiun BMKG Meteorologi Klas II Mutiara
Palu, serta referensi lain untuk menunjang penelitian ini. Jenis data primer dan
sekunder dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jenis data primer dan sekunder penelitian
No
A.
1

2

Jenis data
Data Primer
Aspek Ekobioteknik
a. Distribusi salinitas
b. Debit air
c. Parameter Kualitas Air
d. Kondisi Existing Tambak
Tradisional
Kontribusi Nutrien Mangrove
a. Produktivitas serasah

Metode

Tempat

Sampling
Sampling
Sampling
Kuisioner, wawancara,
dan observasi lapang

Lokasi penelitian
Lokasi penelitian
Lokasi penelitian
Petambak

Litter trap, timbang berat

Lokasi penelitian

5

3
4

B.
1
2

3

b. Laju dekomposisi serasah
c. Unsur hara (N total dan P
total)
Kapasitas Daya Dukung
a. Produktivitas primer
Kelembagaan petambak
a. Pengetahuan
b. Motivasi
c. Kerjasama
d. Perbaikan yang diharapkan.
Data Sekunder
Kebijakan, infrastruktur dan
dukungan pemerintah
Sebaran Mangrove
a. Luas kawasan

Litter bag, timbang berat
Uji laboratorium

Lokasi penelitian
Lab Agroteknologi
Untad

Botol terang botol gelap

Lokasi penelitian

Kuisioner dan wawancara
Kuisioner dan wawancara
Kuisioner dan wawancara
Kuisioner dan wawancara

Petambak
Petambak
Petambak
Petambak

Kuisioner, wawancara,
dan studi literatur

Bappeda Buol, Dislutkan
Buol, dan BPS Buol

Studi literatur

b. Jenis vegetasi

Studi literatur

Dishut Buol, BLH Buol,
Dislutkan Buol
Dishut Buol, BLH Buol,
Dislutkan Buol

Hidro-Oceanografi
a. Pasang surut

Studi literatur

b. Sedimentasi
c. Batimetri

Studi literatur
Studi literatur

d. Persentase penyinaran
matahari
Sumber: Data primer dan sekunder

Studi literatur

Badan Informasi
Geospasial
Bappeda Buol
Badan Informasi
Geospasial
BMKG Palu

Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan contoh data ekobioteknik kawasan tambak tradisional dilakukan
dengan purpossive sampling method, yaitu metode pengambilan contoh tidak acak
berdasarkan pertimbangan lokasi, luas dan akses sesuai tujuan dan kondisi di
lapangan serta dianggap mewakili.
Luasan Mangrove
Data dikumpulkan berdasarkan informasi citra satelit Landsat 8 yang
diakuisisi tanggal 4 Agusutus 2014 dengan resolusi spasial 30 m. Selain itu, digitasi
on screen citra satelit GeoEye tahun bulan November 2011 dengan resolusi spasial
1,6 m yang diperoleh dari program google earth. Kumpulan data ini dikoreksi
menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG).
Proses citra Landsat 8 dilakukan dengan urutan composit citra, kombinasi
band RGB 564 untuk interpretasi visual, pan sharpening untuk merubah resolusi
spasial menjadi 15 m, clip image untuk memotong citra, dan unsupervised
classification untuk melihat sebaran mangrove. Selanjutnya, proses digitasi on
screen citra satelit GeoEye dilakukan di program google earth. Hasilnya
dikombinasikan dengan hasil unsupervised classification citra landsat 8 tahun 2014.
Perhitungan luas mangrove menggunakan calculate geometry terhadap shapefile
mangrove. Untuk menghitung akurasi digunakan metode confusion matrix. Pada
prinsipnya, confusion matrix menyusun data hasil klasifikasi dan hasil pengamatan

6
lapangan dalam sebuah tabel perbandingan persentase (Friedl et al. 2001).
Perhitungan akurasi keseluruhan digunakan rumus berdasarkan Kemenhut (2012).
Persamaan 1 �

� � � �

ℎ� =

�ℎ � ��

�ℎ







� �



Selanjutnya, dilakukan studi literatur yang ada di dinas terkait seperti Dinas
Kehutanan Kabupaten Buol, Badan Lingkungan Hidup Buol, Dinas Kelautan dan
Perikanan Buol dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Buol. Sumber informasi dari
referensi lainnya seperti penelitian dan dokumen perencanaan wilayah juga
dikumpulkan. Kondisi mangrove disepanjang sungai bokat dan penebangan
mangrove untuk pembukaan tambak dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1 Kondisi mangrove di sepanjang sungai Bokat
Pola Distribusi Salinitas
Pengumpulan data distribusi salinitas dilakukan dengan cara pengambilan
sampel air dari sungai Bokat yang mengalir melewati kawasan tambak tradisional.
Sampel air diambil dari arah hilir ke hulu sampai batas tumbuhnya mangrove
dengan jarak antara titik pengambilan sekitar 50-100 meter disesuaikan dengan
kondisi lapangan dengan pertimbangan tipe sungai, luas kawasan dan konstruksi
saluran air. Lokasi pengambilan sampel lainnya berada pada saluran air di kawasan
tambak. Pengukuran salinitas dilakukan menggunakan hand refractometer pada
saat pengambilan sampel.
Pengambilan sampel air di Sungai Bokat dilakukan pada dua kedalaman yaitu
bagian permukaan dan dasar sungai menggunakan Alpha Water Sampler. Pada
setiap pengambilan sampel, koordinat lokasi dilihat dan dicatat menggunakan GPS
Garmin 78s. Waktu pengambilan dilakukan saat pasang selama dua jam sekali di
setiap titik stasiun. Penentuan pasang air dilakukan dengan melihat grafik data
prediksi pasang surut BIG tahun 2015 dan disesuaikan dengan waktu Bokat.
Peralatan dan proses pengambilan sampel di sungai Bokat dapat dilihat pada
Gambar 2.2 dibawah ini.

7

Gambar 2.2 Peralatan pengambilan sampel air dan perahu yang digunakan
pengukuran salinitas
Analisis distribusi salinitas dilakukan dengan menginput data primer
menggunakan microsoft excel yang menampilkan nilai salinitas berdasarkan garis
lintang dan garis bujur lokasi sampling. Setelah itu file disimpan dalam format .txt
agar dapat dianalisis menggunakan program Ocean Data View version 4-2014
(Schlitzer 2014) dengan prinsip kerja interpolasi.
Debit Air
Debit merupakan jumlah air yang mengalir di dalam saluran atau sungai per
unit waktu. Metode yang umum diterapkan untuk menetapkan debit sungai adalah
metode profil sungai (cross section). Pada metode ini debit merupakan hasil
perkalian antara luas penampang vertikal sungai (profil sungai) dengan kecepatan
aliran air. Proses pengukuran dimulai dengan pengukuran lebar sungai. Setelah itu
setiap dua meter sekali dilakukan pengukuran kedalaman sungai. Diasumsikan
setiap bagian membentuk persegi panjang seperti terlihat pada Gambar 2.3.
Luas penampang diukur dengan menggunakan meteran dan piskal (tongkat
bambu atau kayu). Dengan melakukan pengukuran profil sungai, maka luas
penampang sungai dapat diketahui. Luas penampang sungai (A) merupakan
penjumlahan seluruh bagian penampang sungai yang diperoleh dari hasil perkalian
antara interval jarak horisontal dengan kedalaman air atau dapat dituliskan sebagai
berikut:
Persamaan 2 A (m2) = L1D1 + L2D2 + ....LnDn
Keterangan:
A = Luas penampang basah (m2); L = lebar penampang horisontal (m); D =
kedalaman (m)

8

Gambar 2.3 Pembagian lebar sungai dan pengukuran kedalaman untuk menghitung
luas penampang melintang sungai
Selanjutnya dilakukan pengukuran kecepatan aliran menggunakan modifikasi
dari bola tenis dan tali (Gambar 2.4). Cara pengukuran adalah dengan prinsip
mencari besarnya waktu yang diperlukan untuk bergeraknya bola tenis sepanjang
jarak tali. Pengukuran kecepatan arus dilakukan sebanyak 7 kali di lokasi yang
sama. Kecepatan yang diperoleh dari metode ini merupakan kecepatan maksimal
sehingga perlu dikalikan dengan faktor koreksi kecepatan. Pada sungai dengan
dasar yang kasar faktor koreksinya sebesar 0.75 dan pada dasar sungai yang halus
faktor koreksinya 0.85, tetapi secara umum faktor koreksi yang dipergunakan
adalah sebesar 0.65. (Rahayu et al. 2009).

Gambar 2.4 Pengukuran kecepatan arus menggunakan bola tenis untuk menentukan
debit air sungai
Perhitungan debit ditentukan dengan persamaan (Jeffries dan Mills 1996):
Persamaan 3
=�
Keterangan: : debit (m3/det), � : luas penampang basah (m2), : kecepatan aliran
rata-rata (m/det)

9
Nilai profil sungai dikalikan dengan setiap ulangan kecepatan arus. Hasil
perkalian dijumlahkan dan dibagi tujuh sehingga mendapatkan nilai debit air ratarata sungai Bokat.
Parameter Kualitas Air
Pengambilan data kualitas air dilakukan melalui sampling pada beberapa
lokasi tambak sebagai ulangan. Pengamatan dan pengambilan contoh kualitas air
dilakukan dengan metode yang mengacu pada APHA (1999). Aktivitas
pengambilan data disesuaikan dengan teori mengenai pengaruh fluktuasi parameter
kualitas air terhadap komoditas budidaya (Boyd 1998). Parameter fisika dipantau
dua kali seminggu selama 1 bulan. pH dan oksigen terlarut antara pukul 07.00 dan
08.00 WITA, suhu air antara pukul 07.00 sampai 08.00 WITA, dan 15.00 sampai
16.00 WITA, Salinitas antara pukul 15.00 sampai 16.00 WITA. Data kualitas air
hasil pengukuran lapangan dan hasil analisis laboratorium dibandingkan dengan
kriteria kelayakan kualitas air untuk budidaya berdasarkan kriteria Boyd (1990);
Poernomo (1992); Wedemeyer (1996); Widigdo (2002); Soewardi (2002); dan
MENLH (2004). Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 2.2. Selanjutnya proses sampling kualitas air dapat dilihat pada
Gambar 2.5.
Tabel 2.2 Parameter kualitas air yang diukur
No
1

Parameter
Suhu air

Satuan
°Celcius

2
Salinitas air ppt
3
pH air
4
DO
mg/l
5
TSS
mg/l
Sumber: data primer diolah
1
APHA (1999)

Waktu pengukuran
07.00-08.00 WITA
15.00-16.00 WITA
15.00-16.00 WITA
07.00-08.00 WITA
07.00-08.00 WITA
07.00-08.00 WITA

Alat ukur
Termometer¹

Metode
Liquid

Refractometer¹
pH Meter¹
DO Meter¹
Uji lab

Pembiasan cahaya
Elektode-glass
Elektrokimia
Gravimetri

Gambar 2.5 Pengukuran salinitas dan pengukuran suhu
Teknik Budidaya
Pengambilan data mengenai tahapan budidaya dilaksanakan dengan
menggunakan wawancara dengan kuisioner, dan pengamatan langsung dilokasi.

10
Data yang dikumpulkan meliputi musim tebar, persiapan tambak, persiapan dan
pengisian air, kualitas benih, pengelolaan air, manajemen dasar tambak, manajemen
pakan, dan treatment penyakit. Hasil pengamatan dan wawancara diuraikan secara
deskriptif berdasarkan kondisi di lokasi penelitian.
Data Kelembagaan
Pengumpulan data kelembagaan kelompok dilakukan menggunakan metode
wawancara, diskusi dan kuisioner. Wawancara dan diskusi dilakukan terhadap
petambak, masyarakat, dan instansi yang terkait (aparat desa dan kecamatan).
Wawancara lebih mendalam dilakukan terhadap tokoh-tokoh petambak setempat
ataupun ketua kelompok petambak. Kuisioner dibagikan kepada 50% dari jumlah
petambak keseluruhan, sehingga memberikan gambaran mengenai status
kelembagaan kelompok usaha yang mereka laksanakan. Wawancara terhadap
pemerintah desa dan kecamatan dipilih berdasarkan posisi dan kewenangan mereka
dalam membina kelompok masyarakat petambak. Penentuan responden untuk data
ini menggunakan teknik purpossive sampling method. Pertemuan dengan para
pembudidaya dilakukan di aula kantor desa dan lokasi tambak dapat dilihat pada
gambar Gambar 2.6 dibawah ini.

Gambar 2.6 Kegiatan pertemuan bersama petambak tradisional di aula kantor desa
dan lokasi tambak
Pengumpulan data kelembagaan pemerintah menggunakan metode
penelusuran berbagai pustaka/referensi dan dokumen melalui kajian peraturan
pemerintah, laporan intansi terkait, dokumen dan peta kawasan, serta penelitianpenelitian sebelumnya. Selain itu dilakukan wawancara terhadap instansi yang
terkait langsung dengan kebijakaan dan pengembangan infrastrukturnya seperti
Dinas Kelautan dan Perikanan Buol, Dinas Pekerjaan Umum Buol, dan Bappeda
Buol. Data penunjang yang dikumpulkan meliputi data kondisi fisik wilayah,
kebijakan dan program pemerintah.

11
Analisis Kondisi Sumberdaya Pesisir dan Tambak Tradisional
Analisis kondisi sumberdaya pesisir dan tambak tradisional diawali dengan
pengumpulan dan penyusunan basis data berdasarkan aspek ekobioteknik. Data
yang diambil meliputi luasan mangrove, distribusi salinitas, debit air, parameter
kualitas air, produktivitas primer, teknik budidaya yang meliputi: musim tebar,
persiapan tambak, persiapan dan pengisian air, kualitas benih, pengelolaan air,
manajemen dasar tambak, manajemen pakan, dan treatment penyakit. Analisis ini
berguna untuk mengetahui kapasitas pengembangan dan kondisi existing tambak
tradisional. Adapun jenis dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 2.3 dibawah ini.
Tabel 2.3 Jenis dan sumber data studi kondisi sumberdaya pesisir dan tambak
tradisional
No Jenis data
1 Citra satelit landsat 8, akuisisi tanggal 4
Agustus 2014, Path 114/Row 59
2 Image satelit kawasan tambak tradisional
Kecamatan Bokat, Kabupaten Buol
3 Luasan mangrove
4
5
6
7

Pola distribusi salinitas
Debit air
Parameter kualitas air
Teknik budidaya

Sumber data
United
States
Geological
Survey (earthexplorer.usgs.gov)
Google earth
Citra landsat 2014; tracking
GPS
Sampling
Pengukuran in situ
Sampling
Wawancara, observasi lapang

Sumber: Data primer diolah, earthexplorer.usgs.gov, google earth

Analisis Daya Dukung Produksi
Analisis Kontribusi Nutrien Mangrove
Pengambilan sampel serasah mangrove dilakukan selama 60 hari mulai
tanggal 18 Desember 2014 sampai dengan 15 Februari 2015. Penentuan titik
sampling dilakukan dengan metode purpossive sampling. Stasiun penelitian
kontribusi nutrien mangrove sebanyak tiga stasiun yang mewakili zonasi mangrove
dari arah laut ke darat (Bengen 2004). Stasiun pertama berada di muara sungai dan
selalu terkena pasang surut secara langsung dengan jenis Avicennia lanata. Stasiun
kedua berada di sempadan sungai dan tumbuh di dekat pematang tambak
masyarakat dengan jenis Bruguiera cylindrica. Stasiun ketiga berada jauh kearah
darat, didekat saluran air tambak wilayah desa Kodolagon dengan jenis Bruguiera
gymnorrhiza. Produktivitas serasah diukur dengan memasang litter trap ukuran 1
x 1 m² dibawah kanopi tegakan mangrove (Gambar 2.7 bagian atas). Waktu
pengambilan serasah dilakukan dengan interval 10 hari sekali. Serasah yang
tertampung dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label, setelah itu
dibawa ke laboratorium untuk ditimbang berdasarkan jenis serasah yaitu daun,
ranting, buah/bunga dengan timbangan digital yang memiliki tingkat ketelitian 0,1
gram seperti dapat terlihat pada Gambar 2.7 bagian bawah. Berat serasah yang

12
ditimbang kemudian dicatat untuk setiap waktu pengambilan dan setelah 60 hari
nilai produksinya dihitung dengan satuan gram/m2/hari.
Inkubasi serasah mangrove dilakukan di setiap stasiun penelitian
menggunakan daun yang telah berwarna kuning, dengan pertimbangan bahwa daun
belum memulai proses dekomposisi. Serasah daun seberat 50 gram ditempatkan
dalam litterbag yang terbuat dari bahan nylon dengan ukuran mata jaring 1000
mikron di lantai hutan mangrove selama 60 hari dengan interval pengukuran 15 hari
sekali. Jumlah litterbag per stasiun sebanyak 4 buah digunakan untuk empat kali
selang pengukuran (hari ke- 15, 30, 45, dan 60). Ukuran mata jaring litterbag
memungkinkan invertebrata kecil, jamur dan bakteri mengakses daun, tapi
invertebrata besar seperti kepiting yang merupakan faktor utama dalam degradasi
daun (Steinke et al. 1993), tidak termasuk. Serasah daun mangrove di litterbag
mungkin menghadapi mikrohabitat dan iklim mikro yang sedikit berbeda
dibandingkan dengan lingkungan alami, sehingga hasilnya bukan menggambarkan
kerusakan serasah daun mangrove yang sebenarnya di lapangan, tetapi indikasi
terhadap potensi kerusakan daun (Tam et al. 1990).

Gambar 2.7 Proses pengukuran serasah dan kandungan nutrien pada daun
mangrove

13
Analisis kandungan N dan P serasah daun mangrove dilakukan pada awal
dekomposisi sampai pada hari ke-60 di laboratorium agroteknologi fakultas
pertanian universitas tadulako. Menentukan kontribusi nutrien mangrove dilakukan
dengan menggunakan pendekatan pelepasan nutrien dari serasah daun mangrove.
Setelah mengalami proses grazing, ekspor dan dekomposisi, serasah daun akan
menghasilkan nutrien (N, P) ke lingkungan perairan.
Laju dekomposisi serasah dihitung dengan menggunakan persamaan :
Persamaan 4

=

� −�


Keterangan:
= Laju dekomposisi (gram/hari)
� = Waktu inkubasi (hari)
= Berat awal serasah (gram)
= Berat akhir serasah setelah waktu t (gram)
Persentase penguraian serasah dihitung dengan menggunakan rumus
(Boonruang 1984) :
Persamaan 5 � =

� −�


%

Keterangan:
� = Persentase serasah daun yang mengalami dekomposisi
= Berat awal serasah (gram)
= Berat akhir serasah setelah waktu t (gram)
Pelepasan nutrien % g − hr − dihitung berdasarkan Nga et al. (2004) :
Persamaan 6 Nutrien = DW Nutrien − DW Nutrien
Keterangan:
DW = berat kering awal serasah,
DW = berat kering sisa pada waktu hari,
Nutrien = kandungan nutrient awal,
Nutrien = kandungan nutrien sisa pada hari.
Produktivitas Primer

Menurut Beveridge (1987), dalam banyak kasus, produksi ikan dan daya
dukung hampir semuanya tergantung pada produksi fitoplankton. Estimasi daya
dukung produksi tambak tradisional didasarkan pada asumsi bahwa hasil panen
budidaya tradisional sebesar 1% sampai 3% dari produktivitas primer, tergantung
tingkat produktivitas primer (Beveridge 1987). Penelitian Beveridge (1984)
dilakukan dikolam tradisional ikan nila yang merupakan jenis omnivora. Metode
ini dapat digunakan pada budidaya tambak tradisional dengan asumsi fitoplankton
menjadi sumber makanan bagi bandeng. Selanjutnya, diasumsikan bahwa
fitoplankton merupakan sumber makanan bagi serangga, detritus, dan zooplankton
yang akan dimakan udang dalam rantai makanan di tambak (Boyd et al. 2010).
Prosedur pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan metode oksigen
menggunakan botol terang dan botol gelap (Gambar 2.8 sisi kiri). Inkubasi

14
dilakukan selama 3 jam dari pukul 09.00-12.00 WITA (Yusoff dan McNabb 1989)
di masing-masing tambak yang menjadi lokasi sampling. Kandungan oksigen
terlarut diukur dengan menggunakan ISTEK Multi 90i Portable Meter (Gambar 2.8
sisi kanan).
Nilai produktivitas primer fitoplankton dihitung berdasarkan rumus (Wetzel
dan Likens 1979); (Cole 1983).
Persamaan 7
Persamaan 8



=

=

��−�� �
��−�� �





� , 7

� , 7

Keterangan:
adalah Gross Primary Production (mg C m3/jam), � : Net
Primary Production (mg C m3/jam), LB adalah konsentrasi oksigen dalam botol
terang (mg/l), DB adalah konsentrasi oksigen dalam botol gelap, IB adalah
konsentrasi oksigen dalam botol inisial, PQ adalah photosynthetic quotient (1,2), t
adalah lama waktu inkubasi, dan 0,375 adalah koefisien konversi oksigen menjadi
carbon (1 mol O2 (32 g) = 1 mol C (12 g) = 12/32).
Konversi satuan GPP menjadi g C/m3/tahun dikalikan dengan konversi
miligram menjadi gram (0,001) dan konversi jam menjadi tahun (2774,68 jam)
didasarkan pada hasil perhitungan persentase total lama penyinaran matahari tahun
2014 (BMKG 2015) seperti ditampilkan pada Tabel 2.5.

Gambar 2.8 Peralatan yang digunakan pada pengukuran produktivitas primer
Menentukan daya dukung produksi dilakukan menurut Beveridge (1987)
dengan prosedur sebagai berikut:
1. Tentukan GPP, ∑PP dari kawasan tambak tradisional
2. Konversi ∑PP ke potensi hasil ikan menurut Tabel 2.4 untuk
mengkonversi karbon planktonik ke karbon ikan, dengan asumsi
kandungan karbon ikan = 10% dari berat bersih ikan (Gulland 1970)
3. Pengaturan produksi bergantung terhadap beberapa variable. Jumlah
musim tanam per tahun dan ukuran panen per komoditas harus
ditentukan. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui
jumlah benih ya